Penyaliran yang diuraikan berikut ini dititikberatkan pada metode atau teknik penanggulangan air pada tambang terbuka. Penyaliran bisa bersifat pencegahan atau pengendalian air yang masuk ke lokasi penambangan. Hal yang perlu diperhatikan adalah kapan cuaca ekstrim terjadi, yaitu ketika air tanah dan air limpasan dapat membahayakan kegiatan penambangan, oleh sebab itu kondisi cuaca pada tambang terbuka sangat besar efeknya terhadap aktifitas penambangan. Apabila hal ini sudah diperhitungkan sebelumnya, maka kegiatan penambangan akan terhindar dari kondisi yang membahayakan tersebut. Pengertian Sistem Penyaliran Tambang Sistem penyaliran tambang adalah suatu metode yang dilakukan untuk mencegah masuknya aliran air ke dalam lubang bukaan tambang atau mengeluarkan air tersebut. Pengendalian Air Tambang Terdapat dua cara pengendalian air tambang yang sudah terlanjur masuk ke dalam front penambangan yaitu dengan sistem kolam terbuka (sump) atau membuat paritan dan adit. Sistem penyaliran dengan membuat kolam terbuka dan paritan biasanya ideal diterapkan pada tambang open cast atau kuari, karena dapat memanfaatkan gravitasi untuk mengalirkan air dari bagian lokasi yang lebih tinggi ke lokasi yang lebih rendah. Pompa yang digunakan pada sistem ini lebih efektif dan hemat.
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke lokasi penambangan. Beberapa metode penyaliran tambang (mine dewatering) adalah sebagai berikut : 1. Membuat sump di dalam front tambang (Pit) Sistem ini diterapkan untuk membuang air tambang dari lokasi kerja. Air tambang dikumpulkan pada sumuran (sump), kemudian dipompa keluar. Pemasangan jumlah pompa tergantung pada kedalaman penggalian, dengan kapasitas pompa menyesuaikan debit air yang masuk ke dalam lokasi penambangan. 2. Membuat paritan Pembuatan parit sangat ideal diterapkan pada tambang terbuka open cast atau kuari. Parit dibuat berawal dari sumber mata air atau air limpasan menuju kolam penampungan, langsung ke sungai atau diarahkan ke selokan (riool). Jumlah parit ini disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga bisa lebih dari satu. Apabila parit harus dibuat melalui lalulintas tambang maka dapat dipasang gorong-gorong yang terbuat dari beton atau galvanis. Dimensi parit diukur berdasarkan volume maksimum pada saat musim penghujan deras dengan memperhitungkan kemiringan lereng. Bentuk standar melintang dari parit umumnya trapesium.
b. Metode Elektro Osmosis Bilamana lapisan tanah terdiri dari tanah lempung, maka pemompaan sangat sulit diterapkan karena adanya efek kapilaritas yang disebabkan oleh sifat dari tanah lempung itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan cara elektro osmosis. Pada metode ini digunakan batang anoda serta katoda. Bila elemen-elemen ini dialiri listrik, maka air pori yang terkandung dalam batuan akan mengalir menuju katoda (lubang sumur) yang kemudian terkumpul dan dipompa keluar.
c. Metode kombinasi dengan lubang bukaan bawah tanah Dilakukan dengan membuat lubang bukaan mendatar didalam tanah guna menampung aliran air dari permukaan. Beberapa lubang sumur dibuat untuk menyalurkan air permukaan kedalam terowongan bawah tanah tersebut. Cara ini cukup efektif karena air akan mengalir sendiri akibat pengaruh gravitasi sehingga tidak memerlukan pompa.
Rencana kemajuan tambang nantinya akan mempengaruhi pola alir saluran yang akan dibuat, sehingga saluran tersebut menjadi efektif dan tidak menghambat sistem kerja yang ada.
Curah Hujan
Sumber utama air yang masuk ke lokasi penambangan adalah air hujan, sehingga besar kecilnya curah hujan yang terjadi di sekitar lokasi penambangan akan mempengaruhi banyak sedikitnya air tambang yang harus dikendalikan. Data curah hujan biasanya disajikan dalam data curah hujan harian, bulanan, dan tahunan yang dapat berupa grafik atau tabel. Analisa curah hujan dilakukan dengan menggunakan Metode Gumbel yang dilakukan dengan mengambil data curah hujan bulanan yang ada, kemudian ambil curah hujan maksimum setiap bulannya dari data tersebut, untuk sampel dapat dibatasi jumlahnya sebanyak n data. Dengan menggunakan Distribusi Gumbel curah hujan rencana untuk periode ulang tertentu dapat ditentukan. Periode ulang merupakan suatu kurun waktu dimana curah hujan rencana tersebut diperkirakan berlangsung sekali. Penentuan curah hujan rencana untuk periode ulang tertentu berdasarkan Distribusi Gumbel. Untuk itu data curah hujan harus diolah terlebih dahulu menggunakan kaidah statistik mengingat kumpulan data adalah kumpulan yang tidak tergantung satu sama lain, maka untuk proses pengolahannya digunakan analisis regresi metode statistik. Xr = X +(xn) . (Yr Yn) ....................... (3.1 )
Keterangan : Xr = Hujan harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm) X = Curah hujan rata-rata x = Standar deviasi curah hujan n = Reduced standart deviation, nilai tergantung dari banyaknya data Yr = Reduced variate, untuk periode hujan tertentu (table 3.2) Tabel 3.1 Periode ulang hujan untuk sarana penyaliran
Keterangan Daerah terbuka Sarana tambang Lereng-lereng tambang dan penimbunan Sumuran utama Penyaliran keliling tambang Pemindahan aliran sungai
Untuk menentukan reduced variate digunakan rumus dibawah ini: Yt = (-ln(-ln(T-1))T Keterangan: Yt = Reduced variate (koreksi variasi) T = Periode ulang (tahun) Untuk menentukan koreksi rata-rata digunakan rumus: Yn = ln(-ln(n+1-m))n+1 Rata-rata Yn, YN = YnN Untuk menghitung koreksi simpangan (reduced standar deviation) ditentukan dengan rumus sebagai berikut: Sn = (Yn-YN)2(n-1) ....................... (3.4) Keterangan: Yn = Koreksi rata-rata YN = Nilai rata-rata Yn n = Jumlah data Untuk menentukan curah hujan rencana digunakan rumus: CHR = X + SSn(Yt-YN) ....................... (3.5) ....................... (3.3 ) ....................... (3.2 )
Dari hasil perhitungan diperoleh suatu debit rencana dalam satuan mm/hari, yang kemudian debit ini bisa dibagi dalam perencanaan penyaliran. Selain itu juga harus diperhatikan resiko hidrologi (PR) yang mungkin terjadi, resiko hidrologi merupakan angka dimana kemungkinan hujan dengan debit yang sama besar angka tersebut, misalnya 0,4 maka
kemungkinan hujan dengan debit yang sama atau melampaui adalah sebesar 40%. Resiko hidrologi dapat dicari dengan menggunakan rumus: PR = 1-(1-1TR) TL ....................... (3.6) Keterangan: PR = Resiko hidrologi TR = Periode ulang TL = Umur bangunan Besarnya intensitas hujan yang kemungkinan terjadi dalam kurun waktu tertentu dihitung berdasarkan persamaan Mononobe, yaitu : I = R2424 (24t) 2/3 ....................... (3.7) Keterangan : R24 = Curah hujan rencana perhari (24jam) I = Intensitas curah hujan (mm/jam) t = Waktu konsentrasi (jam) Hubungan antara derajat curah hujan dan intensitas curah hujan dapat dilihat pada table 3.2 Tabel 3.2 Hubungan Derajat dan Intensitass Curah Hujan
Intensitas curah hujan (mm/menit) 0.02 0.05 0.05 0.25 0.25 1.00 >1.00
Kondisi Tanah basah semua Bunyi hujan terdengar Air tergenang diseluruh permukaan dan terdengar bunyi dari genangan Hujan seperti ditumpahkan, saluran pengairan meluap
Hujan deras
sangat
1. Catchment area/water deviden Catchment area adalah suatu daerah tangkapan hujan yang dibatasi oleh wilayah
tangkapan hujan yang ditentukan dari titik-titik elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup dengan pola yang sesuai dengan topografi dan mengikuti kecenderungan arah gerak air. Dengan pembuatan catchment area maka diperkirakan setiap debit hujan yang tertangkap akan terkonsentrasi pada elevasi terendah. Pembatasan catchment area dilakukan pada peta topografi, dan untuk merencanakan sistem penyalirannya dianjurkan menggunakan peta rencana penambangan dan peta situasi tambang. 2. Waktu konsentrasi Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan hujan untuk mengalir dari titik terjauh ke tempat penyaliran. Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan rumus dari Kirpich. tc = HL Keterangan : ....................... (3.8)
tc = Waktu terkumpulnya air (menit) L = Jarak terjauh sampai titik penyaliran (meter) H = Beda ketinggian dari titik terjauh sampai ke tempat berkumpulnya air
(meter)
3. Saluran Terbuka Bentuk penapang saluran yang paling sering digunakan dan umum adalah bentuk trapesium, sebab mudah dalam pembuatannya, murah, efisien, mudah dalam perawatannya, dan stabilitas kemiringan lerengnya dapat disesuaikan dengan keadaan daerahnya. Setelah diketahui luas penampang bisa ditentukan jari-jari hidrolis dengan Rumus Manning. Untuk bentuk saluran yang akan dibuat ada beberapa macam bentuk dengan perhitungan geometrinya sebagai berikut : Table 3.3
Dimensi Tinggi muka Faktor air (y) kemiringan (x) Penampang basah
Penampang
Luas (A)
Keliling (D)
b.y
b + 2x
(b+x)y
b+2y (1+x2)
(b+x)y/(b+2y(t+x2)1/2
2(d0,5D)tg
=cos-1((d0,5D)/0.5D) d
D (1/180)+ (d0,5D)2tg
.D(1/180)
(D(1-/180)+4(d0,5D)ztg)/4D(1-/180)
Tabel 3.4 Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan
Bahan Batu/cadas Tanah gambut/peat Tanah berlapis beton Tanah bagi saluran yang lebar Tanah bagi parit kecil Tanah berpasir lepas Lempung berpori
Kemiringan dinding saluran Hampir tegak lurus :1 :1 1:1 1,5 : 1 2:1 3:1
Kemiringan rata-rata dasar saluran (%) Kurang dari 1 1-2 2-4 4-6 6-10 10-15
4. Air limpasan (run off)
Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut. Dalam neraca air digambarkan hubungan antara curah hujan (CH), evapotranspirasi (ET), air limpasan (RO), infiltrasi (I), dan perubahan permukaan air tanah (dS), sebagai berikut : CH = I + ET + RO dS ....................... (3.9)
Besarnya air limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga tidak semua air yang berasal dari curah hujan akan menjadi sumber bagi sistem drainase. Dari banyak faktor, yang paling berpengaruh yaitu : 1. Kondisi penggunaan lahan 2. Kemiringan lahan 3. Perbedaan ketinggian daerah Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut koefisien air limpasan. Penentuan besarnya debit air limpasan maksimum ditentukan dengan menggunakan Metode Rasional, antara lain sebagai berikut :
Q = 0,278 C I A ....................... Keterangan: Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik) C = Koefisien limpasan (Tabel 3.7) I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
(3.10)
Penggunaan Rumus Rasional mengasumsikan bahwa hujan merata di seluruh daerah tangkapan hujan, dengan lama waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi.
Jenis Material
Jenis material pada areal penambangan berpengaruh terhadap kondisi penyebaran air limpasan karena untuk setiap jenis dan kondisi material yang berbeda memiliki koefisien materialnya masing-masing. Beberapa perkiraan koefisien limpasan terlihat pada tabel 3.6:
Gravel
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Material Pasir halus koloida Lanau kepasiran non koloida Lanau non koloida Lanau alluvial non koloiada Lalau kaku Debu vulkanis Lempung kompak Lanau alluvial, koloida Kerikil halus Pasir kasar non koloida Pasir kasar koloida Batuan D 20 mm Batuan D 50 mm Batuan D 100 mm Batuan D 200 mm Tanah berumput Pasangan batau Tembok diplester
Nilai n 0.020 0.020 0.020 0.020 0.020 0.020 0.025 0.025 0.025 0.030 0.025 0.028 0.028 0.030 0.030 0.030 0.017 0.010
Kecepatan aliran (m/det) Air jernih Air keruh 0.457 0.672 0.534 0.762 0.610 0.914 0.610 1.067 0.672 1.067 0.672 1.067 1.143 1.525 1.143 1.524 0.672 1.524 1.143 1.524 1.129 1.829 1.340 1.9 1.980 2.4 2.810 3.4 3.960 4.5 2 5 5
Perencanaan Sump
Sump merupakan kolam penampungan air yang dibuat untuk menampung air limpasan,
yang dibuat sementara sebelum air itu dipompakan serta dapat berfungsih sebagai pengendap lumpur. Tata letak sump akan dipengaruhi oleh sistem drainase tambang yang disesuaikan dengan geografis daerah tambang dan kestabilan lereng tambang.
pompa e. Pembatasan pada performansi pompa. 3. Pertimbangan ekonomi Pertimbangan ini menyangkut masalah biaya, baik biaya investasi untuk pembangunan instalasi maupun biaya operasi dan pemeliharaannya. 4. Julang total pompa Julang total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah air seperti direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani oleh pompa. Julang total pompa dapat ditulis sebagai berikut : Ht=hc+ hv+hf+ hI ....................... (3.11 )
Keterangan : Ht = Julang total pompa (m) hc = Julang statis total (m) hv = Velocity head (m) hf = Julang gesek (m) hI = Jumlah belokan (m) a. Julang statis (static head) Adalah kehilangan energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi antara tempat penampungan dengan tempat pembuangan. hc = h2 h1 Dimana : h2 = Elevasi air keluar h1 = Elevasi air masuk ....................... (3.12 )
b. Julang kecepatan (velocity head) Julang kecepatan adalah kehilangan yang diakibatkan oleh kecepatan air yang melalui pompa. hv = ( v22 g )
.......................
(3.13)
Dimana : v = Kecepatan air yang melalui pompa (m/detik) g = Gaya gravitasi (m/detik) c. Julang kerugian gesek dalam pipa Untuk menghitung julang kerugian gesek didalam pipa dapat dipakai salah satu dari dua rumus berikut ini : V = C . Rp. Sq ....................... (3.14) Atau hf = . LD . v22g ....................... (3.15) Keterangan : v = Kecepatan rata-rata aliran didalam pipa (m/dtk) C,p,q = Koefisien-koefisien R = Jari-jari hidrolik (m) S = Gradien hidrolik hf = Julang kerugian gesek dalam pipa (m) g L D = Koefisien kerugian gesek = Percepatan gravitas (ms-2) = Panjang pipa (m) = Diameter pipa (m)
Selanjutnya untuk aliran turbulen julang kerugian gesek dapat dihitung dengan berbagai rumus empiris. i. Rumus Darcy Dengan cara Darcy, maka koefisien kerugian gesek () dinyatakan sebagai berikut: = 0,020 + 0,0005D ....................... (3.16)
Rumus ini berlaku untuk pipa baru dari besi cor. Jika pipa telah dipakai selama bertahuntahun, harga koefisien kerugian gesek () akan menjadi 1,5 sampai 2 kali harga barunya. ii. Rumus Hazen-Williams Rumus ini pada umumnya dipakai untuk menghitung kerugian head dalam pipa yang relatif sangat panjang. V = 0,849CR0,63S0,54 ....................... (3.17) Atau Hf = 10,666.Q1,85x LC1,85 D4,85 ....................... Keterangan : hf = Julang kerugian (m)
(3.18)
v C R S
= Kecepatan rata-rata didalam pipa (m/s) = Koefisien (table 3.9 ) = Jari-jari hidrolik (m) = Gradien hidrolik (S=hfL )Q = Laju Aliran ( m3/s)
L = Panjang pipa Tabel 3.8 Kondisi pipa dan harga koefisien (Formula Hazen-William)
Jenis Pipa Pipa besi cor baru Pipa besi cor tua Pipa baja baru Pipa baja tua Pipa dengan lapisan semen Pipa dengan lapisan terarang batu
Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian juga akan terjadi apabila ukuran pipa, bentuk penampang atau arah aliran berubah. Kerugian ditempat-tempat transisi yang demikian ini dapat dinyatakan secara umum dengan rumus: hf = n. f. v22g ....................... (3.19) Keterangan : v = kecepatan rata-rata di dalam pipa (m/s) f = Koefisien kerugian g = Percepatan gravitasi (9.8m/dtk2) hf = Julang kerugian (m) Cara menentukan harga koefisien kerugian (f) untuk berbagai bentuk transisi pipa akan diperinci seperti dibawah ini: Jika kecepatan aliran (v) setelah masuk pipa, maka harga koefisien kerugian dari rumus (3.17) untuk berbagai bentuk ujung masuk pipa menurut Weisbach adalah sebagai berikut: f = 0,5 ... (i1) f = 0,25 ... (i2) f = 0,06 (untuk r kecil) sampai .... (i3) f = 0,005 (untuk r besar) ... (i4) f = 0,56 ... (i5) f = 3,0 ( untuk sudut tajam) sampai f = 1,3 (untuk sudut 45) .... (i6) f = fi + 0,3 cos + 0,2 cos 2, dimana fi adalah koefisien bentuk dari ujung masuk dan mengambil harga (i1) sampai (i6) sesuai dengan bentuk yang dipakai.
Bila ujung pipa isap yang berbentuk lonceng dan tercelup dibawah permukaan air maka harga f berkisar antara 0,2 sampai 0,4. Terdapat dua macam belokan, yaitu belokan lengkung dan belokan patah. Untuk belokan lengkung digunakan rumus:
.........................
(3.20)
Dari percobaan Weisbach dihasilkan rumus yang umum dipakai untuk belokan patah
..........................
(3.21)
f = Koefisien kerugian
R = Jari-jari lengkung belokan = Sudut belokan e. Daya poros dan efisiensi pompa e.i Daya air Daya air adalah energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa air (Pw) dapat dihitung dengan menggunakan Rumus: Pw = . Q . H Keterangan: = Bobot isi air (kN/m3) Q = Kapasitas (m3/detik) H = Julang total (m) Pw = Daya air (kW) e.ii Daya poros Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan pompa adalah sama dengan daya air ditambah kerugian daya di dalam pompa. Daya poros (P) dapat dihitung dengan menggunakan rumus: P = Pw ....................... (3.23) Keterangan: = Efesiensi pompa P = Daya poros Efesiensi pompa untuk pompa-pompa jenis khusus harus diperoleh dari pabrik pembuatnya. .........................
(3.22)
Settling Pond
Berfungsi sebagai tempat menampung air tambang sekaligus untuk mengendapkan partikel-partikel padatan yang ikut bersama air dari lokasi penambangan, kolam pengendapan ini dibuat dari lokasi terendah dari suatu daerah penambangan, sehingga air akan masuk ke settling pond secara alami dan selanjutnya dialirkan ke sungai melalui saluran pembuangan. Dengan adanya settling pond, diharapkan air yang keluar dari daerah penambangan sudah bersih dari partikel padatan sehingga tidak menimbulkan kekeruhan pada sungai atau laut sebagai tempat pembuangan akhir. Selain itu juga tidak menimbulkan pendangkalan sungai akibat dari partikel padatan yang terbawa bersama air. Bentuk settling pond biasanya hanya digambarkan secara sederhana, yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya dapat bermacam-macam bentuk disesuaikan dengan keperluan dan keadaan lapangannya. Walaupun bentuknya dapat bermacam-macam, namun pada setiap settling pond akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses pengendapan material padatan. Keempat zona tersebut adalah : 1. Zona masukan (inlet) Merupakan tempat masuknya air lumpur kedalam settling pond dengan anggapan campuran padatan-cairan yang masuk terdistribusi secara seragam. 2. Zona pengendapan (settlement zone) Merupakan tempat partikel padatan akan mengendap. Batas panjang zona ini adalah panjang dari kolam dikurangi panjang zona masukan dan keluaran. 3. Zona endapan lumpur (sediment) Merupakan tempat partikel padatan dalam cairan (lumpur) mengalami sedimentasi dan terkumpul di bagian bawah kolam.
4. Zona keluaran (outlet) Merupakan tempat keluaran buangan cairan yang jernih. Panjang zona ini kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari ujung kolam pengendapan.
A = Luas settling pond (m2) Qtotal = Debit air yang masuk settling pond (m3/detik) V = Kecepatan pengendapan (m/dtk)