Anda di halaman 1dari 34

Sistem Penirisan Tambang

SISTEM PENIRISAN TAMBANG

1. Sistem Penirisan Tambang

Salah satu masalah yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas

tambang agar operasi penambangan berjalan lancar adalah

penanggulangan air tambang, baik air yang bersumber dari air permukaan

maupun air bawah permukaan.

Penirisan tambang adalah upaya melakukan pengeringan

permukaan kerja tambang, sehingga kegiatan operasi penambangan

ataupun peralatan tambang tidak terganggu oleh air.

Sistem penirisan tambang secara garis besar dapat digolongkan

menjadi tiga, yaitu :

1. Penirisan Konvensional.

2. Penirisan Inkonvensional.

3. Penirisan Kombinasi.

1.1. Sistem Konvensional

Sistem penirisan tambang secara konvensional atau disebut juga

dengan penirisan langsung dapat didefinisikan sebagai upaya

pengeringan permukaan kerja tambang dengan cara membiarkan air

(keluar dari sumbernya) masuk ke dalam tambang dan selanjutnya akan

dilakukan penanganan/penanggulangan.

Halaman 1
Sistem Penirisan Tambang

Cara mengeluarkan air yang ada di permukaan kerja tambang dapat

dilakukan dengan pemompaan ataupun pembuatan terowongan (apabila

keadaan topografi memungkinkan).

Yang termasuk penirisan tambang konvensional ini adalah :

1. Sistem kolam penampungan dan pemompaan

Cara ini sering digunakan pada tambang-tambang permukaan yang

membentuk kolam (pit). Cara kerjanya adalah air yang masuk ke

dalam front penambangan akan disalurkan/ditampung pada suatu

kolam penampungan di dalam front penambangan, kemudian air

tersebut tersebut dikeluarkan dengan menggunakan jaringan pipa dan

pompa isap menuju tempat pembuangan.

2. Sistem terowongan

Sistem terowongan umumnya diterapkan bila penambangan dilakukan

pada bukit-bukit/gunung (open cast/open cut).

Caranya adalah air yang masuk ke dalam front penambangan akan

langsung dialirkan ke luar melalui terowongan/tunnel.

1.2. Sistem Inkonvensional

Sistem penirisan Inkonvensional sering juga disebut sistem

pencegahan, yaitu mencegah air permukaan atau air bawah permukaan

agar tidak masuk ke dalam front penambangan.

Prinsip kerja sistem Inkonvensional ini adalah dengan cara

menurunkan permukaan airtanah agar selalu berada di bawah permukaan

Halaman 2
Sistem Penirisan Tambang

front penambangan, atau mencegah air permukaan agar tidak mengalir

menuju front penambangan.

Pencegahan agar air tidak masuk ke dalam front penambangan

dapat dilakukan dengan cara penyadapan jalur akuifer atau penggalian

parit sehingga memotong jalur akuifer, ataupun dapat juga dengan cara

pemboran dan pemompaan.

1. Pencegahan dengan membuat saluran terbuka (parit).

Guna saluran terbuka ini adalah untuk mencegah agar air limpasan

permukaan yang bersumber dari air hujan tidak masuk ke dalam front

penambangan.

2. Memotong jalur akuifer diluar penambangan.

Cara ini dapat diterapkan apabila keadaan topografi daerah

penambangan memungkinkan, dan letak akuifer tidak terlalu dalam,

sehingga secara teknik dapat dijangkau oleh alat-alat gali.

3. Pemboran dan pemompaan.

Penirisan tambang dengan cara melakukan pemboran dan

pemompaan secara garis besar dapat dibagi menjadi empat bagian,

yaitu :

a. Siemens method.

b. Small pipa sistem with vacuum pump.

c. Deep well pump.

d. Electro osmosis.

Halaman 3
Sistem Penirisan Tambang

Untuk menentukan sistem penirisan dengan cara pemboran dan

pemompaan yang akan dilaksanakan, terlebih dahulu harus diketahui

jenis batuan dan permeabilitas lapisan batuan yang ada di lapangan (front

penambangan). Tabel 3.1. berikut ini merupakan hubungan sistem

penirisan yang cocok diterapkan pada suati kondisi jenis batuan.

Tabel 1

Hubungan Jenis Batuan Dengan Sistem Penirisan

Permeabilit
No. Jenis Batuan Sistem Penirisan
as
(cm/sec)
1. Pasir, kerikil > 10-1 Open sump, siemen method
Open sump, siemen
method, small pipe with
2. Pasir, clay 10-1 - 10-3
vacuum pump, deep
well pump
Small pipe with vacuum
3. Pasir halus 10-3 - 10-5 pump, deep well
pump
Lempug sangat
4. 10-5 - 10-7 Electro osmosis
halus
5. Cohesive soil < 10-7 Tidak perlu penirisan
(Sumber : Diktat Kuliah Sistem Penirisan Tambang, K. Permana, 1994)

1.3. Sistem Kombinasi

Kombinasi sistem penirisan ini dapat dilakukan dengan

mempertimbangkan keadaan lapangan, yang mencakup keadaan

topografi, posisi permukaan kerja tambang, dam aktivitas penambangan

itu sendiri.

Contoh sistem penirisan jenis ini adalah dengan mengkombinasikan

antara sumur bor dalam dan sumur terbuka (kolam penampung).

Halaman 4
Sistem Penirisan Tambang

Kombinasi lain adalah dengan cara pembuatan saluran terbuka dan

penggunaan jaringan pipa/pompa isap.

2. Potensi Air yang Dapat Mengganggu Kegiatan

Penambangan

Gangguan air pada front penambangan disebabkan oleh adanya

potensi air yang tidak terkendali. Potensi air dapat berbentuk sebagai air

permukaan seperti air hujan, aliran air sungai atau resapan dari sumber

air lainnya. Sedangkan potensi air bawah permukaan berupa rembesan,

dapat timbul apabila pengupasan/permukaan tambang memotong jalur

akuifer atau front penambangan berada di bawah level airtanah.

2.1. Potensi Air Permukaan

Umumnya air permukaan berasal dari air hujan. Sebagian air hujan

masuk ke dalam tanah berupa resapan, ada yang mengalir sebagai air

limpasan, dan selebihnya mengalami proses penguapan.

2.1.1. Curah Hujan Suatu Daerah

Data curah hujan yang digunakan untuk analisa sedapat mungkin di

ambil dari stasiun-stasiun penakar curah hujan yang berada di dalam atau

di sekitar lokasi penelitian.

Jumlah curah hujan yang jatuh, biasanya di ukur dalam mm atau

inchi. Beberapa pengertian perhitungan curah hujan :

Halaman 5
Sistem Penirisan Tambang

1. Curah hujan harian rata-rata adalah curah hujan dalam 1 (satu)

bulan dibagi banyaknya hari hujan dalam 1 (satu) bulan.

2. Curah hujan bulanan rata-rata adalah jumlah curah hujan dalam 1

(satu) tahun dibagi 12.

3. Curah Hujan tahunan adalah jumlah curah hujan per bulan dalam

tahun tertentu.

Distribusi curah hujan di suatu daerah tergantung pada jenis hujan,

morfologi daerah dan selang waktu yang di amati. Ada 3 (tiga) metode

perhitungan curah hujan suatu daerah, yang sampai saat ini masih

digunakan, yaitu :

1. Metode Rata-rata Aljabar

Cara hitungan dengan rata-rata aljabar ini merupakan cara yang paling

sederhana, akan tetapi memberikan hasil yang tidak teliti. Hal tersebut

disebabkan kerana setiap stasiun dianggap memiliki bobot yang sama.

Metode ini hanya baik untuk diterapkan pada daerah datar dengan titik

pengukuran yang terdistribusi baik serta perbedaan harga rata-ratanya

tidak terlalu besar.

Untuk memperoleh curah hujan rata-rata, yaitu dengan cara

menjumlahkan curah hujan dari masing-masing stasiun pengamatan

curah hujan dan membaginya dengan jumlah stasiun pada daerah

pengamatan secara aljabar. Atau dapat ditulis dalam persamaan

sebagai berikut :

P = 1/n (P1 + P2 + + Pn)

Halaman 6
Sistem Penirisan Tambang

Keterangan :

P = Curah hujan rata-rata metode aljabar (mm)

n = Banyaknya stasiun pengamatan curah hujan.

P1, P2, Pn = Data curah hujan pada masing-masing stasiun

pengamatan (mm).

2. Metode Poligon (Metode Thiessen)

Metode ini berusaha untuk mengimbangi tidak meratanya distribusi alat

ukur dengan menyediakan suatu faktor pembobot bagi masing-masing

stasiun pengukur curah hujan, dengan pengertian bahwa setiap

stasiun dianggap mewakili hujan dalam areal dengan luas tertentu.

Perhitungannya dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Luas masing-masing areal diperoleh dengan cara sebagai berikut :


n
Ai
P= [ ] Pi
i=1 Ai
n
P = ai Pi
i= 1

Keterangan :

ai = Luas areal yang diwakili stasiun pengukur curah hujan 1 (km 2)

Pi = Data curah hujan stasiun pengukur curah hujan (mm)

P = Hujan rata-rata di daerah pengukur curah hujan (mm)

n = Jumlah stasiun pengukur curah hujan

ai = Faktor koreksi, merupakan perbandingan antara luas areal yang

diwakili stasiun pengukur curah hujan 1 (A 1) dengan luas

Halaman 7
Sistem Penirisan Tambang

keseluruhan daerah pengukuran curah hujan (A), atau dapat

ditulis sebagai berikut :

ai = Ai / Ai ....................................... (3.4.)

Luas masing-masing areal diperoleh dengan cara sebagai berikut :

Semua stasiun yang terdapat di dalam suatu daerah

pengukuran curah hujan dihubungkan dengan garis, sehingga

terbentuk jaringan segitiga.

Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya dan

semua garis sumbu tersebut akan membentuk poligon.

Setiap curah hujan yang tercatat pada suatu stasiun

pengukuran hujan , dianggap dapat mewakili hujan yang terjadi di

dalam areal dengan luas tertentu (yang dibatasi oleh garis-garis

poligon).

Luas areal ini dan luas daerah pengukuran curah hujan

merupakan faktor koreksinya.

Metode ini dipandang baik, karena memberikan koreksi terhadap tinggi

hujan sebagai fungsi luas daerah yang mewakilinya. Akan tetapi cara

inipun dipandang belum sempurna, karena pengaruh topografi

diabaikan.

3. Metode Isohiet

Halaman 8
Sistem Penirisan Tambang

Garis isohiet adalah garis yang menghubungkan titik-titik pengukuran

dengan curah hujan yang sama.

Dengan metode ini, kontur curah hujan yang sama dari stasiun

pencatat digambar. Luas areal di antara dua garis Isohiet dihitung.

Curah hujan areal tersebut adalah harga rata-rata dari kedua garis

isohiet yang mengapitnya. Rumus yang digunakan untuk menghitung

curah hujan rata-rata sama dengan rumus yang digunakan pada

metode Thiessen.

2.1.2. Frekuensi Curah Hujan

Teori dasar yang digunakan untuk memperkirakan suatu peristiwa

yang terjadi secara berulang adalah analisa frekuensi. Curah hujan akan

menunjukkan suatu kecenderungan pengulangan. Sehubungan dengan

hal tersebut dalam analisa curah hujan dikenal istilah periode ulang, yang

berarti periode terulangnya suatu tingkat curah hujan tertentu.

2.1.3. Intensitas Curah Hujan

Besarnya intensitas hujan yang kemungkinan terjadi dalam kurun

waktu tertentu dihitung berdasarkan persamaan Mononobe, yaitu :

R 24
I= .(24/t )2/3
24

Halaman 9
Sistem Penirisan Tambang

Keterangan :

R24 = Harga curah hujan per hari (24 jam)

t = Periode hujan

I = Intensitas curah hujan (mm/menit, mm/jam, mm/hari)

Hubungan antara derajat curah hujan dan intensitas curah hujan dapat

dilihat dalam Tabel 3.2.

Tabel 2

Hubungan Derajat dan Intensitas Curah Hujan

Intensitas Curah
Derajat Hujan Kondisi
Hujan (mm/menit)
Hujan lemah 0,02 0,05 Tanah basah semua
Hujan normal 0,05 0,25 Bunyi hujan terdengar
0,25 1,00 Air tegenang diseluruh permukaan
Hujan deras
dan terdengan bunyi dari genangan
Hujan sangat 1,00 Hujan seperti ditumpahkan, saluran
deras pengaira meluap
(Sumber : Sayoga, Rudy, Pengantar Penirisan Tambang, 1993)

Areal tangkapan air hujan merupakan luas suatu wilayah yang

apabila turun hujan pada daerah tersebut, air permukaannya akan

terkonsentrasi pada suatu titik pengamatan tertentu.

Untuk memudahkan penanganan dalam memperkirakan jumlah air

hujan yang masuk ke dalam tambang, maka areal tangkapan hujan

Halaman 10
Sistem Penirisan Tambang

dibagi-bagi menurut perkiraan jatuhnya air hujan yang mengalir ke bagian

lahan yang memiliki elevasi terendah.

Luas daerah tangkapan air hujan di tambang terbuka akan selalu

berubah karena adanya proses penggalian dan penimbunan. Distribusi

aliran permukaan juga akan berubah sesuai bentuk dan tinggi rendahnya

galian maupun timbunan.

Karena adanya perubahan ini, maka untuk menentukan luas daerah

tangkapan hujan pada front penambangan ditetapkan daerah tangkapan

hujan merupakan luas akhir areal rencana penambangan setelah

dilakukan penambangan, dan luas daerah tangkapan hujan pada daerah

aliran sungai ditetapkan merupakan luas daerah aliran sebelum dilakukan

penambangan.

Analisa volume hujan (dalam hal ini merupakan debit hujan)

digunakan untuk menghitung genangan air pada daerah cekungan

penggalian tambang untuk lama hujan per satuan waktu tertentu, yang

dinyatakan dengan persamaan water balance, yaitu :

CH = Et + I + Ro .......................................... (3.6.)

S = CH Et I Ro .................................... (3.7.)

Keterangan :

CH = Curah hujan rata-rata (mm/bulan)

I = Infiltirasi (mm/bulan)

Ro = Run off (mm/bulan)

Et = Evapotranspirasi Turc (mm/bulan)

Halaman 11
Sistem Penirisan Tambang

Potensi Air Bawah Permukaan

Umumnya karakteristik airtanah dapat diketahui apabila penyebaran,

jenis, geometri dan parameter fisik akuifer, seperti permeabilitas, storage

dan transmivisitasnya diketahui.

2.2.1. Airtanah

Menurut Freeze dan Cherry (1979), pengertian airtanah adalah air

yang berada di bawah permukaan tanah, di bawah tanah yang

keberadaannya pada formasi batuan dalam kondisi jenuh.

Diperkirakan 90% airtanah terdapat pada material lepas, seperti

pasir dan gravel (Keith Tood, 1980). Menurut Danaryanto (2000),

berdasarkan jenis dan sebaran batuan serta litologi akuifernya,

keterdapatan airtanah di Indonesia dapat dibedakan menjadi :

1. Airtanah Batuan Lepas

Batuan lepas di Indonesia umumnya berasal dari bermacam-macam

batuan induk dalam bentuk endapan alluvial yang terdiri dari material

lepas berukuran kerikil, pasir, lanau atau lempung. Kerikil dan pasir

merupakan litologi akuifer yang umumnya dijumpai sebagai wadah

airtanah pada batuan lepas.

2. Airtanah pada Endapan Vulkanik Kuarter

Halaman 12
Sistem Penirisan Tambang

Keterdapatan airtanah pada endapan vulkanik yang berumur kuarter,

umumnya berupa rembesan atau mata air dibeberapa tempat pada

kaki lereng gunung.

3. Airtanah pada Batuan Karbonat

Keterdapatan airtanah pada batu gamping ditentukan oleh keberadaan

kesarangan sekunder. Oleh karena itu, airtanah tersebar tidak merata

dan potensinya tergantung pada intensitas lubang-lubang pelarutan.

4. Airtanah pada batuan padu (kompak) pada umumnya batuan

memiliki kelulusan yang rendah maka keterdapatan airtanah pada jenis

batuan kompak di Indonesia dapat dikatakan tidak mempunyai arti

penting. Airtanah terutama mengisi celahan, rekahan dan bidang

lapisan batuan. Oleh karena itu, keterdapatan airtanah umumnya relatif

kecil akibat sistem rekahan yang kurang baik.

2.2.2. Akuifer

Akuifer adalah suatu material/formasi geologi yang dapat menyimpan

dan meneruskan air dalam jumlah yang cukup (Fetter, 1994). Menurut

Todd (1980) akuifer umumnya berukuran luas dan dibatasi oleh formasi

geologi yang berperan sebagai lapisan pembatas, pada bagian atas

maupun bagian bawah akuifer.

Beberapa formasi geologi tersebut adalah :

1. Akuiklud

Halaman 13
Sistem Penirisan Tambang

Yaitu lapisan yang relatif impermeable, dapat menyimpan air tetapi

tidak dapat meneruskan air. Contoh : Lempung.

2. Akuifug

Yaitu formasi yang impermeable, tidak dapat menyimpan atau

meneruskan air. Contoh : Granit.

3. Akuifer

Yaitu formasi yang semi permeable, dapat menyimpan dan

meneruskan air relatif lambat dari akuifer satu ke akuifer lain. Contoh :

Lempung, pasiran.

Telah disebutkan pada uraian sebelumnya bahwa airtanah adalah

semua yang terdapat di bawah permukaan tanah dan berada di dalam

ruang antar butir atau rekahan-rekahan serta celah-celah batuan pada

zona jenuh air. Keterdapatan serta potensinya (kualitas dan kuantitas)

tergantung dari sifat lapisan pembawa air (akuifer) yang ditentukan oleh

parameter dari akuifernya yang meliputi kesarangan (porositas),

kelulusan, kapasitas jenis, keterusan dan daya simpan.

1. Kesarangan (Porositas)

Kesarangan adalah semua lubang yang tidak terbatas ukurannya pada

suatu massa yang kemungkinan bisa terisi air. Ditinjau dari

kejadiannya, kesarangan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam,

yaitu :

a) Kesarangan asli (kesarangan primer), terbentuk bersama-

sama dengan terbentuknya batuan, yaitu berupa ruang antar butir.

Halaman 14
Sistem Penirisan Tambang

b) Kesarangan tidak asli (kesarangan sekunder), terbentuk

setelah pembentukan batuan, berupa celahan, rekahan atau saluan

pelarutan.

Besaran kesarangan merupakan perbandingan antara volume seluruh

pori batuan dengan volume total batuan, yang dinyatakan dalam

persen sesuai dengan persamaan berikut :

W
a= 100%
V

Keterangan :

a = Kesarangan

W = Volume pori (rongga batuan)

V = Volume total batuan

2. Kelulusan (Permeabilitas)

Kelulusan adalah kemampuan untuk meluluskan air dalam rongga-

rongga batuan tanpa mengubah sifat-sifat airnya. Kelulusan air ini

menunjukkan tingkat kemudahan benda cair mengalir melalui batuan

dimana kelulusan tersebut sangat dipengaruhi oleh kesarangan dan

sifat airnya. Kemampuan meluluskan air dari suatu batuan tersebut

dinyatakan dalam koefisien kelulusan (k).

Pengukuran harga kelulusan (permeabilitas) dilakukan baik di

laboratorium dengan menggunakan permeameter ataupun di lapangan

yaitu dalam eksplorasi airtanah dengan cara uji pemompaan.

3. Kapasitas Jenis (Specific Capacity)

Halaman 15
Sistem Penirisan Tambang

Kapasitas jenis adalah debit air yang dapat diperoleh pada setiap

penurunan permukaan airtanah bebas ataupun tertekan sepanjang

satu satuan kedalaman sumur pompa pada akhir periode pemompaan.

Q
Qs =
s

Keterangan :

Q = Debit pemompaan (m3/detik)

s = Penurunan muka airtanah (meter)

Qs = Debit air pada penurunan permukaan airtanah (m 2/detik)

Dengan diketahuinya harga Qs tersebut, maka dapat ditentukan

besarnya debit pemompaan dengan penurunan muka airtanah yang

diinginkan.

4. Keterusan (Coefficient of transmissivity atau Coefficient

tarnasmissibility)

Koefisien keterusan adalah banyaknya air yang dapat mengalir melalui

suatu bidang vertikal setebal akuifer dengan lebar satu satuan panjang

dan dengan landaian hidrolika 100%. Harga koefisien keterusan dapat

diketahui dari hasil uji pemompaan dan selanjutnya dapat dihitung

besaran harganya dengan menggunakan persamaan berikut :

T=K.b

Keterangan :

T = Koefisien keterusan

K = Koefisien kelulusan air

b = Tebal akuifer (m)

Halaman 16
Sistem Penirisan Tambang

5. Koefisien Daya Simpan Air

Koefisien daya simpan air adalah volume air yang dapat dilepaskan

atau dapat disimpan oleh suatu akuifer setiap tahun luas permukaan

akuifer pada satu satuan perubahan kedudukan muka airtanah, baik

airtanah bebas maupun tertian. Harga koefisien daya simpan air dapat

diketahui dari hasil uji pemompaan dengan rumus Jacob dan Chow.

Rumus Jacob :
2,24 T t o
S=
r2

Keterangan :

S = Koefisien daya simpan air

T = Kelulusan air (m2/jam)

r = Jarak sumur pengamatan dengan sumur uji (m)

to = Harga t pada awal pengukuran (menit)

Rumus Jacob :
T t
S=
0,251 r 2

Besaran harga T, t, to dan r ditetapkan dari hasil uji pemompaan.

2.2.3. Uji Pemompaan

Untuk mengetahui tingkah laku airtanah atau sifat fisiknya

dilakukan uji pemompaan. Uji pemompaan inimelibatkan pemompaan dari

lubang pemboran pada laju konstan atau meningkat secara berangsur,

dan pengamatan penurunan maupun kambuh muka air tanah secara

simultan pada berbagai jarak dari pompa (Todd, 1959).

Halaman 17
Sistem Penirisan Tambang

Uji pemompaan merupakan tahapan untuk menguji kapasitas debit

dan parameter-parameter fisik akuifer sebelum dilakukan tahapan

eksplorasi pada sumur tersebut. Secara umum uji pemompaan (pumping

test) terdiri dari dua metode, yaitu : uji akuifer dan uji pompa.

Uji Akuifer Merupakan suatu uji pemompaan yang dilakukan hanya

pada 1 (satu) akuifer dengan pengamatan pada beberapa sumur

pemantauan (observation well) atau piezometer di sekitar sumur uji.

Sketsa uji akuifer dapat dilihat pada gambar berikut.

Uji Pompa Merupakan suatu uji pemompaan pada beberapa

akuifer dalam satu sumur bor dengan pengamatan pada beberapa sumur

pantau observation well) atau piezometer disekitar sumur uji.

Dari kedua tahapan tersebut di atas akan dicari besaran parameter

hidrolik atau sumur bor, yaitu Debit air (Q), Koefisien tranmisivitas (T),

Konduktifitas hidrolik (K), Koefisien isian (S).

2.2.4. Metode-metode Uji Pemompaan

Agar dapat menggunakan metode yang akurat, maka dalam tahapan

uji pompa/akuifer terlebih dahulu harus dipahami jenis akuifer yang akan

diuji. Dari data debit dan penurunan serta kambuh muka airtanah selama

proses pemompaan uji ini, dihitung dengan beberapa metode yang ada.

Jenis-jenis metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.3. di bawah

ini (Kruseman G.P. dan de Ridder,1994).

Tabel 3

Halaman 18
Sistem Penirisan Tambang

Metode-metode Uji Pompa

Type
Unconfined aquifer Confined aquifer Leaky aquifer
aquifer
Jenis
Steady Unsteady Steady Unsteady Steady Unsteady
aliran
1. De-
1. W
Metode 1. Th Cille alton
Neumans
yang Thiems eis 2. H
wive Thiems
digunaka Dupuit 2. Ja antus
fitling 2. Hant
n cob Wirve-
us- Fitling
Jacob
(Sumber : Krusenab G.P. dan de Ridder, 1994)

Dalam uraian ini, hanya dibahas mengenai uji pompa Jacob untuk

confined akuifer yang memiliki sifat aliran unsteady atau transient.

Metode uji pompa Jacob ini dapat dipakai jika memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut :

Akuifer tertekan (confined) dan sifat aliran tidak lunak

unsteady).

Akuifer homogen dan sitropik.

Debit pemompaan konstan.

Digunakan apabila < 0,01

Digunakan kertas grafik semi log.

2.2.5. Rembesan Air Bawah Tanah pada Tambang

Terbuka

Istilah unconfined flow dipakai untuk keadaan umum dimana batas

atas daerah rembesan adalah garis rembesan. Sedangkan untuk

Halaman 19
Sistem Penirisan Tambang

rembesan dibawah suatu lapisan yang tidak dapat dirembes oleh air

dipakai istilah confined flow.

Untuk mendapatkan pemecahan masalah rembesan yang

termasuk dalam golongan unconfined flow, yaitu rembesan pada galian

terbuka (seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.6.) dapat

menggunakan cara yang dinamakan Metode Dupult (persamaan 3.14.).

untuk menyederhanakan penyelesaian masalah rembesan air ini, maka

oleh Dupult dipergunakan dua anggapan, yaitu :

Apabila kemiringan garis rembesan kecil, maka semua garis aliran

dianggap horizontal. Dengan demikian garis equipotensial adalah vertikal.

Gradient hidrolic dapat diambil sebesar kemiringan garis

rembesan.

h 1 h2
Q = k A ( m3 /jam )
L

Keterangan :

k = Koefisien permeabilitas (m/jam)

A = Luas permukaan dinding tambang yang terbuka

= tebal akuifer x panjang akuifer terbuka (m2)

L = Panjang garis penurunan muka air (m)

h1 = Potensial dititik pengamatan 1 (m)

h2 = Potensial dititik pengamatan 2 (m)

Q = Debit rembesan (m3/jam)

Halaman 20
Sistem Penirisan Tambang

3. Perangkat dan Sarana Penirisan

Agar genangan yang terjadi di dalam front penambangan dapat

dicegah dan ditanggulangi, maka diperlukan sarana dan perangkat

penirisan, yang diantaranya ialah Saluran terbuka, Kolam penampung,

Jaringan Pipa dan Pompa-pompa.

Saluran Terbuka

Saluran dapat terbentuk secara alami atau dibuat oleh manusia.

Sungai dan aliran sungai kecil umumnya mengalir melalui saluran yang

terbentuk secara alami, sedangkan saluran terbuka buatan adalah yang

sering disebut sebagai talang, saluran air, gorong-gorong, saluran

pelimpah curam, dan lain-lain.

Dalam sistem penirisan tambang ini, saluran yang dimaksud adalah

saluran buatan manusia peka erosi yang berfungsi sebagai sarana

pengontrol air limpasan dan debit banjir.

Adapun ruang lingkup yang akan dibahas adalah penentuan dimensi

dan kapasitas saluran. Berbagai variabel aliran seperti kedalaman,

penampang basah, kecepatan dan debit pada setiap penampang

sepanjang aliran dianggap konstan (aliran seragam).

Dimensi Saluran Trapesium

Halaman 21
Sistem Penirisan Tambang

Untuk saluran tanah dengan bentuk trapezium (seperti yang

ditunjukkan dalam gambar 3.7.) nilai m = 1/tg adalah fungsi dari jenis

tanah. Kemiringan ini ditentukan oleh sudut longsor material tebing.

Dengan demikian hanya ada dua variabel yaitu lebar dasar (b) dan

kedalaman hidrolik (h) untuk mendapatkan bentuk tampang basah yang

paling efisien.

Luas tampang basah (Pb), luas keliling basah penampang (Kb) dan

jari-jari hidrolik saluran (Jh), adalah :

Pb = h (b + mh)

Kb = b + 2h 1 + m2
Pb h ( b + mh )
Jh = =
Kb b + 2h 1 + m2

Sketsa saluran terbuka berbentuk trapezium dapat dilihat pada

gambar berikut.

apasitas Saluran Terbuka

Penjelasan tentang kapasitas saluran terbuka ini dilakukan dengan

menggunakan rumus debit aliran, yang dalam hal ini menggunakan rumus

empiris Robert Manning, yaitu :

V = 1/n . R2/3 . S1/2

Qs = V . Pb

Keterangan :

Halaman 22
Sistem Penirisan Tambang

V = Kecepatan aliran air pada saluran (m/detik)

R = Jari-jari hidrolis saluran (m)

n = Koefisien Manning (lihat Tabel 3.4.)

Pb = Luas penampang basah saluran (m2)

S = Kemiringan memanjang dasar saluran (%)

Qs = Debir rencana saluran (m3/detik)

Tabel 4

Koefisien Manning

Type saluran N
Besi tuang dilapis 0,014
Kaca 0,010
Saluran beton 0,013
Bata dilapis Mortar 0,015
Pasangan batu disemen 0,025
Saluran tanah bersih 0,022
Saluran tanah 0,030
Saluran dengan dasar batu dan tebing
0,040
rumput
Saluran pada galian batu padas 0,040
(Sumber : Drainage and Application, 1974)

Berdasarkan rumus empiris Robert Manning tersebut, maka akan

dicari beberapa faktor yang mempengaruhi besaran debit aliran pada

saluran terbuka yang diinginkan, yaitu :

Kecepatan Pengaliran

Kecepatan minimum

Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terendah

yang tidak menyebabkan pengendapan maupun tumbuhnya

Halaman 23
Sistem Penirisan Tambang

tumbuhan air. Kecepatan ini sulit ditentukan, karena sangat

tergantung dari partikel-partikel yang terdapat di permukaan tanah.

Kecepatan maksimum

Kecepatan aliran dalam saluran harus dibatasi agar tidak terjadi

erosi atau longsor. Penentuan kecepatan maksimum aliran

dipengaruhi oleh bentuk lapisan pelindung saluran, yaitu :

Saluran tanah : V= 0,7 m/detik

Saluran pasangan batu : V = 2,0 m/detik

Saluran pasangan beton : V = 3,0 m/detik

Kemiringan Dinding Saluran

Kemiringan dinding saluran harus disesuaikan dengan karakteristik

tanah setempat, umumnya berkisar antara 1 : 1,5 sampai 1 : 3. Tabel 5

berikut menerangkan hubungan jenis bahan dan kemiringan dinding

stabil untuk saluran terbuka yang direncanakan.

Tabel 5

Kemiringan Dinding Saluran Terbuka

Untuk Berbagai Bahan Tanah

Kemiringan
Bahan Tanah
(m = h/x)
Batu 0,25
Lempung kenyal, galuh 12
Lempung pasir, tanah kohesif 1,5 2,5
Pasir lanauan 25

Halaman 24
Sistem Penirisan Tambang

Gambut kenyal 12
Gambut lunak 34
Tanah yang dipadatkan dengan baik 1 1,5
( Sumber : Drainage Principle and applications, 1974)

Tinggi Jagaan (w)

Tinggi jagaan saluran tanpa pasangan ditentukan berdasarkan besar

debit maksimum pengaliran, yaitu :

Untuk Qs < 5 m3/detik : W ditentukan = 0,2 0,3 meter.

Untuk Qs > 10 m3/detik : W ditentukan = 0,7 1 meter.

Untuk 5 m3/detik < Qs < 10 m3/detik : W ditentukan = 0,3

0,5 meter.

Kemiringan Memanjang Saluran (S)

Besar kemirinan memanjang dasar saluran sangat mempengaruhi

kecepatan pengaliran. Untuk menentukan kemiringan memanjang

saluran perlu dipertimbangkan rencana kecepatan pengaliran dan

disesuaikan dengan kondisi alam setempat.

Untuk saluran alami, kemiringan rata-rata dasar saluan dapat

ditentukan dengan menggunakan perbandingan kecepatan, sebagai

berikut :

Tabel 6

Sifat-sifat Hidrolik pada Saluran Terbuka

Kemiringan Rata-rata Dasar Kecepatan Rata-rata


Saluran (%) (m/detik)
Kurang dari 1 0,4
12 0,6
24 0,9
46 1,2

Halaman 25
Sistem Penirisan Tambang

6 10 1,5
10 15 2,4
(Sumber : B.U.D.S, Drainage and Design For Bandung Final Report,

Bandung, 1978)

3.3.1. Kolam Penampung

Kolam penampung berfungsi sebagai temapat penampung air

sebelum dipompakan keluar bukaan tambang. Kapasitas kolam

penampung dipengaruhi oleh jumlah air yang masuk kedalam bukaan

tambang.

Agar kolam penampung tidak melimpah maka volume masuk harus

berimbang dengan volume yang keluar. Volume keluar merupakan

kapasitas pemompaan selama hujan berlangsung atau selama kebutuhan

pemompaan. Perkiraan jumlah air yang masuk kedalam penampung

dapat menggunakan persamaan analisa volume hujan seperti yang telah

diuraikan sebelumnya.

3.3.2. Jaringan Pipa

Yang dimaksud dengan jaringan pipa pada rancangan penirisan

tambang adalah suatu rencana pengalir air hasil pemompaan dari kolam

penampung menuju tempat pembuangan di luar front penambangan.

Bentuk jaringan pipa dipengaruhi oleh kondisi topografi dan arah

pengaliran air yang diperlukan. Oleh karena itu, jaringan pipa memerlukan

Halaman 26
Sistem Penirisan Tambang

sambungan-sambungan pipa (socket-socket) serta kelengkapan lainnya

seperti belokan-belokan (elbow), sambungan T dan lain-lain.

Total panjang pipa, jenis pipa dan pemakaian perlengkapan pipa

pada suatu jaringan pipa akan mempengaruhi besar head total pompa

yang akan digunakan.

3.3.3. Pompa

Pompa adalah alat mekanis yang digunakan untuk menimbulkan

atau mempercepat laju aliran fluida. Ada 3 (tiga) faktor utama yang harus

diperhatikan dalam pemilihan pompa, yaitu : jenis, kapasitas dan head

pompa.

Dalam memilih jenis pompa untuk suatu maksud tertentu, terlebih

dahulu harus diketahui kapasitas dan head pompa yang diperlukan untuk

mengalirkan zat cair yang akan dipindahkan.

Apabila perubahan kondisi operasi sangat besar (khususnya

perubahan kapasitas dan head), maka putaran dan ukuran pompa yang

akan dipilih harus ditentukan kembali (dengan perhitungan kapasitas dan

head).

Selanjutnya untuk menentukan penggerak mula yang akan dipakai,

terlebih dahulu melakukan penyelidikan tentang jenis sumber tenaga yang

akan digunakan.

Halaman 27
Sistem Penirisan Tambang

Tipe Pompa

Secara umum, pompa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis,

yaitu : Pompa displacement, Pompa sentrifugal dan Pompa jenis motor

benam (submersible pump).

Pompa Displacement, Pompa ini pada dasarnya beroperasi dengan

sebuah piston dalam sebuah silinder yang dilengkapi oleh kliep

pengambilan dan kliep pengeluaran. Pompa ini memiliki fleksibilitas dalam

ruang displacementnya, dengan demikian pompa ini dapat menyedot

bahan padat yang terkandung dalam air. Fleksibilitas ini dikarenakan pada

bagian utama yang berbentuk piringan bulat (diarragme) bergerak

menyedot dan menekan seperti pompa hidrolik.

Pompa Sentrifugal, Pompa sentrifugal memiliki sebuah impeller

(baling-baling) untuk mengangkat zat cair dari tempat yang lebih rendah

ke tempat yang lebih tinggi. Daya dari luar diberikan kepada poros pompa

untuk memutar impeller di dalam zat cair. Zat cair yang ada dalam

impeller, oleh dorongan sudu-sudu ikut berputar. Karena timbul gaya

sentrifugal maka zat cair mengalir dari tengah impeller keluar melalui

saluran di antara sudu-sudu. Zat cair yang keluar dari impeller ditampung

oleh saluran berbentuk volut (spiral) di keliling impeller dan disalurkan ke

luar pompa melalui nosel.

Untuk mendapat variasi head dan kapasitas pemompaan, dapat

dilakukan dengan cara pengaturan kecepatan aliran dan mengubah

Halaman 28
Sistem Penirisan Tambang

ukuran impeller atau dengan cara menggunakan multistage centrifugal

pimp.

Dalam operasinya, pompa sentrifugal ini tidak dapat menahan air,

sehingga pipa isap harus selalu terendam air. Jika pompa hanya

mengisap udara, maka pompa akan mati dan dapat menimbulkan

masalah dalam pekerjaan. Gambar di bawah ini merupakan bentuk

konstruksi yang sebenarnya dari pompa sentrifugal.

Pompa Submersible, Pompa ini merupakan jenis terbaru dan

memiliki konstruksi yang kokoh, karena harus memompakan air yang

sering berpasir dan berlumpur, serta harus dapat bekerja pada daerah

operasi yang luas, dalam kondisi lingkungan yang jelek dan

penanganannya yang kasar.

Motor listrik dan pompa merupakan satu unit yang menyatu dan

hanya memerlukan ruang kecil serta mudah untuk dioperasikan. Untuk

memberikan daya pada motor benam diperlukan kabel kedap air. Kabel ini

dapat mengalirkan listrik dalam keadaan terendam air tanpa menimbulkan

masalah. Gambar 3.9. merupakan salah satu bentuk pompa portabel

dengan motor benam (submersible), jenis pompa ini sering digunakan

dalam mengatasi masalah konstruksi.

Kapasitas Pompa

Laju aliran yang menentukan pompa ditentukan menurut kebutuhan

pemakainya. Pompa yang digunakan untuk membuang air yang masuk ke

Halaman 29
Sistem Penirisan Tambang

dalam areal cekungan hasil galian, terlebih dahulu harus diketahui total

debit potensi air yang akan masuk. Potensi air tersebut dapat berupa air

permukaan maupun air bawah permukaan.

Head Pompa

Head total pompa yang harus disediakan untuk mengalirkan jumlah

air seperti yang telah direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi

yang akan dilayani oleh pompa. Seperti terlihat pada gambar berikut ini.

Head total pompa dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut :

H = Ha + Hi + V2/2g

Keterangan :

H = Head total pompa (m)

Ha = Head statis total (m)

Hi = Berbagai kerugian head pada jaringan pipa (m)

V2/2 = Head kecepatan keluar pada ujung pipa (m)

g = Percepatan gravitasi (= 9,8 m/s2)

Head ini dapat didefinisikan sebagai head yang dibutuhkan untuk

mengatasi adanya perbedaan tinggi muka air di sisi keluar dan di sisi isap;

tanda positif (+) digunakan apabila muka air sisi keluar lebih tinggi

daripada sisi keluar.

Halaman 30
Sistem Penirisan Tambang

Head kerugian yaitu head untuk mengatasi kerugian-kerugian) terdiri

dari head kerugian gesek di dalam pipa-pipa dan head kerugian dalam

belokan-belokan, reduser, katup-katup dan lain-lain.

Hi = Hf + hf

Keterangan :

Hi = Berbagai kerugian gesek dalam pipa (m)

Hf = Head kerugian gesek dalam pipa (m)

hf = Kerugian head dalam jalur pipa (m)

1. Head kerugian gesek dalam pipa (Hf)

Untuk menghitung kerugian gesek di dalam pipa dapat dipakai

persamaan Hezen William, yaitu :

10,666 Q
p1,85
Hf =
C1,85 d 4,85

Keterangan :

Qp = Debit pemompaan (m3/detik)

C = Nilai ketetapan tergantung kondisi pipa (lihat Tabel 7)

d = Diameter nominal pipa (m)

L = Panjang pipa (m)

Tabel 7

Kondisi Pipa dan Harga C

Jenis Pipa C
Pipa besi cor baru 130
Pipa besi cor tua 100
Pipa baja baru 120 130
Pipa baja tua 80 100
Pipa dengan lapisan semen 130 140

Halaman 31
Sistem Penirisan Tambang

Pipa dengan lapisan terarang batu 140


Slang karet 100
(Sumber : Hazen William)

2. Kerugian head dalam jalur pipa (hf)

Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian akan terjadi apabila ukuran

pipa, bentuk penampang atau arah aliran berubah. Kerugian di tempat-

temapt transisi tersebut dapat dinyatakan secara umum dengan

persamaan berikut :

hf = f . V2/2g

keterangan :

V = Kecepatan rata-rata di dalam pipa (m/detik)

f = Koefisien kerugian (tanpa satuan)

g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)

hf = Kerugian head (m)

Cara menentukan harga koefisien kerugian (f) untuk berbagai bentuk

transisi pipa akan dirincikan sebagai berikut :

Koefisien kerugian pada belokan pipa

Untuk belokan lengkung dapat menggunakan persamaan Fuller.

f = [0,131 + 1,847 (d/2R)3,6] (/90)0,6

Keterangan :

D = Diameter dalam pipa (m)

R = Jari-jari lengkung sumbu belokan (m)

Halaman 32
Sistem Penirisan Tambang

= Sudut belokan (o)

f = Koefisien kerugian

Untuk belokan patah menggunakan persamaan Weisbach, yaitu :

f = 0,946 sin2 /2 + 2,047 sin2 /2

Keterangan :

f = Koefisien kerugian

= Sudut belokan (o)

Kerugian karena pembesaran penampang secara gradual

hf = f.{(v1 v2)2 /2g}

Keterangan :

V1 = Kecepatan rata-rata pada penampang pipa yang kecil (m/det)

V2 = Kecepatan rata-rata pada penampang pipa yang besar

(m/det)

f = Koefisien kerugian

Kerugian head di katup

Kerugian head pada katup dapat ditulis sebagai berikut :

hf = fv {V2 / 2g}

Keterangan :

fv = Koefisien kerugian katup

V = Kecepatan rata-rata pada penampang masuk katup (m/det)

Halaman 33
Sistem Penirisan Tambang

Harga fv untuk berbagai jenis katup pada keadaan terbuka penuh

diberikan dalam Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8

Koefisien Kerugian pada Berbagai Jaringan Jenis Katup

Diameter
100 150 200 250 300 400 500 600 700 800 900 1.000
Jenis katup
Katup Sorong 0,14 0,12 0,1 0,09 0,07 0
Katup kupu-
kupu 0,6-0,16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameternya)
Katup putar 0,09-0,026 (bervariasi menurut diameternya)
Katup cegah
jenis ayun 1,2 1,15 1,1 1 0,98 0,96 0,94 0,92 0,9 0,88
Katu cegah
tutup-cepat
tekanan jenis 1,2 1,15 1,1 0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
Katup cegah
jenis angkat
bebas 1,44 1,39 1,34 1,3 1,2
Katup cegah
tutup-cepat
jenis pegas 7,3 6,6 5,9 5,3 4,6
Katup kepak 0,9-0,5
Katup Isap
dengan
saringan 1,97 1,91 1,84 1,78
(Sumber : Pompa dan Kompressor, Sularso & Harou Tahara, Jakarta, 2000)

3. Kerugian head pada ujung keluar pipa

Kerugian head pada ujung pipa keluar dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan :

hf = f V2/2g

f = 1,0 dan V adalah kecepatan rata-rata pada ujung pipa keluar.

Halaman 34

Anda mungkin juga menyukai