Anda di halaman 1dari 10

SI-2231 Rekayasa Hidrologi &

Drainase
Analisis Debit Banjir

3 April 2012
(Mg10)

(Dr. Dhemi Harlan, ST, MT, MSc)
Terdapat berbagai macam cara dalam perhitungan debit banjir rencana,
diantaranya:
1. Metode empiris
2. Metode Statistik
3. Metode Rasional
4. Metode Hidrograf Satuan

Pemilihan metode bergantung kepada tujuan dan data yang tersedia.

1. Metode Empiris
Metode ini menggunakan persamaan empiris sbb:

Q = C.A
n
(1)


Dimana:
Q = debit banjir (m
3
/det)
A = luas daerah aliran (km
2
)
n = indeks banjir
C = koefisien banjir
Nilai C dan n bervariasi berdasarkan:
- ukuran, bentuk dari lokasi daerah aliran
- topografi
- intensitas pola dan lamanya hujan

Besaran C dan n didapat dari hasil pengamatan.
Untuk menaksir debit banjir di Indonesia dengan batas luas < 500 km
2
,
persamaan banjir diberikan:

(2)

dimana:
Q = debit banjir (m
3
/det)
A = luas daerah aliran (km
2
)

2. Metode Statistik
Pendekatan statistik dapat digunakan untuk penentuan banjir rencana,
dimana didasarkan pada data pengamatan banjir minimal 10 tahun,
dengan menggunakan analisis frekuensi. Analisis frekuensi banjir dapat
dilakukan dengan menggunakan distribusi kemungkinan, diantaranya:
a. Distribusi Gumbel (Fisher Tippet jenis I)
b. Distribusi Log Pearson jenis III
c. Distribusi Log Normal
d. Distribusi Normal
05 . 0
8 . 1
35 . 0

=
A
A Q
3. Metode Rasional
Umumnya digunakan untuk luas yang tidak begitu besar ( < 100 acre =
40 ha). Metode ini dapat digunakan dengan mengasumsikan intensitas
hujan yang jatuh didaerah aliran seragam (uniform) dan tersebar merata.
Persamaan diberikan sbb:

(3)


dimana:
Q = debit banjir maksimum (m
3
/det)
C = koefisien limpasan
A = luas daerah aliran (m
2
)
I = intensitas hujan selama waktu konsentrasi

Cara lain untuk menentukan debit banjir dapat menggunakan persamaan
hasil pengembangan dari persamaan metode rasional, diantaranya:
a. Metode Melchior
b. Metode Haspers
A I C Q

=
6
10 6 . 3
1
c. Metode Weduwen
d. Metode Dr. Mononobe

a. Metode Melchior
Persamaan yang digunakan sbb:

(4)

dimana:
= koefisien run off (dianjurkan = 0.52)
= koefisien reduksi, yang dihitung dengan persamaan:

,

F = luas suatu ellips yang meliputi seluruh DAS sungai
a,b = panjang jari-jari sumbu ellips
f = luas daerah aliran sungai (km
2
)
200
t
n
R
f q Q = | o
|
|
+

= 1720 3960
12 . 0
1970
F
25 . 0 = b a F t
q = hujam maksimum (m
3
/km
2
/jam), dg persamaan:

, , ,

L = panjang sungai (km)
v = kecepatan rata-rata air (m/det)
R
T
= hujan rencana periode ulang T (mm)
i = kemiringan rata-rata sungai
H = beda elevasi sungai dengan outlet DAS (km)
t
R
q
T

=
6 . 3
v
L
t

=
6 . 3
( )
5 / 1
2
31 . 1 i f q v = | o
L
H
i

A
=
9 . 0
b. Metode Haspers
Persamaan yang digunakan:

(5)
dimana:
= koefisien run off, dengan persamaan:

= koefisien reduksi, dengan persamaan:

t = waktu konsentrasi, dengan persamaan:

(t < 2 jam)

( 2 jam < t < 19 jam)

(19 jam < t < 30 hari)

q
n
= intensitas hujan dengan periode ulang n :

F q Q
n n
= | o
7 . 0
7 . 0
075 . 0 1
012 . 0 1
F
F
+
+
= o
12 15
10 7 . 3
1
1
75 . 0
2
4 . 0
F
t
t
t

+
+
+ =

|
3 . 0 8 . 0
1 . 0

= I L t
( ) ( )
2
2 260 0008 . 0 1 t R t
R t
r
n
n
+

=
1 +

=
t
R t
r
n
1 707 . 0 + = t R r
n
t
r
q
n

=
6 . 3
c. Metode Weduwen
Persamaan yang digunakan:


dimana:
= koefisien run off:

= koefisien reduksi:


q
n
= curah hujan rencana dengan periode ulang n:

,
Q
n
= debit banjir rencana dengan priode ulang n tahun
L = panjang sungai (km)
H = perbedaan elevasi hulu sungai dan outlet sungai (m)
F = luas daerah aliran sungai (km
2
)
t = waktu konsentrasi (jam)
I = kemiringan sungai
Metode Weduwen berlaku jika luas daerah aliran F 100 km
2
.
F q Q
n n
= | o
( ) 7
1
+
=
n
q |
o
( )
( )
F
t
t
F
+
(

+
+
+
=
120
9
1
120
|
( ) 45 . 1
65 . 67
240 +
=
t
R
q
n
n
25 . 0 125 . 0
25 . 0

= I Q L t
L
H
I

A
=
900
Perhitungan dengan metode Weduwen dilakukan dengan cara coba-coba.
Pertama kali asumsikan harga t
awal
untuk menghitung , , q
n
, dan Q
n
.
Bandingkan harga t
awal
dan t
akhir
. Jika t
akhir
t
awal
, maka perhitungan
berhenti, sehingga didapat debit banjir rencana Q
n
.

d. Metode Dr. Mononobe
Persamaan yang digunakan sama dengan persamaan (3):



dimana:
Q = debit banjir maksimum (m
3
/det)
C = koefisien limpasan
A = luas daerah aliran (km
2
)
I = intensitas hujan (mm/jam) selama waktu konsentrasi.
Penentuan intensitas hujan didasarkan persamaan empirik dari
Dr. Mononobe:




R
24
= curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = lamanya curah hujan (jam)
A I C Q = 277 . 0
3 / 2
24
24
24
|
.
|

\
|
=
t
R
I
Keempat cara diatas sering digunakan di Indonesia sekitar 20-30 tahun
yang lalu untuk perhitungan debit banjir yang berkaitan dengan proyek
irigasi. Saat ini metode tersebut jarang digunakan karena dianggap
perkiraannya terlalu besar (overestimate).

4. Metode Hidrograf Satuan
Metode ini telah banyak digunakan untuk menganalisis debit banjir, jika
data hujan menitan tersedia. Jika tidak tersedia data pencatatan hujan,
maka digunakan hidrograf satuan sintetik yang didasarkan pada
karakteristik atau parameter dari daerah aliran sungainya. Pembahasan
mengenai metode hidrograph diberikan pada kuliah berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai