Judul
B. Latar Belakang
Pada tambang terbuka, faktor yang harus diperhatikan dalam aktivitas tambang terbuka
yaitu air tanah dan limpasan air hujan, karena apabila berlebihan akan mengurangi
optimalisasi tambang terbuka. Curah hujan yang terjadi sangat berpengaruh terhadap
limpasan air hujan yang masuk kedalam pit.
Sistem penyaliran tambang adalah suatu usaha yang diterapkan pada daerah
penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengeluarkan air yang masuk ke
daerah penambangan. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah terganggunya aktivitas
penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang berlebihan, terutama pada musim
hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang ini juga dimaksudkan untuk memperlambat
kerusakan alat serta mempertahankan kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat
mekanis yang digunakan pada daerah tersebut mempunyai umur yang lama.
Sistem penyaliran secara umum berfungsi untuk mengatur aliran air dan mengurangi
jumlah air yang berpengaruh terhadap kegiatan penambangan. Untuk itu diperlukan
usaha penyaliran yang baik dan benar untuk mengatur air tanah dan limpasan air hujan
tersebut. Cara penanganan yang biasa dilakukan adalah menghambat masuknya air dari
luar pit dengan cara membuat saluran air (paritan) dipermukaan dan membuat sumuran
di dalam pit untuk mengatasi air yang berasal dari pit itu sendiri kemudian
memompanya ke permukaan.
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan latar belakang masalah diatas maka tujuan dari penulisan ini adalah
sebagai berikut :
Mengetahui debit limpasan air hujan.
Pembuatan saluran/paritan.
Mengetahui dimensi saluran air (paritan) yang digunakan.
Membantu mengoptimalkan penambangan.
1
D. Perumusan Masalah
Ruang lingkup dari penulisan ini mengetahui daerah tangkapan hujan (catchment area),
mengetahui curah hujan pada pit tersebut, menghitung debit air limpasan, menentukan
dimensi saluran air/paritan yang digunakan. Penelitian tidak mengkaji masalah
ekonomi, akan tetapi lebih bersifat teknis.
F. Tinjauan Pustaka
Metode Siemens. Pada tiap jenjang dari kegiatan penambangan dibuat lubang
bor kemudian ke dalam lubang bor dimaksukkan pipa dan disetiap bawah pipa
tersebut diberi lubang-lubang. Bagian ujung ini masuk ke dalam lapisan akuifer,
sehingga air tanah terkumpul pada bagian ini dan selanjutnya dipompa ke atas
dan dibuang ke luar daerah penambangan.
Metode Pemompaan Dalam (Deep Well Pump). Metode ini digunakan untuk
material yang mempunyai permeabilitas rendah dan jenjang tinggi. Dalam
metode ini dibuat lubang bor kemudian dimasukkan pompa ke dalam lubang bor
dan pompa akan bekerja secara otomatis jika tercelup air. Kedalaman lubang
bor 50 meter sampai 60 meter.
2
Metode Elektro Osmosis. Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda.
Bilamana elemen-elemen dialiri arus listrik maka air akan terurai, H+ pada
katoda (disumur besar) dinetralisir menjadi air dan terkumpul pada sumur lalu
dihisap dengan pompa.
Small Pipe With Vacuum Pump. Cara ini diterapkan pada lapisan batuan yang
inpermiabel (jumlah air sedikit) dengan membuat lubang bor. Kemudian
dimasukkan pipa yang ujung bawahnya diberi lubang-lubang. Antara pipa isap
dengan dinding lubang bor diberi kerikil-kerikil kasar (berfungsi sebagai
penyaring kotoran) dengan diameter kerikil lebih besar dari diameter lubang. Di
bagian atas antara pipa dan lubang bor di sumbat supaya saat ada isapan pompa,
rongga antara pipa lubang bor kedap udara sehingga air akan terserap ke
dalam lubang bor.
Air Permukaan
Karakteristik curah hujan (klimatologi) disekitar daerah yang akan direncanakan :
jumlah curah hujan
hari hujan
durasi (lama) waktu hujan
intensitas hujan pada periode ulang
curah hujan wilayah
3
Keterangan :
I = Intensitas hujan untuk waktu t (mm/jam)
R24 = Besar hujan harian dalam 24 jam (mm)
m = Faktor konversi, untuk Indonesia digunakan 2/3
t = Waktu durasi hujan yang terjadi (jam)
Perhitungan intensitas curah hujan bertujuan untuk mendapatkan curah hujan yang
sesuai, yang nantinya dapat dipakai sebagai dasar perencanaan debit limpasan hujan
pada daerah penelitian. Untuk pengolahan data curah hujan menjadi intensitas curah
hujan dapat digunakan cara statistik dari pengamatan durasi yang terjadi (Rudi
Sayoga,1999) :
yT − ym
X T =X +
( Sm ) .S ...……………………...(2)
Keterangan :
XT = curah hujan untuk periode T
X = curah hujan rata-rata
yT = nilai reduced variate
∑ ( X i −X )2
S= √ n−1
...……………………...(3)
Keterangan :
S = Standar Deviasi
Xi = Data ke-1
4
X = Rata-rata Curah Hujan
n = Jumlah Data
Nilai reduced variate dari variabel yang diramalkan dapat ditentukan berdasarkan
rumus :
Y T =−ln −ln
{ [ (T r −1 )
Tr ]} ...……………………...(4)
{ [
Yalignl ¿ m ¿ ¿ =−ln −ln
(n+1)−m
n+1
¿]} ...……………………...(5)
Keterangan :
m = Jumlah data
n = 1,2,3,…n = Urutan
5
Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka adalah air hujan,
jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka perlu penanganan air
hujan yang baik (sistem drainase) yang tujuannya produktivitas tidak menurun.
Catchment area
A=PxL
Q = 0.278 x C x I x A ...……………………...(6)
Keterangan :
Q = Debit (m3 /detik)
C = Koefisien Limpasan (pada Tabel 1)
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
A = Luas Daerah (km2)
6
Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah kemiringan, intensitas
dan lamanya hujan. Koefisien ini merupakan suatu konstanta yang menggambarkan
dampak proses inflitrasi, penguapan dan intersepsi pada daerah tersebut. Dalam
merancang bentuk dan dimensi saluran air perlu dilakukan analisis sehingga saluran air
tersebut memenuhi hal-hal sebagai berikut :
Dapat mengalirkan debit air yang direncanakan.
Kecepatan air sedemikian sehingga tidak terjadi pengendapan (sedimentasi).
Kecepatan air sedemikian sehingga tidak merusak saluran.
Kemudahan dalam penggalian
Bentuk tabel penampang saluran air umumnya dipilih berdasarkan debit air, tipe
material pembentuk saluran serta kemudahan dalam pembuatannya. Perhitungan
kapasitas pengaliran suatu saluran air dapat juga dilakukan dengan menggunakan
rumus Manning (Rudi Sayoga,1999) :
Keterangan :
Q = debit (m3/s)
R = jari-jari hidrolik (A/P)
S = kemiringan rata-rata
A’ = luas penampang saluran
n = koefisien kekasaran Manning
Gravel 0.022-0.035
Tanah yang ditanami 0.025-0.040
Sumber : Rudi Sayoga, 1999
Dalam sistem penyaliran itu sendiri terdapat beberapa bentuk penampang penyaliran
yang dapat digunakan. Bentuk penampang penyaliran diantaranya berupa penampang
segitiga, penampang segiempat dan penampang trapesium. Bentuk penampang saluran
yang sering digunakan dan umum dipakai adalah bentuk trapesium, sebab mudah dalam
pembuatannnya, murah, efisien dan mudah dalam perawatannya, serta stabilitas
kemiringan dindingnya dapat disesuaikan menurut keadaan daerah. Beberapa tipe
saluran air (paritan) berdasarkan bentuknya.
a A
h 8
α0
B
Bentuk Trapesium
L
L
A a
a A h
B
Bentuk Segitiga Bentuk Segi Empat
Keterangan :
- Panjang sisi saluran dari dasar ke permukaan (a)
- Lebar dasar saluran (B)
- Lebar permukaan saluran (L)
- Luas penampang basah saluran (A)
- Kedalaman aliran air (h)
1. Studi literatur
2. Pengamatan dilapangan
3. Pengambilan data
4. Pengelompokan data
5. Pengolahan data
6. Analisa hasil pengolahan data
7. Kesimpulan
H. Relevansi
9
2. Bagi perusahaan, dijadikan sebagai masukan yang bermanfaat tentang sistem atau
metoda penyaliran tambang yang baik, agar aliran air limpasan yang masuk ke
dalam suatu pit (bukaan) dapat dicegah dan tidak mengganggu proses penambangan
yang sedang dilakukan.
3. Bagi pihak lain, terutama rekan-rekan mahasiswa serta para pembaca sebagai
sumbangan pemikiran dan informasi dalam bidang penyaliran tambang khususnya
mengenai mine drainage.
I. Jadwal Kegiatan
Waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa Teknik D-III Teknik
Pertambangan diselenggarakan dalam kurun waktu 3 bulan dimulai pada Bulan 15
April s/d 15 Juli 2011 atau menyesuaikan dengan kondisi serta kebijakan perusahaan.
Agar semua peserta program PKL memperoleh pengalaman, pengetahuan bahkan
keterampilan yang sama pada akhir program.
J. Daftar Pustaka
10
Batuah Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Samarinda :
Universitas Mulawarman.
4. www.Sistem%20Penyaliran%20Tambang%20(Mine%20Drainage).htm.diaskes
8 February 2011
11