Distribusi Normal
Distribusi Log Normal
Distribusi Log Pearson Type III
Distribusi Gumbel
Persyaratan Pemilihan Jenis Distribusi/Sebaran Frekuensi
Koefisien kepencengan / skewness (Cs) dihitung menggunakan persamaan:
Dimana
n = jumlah data
= rata-rata data hujan (mm)
S = simpangan baku (standardeviasi)
X = data hujan (mm)
Distribusi Normal/Gauss
Keterangan:
: Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
X : Nilai rata-rata hitung variat
S : Deviasi standar nilai variat
: Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang. Nilai faktor frekuensi dapat dilihat pada tabel Reduksi
Gauss
Distribusi Log Normal
Mengubah X kedalam bentuk Y = log X
Keterangan:
: Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
Y : Nilai rata-rata hitung variat
S : Deviasi standar nilai variat
: Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk
analisis peluang. Nilai faktor frekuensi dapat dilihat pada tabel Reduksi
Gauss
Tabel Reduksi Gauss
Distribusi Log Pearson Type III
Tiga parameter penting dalam Metode Log Pearson Tipe III, yaitu:
1. Harga rata-rata ( R )
2. Simpangan baku (S)
3. Koefisien kemencengan (G)
Jika G = 0 maka distribusi kembali ke distribusi Log Normal
Tahap penggunaan distribusi Log
Pearson Type III
1. Ubah data dalam bentuk logaritma => Y = log X
2. Hitung rata-rata
Setelah λ dan a dihitung, maka nilai Y untuk masing-masing X dapat dihitung (dengan
membuat tabel), dari nilai-nilai tersebut diperoleh: 𝑡 = 𝑋. dan 𝑄 = 𝑦., selanjutnya
dibuat grafik hidrograf satuan.
2. Metode HSS Nakayasu
Dengan:
= debit puncak (/det)
= luas daerah tangkapan ()
= hujan satuan (mm)
= tenggang waktu antara permulaan hujan dengan puncak hujan (jam)
= waktu yang diperlukan untuk penurunan dari puncak sampai 30% dari
debit puncak
Dimana:
= debit pada saat t jam (/det)
3. Metode HSS Gamma-I
Satuan Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gamma-I dibentuk oleh tiga komponen dasar
yaitu waktu naik (TR), debit puncak (), waktu dasar (), dengan uraian:
4. Waktu naik (TR)
5. Debit puncak ()
6. Waktu dasar ()
8. Aliran dasar ()
Dengan
A = luas DAS () JN = jumlah pertemuan sungai
L = panjang sungai (km) TB = waktu dasar (jam)
SF = faktor sumber S = landau sungai rata-rata
SIM = faktor simetri RUA = luas relatif DAS bagian hulu
WF = faktor lebar D = kerapatan jaringan
4. Metode HSS ITB-I
Satuan Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) ITB-I dibentuk oleh empat komponen dasar
yaitu tinggi dan durasi hujan satuan, time lag (), waktu puncak (), waktu dasar (). HSS
ITB-1 menggunakan rumus time lag menurut Snyder tetapi dengan penyederhanaan
harga Lc = 0.5 L, sehingga rumus Snyder dapat dituliskan sebagai berikut:
Jika rumus time lag menggunakan rumus Snyder dan jika adalah durasi hujan satuan
maka nilai waktu puncak () sebagai berikut:
Jika time lag menggunakan rumus Nakayasu, maka nilai waktu puncak adalah
sebagai berikut:
HSS ITB-1 memiliki persamaan lengkung naik dan lengkung turun seluruhnya yang
dinyatakan dengan satu persamaan yang sama yaitu:
Dimana t = T/ dan q = Q/ adalah waktu dan debit
yang telah dinormalkan dengan nilai 0 < t < 1 dan 0
< q < /. Harga koefisien α dan β bergantung pada
rumus time lag yang digunakan
Tabel harga standar koefisien α dan β
Apabila bentuk dasar hidrograph satuan diketahui, dan harga waktu puncak dan
waktu dasar diketahui, maka debit puncak hidrograph satuan sintetis akibat tinggi
hujan satu satuan R=1 mm yang jatuh selama durasi hujan satu satuan Tr=1 jam,
dapat diketahui melalui perhitungan:
Penelursuran Banjir (flood
routing)
Dilakukan di waduk dan sungai.
Penelusuran banjir adalah cara untuk
menentukan modifikasi aliran banjir,
berdasarkan konfigurasi gelombang
banjir yang bergerak dari suatu
tampungan.
Perilaku perubahan elevasi muka air pada proses penelusuran banjir di
waduk terjadi ketika hidrograf banjir yang terjadi masuk ke tampungan
waduk, muka air waduk akan terus mengisi ke kapasitas tampungan
sementara (surcharge storage) yaitu tampungan yang terletak di atas
ambang pelimpah. Aliran keluar melalui pelimpah akan terus mengalami
kenaikkan sampai elevasi tertentu hingga mencapai elevasi maksimum
setara dengan debit outflow maksimumnya, walaupun peningkatan aliran
keluar tidak setaraf dengan peningkatan aliran yang masuk. Proses ini akan
terjadi sampai puncak banjir tercapai, ketika inflow dan outflow akan
menjadi sama. Sesudah itu debit outflow akan berangsur-angsur
mengalami pengurangan yang selanjutnya pada waktu tertentu debit
outflow lebih besar dari inflow. Selama proses penelusuran banjir
berlangsung, jumlah air yang disimpan sementara di dalam waduk disebut
reduksi banjir. Hidrograf outflow dari waduk akan mempunyai puncak
terendah tergantung pada ukuran waduk dan besarnya kapasitas banjir
yang tersedia.
Penelursuran Banjir Melalui
Saluran Pengelak
Aliran Bebas
Pada aliran bebas debit air yang melalui terowongan diperhitungkan sama
dengan aliran pada saluran terbuka.
Dimana:
Q = debit melalui saluran (/det)
n = angka kekasaran manning, untuk saluran beton 0,011
R = jari-jari basah (m)
S = kemiringan saluran
A = luas penampang basah ()
Aliran Tenggelam
Dimana:
Q = debit melalui saluran (/det)
µ = koefisien debit, pada terowongan pengelak, diambil 0,8
A = luas penampang terowongan ()
Z = perbedaan elevasi muka airdi hulu dan di hilir (m)
g = 9,81 ()
Dimana :
V hidup = volume tampungan embung untuk memenuhi kebutuhan air
V mati = volume sedimen embung
V kehilangan air = volume air yang hilang pada embung akibat rembesan dan
evaporasi (penguapan)
Penelursuran Banjir Melalui
Saluran Pelimpah
Dengan:
Cd = 2,2
B = 20 m
g = 9,81
Q = 44,004 x
Puncak optimal embung diperoleh pada saat debit inflow sama dengan debit
outflow yang dihitung dengan perhitungan penelusuran banjir (flood routing)