Anda di halaman 1dari 67

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/299634687

SIMULASI BACKWATER UNTUK MENGKAJI PENGARUH PEMBANGUNAN


BENDUNG COPONG TERHADAP INFRASTRUKTUR JEMBATAN COPONG DI
DAERAH IRIGASI LEUWIGOONG KABUPATEN GARUT

Article · June 2015

CITATION READS

1 6,503

4 authors, including:

Dhemi Harlan Hadi Kardhana


Bandung Institute of Technology Bandung Institute of Technology
79 PUBLICATIONS   155 CITATIONS    28 PUBLICATIONS   133 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

The Modelling of Dam Break-Induced Propagation over a Movable Bed by Using Taylor Galerkin Finite Element Method View project

Hydrology View project

All content following this page was uploaded by Dhemi Harlan on 05 April 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Vol. 1 No. 2, Juni 2015 ISSN 0215-1251

Jurnal Teknik Sumber Daya Air


Jurnal Teknik Sumber Daya Air merupakan jurnal sawala (peer-review) yang mempublikasikan hasil
penelitian atau kajian dalam pengelolaan sumber daya air yang mencakup aspek konservasi, pendayagunaan
sumber daya air dan pengendalian daya rusak air. Ketiga aspek ini secara inovatif dan kreatif disinergikan
dengan penerapan teknologi yang berbasis pada interaksi lingkungan dan sosio-ekonomi pada suatu wilayah
sungai. Jurnal ini diterbitkan secara berkala setiap bulan Februari, Juni dan Oktober dalam bentuk cetak
(printed) dan daring (online).
Penanggung Jawab : Mudjiadi
Ketua Dewan Penyunting : Nadjadji Anwar
Anggota Dewan Penyunting : Djoko Legono
Doddi Yudianto
Dwita Sutjiningsih Marsudiantoro
Eka Nugraha Abdi
Iwan Kridasantausa Hadihardaja
Lily Montarcih Limantara
Rahmat Suria Lubis
Suseno Darsono
Tri Djoko Margianto
Umboro Lasminto
Penyunting Pelaksana : Emir Faridz
Heri Suprapto
Reza Chandra
Sri Wulandari
Widya Silfianti
Mitra Bestari : Anggrahini (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
Djajamurni Wargadalam (Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia)
Edijatno (Institut Teknologi Sepuluh Nopember)
Fery Dermawan (Universitas Brawijaya)
Indratmo Soekarno (Institut Teknologi Bandung)
Joko Nugroho (Institut Teknologi Bandung)
Mochammad Amron (Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia)
Nur Yuwono (Universitas Gadjah Mada)
Rahmat Djayadi (Universitas Gadjah Mada)
Robertus Wahyudi Triweko (Universitas Katolik Parahyangan)
Simon Bramana (Puslitbang Sumber Daya Air)
Sri Harto Br (Universitas Gadjah Mada)
Suripin (Universitas Diponegoro)
Waluyo Hatmoko (Puslitbang Sumber Daya Air)
Widandi Soetopo (Universitas Brawijaya)
Redaksi : Asep Harhar Muharam
Tur Indah Sulistiowati

Alamat Redaksi :
Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia
Gedung Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Lt. 8
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Jl. Patimura No. 20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12100
Telepon & Fax. +6221-72792263
htttp://www.hathi-pusat.org | jtsda@hathi-pusat.org
Vol. 1 No. 2, Juni 2015 ISSN 0215-1251

Jurnal Teknik Sumber Daya Air


DAFTAR ISI

Susunan Redaksi .................................................................................................................................................................. i

Daftar Isi ................................................................................................................................................................................. ii

Kinerja Sistem Pengendali Banjir Sungai Air Bengkulu dengan Pompa ...................................................... 75-84
Fitriyadi dan Hamdani

Transmisi Gelombang Melalui Struktur Pemecah Gelombang Tenggelam dengan Unit Lapis
Lindung D-Block Interlocking ....................................................................................................................................... 85-92
Hamdani dan Fitriyadi

Pemodelan Aliran Air Tanah di Probolinggo............................................................................................................. 93-104


Faradlillah Saves, Nadjadji Anwar, Mas Agus Mardyanto, Thomas Triadi Putranto

Kinerja HSS Snyder, Nakayasu dan Gama I pada DAS Terukur di Sulawesi Tengah ............................. 105-114
I Gede Tunas, Nadjadji Anwar, Umboro Lasminto

Kajian Hubungan Hujan dan Limpasan Sebagai Pendukung Sistem Peringatan Dini Banjir :
Studi Kasus Sungai Ciliwung ......................................................................................................................................... 115-124
Nurul Fajar Januriyadi

Simulasi Backwater untuk Mengkaji Pengaruh Pembangunan Bendung Copong terhadap


Infrastruktur Jembatan Copong di Daerah Irigasi Leuwigoong Kabupaten Garut .................................... 125-134
Dhemi Harlan, Sri Legowo, Hadi Kardhana, Luqman Fadhlillah
ISSN 0215-1251
Jurnal Teknik Sumber Daya Air
Halaman abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin
Dhemi Harlan, Sri Legowo, Hadi Kardhana, Faradlillah Saves, Nadjadji Anwar, Mas Agus Mardyanto,
Luqman Fadhlillah Thomas Triadi Putranto
SIMULASI BACKWATER UNTUK MENGKAJI PEMODELAN ALIRAN AIR TANAH
PENGARUH PEMBANGUNAN BENDUNG COPONG DI PROBOLINGGO
TERHADAP INFRASTRUKTUR JEMBATAN COPONG JTSDA Juni 2015, Vol. 1 No. 2., h 93-104
DI DAERAH IRIGASI LEUWIGOONG Eksploitasi air tanah yang berlebihan menyebabkan terjadinya penurunan
KABUPATEN GARUT muka airtanah dan kekeringan . Salah satu upaya untuk mencegah eksploitasi
JTSDA Juni 2015, Vol. 1 No. 2., h 123-134 adalah dengan mengetahui potensi airtanah melalui pergerakan atau pola
Pembangunan Bendung Copong Daerah Irigasi Leuwigoong menyebabkan aliran airtanah. Tujuan dari penelitian ini, yaitu mengetahui kondisi eksisting
terjadinya back water pada sungai Cimanuk yang berpengaruh terhadap hidrologi dan hidrogeologi regional, pemodelan aliran airtanah Probolinggo
keamanan jembatan Copong yang berada 890 meter ke arah hulu bendung. serta pengaruh peningkatan debit pemompaan pada lokasi studi yaitu
Perhitungan back water dilakukan berdasarkan data hujan dan debit selama Probolinggo. Pemodelan aliran airtanah dalam penelitian ini menggunakan
12 tahun dari tahun 1987 hingga 1998. Untuk kala ulang 100 tahun diperoleh program komputer Visual Modflow.Berdasarkan hasil pemodelan aliran
hujan harian maksimum adalah 142 mm dan debit banjir maksimum adalah airtanah tersebut dilakukan 6 skenario pemodelan peningkatan debit
740 m3/detik. Hasil perhitungan menunjukan bahwa panjang back water pemompaan sumur.Berdasarkan hasil analisis hidrologi dan hidrogeologi
sudah melebihi jembatan dan elevasi muka air banjirpun melebihi free board regional, diperoleh besar imbuhan airtanah yang berasal dari presipitasi yaitu
jembatan pada elevasi + 693,5. Desain bendung Copong yang merupakan 689 mm/tahun serta sebesar 186m3/hari air yang masuk ke Cekungan
bendung gerak (barrage) dilengkapi dengan 3 pintu banjir dan 1 pintu Air Tanah (CAT) yang diperoleh dari CAT lain yang dihitung
pembilas, dapat menurunkan elevasi muka air banjir agar tidak meluap ke menggunakan hukum Darcy. Nilai konduktivitas hidraulik yaitu
tanggul dan tidak melebihi free board jembatan.Pada kondisi pintu banjir 5,32 m/hari hingga 2.519 m/hari dengan nilai transmisivitas sebesar
tidak dapat beroperasi (pintu ditutup) untuk debit 740 m3/dtk panjang back 446 m2/hari hingga 50.631 m2/hari.Berdasarkan pemodelan aliran airtanah
water sudah melebihi jembatan dengan elevasi di bendung + 694.0 dan natural system di Probolinggo, dapat disimpulkan bahwa pola aliran airtanah
elevasi pada lokasi jembatan adalah + 694,3. Hal ini menyebabkan terjadinya bergerak dari arah selatan menuju ke arah utara. Hal ini menunjukkan
luapan pada tanggul banjir (elevasi tanggul banjir + 693.3) dan elevasi muka bahwa airtanah mengalir dari tempat bertekanan hidraulik tinggi menuju ke
air sudah melebihi free board jembatan. Dengan adanya operasi pintu gerak/ tempat bertekanan hidraulik rendah. Prediksi debit pemompaan maksimal
pintu banjir, pada debit yang sama, elevasi muka air banjir dapat diturunkan yang dapat dilakukan pada sumur produksi di Probolinggo yaitu dengan
dengan elevasi di bendung + 691,15 dan elevasi pada lokasi jembatan adalah meningkatkan debit pemompaan sebesar < 200% dari debit pemompaan
+ 692,2 serta panjang back water sepanjang 1.600 m. Maka elevasi muka air awal (natural system). Hal ini dikarenakan dengan peningkatan 200%
banjir aman terhadap tanggul dan jembatan. ternyata terjadi penurunan muka airtanah yang signifikan dengan kondisi 3
sumur pada lokasi penelitan mengalami kekeringan.
Kata kunci: Bendung, debit banjir rencana, backwater,
free board jembatan Kata kunci: Airtanah, hidrogeologi, Visual Modflow,
pemodelan aliran airtanah, skenario peningkatan debit.

Dwi Ariyani, Dwita Sutjiningsih, Nyoman Suwartha


INDIKASI PERUBAHAN IKLIM DAN PENGARUHNYA Fitriyadi, dan Hamdani
TERHADAP NERACA AIR DI WILAYAH SUNGAI KINERJA SISTEM PENGENDALI BANJIR SUNGAI AIR
NASAL-PADANG GUCI BENGKULU DENGAN POMPA
JTSDA Februari 2015, Vol. 1 No. 1., h 11-22 JTSDA Juni 2015, Vol. 1 No. 2., h 75-84
Perubahan iklim merupakan isu yang sedang dihadapi oleh masyarakat Masalah banjir dialami berbagai kota pada umumnya, begitu juga Kota
global, yang dipengaruhi oleh variabilitas curah hujan dan suhu udara. Bengkulu. Meluapnya Sungai Air Bengkulu menimbulkan genangan
Penelitian ini di lakukan di wilayah sungai Nasal-Padang Guci, dengan di kawasan permungkiman, persawahan, dan jalan penghubung. Untuk
menganalisis trendline curah hujan dan suhu udara, selama kurun mengatasinya telah dibangun 2 unit rumah pompa, namun tidak dapat
waktu 1910-2010, sehingga diketahui pengaruhnya terhadap neraca air. menyelesaikan masalah genangan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
Penelitian ini menggunakan metode Mann Kendall Test untuk mengetahui kinerja bangunan pompa pengendali banjir dan mengetahui konsep
kecendrungan trendline nya, serta metode Neraca Surplus Defisit untuk penanganan yang tepat untuk bangunan pompa pengendalian banjir.
menganalisis neraca airnya. Dari hasil analisis didapatkan bahwa suhu Penelitian dilakukan di Sungai Air Bengkulu, karena pada Sungai Air
rata-rata bulanan naik sebesar 0,80C selama 54 tahun, sedangkan kenaikan Bengkulu sudah beberapa kali dilakukan rehabilitasi untuk menanggulangi
curah hujan pada tahun 1910-1978 sebesar 20 mm/69 tahun, dan meningkat banjir tetapi hasilnya belum maksimal. Metode yang digunakan adalah
selama tahun 1979-2010 sebesar 125 mm/30 tahun. Kenaikan curah hujan penelitian deskriptif kuantitatif dan pengumpulan data dari sumber atau
dan suhu udara mempengaruhi ketersediaan dan kebutuhan air di WS instansi terkait. Analisis data dilakukan dengan mengetahui kapasitas debit
Nasal-Padang Guci, dalam hal ini ketersediaan air dipengaruhi oleh curah eksisisting sistem saluran drainase menggunakan rumus rasional untuk
hujan dan evapotranspirasi yang merupakan fungsi dari suhu, sedangkan analisis kebutuhan pompa dan kolam retensi. Hasil penelitian menunjukkan
kebutuhan airnya dipengaruhi oleh tataguna lahan dan jumlah penduduk. total debit yang masuk ke sistem drainase Air Bengkulu sebesar 17,9 m3/detik.
Dari perhitungan neraca air diketahui bahwa ketersediaan air sungai pada Hasil perhitungan kapasitas debit eksisting saluran drainase diperoleh sebesar
tahun 2030 lebih kecil dibandingkan dengan 2010, hal ini disebabkan karena 4,31 m3/detik, lebih besar dari hitungan debit maksimum sebesar 3,8 m3/detik,
pengaruh peningkatan suhu udara, sehingga nilai evaporasinya semakin artinya kapasitas saluran masih cukup. Kapasitas pompa kondisi 1 (volume
besar. Ketersediaan air pada tahun 2010 sebesar 3358,4 juta m3/tahun, genangan sebesar 10% dari luas area dengan tinggi genangan), dibutuhkan
sedangkan kebutuhan air untuk irigasi 669 juta m3/tahun (20%), RKI (rumah pompa sebanyak 8 buah @ 1,5 m3/detik, dengan waktu pengeringan dari
tangga, perkotaan dan industri) sebesar 87,2 juta m3/tahun (3%), dan sisanya 9,99 jam dapat dikurangi menjadi 0,0013 jam. Kondisi 2 (volume hujan
2602,2 juta m3/tahun (77%), tidak dapat dimanfaatkan. Ketersediaan air sebesar (1/2×(n.tc×60)×Qmaks)), dibutuhkan pompa sebanyak 2 buah @ 1,5
pada tahun 2030 menurun dibandingkan dengan 2010 yaitu sebesar 2498,9 m3/detik, dengan waktu pengeringan dari 4,92 jam dapat dikurangi menjadi
juta m3/tahun, untuk irigasi sebesar 1133,7 juta m3/tahun (45%), RKI 2,46 jam. Kondisi 3 (akibat rembesan tanggul), dibutuhkan pompa sebanyak
sebesar 136,5 juta m3/tahun (4%), sedangkan sisanya 1228,8 juta m3/tahun 3 buah @ 1,5 m3/detik, dengan waktu pengeringan dari 10,32 jam dapat
(51%) tidak dapat dimanfaatkan. Pada tahun 2010 air masih bisa mencukupi dikurangi menjadi 3,44 jam. Untuk menangani banjir di sistem drainase Air
kebutuhannya dan terjadi defisit pada tahun 2030, yaitu pada bulan Agustus Bengkulu diperlukan volume kolam retensi sebesar 13.289,33 m3. Dari hasil
dan September, sehingga diperlukan bantuan waduk untuk menyimpan air hitungan diperoleh perencanaan dimensi kolam retensi adalah t (tinggi) =
pada saat surplus, yang nantinya bisa digunakan kembali pada saat defisit 4m; p (panjang) = 75 m; dan l (lebar) = 45 m; dengan volume perencanaan
kolam menjadi 13.500 m3.
Kata kunci: Mann Kendall Trend Test, Neraca Air, Perubahan Iklim,
Wilayah Sungai Nasal-Padang Guci. Kata kunci: pengendali banjir, kinerja pompa air bengkulu.
Hamdani, dan Fitriyadi Hematang Sasongko, Widandi Soetopo, Lily Montarcih L.
TRANSMISI GELOMBANG MELALUI STRUKTUR EVALUASI POLA OPERASI WADUK SELOREJO
PEMECAH GELOMBANG TENGGELAM DENGAN AKIBAT PERUBAHAN IKLIM DI KABUPATEN
UNIT LAPIS LINDUNG D-BLOCK INTERLOCKING MALANG, JAWA TIMUR
JTSDA Juni 2015, Vol. 1 No. 2., h 85-92 JTSDA Februari 2015, Vol. 1 No. 1., h 23-34
Breakwater adalah bangunan pertahanan gelombang dimana mampu Waduk Selorejo yang terletak di Kabupaten Malang Jawa Timur, difungsikan
mengurangi gelombang laut penyebab erosi/abrasi di wilayah pesisir. untuk menampung kelebihan air hujan dan debit Kali Konto, untuk
Penelitian dilakukan bertujuan untuk menentukan Transmisi Gelombang unit kemudian disimpan dan digunakan untuk meningkatkan perekonomian
lapis lindung menggunakan D-Block Interlocking (D-BI) dan pemodelan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Pergeseran musim disebabkan oleh
fisik (percobaan) laboratorium dengan variasi kedalaman air (d), periode
adanya perubahan iklim yang dipengaruhi oleh pemanasan global dan
gelombang (t), lebar Mercu (B) dan tinggi gelombang (H). Jenis Breakwater
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Breakwater tenggelam dengan dipercepat secara signifikan oleh aktivitas manusia. Tujuan dari studi ini
unit lapis lindung D-Blok Interlocking dimana gelombang yang dihasilkan adalah untuk menganalisis keadaan pola operasi waduk pada saat sebelum
adalah gelombang secara teratur (Reguler) disaluran kaca (Wave Flame) 2D. dan sesudah terjadinya perubahan iklim setelah ditentukan basis perubahan
Untuk menentukan parameter yang mempengaruhi gelombang transmisi, iklimnya, apakah terdapat perubahan yang dapat mempengaruhi pola operasi
Breakwaterd alam penelitian ini dirancang agar menjadi prototipe mewakili waduk dengan membandingkan kedua pola operasi waduk tersebut. Dalam
Breakwater yang sebenarnya. Pengamatan dan pengukuran dalam penelitian studi ini menggunakan data sekunder yaitu data curah hujan dan data pola
ini adalah efek dari tinggi gelombang (H), periode gelombang (t) sebelum operasi waduk. Berdasarkan hasil perhitungan, produksi energi listrik waduk
dan setelah melewati struktur Breakwater dalam saluran gelombang. Selorejo mengalami penurunan sesudah perubahan iklim terjadi. Pada tahun
Hasil penelitian menunjukkan transmisi gelombang melalui struktur
1999 energi listrik mengalami penurunan sebesar 19,73 juta kWh per tahun.
Breakwater sangat dipengaruhi oleh tingkat air di atas Mercu (h), tinggi
struktural (d-h) dan kedalaman air (d) serta rasio kecuraman gelombang Untuk kebutuhan air irigasi pada daerah irigasi di hilir waduk selama periode
dengan parameter regresi amnesti diperoleh rumus untuk koefisien perubahan iklim terjadi waduk Selorejo masih dapat menyuplai air irigasi
transmisi . Hasil penelitian selama 1 tahun secara kontinyu. Pada bulan-bulan tertentu khususnya pada
menunjukkan tinggi struktur di atas Mercu air (h) nilai koefisien transmisi musim kemarau, terjadi kekurangan air sehingga waduk Selorejo akan
semakin besar dan semakin rendah nilai (h) dan lebar Mercu (B) semakin memberi air dengan membuka pintu pelimpah (barrage) jika dalam kondisi
besar sehingga koefisien transmisi semakin kecil. Parameter tinggi air di atas kekurangan debit air irigasi.
Mercu (h) dan lebar Mercu (B) sangat mempengaruhi koefisien transmisi Kata kunci: Elevasi Muka Air, Inflow, Kebutuhan Air Irigasi, Outflow,
(Kt) dan kinerja Breakwater untuk mengurangi tinggi gelombang. Perubahan Iklim, Produksi Listrik, Waduk Selorejo.
Kata kunci : Breakwater, Koefisien Transmisi (Kt), D-BlokInterlocking

I Gede Tunas, Nadjadji Anwar, Umboro Lasminto


Hany Agustiani, Wanny K. Adidarma, Hadi Kardhana KINERJA HSS SNYDER, NAKAYASU DAN GAMA I
KAJIAN PENGEMBANGAN PENGISIAN PADA DAS TERUKUR DI SULAWESI TENGAH
KEKOSONGAN DATA HUJAN: JTSDA Juni 2015, Vol. 1 No. 2., h 105-114
STUDI KASUS DAS SERANG
JTSDA Februari 2015, Vol. 1 No. 1., h 1-10 Hidrograf satuan sintetik (HSS) merupakan hidrograf satuan yang
diturunkan utamanya berdasarkan karakteristik DAS dan dikembangkan
Data hujan yang kosong merupakan permasalahan yang telah lama di dalam untuk memperkirakan hidrograf banjir pada sungai-sungai atau DAS-DAS
data hidrologi. Kajian pengisian data kosong merupakan solusi bagi masalah yang tidak memiliki data rekaman debit (banjir). Beberapa HSS yang telah
kekosongan data. Tujuan dari kajian ini adalah melakukan pengembangan dikembangkan dan digunakan secara luas di Indonesia, diantaranya HSS
metode pengisian kekosongan data hujan yang disesuaikan dengan Snyder, Nakayasu dan GAMA I. Secara umum HSS memiliki kinerja yang
karakteristik datanya. Stasiun hujan yang digunakan sebagai pos yang disi baik pada DAS-DAS yang digunakan sebagai dasar penyusunan HSS dan
dan pos pengisi harus melalui tahapan pemilihan dan pengujian dengan cenderung memberikan hasil yang kurang memuaskan dan menghasilkan
penyimpangan bila diterapkan pada DAS-DAS lain. Oleh karena itu,
menggunakan HFA (Hydrological Frequenzy Analys). Pengisian Kekosongan
sebelum digunakan pada DAS-DAS tertentu, metode-metode tersebut perlu
dengan Skenario 1, dikondisikan pada DAS yang hanya mempunyai 1 pos
diuji kinerjanya sehingga dapat diketahui keandalannya. Untuk memenuhi
pengisi, dan dilakukan perhitungan dengan metode rata-rata aritmatik dan maksud tersebut, ketiga HSS diuji pada dua DAS di Sulawesi Tengah yakni
metode normal ratio. Skenario 2, dikondisikan pada DAS yang mempunyai DAS Bunta dan DAS Bangga. Penurunan parameter dan ordinat HSS
2 pos pengisi dan dilakukan perhitungan dengan metode rata-rata aritmatik, dilakukan berdasarkan analisis paramater DAS menggunakan perangkat
metode normal ratio dan metode reciprocal dengan batasan pada pos pengisi lunak Arc GIS. Analisis kinerja dilakukan terhadap 10 kasus banjir di masing-
harus mempunyai korelasi > 0.7. Skenario 3, dikondisikan pada DAS yang masing DAS, dengan mengevaluasi penyimpangan waktu puncak (TP), debit
mempunyai 3 pos pengisi, dengan metode pengisian dan batasan pada pos puncak (QP) dan waktu dasar (TB) terhadap masing-masing hidrograf banjir
pengisi sama dengan skenario 2. Ketiga skenario tersebut dicari Kesalahan terukur. Evaluasi juga dilakukan terhadap ordinat hidrograf berdasarkan
Absolut dan Kesalahan Absolut Rata-Rata (KAR), dimana hasil pengisian Koefisien Efisiensi Model Nash–Sutcliffe (E). Hasil analisis menunjukkan
mempunyai keakuratan rendah apabila nilai KAR > 25%. Skenario 1 bahwa untuk waktu puncak (TP) model yang menghasilkan penyimpangan
mendapatkan hasil metode normal yang dapat dipergunakan dengan syarat terkecil adalah HSS Snyder dengan penyimpangan rata-rata sebesar
4.64%. Selanjutnya untuk debit puncak (QP) model yang menghasilkan
pos pengisi mempunyai korelasi > 0.7, sedangkan untuk skenario 2 dan
penyimpangan terkecil adalah HSS GAMA I dengan penyimpangan rata-
skenario 3 dilakukan suatu pengembangan metode dengan cara pembobotan rata sebesar 13.30% dan untuk waktu dasar (TB), model yang menghasilkan
dari metode normal ratio dan metode reciprocal. penyimpangan terkecil adalah HSS Nakayasu dengan penyimpangan rata-
Kata kunci: KAR, Normal Ratio, Reciprocal, rata 20.69%. Evaluasi terhadap ordinat hidrograf berdasarkan Koefisien
Efisiensi Model memberikan angka E rata-rata berturut-turut dari terkecil
sebesar  0.44 (HSS GAMA I), 0.56 (HSS Nakayasu) dan 0.75 (HSS Snyder).
Penyimpangan ketiga model terutama QP, TB dan ordinat hidrograf masih
lebih besar dari 10% sebagaimana disyaratkan oleh Subramanya (1995). Hal
ini menandakan bahwa ketiga model memiliki kinerja relatif kurang baik
pada kedua DAS tersebut.
Kata kunci: HSS Snyder, HSS Nakayasu, HSS GAMA I, Kinerja
Mirwan Rofiq G, Iwan K. Hadihardaja, Agung Bagiawan Pian Sopian Amsori, Fitri Riandini, Arno Adi Kuntoro
KAJIAN EROSI LAHAN DENGAN PEMODELAN KAJIAN RISIKO OVERTOPPING PADA REVETMENT
OVERLAND FLOW PADA SUB DAS CIMANYAR AKIBAT RUN-UP GELOMBANG LAUT : STUDI
JTSDA Februari 2015, Vol. 1 No. 1., h 59-74 KASUS PANTAI TEMBOK, KABUPATEN BULELENG,
Seiring dengan sedang dibangunnya Waduk Jatigede terindikasi bahwa PROVINSI BALI
sedimentasi yang terjadi pada DAS di hulu waduk akan masuk ke dalam JTSDA Februari 2015, Vol. 1 No. 1., h 47-58
waduk dan terdeposit. Apabila laju sedimentasi tersebut terus meningkat Pantai Tembok, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali merupakan pantai yang
maka tampungan mati dari waduk jatigede tersebut akan cepat terisi dan sangat rawan terhadap bahaya abrasi pantai yang setiap saat menerjang dan
akan menurunkan umur layanan dari waduk tersebut. Kajian erosi lahan akan membahayakan keselamatan aset di sepanjang pantai. Selain akibat
ini untuk mengetahui erosi lahan maksimum harian, erosi lahan bulanan, abrasi, juga adanya aktivitas penduduk yang juga turut dipengaruhi oleh
tingkatan erosi lahan, besarnya sedimen yang masuk ke sungai, tebal aktivitas penduduk yang melakukan penambangan batu kecil dan juga pasir,
sedimen, membandingkan nilai sedimen hasil erosi lahan dengan persamaan sehingga daya dukung garis pantai terpengaruh. Untuk menanggulangi
lengkung sedimen dan mengetahui apakah hasil pemodelan MIKE SHE hal tersebut maka Pemerintah Provinsi Bali melalui Balai Wilayah Sungai
dapat digunakan secara valid dalam pemodelan MUSLE. Metodologi yang Bali-Penida, Kementerian Pekerjaan Umum membangun revetment dari
digunakan yaitu Pemodelan dengan MIKE SHE untuk menghitung volume bahan batu belah untuk melindungi kawasan Pantai Tembok dari abrasi
limpasan dan Pemodelan dengan MUSLE untuk menghitung erosi lahan. serta limpasan gelombang ke darat di sepanjang 666 meter. Berdasarkan
Berdasarkan analisis erosi lahan maksimum harian 0.687-61.011 ton/hari, hasil kajian risiko overtopping yang diakibatkan oleh run-up gelombang
erosi lahan pertahun sebesar 0.0136 ton/ha/tahun, merupakan tingkatan laut, diharapkan dapat diketahui nilai kehandalan bangunan revetment yang
erosi kategori sangat rendah (<15 ton/ha/tahun). Nilai SDR berdasarkan telah dibangun sehingga bisa menjadi masukan atau rekomendasi kepada
luas DAS 19.45 %, sehingga nilai sedimen metode MUSLE 99.53 ton/tahun pihak terkait dalam rangka melindungi pantai Tembok dari pengaruh abrasi
(0.0024 mm/tahun) dan metode USLE sebesar 84.56 ton/tahun (0.0020 mm/ dari laut. Dalam penulisan ini, analisis yang dilakukan meliputi peramalan
tahun), sedimen dari persamaan lengkung sedimen sebesar 52.579 ton/tahun gelombang laut berdasarkan data angin dari Tahun 1994-2008, perhitungan
(0.0013 mm/tahun). Kalibrasi sedimen dari erosi lahan dan sedimen dari transformasi gelombang, gelombang pecah dan run-up, serta analisis risiko
lengkung sedimen didapatkan perbedaan hasil sedimen yang cukup besar, overtopping akibat run-up gelombang laut dengan metode-metode: safety
namun sedimen hasil metode MUSLE dan USLE menghasilkan perbedaan factor, first order-second moment dan simulasi monte carlo. Berdasarkan
yang tidak cukup besar yaitu 15 %, kalibrasi data debit observasi dengan hasil kajian risiko overtopping dengan metode-metode: safety-factor, first
debit hasil perhitungan dengan Model MIKE SHE didapatkan koefisien order-second moment, dan simulasi monte carlo, menunjukkan bahwa
nash sebesar 0.72. Sehingga kajian erosi dengan MUSLE dengan salah satu bangunan revetment di Pantai Tembok, Kabupaten Buleleng, Bali, memiliki
inputnya didapatkan dari pemodelan overland flow dengan MIKE SHE valid tingkat kehandalan yang aman terhadap risiko overtopping yang diakibatkan
karena margin error yang dihasilkan cukup kecil. oleh rayapan/run-up gelombang.
Kata kunci: Erosi Lahan, MIKE SHE, MUSLE, SDR, Sedimen, USLE. Kata kunci: kegagalan, kehandalan, limpasan, Pantai Tembok, revetment,
run-up,

Nurul Fajar Januriyadi


KAJIAN HUBUNGAN HUJAN DAN LIMPASAN Pri Dodhy Agbar, Edy Anto Soentoro, Waluyo Hatmoko
SEBAGAI PENDUKUNG SISTEM PERINGATAN DINI OPTIMASI POLA OPERASI WADUK JATIGEDE
BANJIR : STUDI KASUS SUNGAI CILIWUNG UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN AIR BAKU
JTSDA Juni 2015, Vol. 1 No. 2., h XX-XX DAN LISTRIK
Sistem peringatan dini banjir digunakan untuk mengurangi kerugian akibat
JTSDA Februari 2015, Vol. 1 No. 1., h 35-46
banjir, semakin lama waktu peringatan maka semakin sedikit kerugian Peranan penting Waduk Jatigede untuk memenuhi kebutuhan air baku dan
yang dialami. Saat ini, Sistem peringatan dini banjir menggunakan bacaan listrik menuntut perlunya disusun adanya pola operasi yang optimal. Pola
tinggi muka air di bendung Katulampa dimana hal tersebut memberikan operasi yang diperhitungkan meliputi elevasi permukaan air waduk, debit
waku peringatan selama 9 jam. Terdapat potensi penambahan waktu outflow dan inflow. Optimasi dilakukan dengan mencari nilai kekurangan
peringatan yaitu ketika terjadi hujan. Tujuan utama dari studi ini adalah air baku dan listrik paling minimal dalam setahun. Syarat batas yang
untuk mendapatkan tinggi curah hujan yang menyebabkan banjir, dan digunakan meliputi batasan operasi minimum dan maksimum untuk volume
untuk mendapatkan waktu peringatan tambahan. Studi ini terdiri dari : 1) tampungan, luas genangan, elevasi permukaan air waduk, dan juga debit
Pembuatan model hidrologi menggunakan Geo HEC HMS, 2) Melakukan yang mengalir melalui outlet irigasi dan intake turbin. Simulasi dilakukan
kalibrasi model, dan 3) analisis hujan limpasan menggunakan HEC HMS berdasarkan debit inflow selama 20 tahun dari tahun 1993 hingga 2012.
dengan dua skenario yaitu, 1. Hujan terjadi di seluruh DAS dan 2. Hujan Optimasi Trade off dilakukan berdasarkan tahun ekstrim kering 1997.
terjadi di salah satu Sub-DAS. Hasil yang diperoleh dari studi ini adalah Hasil trade off pada tahun tersebut dibandingkan dengan debit inflow tahun
tinggi curah hujan peringatan tergantung pada lokasi terjadinya hujan. Waktu kering, normal, dan basah (probabilitas 80%, 50%, dan 20%). Simulasi
peringatan tambahan yang didapatkan antara 20 menit sampai 60 menit. menunjukkan bahwa elevasi permukaan waduk minimum justru terjadi pada
Kata kunci: Sungai Ciliwung , Waktu peringatan tambahan, tinggi hujan. awal dan akhir tahun, sehingga Waduk Jatigede siap untuk dapat menerima
dan menampung air berlebih dari DAS Cimanuk Hulu pada musim hujan.
Hal ini terjadi karena kebutuhan yang besar pada awal dan akhir tahun. Hasil
optimasi operasi waduk dengan tujuan meminimalisir kekurangan air baku
akan menghasilkan elevasi permukaan air waduk yang lebih rendah daripada
optimasi dengan fungsi meminimalisir kekurangan energi.
Kata kunci: Kegagalan, Optimasi, Pola Operasi, Simulasi, Trade Off,
Waduk.
Himpunan ISSN 0215-1251
Ahli Teknik Hidraulik Jurnal Teknik Sumber Daya Air
Indonesia Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 75 - 84

KINERJA SISTEM PENGENDALI BANJIR SUNGAI AIR BENGKULU


DENGAN POMPA
SYSTEM PERFORMANCE BENGKULU RIVER FLOOD CONTROL PUMP
Fitriyadi 1), dan Hamdani 2)
Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kementrian PUPR
1)
2)
Mahasiswa Doktor Teknik Sipil Universitas Diponegoro
Email: 1)david.fitriyadi1977@gmail.com ; 2)dts_dani@yahoo.co.id

ABSTRAK
Masalah banjir dialami berbagai kota pada umumnya, begitu juga Kota Bengkulu. Meluapnya Sungai Air Bengkulu menimbulkan genangan
di kawasan permungkiman, persawahan, dan jalan penghubung. Untuk mengatasinya telah dibangun 2 unit rumah pompa, namun tidak
dapat menyelesaikan masalah genangan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kinerja bangunan pompa pengendali banjir dan mengetahui
konsep penanganan yang tepat untuk bangunan pompa pengendalian banjir. Penelitian dilakukan di Sungai Air Bengkulu, karena pada
Sungai Air Bengkulu sudah beberapa kali dilakukan rehabilitasi untuk menanggulangi banjir tetapi hasilnya belum maksimal. Metode yang
digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif dan pengumpulan data dari sumber atau instansi terkait. Analisis data dilakukan dengan
mengetahui kapasitas debit eksisisting sistem saluran drainase menggunakan rumus rasional untuk analisis kebutuhan pompa dan kolam
retensi. Hasil penelitian menunjukkan total debit yang masuk ke sistem drainase Air Bengkulu sebesar 17,9 m3/detik. Hasil perhitungan
kapasitas debit eksisting saluran drainase diperoleh sebesar 4,31 m3/detik, lebih besar dari hitungan debit maksimum sebesar 3,8 m3/detik,
artinya kapasitas saluran masih cukup. Kapasitas pompa kondisi 1 (volume genangan sebesar 10% dari luas area dengan tinggi genangan),
dibutuhkan pompa sebanyak 8 buah @ 1,5 m3/detik, dengan waktu pengeringan dari 9,99 jam dapat dikurangi menjadi 0,0013 jam. Kondisi
2 (volume hujan sebesar (1/2×(n.tc×60)×Qmaks)), dibutuhkan pompa sebanyak 2 buah @ 1,5 m3/detik, dengan waktu pengeringan dari 4,92
jam dapat dikurangi menjadi 2,46 jam. Kondisi 3 (akibat rembesan tanggul), dibutuhkan pompa sebanyak 3 buah @ 1,5 m3/detik, dengan
waktu pengeringan dari 10,32 jam dapat dikurangi menjadi 3,44 jam. Untuk menangani banjir di sistem drainase Air Bengkulu diperlukan
volume kolam retensi sebesar 13.289,33 m3. Dari hasil hitungan diperoleh perencanaan dimensi kolam retensi adalah t (tinggi) = 4m; p
(panjang) = 75 m; dan l (lebar) = 45 m; dengan volume perencanaan kolam menjadi 13.500 m3.
Kata kunci: pengendali banjir, kinerja pompa air, Sungai Air Bengkulu

ABSTRACT
Flooding problems experienced by many cities, as well Kota Bengkulu. Air Bengkulu River overflow causing inundation in the area
permungkiman, rice fields and roads. To fix has built two units of the pump house, but can not solve the problem of flooding. The purpose of
this study to determine the performance of the pump building flood control and determine the appropriate response to the concept of building
flood control pump. The study was conducted in Bengkulu River, because the Bengkulu River several times before rehabilitation to cope with
flooding, but the results have not been up. The method used is descriptive quantitative research and data collection sources or agencies. Data
analysis was done by knowing the discharge capacity eksisisting drainage channel system using rational formula for requirements analysis
and retention pond pump. The results showed a total debit that goes into the drainage system Air Bengkulu at 17.9 m3/sec. The result of the
calculation of the discharge capacity of the existing drainage channel obtained at 4,31 m3/sec, greater than the count of maximum flow of 3.8
m3/sec, which means that the channel capacity is still sufficient. Pump capacity condition 1 (volume inundation of 10% of the area with water
level), the pump takes 8 units @ 1.5 m3/sec, with a drying time of 9.99 hours may be reduced to 0.0013 hours. Condition 2 (volume of rain (1/2
× (n.tc × 60) × Qmaks)), it takes the pump by 2 pieces @ 1.5 m3/sec, the drying time can be reduced from 4.92 hours to 2.46 hour. Condition
3 (due to seepage embankment), 3 pieces required pump @ 1.5 m3/sec, the drying time can be reduced from 10.32 hours to 3.44 hours. To
deal with flooding in drainage systems required Air Bengkulu retention pond volume amounted to 13289.33 m3. From the results of the count
obtained planning dimension retention pond is t (high) = 4m; p (length) = 75 m; and l (width) = 45 m; by volume into planning an 13,500 m3.
Keywords: flood control, water pump performance, Sungai Air Bengkulu

LATAR BELAKANG di pantai bagian Barat Pulau Sumatera dan berhadapan


Kota Bengkulu merupakan wilayah yang berada langsung dengan Samudera Hindia.
pada daerah pantai Barat wilayah Sumatera. Berdasarkan kejadian banjir dan pengamatan di
Topologi wilayah Kota Bengkulu relatif datar dan lapangan, dapat dinyatakan bahwa faktor utama
memiliki banyak alur sungai. Topologi yang datar penyebab banjir di kota Bengkulu adalah kurang
ini mengakibatkan keterbatasan kemiringan saluran baiknya sistim dreanase yang ada, banjir terjadi pada
drainase,. Secara geografis, Kota Bengkulu terletak saat muka air banjir di sungai air Bengkulu tinggi,
pada koordinat 30°45’-30°59’ Lintang Selatan dan meskipun telah di bangun dua buah rumah pompa di
102°14’-102°22’ Bujur Timur, Posisi tersebut terletak luar tanggul banjir Sungai Air Bengkulu.

75
Kinerja Sistem Pengendali Banjir Sungai Air Bengkulu dengan Pompa (Fitriyadi dan Hamdani)

Banjir yang terjadi di kota Bengkulu seringkali Manfaat Praktis


menggenangi beberapa kawasan pemukiman, Bagi pemerintah khususnya yang menangani Sungai Air
persawahan, dan jalan yang menghubungkan koata Bengkulu dapat mengetahui kinerja bangunan pompa
Bengkulu dengan kota lain. Dinas Pekerjaan Umum pengendali banjir yang ada di Sungai Air Bengkulu.
Kota Bengkulu tahun 2010 memperkirakan bahwa Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
banjir besar yang mungkin terjadi dapat menggenangi alternative rehabilitasi bangunan pengendali banjir di
40% (persen) daratan di Kota Bengkulu. Jika turun Sungai Air Bengkulu
hujan selama satu jam saja beberapa daerah langsung
digenangi air, terutama kawasan Tanjung Agung dan
Surabaya (TVOne, 1 April 2010). Pada tanggal 4 TINJAUAN PUSTAKA
November 2011 dan tanggal 3 Desember 2011 banjir
menggenangi puluhan rumah dan lahan persawahan Analisa Hidrologi
warga yang meliputi: Kelurahan Suka Merindu,
Tanjung Agung dan Tanjung Jaya kecamatan Sungai Karakteristik Hujan
Serut Kota Bengkulu tersebut terjadi Karena Sungai Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan tertentu
Air Bengkulu meluap diguyur hujan lebat (ANTARA, mempunyai kala ulang tertentu, kala ulang rencana
09 Januari 2012). untuk saluran mengikuti standar yang berlaku seperti
Untuk mengatasi genangan akibat banjir, telah tabel 1.
dibangun 2 (dua) rumah pompa di kelurahan Tanjung
Agung. Rumah pompa 1 (satu) terpasang 3 (tiga) unit Tabel 1. Kala Ulang Berdasarkan Tipologi Kota
dengan kapasaitas pompa @ 1,5 m3/dtk. Rumah pompa dan Luas Daerah Pengaliran
2 (dua) terpasang 2 (dua) unit pompa dengan kapasitas Catchment Area (Ha)
Tipologi Kota
pompa 1,5 @ m3/dtk. Namun pompa tersebut sampai < 10 10 – 100 100 – 500 >500
saat ini tidak dapat menyelesaikan masalah genangan Kota Metropolitan 2 thn 2 – 5 thn 5 – 10 thn 10 – 25 thn
yang terjadi di Kota Bengkulu.
Kota Besar 2 thn 2 – 5 thn 2 – 5 thn 5 – 20 thn
Sistim pengendalian banjir kota Bengkulu yang sudah Kota Sedang/Kecil 2 thn 2 – 5 thn 2 – 5 thn 5 – 10 thn
ada belum pernah dievaluasi, sehingga belum dapat
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya. 2010.
ditentukan komponen yang tidak berfungsi dengan Tata Cara Pembuatan Kolam Retensi dan Polder, Jakarta
baik dalam sistim tersebut. Keadaan ini menyebabkan
kesulitan dalam upaya meningkatkan kinerja sistim
dreanase yang ada. 1. Data Hujan
Data yang dibutuhkan dalam analisis pengendalian
Penelitian ini dilakukan guna mendapatkan informasi banjir adalah hujan harian maksimum. Data tersebut
komponen apa yang lemah dalam system dreanase yang harus diuji terlebih dahulu sebelum digunakan
ada.informasi ini sangat berguna dalam menentukan dalam penelitian dan diolah sebelum digunakan
upaya peningkatan kinerja sistim pengendalian banjir dalam analisis. Pengujian data dilakukan meliputi:
yang ada. uji kepanggahan data, analisis distribusi frekuensi,
dan uji kesesuaian distribusi frekuensi

TUJUAN DAN MANFAAT Uji Kepanggahan (Konsistensi) Data


1. Mengetahui kondisi sistim pengendali banjir di Data hujan yang digunakan dalam suatu analisis
Sub DAS Sungai Air Bengkulu. harus dilakukan uji konsistensi (kepanggahan). Data
2. Mendapatkan konsep penanganan yang tepat yang tidak sesuai akibat human error, gangguan alat
pencatat perlu dikoreksi dan data yang hilang atau
untuk pengendalian banjir di Sub DAS Sungai air
kosong diisi dengan menggunakan pembanding
Bengkulu.
data disekitar yang terdekat dan dianggap memiliki
karakteristik yang sama (Sri Harto, 1993).
Manfaat Teoritis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk
informasi keilmuan bidang hidrologi terkait dengan menguji konsistensi data adalah metode RAPS
pompa pengendali banjir. (Rescaled Adjusted Partial sums). Metode RAPS
berdasarkan data setempat, dimana data curah

76
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 77 - 84

hujan maupun data debit yang tersedia di sekitar tertentu, serta kelayakannya baik teknis maupun
lokasi sangat terbatas. Bila yang didapat lebih lingkungan. (TKPSDA, 2003). Debit banjir rencana
kecil dari nilai kritik untuk tahun dan confidence yang diperhitungkan atas dasar data debit yang ada.
level yang sesuai, maka data tersebut dinyatakan Menurut Sri Harto (2000) pengalihragaman hujan-
panggah (Sri Harto, 1993). Uji kepanggahan dapat aliran adalah suatu proses transformasi air hujan
dilakukan dengan menggunakan persamaan: menjadi aliran. Air hujan mengalir dari hulu ke
k
hilir sampai titik kontrol sebagai aliran permukaan
yang akhirnya menjadi limpasan. Dalam proses
( )
Sk* = ∑ Yi − Y , dengan k = 1, 2, 3, …, n............... (1) transformasi untuk mengetahui perubahan air
i=1
hujan menjadi aliran dibutuhkan suatu aturan
(ketetapan) yang mencerminkan karakter DAS
S0* = 0 ....................................................................... (2)
dalam memproses pengalihragaman hujan-aliran.
Aturan (ketetapan) dapat diartikan sebagai sebuah
Sk* model.
S0** = , dengan k = 0, 1, 2, 3, …, n..................... (3)
Dy
Analisis Debit Banjir Rencana
(Y − Y ) .................................................... (4)
2
k Kejadian banjir untuk masa yang akan datang dapat
Dy2 = ∑
i
diperkirakan melalui analisis hidrologi dengan
i=1 n menerapkan metode statistik berdasarkan parameter

hidrologi. Analisis perhitungan debit banjir rencana
dengan: yang handal dapat dilakukan tergantung pada
Yi = data hujan ke i, ketersediaan data dan ketepatannya.
Ӯ = data hujan rerata –i,
Dy = deviasi standar Metode perhitungan debit banjir rencana dapat
n = jumlah data diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Metode analisis probabilitas frekuensi debit
Untuk uji kepanggahan digunakan cara statistik: banjir
Q = maks |Sk**|, 0 ≤ k ≤ n, atau.................................. (5) b. Metode analisis regional
c. Metode puncak banjir di atas ambang
R = maksimum Sk** - minimum Sk**, dengan 0 ≤ k ≤ n..(6)
d. Metode matematik, digunakan apabila selang
waktu pengamatan data curah hujan lebih
Nilai Kritik Q dan R ditunjukkan dalam Tabel 2. panjang daripada pengamatan data debit
Tabel 2. Tabel 2.Nilai Kritik Q dan R e. Untuk memperpanjang data aliran yang ada
digunakan model matematik, kemudian
Q/√n R/√n besar debit banjir rencana dihitung dengan
N
90% 95% 99% 90% 95% 99% menggunakan analisis frekuensi, antara lain:
metoda Gumbel, metode Nilai Ekstrim tipe I
10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38
dan metoda Log Pearson dan Normal.
20 1,1 1,22 1,42 1,34 1,43 1,6
f. Analisis regresi, adalah persamaan yang
30 1,12 1,24 1,46 1,4 1,5 1,7 dihasilkan Institute of Hydrology, dan Pusat
40 1,13 1,26 1,5 1,42 1,53 1,74 Penelitian dan Pengembangan Pengairan, yaitu
50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78 didapat dari data hujan dan karakteristik DAS
100 1,17 1,29 1,55 1,5 1,62 1,86
g. Metode empiris, apabila prakiraan besarnya
debit banjir berdasarkan parameter hujan dan
∞ 1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2 karateristik DAS, antara lain :
Sumber: Sri Harto, 1993
h. Metoda Rasional
h. Metode Der Weduwen, Melchior dan Harpers
2. Debit Banjir Rencana i. Metoda Hidrograf Satuan Sintetik (HSS)
Debit banjir rencana adalah debit banjir yang j. Metoda US - Soil Conservation Service
dipakai untuk dasar perencanaan pegendalian
banjir, dan dinyatakan menurut kala periode
tertentu. Besarnya kala periode ditentukan dengan
mempertimbangkan segi keamanan dengan resiko

77
Kinerja Sistem Pengendali Banjir Sungai Air Bengkulu dengan Pompa (Fitriyadi dan Hamdani)

Kinerja Sistem Pompa kesatuan pengelolaan. Dengan menggunakan


sistem retensi, maka lokasi rawan banjir akan
Pengecekan Kapasitas Pompa
dibatasii dengan jelas, sehingga elevasi muka air,
Pengecekan kapasitas pompa dan saluran dilakukan debit dan volume air yang harus dikeluarkan dari
untuk mengetahui apakah kapasitas pompa dan sistem dapat dikendalikan. Sistem ini dipakai
tersebut dapat mengatasi banjir dan genangan. untuk daerah- daerah rendah, daerah yang berupa
cekungan, dan daerah yang dipengaruhi pasang
Konsep Penanganan surut air laut. Ketika air tidak dapat mengalir
Konsep penanganan banjir di DAS Air Bengkulu secara gravitasi, kolam retensi ini menampung
dilakukan melalui penggunaan pompa dan sementara debit air dengan pengaturan pintu airnya.
pembuatan kolam retensi. Kolam retensi ini diharapkan dapat mengurangi
puncak banjir dan genangan. Air yang ditampung
3. Pemilihan Pompa kemudian secara gravitasi dialirkan kembali ke
badan penerima yaitu sungai melalui pintu air atau
Kondisi jalan provinsi yang melewati kelurahan
melalui pompa ketika kondisi surut. Selain sebagai
Tanjung Agung memiliki elevasi jalan lebih tinggi
penampung air sementara saat banjir datang,
dari elevasi rumah penduduk. Sehingga saluran
kolam retensi juga berfungsi sebagai penyimpan
drainase dari kota (pemukiman penduduk) yang
air untuk dilepaskan pada saat musim kemarau
melewati jalan provinsi tersebut tidak dapat
dan meningkatkan konservasi air tanah karena
mengalir secara gravitasi langsung ke badan air
peresapan air terjadi selama air tertahan.
penerima (sungai). Pada daerah dengan elevasi jalan
lebih tinggi dari elevasi pemukiman memerlukan Kolam Retensi merupakan suatu cekungan atau
drainase dengan pompa. Permasalahan ini menjadi kolam yang dapat menampung atau meresapkan
serius setiap tahun karena adanya penurunan air didalamnya, tergantung dari jenis bahan pelapis
tanah. Kondisi fisik yang meliputi: penurunan dinding dan dasar kolam. Kolam retensi dapat
tanah, sampah pada sistem drainase, dan tingkat dibagi menjadi 2 macam, yaitu kolam alami dan
sedimentasi akan berpengaruh pada pemilihan kolam non alami.
pompa.
Kapasitas pompa dan kolam retensi perhitungannya
Tipe pompa ada 3 jenis. Tipe-tipe pompa ini didasarkan pada debit banjir maksimum atau
mempunyai karakteristik yang berbeda untuk hidrograf banjir yang masuk.
aplikasi yang berbeda juga. Tipe-tipe pompa ini
atara lain: Kapasitas pompa dihitung dengan rumus:

a. Reciprocating atau tipe berputar, tipe ini ................................. (7)


mempunyai kapasitas yang rendah tetapi tinggi
tekan besar.
b. Centrifugal atau pompa turbin yang mempunyai dengan keterangan:
kapasitas yang sedang dan tinggi tekan sedang. Qp : Kapasitas Pompa (m³/detik)
Vt : Volume total tampungan (m³)
c. Screw pump atau submersible axial pump yang tc : waktu konsentrasi (detik)
mempunyai kapasitas tinggi tetapi tinggi tekan ntc : Periode banjir (detik)
rendah.
Jenis pompa yang memenuhi untuk drainase
adalah jenis pompa dengan kapasitas tinggi Volume total tampungan terdiri dari:
dan tinggi tekan rendah. Screw pump atau 1. Volume tampungan di retarding pond/long
submersible axial pump cocok dipakai untuk storage (Vp)
sistem drainase untuk kawasan dataran rendah/
kawasan pantai. 2. Volume tampungan di saluran atau sungai (Vc)
3. Volume tampungan di permukaan tanah/
4. Kapasitas Pompa dan Kolam Retensi genangan (Vi)
Sistem drainase retensi adalah suatu cara
penanganan banjir dengan kelengkapan bangunan Perhitungan kapasitas pompa dan kolam tando
sarana fisik, yang meliputi saluran drainase, kolam dengan Metode Flood Routing disajikan pada
retensi, pompa air yang dikendalikan sebagai satu Gambar 1.

78
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 79 - 84

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah


Q (m3/det)
Storage Volume penelitian deskriptif kuantitatif, dengan teknik
pengumpulan data dari sumber atau instansi terkait
sehingga penelitian ini data yang digunakan adalah
Qmax
data sekunder. Menurut Nawawi, Hadari (1990)
Hidrograf Banjir metode deskriptif memusatkan perhatian pada
masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian
QPompa dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian
menggambarkan fakta tentang masalah yang diselidiki
dengan interpretasi rasional yang akurat. Sedangkan
t (detik) pendekatan kuantitatif diterapkan dengan menggunakan
rumus statistik untuk membantu dalam menganalisis
0 tc ntc
data dan fakta yang diperoleh (Suharsini, 1996).
Gambar 1. Perhitungan Kapasitas Pompa dan Kolam Tando
dengan Metode Flood Routing Penelitian dilakukan di Sub DAS sungai Air Bengkulu,
kotamadya Bengkulu. Pemilihan lokasi penelitian
Apabila kapasitas pompa ditentukan, maka volume diambil karena pada Sub DAS Sungai Air Bengkulu
tampungan dapat dihitung dengan persamaan: sudah beberapa kali dilakukan rehabilitasi oleh
pemerintah untuk menanggulangi banjir tetapi hasilnya
(Qmaks - Qp)2 n.tc belum maksimal. Daerah yang dilalui oleh sungai
Vt = ............................................. (8)
2.Qmak Bengkulu yaitu; kelurahan Tanjung Agung, kelurahan
Semarang, dan kelurahan Surabaya.
dengan keterangan:
Vt : Volume tampungan total (m3)
Qp : Kapasitas pompa (m3/s) Pengumpulan Data
Qmaks : Debit banjir max (m3/s) Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur
n.tc : Lama terjadinya banjir (s) serta menggunakan data yang dimiliki oleh instansi-
instansi terkait dalam hal ini adalah BWS Sumatera VII
dan BMKG dari stasiun klimatologi DAS Sungai Air
Bengkulu. Teknik pengambilan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi pustaka. Sedangkan
data-data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. Peta topografi dan tata guna lahan sebagai bahan
untuk perencanaan pemetaan lokasi penelitian.
2. Data hujan wilayah DAS Sungai Air Bengkulu dari
stasiun Tanjung Jaya tahun 1999-2013.

Tabel 3. Parameter dan Variabel Pengendali Banjir


Parameter Keterkaitan Cara mendapatkan
analisis
• Kapasitas Pompa Aliran keluar Data kapasitas pompa
• Dimensi kolam Kapasitas tampungan Data sekunder
Gambar 2. Hidrograf Kolam Retensi
• Dimensi sungai Banjir. Data sekunder
• Variable
Metode Penelitian
hujan Analisis banjir Data sekunder
Lokasi Penelitian
debit Kapasitas tampungan Hasil Analisis
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk
Tinggi muka air di Simulasi Hasil analisis
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
kolam keseimbangan air
tertentu, data yang diperoleh melalui penelitian adalah
data empiris (teramati) dengan kriteria valid, reliabel
dan obyektif (Sugiyono, 2011).

79
Kinerja Sistem Pengendali Banjir Sungai Air Bengkulu dengan Pompa (Fitriyadi dan Hamdani)

Analisis Data Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Uji Kepanggahan Stasiun Hujan


Pada tahap analisis data dilakukan untuk mengetahui Q abs Nilai
No Nama Stasiun Q/√n Konsistensi
debit hidrograf terukur dan terhitung pada Sub DAS Max Kritis
Sungai Air Bengkulu. Debit banjir rancangan untuk 1 Tanjung Jaya 4,36 1,126 1,360 Panggah
mendapatkan debit yang masuk ke saluran drainase
utama. Analisis dilakukan dengan menggunakan cara
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS). Adapun tahapan- Tabel 5. Data Hujan Tahunan
tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah Sta, Tanjung Jaya
sebagai berikut: No Tahun Hujan Maximum
Hujan Max, harian
Tahunan
1. Persiapan 1 1999 69.50 1820,80
Melakukan studi pustaka untuk mencari teori-teori 2 2000 105.40 2304,20
yang menunjang.
3 2001 200.10 3575,10
2. Pengumpulan Data 4 2002 136.20 1644,40
3. Data yang dibutuhkan berupa peta topografi dan 5 2003 180.70 2687,00
tata guna lahan dan data hujan harian. 6 2004 166.00 2598,50
7 2005 218.50 3560,70
4. Analisis Data
8 2006 137.60 1979,70
Analisis data hujan menggunakan cara RAPS
untuk uji kepanggahan data hujan. Perhitungan 9 2007 107.00 2283,48
hujan wilayah digunakan metode Thiessen. 10 2008 117.50 2646,60
Perhitungan hujan rancangan dihitung berdasarkan 11 2009 151.20 2532,90
hasil hitungan analisis distribusi dan uji kesesuaian 12 2010 122.20 3561,28
distribusi. Analisis dilakukan menggunakan 3 (tiga) 13 2011 95.00 1995,40
cara, yaitu: distribusi gumbel, log pearson type III,
14 2012 223.50 2350,83
dan log normal. Perhitungan waktu konsentrasi
menggunakan metode Kirpich dan metode ARR 15 2013 80.20 3074,02
(Australian Rainfall and Runoff) kemudian dipilih
yang paling kecil. Perhitungan distribusi hujan
efektif digunakan metode Mononobe dan Horton. Rekapitulasi Hasil Uji Kesesuaian Distribusi
Selanjutnya perhitungan debit banjir rancangan Rekapitulasi hasil uji kesesuaian distribusi frekuensi
metode Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) untuk metode analisis chi-kuadrat dan smirnov-kolmogorov
mendapatkan debit banjir pada setiap sub sistem untuk distribusi gumbel, log pearson type III dan log
drainase Pompa Air Bengkulu. normal ditunjukkan pada tabel 6 dan 7.
5. Pengecekan Terhadap Kinerja Sistem Pompa
Dikaji untuk mengetahui kinerja pompa masih Tabel 6. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Kesesuaian
memenuhi kriteria. Chi-Kuadrat
Log Log
6. Pembuatan Kolam Retensi No. Uji Distribusi Gumbel
Pearson III
Normal
Normal
Dikaji untuk mengatasi banjir sebagai kolam 1 c2 hasil uji 11,333 3,333 8,7 6,000
penampungan sementara.
2 c2 cr (dk =2, a = 5 %) 5,991 5,991 5,991 5,991
3 Keterangan Ditolak Diterima Ditolak Ditolak

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 7. Rekapitulasi Perhitungan Uji Kesesuaian Smirnov-
Analisis Hidrologi Kolmogorov
Dilakukan untuk mendapatkan debit banjir rencana Log Log
No. Uji Distribusi Gumbel Normal
dengan berbagai kala periode. Selanjutnya perhitungan Pearson III Normal
analisis yang diperlukan adalah: uji kepanggahan data 1 D maks hasil uji 0,214 0,154 0,234 0,158
hujan, perhitungan distribusi frekuensi, uji kesesuaian D kritis
2 0,34 0,34 0,34 0,34
distribusi, perhitungan intensitas hujan jam-jaman, dan (dengan a = 5 %)
perhitungan debit banjir rencana. 3 Keterangan Diterima Diterima Diterima Diterima

80
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 81 - 84

Selanjutnya, rekapitulasi perhitungan hujan rancangan Penurunan hujan jam jaman


mengikuti pola distribusi log pearson type III. Contoh Hitungan:
Perhitungan hujan rancangan disajikan pada Tabel 8.
Hujan pada kala periode 1,1 tahun = 84,2 mm
Tabel 8. Rekapitulasi Perhitungan Hujan Rancangan Waktu konsentrasi = 2 jam
Kala Ulang Log Pearson III Untuk t = 1 jam
No. = 66,83 mm/jam
(tahun) (mm)
1 1,1 Untuk t = 2 jam
84,2
1 2 = 42,10 mm/jam
107,8
2 5 140,1 Dengan mengalikan lamanya hujan dan intensitas
3 10 169,2 hujan maka didapat tebal hujan (rainfall depth):
T1 = 66,83 mm/jam x 1 jam = 66,83 mm
Waktu Konsentrasi T2 = 42,10 mm/jam x 2 jam = 84,2 mm
Intensitas hujan sangat erat kaitannya dengan durasi
hujan. Semakin pendek durasi hujan, intensitas Perhitungan incremental depth:
semakin tinggi. Durasi hujan didekati dengan waktu
T1 = 66,83 mm
konsentrasi. Ada beberapa metode dalam menghitung
waktu konsentrasi, antara lain metode Kirpich dan T2 = 84,2 – 66,83 = 17,37 mm
metode ARR (Australian Rainfall and Runoff).
Besarnya aliran dianggap mencapai puncak pada Rekap debit banjir rancangan masing-masing kala
saat waktu konsentrasi. Nilai tc didapat dengan periode perhitungan pompa 1 dapat dilihat pada
membandingkan persamaan waktu konsentrasi metode Tabel 9.
Kirpich dan metode ARR (Australian Rainfall and
Runoff), kemudian dipilih yang paling kecil. Tabel 9. Rekapitulasi Debit Banjir Rancangan Beberapa
Metode Perhitungan Pompa 1
Menghitung waktu konsentrasi (tc) pada sub DAS Air No Kala Ulang Snyder Nakayasu ITB 1 ITB 2 Clark
Bengkulu: 1 1,1 5,28 7,56 6,39 7,52 6,19
2 2 6,85 9,75 8,27 9,70 8,02
Panjang sungai (L) : 2,6 km 3 5 9,01 12,76 10,86 12,70 10,53
Slope : 0,1 m/m 4 10 10,95 15,46 13,19 15,38 12,78
Luas (A) : 5,391 km2
Ketinggian Terendah :0m Rekap debit banjir rancangan masing-masing kala
Ketinggian tertinggi : 205,34 m periode perhitungan pompa 2 dapat dilihat pada
Waktu konsentrasi metode Kirpich: Tabel 10.

Perhitungan waktu konsentrasi metode ARR: Tabel 10. Rekapitulasi Debit Banjir Rancangan Beberapa
Metode Perhitungan Pompa 2
tc = 0,76 x A0,38 No Kala Ulang Snyder Nakayasu ITB 1 ITB 2 Clark
tc = 0,76 x 5,3910,38 = 1,44 jam 1 1,1 34,17 58,60 37,04 53,08 36,34
2 2 44,30 75,57 47,92 68,45 47,00
Waktu konsentrasi dibulatkan menjadi 2 jam. 3 5 58,23 98,90 62,87 89,57 61,66
4 10 70,74 119,84 76,30 108,54 74,82
Hujan Efektif
Agihan Hujan Jam-jaman Kinerja Bangunan Pompa
Untuk mendapatkan debit banjir rancangan berdasarkan Kinerja bangunan pompa/pompa pengendali banjir
hujan rancangan diperlukan data hujan jam-jaman. dihitung berdasarkan analisa hidrologi debit banjir
rancangan dengan kala periode tertentu. Debit banjir
Disebabkan data hujan jam-jaman tidak tersedia untuk
rancangan tersebut digunakan sebagai dasar dalam
wilayah penelitian, maka hujan jam-jaman diturunkan
menentukan alternatif konsep penanganan banjir di
dari hujan harian berdasarkan perkiraan lama hujan
DAS Air Bengkulu.
atau waktu konsentrasi.

81
Kinerja Sistem Pengendali Banjir Sungai Air Bengkulu dengan Pompa (Fitriyadi dan Hamdani)

Pengecekan Kinerja Sistem Pompa Pengendali Banjir pada kala ulang 2, 5 dan 10 tahun disajikan pada
Perhitungan kinerja bangunan pompa pengendali banjir Tabel 12
pada sub DAS Air Bengkulu mengikuti debit banjir
rancangan HSS Snyder pada kala ulang 1,1 tahun. Tabel 12. Rekapitulasi Jumlah Pompa Dibutuhkan pada Area
Pompa 1
1. Kinerja Sistem Pompa 1 Kala Qmax Qpompa Jumlah kebutuhan pembulatan
Hasil hitungan kinerja sistem pompa 1 dengan ulang (m3/s) m3/s (buah) pompa (buah) (buah)
kapasitas pompa 1,5 m3/s berjumlah 2 buah 2 6,85 1,5 2 4,57 5
disajikan pada Tabel 11. 5 9,01 1,5 2 6,01 7

Konsep Penanganan Banjir 10 10,95 1,5 2 7,30 8

2. Daerah Layanan Pompa 1


Kapasitas Pompa Tetap, Kapasitas Kolam Keterangan:
Diperbesar Dari Tabel 12 jumlah pompa yang dibutuhkan pada
Volume kolam eksisting area pompa 1 pada kala ulang 2, 5 dan 10 tahun
masing-masing menjadi 5, 7, dan 8 buah.
Data kolam retensi eksisting:
Panjang (p) = 13 m Kapasitas pompa tambah, kapasitas kolam
Lebar (l) = 20 m tambah
Tinggi (t) = 5 m Analisis skenario 3 disajikan pada Tabel 13.
Tinggi sedimen (ts) = 3 m
Volume kolam = p.l.t = 13.20.5 = 1300 m3 Tabel 13. Analisis skenario 3 Pompa 1
Volume akibat sedimen = p.l.(t-ts) = 13.20.(5-3) = Pompa
%
Dimensi Kolam
520 m3 penam-
Kala Qmax Vkolam
bahan
ulang (m3/s) Qp Jumlah (m3)
2. Analisis pada kala ulang 2 tahun t (m) p (m) l (m) dimensi
(m3/s) (buah) kolam
Hubungan antara inflow dan outflow pada kala
2 6,85 1,5 4 3.069 5 20 31 58,1
ulang 2 tahun disajikan pada Tabel
5 9,01 1,5 4 17.367 5 45 78 92,6
3. Rekapitulasi kolam retensi
10 10,95 1,5 4 33.012 5 70 95 96,1
Rekapitulasi kolam retensi skenario 1 disajikan
pada Tabel 11.
Keterangan:
Tabel 11. Rekapitulasi kolam retensi skenario 1 Pompa 1 Dari Tabel 13 jika jumlah pompa ditambah 4 buah
Kala Ulang Dimensi (m) dengan kapasitas pompa tetap yaitu 1,5 m3/s dimensi
Vmax (m3)
(tahun) t l p kolam pada perhitungan kala ulang 2, 5 dan 10 tahun
2 14.894 5,00 60,0 97,0 bertambah menjadi 58,1; 92,6; dan 96,1 (dalam %)
5 48.135 5,00 80,0 121,0
10 65.710 5,00 100,0 132,0 3. Daerah Layanan Pompa 2
Kapasitas Pompa Tetap, Kapasitas Kolam
Diperbesar
Kapasitas pompa tambah, kapasitas kolam Volume kolam eksisting
tetap
Data kolam retensi eksisting:
Contoh hitungan jumlah pompa yang dibutuhkan: Panjang (p) = 20 m
Kala ulang 2 tahun Lebar (l) = 16 m
Tinggi (t) = 5 m
Pompa yang dibutuhkan = = = 4,57 ~ 5 buah
Tinggi sedimen (ts) = 3 m
pompa
Volume kolam = p.l.t = 1600 m3
Rekapitulasi analisis jumlah pompa dibutuhkan Volume akibat sedimen = p.l.(t-ts) = 640 m3

82
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 83 - 84

KESIMPULAN c. Kapasitas pompa tambah, kapasitas kolam


tambah
Debit Banjir Rancangan
Dari Tabel 13 jika jumlah pompa ditambah 4
1. Analisis debit banjir rancangan pada sub sistem buah dengan kapasitas pompa tetap yaitu 1,5
pelayanan pompa 1 dan pompa 2 di sub DAS Air m3/s dimensi kolam pada perhitungan kala
Bengkulu digunakan metode hidrograf satuan ulang 2, 5 dan 10 tahun bertambah menjadi
sintetik (HSS) Snyder dengan luas area layanan 58,1; 92,6; dan 96,1 (dalam %)
pompa 1 dan 2 masing-masing sebesar 0,816 Dari Tabel 4.69 jika jumlah pompa ditambah 8
km2 dan 5,391 km2. Debit banjir yang digunakan buah dengan kapasitas pompa tetap yaitu 3 m3/s,
untuk perhitungan pengecekan kinerja sistem dimensi kolam pada perhitungan kala ulang 2, 5
pompa adalah Q1,1 tahun, dan untuk perencanaan dan 10 tahun bertambah menjadi 98,8; 99,4; dan
konsep penanganan banjir pada studi ini dihitung 99,8 (dalam %)
berdasarkan debit banjir kala ulang 2, 5, dan 10
tahun. Besarnya Q2, Q5, dan Q10 tahun untuk
banjir Pompa 1 masing-masing adalah 6,85; 9,01; SARAN
dan 10,95. Sedangkan debit banjir pompa 2 masing- 1. Penataan DAS yang berwawasan lingkungan dan
masing adalah 44,3; 58,23; dan 70,74. menghimbau masyarakat untuk ikut serta menjaga
2. Hasil perhitungan kinerja sistem pompa drainase alam dan tidak membuang sampah sembarangan
Air Bengkulu berdasarkan Q1,1 tahun menunjukkan tepatnya di daerah aliran sungai yang dapat
bahwa kedua bangunan/rumah pompa yang ada di manghambat laju air sehingga memperkecil resiko
DAS Air Bengkulu tidak mampu mengatasi banjir.. bencana banjir.
3. Konsep Penanganan. Untuk mengatasi kejadian 2. Peran serta pemerintah daerah dalam perencanaan
banjir pada studi ini akan dilakukan analisis melalui pembangunan harus mempertimbangkan aspek
skenario-skenario sebagai berikut: lingkungan.
a. Kapasitas pompa tetap, kapasitas kolam tambah.
Analisis pada area layanan pompa 1 dengan DAFTAR PUSTAKA
volume maksimum Q2, Q5, dan Q10 adalah
Anonim. 2003. Draft Final Sekretariat TKPSDA Bebas
14.494; 48.135; dan 65.710 (dalam m3)
Banjir 2025.
didapatkan dimensi kolam dengan tinggi (t) = 5
m, lebar (l) masing-masing sebesar 60 m; 80 m; AP, Juliana., Satriani., Bastomi, M., Analisa Kapasitas
100 m, panjang (p) masing-masing sebesar 97 Saluran Sebagai Upaya Pengendalian Banjir Di Jalan
m; 121 m; 132 m. H. Agus Salim Kabupaten Kotabaru Kalimantan
Selatan. Politeknik Kotabaru.
Analisis pada area layanan pompa 2 dengan
volume maksimum Q2, Q5, dan Q10 adalah Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Gajah Mada University Press.
389.319; 537.288; dan 670.355 (dalam m3)
Yogyakarta.
didapatkan dimensi kolam dengan tinggi (t) = 5
m, lebar (l) masing-masing sebesar 200 m; 250 Avery, T.E. 1975. Primary Wood Poducts. Natural
m; 300 m, panjang (p) masing-masing sebesar Resources Measurements. Second Edition. New York.
390 m; 430 m; 447 m. Aucland. Toronto.
b. Kapasitas pompa tambah, kapasitas kolam Chiang,et,al, (2011) Hydrol. Earth Syst. Sci., 15, 185–196,
tetap. 2011www.hydrol-earth-syst-sci.net/15/185/2011/
doi:10.5194/hess-15-185-2011© Author(s) 2011. CC
Dari Tabel 13 jumlah pompa yang dibutuhkan Attribution 3.0 License. Auto-control of pumping
pada area pompa 1 pada kala ulang 2, 5 dan 10 operations in sewerage systems byrule-based fuzzy
tahun dengan kapasitas 1,5 m3/s masing-masing neural networks
menjadi 5, 7, dan 8 buah.
Denver Urban Drainage and flood Control District, 2001.
Dari Tabel 4.68 jumlah pompa yang dibutuhkan Urban Strom Drainage Criteria Manual. Vol 2& Vol 3,
pada area pompa 2 pada kala ulang 2, 5 dan 10 Best Management Practices, Denver, Colorado.
tahun masing-masing menjadi 15, 20, dan 24
Chow, VT., Maidment, DR., and Mays, LW. 1988. Applied
buah Hydrology. McGraw-Hills. New York.

83
Kinerja Sistem Pengendali Banjir Sungai Air Bengkulu dengan Pompa (Fitriyadi dan Hamdani)

Ditjen RRL. 1996. Pedoman Identifikasi Karakteristik Sastrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1999,
Daerah Aliran Sungai. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Pramita.
Bandung.
Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah Direktorat
Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta. Sri Harto, Br. 1993, Analisis Hidrologi, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Enschede, The Netherlands. Shahin, M.M.A. 1976.
Statistical Analysis Hydrology Vol. 2 Edition. Delph, Suripin, 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang
Nederland. Berkelanjutan, Andi Offset, Yogyakarta.
Gouws,R and Lukhwareni,T (2012) International Journal Sosrodarsono, Suyono dan Takeda Kensaku. 2003.
of Physical Sciences Vol. 7(48), pp. 6169-6180, Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya
23 December, 2012Available online at http:// Paramita. Cetakan ke-9.
www.academicjournals.org/IJPS DOI: 10.5897/
Sosrodarsono, Suyono dan Masateru Tominaga. 1994.
IJPSX12.001 ISSN 1992 - 1950 ©2012 Academic
Perbaikan Dan Pengaturan Sungai. Jakarta: Pradnya
Journals. Factors influencing the performance and
Paramita.
efficiency of solar water pumping systems: A review
Samang,L., Arsyad,A., Typikal Drainase Retensi
Grigg. Neil, 1988, Infrastructure Engineering and
Pengendali Banjir Zona Jl. Sulawesi dan Sekitarnya
Management, John Wiley & Sons.
Kota Makassar. Universitas Hasanudin Makasar.
Kodoatie, R.J dan Sugiyanto, 2002. BANJIR Beberapa
Soemarto, C.D. 1995. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional,
penyebab dan metode pengendaliannya dalam
Surabaya.
perspektif lingkungan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Soewarno. 1995. Hidrologi Untuk Teknik. Penerbit Nova,
Krissetyatno,FW., Budi,GS. Pengendalian Banjir Kawasan
Bandung.
Simpang Lima Semarang. Jurnal Karya Teknik Sipil,
Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 87 – 92. Soewarno. 1995. Hidrologi Jilid 1. Penerbit Nova,
Bandung.
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts, diakses 2
September 2014. Soewarno. 1995. Hidrologi Jilid 2. Penerbit Nova,
Bandung.
Larosa, TF., Kajian Sistem Drainase Kawasan Jati Pinggir
(Dki Jakarta) Sebagai Pengendali Banjir. Intitut Triatmodjo Bambang, 2008, Hidrologi Terapan, Beta offset,
Teknologi Bandung. Yogyakarta.
Linsley, Ray K. et.all. 1980. Applied Hydrology. New Triatmodjo Bambang, 1996. Hidraulika I, Beta Offset,
Delhi: Tata McGraw Hill Publication. Co. Yogyakarta.
Linsley RK., Kohler, MA., and Paulhus, JLH. 1982. Triatmodjo Bambang, 1996. Hidraulika II, Beta Offset,
Hydrology for Engineers. McGraw-Hills. New York. Yogyakarta.
Marfai, M. A. 2003. GIS modelling of river and tidal flood Urban Drainase Guidelines and Technical Standards Dept.
hazards in a waterfront city: case study, Semarang PU 1994
City, Central Java, Indonesia.
Viessman, W., Lewis, GL., and Knapp, JW. 1989.
Maryono, 2005, dan Seyhan, 1977, Faktor Penyebab Banjir, Introduction to Hydrology. Harper Collins Pub. New
York.
http://jurnal.unpad.ac.id/agrikulturea/article/
download/1011/1055, diakses 31 Agustus 2013.
Maidment, DR. (ed) 1989. Handbook of Hydrology.
McGraw-Hill, New York.
M.Sc. thesis, International Institute for Geo-Information
and Earth Observation, ITC,
Suprapto Mamok, 2000, Buku Pegangan Kuliah: Hidrologi
UNS, Surakarta.
Seyhan Ersin, 1977, The Watershed As An Hydrologic Unit,
Geografisch Instituut der rijksuniversiteit, Utrecht
Netherland.

84
Himpunan ISSN 0215-1251
Ahli Teknik Hidraulik Jurnal Teknik Sumber Daya Air
Indonesia Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 85 - 92

TRANSMISI GELOMBANG MELALUI STRUKTUR PEMECAH


GELOMBANG TENGGELAM DENGAN UNIT LAPIS LINDUNG
D-BLOCK INTERLOCKING
WAVE TRANSMISSION THROUGH THE WAVE-BREAKING STRUCTURE
DROWNING WITH LAYER PROTECTION UNIT D-BLOCK INTERLOCKING
Hamdani1) dan Fitriyadi2)
Teknik Sipil Universitas Diponegoro
1)
2)
Balai Wilayah Sungai Sumatera VII Bengkulu Direktorat Jendral Sumber Daya Air, Kementrian PU-PERA
Email: 1) dts_dani@yahoo.co.id, 2)david.fitriyadi1977@gmail.com

Abstrak
Breakwater adalah bangunan pertahanan gelombang dimana mampu mengurangi gelombang laut penyebab erosi/abrasi di wilayah pesisir.
Penelitian dilakukan bertujuan untuk menentukan Transmisi Gelombang unit lapis lindung menggunakan D-Block Interlocking (D-BI) dan
pemodelan fisik (percobaan) laboratorium dengan variasi kedalaman air (d), periode gelombang (t), lebar Mercu (B) dan tinggi gelombang
(H). Jenis Breakwater yang digunakan dalam penelitian ini adalah Breakwater tenggelam dengan unit lapis lindung D-Blok Interlocking
dimana gelombang yang dihasilkan adalah gelombang secara teratur (Reguler) disaluran kaca (Wave Flame) 2D. Untuk menentukan parameter
yang mempengaruhi gelombang transmisi, Breakwaterd alam penelitian ini dirancang agar menjadi prototipe mewakili Breakwater yang
sebenarnya. Pengamatan dan pengukuran dalam penelitian ini adalah efek dari tinggi gelombang (H), periode gelombang (t) sebelum dan setelah
melewati struktur Breakwater dalam saluran gelombang. Hasil penelitian menunjukkan transmisi gelombang melalui struktur Breakwater
sangat dipengaruhi oleh tingkat air di atas Mercu (h), tinggi struktural (d-h) dan kedalaman air (d) serta rasio kecuraman gelombang
dengan parameter regresi amnesti diperoleh rumus untuk koefisien transmisi . Hasil
penelitian menunjukkan tinggi struktur di atas Mercu air (h) nilai koefisien transmisi semakin besar dan semakin rendah nilai (h) dan lebar
Mercu (B) semakin besar sehingga koefisien transmisi semakin kecil. Parameter tinggi air di atas Mercu (h) dan lebar Mercu (B) sangat
mempengaruhi koefisien transmisi (Kt) dan kinerja Breakwater untuk mengurangi tinggi gelombang.
Kata Kunci : Breakwater, Koefisien Transmisi (Kt), D-BlokInterlocking

Abstract
Break water is Wave retaining buildings which can reduce of Ocean waves cause of erosion/abrasion on coastal areas. The study was conducted
aiming to determin Wave Transmition of protected layers unit using the D-Block Interlocking (D-BI) and physical modeling (experimental)
laboratory with a water depth variation (d), wave period (t), mercu width (B) and the wave height (H). Break water type used in this research is
the Breakwater sinks (drown) with the protected layers unit D-Block Interlocking was waves generated is a regular wave in the glass channel
(waveflame) 2D. To determine the parameters that influence the transmission wave Breakwater in this study are designed so that prototypes
Represent actual Breakwater. Observations and measurements in the study was the effect of wave height (H), wave period (t) before and
after pass the Breakwater structures in the wave channel. The results showed wave transmission through the Breakwater structure is strongly
influenced by the water level above the mercu (h), structural height (d-h) and water depth (d) as well as the ratio ofwave steepness with
amnesty regression parameter obtained the formula for transmission coefficient .
The results showed high structure above water mercu (h) the value of the transmission coefficient getting bigger and the lower the value (h)
and width mercu (B) getting bigger so the transmission coefficient gets smaller. The parameters of water high above the Mercu (h) and width
mercu (B) greatly affects the transmission coefficient (Kt) and Breakwater performance to reducing wave height.
Keywords : Breakwater, Transmission Coefficient(Kt), D-Block Interlocking

PENDAHULUAN dari itu diperlukan suatu bantuk pengamanan pantai


Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki yang lebih tepat untuk meminimalisir resiko kerugian
garis pantai terpanjang ke dua di dunia dimana daerah akibat erosi/abrasi.
pantai merupakan salah satu sumber kehidupan dari Breakwater merupakan bangunan pengaman pantai
masyarakat Indonesia. Sebagai negara maritim dengan yang dibangun di lepas pantai untuk meredam
sebagian jumlah penduduk yang hidup di daerah pantai gelombang yang datang menjadi lebih kecil setelah
maka perlu perhatian dalam pengamanan pantai dari melewati Breakwater tersebut. sesuai namanya,
gangguan gelombang yang dapat mengakibatkan struktur pemecah gelombang lepas pantai ditinjau dari
erosi/abrasi. Untuk mencegah dampak dari gangguan letaknya terhadap muka air dapat dibagi dalam 3 (tiga)
gelombang yang signifikan pada daerah pantai maka

85
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

kategori yaitu pemecah gelombang konvensional, Adapun kelemahan dari D-Block Interlocking dari
pemecah gelombang ambang rendah dan pemecah armor yang ada pada saat ini adalah :
gelombang tenggelam (submerged Breakwater) seperti
a. Dari pemasangannya mempunyai tingkat kesulitan
pada Gambar 1.1 dibawah ini :
karena D-Block Interlocking diletakkan secara
tersusun (tidak acak).
b. Keterbatasan dalam penggunaannya pada daerah
pantai yang mempunyai Batimetri yang relatif datar
dan mempunyai tingkat erosi/abrasi yang tinggi.
c. Pada pantai yang curam, pantai berlumpur dan
berkarang, D-Block Interlocking tidak dapat
digunakan karena kesulitan pada pemasangannya.

DASAR TEORI

Karakteristik Gelombang
Gelombang laut merupakan gelombang yang ditinjau
dan dapat dibedakan menjadi beberapa macam
tergantung pada gaya pembangkitnya dimana kekuatan
gelombang laut sering kali merupakan hal yang sulit
Gambar 1. Pemecah gelombang konvensional(A) Pemecah dihadapi oleh kebanyakan Coastal Engineer.
gelombang ambang rendah (B), Pemecah gelombang
tenggelam (C) Erosi/abrasi pantai merupakan masalah serius dewasa
ini dikarenakan efeknya dapat membahayakan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kehidupan manuasia, sumber daya alam atau properti
Tranmisi gelombang yang terjadi pada struktur yang berharga, hal tersebut sejalan dengan aktifitas
Breakwater yang menggunakan unit lapis lindung komersial pada daerah pantai yang meningkat.
D-Block Interlocking.
Teori gelombang yang umum dipakai untuk
D-Block Interlocking unit lapis lindung dari beton menerangkan gerakan gelombang di laut antara lain :
yang saling mengunci diharapkan dapat meningkatkan a. Teori gelombang Airy
stabilitas antara sesama unit armor pada struktur b. Teori Stokes
Breakwater, adapun penelitian-penelitian sebelumnya
c. Cnoidal
belum pernah ada dengan menggunakan D-Block
Interlocking sebagai unit lapis lindung pada d. Solitary
Breakwater. Perbedaan D-Block Interlocking dengan Parameter-parameter penting yang menjelaskan
armor yang ada selama ini adalah : gelombang air adalah :
a. Pada perletakan dilakukan secara tersusun a. Periode gelombang (T) adalah waktu yang
sedangkan saat ini pada umumnya perletakkan unit dibutuhkan oleh dua puncak gelombang yang
lapis lindung dilakukan secara acak. berurutan melewati titik tertentu.
b. Kestabilan pada unit armor tidak tergantung pada b. Panjang gelombang (L) adalah jarak horisontal
berat unit. antara dua puncak gelombang.
c. Tingkat kestabilan lebih tinggi karena mempunyai c. Kecepatan rambat gelombang (C) merupakan
sifat Homogenitasyang lebih baik. perbandingan antara panjang gelombang dengan
d. Berat unit lebih ringan dalam penggunaannya. periode gelombang (C).
e. Lebih ramah lingkungan karena bentuknya tersusun d. Amplitudo (a) adalah jarak antara puncak atau titik
dan berongga. tertinggi gelombang atau titik terrendah gelombang
dengan muka air tenang (H/2).
f. Biaya pembangunan lebih efisien jika ditinjau dari
segi ekonomis.

86
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 87 - 92

Teori Gelombang Airy Untuk perairan dalam d/L < ½


4. Disebut
Amplitudojuga (a)
teoriadalah jarak Ampilitudo
gelombang antara puncak kecil atau • Panjang gelombang : 𝐿𝐿𝐿𝐿 = gT2=1,56 T2
teori 1. Kecepatan gelombang : 2𝜋𝜋𝜋𝜋
atau4.gelombang
titik
Amplitudo linier.
tertinggi adalah(1845)
Airy
(a)gelombang mengembangkan
jarak atau
antaratitik
puncak • Panjang Partikel
gelombang
gT2
: 𝐿𝐿𝐿𝐿 = =1,56 T2
suatu pendekatan gerakan gelombangdengan • Kecepatan Horisontal :
terrendah ataugelombang
titik tertinggidengan mukaatau
gelombang air titik 2. Panjang
𝜋𝜋𝜋𝜋H kz gelombang :
2𝜋𝜋𝜋𝜋
mendekripsikan
tenang (H/2). gelombang sederhana atau Sinusoidal. • =Kecepatan
µ Partikel
e cos[kx − σt]Horisontal :
terrendah gelombang dengan muka air T 𝜋𝜋𝜋𝜋H kz
Teori ini berdasarkan pada dua persamaan yaitu
persamaan tenang (H/2). dan Kekentalan momentumyang • 3.
Kontinuitas
µKecepatan
= e Partikel
Kecepatan T
Partikel
cos[kx − Horisontal
σt]
Vertikal :
:
2.2Teori Gelombang
dihasilkan Airy Laplace dan Bernauli.
dari persamaan • =
w
𝜋𝜋𝜋𝜋H kz
Kecepatan Partikel
e sin[kx Vertikal :
− σt]
Disebut2.2Teori
jugaGelombang
teori gelombang Airy Ampilitudo
T 𝜋𝜋𝜋𝜋H
w = ekzsin[kx − σt]
Teori ini berlaku untuk gelombang dimana 4. Kecepatan
T Partikel Vertikal :
kecil atau Disebut
teori gelombang
juga teori gelombang (1845)
linier. Airy Ampilitudo Dalam pengukuran tinggi gelombang
mengembangkan
H < kecil
d dan atau suatu pendekatan gerakan
H < L........................................................
teori gelombang linier. Airy (1845)(1) didalam saluran
Dalam gelombang
pengukuran dilaboratorium
tinggi gelombang
gelombangdengan
mengembangkan mendekripsikan
suatu pendekatan gelombang gerakan Dalam
adalah pengukuran
sebagai berikuttinggi
: gelombang didalam saluran
didalam saluran
gelombang gelombang
dilaboratorium adalahdilaboratorium
sebagai berikut :
sederhana
Persamaan atau
gelombangdengan Sinusoidal.
bentuk permukaan mendekripsikan Teori
gelombanggelombang ini :
adalah Hmaks+Hmin
adalah
Hi = sebagai berikut :
berdasarkan pada dua persamaan
sederhana atau Sinusoidal. Teori ini yaitu 2
Hmaks+Hmin
η = α cos (kx
persamaan - σt).....................................................
Kontinuitas Kekentalanyaitu(2)
dan persamaan Hr =Hi =
Hmaks+Hmin
berdasarkan pada dua 2 2
momentumyang
denganpersamaan
keterangan dihasilkan
: Kontinuitasdaridan persamaan
Kekentalan
Hmaks+Hmin
Hr(Hmaks)t+(Hmin)t
=
Laplace :dan Bernauli. Ht =
α momentumyang
amplitudo gelombangdihasilkan dari setengah
yang besarnya persamaan 22
(Hmaks)t+(Hmin)t
tinggi gelombang.
Teori iniLaplace
berlaku untuk
dan gelombang
Bernauli. dimana Ht =
2
Hk < dTeori
: angka gelombang yang besarnya 2/L
dan H <berlakuL. untuk gelombang dimana 2.3Tranmisi Gelombang
σ : 2/T ini (frekuensi gelombang)
Persamaan
H < d dan H permukaan
bentuk < L. gelombang 2.3Tranmisi
Rasio antaraGelombang
gelombang datang (Hi) yang
adalah :Persamaan bentuk permukaan gelombang Tranmisi
diteruskan Gelombang
Rasio(direfleksikan)
antara gelombang melalui
datangBreakwater
(Hi) yang
ηUntuk perairan
= αadalah
cos : -dangkal
(kx σt) d/L < 1/120 Rasio antara
dinyatakan gelombang
dengan koefisiendatangTransmisi
(Hi) yang (Kt) diteruskan
diteruskan
(direfleksikan) (direfleksikan)
melalui melalui
Breakwater Breakwater
dinyatakan dengan
Dengan:α = η amplitudo
= α cos (kx gelombang
- σt) : yang yang dapat dihitung
dinyatakan dengan dengan
koefisien persamaan
Transmisi berikut
(Kt)
1. Kecepatan gelombang
Dengan:αbesarnya setengah
= amplitudo tinggi yang
gelombang ini koefisien
:yang dapat Transmisi (Kt) yang dapat dihitung dengan
dihitung
persamaan berikut inidengan
: persamaan berikut
gelombang. besarnya Kt =
Ht
2. Panjang gelombang : setengah tinggi ini : Hi
k = angka gelombang.
gelombang yang besarnya Ht Ht yang pernah dilakukan terkait
Penelitian
=Kt = ................................................................. (3)
3. Kecepatan 2 𝜋𝜋𝜋𝜋/L
k Partikel
= angkaHorisontal
gelombang : yang besarnya K
Hi Hi
denganPenelitian
transmisi gelombang
pernah pada
t

yang dilakukanBreakwater
terkait
σ = 2 𝜋𝜋𝜋𝜋/T (frekuensi
2 𝜋𝜋𝜋𝜋/L gelombang)
dilakukan
Penelitian
oleh
dengan transmisi beberapa
yang pernahgelombang peneliti terdahulu
pada Breakwater
dilakukan terkait dengan
σ = 2 𝜋𝜋𝜋𝜋/T (frekuensi gelombang) antara lain
transmisi : gelombang pada dilakukan oleh
Untuk dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu
Breakwater
4. perairan
Kecepatan dangkal
Partikeld/L < 1/120
Vertikal : Sila dharma
beberapa (1994)
peneliti meneliti
terdahulu antarabesar
lain koefisien
:
1. Untuk
Kecepatan gelombang :
L antara lain :
perairan dangkal d/L <=1/120 𝐶𝐶𝐶𝐶 = �gd transmisi gelombang pada terumbu buatan
SilaSila dharma (1994) meneliti besar koefisien
T
L (articial dharma
reef) yang(1994) meneliti
diformulasikan besar :koefisien transmisi
2. Panjang gelombang
1. Kecepatan : 𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶: 𝐶𝐶𝐶𝐶==𝐶𝐶𝐶𝐶�gd
gelombang = �gd transmisi gelombang pada terumbu buatan
T gelombang pada terumbu buatan h−d (articial Breef) yang
3. Kecepatan
Untuk Partikel
2. Panjang
perairan Horisontal
gelombang
menengah : 𝐿𝐿𝐿𝐿 =:𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶
1/120 <d/L< ½ = 𝐶𝐶𝐶𝐶�gd Kt = exp [-0,509-0,206.Ln
(articial reef) yang
diformulasikan : (
diformulasikan : )-1,32( )
Hi gT2
H g h−d B
= 3.� Kecepatan
cos[kx −Partikel Horisontal : Kt = exp [-0,509-0,206.Ln
1. Kecepatan
2 d gelombang
H g
σt]: K = exp [-0,509-0,206.Ln
Selanjutnya
t
h-d (
( )
Hi - 1,32berdasarkan
Armono (2004)
Hi ( )
)-1,32(
B
gT2 ............. (4)
gT2
)
4. Kecepatan = �Partikel
cos[kx − Vertikal
σt] : 𝑤𝑤𝑤𝑤 = hasil penelitian mengenai transmisi gelombang
2. Panjang
𝜋𝜋𝜋𝜋H 22 d
gelombang : Selanjutnya
Selanjutnya ArmonoArmono (2004) berdasarkan
(2004) berdasarkan hasil penelitian
(1
4. +Kecepatan
)sin[kx − σt]
Partikel Vertikal : 𝑤𝑤𝑤𝑤 = dengan menggunakan batu pelindung
T d hasil penelitian
mengenai mengenai
transmisi transmisi
gelombang gelombang
dengan menggunakan
𝜋𝜋𝜋𝜋H
3. Kecepatan 2
Partikel Horisontal :
berlubang (submerged Breakwater made of
(1 + )sin[kx − σt] dengan
batu menggunakan
pelindung batu pelindung
berlubang (submerged Breakwater
T d hollow hemispherical sape artificial reef)
Untuk perairan menengah 1/120 <d/L< ½ made of hollow
berlubang hemispherical
(submerged sape made
Breakwater artificial
of reef)
HSAR.
HSAR. Maka
Maka didapatkanpersamaan
didapatkan persamaan
untuk untuk
menghitung
• Kecepatan gelombang
L
: 𝐶𝐶𝐶𝐶 =1/120
= �gd.tanh hollow hemispherical
menghitung besar sape Transmisi
koefisien artificial reef)
(Kt)
Untuk perairan menengah T <d/L< ½ besar
HSAR. koefisien
Maka Transmisi (Kt)persamaan
didapatkan sebagai berikut
untuk:
4. Kecepatan Partikel Vertikal :
kd • Kecepatan gelombang : 𝐶𝐶𝐶𝐶 = L = �gd.tanh sebagai berikut :
gT2
menghitung besar koefisien
Hi Transmisi
h h (Kt)
• Panjangkdgelombang : 𝐿𝐿𝐿𝐿 =
T
tanh.kd Kt = 1,616-31,322.
sebagai berikut : -1,099 + 0,265 ........... (5)
2𝜋𝜋𝜋𝜋 gT2 d B
Hi h h
• Kecepatan Partikel
• Panjang Horisontal
gelombang : 𝐿𝐿𝐿𝐿 =: tanh.kd
gT2
Kt = 1,616-31,322. -1,099 + 0,265
H gT cos h [k(z + d)] 2𝜋𝜋𝜋𝜋 Seeling (1980) melakukan gT2 d B
penelitian
µ = • . Kecepatan
. cos[kx :− σt]
Partikel Horisontal pengaruh dari pemecah gelombang
2 L H gT Cosh
cosKd
h [k(z + d)] Seeling terhadap
(1980) melakukan penelitian
µ= . . cos[kx − σt] (Breakwater) transmisi gelombang
2 L Cosh Kd padapengaruh dari
Rabble Momd pemecah
Breakwater.gelombang
Adapun
(Breakwater) terhadap
persamaan untuk koefisien transmisi gelombang
transmisi yang
• Kecepatan Partikel Vertikal :
H gT sin h [k(z + d)] pada Rabble Momd
direkomendasikan adalah : Breakwater. Adapun
w =• Kecepatan
. . Partikel Vertikal : − σt]
sin[kx persamaan untukF koefisien transmisi yang 87
2 L Cosh Kd Kt 0 = C (1 - ) tidak tenggelam
H gT sin h [k(z + d)] direkomendasikan
Ru adalah :
w= . . sin[kx − σt] Kt 0Kt
=0C= (1 -
F F F
Untuk perairan2 dalam
L d/L
Cosh<½ Kd - ) –) C’(1
C (1Ru tidak -tenggelam
Ru
) tenggelam
hollow hemispherical sape artificial reef)
genaiHSAR.
transmisi gelombang
Maka didapatkan persamaan untuk
nakanmenghitung
batu pelindung
besar koefisien Transmisi (Kt)
ged sebagai
Breakwaterberikutmade of
: melalui
Transmisi Gelombang Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)
cal sape artificial reef) Hi h h
Kt = 1,616-31,322. -1,099 + 0,265
apatkan persamaan untukgT2 d B
koefisien Transmisi (Kt)
Seeling (1980) melakukan penelitian
Seeling
Hipengaruh
(1980) melakukan penelitian pengaruh
22. -1,099dari
h darih gelombang
+pemecah
0,265 pemecah (Breakwater)
gelombang terhadap
gT2(Breakwater)
d terhadap pada
B transmisi gelombang
transmisi gelombang Rabble Momd Breakwater.
pada Rabble
Adapun Momd
persamaan Breakwater.
untuk koefisienAdapun
transmisi yang
) melakukan
persamaan penelitian
untuk koefisien transmisi yang
direkomendasikan
pemecah gelombang adalah :
direkomendasikan adalah :
dap transmisi gelombang F
Kt 0 = C (1 - ) tidak tenggelam
md Breakwater. Adapun
Ru
F F
koefisienKt 0transmisi
= C (1 - yang ) – C’(1 - ) tenggelam
Ru Ru
dalahdengan
: :
tidak tenggelam
dengan :
F
– C’(1 - )<tenggelam
0, C’ = 0,24 3
Ru

dengan keterangan:
F : Freeboard
R : Run up
3
Kt0 : Koefisien Transmisi

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dilaboratorium Balai Pantai
jalan Gilimanuk – Singaraja km. 122 Gekayak Bali
dengan menggunkan saluran gelombang (2D) dengan
panjang 40 m, lebar 60 cm, tinggi 110 cm, dengan
pembangkit tinggi gelombang (wave maker) untuk
memvariasikan periode dan tinggi gelombang, satu
set alat ukur gelombang yang dilengkapi dengan 4
waveprobe untuk mengukur tinggi gelombang di depan Gambar 3. Kalibrasi alat pengukur gelombang (wave probe)
dan dibelakang struktur, hasil pengukuran direkam di
wave probe dengan bantuan software HR Dag Sure Model dibuat dari beton, dengan data fisik sebagai
sebagaimana dalam gambar 2. berikut :
Berat jenis beton = 2000 t/m3 ,
V = B2 × E

Gambar 4. D-BlockInterlocking Skala 1:10.

Untuk lebih jelasnya detail pemodelan dapat dilihat


pada gambar berikut ini :

Gambar 2. Hubungan alat ukur wave probedengan Komputer

88
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 89 - 92

Untuk variasi parameter struktur dibuat berdasarkan


perbandingan tinggi struktur (d-h) dengan kedalaman
air (d) untuk = 0,65, 0,79, 0,88 dan 1,0.
Variasi parameter gelombang berdasarkan periode
(T) dengan Stroke(S) T=1,6. Stroke(C) T=2,0. Stroke
Gambar 5. Ukuran Model Skenario D-BI
(B) T=2,5. Stroke(A) untuk setiap parameter
pengujian dilakukan sebanyak 15 kali Running.
Untuk mengetahui pengaruh lebar mercu (B) terhadap
Transmisi lebar mercu (B) divariasi dengan 3 variasi
diantaranya B=0,50, 0,80 dan 1,15 cm dengan tinggi
struktur tetap (d-h).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 6. Ukuran Model Skenario D-BI
Untuk mengetahui pengaruh tinggi Breakwater (d-h)
terhadap kedalaman air (d) pada hubungan Kt versus
dapat dilihat pada Gambar 9. Semakin besar
maka koefisien Transmisi (Kt) semakin menurun, dan
semakin kecil maka koefisien transmisi semakin
tinggi seperti terlihat pada Gambar 9, 10, 11.

Gambar 7. Ukuran Model Skenario D-BI

Gambar 9. Hubungan Hi/gT2 dengan koefisien Transmisi Kt


pada B 50 D-BI

Gambar 8. Posisi Model Sebelum di Runing

89
•nilaiParameter
gT2
maka
yang nilai
sangatkoefisien
berpengaruh transmisi
pada Yogya
transmisi
semakin gelombang
menurun. untukpembahasan
Berdasarkan pemecah Nur Yu
gelombang
tersebut Transmisi tenggelam
gelombang terjadi (submerged
sangat Perenc
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)
Breakwater)
dipengaruhi oleh dengan
parametermenggunakan
tinggi Breakwater unit Nouris
lapiskedalaman
(d-h), lindung D-Block
air (d)Interlocking adalah
serta kecuraman Hidrol
pengaruh (Tinggi
gelombang
Hi struktut gelombang
), panjang (d-h) berbanding
(gT2)
kedalaman
(gT 2 gT2air mercu
) dan lebar (d), (B)panjang matematis dapat Paotonan
secaragelombang
danditulis
lebar
2
(gT ) sebagaimercu
berbanding (B)secara
berikutdengan
:
matematis
lebar mercudapat (B) triatma
ditulis sebagai berikut : Hi Two D
dan parameter
Ht kecuraman
gT2 d−h Hi gelombang gT2
Kt = = f = ( , , ) Sedim
makaHi dari hasil B dpenelitian
gT2 didapatkan Coasta
Dengan melakukan
formula koefisien regresi
transmisimulti parameter,
(Kt) dengan
Dengan melakukan regresi multi berikut
parameter, maka Intern
maka diperoleh
regresi multi persamaan
parameter sebagai
adalah : :
diperoleh persamaan sebagai berikut : Risk M
gT2 d−h Sila Dha
Kt = 1,636 + 0,012 ( ) – 1,376 ( ) -
B d Kerja
Hi
1,970 ( ) Reef) s
gT2
Thesis
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini Yogya
Perbandingan dengan Hasil Penelitian Terdahulu
nantinya dapat digunakan sebagai Van der
pertimbangan dalam menjelaskan tentang Stabili
Gambar 10. Hubungan Hi/gT2 dengan koefisien Transmisi Kt pemakaian
1. Armono HD D-Block
(2004) Interlocking sebagai Creste
pada B 80 D-BI unit lapis lindung pada Breakwater Water
Engine
6. Daftar Pustaka
Van der
Armono, HD. And Hall, K.R., 2003, Wave Tetrap
Transmision on submerged Breakwater Ithoma
Made of Hollow Hemispherical Shape 122
Artificial reef, 1st Coastal Estuary and
Offshore Engineering Specialty Conference Goda, Y
of the Canadian Society for Civil Data
Engineering (4 – 7 Juni 2003), Moncton – Breakw
Canada.
Gambar 12. Hubungan antara dengan pada h/d
Bambang Triatmodjo, 1999,2004)
(Armono, Teknik Pantai,
Beta Offset, Yogyakarta.
D’ angremond, K., Van der Meer, J.W., and de
Jong, R.J., 1995, Wave Meaurement and
Analysis, San Fransisco, USA.
Gambar 11. Hubungan Hi/gT2 dengan koefisien Transmisi Kt
pada B 115 D-BI

Berdasarkan Gambar 9, 10, dan 11 dapat dilihat


pengaruh kecuraman gelombang sebagai variabel
arah Horisontal dan koefisien transmisi variabel arah
Vertikal secara umum data memperlihatkan bahwa
semakin besar nilai maka nilai koefisien transmisi
semakin menurun. Berdasarkan pembahasan tersebut
Transmisi gelombang terjadi sangat dipengaruhi oleh
parameter tinggi Breakwater (d-h), kedalaman air (d)
Gambar 13. Hubungan dengan pada B 0,32
serta kecuraman gelombang , panjang gelombang

90
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 91 - 92

2. Seelig (1980) 3. Sila Dharma, IGB, (1994)

Gambar 16. Hubungan dengan pada berdasarkan Sila


Dharma
Gambar 14. Koefisien Tranmisi Summerged Breakwater
(Seelig, 1980)

Gambar 17. Hubungan dengan B 0,8 m

Perbandingan dengan hasil penelitian sebelumnya


dapat terlihat pada gambar mempunyai prilaku yang
Gambar 15. Hubungan Hi/gT2 dengan Kt untuk B=50 sama, semakin besar nilai maka koefisien Transmisi
(d=0,47) Kt semakin menurun.

91
2004, Coastal Processes with Coastal
5. Kesimpulan Engineering Applications, Cambridge
University Press, Cambridge, United
Dari hasil penelitian untuk koefisien
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)Kingdom.
Transmisi gelombang (Kt) dengan
menggunakan unit lapis lindung D-Block Nur Yuwono, 1992, Dasar-dasar
Interlocking untik struktur Breakwater Perencanaan Bangunan Pantai, Lab
KESIMPULAN
tenggelam dapat disimpulkan : Dean,Hidraulik
Robert G. Anddan Hidrologi,
Dalrymple, RobertPau IT UGM,
A., 2004, Coastal
Processes with
Yogyakarta. Coastal Engineering Applications,
• Parameter
Dari yang sangat
hasil penelitian untuk berpengaruh pada
koefisien Transmisi
Cambridge University Press, Cambridge, United
transmisi(Kt) gelombang
gelombang untuk pemecah
dengan menggunakan unit lapis
NurKingdom.Yuwono, 1992, Pedoman Teknik
lindung D-Block Interlocking
gelombang tenggelam untik struktur Breakwater
(submerged
tenggelam dapat disimpulkan Nur Perencanaan
Yuwono, pantaiPerencanaan
1992, Dasar-dasar Buatan Bangunan
(Sand
Breakwater) dengan :menggunakan unit Nourishment),
Pantai, Lab Hidraulik Lab
dan Hidraulik
Hidrologi, Pau IT dan
UGM,
lapis lindung
1. Parameter D-Block
yang sangat berpengaruh pada adalah
Interlocking transmisi Yogyakarta. Pau IT UGM, Yogyakarta.
Hidrologi,
pengaruh Tinggi
gelombang struktutgelombang
untuk pemecah (d-h) berbanding
tenggelam Nur Yuwono, 1992, Pedoman Teknik Perencanaan pantai
kedalamanBreakwater)
(submerged air (d), dengan
panjang gelombang
menggunakan unit Paotonan,
Buatan (Sandc.,Nourishment),
Nur Yuwono,
Lab HidraulikRadianta
dan
lapis2
(gT )lindung
berbanding
D-Blockdengan lebaradalah
Interlocking mercu (B)
pengaruh triatmadja,
Hidrologi, Paudan Bambang
IT UGM, Triatmodjo, 2011,
Yogyakarta.
Tinggi struktut (d-h)
dan parameter berbandinggelombang
kecuraman kedalaman airHi(d), Two Dimensional Physical Moddeling of
Paotonan, c., Nur Yuwono, Radianta triatmadja, dan
panjang gelombang (gT2) berbanding dengangT2 lebar Sediment Loss Through
Bambang Triatmodjo, a Submerged
2011, Two Dimensional
maka (B)
mercu daridanhasil
parameterpenelitian
kecuraman didapatkan
gelombang Coastal Structure,
Physical Moddeling of SedimentProceedings
Loss Through :
formula
maka darikoefisien transmisi
hasil penelitian (Kt) dengan
didapatkan formula International Seminar on Water Related
a Submerged Coastal Structure, Proceedings :
koefisien
regresi multitransmisi
parameter(Kt) adalah
dengan: regresi multi International
Risk Seminar on
Management, Water Related
HATHI, Risk
Jakarta.
parameter adalah : Management, HATHI, Jakarta.
gT2 d−h Sila
Sila Dharma,
Dharma, I GustiIBagus,
Gusti1994,
Bagus, 1994,Terumbu
Unjuk Kerja Unjuk
Kt = 1,636 + 0,012 ( ) – 1,376 ( ) -
B d Kerja
Karang Terumbu Karang
Buatan (Artificial Reef)Buatan (Artificial
sebagai Peredam
Hi
1,970 ( ) Reef)
Energi sebagai
Gelombang,Peredam Energi
Thesis S-2, Gelombang,
Universitas Gadjah
gT2 Mada, Yogyakarta.
Thesis S-2, Universitas Gadjah Mada,
2. Hasil
Hasil yang
yangdiperoleh dari dari
diperoleh penelitian ini nantinya
penelitian ini Yogyakarta.
Van der Meer, J.W & I.F.R Daement. 1994, Stability and
dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam wave transmission at low Crested Rubble-Mpund
nantinya dapat digunakan sebagai VanStructures.
der Meer, J.W & Port,
J. Waterway, I.F.RCoastal,
Daement. 1994,
and Ocean
menjelaskan
pertimbangan tentang pemakaian tentang
dalam menjelaskan D-Block
Stability
Engineering,and wave
120(1): 1-19 transmission at low
Interlocking sebagai unit lapis lindung pada
pemakaian D-Block Interlocking sebagai Crested Rubble-Mpund Structures.
Van der Meer,J.W. 1988, Stability of Cubes, J.
Tetrapods and
Breakwater
unit lapis lindung pada Breakwater Waterway, Port, ’88.
Accropode. Breakwater Coastal, and Ocean
Ithomas Limited, London.
Engineering,
59-68 p24:99-122120(1): 1-19
6. DaftarPUSTAKA
DAFTAR Pustaka Goda,
VanY.,der
1969. Re-Analysis1988,
Meer,J.W. of Laboratory Data
Stability ofonCubes,
Wave
Armono,
Armono, HD.HD. AndK.R.,
And Hall, Hall, K.R.,
2003, Wave 2003, Wave
Transmision Transmission Over Breakwater, Rep. Port harbor, res.
Tetrapods
Inst. and Accropode. Breakwater ’88.
on submerged Breakwater Made of
Transmision on submerged stBreakwaterHollow
Hemispherical Shape Artificial reef, 1 Coastal Ithomas Limited, London. 59-68 p24:99-
Made
Estuary of Hollow Engineering
and Offshore Hemispherical
Specialty Shape 122
st
Conference of the Canadian SocietyEstuary
Artificial reef, 1 Coastal for Civil and
Offshore Engineering
Engineering Specialty
(4 – 7 Juni 2003), Moncton Conference
– Canada. Goda, Y., 1969. Re-Analysis of Laboratory
of Triatmodjo,
the Canadian Society for Offset,
Civil Data on Wave Transmission Over
Bambang 1999, Teknik Pantai, Beta
Engineering
Yogyakarta. (4 – 7 Juni 2003), Moncton – Breakwater, Rep. Port harbor, res. Inst.
Canada. K., Van der Meer, J.W., and de Jong, R.J.,
D’ angremond,
1995, Wave
Bambang Meaurement1999,
Triatmodjo, and Analysis,
TeknikSanPantai,
Fransisco,
USA.
Beta Offset, Yogyakarta.
Dean, Robert G. And Dalrymple, Robert A., 1984, Water
D’ angremond,
Wave Mechanics K.,for
Van der Meer,
Engineers J.W., and de
and Schaintists
Jong, R.J.,Series
(Advances 1995, WaveEngineering
on Ocean Meaurement
– Volumeand2),
Prentice Hall,Inc.
Analysis, San Fransisco, USA.

92
Himpunan ISSN 0215-1251
Ahli Teknik Hidraulik Jurnal Teknik Sumber Daya Air
Indonesia Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 93 - 104

PEMODELAN ALIRAN AIR TANAH DI PROBOLINGGO


GROUNDWATER FLOW MODELING IN PROBOLINGGO
Faradlillah Saves1, Nadjadji Anwar2, Mas Agus Mardyanto3, Thomas Triadi Putranto4
Mahasiswi, Program Magister MRSA - Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS
1
2
Dosen, Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS
3
Dosen, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS
4
Dosen, Jurusan Geologi UNDIP
faraasaves@gmail.com, nadjadji@gmail.com, mardyanto@enviro.its.ac.id, putranto@ft.undip.ac.id

ABSTRAK
Eksploitasi air tanah yang berlebihan menyebabkan terjadinya penurunan muka airtanah dan kekeringan . Salah satu upaya untuk mencegah
eksploitasi adalah dengan mengetahui potensi airtanah melalui pergerakan atau pola aliran airtanah. Tujuan dari penelitian ini, yaitu
mengetahui kondisi eksisting hidrologi dan hidrogeologi regional, pemodelan aliran airtanah Probolinggo serta pengaruh peningkatan
debit pemompaan pada lokasi studi yaitu Probolinggo. Pemodelan aliran airtanah dalam penelitian ini menggunakan program komputer
Visual Modflow.Berdasarkan hasil pemodelan aliran airtanah tersebut dilakukan 6 skenario pemodelan peningkatan debit pemompaan
sumur.Berdasarkan hasil analisis hidrologi dan hidrogeologi regional, diperoleh besar imbuhan airtanah yang berasal dari presipitasi yaitu
689 mm/tahun serta sebesar 186m3/hari air yang masuk ke Cekungan Air Tanah (CAT) yang diperoleh dari CAT lain yang dihitung
menggunakan hukum Darcy. Nilai konduktivitas hidraulik yaitu 5,32 m/hari hingga 2.519 m/hari dengan nilai transmisivitas sebesar
446 m2/hari hingga 50.631 m2/hari.Berdasarkan pemodelan aliran airtanah natural system di Probolinggo, dapat disimpulkan bahwa pola
aliran airtanah bergerak dari arah selatan menuju ke arah utara. Hal ini menunjukkan bahwa airtanah mengalir dari tempat bertekanan
hidraulik tinggi menuju ke tempat bertekanan hidraulik rendah. Prediksi debit pemompaan maksimal yang dapat dilakukan pada sumur
produksi di Probolinggo yaitu dengan meningkatkan debit pemompaan sebesar < 200% dari debit pemompaan awal (natural system). Hal
ini dikarenakan dengan peningkatan 200% ternyata terjadi penurunan muka airtanah yang signifikan dengan kondisi 3 sumur pada lokasi
penelitan mengalami kekeringan.
Kata Kunci : Airtanah, hidrogeologi, Visual Modflow, pemodelan aliran airtanah, skenario peningkatan debit.

ABSTRACT
Over-exploitation of groundwater causes declining of its surface and also dryness. One of solution that can be taken to prevent exploitation
is to determine the potential of groundwater through its movement or groundwater flow patterns. The purpose of this research is to know the
condition of existing regional hydrology and hydrogeology, groundwater modeling in Probolinggo, and also effect of increased discharge
pumping at study site which is Probolinggo. A modeling of groundwater flow conducted in this study use a computer program named Visual
Modflow. Based on the result of groundwater flow modeling performed six scenarios modeling increased discharge of pumping wells. Based
on hydrology analysis and regional hydrogeology, groundwater recharge gained from precipitation is 689 mm/year and amounted to 186 m3/
day of water entering CAT are derived from other CAT calculated using Darcy’s Law. Hydraulic conductivity value is 5,32m/day up to 2.518
m/day with transmissivity values of 446 m2/day to 50.631 m2/day. Based on natural groundwater flow modeling system in Probolinggo, it
can be concluded that the pattern of groundwater flow moving from south to north. This shows that the groundwater flow from high hydraulic
pressure through a low hydraulic pressure. Prediction maximum pumping discharge that can be applied on production wells in Probolinggo
is to increase the pumping discharge of < 200% from the initial pumping discharge (natural system). An increasing of 200% can make a
significant decline of groundwater level, and there are three wells at the site study in a dryness condition.
Keywords : Groundwater hydrogeology, Visual Modflow, groundwater flow modeling, scenarios modeling increased discharge of pumping
wells.

PENDAHULUAN (27,31%). Alih fungsi lahan ini diperkirakan turut


Probolinggo adalah suatu wilayah yang mempengaruhi baik kualitas maupun kuantitas
berkembang sangat pesat dalam berbagai sektor sumber air yang ada. Perkembangan tersebut
pembangunan, namun disisi lain terjadi alih fungsi membawa konsekwensi terhadap kebutuhan air,
lahan yang menyebabkan berkurangnya resapan baik air permukaan maupun airtanah.
air. Penggunaan lahan di Probolinggo umumnya Sejalan dengan semakin pentingnya peran airtanah
sebagai kawasan pemukiman dan industri dalam memenuhi kebutuhan serta menurunnya
(8,07%), persawahan (20,82%), perkebunan dan potensi airtanah, maka diperlukan upaya nyata
tegalan (43,80%), serta hutan alam dan produksi dalam pengendalian sumber daya airtanah di

93
membawa konsekwensi terhadap kebutuhan air, meluluskan air di dalam rongga-rongga batuan tanpa
baik air permukaan
membawa maupun
konsekwensi airtanah.
terhadap kebutuhan mengubah
air,dan Fitriyadi)
meluluskanair airsifat-sifat airnya, dengan dimensi
Transmisi Gelombang
membawa melalui
konsekwensi Struktur Pemecah
terhadap Gelombang
kebutuhan ... (Hamdani
air, meluluskan dididalam
dalamrongga-rongga
rongga-rongga batuantanpa
batuan tanpa
Sejalan
baikair
baik dengan
airpermukaan
permukaanmaupun semakin pentingnya
maupunairtanah.
airtanah. peran (panjang/waktu),
mengubah sifat-sifat
mengubah misal
sifat-sifat airnya, (m/hari)
airnya, dengan dengan dimensi dimensi
airtanah Sejalan dalamdengan
Sejalan memenuhi
dengan semakin kebutuhan
pentingnya
semakin pentingnya peran serta
peran (panjang/waktu),
(panjang/waktu), misal (m/hari) misal (m/hari)
menurunnya
airtanah potensi
airtanah dalam memenuhi
dalam airtanah,
memenuhi maka diperlukan
kebutuhan
kebutuhan serta
serta Metode Cooper-Jacob
wilayah
upaya Probolinggo.
nyata dalam
menurunnya
menurunnya potensi
potensi Salah
pengendalian satu
airtanah, maka
airtanah, upaya
sumber
maka tersebut
diperlukan
diperlukan daya Metode
MetodeCooper-Jacob
Metode
Metode ini umumnya dikenal dengan nama Metode
Cooper-Jacob
Cooper-Jacob
adalah
airtanah
upaya dengan
upaya di wilayah
nyata mengetahui
nyata dalam dalam
Probolinggo.potensi
pengendalian
pengendalian airtanah
sumber
Salahsumber melalui
satu upaya daya
daya Metode ini
Metode
Jacob.
Metode ini umumnya
ini
Metode umumnya
umumnya Jacob dikenal
dikenal
dikenal dengan nama
dengan
merupakan
dengan nama
nama Metode dari
Metode
penurunan
Metode
uji peningkatan
airtanah
airtanah didi debit
wilayah
wilayah
tersebut adalah dengan mengetahui potensi pemompaan.
Probolinggo.
Probolinggo. Salah Berdasarkan
Salah satu
satu upaya
upaya Jacob.
Jacob.
Jacob. Metode
Metode
Metode Jacob Jacob
rumus Theis, tetapi cara ini lebih konsistenrumus
Jacobmerupakan merupakan
merupakan penurunan penurunan
penurunan dari darilebih
dari
dan
skenariotersebut
tersebut
airtanah peningkatan
adalah
adalah
melalui dengan
dengan
uji debit pemompaan
mengetahui
mengetahui
peningkatan potensi
debitini
potensi rumus
Theis,
rumus Theis,
tetapi
Theis, tetapi
cara
tetapi ini cara
lebih
cara
murah, karena hanya dibutuhkan satu sumur ini
ini lebih
konsisten
lebih konsisten
dan
konsisten lebih dan
dan lebih
murah,
lebih
nantinyaairtanah
airtanah diharapkan melaluidapat
melalui uji menjadi
uji peningkatan
peningkatanacuan debit
dalam
debit murah, hanya
karena
murah, karena
karena hanya dibutuhkan
dibutuhkan
hanya dibutuhkan
satu sumur satu sumur
pengamatan.
satu sumur
pemompaan. Berdasarkan skenario peningkatan pengamatan. Metode Jacob juga digunakan untuk
pemompaan.
pengambilan
pemompaan. Berdasarkan
debit
Berdasarkan skenario
untuk skenario
kebutuhan peningkatan
irigasi,
peningkatan pengamatan.
pengamatan.
Metode Jacob Metode Metode
juga Jacob
Jacob untuk
digunakan juga digunakan
juga digunakan
aliran untuk
untuk
tidak tunak.
debit pemompaan
debit pemompaan
pemompaan
ini nantinya
ini nantinya
diharapkan
nantinya diharapkan
diharapkan
dapat
dapat
aliran
aliran tidak
tidak
tidak tunak.
tunak.
tunak.
Transmisivitas
Transmisivitas
akuifer
akuifer
diperoleh
diperoleh
debit
sehingga dapat ini
meminimalisir penurunan dapat aliran
Transmisivitas akuifer Transmisivitas
diperoleh denganakuifer diperoleh
menggunakan
menjadi menjadiacuan acuan dalam dalam pengambilan
pengambilan debit
debit untuk
untuk dengan
dengan menggunakan
menggunakan rumus
rumus sebagai
sebagai berikut:
berikut:
menjadi
kedudukanirigasi, acuan dalam
muka sehingga pengambilan
airtanah dapat debit
akibatmeminimalisir
pemompaan untuk dengan menggunakan
rumus sebagai berikut: rumus sebagai berikut:
kebutuhankebutuhan irigasi,
kebutuhan irigasi, sehingga
sehingga dapat dapat meminimalisir
meminimalisir
yang
penurunan berlebihankedudukan serta dapat mencegah kekeringan
penurunan
penurunan kedudukanmuka
kedudukan mukaairtanah
muka airtanah akibat
airtanah akibat
akibat 22.30
..30
30QQQ' ''
terhadap sumur itu sendiri. 2 (2) (2)
pemompaanpemompaanyang
pemompaan yangberlebihan
yang berlebihan serta
berlebihan serta dapat
serta dapat
dapat T
TT= = 111 .............................................................(2) (2)
22ππ∆∆∆ SSS
mencegah mencegah
mencegah kekeringan
kekeringan
kekeringan terhadap
terhadap
terhadap sumur
sumur
sumur ituitusendiri.
itu sendiri.
sendiri.
Dengan:
Dengan:
Dengan:
dengan keterangan: 3 3/hari)
KAJIAN PUSTAKA QQQ == Debit
=:Debit pemompaan
Debitpemompaan
pemompaan
pemompaan (m(m
3 (m /hari)3
/hari)
2.2. KAJIAN
2. KAJIAN KAJIAN PUSTAKA PUSTAKA
PUSTAKA Q Debit (m /hari)
∆ ∆SS= = Nilai
Nilai
∆S =: Nilai penurunan
penurunan
Nilaipenurunan
penurunan muka
muka muka air
air perper
per siklus
siklus log(m)
log (m)
Cekungan Cekungan
Cekungan AirTanah AirTanah
Air
Tanah Tanah muka air perair
2 2/hari) siklus log siklus
(m) log (m)
Cekungan Air T T = Transmisivitas (m
Menurut Menurut Keputusan
Menurut Keputusan Menteri
Keputusan Menteri Energi
Menteri Energi dan
Energi dan dan Sumber
Sumber
Sumber T ==:Transmisivitas
T Transmisivitas
Transmisivitas (m
(m 2 /hari) 2
(m /hari)
/hari)
Menurut Daya
Daya Keputusan
Mineral
MineralNomor Menteri
Nomor Energi dan Sumber
1451K/10/MEM/2000,
Nomor 1451K/10/MEM/2000,
1451K/10/MEM/2000, Daya
Daya
Mineral Mineral
NomorAir
Cekungan 1451K/10/MEM/2000,
Air Tanah diartikan Cekungan
diartikan sebagai
sebagai suatu Air
suatu Evapotranspirasi
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi
Cekungan Tanah Evapotranspirasi
Cekungan
Tanah Air
diartikanyang
wilayah Tanah
sebagaidibatasi
yang diartikan
suatu wilayah
dibatasi sebagai
oleh yang suatu
dibatasi
batas-batas Evapotranspirasi
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalahadalah adalah penguapan
penguapan yang
yang
wilayah oleh batas-batas Evapotranspirasi penguapan
adalah yang
penguapan dihasilkan
wilayah
olehhidrogeologi yang
batas-batas
hidrogeologidimana dibatasi
hidrogeologi
dimanasemua oleh
dimana
semuakejadian semuabatas-batas
kejadianhidrogeologi kejadian
hidrogeologi dihasilkan
dihasilkan tumbuh-tumbuhan,
tumbuh-tumbuhan,
tumbuh-tumbuhan, permukaan, dan air permukaan. permukaan,
permukaan, dan
dan airyang
air
hidrogeologi
hidrogeologi
seperti prosesdimana semuapengimbuhan,
seperti pengimbuhan,
proses proses
pengimbuhan,kejadian hidrogeologi
pengaliran,
pengaliran, dan dihasilkan
permukaan.
Evapotranspirasi tumbuh-tumbuhan,
permukaan. Evapotranspirasi Evapotranspirasi
merupakan factor pengurang permukaan,
merupakan
merupakan factor air
dan
factor
terbentuknya
seperti pengaliran, dan
seperti
dan pelepasan prosesairtanah
pelepasan
pelepasan pengimbuhan,
airtanahberlangsung. pengaliran,
Dengan demikian,
berlangsung. dan
Dengan permukaan.
pengurang
pengurang
airtanah terbentuknya
di suatu Evapotranspirasi
terbentuknya
daerah. airtanahdidisuatu
airtanah merupakan
suatu daerah.
daerah. factor
airtanah berlangsung. Dengan
setiap
pelepasan Cekungan
demikian,
demikian, setiapAir
airtanah
setiap Tanah
Cekunganberlangsung.
Cekungan memiliki
Air
Air Tanah memiliki
Tanah ciri-ciri
Dengan
memiliki pengurang
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terbentuknya airtanah
dibedakan
dibedakan di suatu daerah.
menjadi
menjadi
hidrogeologi tersendiri, yang secara hidraulika dapat Evapotranspirasi
evapotranspirasi
Evapotranspirasi
evapotranspirasi dibedakan
potensial
potensial dan
dan menjadi evapotranspirasi
evapotranspirasi
dibedakan
evapotranspirasi aktual.
menjadi
aktual.
demikian,ciri-ciri
ciri-cirisetiap hidrogeologi tersendiri,
Cekungantersendiri,
hidrogeologi Air Tanah yang
yang memiliki secara
secara potensial
Evapotranspirasidan evapotranspirasi
potensial aktual.
adalah Evapotranspirasi
jumlah maksimum
berhubungan
hidraulika
hidraulika
ciri-ciri dengandapat Cekungan
berhubungan
dapat berhubungan
hidrogeologi Air Tanah
dengan
tersendiri,dengan lainnya
Cekungan
yangCekungan atau
secara evapotranspirasi
Evapotranspirasi potensial
potensial dan
adalah evapotranspirasi
jumlah maksimum aktual.
bahkan tidak sama sekali. potensial
air
air yang
yang adalahdiuapkan,
dapat
dapat jumlah sedangkan
diuapkan, maksimum
sedangkan air yang dapat
evapotranspirasi
evapotranspirasi
AirTanah
Air
hidraulika Tanah
dapat lainnya
lainnya ataubahkan
atau
berhubungan bahkan tidaksama
tidak
dengan sama sekali.
sekali.
Cekungan Evapotranspirasi
diuapkan, sedangkan
potensial
evapotranspirasi
adalah jumlah aktual
maksimum
aktual
aktual
air yang adalah
adalah dapat jumlah
jumlah
diuapkan, air sesungguhnya
air sesungguhnya
sedangkan yangadalah
yang dapat
dapat
evapotranspirasi
Air Tanah lainnya atau bahkan tidak sama sekali. jumlah
diuapkan
diuapkan air sesungguhnya
oleh air
oleh airjumlah dari yang
tumbuhan
dari tumbuhan dapat diuapkan
(Ruchijat,
(Ruchijat, 2000). oleh
2000). air
Transmisivitas
Transmisivitas
Transmisivitas (T) (T) (T) aktual adalah air sesungguhnya yang dapat
dari tumbuhan (Ruchijat, 2000).
Transmisivitas adalah
Transmisivitas adalah (Diktat
(Diktat TeknikTeknik Remediasi
Remediasi diuapkan oleh air dari tumbuhan (Ruchijat, 2000).
Transmisivitas (T)
Transmisivitas adalah (Diktat Teknik Remediasi
Lingkungan Tercemar
Lingkungan Tercemar Program Program Magister
Magister Teknik Teknik PP
Lingkungan
Transmisivitas Tercemar
adalah Program
(Diktat TeknikMagister Remediasi Teknik AET==
AET ....................... (3)
Lingkungan
Lingkungan FTSP
FTSP – ITS)
–– ITS) laju
laju perpindahan
perpindahan air
air melalui
melalui P2 2
Lingkungan
Lingkungan FTSP
Tercemar ITS) laju perpindahan
Program Magister air melalui
Teknik 0.9 + P
P (3)
(3)
suatusatuan
suatu satuan lebaraquifer/aquitard
lebar aquifer/aquitard dibawah
di bawahsuatu suatu unit
unit AET = 0.9 + (300
suatu
Lingkungan satuan lebar aquifer/aquitard di bawah suatu unit ( 300 ++ 25
25 . .
TmTm + +0 0
. .
0505.
Tm.Tm 33)
)
gradientFTSP
gradient hidraulik
hidraulik – ITS) laju perpindahan
satuan,
satuan, yang dinyatakan
yang air melalui
dinyatakan dalam
dalam P2
gradient hidraulik satuan, yang dinyatakan dalam (m2/ 0.9 + (3)
suatu(m
satuan
(m 2 2/hari),
/hari), lebar (ft2aquifer/aquitard
(ft
2
/hari), (gal/hari/ft).
/hari), di bawah
(gal/hari/ft). Dengan
Dengan suatu jalan unit
jalan
hari), (ft2/hari), (gal/hari/ft). Dengan jalan menganalisis dengan keterangan ( 300: + 25 .Tm + 0 . 05 .Tm 3
)
menganalisis data
gradient data pengamatan, persamaan yang yang
data hidraulik
menganalisis
pengamatan, satuan,
persamaan yangyang
pengamatan, dinyatakan
digunakandalam
persamaan untuk AET :
dimana:
dimana: Evapotranspirasi aktual [mm/tahun]
digunakan
2 digunakan
(m /hari), untuk
2 untuk
(ft /hari), memperoleh
memperoleh nilai
nilaiDengan
(gal/hari/ft).adalah Transmisivitas
Transmisivitas jalan
memperoleh nilai Transmisivitas (Bisri, 2008): P AET: Curah hujan [mm/tahun]aktual [mm/tahun]
adalah(Bisri,
adalah (Bisri, 2008):
2008): AET ==Evapotranspirasi
Evapotranspirasi aktual [mm/tahun]
menganalisis data pengamatan, persamaan yang Tm
P : Temperatur
= Curah rata-rata
hujan tahunan [0C]
[mm/tahun]
T = K ×untuk B.................................................................. (1) Pdimana: = Curah hujan [mm/tahun]
digunakan memperoleh nilai Transmisivitas TmTm = Temperaturrata-rata rata-ratatahunan tahunan[0[C] 0
C]
T
adalah
T==KK. .BB
(Bisri, 2008): (1)(1) AET ==Temperatur Evapotranspirasi aktual [mm/tahun]
dengan keterangan : Air
TDengan:
: Transmisivitas Akuifer (m2/hari) PAirLimpasan/Surface
= Curah hujan
Limpasan/Surface
Runoff [mm/tahun]
Runoff
Dengan: Air Limpasan/Surface Runoff
T = KK. B : Harga Kelulusan Air (m/hari) 2 2 (1) Tm limpasan
Air = Temperatur
Air
Air adalah adalah
limpasan
limpasan rata-rata
bagian
adalah daritahunan
bagian
bagian curahdaricurah
dari [0C] hujan
hujan
curah yang
hujan
T
TB ==Transmisivitas
TransmisivitasAkuifer
Akuifer(m /hari)
(m/hari)
K
: Tebal
=
akuifer (m)
Harga Kelulusan Air (m/hari) mengalir
yang di atasdipermukaan
yang mengalir
mengalir di atas tanah menuju
atas permukaan
permukaan tanahke
tanah tubuh ke
menuju
menuju air
ke
K = Harga Kelulusan Air (m/hari)
Dengan:
B Air Limpasan/Surface
permukaan
tubuh air
tubuh (sungai,
air permukaan danau
permukaan (sungai,Runoff
dan lautan).
(sungai, danau Faktor
danau dan faktor
dan lautan).
lautan).
B ==Tebal
Koefisien Tebal akuifer
akuifer
kelulusan (m)
air(m)
(K) yang
Faktormempengaruhi
Faktor Air
faktor
faktor yang besarnya
limpasan
yang air limpasan
adalah bagian
mempengaruhi
mempengaruhi besarnya
besarnya adalah
dari curah airhujan
air
T Koefisien
= Transmisivitas Akuifer
kelulusan air adalah (m2(Keputusan
/hari) Menteri
Koefisien kelulusan air (K) curah
yang hujan
limpasan dan curah
adalah
mengalir
limpasan adalah karakteristik
curah hujan
di atas
hujan sungai.
dankarakteristik
karakteristik
permukaan
dan sungai.
tanahsungai.
menuju ke
K Koefisien
= Harga Kelulusan
kelulusan airAir
(K)(m/hari)
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451K / 10
Koefisien
B Koefisien
= Tebal kelulusan
kelulusan
akuifer (m) air adalah
air adalah (Keputusan
(Keputusan Menteri
Menteri tubuh air
1511permukaan
,511 1,44
xxPP1,44
(sungai, danau dan lautan).
/ MEM /2000) angka yang menunjukkan kemampuan Ro== 1,faktor (4) (4) air
...........................................
Energi
Energi dan Sumber
dan Sumber Daya Mineral
Daya Mineral Nomor 1451K
Nomor batuan /10
10/ /
1451K /tanpa Faktor
Ro yang mempengaruhi (4)
besarnya
meluluskan air di dalam rongga-rongga Tm
Tm 11,34 x A00,0613
,34 xA
,0613
MEM
MEM /2000)
/2000) angka
angka yang
yang menunjukkan kemampuan limpasan adalah curah hujan dan karakteristik sungai.
Koefisien kelulusan
mengubah (K) menunjukkan
airairnya,
sifat-sifat dengan dimensikemampuan
(panjang/
waktu),kelulusan
Koefisien misal (m/hari)
air adalah (Keputusan Menteri 1,511 xP1,44
Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1451K / 10 / Ro = (4)
Tm1,34 x A0,0613
MEM /2000) angka yang menunjukkan kemampuan

94
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 95 - 104

Imbuhan Airtanah/Groundwater Recharge Kegunaan model


Imbuhan airtanah adalah banyaknya volume air yang Menurut Rahardjo (2002) Hasil pemodelan aliran
masuk ke dalam tanah. airtanah, dapat digunakan untuk:
U = P – Ro – AET .................................................... (5) 1. Pengujian suatu hipotesa, atau meningkatkan
pengetahuan yang berkaitan dengan sistim akuifer
dengan keterangan :
U : Imbuhan airtanah [mm/tahun] 2. Memahami proses fisika, kimia maupun biologi
P : Curah hujan [mm/tahun]
AET : Evapotranspirasi aktual [mm/tahun] 3. Merancang usaha-usaha perbaikan
Ro : Runoff [mm/tahun]
4. Memprediksi kondisi yang akan dating atau akibat
dari suatu aksi yang dialami oleh sistim akuifer
Teori Hukum Darcy
5. Managemen sumber daya
Prinsip yang mengatur bagaimana cairan bergerak di bawah
permukaan disebut hukum Darcy. Hukum Darcy adalah
persamaan yang mendefinisikan kemampuan suatu fluida Konseptual Model
mengalir melalui media berpori seperti batu. Konseptual model adalah gambaran sederhana dari
Q = K × A × dh/dl .................................................... (6) sebuah system aliran air tanah berdasarkan kondisi
eksisting di daerah model. Model konsep ini bertujuan
dengan keterangan : untuk menyederhanakan masalah lapangan sehingga
Q : laju aliran air (volume per waktu) [m3/hari] lebih mudah untuk dibuat pemodelannya. Pada
K : konduktivitas hidrolik [m/hari] umumnya model konsep ini disajikan dalam bentuk
A : luas penampang [m2]
grafik ataupun diagram. Pembuatan model konsep
dh/dl : gradien hidraulik
terkadang juga memerlukan input berupa persamaan
matematika, kondisi batas dan kondisi awal.
Model aliran airtanah
Model aliran airtanah merupakan alat yang dirancang Visual modflow
untuk menggambarkan bentuk sederhana dari suatu VisualModflow adalah model aliran airtanah yang
kejadian dalam sistem aliran airtanah. Dari model berbasis pada persamaan beda hingga yang mampu
aliran airtanah, diharapkan mampu memprediksi suatu melakukan simulasi untuk semua jenis akuifer, seperti
variabel yang tidak diketahui nilainya. akuifer tertekan, akuifer tidak tertekan, akuifer semi
Pembuatan model aliran airtanah adalah membuat tertekan maupun akuifer campuran. Modflow mampu
model konsep, menterjemahkan model konsep tersebut memodelkan jenis akuifer dengan ketebalan dan
kedalam bentuk persamaan matematika. Proses karakteristik transmisivitas yang berbeda.
pembuatan model aliran airtanah secara rinci menurut
Anderson dan Woessner (1992) dalam Rahardjo (2002)
adalah sebagai berikut: METODOLOGI
1. Menentukan kegunaan model Adapun tahapan penelitian yang dilakukan dalam
adalah sebagai berikut:
2. Membuat model konsep
3. Pemilihan persamaan matematika A. Studi literatur
4. Perancangan model (pemilihan rancangan grid, B. Pengumpulan data
kondisi awal dan batas, serta membuat estimasi
parameter-parameter model). C. Analisa kondisi eksisting hidrologi dan hidrogeologi
5. Kalibrasi model dengan tujuan agar model yang Probolinggo
dibuat dapat menghasilkan nilai yang mendekati
data lapangan. D. Pemodelan aliran airtanah di Probolinggo
6. Pemeriksaan terhadap model yang telah dirancang E. Skenario pemompaan dalam pemodelan aliran
dan dikalibrasi airtanah di Probolinggo
7. Menampilkan rancangan model dan hasilnya
F. Kesimpulan dan rekomendaasi

95
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

Tahapan penelitian ini dapat ditunjukkan dengan HASIL DAN PEMBAHASAN


diagram alir pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Geologi dan Hidrogeologi
Kondisi geologi Probolinggo bervariasi, hal ini
dikarenakan kondisi geografis pada daerah tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kondisi
geologi pada daerah penelitian berdasarkan peta geologi
lembar Probolinggo, skala 1 : 100.000 (Suharsono
dan Suwarti, 1992) yang secara umum dicirikan oleh
batuan sedimen dan batuan hasil aktivitas gunung
api. Berdasarkan ciri litologi yang membedakan
batuan penyusunnya, maka geologi Probolinggo dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Batuan Sedimen
Formasi Leprak, formasi ini merupakan formasi
Gambar 1. Diagram Alir Penelitan tertua, terdiri dari batu pasir, batu lanau, batu
lempung, napal dan batu gamping.

2. Batuan Gunungapi
a. Batuan Gunungapi bromo, terdiri dari tufa,
breksi gunung api, lava dan lahar.
b. Batuan Gunungapi Argopuro, terdiri dari lava,
andesit basal, breksi gunungapi dan tufa.
c. Endapan Rombakan Cemaratiga, terdiri dari
lahar, tufa, breksi gunungapi dan runtuhan
batuan gunungapi.
d. Batuan Gunungapi Lamongan, terdiri dari tufa,
lahar, breksi gunungapi, lava.

Data geologi tersebut digunakan untuk mengkorelasikan


geologi batuan di lokasi penelitian dengan data log
litologi yang diperoleh dari Kantor BBWS PPAT.
Batuan yang terdapat di daerah penelitan berupa aliran
lava, tuff, batu pasir, lapilli tuff, lempung, breksi,
breksi tuff dan breksi lava. Penampakan litologi pada
daerah penelitian ditunjukkan dengan contoh 3 buah
sumur dari 27 sumur yang ada di lokasi penelitian
yaitu di bagian barat, tengah, dan timur seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 2. Diagram Alir Pemodelan Aliran Airtanah


Probolinggo

96
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 97 - 104

Probolinggo memiliki 27 sumur yang tersebar dalam


beberapa titik. Untuk mengetahui kondisi eksisting
airtanah di Probolinggo diperlukan overlay beberapa
peta, yaitu Peta Cekungan Air Tanah Probolinggo, Peta
Hidrogeologi Sheet X Kediri (Jawa), dan Sheet XI
Jember (Jawa). Selain itu juga dibutuhkan hasil plotting
sumur sesuai dengan titik dilapangan. Berdasarkan
hasil overlay peta maka dapat diinterpretasikan
bahwa kondisi eksisting airtanah di daerah tersebut
tergolong dalam 3 kelompok akuifer, yaitu kelompok
akuifer yang ditunjukkan dengan simbol warna hijau
tua, hijau sedang, dan hijau muda sesuai dengan Peta
Hidrogeologi yang tersaji pada Gambar 4.
Pada kelompok akuifer ini dapat terlihat bahwa kondisi
eksisting airtanah di Probolinggo ini mempunyai
produksi akuifer tinggi sampai sedang. Hal ini tentu
berpengaruh pada tingkat produktivitas airtanah
di daerah tersebut. Selain itu berdasarkan susunan
Gambar 3. Lapisan Litologi Sumur SDPB 063, SDPB 209,
lapisan geologi yang terdapat pada daerah penelitan,
dan SDPB 210 (Hasil Analisis, 2015).
dapat terlihat bahwa daerah tersebut tergolong pada
jenis akuifer terkekang (confined aquifer). Sedangkan
berdasarkan hasil pumping test dapat diketahui bahwa
kondisi aliran airtanahnya tergolong aliran tidak tunak
(unsteady flow).

Gambar 4. Peta Hidrogeologi Sheet X Kediri dan Sheet XI Jember (Setiadi, dkk., 2003).

97
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

Analisis Sifat Hidraulik Akuifer Berdasarkan Gambar 5 grafik hubungan antara t dan
Analisis sifat hidraulik dilakukan pada sumur s Metode Cooper Jacob diambil nilai t1 = 10 menit
yang terdapat pada lokasi studi. Analisis dilakukan dengan s1 = 15,65 m dan t2 = 100 menit dengan s2
menggunakan persamaan 2. Data hasil uji pemompaan = 16,18 m maka diperoleh penurunan muka air per
sumur produksi yang terdapat di Kecamatan Bantaran, siklus log ∆S = 0,53 m. Maka dengan menggunakan
yaitu sumur SDPB 121 ditunjukkan pada Tabel 1. persamaan 2, diperoleh nilai Transmisivitas sebesar
2693,46 m2/hari dan dengan persamaan 1 diperoleh
Grafik hubungan antara t dan s berdasarkan data nilai Konduktivitas hidraulik sebesar 22,74 m/hari
uji pemompaan menerus SDPB 121 pada Tabel 1
ditunjukkan pada Gambar 5. Proses perhitungan untuk sumur lainnya dilakukan
dengan menggunakan metode yang sama, yaitu metode
Cooper-Jacob. Rekapitulasi hasil analisis sifat hidraulik
Tabel 1. Data Pemompaan SDPB 121
akuifer tersaji pada Tabel 2.
No t (menit) S (m) No t (menit) S (m) No t (menit) S (m)
1 1 14.42 25 80 16.28 49 1200 16.77 Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Sifat Hidraulik Akuifer
2 2 15.15 26 90 16.3 50 1320 16.78 Q B T K
No Nama Sumur Jenis Akuifer
3 3 15.34 27 100 16.32 51 1440 16.8 [m3/hari] [m] [m2/hari] [m/hari]
4 4 15.38 28 110 16.34 52 1560 16.81 1 SDPB 060 Terkekang (Confined Aquifer) 3889.73 33 2519.09 76.34
5 5 15.42 29 120 16.36 53 1680 16.81 2 SDPB 061 Terkekang (Confined Aquifer) 4262.11 61 481.89 7.90
3 SDPB 062 Terkekang (Confined Aquifer) 4149.79 62 610.14 9.84
6 6 15.45 30 135 16.37 54 1800 16.82
4 SDPB 066 Terkekang (Confined Aquifer) 3462.05 84 446.89 5.32
7 7 15.48 31 150 16.38 55 1920 16.82
5 SDPB 067 Terkekang (Confined Aquifer) 3038.69 55 8164.26 148.44
8 8 15.51 32 165 16.4 56 2040 16.83 6 SDPB 068 Terkekang (Confined Aquifer) 3889.73 49 4007.05 81.78
9 9 15.55 33 180 16.41 57 2160 16.83 7 SDPB 069 Terkekang (Confined Aquifer) 2604.10 64 30014.45 468.98
10 10 15.6 34 200 16.42 58 2280 16.84 8 SDPB 070 Terkekang (Confined Aquifer) 3038.69 58 528.80 9.12
11 12 15.64 35 220 16.44 59 2400 16.84 9 SDPB 089 Terkekang (Confined Aquifer) 2366.50 17 952.93 56.05
12 14 15.68 36 240 16.45 60 2520 16.84 10 SDPB 090 Terkekang (Confined Aquifer) 2616,19 84 855.87 10.19
11 SDPB 120 Terkekang (Confined Aquifer) 3889.73 62 2776.88 44.79
13 16 15.73 37 270 16.47 61 2640 16.85
12 SDPB 121 Terkekang (Confined Aquifer) 3889,73 50 2693.46 53.87
14 18 15.78 38 300 16.48 62 2760 16.85 13 SDPB 122 Terkekang (Confined Aquifer) 4320,86 92 4414,02 47.98
15 20 15.83 39 360 16.5 63 2880 16.86 14 SDPB 128 Terkekang (Confined Aquifer) 2172.10 88 724.29 8.23
16 25 15.9 40 420 16.54 64 3060 16.86 15 SDPB 193 Terkekang (Confined Aquifer) 3246.91 20 50631.74 2518.99
17 30 16.04 41 480 16.59 65 3240 16.86 16 SDPB 206 Terkekang (Confined Aquifer) 2174,69 23 856.19 37.23
18 35 16.08 42 540 16.63 66 3420 16.87 17 SDPB 207 Terkekang (Confined Aquifer) 2195.42 85 550.96 6.48
18 SDPB 208 Terkekang (Confined Aquifer) 2904.77 67 4547.47 67.87
19 40 16.11 43 600 16.66 67 3600 16.87
19 SDPB 209 Terkekang (Confined Aquifer) 2195.42 36 1618.15 44.95
20 45 16.14 44 660 16.69 68 3780 16.87
20 SDPB 210 Terkekang (Confined Aquifer) 1342,66 27 1146.93 42.48
21 50 16.18 45 720 16.7 69 3960 16.88 21 SDPB 211 Terkekang (Confined Aquifer) 1550,02 60 2282.78 34.59
22 55 16.2 46 840 16.72 70 4140 16.88 22 SDPB 212 Terkekang (Confined Aquifer) 1470,53 91 918,69 10.10
23 60 16.23 47 960 16.73 71 4320 16.88 23 SDPB 213 Terkekang (Confined Aquifer) 1562.98 78 18414.97 236.09
24 70 16.26 48 1080 16.75 24 SDPB 214 Terkekang (Confined Aquifer) 1733.18 52 2372.42 45.62
25 SPDB 059 Terkekang (Confined Aquifer) 4320.86 27 800.26 29.93
Sumber: BBWS PPAT, 2014
26 SPDB 063 Terkekang (Confined Aquifer) 4240.51 70 921.93 13.17
27 SPDB 194 Terkekang (Confined Aquifer) 2454.62 34 3418.78 100.55

Berdasarkan hasil analisis sifat hidraulik akuifer yang


telah dilakukan pada sumur produksi yang ada di
lokasi penelitian, maka dapat diketahui bahwa:
1. Ketebalan akuifer (B) tidak merata
2. Nilai konduktivitas hidrauliknya bervariasi
5,32 m/hari hingga 2518,99 m/hari
3. Nilai transmisivitasnya bervariasi dari
446,89 m2/hari hingga 50631,74 m2/hari
4. Jenis akuifer adalah terkekang, karena dibatasi
lapisan kedap air di bagian atas dan lapisan kedap
air di bagian bawah yaitu tanah lempung.
Gambar 5. Grafik Hubungan t dan s Metode Cooper Jacob 5. Lapisan tanahnya bervariasi, yaitu terdiri dari
SDPB 121 (Hasil Analisis, 2015) lanau, tufa, pasir gunung api, breksi, batuan
lempung dan pasir.

98
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 99 - 104

Konseptual Model Asumsi dalam Pemodelan


Konseptual model pada daerah penelitan terdiri dari Suatu model dapat digunakan, apabila memenuhi
9 layer. Pada setiap layer terdapat lapisan akuifer persyaratan berlakunya model tersebut. Dalam
dan akuitar dengan komposisi yang bervariasi. Batas pembuatan pemodelan aliran airtanah ini ada beberapa
hidrologi yang digunakan sebagai batas daerah model asumsi dan batasan yang dibuat, antara lain:
adalah Selat Madura pada bagian utara sebagai batas
1. Akuifer bersifat isotropis,
muka air tetap (head controlled boundary), pada
bagian timur dan barat daerah model masing-masing 2. Airtanah mengalir pada sistem akuifer ruang antar
merupakan batas aliran terkontrol (flow controlled butir
boundary) yaitu Sungai Gending dan Sungai Laweyan, 3. Kondisi aliran airtanah dalam pemodelan natural
serta di bagian selatan merupakan batas aliran terkontrol system adalah steady state, artinya aliran airtanah
(flux controlled boundary). tidak berubah terhadap waktu
Pada daerah penelitian, imbuhan airtanah (groundwater 4. Informasi topografi dianggap akurat
recharge) berasal dari presipitasi, serta air yang masuk
5. Interpolasi dan ekstrapolasidata dapat digunakan.
ke dalam CAT yang diperoleh dari Cekungan Air
Tanah lain yang dihitung menggunakan teori darcy dan 6. Kalibrasi pada pemodelan tidak dilakukan, kare-
disimulasikan sebagai flux boundary di bagian selatan na tidak terdapat data sumur observasi. Sehingga
daerah model. setelah model diperoleh tahapan selanjutnya adalah
dengan melakukan validasi menggunakan peneli-
Akuifer pada sumur di lokasi penelitan merupakan tian terdahulu.
akuifer terkekang (confined aquifer), sehingga imbuhan
airtanah dapat terjadi ditempat lain namun tetap
dalam batas pemodelan. Air lepasan (groundwater Diskretisasi Model
discharge) berasal dari pemompaan sumur produksi, Rancangan grid yang digunakan dalam diskretisasi
evapotranspirasi, serta air yang mengalir ke CAT model ini berukuran 44920 meter x 30693 meter
lainnya. Presipitasi selain akan memberikan imbuhan dengan jumlah grid sebanyak 50 x 50, sehingga 1 grid
airtanah juga ada yang mengalir ke permukaan sebagai mewakili 898,4 meter x 613,86 meter. Diskretisasi
aliran air larian/run off menuju Sungai Gending dan daerah model dibuat bentuk segiempat.
Sungai Laweyan. Gambar konseptual model dapat
ditunjukkan seperti pada Gambar 6 Kondisi Batas/Controlled Boundary Condition
Kondisi batas daerah model dalam airtanah di daerah
penelitian terbagi menjadi 2 kondisi, yaitu:
a. Batas Muka Air Tetap (Head controlled boundary)
Batas ini terletak di bagian utara daerah model
(Selat Madura), sehingga dapat diketahui bahwa
tinggi muka air laut adalah 0 mdpl.
b. Batas Aliran Terkontrol (Flow/Flux controlled
boundary)Batas ini terletak di bagian timur
daerah model yaitu Sungai Gending, serta pada
bagian barat daerah model yaitu Sungai Laweyan
dengan dasar sungainya berupa batuan padu yang
bersifat kedap air, selain itu batas aliran terkontrol
juga terletak di bagian selatan daerah model,
batas dimana air dengan volume tertentu masuk
Gambar 6. Konseptual Model (Analisis, 2015) ke dalam akuifer pada setiap satu satuan waktu
yang berasal dari lapisan di sekitarnya. Besarnya
nilai flux boundary ini dihitung menggunakan
Persamaan 6, sehingga nilai total flux adalah
186m3/hari.

99
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

Imbuhan Airtanah/Groundwater Recharge Tabel 4. Debit Pemompaan Sumur


Imbuhan airtanahdalam pemodelan ini dibagi
menjadi beberapa segmen, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam pemodelan. Imbuhan airtanah
ini dihitung menggunakan persamaan 5 sedangkan
untuk perhitungan evapotranspirasi actual dihitung
menggunakan persamaan 3, dan besar air limpasan
dihitung menggunakan persamaan 4, sehingga hasilnya
dapat tersaji dalam Tabel 3.

Tabel 3. Tabel 3 Hasil Pehitungan Imbuhan Airtanah

Pumping Well
Sumur produksi/pumping well pada daerah model
merupakan sumur produksi yang digunakan untuk
irigasi. Jumlah sumur produksi pada daerah model
sebanyak 27 sumur yang tersebar dalam beberapa
kecamatan, yaitu Kecamatan Bantaran, Kecamatan
Sumberasih, Kecamatan Wonomerto, Kecamatan
Tongas, dan Kecamatan Leces. Lama pemompaan
sumur dalam satu hari juga bervariasi, yaitu sekitar
2-3 jam/hari Debit pemompaan setiap hari pada
setiap sumur bervariasi, yaitu sekitar 5-25 liter/detik.
Data debit pemompaan sumur dalam 1 hari (2-3 jam)
ditunjukkan pada Tabel 4.

Hasil Pemodelan Aliran Airtanah Natural System


di Probolinggo
Berdasarkan hasil komputasi pemodelan aliran airtanah
di Probolinggo menggunakan data natural system, maka
dapat terlihat bahwa aliran airtanah bergerak dari arah
selatan menuju ke utara. Hal ini menunjukkan bahwa
Gambar 7. Hasil Pemodelan Aliran Airtanah Natural System
airtanah mengalir dari tempat bertekanan hidraulik (Belum Tervalidasi) (Hasil Analisis, 2015)
tinggi menuju ke tempat bertekanan hidraulik rendah.
Hasil pemodelan aliran airtanah (belum tervalidasi)
disajikan pada Gambar 7.

100
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 101 - 104

Validasi Hasil Pemodelan Aliran Airtanah ini didasarkan pada perhitungan nilai imbuhan airtanah
Natural System yang telah dilakukan pada Tabel 3, Berdasarkan tahapan
Tahapan selanjutnya dalam pemodelan aliran airtanah sensitivity analysis yang dilakukan terhadap hasil
ini adalah validasi model. Hal ini bertujuan untuk pemodelan aliran airtanah ini, maka diperoleh kontur
mengetahui tingkat kesesuaian model dengan kondisi elevasi muka airtanah yang sesuai/mendekati dengan
data hasil pemodelan Direktorat GTL dengan arah
di lapangan. Dalam pemodelan ini tidak dilakukan
aliran airtanah yang sama, yaitu dari selatan menuju
kalibrasi karena tidak terdapat sumur observasi
ke utara. Selanjutnya dari hasil sensitivity analysis ini
pada daerah penelitian. Validasi hasil pemodelan
yang digunakan sebagai hasil pemodelan aliran airtanah
dilakukan dengan membandingkan tingkat kesesuaian natural system, kemudian dapat digunakan sebagai
hasil pemodelan aliran airtanah di CAT Probolinggo acuan dalam pembuatan skenario pemodelan. Hasil
yang telah dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata pemodelan aliran airtanah natural system tervalidasi
Lingkungan. ini ditunjukkan pada Gambar 9.
Berdasarkan Gambar 8 hasil pemodelan aliran airtanah
di Probolinggo ini tidak sesuai dengan hasil pemodelan
yang telah dilakukan Direktorat GTL. Hal ini dapat
ditunjukkan dari adanya perbedaan kontur elevasi
muka airtanah pada daerah model, meskipun arah
aliran airtanah telah sesuai. Perbedaan kontur elevasi
muka airtanah ini terlihat cukup signifikan, sehingga
diperlukan adanya analisis sensitivitas/sensitivity
analysis dengan merubah parameter hidrologi maupun
hidrogeologi hingga mendapatkan hasil kontur elevasi
muka airtanah sesuai/mendekati dengan data validasi.

Gambar 9. Gambar 9. Peta Hasil Pemodelan Aliran Airtanah


Natural System Tervalidasi (Hasil Analisis, 2015)

Neraca Airtanah (Groundwater Balance)


Perhitungan neraca airtanah dalam penelitian ini dapat
terlihat dari keseimbangan antara aliran airtanah yang
masuk dan aliran airtanah yang keluar. Aliran airtanah
yang masuk dalam pemodelan ini berasal dari imbuhan
airtanah/recharge dan rembesan sungai/river leakage,
sedangkan untuk aliran airtanah yang keluar berasal
Gambar 8. Hasil Validasi Hasil Pemodelan Aliran Airtanah dari muka air tetap/constant head, rembesan sungai/
Natural System (Hasil Analisis, 2015). river leakage, dan debit pemompaan/pumping well.
Jumlah aliran airtanah yang masuk dalam pemodelan
ini sama dengan jumlah airtanah yang keluar, yaitu
Sensitivity Analysis Hasil Pemodelan Aliran Airtanah sebesar 516.927 m3. Rincian pada masing-masing
Natural System parameter dapat dilihat pada Gambar 10.
Sensitivity analysis terhadap hasil pemodelan ini
dilakukan dengan mengubah parameter hidrogeologi,
yaitu nilai imbuhanairtanah. Pada tahapan ini data
masukan parameter imbuhan airtanah ini diubah menjadi
689 mm/tahun. Penentuan perubahan nilai parameter

101
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

Tabel 5. Skenario Peningkatan Debit Pemompaan

Gambar 10. Neraca Airtanah Pemodelan Aliran Airtanah


Natural System(Hasil Analisis, 2015)

Skenario Pemompaan
Skenario yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah memprediksi respon sumur produksi terhadap
peningkatan pemompaan. Skenario ini dilakukan
karena menurut Tirtomihardjo dan Maimun (1994)
dalam Rahardjo (2002) diperkirakan debit pemompaan
akan meningkat pada setiap tahunnya. Meningkatnya
debit pemompaan ini didukung dengan tingginya angka
kebutuhan air setiap tahunnya, sedangkan ketersediaan
air permukaan yang semakin berkurang. Oleh karena
itu, tidak menutup kemungkinan bahwa sumur
produksi yang dimanfaatkan untuk kebutuhan irigasi
ini nantinya akan dikembangkan untuk memenuhi Hasil Skenario Pemodelan Aliran Airtanah dengan
kebutuhan domestik masyarakat sekitar. Peningkatan Debit Pemompaan
Berdasarkan skenario peningkatan debit pemompaan
Dalam pemodelan ini terdapat 6 skenario pemompaan, pada semua sumur yang ada di daerah penelitan,
yaitu dengan peningkatan debit pompa pada semua dapat diperoleh hasil bahwa penurunan elevasi muka
sumur yaitu sebesar 50%, 75%, 100%, 125%, air tanah tidak terlihat secara signifikan bahkan dapat
150%, dan 200% dari debit pemompaan awal dalam disebut dengan tidak terjadi penurunan ketika debit
pemodelan natural system. pemompaan ditingkatkan sebesar 50% pada skenario 1
hingga 75% pada skenario 2, sepeti ditunjukkan pada
Gambar 11. Penurunaan muka air tanah mulai terlihat
ketika terlihat debit pemompaan ditingkatkan menjadi
100% pada skenario 3 hingga 125% pada skenario 4,
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12, sedangkan
peningkatan debit pemompaan sebesar 150% pada
skenario 5 dan 200% pada skenario 6 mengakibatkan
penurunan muka airtanah yang signifikan seperti
ditunjukkan pada Gambar 13. Penurunan elevasi muka
airtanah terlihat lebih jelas pada bagian timur daerah
model, hal ini dikarenakan jumlah sumur pada daerah
tersebut lebih banyak dibandingkan dengan bagian
utara dan dengan debit pemompaan yang lebih besar.

102
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 103 - 104

Peningkatan debit pemompaan sebesar 200% pada


skenario 6 ini juga menimbulkan kekeringan pada
3 lokasi sumur, yaitu pada sumur SDPB 128, SDPB
212, dan SDPB 207. Hal tersebut menunjukkan bahwa,
debit pemompaan telah melebihi kapasitas sumur.
Lokasi sumur yang mengalami kekeringan ternyata
tidak merata, hal ini seperti ditunjukkan pada lokasi
sumur SDPB 128 yang letaknya relatif jauh apabila
dibandingkan dengan 2 sumur lainnya yang mengalami
kekeringan. Hal tersebut menunjukkan bahwa aliran
airtanah mengalir dari hidarulik yang bertekanan tinggi
menuju ke hidraulik yang bertekanan rendah, yaitu
dari arah selatan menuju ke arah utara, sehingga aliran
air dari arah selatan tidak dapat memenuhi kapasitas Gambar 13. Hasil Pemodelan Aliran Airtanah
pada sumur tersebut. Kekeringan pada 3 lokasi sumur Skenario 5 dan 6
tersebut dapat terlihat seperti pada Gambar 14

Gambar 14. Hasil Pemodelan Aliran Airtanah Skenario 6


Gambar 11. Hasil Pemodelan Aliran Airtanah
Skenario 1 dan 2

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian pemodelan aliran
airtanah di Probolinggo ini, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Probolinggo memiliki 2 musim, yaitu musim
kemarau dan musim hujan dengan temperatur
udara rata-rata dari tahun 2009-2013 yaitu 28,80C
dan curah hujan rata-rata sebesar 2.032 mm/
tahun. Imbuhan airtanah yang berasal dari air
hujan yaitu sebesar 689 mm/tahun serta sebesar
186m3/hari air yang masuk ke CAT yang diperoleh
dari Cekungan Air Tanah lain yang dihitung
menggunakan hukum Darcy. Berdasarkan peta
Gambar 12. Hasil Pemodelan Aliran Airtanah geologi, Probolinggo tersusun atas litologi dengan
Skenario 3 dan 4 batuan penyusun berupa batuan sedimen dan
batuan gunung api. Sedangkan berdasarkan hasil
analisis sifat hidraulik akuifer, dapat diperoleh
nilai konduktivitas hidraulik yang bervariasi,
yaitu 5,32m/hari hingga 2.518 m/hari dengan

103
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

nilai transmisivitas sebesar 446,89 m2/hari hingga Putra, DPE., 2007. The Impact of Urbanization on
50.631 m2/hari. Ketebalan akuifer juga tidak merata, Groundwater Quality A Case Study in Yogyakarta
yaitu 17 m hingga 92 m. Pada hasil pembuatan City-Indonesia, Dissertation., RWTH University,
konseptual model juga dapat disimpulkan bahwa Aachen
jenis akuifer pada daerah penelitan adalah akuifer Putranto, T.T., 2011. Aplikasi Pemodelan Aliran Airtanah
terkekang (confined aquifer). Dalam Konsep Pengelolaan Airtanah Berbasis
Cekungan, Research, RWTH University, Aachen.
2. Berdasarkan pemodelan aliran airtanah natural
Putranto, T.T., 2013. Hydrogeological and Numerical
system di Probolinggo, dapat disimpulkan bahwa
Groundwater Flow Model in Semarang City-
pola aliran airtanah bergerak dari arah selatan Indonesia, Dissertation, RWTH University, Aachen.
menuju ke arah utara. Hal ini menunjukkan bahwa
airtanah mengalir dari tempat bertekanan hidraulik Rahardjo, P., 2002. Analisis Sistim Akuifer dan Pemodelan
tinggi menuju ke tempat bertekanan hidraulik Aliran Airtanah, Tesis Magister,Universitas
Diponegoro, Semarang.
rendah. Hubungan antara airtanah dengan air
permukaan (Sungai Laweyan dan Sungai Gending) Ruchijat, S., 2000. Penyelidikan Potensi Cekungan
adalah gaining stream, yaitu airtanah memberikan Airtanah Probolinggo Jawa Timur, Direktorat Geologi
supply ke air permukaan. Tata Lingkungan, Bandung.
Suyono, S., 2006. Hidrologi Untuk Pengarian, PT. Pradnya
3. Prediksi debit pemompaan maksimal yang dapat Paramita, Jakarta.
dilakukan pada sumur produksi di Probolinggo
yaitu dengan meningkatkan debit pemompaan Todd, D.K., 1980. Groundwater Hydrologi, John Wiley &
Sons, New York.
sebesar < 200% dari debit pemompaan awal (natural
system). Hal ini dikarenakan dengan peningkatan Waspodo, R.S.B., 2002. Permodelan aliran airtanah pada
200% ternyata terjadi penurunan muka airtanah akuifer tertekan dengan menggunakan metoda beda
yang signifikan dengan kondisi 3 sumur pada lokasi hingga, Jurnal Keteknikan Pertanian, Vol. 16, No.2.
penelitan mengalami kekeringan.

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, M.P. dan Woessner, W.W., 1992. Applied
Groundwater Modeling Simulation of Flow and
Advective Transport, Academic Press, Inc. California.
Bisri, M., 2008. Air Tanah, Tirta Media, Malang.
Bisri, M., 1991. Aliran Air Tanah,Universitas Brawijaya,
Malang.
Chow, Ven Te., David R. Maidment, Larry W. Mays., 1988.
Applied Hydrology, New York.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2003.
Batas Horisontal Cekungan Air Tanah di Pulau Jawa
dan Pulau Madura, ESDM, Jakarta.
Kodoatie, R.J., 2012. Tata Ruang Air Tanah,
Andi,Yogyakarta.
Prawati, E., 2011. Studi dan Pemodelan Air Tanah Akibat
Pengaruh Pemompaan, Research, Universitas
Muhammadiyah Metro, Lampung.
Purnama, S., 2007. Model pencemaran airtanah di Kota
Yogyakarta. Jurnal Geografi Indonesia,
Vol. 21, No. 2.

104
Himpunan ISSN 0215-1251
Ahli Teknik Hidraulik Jurnal Teknik Sumber Daya Air
Indonesia Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 105 - 114

KINERJA HSS SNYDER, NAKAYASU DAN GAMA I PADA DAS


TERUKUR DI SULAWESI TENGAH
PERFORMANCE OF SNYDER, NAKAYASU AND GAMA I SYNTHETICS UNIT
HYDROGRAPH (SUH) IN MEASURED WATERSHED IN CENTRAL SULAWESI

I Gede Tunas1, Nadjadji Anwar2, Umboro Lasminto2


1
Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
2
Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
tunasw@yahoo.com, nadjadji@gmail.com, umboro_hydro@yahoo.com

ABSTRAK
Hidrograf satuan sintetik (HSS) merupakan hidrograf satuan yang diturunkan utamanya berdasarkan karakteristik DAS dan dikembangkan
untuk memperkirakan hidrograf banjir pada sungai-sungai atau DAS-DAS yang tidak memiliki data rekaman debit (banjir). Beberapa
HSS yang telah dikembangkan dan digunakan secara luas di Indonesia, diantaranya HSS Snyder, Nakayasu dan GAMA I. Secara umum
HSS memiliki kinerja yang baik pada DAS-DAS yang digunakan sebagai dasar penyusunan HSS dan cenderung memberikan hasil yang
kurang memuaskan dan menghasilkan penyimpangan bila diterapkan pada DAS-DAS lain. Oleh karena itu, sebelum digunakan pada DAS-
DAS tertentu, metode-metode tersebut perlu diuji kinerjanya sehingga dapat diketahui keandalannya. Untuk memenuhi maksud tersebut,
ketiga HSS diuji pada dua DAS di Sulawesi Tengah yakni DAS Bunta dan DAS Bangga. Penurunan parameter dan ordinat HSS dilakukan
berdasarkan analisis paramater DAS menggunakan perangkat lunak Arc GIS. Analisis kinerja dilakukan terhadap 10 kasus banjir di masing-
masing DAS, dengan mengevaluasi penyimpangan waktu puncak (TP), debit puncak (QP) dan waktu dasar (TB) terhadap masing-masing
hidrograf banjir terukur. Evaluasi juga dilakukan terhadap ordinat hidrograf berdasarkan Koefisien Efisiensi Model Nash–Sutcliffe (E).
Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk waktu puncak (TP) model yang menghasilkan penyimpangan terkecil adalah HSS Snyder dengan
penyimpangan rata-rata sebesar 4.64%. Selanjutnya untuk debit puncak (QP) model yang menghasilkan penyimpangan terkecil adalah HSS
GAMA I dengan penyimpangan rata-rata sebesar 13.30% dan untuk waktu dasar (TB), model yang menghasilkan penyimpangan terkecil
adalah HSS Nakayasu dengan penyimpangan rata-rata 20.69%. Evaluasi terhadap ordinat hidrograf berdasarkan Koefisien Efisiensi Model
memberikan angka E rata-rata berturut-turut dari terkecil sebesar  0.44 (HSS GAMA I), 0.56 (HSS Nakayasu) dan 0.75 (HSS Snyder).
Penyimpangan ketiga model terutama QP, TB dan ordinat hidrograf masih lebih besar dari 10% sebagaimana disyaratkan oleh Subramanya
(1995). Hal ini menandakan bahwa ketiga model memiliki kinerja relatif kurang baik pada kedua DAS tersebut.
Kata Kunci : HSS Snyder, HSS Nakayasu, HSS GAMA I, Kinerja

ABSTRACT
Synthetic unit hydrograph (SUH) is the unit hydrograph which derived mainly from watershed characteristics and developed to predict flood
hydrograph in unrecorded river or watershed. There are some SUH model which developed and widely used in Indonesia, such as Snyder,
Nakayasu and GAMA I SUH. Generally, these models have good performance in watershed which used as the base of SUH development, and
often unsatisfied if applied in other watersheds. Because of these reasons, before applied in certain watershed, these models must be tested
to know the performance. The three SUH models are tested in two watersheds in Central Sulawesi, they are Bunta and Bangga Watersheds.
Parameters and ordinates SUH are derived and analyzed from watershed characteristics using Arc GIS. The performances of these models are
analyzed by using 10 flood cases in each watershed, by evaluating the deviation of time to peak (TP), peak discharge (QP) and base time (TB)
and comparing to each measured hydrograph. The performance is also evaluated based on hydrograph ordinates using efficiency coefficient
of  Nash–Sutcliffe (E) Model. The result of analysis showed that the SUH models with the smallest average deviation of TP is Snyder SUH
(4.64%), the smallest average deviation of QP is  GAMA I SUH (13.3%) and the smallest average deviation of TB is Nakayasu SUH (20.69%).
Evaluation based on hydrograph ordinates showed that the efficiency coefficients (E) from the smallest value respectively are 0.44 (GAMA I),
0.56 (Nakayasu) dan 0.75 (Snyder). The deviation of the three models especially QP, TB and hydrograph ordinates are more than 10% (maximum
deviation which is stated by Subramanya, 1995), it is showed that the models performance are not so well in two watersheds.
Keywords: Snyder SUH, Nakayasu SUH, GAMA I SUH, Performance

PENDAHULUAN perkiraan debit menggunakan pendekatan hidrograf


Debit banjir rancangan yang digunakan sebagai dasar satuan dianggap lebih realistis karena metode ini
perancangan dan evaluasi bangunan keairan, dapat diturunkan dari karakteristik hidrograf banjir dan hujan
ditetapkan berdasarkan perkiraan debit menggunakan dari suatu sungai/DAS. Namun dalam aplikasi sangat
beragam metode baik metode empiris maupun metode sulit untuk memperoleh data hujan dan debit  pada
yang berbasis hidrograf satuan. Metode empiris hanya suatu titik kontrol dalam waktu yang bersamaan,
mampu memperkirakan debit puncak banjir sedangkan sebagai syarat utama penetapan hidrograf satuan
metode hidrograf satuan dapat memperkirakan ordinat suatu sungai. Untuk mengantisipasi kesulitan ini
dan parameter hidrograf secara lengkap. Selain itu dikembangkan  hidrograf satuan sintetik

105
Kinerja HSS Snyder, Nakayasu dan Gama I pada DAS Terukur di Sulawesi Tengah (I Gede Tunas, Nadjadji Anwar, Umboro Lasminto)

Hidrograf satuan sintetik (HSS) merupakan hidrograf Pada dasarnya hidrograf banjir dapat diperoleh
satuan yang diturunkan utamanya berdasarkan dengan pendekatan hidrograf satuan. Namun dalam
karakteristik DAS dan dikembangkan untuk aplikasi sangat sulit untuk memperoleh data hujan
memperkirakan hidrograf banjir pada sungai-sungai dan debit  pada suatu titik kontrol dalam waktu yang
atau DAS-DAS yang tidak memiliki data rekaman bersamaan, sebagai syarat utama penetapan hidrograf
debit (banjir). Beberapa HSS yang telah dikembangkan satuan suatu sungai. Untuk mengantisipasi kesulitan
dan digunakan secara luas di Indonesia, diantaranya ini dikembangkan  hidrograf satuan sintetik (synthetic
HSS Snyder, Nakayasu dan GAMA I. unit hydrograph), seperti yang diusulkan oleh Snyder
di Amerika Serikat dan Nakayasu di Jepang (Sri Harto,
Secara umum HSS memiliki kinerja yang baik pada 2000) dengan andaian bahwa transformasi hujan
DAS-DAS yang digunakan sebagai dasar penyusunan menjadi hidrograf ditentukan oleh beberapa parameter
HSS dan cenderung memberikan hasil yang kurang DAS. Di Indonesia, Sri Harto (1985) mengembangkan
memuaskan dan menghasilkan penyimpangan bila Hidrograf Satuan Sintetik GAMA I berdasarkan
diterapkan pada DAS-DAS lain (Sri Harto, 1985). perilaku hidrologis 30 DAS di Pulau Jawa
Oleh karena itu, sebelum digunakan pada DAS-DAS
tertentu, metode-metode tersebut perlu diuji kinerjanya
sehingga dapat diketahui keandalannya. HSS Snyder
Snyder (1938) mengemukakan beberapa rumus empiris
dengan menghubungkan tiga parameter penting
STUDI PUSTAKA yaitu waktu kelambatan (time lag, TL), debit puncak
(peak discharge, Qp) dan waktu dasar dari hidrograf
Hidrograf Satuan Sintetik (base time, Tb). Snyder juga menentukan lama waktu
Hidrograf menggambarkan perubahan debit pada suatu kelambatan daerah aliran (basin lag) yaitu lamanya
titik tinjauan terhadap waktu mulai awal sampai akhir waktu antara pusat hujan efektif dan puncak hidrograf
terjadinya banjir. Pada dasarnya hidrograf terdiri dari satuan, Tp dinyatakan sebagai berikut :
3 bagian pokok yakni sisi naik (rising limb), puncak
Qp = 0.278 (Cp÷TL)A ............................................. (1)
(crest) dan sisi resesi (recession limb).
Tl = Ct (L Lc)n......................................................... (2)
Bentuk dan kemiringan sisi naik sangat ditentukan oleh
intensitas dan lama hujan dan kelengasan DAS. Bagian Tp = TL+Tr÷2........................................................... (3)
puncak dari hidrograf menunjukkan debit puncak, yang
dapat terjadi beberapa saat sesudah hujan berhenti atau Tb ≈ 5TL................................................................... (4)
beberapa saat sebelum hujan berhenti tergantung dari
dengan keterangan :
distribusi hujan. Sisi resesi merupakan sisi turun suatu Ct : Koefisien tampungan DAS empiris, 1.4-1.7,
hidrograf untuk kembali pada aliran dasar (base flow), L : Panjang sungai utama (km),
yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian sebelah atas Lc : Panjang sungai dari titik terdekat titik berat DAS
(dekat puncak) merupakan sisi resesi gabungan antara ke outlet,
limpasan permukaan (surface run-off) dan aliran antara Cp : Konstanta empiris (0.15-0.19).
(interflow) dan bagian sebelah bawah merupakan aliran
dasar yang bersumber dari pengatusan (draining) air
tanah (Sri Harto, 2000).

Gambar 1. Tipikal bentuk hidrograf Gambar 2. Tipikal HSS Snyder

106
Qd1= Qp  0,3 T0 , 3 (8a)
t Tp  0 , 5T0 , 3
1, 5T
= Qp
Qd2Jurnal  0Sumber
Teknik ,3 Daya0 , 3Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 (8b)
| 107 - 114
t Tp 1, 5T0 , 3
2T0 , 3
Qd3= Qp  0,3 (8c)
HSS Nakayasu
Tr
Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan
sungai-sungai di Jepang dan memberikan serangkaian
Gambar 2. Tipikal HSS Snyder 𝑞𝑞𝑝𝑝 ൌ
𝑝𝑝

persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan 𝐴𝐴

sintetik. Persamaan utama dari HSS Nakayasu


𝑡𝑡− 𝑝𝑝

0.8Tr 𝑞𝑞𝑑𝑑ͳ ൌ 𝑞𝑞𝑝𝑝  ͲǤ͵


3) HSS Nakayasu
ͲǤ͵

dinyatakan dengan:

Debit per satuan luas


Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf 𝑡𝑡− 𝑝𝑝 ൅ͲǤͷ ͲǤ͵

satuan AR0 ÷ 3.6(0.3T


Qp = Csungai-sungai dip+T ) ..................................
Jepang
0.3 dan memberikan (5) 𝑞𝑞𝑑𝑑ʹ ൌ 𝑞𝑞𝑝𝑝  ͲǤ͵ ͳǤͷ ͲǤ͵

serangkaian
dengan persamaan untuk membentuk suatu Tp 𝑡𝑡− 𝑝𝑝 ൅ͲǤͷ ͲǤ͵

hidrograf satuanbanjir
Qp : debit puncak sintetik. Persamaan utama dari
(m3/det) T0.3
𝑞𝑞𝑑𝑑͵ ൌ 𝑞𝑞𝑝𝑝  ͲǤ͵ ʹ ͲǤ͵

HSS Nakayasu
R0 : hujan satuan dinyatakan
(mm) dengan: 1.5T0.3
2T0.3
Tp : tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai (5)
puncak banjir (jam) Waktu (jam)
dengan
Tp : tg + 0,8 tr
Gambar Gambar3.3.Tipikal
Tipikal HSS HSSNakayasu
Nakayasu
Qtg : waktu konsentrasi (jam), tenggang 3 waktu dari titik berat
p = debit puncak banjir (m /det)
R0 hujan
= hujan sampai titik berat hidrograf (time lag) dalam hal
ini, jika:
satuan (mm) 4) HSS GAMA I
Tp L<15= tenggang
km tg : 0.21* waktu L0,7 (time lag) dari HSS
HSSGAMA GAMA I I dikembangkan dengan suatu
L>15 permulaan
km tg : 0.4 hujan
+ 0.058L sampai puncak banjir HSS GAMA
keinginan agarI dikembangkan
dimanapun didengan setiapsuatu lokasi keinginan
suatu
(jam)waktu hidrograf (time base of hidrograph) :
Tr : tenggang agar dimanapun di setiap lokasi
sungai, tanpa data debit, hidrograf satuan pada suatu sungai, tanpa
0,5 -1 tg
Tp = tg + 0,8 tr data
lokasidebit,
tersebut hidrograf satuan pada
dapat diketahui dengan lokasi tersebut
ketelitian
tg T=0,3 :waktu
α.tg konsentrasi (jam), tenggang dapat diketahui dengan ketelitian yang cukup tinggi.
yang cukup tinggi. Berdasarkan analisis yang
waktu dari titik berat hujan sampai titik Berdasarkan analisis yang dilakukan, belakangan
dilakukan, belakangan metode ini terbukti
berat hidrograf (time lag) dalam hal ini, (6)
................................................... metode ini terbukti berfungsi baik pula untuk berbagai
α= berfungsi
jika: daerah lain baik pula untuk
di Indonesia berbagai
(Sri Harto, 2000). daerah lain
di Indonesia (Sri Harto, 2000).
L< 15 km tg = 0.21* L0,7 HSS GAMA I terdiri dari empat variabel pokok, yaitu
untuk: L> 15 km tg = 0.4 + 0.058L HSS GAMA I terdiri dari empat variabel pokok,
waktu naik (time of rise, TR), debit puncak (QP), waktu
Ta.
r
daerah
= tenggang pengaliran waktu biasa α = 2 (time base of
hidrograf yaitu (TB)
dasar waktudan naiksisi(time
resesiof yang TR), debit oleh
rise, ditentukan puncak nilai
b. bagian naik hidrograf
hidrograph) = 0,5 -1 tg yang lambat dan bagian (Q ), waktu dasar (TB) dan sisi resesi yang
koefisien
P tampungan (storage coefficient, K). Parameter
menurun yang cepat α =1,5 ditentukan oleh nilai koefisien tampungan
c. bagian T0,3 naik
= .tg hidrograf yang cepat dan bagian yang digunakan dalam membentuk persamaan terdiri
(storage
dari faktor coefficient,
sumber (source K). SF),
factor, Parameter
frekuensi yang
sumber
menurun 0yang lambat α = 3
= 0,47. A.L 
, 25
(6) digunakan
(source dalam membentuk
frequency, SN), faktor persamaanlebar (widthterdiri factor,
Bagian lengkung
tg naik (rising limb) hidrograf satuan dari faktor
WF), luas DAS sumber sebelah(sourcehulu factor,
(relativeSF), frekuensi
upstream area,
memiliki
untuk: rumus: sumber
RUA), faktor
(source simetri (symetry
frequency, factor,
SN), faktor
SIM), jumlah
lebar
pertemuan
(width factor, sungaiWF), (joint luasfrequency,
DASJN) dan kerapatan
sebelah hulu
 daerah pengaliran biasa  = 2
jaringan kuras (drainage density,
(relative upstream area, RUA), faktor simetri D). Persamaan yang
 bagian naik .......................................................
hidrograf yang lambat dan (7) digunakan
bagian menurun yang cepat  =1,5 (symetry factor, SIM), jumlah pertemuan sungai:
dalam HSS GAMA I dinyatakan dengan
(joint frequency, JN) dan kerapatan jaringan
 bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian ..............................................................
dengan keterangan : kuras (drainage density, D). Persamaan yang(9)
menurun yang lambat  = 3
Q : limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/det), digunakan dalam HSS GAMA I dinyatakan
t : waktu
Bagian jam.
lengkung naik (rising limb) hidrograf dengan :
satuan memiliki rumus: t 1.2775................ (10)

Bagian lengkung 2 , 4 turun (decreasing limb) hidrograf
 t dihitung
 Qt  Q p e k
(9)
satuan dapat dengan:
Qa  Q p   (7)
T  3 ......................(11)
 p  L 
Qd1 = ...............................................(8a) TR  0 .43 100SF   1 .0665 SIM  1.2775 (10)
........... (12)
3 ........... (13)
Qd2= .......................................... (8b)

Qd3= ....................................(8c)

107
Kinerja HSS Snyder, Nakayasu dan Gama I pada DAS Terukur di Sulawesi Tengah (I Gede Tunas, Nadjadji Anwar, Umboro Lasminto)

dimana A adalah luas DAS (km2), L adalah panjang sungai


utama (km), dan S adalah landai sungai utama.

Gambar 4. Tipikal HSS GAMA I


Gambar 5. Grafik distribusi hujan menurut prinsip ABM
Aliran dasar menurut konsep HSS GAMA I adalah
besaran tetap (konstan), artinya aliran dasar pada titik Model distribusi hipotetik yang banyak digunakan untuk
awal dan titik akhir hidrograf dianggap sama, yang menentukan pola distribusi hujan adalah Alternating
dapat dihitung dengan persamaan : Block Method (ABM) (Sujono, J., dan Jayadi, R., 2007).
Prinsip metode ABM adalah menganggap bahwa
............................................ (14) distribusi hujan jam-jaman mengikuti pola intensitas-
durasi hujan  untuk masing-masing jam selama 24
Penjumlahan aliran dasar dengan limpasan langsung jam. Untuk itu diperlukan masukan berupa kuva IDF
menghasilkan hidrograf debit di sungai. Komponen (intensity duration frequency) yang dapat ditetapkan
limpasan langsung sangat tergantung dari curah berdasarkan nilai curah hujan harian maksimum
hujan efektif (efectif rainfall, PE). Curah hujan efektif dengan berbagai kala ulang. Nilai intensitas hujan
merupakan hasil pengurangan distribuisi hujan untuk suatu durasi hujan tertentu dapat dihitung dengan
rancangan dengan (phi index). Besaran Phi index beberapa rumus pendekat, salah satunya dengan rumus
(φ) adalah komponen infiltrasi yang besarnya dapat Mononobe
ditetapkan :
........... (15)
......................................................... (17)

Distribusi Hujan diamana I adalah intensitas curah hujan (mm/jam), t adalah


lamanya curah hujan (jam),  dan R24 adalah curah hujan
Hyetograf adalah grafik yang menggambarkan tipikal
maksimum dalam 24 jam (mm).
pola distribusi hujan dalam bentuk hubungan antara
kedalaman hujan dengan waktu. Pada prinsipnya pola Penentuan pola distribusi hujan menurut prinsip
distribusi hujan dapat diperoleh dengan pencatatan ABM dapat dilakukan dengan langkah-langkah
data otomatik, namun bila data yang dimaksud tidak berikut : a). Hitung waktu konsentrasi tc, b). Hitung
tersedia, pola distribusi hujan dapat ditentukan dengan intensitas dan kedalaman hujan setiap jam sampai tc,
model distribusi hipotetik (Chow et al., 1988) seperti c). Hitung penambahan kedalaman untuk tiap interval
uniform, segitiga atau alternating block method. Lama waktunya, dan d). Gambar kurva ABM-nya dengan
durasi hujan dapat didekati dengan waktu konsentrasi nilai maksimum diletakkan di tengah, sedang nilai di
(tc) yang dihitung dengan beberapa metode, salah bawahnya diletakkan selang-seling di kanan-kiri nilai
satunya adalah rumus Kirpich (Pilgrim, 1987 dalam maksimummnya. Nilai kasimum kedua disebelah
Jayadi, 2005). kanannya dan nilai maksimum ketiga di sebelah
kirinya, demikian seterusnya.
....................................... (16)

108
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 109 - 114

METODA PENELITIAN Adapun tahapan yang diambil untuk menyelesaikan


Lokasi penelitian ini bertempat di DAS Bunta dan penelitian ini dapat dibedakan atas 4 macam yaitu tahap
Bangga dengan luas masing-masing DAS sebesar pengumpulan data (hujan dan hidrograf banjir), analisis
220.46 km2 dan 69.04 km2 (Gambar 6). Kedua DAS parameter DAS berbasis GIS, analisis HSS dan analisis
tersebut terletak di wilayah administrasi Provinsi kinerja (penyimpangan). Data yang dikumpulkan
Sulawesi Tengah (Gambar 7). untuk penelitian ini adalah data sekunder  berupa data
curah hujan dan data AWLR di dua lokasi DAS yakni
Bunta dan Bangga, peta rupa bumi skala 1:50.000 yang
dikeluarkan oleh Bakosurtanal tahun 1991. Penurunan
parameter dan ordinat HSS dilakukan berdasarkan
analisis paramater DAS menggunakan perangkat lunak
Arc GIS.
Selanjutnya berdasarkan ordinat HSS masing-masing
DAS untuk 3 kategori HSS (Snyder, Nakaysu dan
GAMA I) dapat dihitung hidrograf limpasan langsung
(HLL). Pemisahan HLL dan aliran dasar dilakukan
menggunakan straight line methods. Disamping itu,
mengingat di lokasi penelitian tidak terdapat data
hujan jam-jaman, maka dilakukan disagregasi data
hujan harian menjadi jam-jaman menggunakan metode
distribusi hujan hipotetik Mononobe.
Analisis kinerja dilakukan terhadap 10 kasus banjir
di masing-masing DAS, dengan mengevaluasi
penyimpangan waktu puncak (TP), debit puncak
(QP) dan waktu dasar (TB) terhadap masing-masing
Sumber : RTRW Provinsi Sulawesi Tengah 2010-2030 hidrograf banjir terukur.
Gambar 6. Lokasi penelitian

a). DAS Bunta b). DAS Bangga


Sumber : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Tahun 1991
Gambar 7. Topografi DAS Bunta dan Bangga

109
Kinerja HSS Snyder, Nakayasu dan Gama I pada DAS Terukur di Sulawesi Tengah (I Gede Tunas, Nadjadji Anwar, Umboro Lasminto)

PQP = (QPsim - QPobs) ÷ QPobs...................................(18a) HASIL DAN PEMBAHASAN


PTP = (TPsim - TPobs) ÷ TPobs................................... (18b) Deskripsi dan Parameter DAS
PTB = (TBsim - TBobs) ÷ TBobs...................................(18c) Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, kedua
DAS (DAS Bunta dan Bangga) memiliki luas masing-
raf Selain itu
itukinerja
kinerja model masing 220. 46 km2 dan 69.04 km2, termasuk dalam
Selain model jugajuga dievaluasi
dievaluasi terhadap
terhadap ordinat kategori DAS menengah (meso sacle watershed)
dan ordinat menggunakan
hidrograf hidrograf analisis
menggunakan
penyimpangananalisis
model,
penyimpangan model,salah
dapat dengan kategori luas 10<A<1000 km2 (Safarina, 2012).
ine dapat menggunakan satumenggunakan salah
indikator kesalahan Kedua DAS memiliki bentuk memanjang dengan lebar
asi satu indikator
seperti kesalahan
Koefisien seperti
Efisiensi Model Koefisien Efisiensi(E)
Nash–Sutcliffe
an, Model Nash–Sutcliffe (E) dan dinyatakan sebagai DAS mengecil ke hilir untuk DAS Bunta dan DAS
dan dinyatakan sebagai (Nash dan Sutcliffe, 1970 Bangga memiliki lebar DAS relatif seragam.
ian (Nash dan Sutcliffe,
dalam Subramanya, 1995): 1970 dalam Subramanya,
usi 1995): Sistem jaringan sungai kedua DAS relatif agak
berbeda walaupun memiliki keserupaan dalam pola
njir yakni pola jaringan syaraf (neuron). Pada DAS Bunta,
asi .............................(19)
(19) kerapatan jaringan sungai berpusat di DAS bagian
− hulu dan semakin berkurang ke arah DAS bagian hilir,
cak
ng- sedangkan DAS Bangga memiliki kerapatan jaringan
di DAS bagian hulu dan semakin berkurang ke Ditinjau
sungai hampir darimerata
segi tutupan lahan,DAS
pada seluruh keduabaik DAS pada
arah DAS bagian hilir, sedangkan DAS Bangga memiliki tutupan lahan berupa hutan
bagian hulu maupun pada bagian hilir (Gambar 8). primer
18a) memiliki
Nilai-nilai kerapatan
indikator kesalahanjaringan
berkisarsungai
antara 0hampir
– 1. dengan
Namun tutupan
secara visualtajuk
jugayang masih
dapat baik terutama
diperkirakan bahwa
Nilai-nilai
merata indikator
pada nilai kesalahan
seluruh DAS berkisar
baik padaantara
bagian 0 hulu
– 1. pada bagian hulu, dan nampak adanya
Semakin rendah indikator kesalahan, maka DAS Bunta memiliki kerapatan jaringan sungai yang
Semakin rendah nilai indikator kesalahan, maka model
8). Namun perubahan tutupan lahan pada DAS
DAS Bangga.
bagian hilir,
18b) modelmaupun
yang pada bagian memiliki
dihasilkan hilir (Gambar
kinerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan Selain
yang secara
dihasilkan memiliki kinerja yang rendah dan
visual juga dapat diperkirakan
rendah dan sebaliknya apabila nilai indikator
sebaliknya apabila nilai indikator kesalahan
bahwa
semakin itu akibat
DAS Bunta pemanfaatan
memilikimasyarakat
orde sungaidiyang
sekitar
lebihDAS
tinggi
18c)
DASsemakin
kesalahan
tinggiyang
Bunta memiliki
mendekati 1 maka
kerapatan1 jaringan
tinggi mendekati sungai
maka kinerja
kinerja model semakin dariterutama
DAS Bangga.untuk lahan permukiman,
Ditinjau perkebunan
dari ketersediaan debit,
model semakin lebihtinggi.
tinggi dibandingkan
Secara dengan
umum kinerja modelDAS dan DAS
kedua pertanian
masuk (Gambar 9). Namun
dalam kategori dapat
sungai parenial
tinggi.Bangga.
Secara Selain
umumitukinerja model memiliki
diangap ordebaik dinyatakan
diangap baik jika
jika  penyimpangan atau
DAS Bunta
penyimpangan
kesalahan
atau kesalahan
maksimal 10 % yakni memilikibahwa secara keseluruhan
aliran sepanjang tutupan
tahun, artinya debit
sungai
maksimal
(Subramanya,
10 %yang lebih tinggi
(Subramanya,
1995)
dari DAS Bangga.
1995) akan tetap tersedia pada musim-musim kemarau.Hal
lahan di kedua DAS relatif masih terjaga.
Ditinjau dari ketersediaan debit, kedua DAS inilah kemungkinan yang mempengaruhi kedua
masuk dalam kategori sungai parenial yakni DAS masih memiliki aliran kontinyu sepanjang
memiliki aliran sepanjang tahun, artinya debit tahun.
akan tetap tersedia pada musim-musim kemarau.

b). DAS Bangga


1 a). DAS Bunta b). DAS Bangga
grafi DAS Sumber
Bunta dan Bangga
: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Tahun 1991
Gambar Sistem jaringan
Gambar8.8.Sistem jaringansungai
sungaiDAS
DASBunta dandan
Bunta Bangga
Bangga
memiliki bentuk memanjang
Parameter-parameter morfometridengan
DASlebar DAS
yang akan Berdasarkan analisis morfometri terhadap kedua
mengecil ke hilir untuk DAS Bunta
digunakan pada ketiga model HSS (Snyder, dan DAS DAS, terlihat bahwa parameter-parameter kedua
ya, Bangga memiliki
Nakayasu dan GAMA lebarI)DAS relatif seragam.
diturunkan dari Gambar 8 DAS memiliki keserupaan, terutama faktor simetri
liki 110
terutama empat parameter utama DAS
Sistem jaringan sungai kedua DAS relatif yang agak
sangat DAS (SIM) meskipun DAS Bunta memiliki faktor
m2, berpengaruh terhadap proses pembentukan
berbeda walaupun memiliki keserupaan dalam aliran simetri sedikit lebih besar dari DAS Bangga tetapi
eso (Sri
polaHarto,
yakni 1985) yaitu luas
pola jaringan DAS
syaraf (A, catchment
(neuron). Pada tidak terlalu signifikan. Sebagaimana yang
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 111 - 114

Ditinjau dari segi tutupan lahan, kedua DAS memiliki Parameter-parameter morfometri DAS yang akan
tutupan lahan berupa hutan primer dengan tutupan digunakan pada ketiga model HSS (Snyder, Nakayasu
tajuk yang masih baik terutama pada bagian hulu, dan dan GAMA I) diturunkan dari Gambar 8 terutama
nampak adanya perubahan tutupan lahan pada DAS empat parameter utama DAS yang sangat berpengaruh
bagian hilir, akibat pemanfaatan masyarakat di sekitar terhadap proses pembentukan aliran (Sri Harto, 1985)
DAS terutama untuk lahan permukiman, perkebunan yaitu luas DAS (A, catchment area), panjang sungai (L,
dan pertanian (Gambar 9). Namun dapat dinyatakan main stream length), landai sungai rata-rata (S, average
bahwa secara keseluruhan tutupan lahan di kedua DAS main stream slope) dan kerapatan jaringan sungai (D,
relatif masih terjaga. Hal inilah kemungkinan yang drainage density). Selain itu parameter-parameter
mempengaruhi kedua DAS masih memiliki aliran lainnya terutama yang terakomodasi pada ketiga model
kontinyu
Kinerja HSSsepanjang tahun.
Snyder, Nakayasu HSS juga diturunkan melalui analisis GIS berdasarkan
dan GAMA I Pada DAS Terukur di Sulawesi Tengah
I Gede Tunas, Nadjadji Anwar dan Umboro Lasminto peta topografi. Berikut disajikan parameter morfometri
kedua DAS, sebagaimana tertuang pada Tabel 1.
Berdasarkan analisis morfometri terhadap kedua
DAS, terlihat bahwa parameter-parameter kedua DAS
memiliki keserupaan, terutama faktor simetri DAS
(SIM) meskipun DAS Bunta memiliki faktor simetri
sedikit lebih besar dari DAS Bangga tetapi tidak terlalu
signifikan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sri
Harto (1985), faktor simetri memberikan gambaran
secara umum bentuk suatu DAS. Apabila nilai SIM
lebih besar dari 0.5 maka DAS pada umumnya lebar
di sebelah hulu dan menyempit dibagian hilir dan
sebaliknya apabila nilai SIM lebih kecil dari 0.5 maka
bentuk DAS sedemikian rupa sempit di bagian hulu
dan melebar di bagian hilir.

Tabel 1. Paremeter morfometri DAS


erukur di Sulawesi Tengah DAS DAS
Parameter Morfometri Bunta Bangga
a). DAS Bunta Luas DAS (A, km2) b). DAS Bangga 220.46 69.04
Sumber : Google Earth Tahun 2014 Panjang sungai utama (L, km) 37 14.2
Kemiringan rata-rata sungai utama 0.0250 0.0638
Gambar 9. Tutupan lahan DAS Bunta dan Bangga
Panjang sungai dari titik berat DAS (Lc, km) 21.7 7.65
Tabel 1. Paremeter morfometri DAShulu (AU, km2)
Luas DAS sebelah 124.80 36.89
Lebar DAS pada 0.25L (WL, km) 7.5 5.2
Parameter Morfometri DAS Bunta
Lebar DAS pada 0.75L (WU, km)
DAS Bangga 9.1 5.1
Luas DAS (A, km ) 2 Jumlah pertemuan
220.46 sungai (JN) 69.04 370 85
Luas relatif DAS sebelah hulu (RUA=AU/A) 0.56 0.53
Panjang sungai utama (L, km) 37
Faktor sumber (SF)
14.2 0.43 0.59
Kemiringan rata-rata sungai utama 0.0250
Frekuensi sumber (SN) 0.06380.96 0.47
Panjang sungai dari titik berat DAS (Lc, km) Kerapatan21.7
jaringan kuras (D, km/km2) 7.65 2.15 1.91
2 Faktor Lebar (WF=WU/WL)
Luas DAS sebelah hulu (AU, km ) 124.80 36.891.21 0.98
Faktor Simetri (SIM=WF*RUA) 0.68 0.52
Lebar DAS pada 0.25L (WL, km) 7.5 5.2
Lebar DAS pada 0.75L (WU, km) 9.1 5.1
Selanjutnya, berdasarkan parameter morfometri dapat
Jumlah pertemuan sungai (JN) 370 hidrograf satuan sintetik
ditetapkan 85 dari masing-
Luas relatif DAS sebelah hulu (RUA=AU/A) masing 0.56
model HSS di DAS Bunta 0.53
(Gambar 10) dan
Faktor sumber (SF) DAS Bangga
0.43 (Gambar 11). Pada 0.59kedua ganmbar
Frekuensi sumber (SN) tersebut0.96
juga disajikan hidrograf 0.47
satuan terukur dari
b). DAS Bangga kedua DAS
Kerapatan jaringan kuras (D, km/km2) 2.15 berdasarkan 10 kejadian banjir di masing-
1.91
Sumber : Google Earth Tahun 2014 masing DAS.
Faktor Lebar (WF=WU/WL) 1.21 0.98
Tutupan lahan DAS Bunta
Gambar 9. Tutupan
dan Bangga lahan DAS Bunta dan Bangga
Faktor Simetri (SIM=WF*RUA) 0.68 0.52
el 1. Paremeter morfometri
Sumber : Hasil DAS
analisis
DAS Bunta DAS Bangga puncak (QP) lebih besar (over estimate) dari debit
Selanjutnya, berdasarkan parameter morfometri puncak HS terukur baik pada Bunta maupun DAS
220.46 hidrograf satuan 69.04
dapat ditetapkan sintetik dari Bangga, sedangkan HSS Snyder menghasilkan 111
masing-masing
37 model HSS di 14.2 DAS Bunta debit puncak lebih kecil (under estimate) dari debit
10) dan DAS Bangga (Gambar
(Gambar0.0250 0.0638 11). puncak HS terukur. Hal ini tentunya berkaitan
Kinerja HSS Snyder, Nakayasu dan Gama I pada DAS Terukur di Sulawesi Tengah (I Gede Tunas, Nadjadji Anwar, Umboro Lasminto)

Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 10 dan Selanjutnya HSS Nakayasu juga hanya menggunakan
Gambar 11, tampak bahwa bentuk hidrograf satuan 2 parameter utama serupa dengan HSS Snyder. Dari
ketiga model HSS beragam. Dua HSS yakni HSS ketiga model HSS yang digunakan dalam penelitian
Nakayasu dan HSS GAMA I memiliki debit puncak ini, hanya HSS GAMA I yang menggunakan keempat
(QP) lebih besar (over estimate) dari debit puncak parameter utama sebagaimana telah disebutkan
HS terukur baik pada Bunta maupun DAS Bangga, sebelumnya yakni luas DAS (A), panjang sungai utama
sedangkan HSS Snyder menghasilkan debit puncak (L), kemiringan rata-rata sungai (S) dan kerapatan
lebih kecil (under estimate) dari debit puncak HS jaringan sungai (D).
terukur. Hal ini tentunya berkaitan dengan kepekaan
parameter-parameter yang digunakan sebagai penyusun
model.

Gambar 11. HS terukur dan HSS DAS Bangga

Secara detail parameter-parameter ketiga HSS tersebut


Gambar 10. HS terukur dan HSS DAS Bunta disajikan pada Tabel 2 untuk DAS Bunta dan Tabel 3
untuk DAS Bangga.

Tabel 2. Nilai paremeter HSS DAS Bunta

Parameter HS HSS Penyimpangan HSS Penyimpangan HSS Penyimpangan


HSS Terukur Snyder (%) Nakayasu (%) GAMA I (%)

Waktu Puncak
4.40 4.05 7.95 3.56 19.09 2.28 48.18
(TP, jam)
Debit  
Puncak 6.23 5.05 18.94 9.59 54.01 7.15 14.70
(QP, m3/det)
Waktu Dasar  
25.10 84.14 235.22 32.50 29.48 37.17 48.09
(TB, jam)

112
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 113 - 114

Tabel 3. Nilai paremeter HSS DAS Bangga


Parameter HS HSS Penyimpangan HSS Penyimpangan HSS Penyimpangan
HSS Terukur Snyder (%) Nakayasu (%) GAMA I (%)
Waktu Puncak
3.00 3.04 1.33 1.88 37.33 1.84 38.67
(TP, jam)
Debit  Puncak
3.32 2.10 36.75 4.54 36.79 3.72 11.91
(QP, m3/det)
Waktu Dasar  (TB,
22.70 81.13 257.40 20.00 11.89 19.17 15.55
jam)

Bila dikaji lebih lanjut, HSS Snyder hanya menggunakan Apabila kinerja ketiga model diukur dengan Koefisien
2 parameter utama dari 4 parameter penting yang Efisiensi Nash–Sutcliffe (E), Model yang memberikan
telah disebutkan sebelumnya, yakni luas DAS (A) dan kinerja terbaik adalah HSS Snyder dengan angka
panjang sungai utama (L). koefisien E=0.75, berikutnya adalah HSS Nakayasu
dengan angka koefisien E=0.56, dan HSS GAMA
Sebagaimana tersaji pada Tabel 2 dan Tabel 3, semua I memberikan kinerja terendah dengan angka
model HSS menghasilkan penyimpangan di atas 10%. koefisien   E=0.44. Angka Koefisien Efisiensi lebih
Untuk DAS Bunta, penyimpangan waktu puncak (TP) detail diperlihatkan pada Tabel 4.
ketiga model berturut-turut sebesar 7.95%, 19.09%
dan 48.18%. Demikian pula untuk debit puncak (QP),
penyimpangannya adalah 18.94%, 54.10% dan 14.7%, Tabel 4. Tabel 4. Kinerja model berdasarkan angka
sedangkan penyimpangan untuk waktu dasar (TB) Koefisien Efisiensi Nash–Sutcliffe (E)
masing-masing sebesar 235.22%, 29.48% dan 48.09%. Angka Koefisien Efisiensi
Selanjutnya untuk DAS Bangga, besarnya NAma Nash–Sutcliffe (E)
penyimpangan ketiga model untuk TP adalah 1.33%, DAS HS HSS HSS
37.33% dan 38.67%, untuk QP berturut-turut sebesar Snyder Nakayasu GAMA I
36.75%, 36.79% dan 11.91%, sedangkan untun TB
masing-masing sebesar 257.40%, 11.89% dan 15.55%. DAS 0.84 0.74 0.44
Mencermati variasi penyimpangan yang dihasilkan oleh
Bunta
ketiga model, dapat disampaikan bahwa untuk waktu DAS 0.66 0.37 0.45
puncak (TP) model yang menghasilkan penyimpangan Bangga
terkecil adalah HSS Snyder dengan penyimpangan rata-
rata sebesar 4.64%. Selanjutnya untuk debit puncak Rata-rata 0.75 0.56 0.44
(QP) model yang menghasilkan penyimpangan terkecil
adalah HSS GAMA I dengan penyimpangan rata-rata Bila dicermati lebih lanjut bahwa penyimpangan-
sebesar 13.30% dan untuk waktu dasar (TB), model penyimpangan yang dihasilkan oleh ketiga model
yang menghasilkan penyimpangan terkecil adalah HSS terutama QP, TB dan ordinat hidrograf, masih
Nakayasu dengan penyimpangan rata-rata 20.69%. lebih besar dari 10% sebagaimana disyaratkan oleh
Subramanya (1995). Hal ini menandakan bahwa ketiga
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Sutapa
model memilki kinerja relatif kurang baik dalam
(2005) yang melakukan pengujian HSS Nakayasu di
memperkirakan QP dan TB pada kedua DAS tersebut.
DAS Bangga, memperlihatkan penyimpangan  yang
Hal ini tentunya berkaitan dengan kompleksitasnya
agak serupa yakni 26% untuk TP dan 22.4% untuk
sifat DAS sebagai media transformasi hujan-aliran.
QP. Demikian juga pengujian HSS GAMA I di DAS
Bangga oleh Vera (2012), memberikan penyimpangan
TP  sebesar 23.52 %, QP sebesar 15.05 % dan TB
sebesar 8.84 %.

113
Kinerja HSS Snyder, Nakayasu dan Gama I pada DAS Terukur di Sulawesi Tengah (I Gede Tunas, Nadjadji Anwar, Umboro Lasminto)

KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA


Anonim,  2010, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kesimpulan Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2010-2030,
Dari hasil analisis menunjukan bahwa untuk waktu BAPPEDA Provinsi Sulawesi Tengah.
puncak (TP) model yang menghasilkan penyimpangan Chow, V. T. , Maidment, D. and Mays, Larry W.,  1988,
terkecil adalah HSS Snyder dengan penyimpangan rata- Applied Hydrology, McGraw Hill, New York.
rata sebesar 4.64%. Selanjutnya untuk debit puncak
(QP) model yang menghasilkan penyimpangan terkecil Jayadi, R., 2005, Basic Hydrology, MPBA UGM,
Yogyakarta.
adalah HSS GAMA I dengan penyimpangan rata-rata
sebesar 13.30% dan untuk waktu dasar (TB), model Safarina, A.B., 2012,  Modified Nakayasu Synthetic Unit
yang menghasilkan penyimpangan terkecil adalah HSS Hydrograph Method For Meso Scale Ungauge
Nakayasu dengan penyimpangan rata-rata 20.69%. Watersheds, International Journal of Engineering
Research and Applications (IJERA), Vol. 2, Issue 4,
Penyimpangan-penyimpangan yang dihasilkan oleh June-July 2012, pp.649-654
ketiga model terutama QP, TB dan ordinat hidrograf, Sri Harto, 1985, Hidrograf Satuan Sintetik GAMA I,
masih lebih besar dari 10% sebagaimana disyaratkan Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
oleh Subramanya (1995). Hal ini menandakan bahwa
Sri Harto, 2000, Hidrologi: Teori, Masalah dan
ketiga model memilki kinierja relatif kurang baik pada
Penyelesaian, Nafiri Offset, Yogyakarta.
kedua DAS tersebut. Hal ini tentunya berkaitan dengan
kompleksitasnya sifat DAS sebagai media transformasi Subramanya, K., 1995, Engineering Hydrology, McGraw-
hujan-aliran. Hill, New Delhi
Sujono, J., dan Jayadi, R., 2007, Hidrograf Satuan :
Apabila kinerja ketiga model diukur dengan Koefisien Permasalahan dan Alternatif Penyelesaian, Forum
Efisiensi Nash–Sutcliffe (E), Model yang memberikan Teknik Sipil No. XVII/2-Mei 2007
kinerja terbaik adalah HSS Snyder dengan angka
Sutapa, W., 2005, Kajian Hidrograf Satuan Sintetik
koefisien E=0.75, berikutnya adalah HSS Nakayasu
Nakayasu Untuk Perhitungan Debit Banjir
dengan angka koefisien E=0.56, dan HSS GAMA Rancangan di Daerah Aliran Sungai Kodina,
I memberikan kinerja terendah dengan angka MEKTEK Volume  VII  No.  1  Januari  2005
koefisien  E=0.44
Vera, W.A., 2005, Pengujian Metode Hidrograf
Satuan Sintetik GAMA I Dalam Analisis Debit
Saran Banjir Rancangan DAS Bangga, MEKTEK
Untuk selanjutnya perlu dilakukan pengujian model Volume  XIV  No.  1  Januari  2012
HSS dengan jumlah DAS dan jumlah kejadian banjir
yang lebih banyak untuk mengetahui kinerja ketiga
model di Sulawesi Tengah.

114
Himpunan ISSN 0215-1251
Ahli Teknik Hidraulik Jurnal Teknik Sumber Daya Air
Indonesia Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 115 - 124

KAJIAN HUBUNGAN HUJAN DAN LIMPASAN SEBAGAI


PENDUKUNG SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR :
STUDI KASUS SUNGAI CILIWUNG
RAIN RUNOFF RELATIONSHIPS ASSESSMENT AND SUPPORT FOR FLOOD
EARLY WARNING SYSTEM : CASE STUDY AT CILIWUNG RIVER
Nurul Fajar Januriyadi
Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air - Institut Teknologi Bandung
e-mail nf.januriyadi@gmail.com

ABSTRAK
Sistem peringatan dini banjir digunakan untuk mengurangi kerugian akibat banjir, semakin lama waktu peringatan maka semakin sedikit
kerugian yang dialami. Saat ini, Sistem peringatan dini banjir menggunakan bacaan tinggi muka air di bendung Katulampa dimana hal
tersebut memberikan waku peringatan selama 9 jam. Terdapat potensi penambahan waktu peringatan yaitu ketika terjadi hujan. Tujuan utama
dari studi ini adalah untuk mendapatkan tinggi curah hujan yang menyebabkan banjir, dan untuk mendapatkan waktu peringatan tambahan.
Studi ini terdiri dari : 1) Pembuatan model hidrologi menggunakan Geo HEC HMS, 2) Melakukan kalibrasi model, dan 3) analisis hujan
limpasan menggunakan HEC HMS dengan dua skenario yaitu, 1. Hujan terjadi di seluruh DAS dan 2. Hujan terjadi di salah satu Sub-DAS.
Hasil yang diperoleh dari studi ini adalah tinggi curah hujan peringatan tergantung pada lokasi terjadinya hujan. Waktu peringatan tambahan
yang didapatkan antara 20 menit sampai 60 menit.
Kata kunci : Sungai Ciliwung , Waktu peringatan tambahan, tinggi hujan.

ABSTRACT
Flood Early Warning System (FEWS) is used to reduce the damage that is caused by flood, the longer warning time will make fewer losses.
Currently, Jakarta FEWS use the Katulampa Dam water level recorder in Ciliwung River that gives warning time about 9 hours. There is a
potential additional warning time when the rainfall events. The main objectives of this study are to obtain the depth of rainfall that cause flood
, and to obtain additional warning time. This Study consist of: 1) hydrologic model making using Geo HEC HMS , 2) Model calibration, 3)
Rainfall runoff analysis using HEC HMS with two scenarios; 1. Rainfall occurred throughout the watershed 2. Rainfall occurred in one of
the sub-basins. The obtained results are depths of rainfall warning depend on the location of rainfall event. The obtained additional warning
time are 20 minutes to 60 minutes.
Keywords: Ciliwung River, Additional warning time, depth of rainfall.

PENDAHULUAN pengendalian banjir. Sedangkan pengendalian banjir


Salah satu masalah pengelolaan dan sumberdaya air secara non struktural berupa penyuluhan kepada
adalah banjir. Banjir merupakan fenomena alam karena masyarakat tentang bahaya banjir atau berupa
tingginya curah hujan dan tidak cukupnya kapasitas pembuatan sistem peringatan dini banjir.
badan air (sungai ataupun saluran drainase) untuk Dalam mendukung pembuatan sistem peringatan dini
menampung dan mengalirkan air (Indratmo, 2008). banjir, salah satu yang perlu dilakukan adalah mengkaji
Banjir belum menjadi masalah bila tidak menimbulkan hubungan antara hujan dengan limpasan. Dalam
kerugian bagi kehidupan manusia, tetapi bila sudah studi ini, penulis akan membahas tentang hubungan
jatuh korban baik jiwa maupun harta maka harus segera hujan dengan limpasan sebagai bahan pendukung
diatasi. Alasan utama terjadinya bencana (kerugian dalam pembuatan sistem peringatan dini banjir. Studi
akibat banjir) adalah kurangnya data dan kemampuan kasus dalam studi ini adalah sungai ciliwung dengan
yang sedikit didalam sistem peringatan dini banjir outlet DAS bendung Katulampa. Saat ini, salah satu
(I. K. Hadihardaja, D. Indrawati, Y. Suryadi & N. S. pendukung peringatan dini banjir untuk sungai ciliwung
Griggs, 2012). adalah bacaan tinggi muka air di bendung Katulampa
Untuk mengurangi kerugian akibat banjir, perlu dimana waktu perjalanan debit banjir dari bendung
dilakukan pengendalian banjir baik yang bersifat Katulampa menuju kota Jakarta adalah sekitar 9 jam.
struktural maupun non struktural. Pengendalian banjir Diharapkan hasil dari studi ini, dapat memberikan
secara struktural berupa pembangunan fisik prasarana rentan waktu tambahan dalam mendukung peringatan
dini banjir di kota Jakarta.

115
Kajian Hubungan Hujan dan Limpasan ... (Nurul Fajar Januriyadi)

Adapun tujuan dari studi ini adalah:


1. Mendapatkan curah hujan komulatif untuk setiap
batas siaga banjir.

2. Mendapatkan waktu peringatan dini berdasarkan


curah hujan komulatif.

TINJAUAN PUSTAKA

Pola Agihan hujan (Hyetograph)


Perhitungan banjir rencana dengan menggunakan
data curah hujan harian, sangat diperlukan besaran
distribusi curah hujannya. Jika data hujan ekstrim tidak Gambar 1. Gambaran limpasan DAS (USACE, 2000)
diperoleh dapat digunakan data harian di DAS yang
ada pengukuran debit dengan periode yang sama dan Didalam HEC HMS terdapat beberapa metode model
pola distribusi hujannya diperoleh dari hujan durasi yang digunakan, sebagaimana terlihat pada tabel 2 dan
pendek. Untuk itu diperlukan pola hujan harian menjadi tabel 3 berikut.
jam-jaman. Pola hujan untuk Jawa-Barat dapat dilihat
seperti pada Tabel 1.
Tabel 2. Model Direct- runoff di HEC HMS (USACE,
2000)
Tabel 1. Pola agihan hujan untuk Jawa Barat (Wanny dkk
dalam Mulyantari, 2003)

Tabel 3. Model Routing di HEC HMS (USACE, 2000)

2.2 HEC HMS


HEC HMS adalah salah satu software yang dibuat oleh
HEC (Hydrologic Engineering Center) yang berfungsi
untuk melakukan pemodelan hidrologi. Secara umum
pemodelan hidrologi didalam HEC HMS ditunjukkan
pada gambar 1.

Didalam studi ini, model direct runoff yang digunakan


adalah metode Snyder’s UH dan model routing yang
digunakan adalah metode Muskingum.

Hujan Limpasan sebagai Pendukung Sistem


Peringatan Dini Banjir
Peringatan dini banjir banjir tergantung dengan
banyak faktor yaitu karakter hidroklimatologi dari
suatu DAS, jumlah penduduk yang beresiko, properti

116
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 117 - 124

yang terancam, infrastruktur dan kemampuan serta


pengaturan kelembagaan. Periode diantara kejadian
banjir juga merupakan faktor penting. (USACE,1996)

Faktor peringatan dini yang terkait dengan karakter


hidroklimatologi suatau adalah pengenalan terhadap
banjir yang menjadi ancaman. Dalam hal ini perlu
dilakukan forecasting untuk mendapatkan nilai banjir
yang mengancam. Secara umum proses peringatan dini
banjir dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. Komponen-komponen waktu di dalam peringatan


dini (USACE,2008)

METODOLOGI
Berikut di bawah ini akan dijelaskan tahapan – tahapan
yang dilakukan pada studi ini, agar diperoleh informasi
hubungan hujan limpasan untuk mendukung sistem
peringatan dini banjir sungai Ciliwung:
1. Pembuatan model hidrologi
Analisa ini dilakukan untuk mendapatkan
Gambar 2. Program persiapan peringatan banjir dalam skala parameter fisik DAS dari data DEM yang ada.
waktu (USACE,1996) Dengan menggunakan bantuan software Arc Gis
10.1 dan HEC Geo HMS 10.
Gambar 2 diatas menunjukan bahwa waktu peringatan 2. Kalibrasi model
banjir dimulai setelah kejadian hujan berakhir, akan Tahapan ini untuk menyesuaikan parameter yang
tetapi ada potensi tambahan waktu banjir ketika sudah didapat dari tahap I dengan data pengamatan
kejadian hujan berlangsung. Hal ini memungkinkan lapangan, dalam hal ini hidrograf satuan
menambah rentan waktu dari peringatan banjir. pengamatan.
Sehingga secara langsung akan mengurangi tingkat
kerugian akibat banjir, sebagaimana dapat dilihat pada 3. Analisis Penelusuran Hidrodinamik Banjir Akibat
gambar dibawah ini. Keruntuhan Bendungan
Analisis penelusuran hidrodinamik banjir
Untuk menentukan waktu peringatan tambahan, maka menggunakan software ZhongXing – HY 21, hal
perlu diketahui nilai hujan yang mempengaruhi debit ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
batas siaga. Seperti terlihat pada Gambar 3, komponen keruntuhan bendungan terhadap daerah hilir
waktu peringatan terdiri dari 3 yaitu Twp adalah potensi sehingga prilaku banjir di daerah hilir dapat
maksimum dari waktu peringatan dini atau waktu diketahui antara lain : sebaran wilayah tergenang,
diantara mulai hujan dan hidrograf banjir berpotongan cepat rambat aliran banjir (flood travel time). Dari
dengan garis batas siaga. Tr adalah waktu hujan yang hasil analisis akan diperoleh peta genangan banjir
menyebabkan hidrograf dengan puncak debit senilai pada daerah hilir bendungan. Untuk simulasi
dengan batas siaga. Tw adalah selisih waktu antara Twp keruntuhan Bendungan Ciawi akan dilakukan dua
dan Tr. skenario, yaitu keruntuhan akibat overtopping dan
piping.

117
Kajian Hubungan Hujan dan Limpasan ... (Nurul Fajar Januriyadi)

ANALISIS DAN PEMBAHASAN Kalibrasi model dimaksudkan untuk mendapatkan


parameter-parameter DAS yang sesuai dengan
Kriteria Siaga Banjir kondisi lapangan. Untuk melakukan kalibrasi model
Peringatan dini banjir kota jakarta untuk saat ini diperlukan data observasi lapangan. Dalam studi ini,
menggunakan bacaan tinggi muka air di beberapa data observasi yang digunakan adalah hidrograf satuan
pintu air atau bendung. Dalam studi, lokasi peringatan di bendung
Gambar 4.katulampa
Skema model terlihat padadidalam
hidrologi Gambar HEC5. HMS
Data ini
dini banjir adalah bendung Katulampa. Waktu merupakan hasil analisa φ index yang pernah dilakukan
peringatan dini banjir atau aliran Kalibrasi
debit dari dimaksudkandidalam
modelbendung studi terdahulu
untuk mendapatkan (Safarina
parameter BA, 2012).
– parameter Dengan
DAS yang sesuai dengan ko
Untuk melakukan
katulampa menuju pintu air manggarai adalah 9 jam kalibrasi model diperlukan
menggunakan data
data observasi
tersebut lapangan.
dilakukan Dalam studi
kalibrasi ini,
model, data observasi y
adalah hidrograf satuan di bendung katulampa
sehingga terlihat pada
didapatkan Gambar DAS
parameter 5. Datayang
ini merupakan
telah hasil analis
(BPBD DKI Jakarta, 2014 : http://bpbd.jakarta.go.id/
pernah dilakukan didalam studi terdahulu (Safarina BA, 2012). Dengan menggunakan data tersebut dila
article/detail/65). Kriteria statusmodel,
siaga sehingga
banjir bendung terkalibrasi sebagaimana terlihat pada Tabel 5.
didapatkan parameter DAS yang telah terkalibrasi sebagaimana terlihat pada Tabel 5.
katulampa dapat dilihat pada tabel 4.

Hidrograf Satuan Observasi


Tabel 4. Kategori status banjir di bendung Katulampa
(BPBD DKI Jakarta) 15
Tinggi MA di B. Katulampa Debit di B. Katulampa

Debit (m3/detik)
Status Siaga Batas bawah Batas Atas Batas bawah Batas Atas 10
(cm) (cm) (m 3/detik) (m 3/detik)
Siaga I 200 ∼ 441.98 ∼ 5
Siaga II 150 199 276.25 438.48
Siaga III 80 149 90.05 273.23 0
Siaga IV 0 79 0 87.85 0 5 10 15 20 25
Jam ke-

Gambar 5. Hidrograf satuan observasi bendung Katulampa


Pemodelan hidrologi dan Kalibrasi model
Gambar 5. Hidrograf satuan observasi bendung Katulampa
Pembuatan model hidrologi ini menggunakan bantuan
software HEC Geo HMS dan Arc GIS 10.1. Data yang
digunakan dalam pembuatan model ini adalah data Tabel 5. Parameter DAS setelah kalibrasi
DEM dan layer sungai (stream). Dalam studi ini, DAS
No Jenis Parameter Nilai Parameter
Ciliwung hulu dibagi menjadi 5 subDAS sebagaimana
terlihat pada gambar 4. 1 Standar lag Subdas W180 0.705
2 Cp Subdas W180 0.580
3 Standar lag Subdas W190 1.770
4 Cp Subdas W190 0.670
5 Standar lag Subdas W210 1.280
6 Cp Subdas W210 0.480
7 Standar lag Subdas W270 2.360
8 Cp Subdas W270 0.800

Gambar 4. Skema model hidrologi didalam HEC HMS

118
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 119 - 124

Tabel 5. Parameter DAS setelah kalibrasi A. Skenario I


No Jenis Parameter Nilai Parameter Hasil analisa pada skenario I dapat dilihat pada Gambar
1 Standar lag Subdas W180 0.705 6 – Gambar 8 dan Tabel 7 - Tabel 9. Hasil tersebut
2 Cp Subdas W180 0.580 menunjukan bahwa curah hujan komulatif yang
3 Standar lag Subdas W190 1.770 menyebabkan debit siaga banjir pada setiap kala ulang
4 Cp Subdas W190 0.670 hujan adalah relatif sama. Sedangkan penambahan
waktu peringatan banjir disetiap kala ulang memiliki
5 Standar lag Subdas W210 1.280
perbedaan yang signifikan.
6 Cp Subdas W210 0.480
7 Standar lag Subdas W270 2.360
8 Cp Subdas W270 0.800 500.00 0.00

450.00

9 Standar lag Subdas W340 0.745 400.00


20.00

10 Cp Subdas W340 0.490 350.00


Hujan Kala Ulang 2 Tahun

40.00 Hujan Siaga III

11 Faktor K Reach R10 0.140

Hujan (mm)
300.00 Hidrograf Banjir kala ulang 2

Debit (m 3 /detik)
tahun
Batas Siaga III

12 Faktor x Reach R10 0.100 250.00 60.00


batas siaga II

200.00 Batas Siaga I

13 Faktor K Reach R30 0.100 80.00


Hidrograf Siaga III
150.00

14 Faktor x Reach R30 0.100 100.00


100.00

15 Faktor K Reach R50 0.060 50.00

16 Faktor x Reach R50 0.100 0.00


0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
120.00

menit ke-

17 Faktor K Reach R90 0.220


Gambar 6. Hidrograf banjir skenario I kala ulang 2 tahun
18 Faktor x Reach R90 0.200

Analisa Hujan Limpasan 500.00 0.00

450.00

Analisa hujan limpasan dilakukan dengan dua skenario 400.00


20.00

pemodelan; 1) Pemodelan dengan asumsi hujan merata 350.00


Hujan Kala Ulang 10 Tahun

dalam satu DAS, 2) Pemodelan dengan asumsi hujan

Hujan (mm)
40.00 Hujan Siaga II

300.00 Hujan Siaga III


Debit (m 3 /detik)

hanya terjadi di satu SubDAS. Pada setiap skenario,


Hidrograf Banjir Kala Ulang 10 tahun
250.00 60.00 Batas Siaga III

pola agihan hujan yang digunakan adalah pola agihan


batas siaga II
200.00 Batas Siaga I

hujan Jawa Barat dengan lama hujan 6 jam. Serta curah


80.00 Hidrograf Siaga III
150.00 Hidrograf Siaga II

hujan rancangan yang digunakan adalah hujan dengan 100.00


100.00

kala ulang 2, 10 dan 25 tahun seperti pada Tabel 6 50.00

dibawah ini. 0.00


0 200 400 600 800
menit ke-
1000 1200 1400 1600
120.00

Gambar 7. Hidrograf banjir skenario I kala ulang 10 tahun


Tabel 6. Hujan rancangan (BBWS Ciliwung
Cisadane,2013)
No Hujan Rancangan Curah hujan (mm) 500 0.00

1 Kala Ulang 2 tahun 57,40 450

20.00
400

2 Kala Ulang 10 tahun 91,78 350


Hujan Kala Ulang 25 Tahun

3 Kala Ulang 25 tahun 110,77


40.00 Hujan Siaga I

300 Hujan Siaga II


Hujan (mm)
Debit (m 3 /detik)

Hujan Siaga III


250 60.00
Batas Siaga III

batas siaga II
200
Batas Siaga I
80.00
150 Hidrograf Banjir Kala Ulang 25
tahun
Hidrograf Siaga III
100
100.00 Hidrograf Siaga II

50 Hidrograf Siaga I

0 120.00
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
menit ke-

Gambar 8. Hidrograf banjir skenario I kala ulang 25 tahun

119
Kajian Hubungan Hujan dan Limpasan ... (Nurul Fajar Januriyadi)

Tabel 7. Hasil analisa skenario I untuk kala ulang 2 tahun 500.00 0.00

Status Twp Twp Twp Hujan Komulatif 450.00

20.00

Banjir (menit) (menit) (menit) (mm) 400.00

350.00 Hujan Kala Ulang 2 tahun

Siaga I - - - - 40.00

Hujan (mm)
300.00
Hidrograf Banjir kala ulang 2

Debit (m 3 /detik)
Siaga II - - - - 250.00 60.00
tahun

Batas Siaga III

Siaga III 128.04 105.00 23.04 23.38 200.00

80.00 batas siaga II


150.00

Batas Siaga I

Tabel 8. Hasil analisa skenario I untuk kala ulang 10 tahun


100.00
100.00

50.00

Status Twp Tr Tw Hujan Komulatif 0.00 120.00

Banjir
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

(menit) (menit) (menit) (mm) menit ke-

Siaga I - - - - Gambar 9. Hidrograf banjir skenario II – SubDAS Hulu kala


Siaga II 170.53 135.00 35.53 64.76 ulang 2 tahun
Siaga III 108.31 75.00 33.31 23.40
500.00 0.00

Tabel 9. Hasil analisa skenario I untuk kala ulang 25 tahun 450.00

Twp Tr Tw Hujan Komulatif


20.00

Status 400.00

Hujan Kala Ulang 10 tahun

Banjir (menit) (menit) (menit) (mm)


350.00

Hujan (mm)
40.00 Hujan Siaga III

300.00 Hidrograf Banjir Kala Ulang 10

Siaga I 201.78 180 31.78 96.03


Debit (m 3 /detik)

tahun
Batas Siaga III
250.00 60.00
batas siaga II

Siaga II 150.36 120.00 30.36 64.13 200.00 Batas Siaga I

Hidrograf Siaga III

Siaga III 101.66 75.00 26.66 23.53


80.00
150.00

100.00
100.00

50.00

B. Skenario II 0.00 120.00


0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

Pada skenario II, DAS ciliwung hulu dibagi menjadi menit ke-

5 subDAS yaitu DAS Hulu, DAS Tengah – Kanan , Gambar 10. Gambar 10 . Hidrograf banjir skenario II –
DAS Tengah – Tengah, DAS Tengah – Tengah dan SubDAS Hulu kala ulang 10 tahun
DAS Hilir sebagaimana terlihat pada Gambar 4 diatas.
Asumsi hujan yang terjadi pada skenario ini adalah
hujan hanya terjadi merata pada salah satu subDAS.
500.00 0.00

450.00

20.00
400.00

1. Sub DAS Hulu


Hujan Kala Ulang 25 tahun
350.00
Hujan Siaga II
40.00
Hidrograf Banjir Kala Ulang

Ketika hujan hanya terjadi pada subDAS Hulu, 300.00 25 tahun


Hujan (mm)
Debit (m 3 /detik)

Batas Siaga III

hasil analisa menunjukkan bahwa hidrograf banjir


250.00 60.00 batas siaga II

Batas Siaga I

yang dihasilkan oleh hujan kala ulang 2 tahun tidak


200.00 Hidrograf Siaga III

80.00
150.00

mencapai batas siaga III . Sedangkan, hujan kala ulang 100.00

10 dan 25 tahun hanya melewati batas siaga III, tetapi


100.00

50.00

tidak mencapai batas Siaga II dan Siaga I. Hasil analisa 0.00 120.00

dapat dilihat pada Gambar 9 – Gambar 11 dan Tabel


0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
menit ke-

10 – Tabel 11. Gambar 11. Hidrograf banjir skenario II – SubDAS Hulu


kala ulang 25 tahun

120
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 121 - 124

Tabel 10. Hasil analisa skenario II – SubDAS Hulu untuk 500.00 0.00

kala ulang 10 tahun 450.00

20.00

Status Twp Twp Twp Hujan Komulatif 400.00

Banjir (menit) (menit) (menit) (mm) 350.00 Hujan Kala Ulang 10 tahun

Hujan (mm)
40.00

300.00

Siaga I - - - - Hidrograf Banjir Kala Ulang

Debit (m 3 /detik)
10 tahun
250.00 60.00

Siaga II - - - -
Batas Siaga III

200.00

Siaga III 169.54 135.00 34.54 64.56 80.00 batas siaga II


150.00

Batas Siaga I
100.00
100.00

Tabel 11. Hasil analisa skenario II – SubDAS Hulu untuk


50.00

kala ulang 25 tahun 0.00


0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
120.00

menit ke-

Status Twp Twp Twp Hujan Komulatif


Gambar 13. Hidrograf banjir skenario II – SubDAS Tengah –
Banjir (menit) (menit) (menit) (mm)
Kanan kala ulang 10 tahun
Siaga I - - - -
Siaga II - - - - 500 0.00

Siaga III 150.56 120.00 30.56 64.15 450

20.00
400

Hujan Kala ulang 25 tahun


350

2. SubDAS Tengah – Kanan


40.00 Hujan Siaga III

300 Hidrograf Banjir Kala Ulang

Hujan (mm)
25 tahun
Debit (m 3 /detik)
Hasil analisa skenario II subDAS Tengah – Kanan
Batas Siaga III
250 60.00
batas siaga II

menunjukkan bahwa hidrograf banjir yang dihasilkan 200


Batas Siaga I

Hidrograf Siaga III

oleh hujan kala ulang 2 tahun dan kala ulang 10 tahun


80.00
150

tidak mencapai batas siaga III . Sedangkan, hujan kala 100


100.00

ulang 25 tahun hanya melewati batas siaga III, tetapi 50

tidak mencapai batas Siaga II dan Siaga I. Hasil analisa 0


0 200 400 600 800
menit ke-
1000 1200 1400 1600
120.00

dapat dilihat pada Gambar 12 – Gambar 14 dan Tabel


12. Gambar 14. Hidrograf banjir skenario II – SubDAS Tengah –
Kanan kala ulang 25 tahun
500.00 0.00

450.00

400.00
20.00 Tabel 12. Hasil analisa skenario II – SubDAS Tengah –
350.00 Hujan Kala Ulang 2 tahun
Kanan untuk kala ulang 25 tahun
40.00

Status Twp Twp Twp Hujan Komulatif


Hujan (mm)

300.00
Hidrograf Banjir kala ulang 2
Debit (m 3 /detik)

Banjir (menit) (menit) (menit) (mm)


tahun
250.00 60.00
Batas Siaga III

200.00
batas siaga II
Siaga I - - - -
80.00

Siaga II - - - -
150.00

Batas Siaga I
100.00

50.00
100.00
Siaga III 169.54 135.00 34.54 64.56
0.00 120.00

3. SubDAS Tengah – Tengah


0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
menit ke-

Gambar 12. Hidrograf banjir skenario II –SubDAS Tengah – Hasil analisa skenario II subDAS Tengah – Tengah
Kanan kala ulang 2 tahun menunjukkan bahwa hidrograf banjir yang dihasilkan
oleh hujan kala ulang 2 tahun , kala ulang 10 tahun
dan kala ulang 25 tahun tidak mencapai batas siaga III.
Hasil analisa dapat dilihat pada Gambar 15 – Gambar
17.

121
Kajian Hubungan Hujan dan Limpasan ... (Nurul Fajar Januriyadi)

500.00 0.00
I. Hasil analisa dapat dilihat pada Gambar 18 – Gambar
450.00

20.00
20 dan Tabel 13 – Tabel 14.
400.00

350.00 Hujan Kala Ulang 2 tahun


40.00 500.00 0.00

Hujan (mm)
300.00
Hidrograf Banjir kala ulang 2
Debit (m 3 /detik)

tahun 450.00
250.00 60.00 20.00
Batas Siaga III 400.00
200.00
batas siaga II 350.00 Hujan Kala Ulang 2 tahun
80.00 40.00
150.00

Hujan (mm)
300.00
Hidrograf Banjir kala ulang 2

Debit (m 3 /detik)
Batas Siaga I
100.00 tahun
100.00 250.00 60.00
Batas Siaga III
50.00
200.00
0.00 120.00 80.00 batas siaga II
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 150.00
menit ke-
Batas Siaga I
100.00

Gambar 15. Hidrograf banjir skenario II – SubDAS Tengah –


100.00

50.00

Tengah kala ulang 2 tahun 0.00 120.00


0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
menit ke-

Gambar 18. Gambar 18 . Hidrograf banjir skenario II –


SubDAS Tengah – Kiri kala ulang 2 tahun
500.00 0.00

450.00

20.00
400.00

350.00 Hujan Kala Ulang 10 tahun 500.00 0.00


Hujan (mm)

40.00

300.00 450.00
Hidrograf Banjir Kala Ulang
Debit (m 3 /detik)

10 tahun 20.00
250.00 60.00 400.00
Batas Siaga III
Hujan Kala Ulang 10 Tahun
200.00 350.00

Hujan (mm)
40.00 Hujan Siaga III
80.00 batas siaga II
150.00 300.00 Hidrograf Banjir Kala Ulang
Debit (m 3 /detik)

10 tahun
Batas Siaga I Batas Siaga III
100.00 250.00 60.00
100.00 batas siaga II
50.00 200.00
Batas Siaga I
80.00
150.00 Hidrograf Siaga III
0.00 120.00
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
menit ke-
100.00
100.00

Gambar 16. Hidrograf banjir skenario II – SubDAS Tengah – 50.00

Tengah kala ulang 10 tahun 0.00


0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
120.00

menit ke-

Gambar 19. Gambar 19 . Hidrograf banjir skenario II –


500 0.00 SubDAS Tengah – Kiri kala ulang 10 tahun
450

20.00
400

350 Hujan Kala ulang 25 tahun 500 0.00


40.00

300 Hidrograf Banjir Kala Ulang 450


Hujan (mm)

25 tahun
Debit (m 3 /detik)

20.00
250 60.00 Batas Siaga III 400

Hujan Kala ulang 25 tahun


200 batas siaga II 350
40.00 Hujan Siaga III
80.00
150 Batas Siaga I 300 Hidrograf Banjir Kala Ulang 25
Hujan (mm)
Debit (m 3 /detik)

tahun
Batas Siaga III
100 250 60.00
batas siaga II
100.00
Batas Siaga I
50 200
Hidrograf Siaga III
80.00
0 120.00 150
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
menit ke-
100
100.00

Gambar 17. Hidrograf banjir skenario II – SubDAS Tengah – 50

Tengah kala ulang 25 tahun 0


0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
120.00

menit ke-

Gambar 20. Gambar 20. Hidrograf banjir skenario II –


4. SubDAS Tengah – Kiri SubDAS Tengah – Kiri kala ulang 25 tahun
Hasil analisa skenario II subDAS Tengah – Kiri bahwa
hidrograf banjir yang dihasilkan oleh hujan kala ulang
2 tahun tidak mencapai batas siaga III . Sedangkan,
hujan kala ulang 10 dan 25 tahun hanya melewati batas
siaga III, tetapi tidak mencapai batas Siaga II dan Siaga

122
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 123 - 124

Tabel 13. Tabel 13. Hasil analisa skenario II – SubDAS 500.00 0.00

Tengah – Kiri untuk kala ulang 10 tahun 450.00

20.00

Status Twp Tr Tw Hujan Komulatif 400.00

Banjir
350.00 Hujan Kala Ulang 10 tahun

(menit) (menit) (menit) (mm)

Hujan (mm)
40.00

300.00
Hidrograf Banjir Kala Ulang

Debit (m 3 /detik)
Siaga I - - - - 250.00 60.00
10 tahun

Batas Siaga III

Siaga II - - - - 200.00

80.00 batas siaga II

Siaga III 201.29 135.00 66.29 65.32 150.00

Batas Siaga I
100.00
100.00

50.00

Tabel 14. Tabel 14. Hasil analisa skenario II – SubDAS 0.00 120.00

Tengah – Kiri untuk kala ulang 25 tahun 0 200 400 600 800
menit ke-
1000 1200 1400 1600

Status Twp Tr Tw Hujan Komulatif Gambar 22. Gambar 22 . Hidrograf banjir skenario II –
Banjir (menit) (menit) (menit) (mm) SubDAS Hilir kala ulang 10 tahun
Siaga I - - - -
Siaga II - - - -
500 0.00

Siaga III 179.33 120.00 59.33 65.13 450

20.00
400

5. SubDAS Hilir 350 Hujan Kala ulang 25 tahun


40.00

300 Hidrograf Banjir Kala Ulang

Hasil analisa skenario II subDAS Hilir menunjukkan

Hujan (mm)
25 tahun
Debit (m 3 /detik)

250 60.00 Batas Siaga III

bahwa hidrograf banjir yang dihasilkan oleh hujan kala 200 batas siaga II

ulang 2 tahun , kala ulang 10 tahun dan kala ulang 150


80.00
Batas Siaga I

25 tahun tidak mencapai batas siaga III . Hasil analisa 100


100.00

dapat dilihat pada Gambar 21 – Gambar 23. 50

0 120.00
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
menit ke-

Gambar 23. Gambar 23. Hidrograf banjir skenario II –


500 0.00

450

20.00
SubDAS Hilir kala ulang 25 tahun
400

350 Hujan Kala Ulang 2 tahun


40.00
Hujan (mm)

300
Hidrograf Banjir kala ulang 2
Debit (m 3 /detik)

KESIMPULAN DAN SARAN


tahun
250 60.00
Batas Siaga III

200

Kesimpulan
80.00 batas siaga II
150

Batas Siaga I
100
100.00 Sesuai dengan tujuan studi maka dari hasil studi,
analisis dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai
50

berikut:
0 120.00
0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600
menit ke-

Gambar 21. Gambar 21. Hidrograf banjir skenario II – 1. Curah hujan batas yang dapatkan untuk skenario
SubDAS Hilir kala ulang 2 tahun I adalah 23,44 mm untuk batas bawah siaga III,
64,45 mm untuk batas bawah siaga II dan 96,03
mm untuk batas bawah siaga I. Sedangkan pada
skenario II, tidak semua batas siaga terlewati
oleh hidrograf banjir, dan hanya 3 SubDAS yang
memiliki curah hujan batas siaga III, yaitu SubDAS
Hulu (W340) sebesar 64,36 mm, SubDAS Tengah
Kanan (W190) sebesar 83,73 mm dan SubDAS
Tengah Kiri (W270) sebesar 65,23 mm.

123
Kajian Hubungan Hujan dan Limpasan ... (Nurul Fajar Januriyadi)

2. Waktu peringatan tambahan rata – rata yang DAFTAR PUSTAKA :


didapatkan dapatkan untuk skenario I adalah 21,78
Anonim. 2013. Studi Penataan Ulang Sempadan Sungai
menit untuk siaga III, 32,94 menit untuk siaga II Ciliwung Tahap II. Jakarta: BBWS Ciliwung
dan 32,67 menit untuk siaga I. Sedangkan pada Cisadane.
skenario II, Waktu peringatan tambahan rata – rata
yang didapatkan pada 3 SubDAS yang memiliki BPBD DKI Jakarta. 2014. Arti Status Siaga Banjir
http://bpbd.jakarta.go.id/article/detail/65.
curah hujan batas siaga III, yaitu SubDAS Hulu
download(diturunkan/diunduh) pada 16 Nopember
(W340) sebesar 32,55 menit, SubDAS Tengah 2014.
Kanan (W190) sebesar 40,54 menit dan SubDAS
Tengah Kiri (W270) sebesar 62,81 menit. I. K. Hadihardaja, D. Indrawati, Y. Suryadi & N. S.
Griggs. 2012. Decision support system for predicting
flood characteristics based on database modelling
Saran development (case study: Upper Citarum, West Java,
Dari hasil studi dan penelitian, sebagaimana yang Indonesia). Southampton: WIT Press 2012, Printed in
Great Britain by Lightning Source, UK.
telah diuraikan, dapat diberikan saran-saran, baik
yang berkenaan dengan objek studi maupun untuk Indratmo, Soekarno. 2008. Pengelolaan Banjir Terpadu.
penyempurnaan proses studi yang telah dilakukan. Malang : Presentasi Universitas Muhammadiyah
Malang
Adapun yang berkenaan dengan objek studi adalah
sebagai berikut: Safarina, B.A. 2012. Hidrograf Satuan Observasi Daerah
Aliran Sungai Ciliwung Hulu-Katulampa Sebagai
1. Model yang dilakukan pada studi ini adalah lumped Benchmarking Manajemen Banjir Jakarta. ATPW
model sehingga tingkat kesesuaian dengan kondisi ISSN 2301-6752.
lapangan lebih kecil daripada menggunakan USACE .1996. Hydrologic Aspects of Flood Warning
distributed model. Penulis menyarahkan untuk – Preparedness Programs. Washington, D.C: ETL
melakukan kajian yang lebih lanjut tentang 1110-20540.
hubungan hujan limpasan di DAS Ciliwung USACE. 2000. Technical Reference Manual HEC HMS
menggunakan distributed model. versi 4.0. Washington, D.C: CPD74B
2. Untuk mengetahui perubahan tinggi curah hujan USACE. 2008. Application Guide HEC HMS versi 4.0.
per jam, maka perlu dipasang ARR (Automatic Washington, D.C: CPD74C
Rainfall Recorded) minimal disetiap subDAS Wanny K dkk .2003. Pola Hujan Provinsi Jawa Barat.
Ciliwung Hulu. Bandung : PUSAIR
3. Kelemahan dari peringatan dini banjir dengan
menggunakan tinggi curah hujan adalah tingkat
kepercayaan menjadi kecil ketika hujan yang
terjadi merupakan hujan lokal (tidak merata dalam
DAS atau SubDAS).
4. Perlu dilakukan studi lebih lanjut tentang pengaruh
waktu peringatan terhadap reduksi kerugian banjir
untuk DAS Ciliwung.
5. Apabila dilakukan pengendalian banjir struktural,
sehingga terjadi perubahan debit yang menyebabkan
banjir. Maka perlu dilakukan kajian ulang terhadap
curah hujan peringatan dini banjir berdasarkan
kategori debit yang baru

124
Himpunan ISSN 0215-1251
Ahli Teknik Hidraulik Jurnal Teknik Sumber Daya Air
Indonesia Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 125 - 134

SIMULASI BACKWATER UNTUK MENGKAJI PENGARUH


PEMBANGUNAN BENDUNG COPONG TERHADAP
INFRASTRUKTUR JEMBATAN COPONG DI DAERAH IRIGASI
LEUWIGOONG KABUPATEN GARUT
BACKWATER SIMULATION TO ASSESS THE EFFECTS OF
INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT COPONG WEIR BRIDGE COPONG IN
DI LEUWIGOONG GARUT
Dhemi Harlan1, Sri Legowo1, Hadi Kardhana1, Luqman Fadhlillah2
1
Kelompok Keahlian Teknik SDA, FTSL, Institut Teknologi Bandung
2
Program Studi Magister Pengelolaan SDA, FTSL, Institut Teknologi Bandung
dhemi@si.itb.ac.id, sri.legowo@ftsl.itb.ac.id, luqman.fadhlillah@gmail.com

ABSTRAK
Pembangunan Bendung Copong Daerah Irigasi Leuwigoong menyebabkan terjadinya back water pada sungai Cimanuk yang berpengaruh
terhadap keamanan jembatan Copong yang berada 890 meter ke arah hulu bendung. Perhitungan back water dilakukan berdasarkan data
hujan dan debit selama 12 tahun dari tahun 1987 hingga 1998. Untuk kala ulang 100 tahun diperoleh hujan harian maksimum adalah 142
mm dan debit banjir maksimum adalah 740 m3/detik. Hasil perhitungan menunjukan bahwa panjang back water sudah melebihi jembatan
dan elevasi muka air banjirpun melebihi free board jembatan pada elevasi + 693,5. Desain bendung Copong yang merupakan bendung gerak
(barrage) dilengkapi dengan 3 pintu banjir dan 1 pintu pembilas, dapat menurunkan elevasi muka air banjir agar tidak meluap ke tanggul
dan tidak melebihi free board jembatan.Pada kondisi pintu banjir tidak dapat beroperasi (pintu ditutup) untuk debit 740 m3/dtk panjang back
water sudah melebihi jembatan dengan elevasi di bendung + 694.0 dan elevasi pada lokasi jembatan adalah + 694,3. Hal ini menyebabkan
terjadinya luapan pada tanggul banjir (elevasi tanggul banjir + 693.3) dan elevasi muka air sudah melebihi free board jembatan. Dengan
adanya operasi pintu gerak/pintu banjir, pada debit yang sama, elevasi muka air banjir dapat diturunkan dengan elevasi di bendung + 691,15
dan elevasi pada lokasi jembatan adalah + 692,2 serta panjang back water sepanjang 1.600 m. Maka elevasi muka air banjir aman terhadap
tanggul dan jembatan.
Kata Kunci : Bendung, debit banjir rencana, backwater, free board jembatan

ABSTRACT
Copong Weir construction on Leuwigoong Irrigation Area caused the back water on Cimanuk river effecting to Copong Bridge safety that
located 890 meters upstream of weir. Back water calculation was based on rainfall and discharge data during 12 years from 1987 to 1998.
Maximum daily rainfall is 142 mm and maximum flood discharge is 740 m3/second both for 100 years return period.The calculation showed
that the length of back water already exceeds the bridge and flood elevation exceeds the elevation of bridge free board at + 693.5. Copong
weir, which is barrage, was designed equipped with 3 floodway and 1 sluiceway, with the aim of reducing the flood elevation, so as not to
overflow to the dike and does not exceeds bridge free board. In the condition of floodway could not be operated (gate closed), as for the
discharge of 740 m3/second the back water length exceeding the bridge, at weir elevation + 694.0 and on bridge elevation is + 694.3. This
led to overflow on flood dike (flood dike elevation is at + 693.3) and it exceeding the free board of bridge. With the floodway gate operation,
at the same flood discharge, the flood elevation can be derived to + 691.15 at weir and + 692.2 at bridge, with back water as far as 1.600
meters. Then the flood elevations are safe to flood dike and Copong bridges.
Keywords: Dam, flood discharge plan, backwater, bridge freeboard

PENDAHULUAN Salah satu akibat dari pembangunan bendung adalah


Bendung merupakan bangunan air yang berfungsi terjadinya back water ke arah hulu yang menyebabkan
untuk meninggikan muka air. Selain itu berfungsi adanya genangan dan kenaikan muka air. Beberapa
juga untuk menyimpan air disepanjang alur sungai metode dalam perhitungan back water curve adalah
ke arah hulu (long storage) dan airnya dialirkan Metode Integrasi Grafis, Metode Integrasi Langsung,
untuk keperluan irigasi. Saat ini bendung tidak Metode Tahapan Standar, Metode Tahapan Langsung
hanya terdiri dari bendung tetap, tetapi sudah banyak dan lain-lain.
dibangun bendung gerak (mercu tidak tetap) yang Lokasi studi berada di Bendung Copong Kecamatan
dapat mengatur ketinggian muka air di mercu dengan Banyuresmi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat.
mengatur operasi pintu. Bendung ini adalah bendung gerak, dimana operasi

125
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

pintu geraknya akan menimbulkan panjang back water masing-masing lebar 3m dan tinggi 1,30 m dan kontong
yang bersifat dinamis sesuai dengan pola operasi pintu. lumpur termasuk transisinya. Dilengkapi spillway
Pola dari panjang back water tersebut perlu diketahui dibagian hulu dan penguras pasir/lumpur pada akhir
untuk mendapatkan luas genangan dan tinggi muka kantong lumpur sampai ke sungai Cimanuk. Inlet ke
air ke hulu. Bendung ini berada di Sungai Cimanuk, conduit penguras dilengkapi tiga pintu penguras pasir.
dimana 890 m ke arah hulu bendung terdapat Jembatan
Copong yang digunakan untuk lalu lintas kendaraan.
Perhitungan panjang back water perlu dilakukan untuk METODE PERHITUNGAN BACK WATER
mengetahui pengaruh pembendungan terhadap elevasi CURVE
muka air di hulu dan free board dari Jembatan Copong. Dalam keilmuan hidrolika, back water curve
dikelompkan menjadisuatu aliran berubah lambat
GAMBARAN UMUM BENDUNG GERAK laun (gradually varied flow). Perhitungannya didasari
COPONG dari penyelesaian persamaan dinamis dari aliran
berubah lambat laun. Perhitungan ini bertujuan
Bendung Gerak Copong terletak sekitar 0,9 km sebelah
untuk menentukan bentuk profil aliran. Secara
hilir dari Jembatan Copong. Bendung ini merupakan
umum, metode perhitungan untuk back water dapat
bangunan utama dari sistem irigasi Leuwigoong yang
digolongkan menjadi 3 metode, yaitu metode integrasi
terdiri dari dua bangunan yaitu bangunan intake dan
grafis (graphical integration method), metode integrasi
bangunan bendung. Bangunan bendung terdiri dua
langsung (direct integration method), dan metode
bagian yaitu bagian pelimpah banjir (floodway) dan
pentahapan (step method). Pada studi ini perhitungan
Pintu Pembilas. Bagian pelimpah banjir dilengkapi
dilakukan dengan menggunakan 2 metode, yaitu
dengan tiga pintu masing berukuran lebar 12,50 m
metode integrasi langsung dan simulasi HEC-RAS.
dan tinggi 3,5 m dan bagian Pintu Pembilas bendung
dilengkapi dengan satu pintu lebar 5 m dengan tinggi Pemilihan perhitungan back water menggunakan
8 m. integrasi langsung adalah dengan adanya bantuan table
fungsi aliran berubah-ubah yang diperoleh dari Ven Te
Bangunan intake bendung terdiri tiga pintu pemasukan
Chow, perhitungan dapat diterapkan dengan mudah
dan kantong lumpur dan termasuk transisi. Spillway
berada di bagian hulu kantong dan bangunan penguras Sedangkan dengan bantuan simulasi HEC-RAS selain
pasir disiapkan dari akhir kantong lumpur ke Sungai didapatkan perhitungan back water, akan didapatkan
Cimanuk. Bangunan Intake/pengambilan ada disebelah juga visualisasi perhitungan 1-dimensinya dan simulasi
kiri yang terdiri dari tiga set pintu inlet dengan ukuran bukaan pintuk bendung dapat disimulasikan.

Gambar 1. Gambaran Umum Bendung Gerak Copong (Sumber : PIRIMP)

126
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = �1 − + � ……(4) � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀Dengan menggunakan
� 𝑀𝑀𝑀𝑀 antara kedua p
𝑆𝑆𝑆𝑆0 1− 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛𝑢𝑢𝑢𝑢𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛1 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑑𝑑𝑑𝑑𝑁𝑁𝑁𝑁𝑐𝑐𝑐𝑐……(4) 𝑢𝑢𝑢𝑢 Persamaan
penampang (9).
1 dan ini meng 2 m
�1 − + � untuk � � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 Dengan meng
Persamaan 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 ini =dapat 𝑆𝑆𝑆𝑆 diintegrasikan
1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑑𝑑𝑑𝑑 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 berubah,
𝑁𝑁𝑁𝑁
antara kedua
Persamaan
dan
penampang1 peny (9
Persamaan 0 ini dapat diintegrasikan 𝑛𝑛𝑛𝑛 untuk penampang
berubah, d
sepanjang x dari profil aliran. ……(4) Eksponen disederhanakan
sepanjang Jurnal Teknik x dari
Sumber profil
Daya Air, Vol. aliran. 1 No. 2Eksponen - Juni 2015 | 127 - 134menjadi
antara
disederhanaka kedua p
hidrolik dapat dianggap konstan untuk……(4) batas Persamaan (9). ini meng
Persamaanhidrolik ini dapat dapatdiintegrasikan dianggap perubahan konstan untukuntukberubah, batas dan
𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢
peny
integrasi
sepanjang x
tersebut
integrasi
Persamaan dari profil tersebut
ini
karena
aliran.
dapat karena
Eksponen
diintegrasikan perubahan untuk 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑁𝑁𝑁𝑁)Persamaan
=� (9
kedalaman aliran berubah lambat laun relatif disederhanakan berubah, menjadi
𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢,
0 1 −
𝑁𝑁𝑁𝑁) 𝑢𝑢𝑢𝑢d=
hidrolik
kecil. Dalam dapat kedalaman
sepanjang hal dianggap ini eksponen aliran
x konstan dariberubah profil
hidrolikuntuk lambat
aliran. agaklaun
batas Eksponen relatif
atau disederhanaka𝑢𝑢𝑢𝑢
Metode Integrasi Langsung Persamaan ini dapat diintegrasikan untukuntuk sepanjang 𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢
integrasi kecil.
tergantung hidroliktersebut
pada Dalamydapat di dalam hal
karenadianggap ini batas eksponen perubahan
konstan bagian hidrolik agak
batas 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑁𝑁𝑁𝑁)atau = � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣
Persamaan diferensial aliran berubah lambat launsaluran kedalaman
tidak yang xaliran
tergantung
integrasi dari berubah profilpada tersebutaliran. lambat y Eksponen
di dalam
laun
karena relatif hidrolik
batas perubahan dapat
bagian 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣,dianggap
𝐽𝐽𝐽𝐽) = �0 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢
diketahui, bagian saluran ini 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢,
0 1 𝐽𝐽𝐽𝐽)
𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, 𝑁𝑁𝑁𝑁)
−= 𝑣𝑣𝑣𝑣=
kecil. Dalam konstan
saluran hal
kedalaman aliran ini untuk
yang eksponen batas
diketahui, integrasi
hidrolik bagian tersebut
agak saluran karenaatau ini perubahan
dapat dinyatakan secara tegas untuk y pada harus setiap dibagi-bagi untukberubah integrasinya, lambat laun relatif
𝑣𝑣𝑣𝑣
jenis penampang melintang saluran, sehinggakemudian tergantung
suatu kedalaman
harus
kecil.pada Dalam
eksponen ydibagi-bagi aliran
dihidrolik dalam
hal iniberubah batas
eksponen
dalam untukbagian lambat
setiap integrasinya,
hidrolik launagak relatif kecil. atau 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣
kemudian eksponen 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, 𝐽𝐽𝐽𝐽) = �
integrasi grafis yang tepat terhadap persamaan tersebut saluran dianggap
bagian yang Dalam
tergantung diketahui, halkonstan, ini
pada bagian
eksponen ysehingga dihidrolik saluran
dalamhidrolik hasil dalam
iniagak3.2.
batas setiap
tergantung
bagian Model pada Matematik0 1−M 𝑣𝑣𝑣𝑣
harus bagian
dibagi-bagi
y di dalam dianggap batas untuk bagian konstan, integrasinya,
saluran sehingga yang hasil
diketahui, 3.2. 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣,
bagian Model 𝐽𝐽𝐽𝐽) =
sesungguhnya praktis telah dilakukan. integrasi persamaan 2.4 menjadi : saluran yang diketahui, bagian saluran ini
Aliran sungai, khususny
kemudian integrasi eksponen
saluran
harus persamaan
inihidrolik
dibagi-bagi harus 2.4 dalam
dibagi-bagimenjadi
untuk setiap :integrasinya,
untuk integrasinya, Aliran sungai
Dalam Vynou (2002) dijelaskan bahwa, metoda 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀 curve
3.2. Model mempunyai Matematik sifat
bagian
𝑑𝑑𝑑𝑑 = �𝑢𝑢𝑢𝑢dianggap
𝑛𝑛𝑛𝑛
−kemudian
�kemudian 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑁𝑁𝑁𝑁konstan, +eksponen 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑐𝑐𝑐𝑐 � � sehingga
�eksponen 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 hidrolik
hidrolik 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢� 𝑢𝑢𝑢𝑢hasil
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑐𝑐𝑐𝑐𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑀𝑀𝑀𝑀 +𝑢𝑢𝑢𝑢dalam
𝐶𝐶𝐶𝐶dalam
𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀 setiap
setiap bagian
curve mempu
integrasi langsung dikembangkan dari metoda 𝑆𝑆𝑆𝑆0 persamaan 0 =1 − �𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑢𝑢𝑢𝑢 − �𝑑𝑑𝑑𝑑menjadi 1+:−� 𝑢𝑢𝑢𝑢 � � termasuk kedalam
3.2. Model proM
integrasi 𝑑𝑑𝑑𝑑
bagian
dianggap 𝑆𝑆𝑆𝑆0 dianggap 2.4konstan, 𝑛𝑛𝑛𝑛 0𝑁𝑁𝑁𝑁konstan,
sehingga sehingga
hasil 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢�hasil
𝑁𝑁𝑁𝑁 Aliran
integrasi + 𝐶𝐶𝐶𝐶persamaansungai, termasuk khususny ke
Bakhmeteff yaitu panjang saluran yang diselidiki dibagi 0 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 0 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 lambat laun (gradually v
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 integrasi
4 𝑢𝑢𝑢𝑢menjadi 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 persamaan : 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑢𝑢𝑢𝑢2.4 menjadi :
𝑢𝑢𝑢𝑢𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀 curve mempunyai
analisis lambat
Aliran sungai
hidarulika laun
sifat
dilak (
menjadi beberapa bagian yang pendek. Perubahan 𝑑𝑑𝑑𝑑 = �𝑢𝑢𝑢𝑢 − � + �𝑢𝑢𝑢𝑢 � � …….(5) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢� + 𝐶𝐶𝐶𝐶 termasuk pendekatan analisis
kedalam hidar prs
𝑆𝑆𝑆𝑆0 0 1𝑑𝑑𝑑𝑑− 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 0 1 −𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢𝑐𝑐𝑐𝑐𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀…….(5) metode curve mempu
kemiringan kritis dalam jarak pendek untuk kedalaman Integrasi pertama
𝑛𝑛𝑛𝑛
𝑁𝑁𝑁𝑁 lambat laun metode
(gradually pen kev
𝑆𝑆𝑆𝑆0 dari 0persamaan 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛(5) diatas
𝑑𝑑𝑑𝑑 = �𝑢𝑢𝑢𝑢 − � + � � � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢� + 𝐶𝐶𝐶𝐶 termasuk
Integrasi 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑁𝑁𝑁𝑁 0 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢(5)permasalahan back
yang berbeda-beda disetiap titik dianggap konstan disebut dan F(y,N) yaitu :pertama dari persamaan …….(5)
diatas...........
analisis
pembangunan Bendung( hidarulika(5) laun
permasalahan
lambat dila
integrasi dibuat dengan jarak pendek dengan bantuan disebut F(y,N) yaitu : metode pendekatan pembangunan
Integrasi pertama Integrasi dari pertama 𝑢𝑢𝑢𝑢
persamaan 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢dari 𝑢𝑢𝑢𝑢persamaan (5) 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 diatas …….(5) (5)Cimanuk, diatas disebut
analisis hidar
pendekatan als
fungsi aliran berubah. 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑁𝑁𝑁𝑁) = � permasalahan
dapat digunakan un Cimanuk,
metode back pen
pen
disebut F(y,N) F(y,N)
Integrasi yaitu yaitu : 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢,
pertama : −dari
0 1𝑁𝑁𝑁𝑁) 𝑢𝑢𝑢𝑢=𝑁𝑁𝑁𝑁�persamaan 𝑁𝑁𝑁𝑁 (5)permasalahan diatas
pembangunan dapat Bendung digun
Oleh Mononobe digunakan dua permisalan untuk 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 permasalahan
tersebut.
disebut F(y,N)𝑢𝑢𝑢𝑢yaitu : 0…….(6)
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 …….(6) Cimanuk, permasalahan
pendekatan
pembangunan al
eksponen hidrolik, dengan permisalan ini pengaruh 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑁𝑁𝑁𝑁) = � Software yang digunaka
𝑢𝑢𝑢𝑢 dapat digunakan
Cimanuk, un
pen
perubahan kecepatan dan tinggi tekanan Yang gesekdikenal Yang
sebagai fungsi
dikenal 0 sebagai 1 −aluran
fungsi
berubah 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑢𝑢𝑢𝑢𝑁𝑁𝑁𝑁 .............................................
aluran adalah
berubah Software
HEC-RAS (6) yan 4
baran Umum Bendung Gerak Copong (varied flow function). Integrasi kedua 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑁𝑁𝑁𝑁) = �
…….(6) dari permasalahan dapat tersebut. digun
diperhitungkan tanpa perlu membagi panjang saluran (varied flow function). 0 Integrasi 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁
kedua digunakandari adalah
dengan HEC pe
Sumber : PIRIMP persamaan (6)
Yangdiatas dikenal dapat sebagai juga dinyatakan fungsijuga aluran berubah (varied permasalahan
digunakan
baran Umum Bendung menjadiGerak bagian-bagian Copong pendek. Kemudian Lee Yang
dalam
dandikenal
bentuk persamaan sebagai
fungsi (6)fungsi
aliran diatas aluran
berubah, dapat berubah yaitu
…….(6)
dinyatakan Software
HEC-RAS yangcukup digunaka baik d
baran Umum Bendung
yang Gerak
dipakaimemperkenalkan Copong Bakhmeteff fungsi sehingga Integrasi kedua adalah HEC-RAS
HEC-RAS cu 4
flow function). daridariberubah persamaan (6)
Software yan
Sumber : PIRIMP
Von Seggern aliran berubah
Sumber : PIRIMP (varied flow dalam
Yang function).
𝑁𝑁𝑁𝑁� dikenal bentukIntegrasi fungsi
sebagai aliran
kedua
fungsi berubah,
aluran dalam yaitupenggunaannya de
diperlukan
lambat dipakai laun table yang tambahan baru untuk metode
sebagai fungsi ini. yang dipakai dengan 𝑣𝑣𝑣𝑣 = diatas
𝑢𝑢𝑢𝑢 diatas 𝐽𝐽𝐽𝐽 dan dapat 𝑁𝑁𝑁𝑁jugajuga
𝐽𝐽𝐽𝐽 function).
=
𝑁𝑁𝑁𝑁
dinyatakan sehingga 𝑁𝑁𝑁𝑁 dalam digunakan
Windowbentuk dan dalam
dengan
fungsi
adalahmampu penggu HEC p
ba
lambat yang Bakhmeteff sehingga persamaan (6)
(varied
dengan 𝑣𝑣𝑣𝑣flow=dapat 𝑢𝑢𝑢𝑢 �𝐽𝐽𝐽𝐽(𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀+1) dan dengan 𝐽𝐽𝐽𝐽dinyatakan
Integrasi
= kedua sehingga dari
yang
Bakhmeteff dipakai sehingga Bakhmeteff
diperlukan sehingga
table tambahan untuk bentuk aliran berubah, yaitu dan HEC-RAS
sehingga
basis input datanya cud Window
integrasicukup
digunakan dan
baik
a lambat
tegas diperlukan
Dalam table
perhitungan tambahan pada untuk penelitian metode ini. ini integrasi dalam kedua persamaan fungsi (6)
menjadi aliran
: diatas berubah, dapat(𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀+1) yaitudinyatakan
juga
diperlukan
metode ini.tablemetode tambahan untuk metode ini. kedua
integrasi menjadi kedua :
menjadi : dalam penggunaannya basis
dapatinput
HEC-RAS dd
cu
aampang
lambat menggunakan
Dalam perhitungan padayang dikembangkan
penelitian ini dengan 𝑣𝑣𝑣𝑣 = dalam 𝑁𝑁𝑁𝑁
𝑢𝑢𝑢𝑢 �𝐽𝐽𝐽𝐽 bentuk dan 𝑣𝑣𝑣𝑣𝐽𝐽𝐽𝐽 =fungsi aliran
𝑁𝑁𝑁𝑁
sehingga berubah,Software yaitu ini diund
tegas internet. dalam penggud
Window danSoftware
mampu ini ba
𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀
oleh 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣 𝐽𝐽𝐽𝐽
DalamChow, dimana eksponen hidrolik
ntegrasi 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑁𝑁𝑁𝑁 (𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀+1)
aampangtegas Dalam
menggunakan perhitungan
perhitungan metode pada padayang penelitian penelitian
dikembangkan ini menggunakan ini � dengan 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 =𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑣𝑣𝑣𝑣 = � 𝑢𝑢𝑢𝑢 �𝐽𝐽𝐽𝐽 dan 𝐽𝐽𝐽𝐽3 =𝑣𝑣𝑣𝑣𝐽𝐽𝐽𝐽 =𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑁𝑁𝑁𝑁𝐽𝐽𝐽𝐽) 𝐽𝐽𝐽𝐽 sehingga
tersebut
ampang dinyatakan
menggunakan terhadap metode kedalaman yang dikembangkan air, hidrolik dimana integrasi
0 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 �
kedua menjadi
𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑁𝑁𝑁𝑁0 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 :1 −=𝑣𝑣𝑣𝑣 � 𝑁𝑁𝑁𝑁 (𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀+1) = 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, basis 𝐽𝐽𝐽𝐽) inputinternet. datanyadancu
Window
ntegrasi oleh
metode Chow, yang dimana
dikembangkan eksponen oleh Chow, dimana 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁 1 − 𝑣𝑣𝑣𝑣 3 𝑁𝑁𝑁𝑁 Persamaan
Software ini yang
dapat
basis
............ (7) input digud
diund
persamaan
oleh Chow, berubah dimana lambat eksponen laun adalah
hidrolik 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀 integrasi 0 kedua 𝑣𝑣𝑣𝑣 menjadi 0 : ……(7) Persamaan y
ntegrasi
tersebut dinyatakan
eksponen terhadap
hidrolik kedalaman
dinyatakan terhadap air, dimana kedalaman air, 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝐽𝐽𝐽𝐽 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣 𝐽𝐽𝐽𝐽 ……(7) aliran
internet. Software inilad
berubah lambat
tersebut sebagai
dinyatakan berikut terhadap : kedalaman air,laun dimana � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑢𝑢𝑢𝑢 = 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀 � = 𝑣𝑣𝑣𝑣 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, 𝐽𝐽𝐽𝐽) aliran berubah
bahwa, persamaan
dimana persamaan berubahberubah lambatlambat laun adalah adalah sebagai Dengan 0 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢Dengan
𝑁𝑁𝑁𝑁Dengan 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁 0 1 − 𝑣𝑣𝑣𝑣𝐽𝐽𝐽𝐽3 𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣 𝐽𝐽𝐽𝐽 flow) adalah internet. mengg
persamaan berubah lambat laun adalah � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 = � = Persamaan
𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣,
energy. 𝐽𝐽𝐽𝐽) Selain flow)
yang
itu adala
juga digu d
bangkan sebagai
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 berikut
berikut : 1 − (𝑑𝑑𝑑𝑑 : 𝑛𝑛𝑛𝑛 /𝑑𝑑𝑑𝑑) 𝑁𝑁𝑁𝑁
0 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑁𝑁𝑁𝑁 0 1……(7)
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣 − 𝑣𝑣𝑣𝑣 3 𝑁𝑁𝑁𝑁 aliran berubah
bahwa, sebagai = berikut
𝑆𝑆𝑆𝑆 : … (1) 𝑣𝑣𝑣𝑣 perubahan aliran dari energy.
Persamaanlambat Selain lay
panjang
bahwa, 0
1 − (𝑑𝑑𝑑𝑑 /𝑑𝑑𝑑𝑑) 𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑁𝑁𝑁𝑁 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, 𝐽𝐽𝐽𝐽) = � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣 ……(7)
bangkan 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑛𝑛𝑛𝑛
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑁𝑁𝑁𝑁 ...........................................
Dengan (1) 0 1 𝐽𝐽𝐽𝐽)
𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, −= 𝑣𝑣𝑣𝑣 �3 flow) adalah
superkritis, perubahan
aliran
atauberubahmengg daria
menjadi
bangkan 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑆𝑆𝑆𝑆:0 1 − (𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 /𝑑𝑑𝑑𝑑)𝑀𝑀𝑀𝑀
Dimana … (1) ..............................................
0 1 − 𝑣𝑣𝑣𝑣
3 (8)
panjang 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑆𝑆𝑆𝑆0 1 − (𝑑𝑑𝑑𝑑 /𝑑𝑑𝑑𝑑) … (1) Dengan 𝑣𝑣𝑣𝑣 ……(8) menjadi subkritis. Bebed
energy. Selain superkritis,
flow) itu juga
adala
rubahan
panjang 𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣 ……(8)
menjadi 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
Dimana : 1 − (𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛𝑦𝑦𝑦𝑦/𝑑𝑑𝑑𝑑)2𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑦𝑦𝑦𝑦 Dengan memasukan 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣,
Dengan memasukan 3notasi 𝐽𝐽𝐽𝐽) = notasi
� dari persamaan
𝑣𝑣𝑣𝑣 dari persamaan perubahan
tersebut (6)antara
dan menjadi
aliran
energy.
(8)lainSelain subkdari
perub
kmenjadi
untuk 3 :�1 Dengan memasukan 1 − 𝑣𝑣𝑣𝑣 notasi 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣
dari persamaan
rubahan Dimana
Dimana : + 2𝑧𝑧𝑧𝑧 �𝑏𝑏𝑏𝑏 ��2 − 2𝑧𝑧𝑧𝑧 �𝑏𝑏𝑏𝑏 � �1 𝑦𝑦𝑦𝑦
+ 𝑧𝑧𝑧𝑧 � ��
𝑏𝑏𝑏𝑏 (6) dan (8) ke
ke 𝑑𝑑𝑑𝑑dalam dalam persamaan persamaan
0
𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, 𝐽𝐽𝐽𝐽) =(5) 𝑑𝑑𝑑𝑑� (5)
maka
𝑀𝑀𝑀𝑀 maka
𝐽𝐽𝐽𝐽 persamaan superkritis,
kemiringan menjadiperubahan tersebut
atau
: saluran, a antar
dari
iap
rubahan
k untuk titik 𝑀𝑀𝑀𝑀 = Dengan permisalan 𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑦𝑦𝑦𝑦= 𝑦𝑦𝑦𝑦persamaan 𝑦𝑦𝑦𝑦 diatas 𝑑𝑑𝑑𝑑(6)= dan
𝑛𝑛𝑛𝑛 (8) ke𝑁𝑁𝑁𝑁) dalam + � ……(8)
𝑐𝑐𝑐𝑐 persamaan
� 1 −𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, 𝑣𝑣𝑣𝑣 3 𝐽𝐽𝐽𝐽)�(5) 𝐶𝐶𝐶𝐶maka subkritis.
menjadi kemiringan Bebe
3 �1 +�1 2𝑧𝑧𝑧𝑧+�𝑦𝑦𝑦𝑦2𝑧𝑧𝑧𝑧 ���2 𝑦𝑦𝑦𝑦−��2𝑧𝑧𝑧𝑧 �1 + � � �1
𝑦𝑦𝑦𝑦 + 𝑧𝑧𝑧𝑧 � �� persamaan menjadi �𝑢𝑢𝑢𝑢 − : 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 0 +jembatan, superkritis,
bangunan terju
kdengan 𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑧𝑧𝑧𝑧= 𝑦𝑦𝑦𝑦�𝑏𝑏𝑏𝑏 ��persamaan
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑦𝑦𝑦𝑦
untuk Dengan permisalan
𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑦𝑦𝑦𝑦
𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑦𝑦𝑦𝑦
𝑏𝑏𝑏𝑏 Dengan
diatas persamaan
memasukan 𝑆𝑆𝑆𝑆0𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 menjadi
notasi :
dari 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑑𝑑𝑑𝑑persamaan 𝑁𝑁𝑁𝑁
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐽𝐽𝐽𝐽
……(8)
iap titik 𝑀𝑀𝑀𝑀 = 3 dapat�1 +
Dengan permisalan dinyatakan
2𝑧𝑧𝑧𝑧 � �� −
𝑏𝑏𝑏𝑏 untuk
2𝑧𝑧𝑧𝑧 𝑢𝑢𝑢𝑢� = �
dx, �1 yaitu+
persamaan 𝑧𝑧𝑧𝑧 � : �� diatas 𝑑𝑑𝑑𝑑 =𝑑𝑑𝑑𝑑 �𝑢𝑢𝑢𝑢 − 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑁𝑁𝑁𝑁) + 𝑑𝑑𝑑𝑑�
𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑐𝑐𝑐𝑐
� 𝐽𝐽𝐽𝐽 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, 𝐽𝐽𝐽𝐽)� tersebut
+ 𝐶𝐶𝐶𝐶 persimpangan. ban
antarajembatan,
menjadi lain perub
subk
𝐽𝐽𝐽𝐽)� + aliran Per
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑐𝑐𝑐𝑐
iap idengan
aliran
titik 𝑀𝑀𝑀𝑀 = �1 +
𝑏𝑏𝑏𝑏
2𝑧𝑧𝑧𝑧 �
𝑦𝑦𝑦𝑦
�� �1 +
𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛
𝑧𝑧𝑧𝑧 �
𝑦𝑦𝑦𝑦
�� .....(2) 𝑏𝑏𝑏𝑏 ............ (6) (2)
dan 𝑑𝑑𝑑𝑑 =ke 𝑆𝑆𝑆𝑆�𝑢𝑢𝑢𝑢
(8) Dengan dalam − 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢,
memasukan 𝑁𝑁𝑁𝑁) + � �𝑑𝑑𝑑𝑑 (5) 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣,
persamaan notasi …..(9)
maka
dari
𝑁𝑁𝑁𝑁 persamaan 𝐶𝐶𝐶𝐶
kemiringan aliran persimp
saluran,
dapat dapat dinyatakan
dinyatakan
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑦𝑦𝑦𝑦
𝑏𝑏𝑏𝑏 untuk 1 untuk dx, dx, 𝑏𝑏𝑏𝑏 yaitu
𝑦𝑦𝑦𝑦
yaitu
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑀𝑀𝑀𝑀 : 𝑢𝑢𝑢𝑢:𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑆𝑆𝑆𝑆0 0 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑛𝑛𝑛𝑛
pada ...............
Bendung (9)
tersebut antar
Copon
idengan
aliran �1 𝑛𝑛𝑛𝑛+ 2𝑧𝑧𝑧𝑧 � �� �1 + 𝑧𝑧𝑧𝑧 � 𝑐𝑐𝑐𝑐�� persamaan Dengan menjadi
(6) dan menggunakan : ke dalam
(8) persamaan persamaan …..(9)…..(9)
(9) (5) untuk maka bangunan
jembatan, pada Bendu terj
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = �1 − 𝑏𝑏𝑏𝑏 + � 𝑏𝑏𝑏𝑏 � .....(2) 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀 � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 kemiringan
imisalan
aliran 𝑆𝑆𝑆𝑆
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
0 𝑛𝑛𝑛𝑛 1 − 1 𝑢𝑢𝑢𝑢1 𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑐𝑐𝑐𝑐 .....(2)
𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑀𝑀𝑀𝑀
1 𝑢𝑢𝑢𝑢 − 𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁
penampang Dengan
persamaan menggunakan
1 menjadi
dan 2 : maka persamaan diperoleh (9) untuk
aliran
jarak penampang
persimpangan.
jembatan, Pe
ban
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑1𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
=
𝑛𝑛𝑛𝑛
= �1𝑦𝑦𝑦𝑦�1 − − 1 −𝑁𝑁𝑁𝑁√1 + + 𝑐𝑐𝑐𝑐
� 𝑧𝑧𝑧𝑧�2𝑑𝑑𝑑𝑑��𝑦𝑦𝑦𝑦�� 1 −𝑁𝑁𝑁𝑁𝑢𝑢𝑢𝑢�𝑁𝑁𝑁𝑁𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 Dengan Denganmenggunakan menggunakanpersamaan persamaan(9)(9)untuk untuk
misalan 10 + 2𝑧𝑧𝑧𝑧 �
𝑆𝑆𝑆𝑆 �
𝑆𝑆𝑆𝑆0 0𝑏𝑏𝑏𝑏 18− 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁 +
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑏𝑏𝑏𝑏 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢 antara 1
penampang1 1dan dan kedua 2 maka penampang diperoleh
dan2 2maka yaitu jarak
makadiperoleh : L antara
=
diperolehjarak x 2 - kedua
x pada
1 jarak penampang
Bendung aliran persimp Copo
misalan 𝑁𝑁𝑁𝑁 = 𝑦𝑦𝑦𝑦 − ……(4) 𝑦𝑦𝑦𝑦 𝑦𝑦𝑦𝑦 ............ (3)
penampang
nmisalan
tinggi 1 + 2𝑧𝑧𝑧𝑧 � � + 𝑧𝑧𝑧𝑧 2 � � antara yaitukedua : L = x2 penampang - x1 yaitu : L = x - x pada Bendu
misalan 3 𝑦𝑦𝑦𝑦
10 1 + 𝑧𝑧𝑧𝑧 � 𝑦𝑦𝑦𝑦𝑏𝑏𝑏𝑏� 8 1 + 2√1 +2 𝑧𝑧𝑧𝑧𝑦𝑦𝑦𝑦𝑏𝑏𝑏𝑏 � � 3 √1 2 Persamaan
antara kedua(9). penampang ini mengandung yaitu : Lfungsi = x 2 - aliran 2 x1 1
anmisalan
perlu
tinggi 𝑁𝑁𝑁𝑁 = Persamaan
10 1 + 2𝑧𝑧𝑧𝑧 � 𝑏𝑏𝑏𝑏 � ini − 8dapat √1 +
diintegrasikan 𝑧𝑧𝑧𝑧 ……(4) � ……(4) � 𝑏𝑏𝑏𝑏 untuk Persamaan (9).iniini mengandungfungsi fungsi aliran berubah,
3 1 + 𝑧𝑧𝑧𝑧 �𝑦𝑦𝑦𝑦𝑏𝑏𝑏𝑏� − 3 1 + 2√1 + 𝑧𝑧𝑧𝑧 𝑏𝑏𝑏𝑏2 �𝑦𝑦𝑦𝑦� berubah,
Persamaan dan(9). penyelesaiannya
mengandung dapat aliran
Persamaan (9). ini mengandung fungsi aliran
anbagian-
tinggi …. 𝑁𝑁𝑁𝑁 (3)
= sepanjang x ini dari profil diintegrasikan aliran. Eksponen
perlu 3 Persamaan
Persamaan 1 + 𝑧𝑧𝑧𝑧dapat
𝑦𝑦𝑦𝑦
� �ini dapat
𝑏𝑏𝑏𝑏 3 dapat
1𝑦𝑦𝑦𝑦 + 2√1 diintegrasikan + 𝑧𝑧𝑧𝑧 �untuk 2 𝑦𝑦𝑦𝑦
𝑏𝑏𝑏𝑏
� untuk untuk disederhanakandan
berubah, dan penyelesaiannya menjadi
dan penyelesaiannya : dapat
penyelesaiannya dapat disederhanakan dapatmenjadi :
an Von
abagian-
perlu Dengan hidrolik
permisalan
sepanjang 𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑢𝑢𝑢𝑢 x dianggap
= dari persamaan
profil konstan aliran. diatas𝑏𝑏𝑏𝑏 Eksponen batas 𝑑𝑑𝑑𝑑berubah, 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐽𝐽𝐽𝐽
aliran ….Dengan (3) sepanjang
permisalan x persamaandari𝑦𝑦𝑦𝑦𝑛𝑛𝑛𝑛profildiatas aliran. dapat Eksponendinyatakan
𝑛𝑛𝑛𝑛
𝑑𝑑𝑑𝑑 = disederhanakan disederhanakan
�𝑢𝑢𝑢𝑢 − 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑁𝑁𝑁𝑁) +menjadi �𝑢𝑢𝑢𝑢menjadi
𝑐𝑐𝑐𝑐
�𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 :𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, : 𝐽𝐽𝐽𝐽)� + 𝐶𝐶𝐶𝐶
an bagian-
Von …. (3) integrasi
hidrolik dapat tersebut dianggap karena konstan perubahan
untuk batas 𝑆𝑆𝑆𝑆0 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑁𝑁𝑁𝑁) = � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑁𝑁𝑁𝑁 … . (10)
ai dapat hidrolik
untukdinyatakan
dx, yaitu : untuk dapat dianggap
dx, konstan
yaitu : lambat laun relatif untuk batas
anfungsi Von
aliran kedalaman
integrasi aliran tersebut berubah karena perubahan perubahan 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢
0 1− 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑁𝑁𝑁𝑁…..(9). . .......................................... (10)
integrasi tersebut karena 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 𝑁𝑁𝑁𝑁)𝑁𝑁𝑁𝑁) == � � 1 −𝑁𝑁𝑁𝑁𝑢𝑢𝑢𝑢𝑁𝑁𝑁𝑁 …… . (10)
aliran
ai fungsi kecil.
𝑑𝑑𝑑𝑑 kedalaman Dalam 1 hal ini𝑑𝑑𝑑𝑑
aliran eksponen
berubah 𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀hidrolik agak
lambat laun relatif atau𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢
. (10)
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 = kedalaman �1 − aliran +berubah lambat� laun relatif
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑐𝑐𝑐𝑐
ai fungsi tergantung � di� dalam 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢3 bagian Dengan menggunakan 0persamaan
𝑣𝑣𝑣𝑣 0 (9) untuk
1 −pada 𝑁𝑁𝑁𝑁 haly 𝑑𝑑𝑑𝑑 batas atau atau 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣
𝑆𝑆𝑆𝑆0kecil.
kecil. Dalam Dalam 𝑢𝑢𝑢𝑢hal iniini eksponen
𝑛𝑛𝑛𝑛eksponen 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑁𝑁𝑁𝑁hidrolik hidrolik agak
............
agak atau
penampang 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣,
1 dan 𝐽𝐽𝐽𝐽) = 2 � maka diperoleh … .jarak . . (11)
salurantergantung yang pada diketahui, bagian saluran ini(4) 𝑣𝑣𝑣𝑣 1𝑣𝑣𝑣𝑣 − 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣 3
tergantung pada y ydi didalam dalambatas batas 3 bagian bagian
antara kedua penampang 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣
= =� �yaitu : L = x 2…- … .x. 1..(11)
0
harus saluranyang dibagi-bagi
yangdiketahui, diketahui, untukbagian integrasinya, saluran 𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣,𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣, 𝐽𝐽𝐽𝐽) 𝐽𝐽𝐽𝐽) . . (11)
saluran ……(4) bagian saluran 3 iniini 01 − 1− 𝑣𝑣𝑣𝑣 3𝑣𝑣𝑣𝑣 3
kemudian
harus dibagi-bagi eksponen hidrolik
dibagi-bagi untuk dalam integrasinya, setiap Persamaan (9). ini mengandung ..............................................(11) 0 fungsi aliran
harus untuk integrasinya, 3.2. Model Matematik HEC-RAS
Persamaan bagian ini
kemudianeksponen dapat
dianggap diintegrasikan
eksponenhidrolik konstan, hidrolikdalam sehingga untukdalamsetiap hasil
berubah,
setiap dan penyelesaiannya dapat
kemudian
sepanjang integrasi x
bagiandianggap daripersamaan profil
dianggapkonstan, aliran.
2.4 menjadi
konstan,sehingga Eksponen :
sehinggahasil disederhanakan
hasil 3.2. Aliran 3.2. Model Model
sungai,menjadi MatematikMatematik
khususnya : HEC-RAS HEC-RAS
aliran back water
bagian
hidrolik dapat integrasi dianggap persamaan konstan 2.4 untuk
menjadi batas: curve mempunyai sifat tidak permanen, dan
integrasi 𝑑𝑑𝑑𝑑 persamaan 2.4 𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 menjadi
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑀𝑀𝑀𝑀
:
𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑢𝑢𝑢𝑢 Aliran Aliransungai, sungai,
𝑢𝑢𝑢𝑢
khususnya
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 khususnyaaliran aliran back backwater water
integrasi𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝑛𝑛𝑛𝑛tersebut �𝑢𝑢𝑢𝑢 − � karena + � � perubahan
𝑐𝑐𝑐𝑐
� 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢� + 𝐶𝐶𝐶𝐶
𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑢𝑢𝑢𝑢, termasuk𝑁𝑁𝑁𝑁) = � kedalam profil … . aliran
(10) berubah
𝑆𝑆𝑆𝑆0 𝑑𝑑𝑑𝑑 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑀𝑀𝑀𝑀0𝑢𝑢𝑢𝑢 1 − 𝑢𝑢𝑢𝑢
𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁
𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀
curve curve mempunyaimempunyai 𝑁𝑁𝑁𝑁 sifat sifat tidak tidak permanen,permanen, dan dan 127
kedalaman𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑aliran 𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛 �𝑢𝑢𝑢𝑢 berubah
− � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢 lambat +𝑑𝑑𝑑𝑑𝑐𝑐𝑐𝑐�� laun �� �𝑢𝑢𝑢𝑢relatif 0 1(gradually − 𝑢𝑢𝑢𝑢
0𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑐𝑐𝑐𝑐 𝑁𝑁𝑁𝑁−𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑑𝑑𝑑𝑑 = = 𝑆𝑆𝑆𝑆 �𝑢𝑢𝑢𝑢 − � + � 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢�
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑢𝑢𝑢𝑢� + + 𝐶𝐶𝐶𝐶 lambat
𝐶𝐶𝐶𝐶 termasuk laun kedalam varied
profil flow)
aliran sehingga berubah
kecil. Dalam 𝑆𝑆𝑆𝑆0 hal 0 ini 1 1
eksponen
− −
𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁
𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
hidrolik𝑛𝑛𝑛𝑛 1 − 1 agak−
𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑁𝑁𝑁𝑁
atau termasuk kedalam profil aliran berubah
0 0 𝑛𝑛𝑛𝑛 0 0
…….(5) analisis
lambat hidarulika
laun (gradually dilakukan varied menggunakan
flow) sehingga
tergantung pada y di dalam batas bagian lambat laun 𝑣𝑣𝑣𝑣 (gradually
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑣𝑣𝑣𝑣 varied flow) sehingga
𝐹𝐹𝐹𝐹(𝑣𝑣𝑣𝑣,metode analisis
𝐽𝐽𝐽𝐽) = � pendekatan
hidarulika steady
dilakukan… . . . (11) flow.
menggunakan Pada
…….(5) analisis hidarulika dilakukan menggunakan
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

Model Matematik HEC-RAS 2. Data Debit Sungai Cimanuk


Aliran sungai, khususnya aliran back water curve Debit sungai Cimanuk untuk perhitungan debit
mempunyai sifat tidak permanen, dan termasuk kedalam banjir metode Gumbel menggunakan data
profil aliran berubah lambat laun (gradually varied flow) Pos Leuwidaun yang berada sekitar 2 km ke
sehingga analisis hidarulika dilakukan menggunakan arah hulu dengan data tahun 1996–2013. Data
metode pendekatan steady flow. Pada permasalahan diambil dari Puslitbang Air Kementerian PU
back water akibat pembangunan Bendung Copong di dan BBWS Cimanuk Cisanggarung. Sedangkan
Sungai Cimanuk, pendekatan aliran 1D (1-Dimensi) untuk perhitungan debit banjir metode Melchior
dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan menggunakan hasil perhitungan konsultan Nippon
tersebut. Koei Co. Ltd.
3. Data Teknis Bendung
Software yang digunakan pada penelitian ini
adalah HEC-RAS 4.1. Software ini digunakan Data yang dikumpulkan terdiri dari data bangunan
dengan pertimbangan bahwa HEC-RAS cukup baik utama, tipe bendung, dimensi bendung, dan
performanya, mudah dalam penggunaannya dengan bangunan pelengkapnya, desain debit banjir, dan
tampilan under Window dan mampu back water. Selain debit normal.
itu basis input datanya cukup sederhana dan Software 4. Data Profil Sungai Cimanuk
ini dapat diunduh dengan gratis dari internet.
Data profil sungai Cimanuk didapatkan dari
Gambar Desain bendung Copong Sub Proyek
Persamaan yang digunakan untuk profil aliran
Daerah Irigasi Leuwigoong.
berubah lambat laun (gradually varied flow) adalah
menggunakan persamaan energy. Selain itu juga 5. Data pendukung lain yang didapatkan dari BBWS
dapat digunakan untuk perubahan aliran dari subkritis Cimanuk Cisanggarung.
menjadi superkritis, atau dari aliran superkritis menjadi
subkritis. Beberapa contoh kondisi tersebut antara
lain perubahan signifikan pada kemiringan saluran, ANALISIS DATA
penyempitan pada jembatan, bangunan terjun dan Perhitungan data untuk hujan rencana dan debit banjir
bendung serta aliran persimpangan. Perhitungan back dilakukan dengan periode ulang, 5, 10, 25, 50 dan 100
water pada Bendung
pehitungan tersebut. Copong termasuk
Persamaan energypada pehitungan
yang 5. Analisis DataTerdapat perbedaan hasil perhitungan antara
tahun.
digunakan dalam HEC-RAS
tersebut. Persamaan energy adalah sebagai dalam
yang digunakan hasil analisis
Perhitungan data untukpenyusun dan hasil
hujan rencana danhitungan konsultan,
berikut
HEC-RAS: adalah sebagai berikut :
debit banjirsehingga dilakukan
dilakukan dengan re-check untuk perhitungan hujan
periode ulang,
𝛼𝛼𝛼𝛼2 𝑍𝑍𝑍𝑍2 2 𝛼𝛼𝛼𝛼1 𝑍𝑍𝑍𝑍1 2 5, 10, 25,rencana
50 dandan debit
100 banjir
tahun.sebagai
Terdapatberikut.
𝑍𝑍𝑍𝑍2 + 𝑌𝑌𝑌𝑌2 + = 𝑍𝑍𝑍𝑍1 + 𝑌𝑌𝑌𝑌1 + + ℎ𝑒𝑒𝑒𝑒 perbedaan hasil perhitungan antara hasil
2𝑔𝑔𝑔𝑔 2𝑔𝑔𝑔𝑔 ........analisis
(12)
….. (12) penyusun
Perhitungandan Hujanhasil
Rencanahitungan
Periode Ulang
konsultan, Hujan
sehinggaRencana untuk desain untuk
dilakukan re-check Bendung Copong sudah
4. Data Kajian perhitungan hujan rencana dan debit banjir
DATA KAJIAN dilakukan oleh Konsultan Nippon Koei. Data dari
Data-data pada penelitian ini meliputi : sebagai berikut :
perhitungannya menggunakan data hujan dari tahun
Data-data pada penelitian ini meliputi :
1. Data Hujan Rencana 5.1. Perhitungan Hujan
1987 – 1998 Rencana
dengan 6 stasiunPeriode
hujan di Kabupaten Garut,
1. DataDataHujan
Hujan Rencana
Rencana hitungan Konsultan Ulang yaitu Tarogong, Garut Kota, Cibatu, Sukawening,
Nippon Koei, data hujan dari tahun 1987 – Leuwigoong,
Hujan Rencana untukdandesain
Malangbong.
Bendung Data hujan tersebut
1998 Datadengan
Hujan 6Rencana hitungan
stasiun hujan Konsultan Nippon
di Kabupaten adalah hujan 10 harian, jadi tidak didapatkan data hujan
Koei, data hujan dari tahun Garut1987 – 1998 Copong sudah dilakukan oleh Konsultan
Garut, yaitu Tarogong, Kota, dengan 6 harian maksimum. Berikut
Nippon Koei. Data dari perhitungannya adalah data hujan rencana
stasiun hujan di Kabupaten
Cibatu, Sukawening, Leuwigoong, dan Garut, yaitu Tarogong, periode ulang tersebut :
Garut Kota, Cibatu, Sukawening, menggunakan data hujan dari tahun 1987 –
Malangbong. Data hujan tersebutLeuwigoong,
adalah dan
1998 dengan 6 stasiun hujan di Kabupaten
Malangbong.
hujan 10 harian Datadan hujandatatersebuthujanadalah dari hujan 10
Garut, yaitu Tarogong, Garut Kota, Cibatu,
harian dan data hujan
BMKG yang diperoleh dari Lab. dari BMKG yang diperoleh
dari Lab. FTSL Hidrolika Sukawening, Leuwigoong, dan Malangbong.
Hidrolika ITBFTSL pada ITB empat pada empat stasiun
stasiun Data hujan tersebut adalah hujan 10 harian,
hujan di
hujan di Kabupaten
Kabupaten Garut, Garut, yaitu yaituTarogong,
Cikajang, Cikajang,
Karangpawitaan dan Malangbong jadi
dari tidak didapatkan data hujan harian
Tarogong, Karangpawitaan dan maksimum. Berikut adalah data hujan
tahun 1976 –dari
Malangbong 1987tahun 1976 – 1987 rencana periode ulang tersebut :
2. Data Debit Sungai Cimanuk
Tabel 1. Hujan Rencana Periode Ulang hasil
Debit sungai Cimanuk untuk perhitungan
perhitungan Konsultan
debit banjir metode Gumbel menggunakan
128 data Pos Leuwidaun yang berada sekitar 2 Return Rt
km ke arah hulu dengan data tahun 1996– Period (mm)
2013. Data diambil dari Puslitbang Air
5 79.05
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 129 - 134

Tabel 1. Hujan Rencana Periode Ulang hasil perhitungan Tabel 3. Perbandingan Hujan Rencana Kala Ulang hasil
Konsultan Perhitungan Konsultan dan Penulis
Return Rt Tc Q0 Hujan Rencana
βq βqn α Kala Ulang
Period (mm) (jam) 3
(m /dtk) Grafis Analitis Perbedaan
(tahun)
5 79.05 13.773 2.63 1.038 0.700 375 X (mm) X (mm)
10 94.35 13.250 2.67 1.259 0.700 455 5 105 116 -11
25 109.03 12.819 2.73 1.486 0.700 555 10 123 122 1
50 128.02 12.324 2.82 1.808 0.700 653 25 135 141 -6
100 142.25 12.016 2.89 2.053 0.700 740 50 153 158 -5
Sumber : PIRIMP, Nippon Koei Co., Ltd. 100 170 173 -3

Untuk mendapatkan perbandingan data hujan


maksimum hasil perhitungan konsultan, maka
Hujan Rencana (mm)
dilakukan re-check menggunakan basis data hujan dari Kala Ulang
BMKG yang diperoleh dari Lab. Hidrolika FTSL ITB Hasil Perbedaan
(tahun) Konsultan
pada empat stasiun hujan di Kabupaten Garut, yaitu Hitungan
Tarogong, Cikajang, Karangpawitaan dan Malangbong 5 79.05 105 -26
dari tahun 1976 – 1987. Berikut data yang diperoleh : 10 94.35 123 -29
25 109.03 135 -26
Tabel 2. Hujan Harian Maksimum pada Stasiun Tarogong,
50 128.02 153 -25
Cikajang, Karangpawitan dan Malangbong (1976-1987)
Stasiun 100 142.25 170 -28
Tahun Karang Malang
Tarogong Cikajang
pawitan bong Hal ini terjadi karena data yang digunakan berbeda.
1987 25 91 53 70 Perhitungan konsultan menggunakan data hujan dari
1986 69 101 89 102 stasiun hujan di Garut, sedangkan hasil hitungan
1985 65 106 91 80 penulis menggunakan data hujan harian maksimum
1984 52 94 84 135
dengan sumber dari BMKG. Tetapi hitungan ini hanya
1983 68 130 58 96
bersifat pengecekan, jadi nilai hujan rencana hitungan
1982 58 168 119 73
Konsultan bisa digunakan.
1981 81 83 98 95
1980 55 98 56 80
1979 81 75 92
Perhitungan Debit Banjir Periode Ulang
1978 58 58 71 109 Selain menghitung hujan konsultan pun melakukan
1977 83 56 analisis debit menggunakan perhitungan metode
1976 58 Melchior. Adapun hitungannya adalah sebagai berikut :
Hujan Maksimum Harian (mm)
Catchment Area = 516 km2
Sumber : BMKG/Lab. Hidrolika FTSL ITB
Length of the River = 44.74 km2
Untuk perbandingan perhitungan dengan hasil hitungan L – 0.1*L = 44.74 km2
Konsultan disajikan pada Table 3. Elevation on 0.1*L = 1.275 m
Terdapat perbedaan antara hasil konsultan dan hasil Elevation at weir site = 685 m
perhitungan Penulis sekitar 25 s.d. 29 mm. Hujan Gradient Melchior = 0,0147
Rencana kala ulang 100 tahun pada hitungan Konsultan Rumus perhitungan Metode Melchior yang digunakan
memberikan nilai 142,25 mm, sedangkan hitungan adalah sebagai berikut :
Penulis lebih besar, yaitu 170 mm.
Qo = α . βqno . A
βqno = βq . (Rn/200)
T = 0,186 . L . Q-0,2 . I-0,4
F = ¼ . π . L1 . L2

129
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

Tabel 4. Perhitungan Debit Banjir Periode Ulang dengan Tabel 6. Perbandingan Debit Banjir Rencana Kala Ulang
Metode Melchior hasil Perhitungan Konsultan dan Penulis
Q0 Kala Debit Banjir
Return Rt Tc
βq βqn α Ulang Q (m3/dtk) Perbedaan
Period (mm) (jam) (m3/dtk) (tahun) Grafis Analitis
5 79.05 13.773 2.63 1.038 0.700 375 5 208 215 -7
10 275 269 6
10 94.35 13.250 2.67 1.259 0.700 455
25 325 322 3
25 109.03 12.819 2.73 1.486 0.700 555 50 387 385 2
50 128.02 12.324 2.82 1.808 0.700 653 100 425 428 -3
100 142.25 12.016 2.89 2.053 0.700 740
Sumber : Konsultan Nippon Koei, Co. Ltd.
Kala Debit Banjir (m3/dtk)
Ulang Hasil Perbedaan
Konsultan
Hasil perhitungan debit banjir rencana Konsultan (tahun) Hitungan
5 375 208 167
memberikan nilai untuk Q100 = 740 m3/dtk. Untuk 10 455 275 180
mendapatkan perbandingan hasil perhitungan 25 555 325 230
debit rencana kala ulang oleh konsultan, dilakukan 50 653 387 266
100 740 425 315
perhitunganmenggunakan basis data debit maksimum
harian hujan berdasarkan data dari Pos duga air stasiun
hujan Leuwidaun, Kecamatan Garut Kota Kabupaten Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
Garut dari tahun 1996-2013. konsultan dan hasil perhitungan Penulis yaitu sekitar
167 s.d. 315 m3/dtk. Debit Rencana hitungan konsultan
Pos duga air Stasiun Leuwidaun adalah stasiun terdekat
untuk Q100 = 740 m3/dtk, sedangkan hitungan Penulis
yang untuk pengambilan data debit sungai Cimanuk
untuk Q100 = 425 m3/dtk. Terdapat perbedaan sebesar
untuk Bendung Copong. Pengambilan data setiap
315 m3/dtk, hampir setengahnya dari debit hitungan
harinya dilakukan 3 kali, yaitu pada pukul 06.00, 12.00
konsultan. Hal ini terjadi karena data yang digunakan
dan 18.00. Untuk kondisi terjadi banjir, pembacaan
oleh Penulis adalah data debit hujan harian dari pos
muka air tertinggi dilakukan dengan membaca bekas
duga yang pengukurannya dari sungai, dimana sudah
banjir di peillschaal/tebing sungai. Berikut adalah
terdapat banyak pengambilan di hulunya, sehingga
rekapitulasi dari data debit maksimum tahunan :
debit yang terrekam sudah berkurang dari debit aslinya.
Selain itu, debit puncak yang dicari belum tentu
Tabel 5. Debit Maksimum Tahunan Sungai Cimanuk
(Pos Leuwidaun) didapatkan, karena pengambilan data dilakukan 3x
Debit Debit dalam 1 hari, yaitu pada pukul 06.00, 12.00 dan 18.00.
Tahun Tahun
(m3/dtk) (m3/dtk) Perhitungan konsultan menggunakan data hujan,
1996 78.8 2005 111.08 dimana data hujan tidak akan terjadi pengurangan,
1997 53.8 2006 40.6 karena hujan langsung turun tanpa ada pengambilan
1998 223 2007 104.36 apapun. Oleh karena itu, untuk perhitungan back
1999 112 2008 79.71 water curve, hasil hitungan debit banjir rencana dari
2000 88.5 2009 158 Konsultan bisa digunakan.
2001 75.7 2010 59.83 Sedangkan perhitungan konsultan menggunakan
2002 49.7 2011 88.5 data hujan, dimana data hujan tidak akan terjadi
2003 67.3 2012 221.2 pengurangan, karena hujan langsung turun tanpa
2004 21.5 2013 265.44 ada pengambilan apapun. Oleh karena itu, untuk
Sumber : BBWS Cimanuk-Cisanggarung/PUSAIR perhitungan back water curve, hasil hitungan debit
banjir rencana dari Konsultan bisa digunakan.
Perbandingan perhitungan dengan hasil hitungan
Konsultan disajikan pada tabel berikut :

130
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 131 - 134

Hasil Perhitungan HASIL PERHITUNGAN


Perhitunganback water dilakukan dengan menggunakan Setelah dilakukan perhitungan dengan metode Integrasi
dua metode, yaitu Metode Integrasi Langsung dan Langsung dan simulasi HEC RAS maka dilakukan
Simulasi HEC-RAS. Hasil perhitungan tinggi muka analisis dengan hasil sebagai berikut :
air yang ditampilkan adalah untuk periode ulang 100
tahun, karena debit banjir periode ulang 100 tahun Hasil Perhitungan Metode Integrasi Langsung vs
dengan Q = 740 m3/dtk adalah desain debit banjir Simulasi HEC-RAS
maksimum yang digunakan untuk desain bendung Hasil perhitungan HEC RAS dan Integrasi Langsung
Copong. Berikut hasil perhitungan tinggi muka air menunjukan bahwa back water ketika kondisi pintu
kedua metode diatas : banjir ditutup akan mempengaruhi tanggul banjir
1. Metode Integrasi Langsung (Gambar 2). dan jembatan Copong. Tanggul banjir yang dibangun
elevasi puncaknya adalah +693.3 sepanjang 250 m
2. Hasil Simulasi HEC-RAS (Gambar 3) ke hulu. Ketika terjadi banjir dengan periode ulang 5
tahun (Q = 375 m3/dtk) dan 10 tahun (Q = 455 m3/
dtk) elevasi muka air di bendung mencapai+693.3,
tidak akan terjadi luapan air, tetapi sudah mencapai

Gambar 2. Hasil Perhitungan Tinggi Muka Air Metode Integrasi Langsung Q100 tahun

Gambar 3. Hasil Perhitungan Tinggi Muka Air Simulasi HEC-RAS Q100 tahun

131
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

elevasi puncak dari tanggul. Sedangkan untuk banjir Dari hasil kedua metode perhitungan diatas, pada
periode ulang 25 tahun (Q = 555 m3/dtk), 50 tahun (Q kondisi pintu floodway ditutup ketika terjadi banjir
= 653 m3/dtk) dan 100 tahun (Q = 740 m3/dtk) elevasi dengan periode ulang 5 tahun (Q = 375 m3/dtk) dan
muka air sudah mencapai + 693.7 s.d. +694.3. hal ini 10 tahun (Q = 455 m3/dtk) elevasi air masih berada
harus dihindari untuk mencegah terjadinya luapan air, dibawah free board jembatan, sehingga masih aman.
sehingga diperlukan operasi pintu banjir. Sedangkan untuk banjir periode ulang 25 tahun (Q =
555 m3/dtk), 50 tahun (Q = 653 m3/dtk) dan 100 tahun
Untuk tinjauan terhadap jembatan Copong, dari hasil
(Q = 740 m3/dtk) pada kondisi pintu floodway ditutup
wawancara dengan Dinas Bina Marga Kabupaten
maka akan melebihi elevasi free board jembatan
Garut, diperoleh data bahwa Jembatan Copong tersebut
(elevasi + 693.5), yaitu berada 15 cm dibawah girder
berada pada jarak 890 m di hulu bendung, dibangun
jembatan.
pada tahun 1983/1984, desain dengan kondisi debit
banjir periode 50 tahun dan free board maksimum 1 Elevasi Normal Water Level dan desain intake
meter dibawah balok jembatan, tinggi girder/balok berada di elevasi +691.00 s.d. + 691.15 , maka dalam
jembatan 1 meter maka diperoleh elevasi free board perhitungan operasi bukaan pintu, elevasi tersebut
yaitu elevasi + 695,5 – 1 – 1 = + 693,5. Maka elevasi harus dijaga. Setelah dilakukan perhitungan untuk
maksimum di Jembatan Copong yang harus dijaga operasi bukaan pintu maka terjadi penurunan elevasi
dalam pola operasi pintu bendung/pintu banjir adalah muka air di Jembatan Copong dengan hasil sebagai
pada elevasi + 693.5. berikut :
Rekapitulasi hasil perhitungan metode Integrasi
Tabel 8. Tinggi Muka Air di Jembatan Copong
Langsung dan HEC RAS pada kondisi pintu floodway
kondisi pintu dibuka (operasi pintu)
dibuka adalah sebagai berikut : Elevasi (m)
Debit Banjir Debit Banjir
Integrasi
Tabel 7. Tinggi Muka Air di Jembatan Copong Periode (m3/dtk) HEC RAS
Langsung
kondisi pintu ditutup
Elevasi (m) 5 tahun 375 + 691.0 + 691.0
Debit Banjir Debit Banjir 10 tahun 455 + 691.3 + 691.1
Integrasi
Periode (m3/dtk) HEC RAS 25 tahun 555 + 691.5 + 691.4
Langsung
50 tahun 653 + 691.6 + 691.6
5 tahun 375 + 693.1 + 693.1
100 tahun 740 + 692.2 + 691.9
10 tahun 455 + 693.4 + 693.4
25 tahun 555 + 693.7 + 693.7
50 tahun 653 + 694.05 + 694.0
100 tahun 740 + 694.35 + 694.3

Gambar 5. Debit vs Tinggi Muka Air pada STA. 0+890


(posisi Jembatan Copong)kondisi pintu dibuka

Hasil perhitungan baik metode Integrasi Langsung dan


Gambar 4. Debit vs Tinggi Muka Air pada STA. 0+890 HEC-RAS, setelah dilakukan operasi pintu banjir/pintu
(posisi Jembatan Copong) kondisi pintu ditutup dibuka, diperoleh bahwa untuk semua debit banjir kala

132
Jurnal Teknik Sumber Daya Air, Vol. 1 No. 2 - Juni 2015 | 133 - 134

ulang 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun, elevasi muka air terjadi di bendung dengan back water. Apakah akan
di Jembatan Copong dapat diturunkan sampai dengan berpengaruh signifikan terhadap elevasi back water
dibawah elevasi free board jembatan, yaitu pada dihubungkan dengan elevasi free board Jembatan
elevasi + 691 s.d. + 692.2. Sehingga fungsi pintu banjir Copong yang harus dijaga pada elevasi +693.5.
(floodway) sebagai pengendali banjir sudah tepat.
Permasalahan lain yang perlu dievaluasi adalah
memeriksa aspek keamanan jembatan terhadap
Tinjauan Sedimentasi dan Keamanan Jembatan peningkatan muka air. Desain Jembatan Copong
Copong tidak memperhitungkan angka keamanan setelah
Hasil tinjauan lapangan, kondisi saat ini aliran sungai dibangunnya bendung Copong, sehingga perlu
Cimanuk sudah masuk ke bendung Copong. Tetapi dilakukan kondisi khusus, yaitu dengan menjaga
belum berfungsi untuk menaikan elevasi muka air elevasi free board di elevasi muka air + 693.5 dengan
ke intake. Sedimen yang terbawa oleh aliran sungai cara mengoperasikan pintu banjir di bendung Copong,
mengendap di apron dan sebelah hulu mercu bendung, agar ketika terjadi banjir dengan kala ulang 50 dan 100
kondisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 10 berikut : tahun air tidak melimpas ke jembatan.
Kemungkinan terjadinya air limpas sampai ke lantai
jembatan dapat diantisipasi dengan pemasangan early
warning system di Jembatan Copong yang terhubung
dengan rumah control di Bendung Copong. Sehingga
ketika terjadi elevasi muka air tertentu di jembatan,
informasi tersebut dapat sampai ke petugas pintu
bendung untuk membuka pintu banjir.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan pada bab-
bab sebelumnya, maka diambil kesimpulan sebagai
berikut :
1. Bendung Copong berpengaruh terhadap Jembatan
Copong yang berada 890 meter di hulu bendung.
Gambar 6. Sedimentasi yang terjadi di Bendung Copong Tinggi muka air akibat back water mempengaruhi
tinggi muka air di jembatan dengan estimasi
kenaikan muka air adalah 1,5 s.d. 2 meter dari
Aliran air sungai Cimanuk mulai dialirkan ke Bendung
kondisi semula.
Copong pada akhir bulan Mei 2014, dalam jangka
waktu kurang lebih 2 bulan terjadi sedimentasi di hulu 2. Berdasarkan hujan rencana hasil hitungan penulis
dari mercu bendung, tepatnya pada apron bendung adalah R100 = 170 mm dan hujan rencana hasil
(selebar 37,5 m). Sedangkan pada bagian kiri bendung/ hitungan konsultan adalah R100 = 142 mm, hasil
Pintu Pembilas, sedimentasi sangat kecil, karena air ini tidak berbeda jauh, sehingga tidak dilakukan
dialirkan melalui ambang pintu pembilas sedimen pun perhitungan ulang untuk debit banjir rencana.
terbawa hingga ke kolam olak. Maka debit banjir hitungan konsultan kala ulang
100 tahun sebesar 740 m3/dtk bisa digunakan.
Sedimentasi di bagian kiri bendung (Pintu Pembilas )
dapat diminimalkan dengan dilakukan flushing untuk 3. Untuk perhitungan panjang back water dengan
membersihkan sedimen yang mengendap dengan cara debit banjir 740 m3/dtk atau debit kala ulang 100
membuka muka pintu bawah dari Pintu Pembilas, tahun, maka panjang back water didapat sebesar
sehingga sedimen terbawa aliran air. 1.600 meter dari bendung Copong ke arah hulu,
sudah melebihi jembatan Copong yang berjarak
Untuk permasalahan potensi sedimentasi dasar sungai 890 meter.
(pengaruh sedimen terhadap So), perlu dilakukan kajian
lebih lanjut mengenai hubungan dari sedimentasi yang

133
Transmisi Gelombang melalui Struktur Pemecah Gelombang ... (Hamdani dan Fitriyadi)

4. Bendung Copong didesain menggunakan pintu 2. Dalam operasi dan pemeliharaan bendung
gerak dengan tujuan untuk menurunkan muka air diperlukan early warning system, baik secara
ketika terjadi banjir. Free board Jembatan Copong otomatis maupun manual, dengan tujuan untuk
adalah pada elevasi + 693,5. Dengan operasi pintu menghindari resiko banjir yang datang secara tiba-
banjir, pada banjir kala ulang 100 tahun (debit 740 tiba.
m3/dtk), elevasi muka air di jembatan Copong
dapat diturunkan ke elevasi + 691,9 s.d. + 692,2. 3. Untuk permasalahan potensi sedimentasi dasar
sungai (pengaruh sedimen terhadap So), perlu
5. Metode perhitungan back water menggunakan dilakukan kajian lebih lanjut mengenai hubungan
Integrasi Langsung dan HEC RAS menunjukan dari sedimentasi yang terjadi di bendung dengan
hasil yang berbeda. Panjang back water hasil back water. Apakah akan berpengaruh signifikan
Integrasi Langsung adalah 1.600 meter dengan terhadap elevasi back water dihubungkan dengan
elevasi di jembatan Copong adalah + 692,2, elevasi free board Jembatan Copong yang harus
sedangkan panjang back water hasil Integrasi dijaga pada elevasi +693.5.
Langsung adalah 1.600 meter dengan elevasi di
jembatan Copong adalah + 691,9. Terjadi perbedaan
elevasi muka air back water sebesar 30 cm, namun DAFTAR PUSTAKA
demikian perbedaan yang terjadi tidak terlalu jauh.
Brunner, Gary W, “HEC-RAS River Analysis System User’s
6. Dengan adanya pintu gerak di Bendung Copong, Manual”, US Army Corps of Engineers, Hydrologic
kondisi tanggul banjir aman terhadap muka air Engineering Center. 2008
banjir (Q desain 100 tahun = 740 m3/dtk), karena Brunner, Gary W, “HEC-RAS River Analysis System
muka air dapat diturunkan sehingga tidak terjadi Hydraulic Reference Manual.”,US Army Corps of
luapan air. Engineers, Hydrologic Engineering Center. 2008
Chow, V.T, “Open Channel Hydraulics”, 1992, McGraw-
7. Ketika terjadi banjir periode ulang 100 tahun, 3 Hill.
pintu banjir dan 1 pintu pembilas harus dibuka
penuh, dengan kecepatan bukaan pintu 30 cm/ Direktorat Irigasi, “Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan
menit, diperlukan 20 menit untuk membuka penuh Irigasi (KP-01)”, Ditjen Sumber Daya Air,
Kementerian Pekerjaan Umum, Penerbit Pekerjaan
ke empat pintu tersebut. Seandainya pintu harus
Umum, Jakarta, 1986.
dibuka penuh, tidak boleh secara langsung agar
tidak terjadi local scouring di hilir bendung. Direktorat Irigasi, “Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
Utama (KP-02)”, Ditjen Sumber Daya Air,
Kementerian Pekerjaan Umum, Penerbit Pekerjaan
Umum, Jakarta, 1986.
SARAN
Natakusumah,D.K, Harlan, D, Hatmoko, W.., “Prosedur
Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan pada bab-
Umum Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetis dengan
bab sebelumnya, serta dari kesimpulan yang ada, maka Cara ITB dan Beberapa Contoh Penerapannya.”
dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut : Teknik Sipil ITB, 2011.
1. Kenaikan muka air banjir maka perlu dilakukan Nippon Koei Co., Ltd., Hydrology and Water Balance
evaluasi kembali mengenai beban pada pilar Study on Leuwigoong Irrigation Sub Project in West
dan abutmen pada struktur jembatan Copong. Java Province, PIRIMP (Participatory Irrigation
Kemudian dikarenakan desain jembatan tidak Rehabilitation – Improvement Management Project),
memperhitungkan angka keamanan setelah 2008
dibangunnya bendung Copong, disarankan dalam Nippon Koei Co., Ltd., Draft Manual Operasi dan
operasi bendung harus memperhitungkan jagaan Pemeliharaan Bendung Gerak Copong pada Jaringan
free board jembatan di elevasi muka air + 693.5, Irigasi Leuwigoong, PIRIMP (Participatory Irrigation
sehingga aspek keamanan jembatan dapat terjaga Rehabilitation – Improvement Management Project),
serta perlu dilakukan cek dan re-cek secara berkala 2014
dan dilakukan kalibarasi untuk mengetahui Soemarto, C.D., Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, 1995.
fluktuasi back water yang terjadi. Vynou, F., “Studi Perbandingan Back Water Curve Teori
dan Aktual pada Bendung Rentang, Tesis Magister
Program Pendidikan MP-PSDA ITB, 2002.

134

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai