Anda di halaman 1dari 43

PERANCANGAN EKOHIDROLIK UNTUK PENGENDALIAN

BANJIR PADA MORFOLOGI SUNGAI SIMETRIS


DI SUNGAI BARABAI, KALIMANTAN SELATAN

JUWITA SARI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perancangan


Ekohidrolik untuk Pengendalian Banjir pada Morfologi Sungai Simetris di Sungai
Barabai Kalimantan Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Juwita Sari
F44110081
ABSTRAK
JUWITA SARI. Perancangan Ekohidrolik untuk Pengendalian Banjir pada
Morfologi Sungai Simetris di Sungai Barabai, Kalimantan Selatan. Dibimbing
oleh M. YANUAR JARWADI PURWANTO.

Pengendalian banjir dengan pembangunan fisik dapat meningkatkan


kapasitas pengaliran penampang sungai atau mengurangi debit banjir dengan cara
mengalirkan air secepatnya ke hilir. Namun, hal ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan retensi sungai, membesarnya kemiringan sungai sehingga
meningkatnya debit aliran sungai (flow discharge) dan debit puncak sungai (peak
flow), serta menurunnya waktu mencapai debit puncak. Hal ini mengakibatkan
terjadinya kenaikan tedensi banjir di daerah hilir sungai. Penelitian ini dilakukan
untuk merancang ekohidrolik untuk pengendalian banjir pada morfologi sungai
simetris di Sungai Barabai. Penelitian dilakukan dengan pembuatan model
ekohidrolik skala 1:110 yaitu dengan pembuatan riparian buffer strips atau
penanaman vegetasi pada bantaran sungai. Berdasarkan analisis ekohidrolik yang
telah dilakukan, penanaman vegetasi pada bantaran sungai dapat menurunkan
tinggi muka air. Penurunan tinggi muka air dipengaruhi oleh besarnya diameter
vegetasi sehingga dapat memperbesar kekasaran.

Kata kunci: banjir, bantaran sungai, ekohidrolik, morfologi, vegetasi

ABSTRACT

JUWITA SARI. Ecohydraulic Design For Flood Control on Symmetrical River at


Barabai River, South Borneo. Supervised by M. YANUAR JARWADI
PURWANTO.

The controlling of flood by physical building could increase the capacity


of cross section river flow or decrease flood discharge by flowing water to
downstream immediately. However, it would cause the decreasing of river
retention, increasing river slope that could cause flow discharge and peak flow,
and the decreasing of time in reaching peak discharge which cause the increasing
of flooding tendency downstream. The object of research was to design an
ecohydraulic for flood control on symmetrical Barabai river morphology. The
research were done by making ecohydraulic model scale 1:110 with riparian
buffer strips making or vegetation planting on the riverbanks. Based on
ecohydraulic analysis from the research, vegetation planting on riverbanks could
reduce water level. Decreasing of water level was influenced by diameter of
vegetation to increase the roughness.

Keywords: ecohydraulic, flooding, morphology, riverbanks, vegetation


PERANCANGAN EKOHIDROLIK UNTUK PENGENDALIAN
BANJIR PADA MORFOLOGI SUNGAI SIMETRIS
DI SUNGAI BARABAI, KALIMANTAN SELATAN

JUWITA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur diucapkan kepada Allah SWT karena hanya dengan karunia
dan rahmat-Nya skripsi yang berjudul “Perancangan Ekohidrolik untuk
Pengendalian Banjir pada Morfologi Sungai Simetris di Sungai Barabai
Kalimantan Selatan” ini dapat diselesaikan.
Ucapan terimakasih diucapkan kepada Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto,
MS., IPM selaku pembimbing atas bantuannya serta waktu dan kesempatan yang
telah diluangkan dalam memberikan bimbingan, ilmu, arahan, motivasi, dan
masukan selama penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, pembuatan
makalah, hingga penyusunan skripsi. Ucapan terimakasih juga disampaikan
kepada Dr. Satyanto K Saptomo, STP, MSi dan Sutoyo, STP, MSi selaku dosen
penguji yang telah memberikan bimbingan dan saran dalam menyelesaikan skripsi.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten
Siak yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis bisa kuliah di Institut
Pertanian Bogor. Demikian juga kepada Bu Fitria yang telah memberikan bantuan
waktu dan pikiran selama pengambilan data di Laboratorium Hidrolika. Ucapan
terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Ichtiar Dody Saputra, A.Md yang
telah memberikan waktu atas bimbingan, masukan, dan bantuan dalam
pengambilan data di Laboratorium Hidrolika, serta kepada seluruh rekan-rekan
yang telah membantu selama proses penelitian ini berlangsung yang tidak bisa
disebutkan satu per satu. Ungkapan terimakasih penulis ucapkan kepada Ibunda
Jamilah dan Ayahanda Bustami Thalib beserta seluruh keluarga dan sahabat atas
segala doa, dukungan, serta kasih sayang yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Januari 2016


Juwita Sari
DAFTAR ISI

PRAKATA vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Morfologi Sungai 3
Ekohidrolik 3
Fungsi Ekologi Daerah Bantaran Banjir 3
METODE PENELITIAN 4
Waktu dan Tempat 4
Alat dan Bahan 4
Prosedur Penelitian 4
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Deskripsi Sungai Barabai 9
Morfologi Sungai Simetris 10
Pengukuran Laboratorium 12
Efektivitas Vegetasi untuk Pendekatan Ekohidrolik 16
Penerapan dan Aplikasi Ekohidrolik di Lapangan 19
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 25
RIWAYAT HIDUP 33
DAFTAR TABEL
1 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 5 tahun pada Desa Alat Ujung 16
2 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 25 tahun pada Desa Alat Ujung 17
3 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 50 tahun pada Desa Alat Ujung 17
4 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 5 tahun pada Desa Alat 18
5 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 25 tahun pada Desa Alat 18
6 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 50 tahun pada Desa Alat 19
7 Aplikasi ekohidrolik pada Q 50 tahun 2x2 rumpun (h = 3,7 m) Desa 20
Alat Ujung
8 Aplikasi ekohidrolik pada Q 50 tahun 2x2 rumpun (h= 3,56 m) Desa 20
Alat

DAFTAR GAMBAR
1 Skema pelaksanaan penelitian 5
2 Rancangan ekohidrolik 6
3 Skema model ekohidrolik (tampak atas) 7
4 Ilustrasi model ekohidrolik jarak tanam 2x1 tampak atas 7
5 Ilustrasi model ekohidrolik jarak tanam 2x2 tampak atas 7
6 Ilustrasi percobaan ekohidrolik tampak melintang 7
7 Lokasi Penelitian 9
8 Kondisi penampang sungai di Desa Alat Ujung 10
9 Ilustrasi pengujian model ekohidrolik di Desa Alat Ujung 10
10 Kondisi penampang sungai di Desa Alat 10
11 Ilustrasi pengujian model ekohidrolik di Desa Alat 11
12 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x1 tunggal Desa Alat Ujung 12
13 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 tunggal Desa Alat Ujung 12
14 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun Desa Alat Ujung 13
15 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x1 tunggal Desa Alat 14
16 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 tunggal Desa Alat 14
17 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun Desa Alat 15
18 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi Q 25 tahun di Desa Alat Ujung 20
19 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi Q 5 tahun di Desa Alat Ujung 20
20 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi kondisi normal di Desa Alat Ujung 21
21 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi Q 25 tahun di Desa Alat 21
22 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi banjir Q 5 tahun di Desa Alat 21
23 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi kondisi normal di Desa Alat 22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Grafik Tinggi muka air di Desa Alat Ujung 25
2 Grafik tinggi muka air di Desa Alat 32
3 Dokumentasi Penelitian 35
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banjir adalah kondisi dimana tidak tertampungnya air dalam saluran


pembuang atau terhambatnya aliran air dalam saluran pembuang, sehingga
meluap mengenai daerah (dataran banjir) sekitarnya. Pemahaman pengendalian
banjir umumnya dilakukan dengan konsep meningkatkan pembangunan fisik
misalnya pembuatan tanggul, pembuatan sudetan atau river diversion, pengerukan
dasar sungai, pembuatan talud sungai, dan lain-lain (Maryono, 2005).
Pengendalian banjir dengan pembangunan fisik dapat meningkatkan kapasitas
pengaliran penampang sungai atau mengurangi debit banjir dengan cara
mengalirkan air secepatnya ke hilir. Namun, hal ini akan menyebabkan terjadinya
penurunan retensi sungai, membesarnya kemiringan sungai sehingga
meningkatnya debit aliran sungai (flow discharge) dan debit puncak sungai (peak
flow), dan menurunnya waktu mencapai debit puncak yang berakibat terjadinya
kenaikan tedensi banjir di daerah hilir sungai. Akibat selanjutnya dari
pembanguan struktural adalah, kondisi DAS akan kehilangan habitat flora dan
fauna disekitar lingkungan sungai dan merubah karakteristik bentuk sungai.
Konsep ekohidrolik merupakan salah satu unsur dari konsep “One river
One Plan and One Integrated Management”. Pengelolaan secara integral ini
bukan hanya diartikan secara administratif dari hulu sampai ke hilir, namun juga
harus diartikan secara substantif menyeluruh menyangkut seluruh aspek yang
berhubungan dengan sungai, artinya bahwa dalam menangani permasalahan yang
berhubungan dengan sungai mesti dilihat secara menyeluruh semua komponen
yang berhubungan dengan sistem sungai tersebut baik komponen fisik maupun
nonfisik, biotik maupun abiotik dari hulu sampai ke hilir sungai (Maryono 2005).
Adapun definisi ekohidrolik adalah konsep atau kajian yang mengintegrasikan
antara proses fisik dan respon ekologi pada sungai, estuaria dan lahan basah.
(Naiman et al. 2007). Konsep ekohidrolik bertujuan untuk menjaga kestabilan dari
fungsi morfologi, ekologi, maupun hidrolik sungai sehingga banjir yang terjadi
dapat diatasi. Komponen ekologi dan hidrolik suatu sungai atau wilayah keairan
mempunyai keterkaitan yang saling berpengaruh positif. Misalnya guna
menanggulangi banjir, maka komponen ekologi sepanjang alur sungai dapat
dimanfaatkan sebagai komponen retensi hidrolik yang menahan aliran air,
sehingga terjadi peredaman banjir sepanjang alur sungai. Sebaliknya dengan
banyaknya genangan retensi lokal di sepanjang sungai akan meningkatkan
kualitas ekologi sungai tersebut (Maryono 2005).
Penelitian ini dilakukan untuk merancang ekohidrolik untuk pengendalian
banjir pada morfologi sungai simetris di Desa Alat Ujung dan Desa Alat, Barabai,
Kalimantan Selatan. Pengendalian banjir yang akan dilakukan dengan cara
menahan atau meretensi air di DAS bagian hulu, tengah dan hilir, serta
perlindungan dari erosi tebing sungai yaitu dengan pembuatan riparian buffer
strips atau penanaman vegetasi pada bantaran sungai.
2

Perumusan Masalah

Adanya debit banjir yang melebihi tepi tanggul sungai bagian hilir, sehingga
menyebabkan banjir. Penelitian ini dilakukan untuk merancang konsep
ekohidrolik pada morfologi sungai simetris dalam pengendalian banjir.
Permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penanaman vegetasi terhadap besarnya debit banjir
aliran?
2. Bagaimana rancangan penanaman vegetasi bambu pada bantaran sungai
dengan konsep ekohidrolik untuk pengendalian banjir di Sungai Bagian
hilir?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Mengkaji pengaruh penanaman vegetasi terhadap tinggi muka air aliran.
2. Membuat rancangan ekohidrolik dalam pengendalian banjir di Sungai
Barabai bagian hilir.

Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini adalah:


1. Memberikan informasi mengenai konsep ekohidrolik yang sesuai untuk
Sungai Barabai dalam menangani banjir.
2. Sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam
menangani banjir.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian dideskripsikan secara singkat sebagai


berikut:
1. Penelitian ini dilaksanakan di Lab Hidrolika dan Hidrodinamika, Kampus
IPB Dramaga, Bogor dengan merancang model ekohidrolik untuk
menentukan pengaruh tanaman vegetasi terhadap tinggi muka air.
2. Penelitian ini membahas tentang penanganan banjir menggunakan konsep
ekohidrolik berdasarkan perancangan morfologi simetris Sungai Barabai
tepatnya pada Desa Alat Ujung dan Desa Alat.
3

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Sungai

Kondisi geografi banyak menentukan letak dan bentuk alur sungai


memanjang dan melintang. Ekologi menentukan tampang melintang dan
keragaman hayati serta faktor resistensi sungai. Sedangkan hidrologi menentukan
besar kecil dan frekuensi aliran air di sungai. Morfologi sungai menggambarkan
keterpaduan antara karakteristik abiotik (fisik-hidrologi, hidraulika, sedimen, dan
lain-lain) dan karakteristik biotik (biologi atau ekologi, flora dan fauna) daerah
yang dilaluinya. Faktor yang berpengaruh terhadap morfologi sungai tidak hanya
faktor abiotik dan biotik namun juga campur tangan manusia dalam aktivitasnya
mengadakan pembangunan-pembangunan di wilayah sungai (sosio-antropogenik).
Pengaruh campur tangan manusia ini dapat emngakibatkan perubahan morfologi
sungai yang jauh lebih cepat daripada pengaruh alamiah abiotik dan biotik
(Maryono 2005).

Ekohidrolik

Maryono (2005) menguraikan bahwa pengelolaan sungai secara ekohidrolik


ditujukan untuk melestarikan komponen ekologi di lingkungan sungai dalam
rekayasa hidrolik. Penerapan konsep ekohidrolik pada sungai sebagai
perlindungan dari erosi tebing sungai yaitu dengan pembuatan riparian buffer
strips atau penanaman vegetasi pada bantaran sungai. Pengelolaan sungai dengan
konsep ekohidrolik (ecological hydraulics) bukan saja bertujuan untuk
melestarikan komponen ekologi di lingkungan sungai, namun juga untuk
memanfaatkan komponen ekologi sungai dalam rekayasa hidrolik. Komponen
ekologi dan hidrolik suatu sungai atau wilayah keairan mempunyai keterkaitan
yang saling berpengaruh positif.
Dalam penanggulangan banjir dengan konsep ekohidrolik dikenal kunci
pokok penyelesaian banjir, yaitu bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS), Wilayah
Sungai (WS), Sempadan Sungai (SS), dan Badan Sungai (BS) harus dipandang
sebagai kesatuan sistem dan ekosistem ekologi hidraulik yang integral.
Penyelesaian banjir harus dilakukan secara komprehensif dengan metode
menahan atau meretensi air di DAS bagian hulu, tengah dan hilir, serta menahan
air di sepanjang wilayah sungai, sempadan sungai, dan badan sungai di bagian
hulu, tengah dan hilir.

Fungsi Ekologi Daerah Bantaran Sungai

Bantaran sungai adalah daerah pinggir sungai yang tergenangi air saat banjir,
sedangkan sempadan sungai adalah daerah bantaran banjir ditambah lebar
longsoran tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, ditambah lebar bantaran
ekologis dan lebar keamanan yang diperlukan kaitannya dengan letak sungai
(misal areal permukiman-non permukiman). Sempadan sungai merupakan daerah
ekologi dan hidraulis sungai yang penting (Maryono 2005).
Komponen ekologi sungai adalah segala komponen biotik yang hidup di
sungai, baik mekhluk hidup yang bergerak secara aktif maupun makhluk hidup
4

yang tidak dapat bergerak. Aspek hidraulik dan ekologi di wilayah sungai
mempunyai hubungan timbal balik yang saling menguntungkan (mutual
connection). Semakin baik kondisi ekologi wilayah sungai maka kondisi
hidrauliknya semakin baik dalam arti kemungkinan banjir besar semakin rendah,
dan kemungkinan terjadinya pendangkalan akibat sedimentasi di bagian hilir
semakin rendah. Sebaliknya jika kondisi hidraulik sungai tidak baik seperti retensi
alamiah sungai sangat rendah yang berakibat aliran air sungai terlalu cepat dan
menyebabkan banjir di bagian hilir, erosi bagian hulu, dan endapan di bagian hilir,
maka akan berakibat terjadinya kerusakan habitat flora dan fauna (Maryono 2005).
Komponen ekologi sepanjang alur sungai dapat dimanfaatkan sebagai komponen
retensi hidrolik yang menahan aliran air, sehingga terjadi peredaman banjir
sepanjang alur sungai. Sebaliknya dengan banyaknya genangan retensi lokal di
sepanjang sungain akan meningkatkan kualitas ekologi sungai tersebut (Maryono
2008).
Vegetasi pada bantaran sungai berpengaruh terhadap proses pengendapan
dan pencegahan terhadap erosi. Vegetasi tebing sungai berfungsi untuk menjaga
stabilitas tebing sungai dari gempuran arus air, dari energi mekanik hujan dan dari
peresapan air ke pori-pori rekahan tebing sungai. Ranting dan cabang serta daun-
daun tumbuhan dipinggir sungai berperan sebagai komponen pemecah energi
mekanik arus air maupun air hujan. Komponen vegetasi dapat meningkatkan
turbulensi aliran sehingga energi aliran air dapat diredam. Perakaran tanaman
berfungsi sebagai komponen stabilitas tebing sungai dan sebagai barrier
(penangkal) untuk mengurangi erosi akibat gerusan tebing maupun erosi dari
aliran permukaan (Maryono 2005).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Maret hingga


Agustus 2015. Lokasi studi kasus penelitian berada di Sungai Barabai yang
melewati Desa Alat Ujung dan Desa Alat, Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Kalimantan Selatan. Pengolahan data dan pengujian model dilakukan di Kampus
IPB Dramaga, Bogor.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan yaitu laptop yang telah dilengkapi dengan
Software yaitu Microsoft Word 2007 dan Microsoft Excel 2007, point gauge,
Open Channel, cutter, penggaris, sterofoam, tanaman bambu, tanah liat, pasir, lem,
dan plastik pembungkus, serta data sekunder seperti lebar sungai, debit sungai,
lebar sempadan dan kemiringan saluran.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan merancang model ekohidrolik penampang


sungai Barabai yang berlokasi di Desa Alat Ujung dan Desa Alat dengan skala
5

1:110. Model ekohidrolik tersebut diuji di saluran terbuka dengan mengukur


tinggi muka air untuk jarak tanam dan debit banjir rencana yang berbeda.
Langkah-langkah penelitian disajikan pada Gambar 1.

Mulai

Penyiapan Alat

Pembuatan Model

Pemasangan model di
Laboratorium

Pengukuran Tinggi Muka Air


pada Model

Jarak Jarak Jarak


Tanam 2x1 Tanam 2x2 Tanam 2x2
Tunggal Tunggal Rumpun

Pengolahan dan Analisis Data

Rancangan Ekohidrolik
Pengendalian Banjir

Selesai

Gambar 1 Skema pelaksanaan penelitian


6

Rancangan ekohidrolik

Lebar bantaran (b), Luas


penampang basah,
keliling basah (P),
kemiringan saluran

Lebar maksimum
daerah interaksi pada Kekasaran daerah
Diameter
bantaran bervegetasi interaksi (kT)
vegetasi (dp)
(bII max)
Jarak tanam (ax,
Diameter Parameter ay), panjang
vegetasi Vegetasi (B) penanaman (L)

Hambatan karena
vegetasi (λ)

Gambar 2 Rancangan ekohidrolik

Penelitian dimulai dengan membuat model ekohidrolik berdasarkan data


primer dan data sekunder dengan skala 1:110 menggunakan sterofoam. Panjang
lokasi model sungai yang dibuat yaitu 6 m. Bantaran sungai pada bantaran banjir
ditanami vegetasi bambu dengan tinggi 8 cm dan diameter 0,1 cm. Tanaman
bambu yang ditanam pada bantaran banjir sepanjang 4 m yang dimulai pada jarak
1 m hingga 5 m dari model sungai. Bagian awal dan akhir model sungai tidak
ditanami bambu dengan panjang 1 m (Gambar 3), hal ini dilakukan untuk
mengetahui efek dari sebelum dan sesudah ditanami bambu pada bantaran banjir.

Gambar 3 Skema model ekohidrolik (tampak atas)


7

Percobaan dilakukan dengan mengukur tinggi muka air banjir pada jarak
tanam tunggal 2x1, 2x2, dan rumpun 2x2 dengan panjang penanaman 4 m
ditanamai tanaman dan 2 m dengan perlakuan tanpa ditanami tanaman yang
dipasang diawal dan akhir model, ilustrasi percobaan dapat dilihat pada Gambar 4
dan Gambar 5.

Gambar 4 Ilustrasi model ekohidrolik jarak tanam 2x1 tampak atas

Gambar 5 Ilustrasi model ekohidrolik jarak tanam 2x2 tampak atas

Perhitungan muka air banjir dilakukan berdasarkan debit banjir rencana 5


tahunan, 25 tahunan dan 50 tahunan, dapat dilihat pada Gambar 6. Pengukuran
tinggi muka air dilakukan menggunakan Point gauge tiap jarak 20 cm sepanjang
model sungai.

Gambar 6 Ilustrasi percobaan ekohidrolik tampak melintang


8

Analisis Data

Nilai kekasaran pada bantaran sungai akibat adanya vegetasi dihitung


dengan rumus (Maryono 2005):

= . + 1,5. (1)
Keterangan:
c : Koefisien komposisi vegetasi
bIImax : Lebar bantaran sungai maksimum (m)
dp : diameter vegetasi (m)

Harga koefisien tergantung dari komposisi vegetasi yang ada dan dapat
didekati dengan rumus (Maryono 2005) sebagai berikut :
= 1,2 – 0,3 ( / 1000) + 0,06 ( / 1000) , (2)

dan parameter vegetasi B dapat didekati dengan rumus (Maryono 2005):

= −1 . (3)

Keterangan :
ax : jarak antar vegetasi arah melintang (m)
ay : jarak antar vegetasi arah memanjang (m)
dp : diameter vegetasi (m)

Koefisien hambatan dapat dihitung dengan rumus di bawah berikut


(Maryono 2005):

= −2,03 12,27 (4)


Keterangan
λ : hambatan karena bentuk vegetasi
kT : kekasaran bantaran sungai

Kecepatan aliran dapat dihitung berdasarkan rumus Darcy Weisbach


(Maryono 2005) berikut:
= 8 (5)

Keterangan:
= koefisien kekasaran dari Darcy Weisbach
R= Jari-jari hidrolis (m)
9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Sungai Barabai

Panjang Sungai Berabai 75.333 km, mengalir dari pegunungan Meratus di


wilayah Kecamatan Hantakan melalui Kecamatan Batu Benawa dan melalui pusat
Kota Barabai lalu bermuara daerah rawa Pahalatan – Danau Bangkau. Karena
melalui Kota Barabai, maka aliran sungai ini sangat mempengaruhi kehidupan
masyarakat perkotaan Barabai, khususnya saat musim penghujan dimana aliran ini
sering meluap dan menggenangi permukiman di Kota Barabai. Untuk mengurangi
lama genangan banjir di wilayah Kota Barabai dibuat kanal banjir yang memecah
aliran Sungai Barabai di Pagat Kecamatan Batu Benawa menuju Sungai Pantai
Hambawang Kecamatan Labuan Amas Selatan. Pada musim hujan debit air
Sungai Barabai lebih kecil dari Sungai Batang Alai, yaitu 6,2 m3/detik dan pada
musim kemarau hanya 2,4 m3/detik (BPS HST 2011).

Lokasi
Penelitian

Gambar 7 Lokasi Penelitian


Sumber : BPS HST (2015)
10

Morfologi Sungai Simetris

Morfologi sungai menggambarkan keterpaduan antara karakteristik abiotik


(fisik-hidrologi, hidraulika, dan sedimen) dan karakteristik biotik (biologi atau
ekologi, flora dan fauna) daerah yang dilaluinya. Faktor yang berpengaruh
terhadap morfologi sungai tidak hanya faktor abiotik dan biotik namun juga
campur tangan manusia dalam aktivitasnya mengadakan pembangunan-
pembangunan di wilayah sungai (sosio-antropogenik). Pengaruh campur tangan
manusia ini dapat mengakibatkan perubahan morfologi sungai yang jauh lebih
cepat daripada pengaruh alamiah abiotik dan biotik (Maryono 2005).

Gambar 8 Kondisi penampang sungai di Desa Alat Ujung


Sumber : Hayati et al. (2014)

Gambar 9 Ilustrasi pengujian model ekohidrolik di Desa Alat Ujung

Gambar 8 merupakan morfologi melintang Sungai Barabai yang berada di


Desa Alat Ujung. Lebar bantaran yang tersedia adalah 7,5 meter di bagian kiri
maupun kanan. Namun, karena adanya pemukiman penduduk pada bantaran kiri
sungai maka tanaman bambu ditanam sepanjang 3 m di bantaran kiri sungai dan 6
m di bantaran kanan sungai (Gambar 9). Luas penampang hasil perhitungan
diperoleh sebesar 112,12 m2 dan keliling basah penampang sebesar 44,42 meter.

Gambar 10 Kondisi penampang sungai di Desa Alat


Sumber : Hayati et al. (2014)
11

Gambar 11 Ilustrasi pengujian model ekohidrolik di Desa Alat

Gambar 10 merupakan morfologi melintang Sungai Barabai yang berada


di Desa Alat. Lebar bantaran yang tersedia adalah 6 m bagian kanan sungai,
namun tanaman bambu yang ditanam pada bantaran banjir bagian kanan hanya 3
m. Hal ini disebabkan adanya pemukiman pennduduk yang berada di daerah
bantaran banjir. Bagian kiri sungai merupakan daerah beronjong sehingga tidak
bisa ditanami vegetasi. Sungai yang melintasi Desa Alat termasuk pada kategori
sungai besar dan tidak bertanggul. Jarak bantaran banjir yang ada berada di
wilayah pemukiman penduduk dengan jarak dari tepi sungai dalam kondisi muka
air normal 6,5 m. Luas penampang hasil perhitungan diperoleh sebesar 89,84 m2
dan keliling basah penampang sebesar 33,64 m. Berdasarkan Kepres No.32/1990
dan PP No.47/1997 lebar sempadan pada sungai besar di luar permukiman
minimal seratus meter dan pada anak sungai besar minimal 50 m di kedua sisinya.
Di daerah permukiman lebar bantaran adalah sekedar cukup untuk dibangun jalan
inspeksi (Kepres No.32/1990 dan PP No.47/1997). Sementara itu PP No.47/1997
menetapkan bahwa lebar sempadan sungai bertanggul di luar daerah permukiman
adalah lebih dari lima meter sepanjang kaki tanggul. Lebar sempadan sungai yang
tidak bertanggul di luar permukiman dan lebar sempadan sungai bertanggul dan
tidak bertanggul di daerah permukiman ditetapkan berdasarkan pertimbangan
teknis dan sosial ekonomis oleh pejabat berwenang. Bantaran sungai adalah lahan
pada kedua sisi sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki
tanggul sebelah dalam (PP No. 35 tahun 1991).
Secara melintang, sungai diawali dengan daerah tebing sungai daerah
bantaran, daerah peralihan, dan badan sungai. Secara melintang sungai akan
mengalami erosi di satu sisi dan sedimentasi di sisi lainnya (pada belokan) atau
tererosi pada dua sisinya misalnya pada sungai lurus. Arah memanjang sungai dari
hulu ke hilir dapat dibedakan secara sederhana menjadi daerah erosi atau
degradasi (bagian hulu), daerah seimbang (bagian tengah), dan daerah akumulasi
atau agradasi (bagian hilir), sehingga secara berkala sungai mengalami
kecenderungan semakin datar atau kemiringannya berkurang. Kecenderungan
berkurangnya kemiringan memanjang sungai (slope) pada umumnya mendapat
retensi alam dengan proses pertumbuhan vegetasi sepanjang sungai atau erosi
tebing sungai (Maryono 2008).
12

Pengukuran Laboratorium

Berdasarkan pengukuran laboratorium diperoleh nilai perbedaan tinggi


muka air tiap pengukuran. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh dari
kekasaran saluran dan kekasaran vegetasi pada bantaran sungai.

2.9
2.6 y = -0.0004x + 2.7514
Tinggi muka air (m)

2.3 R² = 0.7402

2 Q 5 Th

1.7 y = -0.0003x + 1.4356 Q 25 Th


R² = 0.9136
1.4 Q 50 Th
1.1
y = -0.0002x + 0.7608
0.8 R² = 0.9282
0.5
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)
Gambar 12 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x1 tunggal Desa Alat Ujung

Gambar 12 merupakan grafik tinggi muka air dengan jarak tanam 2x1 m di
Desa Alat Ujung. Tinggi muka air pada jarak 60 - 100 m merupakan lahan tanpa
adanya vegetasi pada bantaran banjir, sedang pada jarak 100 – 420 m merupakan
lahan ditanami vegetasi pada bantaran banjir. Terjadi penurunan tinggi muka air
pada debit banjir 5 tahun sebesar 0,084 m. Penurunan tinggi muka air pada debit
banjir 25 tahun sebesar 0,087 m dan pada debit banjir 50 tahun terjadi penurunan
tinggi muka air sebesar 0,123 m.
4
3.7
3.4
y = -0,0004x + 3,5667
Tinggi muka air (m)

3.1 R² = 0,5602
2.8
2.5 Q 5 Th

2.2 y = -0,00036x + 2,5148 Q 25 Th


R² = 0,5334
1.9 Q 50 Th
1.6
1.3 y = -0.0003x + 1.5540
R² = 0.7951
1
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Jarak (m)

Gambar 13 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 tunggal Desa Alat Ujung
13

Gambar 13 merupakan grafik tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2
m Desa Alat Ujung. Tinggi muka air pada jarak 60 - 100 m merupakan lahan
tanpa adanya vegetasi pada bantaran banjir, sedangkan pada jarak 100 – 420 m
merupakan lahan yang telah ditanami vegetasi pada bantaran banjir. Terjadi
penurunan tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar 0,107 m. Penurunan
tinggi muka air pada debit banjir 25 tahun sebesar 0,067 m, dan pada debit banjir
50 tahun terjadi penurunan tinggi muka air sebesar 0,099 m.

4
3.7
3.4 y = -0.0005x + 3.7184
Tinggi muka air (m)

3.1 R² = 0.8862
2.8
2.5 Q 5Th
y = -0,00046x + 2,745
2.2 R² = 0,789 Q 25 Th
1.9 y = -0,0002x + 1,4644 Q 50 Th
1.6 R² = 0,8386
1.3
1
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450
Jarak (m)
Gambar 14 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun Desa Alat Ujung

Gambar 14 merupakan tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun.
Sama seperti gambar sebelumnya tinggi muka air pada jarak 60 - 100 m
merupakan lahan tanpa vegetasi, sedangkan pada jarak 100 – 420 m merupakan
lahan yang telah ditanami vegetasi. Tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun
sebesar 1,46 m pada jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi muka air 1,39 m.
Penurunan tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar 0,07 m. Tinggi muka
air pada debit banjir 25 tahun sebesar 2,655 m pada jarak 50 m dan pada titik 420
m tinggi muka air 2,516 m. Penurunan tinggi muka air yang terjadi pada debit
banjir 25 tahun sebesar 0,139 m. Pada debit banjir 50 tahun tinggi muka air pada
jarak 50 m sebesar 3,662 m dan pada jarak 420 m tinggi muka air 3,512 m, berarti
terjadi penurunan tinggi muka air sebesar 0,15 m.
Dapat dilihat pada jarak tanam 2x2 tunggal tinggi muka air relatif tinggi
namun penurunan yang terjadi lebih kecil dibandingkan pada jarak tanam 2x1.
Hal ini disebabkan semakin sedikit vegetasi yang terdapat pada bantaran sungai
maka semakin kecil pengaruhnya terhadap retensi tinggi muka air. Penurunan
tinggi muka air tanaman rumpun 2x2 m lebih signifikan dibandingkan dengan
tanaman tunggal. Hal ini disebabkan oleh pengaruh dari diameter tanaman
rumpun. Semakin besar diameter vegetasi maka akan terjadi proses kehilangan
energi yang besar akibat gesekan kecepatan terhadap vegetasi dan penampang
saluran sehingga terjadi reduksi kecepatan dan tinggi muka air.
Gambar 15 merupakan grafik tinggi muka air dengan jarak tanam 2x1
m di Desa Alat. Terjadi penurunan tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun
sebesar 0,086 m. Penurunan tinggi muka air pada debit banjir 25 tahun sebesar
0,092 m, dan pada debit banjir 50 tahun terjadi penurunan tinggi muka air sebesar
0,145 m.
14

3.0
2.7
y = -0,0004x + 2,7364
2.4 R² = 0,9191
Tinggi muka air (m)

2.1
y = -0,0003x + 2,30993
1.8 R² = 0,77732 Q 5 Th
1.5 Q 25 Th
1.2 y = -0.0002x + 0.8437 Q 50 Th
0.9 R² = 0.5495

0.6
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Jarak (m)

Gambar 15 Tinggi muka air pada jarak tanam 2x1 tunggal Desa Alat

3.6
3.3
3.0 y = -0,0004x + 3,3044
Tinggi muka air (m)

R² = 0,8922
2.7
2.4
2.1 y = -0,0003x + 2,3466 Q 5 Th
1.8 R² = 0,9340
Q 25 Th
1.5
1.2 y = -0,0002x + 0,8904 Q 50 Th
R² = 0,8831
0.9
0.6
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Jarak (m)

Gambar 16 Tinggi muka air pada jarak tanam 2x2 tunggal Desa Alat

Gambar 16 merupakan grafik tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2
m di Desa Alat. Tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar 0,863 m pada
jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi muka air 0,739 m. Tinggi muka air pada
debit banjir 25 tahun sebesar 2,331 m pada jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi
muka air 2,142 m. Pada debit banjir 50 tahun tinggi muka air pada jarak 50 m
sebesar 3,305 dan pada jarak 420 m tinggi muka air 3,173 m. Dapat dilihat pada
jarak tanam 2x2 tinggi muka air relatif tinggi dibandingkan pada jarak tanam 2x1
hal ini disebabkan semakin sedikit vegetasi yang terdapat pada bantaran sungai
maka semakin kecil pengaruhnya terhadap retensi tinggi muka air.
15

4.0
3.7
3.4 y = -0,00059x + 3,56843
Tinggi muka air (m) 3.1 R² = 0,76483
2.8
2.5 y = -0,00057x + 3,03969 Q 5 Th
2.2 R² = 0,86907 Q 25 Th
1.9
1.6 Q 50 Th
1.3 y = -0,00047x + 1,72797
R² = 0,94593
1.0
0.7
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Jarak (m)
Gambar 17 Tinggi muka air dengan jarak tanam 2x2 rumpun Desa Alat

Gambar 17 menunjukkan tinggi muka air pada debit banjir 5 tahun sebesar
1,691 m pada jarak 50 m dan pada titik 420 m tinggi muka air 1,503 m. Tinggi
muka air pada debit banjir 25 tahun sebesar 3,070 m pada jarak 50 m dan pada
titik 420 m tinggi muka air 2,834 m. Pada debit banjir 50 tahun tinggi muka air
pada jarak 50 m sebesar 3,479 m dan pada jarak 420 m tinggi muka air 3,301 m.
Gambar 17 menunjukkan bahwa terjadi penurunan tinggi muka air yang
signifikan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh dari tanaman bambu yang di
tanam rumpun pada bantaran banjir terhadap debit aliran. Semakin besar diameter
tanaman, maka semakin tinggi kekasaran daerah bantaran sungai, sehingga terjadi
penurunan tinggi muka air.
Berdasarkan hasil pengukuran tinggi muka air pada jarak tanam 2x2 lebih
besar dibandingkan dengan jarak tanam 2x1, namun penurunan yang terjadi tidak
terlalu tinggi. Hal ini disebabkan pada jarak tanam 2x1 tanaman lebih rapat
sehingga kekasaran hambatan vegetasinya besar dan berpengaruh dalam
menurunkan tinggi muka air. Penurunan tinggi muka air tanaman rumpun 2x2
lebih signifikan dibandingkan dengan tanaman tunggal. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh dari diameter tanaman rumpun. Semakin besar diameter vegetasi maka
akan terjadi proses kehilangan energi yang besar akibat gesekan kecepatan
terhadap vegetasi dan penampang saluran sehingga terjadi reduksi kecepatan dan
tinggi muka air.
Dari hasil pengukuran yang telah dilakukan dapat dilihat adanya
perbedaan ketinggian pada pengukuran pertama, kedua dan ketiga. Perbedaan
ketinggian tersebut disebabkan adanya perbedaan debit banjir rencana yaitu 5
tahun, 25 tahun, dan 50 tahun. Pada debit banjir 50 tahunan terjadi penurunan
tinggi muka air yang besar. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh dari interaksi
aliran pada bantaran bervegetasi serta proses kehilangan energi kinetik akibat
gesekan kecepatan antar tampang vegetasi. Aliran yang relatif cepat pada sungai
utama mendesak ke daerah bantaran bervegetasi dan keluar dengan kecepatan
yang relatif lebih rendah sehingga terjadi penurunan tinggi muka air yang besar.
Riparian pada suatu DAS terdiri dari kumpulan vegetasi yang berdekatan,
dan dipengaruhi langsung oleh aliran sungai kecil, sungai, atau danau. Vegetasi
pada riparian memperkuat pingiran sungai, membantu mencegah erosi dan
16

memelihara aliran sungai, serta menjaga kejernihan air. Vegetasi ini membatasi
kontaminasi air, menyaring kecepatan air dan mengumpulkan sedimen dalam
jumlah besar. Kondisi riparian yang baik menciptakan koridor untuk hewan yang
dipengaruhi langsung oleh ekologi sungai. Riparian merupakan area dengan
lingkungan yang unik posisinya di dalam lanskap yang merupakan zona ekoton
antara darat dan perairan dan merupakan koridor suatu wilayah (Maryono 2008).
Pengendalian banjir dengan konsep ekohidrolik dirancang dengan
menentukan kekasaran hambatan vegetasi tanaman bambu, parameter vegetasi,
dan kekasaran saluran. Tingkat kekasaran bantaran dipengaruhi oleh diameter
vegetasi, jarak tanaman dan lebar bantaran sungai. Komponen vegetasi dapat
meningkatkan turbulensi aliran hingga energi aliran air dapat diredam. Vegetasi
pinggir sungai dapat berfungsi sebagai pengarah arus dan pengarah aliran
sekunder memanjang sungai (Pertiwi et al. 2011a).

Efektivitas Vegetasi untuk Pendekatan Ekohidrolik

Diameter vegetasi sangat mempengaruhi dalam mereduksi kecepatan


aliran air sungai. Pengelolaan sungai dengan konsep ekohidrolik bukan saja
bertujuan untuk melestarikan komponen ekologi di lingkungan sungai, namun
juga untuk memanfaatkan komponen ekologi sungai dalam rekayasa hidrolik
(Maryono 2008). Berdasarkan hasil pengukuran tinggi muka air yang telah
dilakukan diperoleh nilai persamaan grafik yang bisa digunakan untuk penerapan
dalam pengurangan tinggi muka air dengan cara penambahan panjang jarak di
sungai.

Tabel 1 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 5 tahun pada Desa Alat Ujung

Debit Jarak Tinggi


Panjang Tinggi muka
Rencana tanam muka air ∆h
penanaman (m) air akhir (m)
(Q) (m) awal (m)
0,76 100 0,74 0,02
0,76 250 0,71 0,05
2x1 0,76 500 0,66 0,10
Tunggal 0,76 750 0,61 0,15
0,76 1000 0,58 0,20
1,55 100 1,52 0,03
1,55 250 1,47 0,08
2x2 1,55 500 1,40 0,15
5 tahun
Tunggal 1,55 750 1,33 0,23
1,55 1000 1,25 0,30
1,46 100 1,42 0,04
1,46 250 1,36 0,10
2x2 1,46 500 1,26 0,20
Rumpun 1,46 750 1,16 0,30
1,46 1000 1,07 0,40
17

Tabel 2 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 25 tahun pada Desa Alat Ujung

Debit Tinggi
Jarak Panjang Tinggi muka
Rencana muka air ∆h
tanam (m) penanaman (m) air akhir (m)
(Q) awal (m)
1,43 100 1,40 0,03
1,43 250 1,36 0,08
2x1 1,43 500 1,28 0,15
Tunggal 1,43 750 1,21 0,23
1,43 1000 1,13 0,30
2,51 100 2,48 0,04
2,51 250 2,42 0,09
25
2x2 2,51 500 2,33 0,18
tahun
Tunggal 2,51 750 2,24 0,27
2,51 1000 2,15 0,36
2,74 100 2,69 0,05
2,74 250 2,63 0,12
2x2 2,74 500 2,51 0,23
Rumpun 2,74 750 2,40 0,35
2,74 1000 2,28 0,46

Tabel 3 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 50 tahun pada Desa Alat Ujung

Debit Jarak Panjang Tinggi


Tinggi muka ∆h
Rencana tanam penanaman muka air
air awal (m)
(Q) (m) (m) akhir (m)
2,75 100 2,71 0,04
2,75 250 2,65 0,10
2x1
2,75 500 2,55 0,20
Tunggal
2,75 750 2,45 0,30
2,75 1000 2,35 0,40
3,56 100 3,52 0,04
3,56 250 3,46 0,10
2x2
50 tahun 3,56 500 3,36 0,20
Tunggal
3,56 750 3,26 0,30
3,56 1000 3,16 0,40
3,71 100 3,66 0,05
3,71 250 3,59 0,13
2x2
3,71 500 3,46 0,25
Rumpun
3,71 750 3,34 0,38
3,71 1000 3,21 0,50

Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3 merupakan panjang penanaman vegetasi


berdasarkan debit Q 5 Th, Q 25 Th, dam Q 50 Th. Berdasarkan tabel tersebut
dapat dilihat penanaman vegetasi dengan jarak tanam 2x2 rumpun lebih efektif
dalam menurunkan tinggi muka air. Hal ini dapat dilihat dari nilai ∆h yang
diperoleh pada jarak tanam 2x2 rumpun lebih besar dibandingkan jarak tanam 2x1
tunggal dan 2x2 tunggal.
18

Tabel 4 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 5 tahun pada Desa Alat

Debit Jarak Panjang Tinggi


Tinggi muka ∆h
Rencana tanam penanaman muka air
air awal (m)
(Q) (m) (m) akhir (m)
0,84 100 0,83 0,01
0,84 250 0,81 0,03
2x1 0,84 500 0,79 0,05
Tunggal 0,84 750 0,76 0,08
0,84 1000 0,74 0,10
0,88 100 0,86 0,02
0,88 250 0,83 0,05
5 tahun 2x2 0,88 500 0,78 0,10
Tunggal 0,88 750 0,73 0,15
0,88 1000 0,68 0,20
1,72 100 1,68 0,05
1,72 250 1,61 0,12
2x2 1,72 500 1,49 0,24
Rumpun 1,72 750 1,37 0,35
1,72 1000 1,25 0,47

Tabel 5 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 25 Tahun pada Desa Alat

Debit Jarak Panjang Tinggi


Tinggi muka
Rencana tanam penanaman muka air
air awal (m) ∆h
(Q) (m) (m) akhir (m)
2,28 100 2,24 0,04
2,28 250 2,18 0,10
2x1 2,28 500 2,08 0,20
Tunggal 2,28 750 1,98 0,30
2,28 1000 1,88 0,40
2,31 100 2,28 0,03
2,31 250 2,24 0,08
25 tahun 2x2 2,31 500 2,16 0,15
Tunggal 2,31 750 2,09 0,23
2,31 1000 2,01 0,30
3,04 100 2,98 0,06
3,04 250 2,89 0,14
2x2 3,04 500 2,75 0,29
Rumpun 3,04 750 2,61 0,43
3,04 1000 2,47 0,57
19

Tabel 6 Panjang penanaman vegetasi dengan Q 50 Tahun pada Desa Alat

Debit Jarak Panjang Tinggi


Tinggi muka
Rencana tanam penanaman muka air
air awal (m) ∆h
(Q) (m) (m) akhir (m)
2,73 100 2,70 0,03
2,73 250 2,66 0,08
2x1
2,73 500 2,58 0,15
Tunggal
2,73 750 2,51 0,23
2,73 1000 2,43 0,30
3,30 100 3,26 0,04
3,30 250 3,20 0,10
2x2
50 tahun 3,30 500 3,10 0,20
Tunggal
3,30 750 3,00 0,30
3,30 1000 2,90 0,40
3,56 100 3,50 0,06
3,56 250 3,41 0,15
2x2
3,56 500 3,26 0,30
Rumpun
3,56 750 3,11 0,45
3,56 1000 2,96 0,60

Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6 menunjukkan panjang penanaman bambu


dalam menurunkan tinggi muka air di Desa Alat. Panjang penanaman jarak tanam
2x2 rumpun lebih pendek dibandingkan tanaman tunggal. Hal ini disebabkan
diameter tanaman rumpun lebih besar dibandingkan tanaman tunggal sehingga
lebih besar pengaruhnya dalam menurunkan tinggi muka air dan panjang
penanaman bisa lebih pendek. Dapat dilihat adanya perbedaan panjang
penanaman yang dilakukan pada ketiga debit banjir rencana. Hal ini disebabkan
perbedaan besar debit rencana banjir. Semakin besar debit rencana banjir maka
semakin panjang penanaman yang dilakukan dalam menurunkan tinggi muka air.
Berdasarkan perbedaan panjang penanaman tersebut dapat disimpulkan
penanaman tanaman rumpun 2x2 lebih efektif dalam menurunkan tinggi muka air,
karena diameter tanaman rumpun lebih besar daripada tanaman tunggal sehingga
kekasaran vegetasi lebih besar dan berpengaruh dalam menurunkan tinggi muka
air dan panjang penanaman tanaman yang ditanam tidak terlalu panjang.

Penerapan dan Aplikasi Ekohidrolik di Lapangan

Disain pengelolaan sungai secara ekohidrolik yaitu melakukan penataan


bantaran dengan vegetasi tanaman atau menjadikan bantaran sungai sebagai areal
banjir. Adapun pengaruh vegetasi pada bantaran sungai tergantung pada tingkat
kekasarannya (Pertiwi et al. 2011b). Pengelolaan sungai dengan konsep
ekohidrolik dapat menurunkan tinggi muka air dengan kualitas ekosistem tinggi,
sedangkan tanpa konsep ekohidrolik tinggi muka air dan umur tampungan pendek.
Tabel 7 dan Tabel 8 merupakan penerapan panjang penanaman vegetasi di Desa
Alat Ujung dan Desa alat dengan jarak tanam 2x2 rumpun. Tinggi muka air Q 50
tahunan dapat diturunkan menjadi tinggi muka air saat kapasitas Q 25 tahun
20

dengan panjang penanaman 2000 m di Desa Alat Ujung dan 1000 m di Desa Alat.
Gambar 18 menunjukkan bahwa tinggi muka air pada Q 50 tahunan sebesar 3,7 m
dapat diturunkan dengan panjang penanaman 2000 m menjadi tinggi muka air Q
25 tahunan sebesar 2,75 m.

Tabel 7 Aplikasi ekohidrolik pada Q 50 tahun 2x2 rumpun (h = 3,7 m) Desa Alat
Ujung

Daya Tampung Panjang penanaman


h Target (m)
Debit banjir (m)
Q 25 Th 2,75 2000
Q 5 Th 1,46 4600
Q Normal 0,98 5600

Tabel 8 Aplikasi ekohidrolik pada Q 50 tahun 2x2 rumpun (h= 3,56 m) Desa Alat

Daya Tampung Panjang penanaman


h Target (m)
Debit banjir (m)
Q 25 Th 3,04 1000
Q 5 Th 1,72 3100
Q Normal 0,89 4450

Gambar 18 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi banjir Q 25 tahun di Desa Alat


Ujung

Gambar 19 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi banjir Q 5 tahun di Desa Alat


Ujung

Gambar 19 menunjukkan bahwa tinggi muka air pada Q 50 tahunan


sebesar 3,7 m dapat diturunkan dengan panjang penanaman 4600 m menjadi
tinggi muka air Q 25 tahunan sebesar 1,46 m. Gambar 20 menunjukkan bahwa
21

tinggi muka air pada Q 50 tahunan sebesar 3,7 m dapat diturunkan dengan
panjang penanaman 5600 m menjadi tinggi muka air Q 25 tahunan sebesar 0,98 m.

Gambar 20 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi kondisi normal di Desa Alat Ujung

Gambar 21 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi Q 25 tahun di Desa Alat

Gambar 21 menunjukkan bahwa tinggi muka air debit banjir 50


tahunan yaitu 3,56 m dapat diturunkan menjadi tinggi muka air debit banjir 25
tahunan dengan panjang penanaman 1000 m. Gambar 22 menunjukkan bahwa
tinggi muka air debit banjir 50 tahunan yaitu 3,56 m dapat diturunkan menjadi
tinggi muka air debit banjir 5 tahunan 1,72 m dengan panjang penanaman 3100 m.

Gambar 22 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi banjir Q 5 tahun di Desa Alat


22

Gambar 23 Ilustrasi banjir Q 50 tahun menjadi kondisi normal di Desa Alat

Gambar 23 menunjukkan bahwa tinggi muka air debit banjir 50 tahunan


yaitu 3,56 m dapat diturunkan menjadi tinggi muka air normal 0,89 m dengan
panjang penanaman 4450 m. Berdasarkan hasil analisis rancangan ekohidrolik
pada Sungai Barabai tepatnya di Desa Alat Ujung dan Desa Alat menunjukkan
bahwa penataan bantaran sungai dengan menanam vegetasi berupa tanaman
bambu dapat diterapkan di lapangan dalam menurunkan tinggi muka air untuk
mengurangi debit banjir. Konsep ekohidrolik menunjukkan bahwa distribusi
banjir dapat dicapai yaitu dengan banjir Q 50 tahun yang terjadi di daerah hulu
menjadi banjir Q 25 tahun, Q 5 tahun dan Q normal di bagian hilir.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Semakin besar diameter vegetasi pada bantaran banjir maka semakin besar
nilai kekasaran vegetasi sehingga dapat menurunkan tinggi muka air lebih
cepat. Vegetasi dengan jarak tanam 2x2 rumpun lebih besar pengaruhnya
dalam menurunkan tinggi muka air dibandingkan dengan jarak tanam 2x1
dan 2x2 tunggal.
2. Rancangan ekohidrolik pada Sungai Barabai menunjukkan bahwa
penataan bantaran sungai dengan debit banjir 50 tahunan dapat diterapkan
di lapangan dengan cara menambahkan panjang penanaman vegetasi
dalam menurunkan tinggi muka air menjadi tinggi muka air saat debit
banjir 25 tahunan, 5 tahunan dan dalam keadaan normal.

Saran

Pengendalian banjir dengan konsep ekohidrolik yang telah dilakukan


hanya memperhatikan tingkat kekasaran bantaran yang dipengaruhi oleh
diameter vegetasi, jarak tanaman dan lebar bantaran sungai. Perlu adanya
penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh jenis vegetasi yang ditanam
terhadap kecepatan aliran.
23

DAFTAR PUSTAKA

[BPS HST] Badan Pusat Statistik, Hulu Sungai Tengah. 2011. Statistik Daerah
Kecamatan Barabai 2011. Barabai (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu
Sungai Tengah.
[BPS HST] Badan Pusat Statistik Hulu Sungai Tengah. 2015. Statistik Daerah
Kecamatan Barabai 2015. Barabai (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Hulu
Sungai Tengah.
Hayati F, Agoes HF, Julianoor PNE. 2014. Tinjauan Bantaran Banjir Aktual
Terhadap PP No.38 Tahun 2011 Dan Peraturan Menteri PU NO.63 Tahun 1993
Di Sungai Barabai Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Jurnal Poros
Teknik.6(2):55-102.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 Tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung.
Maryono A. 2005. Eko Hidraulik Pembangunan Sungai (Edisi Kedua). Magister
Teknik Program Pascasarjana. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Maryono A. 2008. Eko-Hidraulik Pengelolaan Sungai Ramah Lingkungan.
Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Naiman, R.I. Bunn, S.E. Hiwasaki, L. Mc.Clain, E.M. Vorosmarty,C.J.
Zalewski.M. 2007. The Science of Flow Ecology Relationship. Clanfying Key
Terms and Concepts. Paper Presented at the Earth System Science Partnership
Open Science Conference, Beijing.
Pertiwi N, Sapei A, Yanuar M JP, Wayan IA. 2011a. Analisis Ekohidrolik dalam
Pengendalian Banjir Studi Kasus di Sungai Lawo Kabupaten Soppeng
Sulawesi Selatan. Jurnal Hidrosfir Indonesia, 6(2): 61-112.
Pertiwi N, Sapei A, Yanuar M JP, Wayan IA. 2011b. Penggunaan Konsep
Ekohidrolik Sebagai Upaya Pengendalian Bencana Wilayah Pemukiman Pada
Bantaran Sungai Lawo Kabupaten Soppeng. Jurnal Forum Bangunan, 9(1):
26-33.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 35 Tahun 1991 Tentang
Sungai.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 47 Tahun 1997 (47/1997)
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
24

LAMPIRAN
25

Lampiran 1 Grafik Tinggi muka air di Desa Alat Ujung

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

0.76
0.75
0.74
Tinggi muka air (m)

0.73 y = -0.0002x + 0.7608


0.72 R² = 0.9282
0.71
0.7
0.69 Q 5 Th
0.68
0.67
0.66
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

1.48
1.44
Tinggi muka air (m)

y = -0.0003x + 1.4356
1.4 R² = 0.9136
1.36 Q 25 Th
1.32
1.28
1.24
1.2
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

2.78
y = -0.0004x + 2.7514
2.74
Tinggi muka air (m)

R² = 0.7402
2.7
2.66
Q 50 Th
2.62
2.58
2.54
2.5
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)
26

Lampiran 1. Lanjutan

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

1.6
1.56
1.52 y = -0.0003x + 1.5540
Tinggi muka air (m)

1.48 R² = 0.7951
1.44
1.4
1.36 Q 5 Th
1.32
1.28
1.24
1.2
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

2.92
2.84
Tinggi muka air (m)

2.76
2.68 y = -0,00036x + 2,51484
2.6 R² = 0,53341
2.52
2.44 Q 25 Th
2.36
2.28
2.2
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

4
3.92
Tinggi muka air (m)

3.84
3.76 y = -0,0004x + 3,56673
3.68 R² = 0,56017
3.6
3.52 Q 50 Th
3.44
3.36
3.28
3.2
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)
27

Lampiran 1. Lanjutan

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

1.6
1.55
y = -0.0002x + 1.4644
Tinggi muka air (m)

1.5 R² = 0.8386
1.45
1.4
Q 5 Th
1.35
1.3
1.25
1.2
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

2.78
2.74
Tinggi muka air (m)

2.7 y = -0.00046x + 2.74550


R² = 0.78948
2.66
2.62
Q 25 Th
2.58
2.54
2.5
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

3.7
3.68
3.66
Tinggi muka air (m)

3.64 y = -0.0005x + 3.7184


3.62 R² = 0.8862
3.6
3.58
3.56 Q 50 Th
3.54
3.52
3.5
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)
28

Lampiran 2 Grafik tinggi muka air di Desa Alat

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

0.98
0.94
Tinggi muka air (m)

y = -0.0002x + 0.8437
0.90 R² = 0.5495
0.86
0.82 Q 5 Th
0.78
0.74
0.70
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

2.32

2.30 y = -0,0003x + 2,2829


Tinggi muka air (m)

R² = 0,9044
2.28

2.26
Q 25 Th
2.24

2.22

2.20
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x1 tunggal

2.72
2.70
y = -0.0005x + 2.7364
2.68
Tinggi muka air (m)

R² = 0.9191
2.66
2.64
2.62
2.60
2.58 Q 50 Th
2.56
2.54
2.52
2.50
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)
29

Lampiran 2. Lanjutan

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

0.90

0.85 y = -0,0002x + 0,8904


Tinggi muka air (m)
R² = 0,8831
0.80

0.75 Q 5 Th
0.70

0.65

0.60
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

2.35
y = -0,0003x + 2,3466
2.30 R² = 0,9340
Tinggi muka air (m)

2.25
2.20
Q 25 Th
2.15
2.10
2.05
2.00
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x2 tunggal

3.60 y = -0,0004x + 3,3044


3.40 R² = 0,8922
Tinggi muka air (m)

3.20
3.00
2.80 Q 50 Th
2.60
2.40
2.20
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)
30

Lampiran 2. Lanjutan

a. Debit rencana 5 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

1.75
1.70 y = -0,00047x + 1,72797
Tinggi muka air (m)

R² = 0,94593
1.65
1.60
Q 5 Th
1.55
1.50
1.45
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

b. Debit rencana 25 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

3.10
y = -0,00057x + 3,03969
3.00 R² = 0,86907
Tinggi muka air (m)

2.90

2.80
Q 20 Th
2.70

2.60

2.50
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)

c. Debit rencana 50 tahun dan jarak tanam 2x2 rumpun

3.55

3.50
Tinggi muka air (m)

y = -0.00059x + 3.56843
3.45 R² = 0.76483

3.40
Q 50 Th
3.35

3.30

3.25
0 100 200 300 400 500
Jarak (m)
31

Lampiran 3 Dokumentasi Penelitian

Model sungai lokasi1 Desa Alat Ujung

Pengukuran tinggi muka air Pada Lokasi 1


Desa Alat Ujung

Model sungai tampak samping


32

Pemasangan model sungai lokasi 2 Desa


Alat

Bentuk aliran tampak atas

Bentuk aliran tampak samping


33

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sungai Apit-Riau pada tanggal


27 September 1993, sebagai anak kedua belas dari 14
bersaudara dari pasangan Bapak Bustami Thalib dan Ibu
Jamilah. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMPN 1 Sungai
Apit dan melanjutkan ke SMAN 3 Siak. Penulis lulus dari
SMAN 3 Siak pada tahun 2011 dan pada tahun yang sama
diterima di IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD)
pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas
Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif pada
beberapa kepanitiaan. Pada periode 2012/2013 penulis menjadi pengurus
departemen olahraga dan seni BEM-F. Bulan Juli sampai Agustus 2014 penulis
melaksanakan Praktik Lapangan di BOB PT Bumi Siak Pusako-Pertamina Hulu
dan menyusun laporan berjudul Penanganan Limbah Padat B3 di BOB PT Bumi
Siak Pusako-Pertamina Hulu.

Anda mungkin juga menyukai