Anda di halaman 1dari 57

vii

KAJI ULANG RANCANGAN HIDROLIKA SALURAN DRAINASE


DI LAHAN PERTANIAN BERIRIGASI

FANDRI CAHYA OKYAWAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
viii
ix

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER


INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kaji Ulang Rancangan
Hidrolika Saluran Drainase Di Lahan Pertanian Beririgasi adalah benar karya saya
dengan arahan dari pembimbing dan belumdiajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2017

Fandri Cahya Okyawan


NIM F44130044
x
xi

ABSTRAK
FANDRI CAHYA OKYAWAN. Kaji Ulang Rancangan Hidrolika Saluran
Drainase Di Lahan Pertanian Beririgasi. Dibimbing oleh PRASTOWO.

Drainase merupakan salah satu tindakan teknis untuk mengurangi


kelebihan air baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air
irigasi pada suatu lahan/kawasan sehingga lahan/kawasan tersebut dapat berfungsi
secara optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola aliran
drainase, menghitung debit rencana, dan menentukan dimensi saluran drainase
yang optimal. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Leuwisadeng-Bogor dari bulan
Mei hingga Agustus 2017. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain meteran, bak ukur, sekat ukur, stopwatch, dan seperangkat komputer. Selain
itu penelitian ini juga membutuhkan data curah hujan harian maksimum 10 tahun
yang didapat melalui BMKG, dimensi saluran, peta site plan dan peta topografi.
Nilai debit rencana (Qn) pada saluran kolektor 1 sebesar 22.2 liter/detik dan pada
saluran kolektor 2 sebesar 11.8 liter/detik. Dimensi saluran kolektor 1 adalah lebar
dasar saluran 0.4 m dan kedaaman air 0.8 m. Dimensi saluran kolektor 2 adalah
lebar dasar saluran 0.35 m dan kedalaman air 0.7 m. Dimensi saluran lapangan
(field drain channel) adalah lebar dasar saluran 0.4 m dan kedalaman air 0.8 m.

Kata kunci : debit rencana, rancangan hidrolika, saluran drainase, saluran kolektor

ABSTRACT

FANDRI CAHYA OKYAWAN. Review on Hydraulic Design of Drainage


Channels on Irrigated Agricultural Land. Supervised by PRASTOWO.

Drainage is one of the solution to reduce rainfall excess, seepage, or


irrigation water excess of an area, so it couldbe used optimally. This study aimed
to identify the drainage flow pattern, to calculate the discharge plan, and to
determine the optimal drainage channel dimensions. This research was conducted
in Leuwisadeng village, from May until August 2017. The equipment used in this
research were tape, measuring tube, weir, stopwatch, and computer. This study
required channel dimensions, daily maximum rainfall of 10 years from BMKG,
siteplan maps and topographic maps. The discharge plan (Qn) of collector 1 was
22.2 liters / sec, and of collector 2 was 11.8 liters / sec. The collector channel 1
had base width channel of 0.4 m and the water depth of 0.8 m. The collector
channel 2 had base width channel of 0.35 m and the water depth of 0.7 m. The
field drain channel had base width channel of 0.4 m and the water depth of 0.8 m.

Keywords: collector channel, discharge plan, drainage channel, hydraulic design


xii

KAJI ULANG RANCANGAN HIDROLIKA SALURAN DRAINASE


DI LAHAN PERTANIAN BERIRIGASI

FANDRI CAHYA OKYAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
xiii

Judul Penelitian : Kaji Ulang Rancangan Hidrolika Saluran Drainase Di Lahan


Pertanian Beririgasi
Nama : Fandri Cahya Okyawan
NIM : F44130044

Disetujui oleh,

Dr. Ir. Prastowo, M.Eng


Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA


Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
xiv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2017 ini adalah Kaji Ulang
Rancangan Hidrolika Saluran Drainase Di Lahan Pertanian Beririgasi.
Penyusunan karya ilmiah ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam membantu secara langsung maupun tidak langsung, khususnya kepada :
1. Dr. Ir. Prastowo, M.Eng sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan karya ilmiah.
2. Dr. Ir. Nora Herdiana Pandjaitan, DEA dan IbuTitiek Ujianti, S.T, M.T sebagai
dosen penguji skripsi yang telah membantu dalam proses perbaikan skripsi.
3. Orang tua dan keluarga besar yang telah mendoakan, mendukung dan selalu
memberikan kasih sayang selama ini.
4. Poppy Damayanti yang telah membantu, mendoakan, memotivasi dan selalu
memberikan kasih sayang selama ini.
5. Tulus Sapto Aji,M idham Gembong, Ahmadi Syukra Murdy sebagai teman
seperjuangan yang telah memberikan kritik dan saran.
6. Mahasiswa di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB angkatan 50 atas
dukungan dan semangat serta saran yang diberikan.
Disadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak sekali kekurangannya,
sehingga kritik dan saran yang membangun diharapkan untuk perbaikan karya
ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2017

Fandri Cahya Okyawan


xv
16

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR xivi


DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Analisis Hidrologi 2
Debit Limpasan 5
Sistem Jaringan Drainase 8
Kriteria Rancangan Hidrolika Saluran 10
METODOLOGI PENELITIAN 12
Waktu dan Tempat 12
Bahan dan Alat 15
Prosedur Penelitian 15
HASIL DAN PEMBAHASAN 17
Pola Aliran dan Tata Letak Saluran 17
Hidrograf Saluran 20
Koefisien Drainase 23
Dimensi Saluran 24
SIMPULAN DAN SARAN 29
Simpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 40
17

DAFTAR TABEL

1. Nilai koefisien limpasan (C) untuk metode rasional 6


2. Unsur geometris penampang saluran persegi dan trapesium 11
3. Tinggi jagaan minimum untuk saluran 12
4. Hubungan antara nilai Q, h, dan b/h untuk saluran drainase 12
5. Jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian 17
6. Karakteristik saluran berbentuk persegi 19
7. Hasil pengukuran curah hujan dan debit saluran pada 25 Juli 2017 20
8. Hasil pengukuran curah hujan dan debit saluran pada 29 Juli 2017 21
9. Hasil pengukuran curah hujan dan debit saluran pada 9Agustus 2017 21
10. Nilai koefisien drainase 24
11. Analisis probabilitas hujan rencana 25
12. Hasil perhitungan S, Cs, dan Ck 25
13. Perbandingan syarat distribusi dan hasil perhitungan 26
14. Faktor perhitungan uji chi kuadrat metode Log Person III 26
15. Periode ulang rencana 26
16. Nilai debit rencana setiap catchment area 27
17. Hasil analisis kriteria rancangan hidrolika saluran 28

DAFTAR GAMBAR

1. Sekat ukur Thompson 8


2. Pola drainase berbentuk natural grid system 9
3. Pola drainase berbentuk parralel grid system 9
4. Potongan melintang saluran drainase 12
5. Peta lokasi penelitian 13
6. Peta kontur lokasi penelitian 14
7. Kerangka pemikiran penelitian 16
8. Master plan lokasi penelitian 18
9. Hidrograf aliran pada saluran kolektor 1 tanggal 25 Juli 2017 22
10. Hidrograf aliran pada saluran kolektor 1 tanggal 29 Juli 2017 22
11. Hidrograf aliran pada saluran kolektor 1 tanggal 9Agustus 2017 23
12. Dimensi saluran drainase berdasarkan Dep PU 1986 28
18

DAFTAR LAMPIRAN

1. Nilai koefisien kekasaran Manning (n) 32


2. Nilai koefisien limpasan berdasarkan tanaman penutup lahan 33
3. Nilai koefisien limpasan berdasarkan tekstur tanah 33
4. Nilai koefisien limpasan berdasarkan tata guna lahan 34
5. Curah hujan maksimum tahunan tahun 2007-2016 35
6. Perhitungan nilai intensitas hujan 35
7. Catchment area 36
8. Arah aliran drainase 37
9. Skema aliran drainase 38
10. Potongan A-A dan potongan B-B saluran 6 39
1

PENDAHULUAN

Drainase merupakan salah satu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan


air baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi pada
suatu lahan/kawasan sehingga lahan/kawasan tersebut dapat berfungsi secara
optimal (Pania et al. 2013). Drainase juga dapat diartikan sebagai usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas tanah (Suripin
2004). Drainase termasuk dalam salah satu komponen penting infrastruktur
perkotaan maupun perdesaan yang menanggulangi masalah banjir dan genangan
air.Selain efektivitas irigasi, sistem drainase juga berperan penting dalam musim
panen, baik pada lahan pertanian maupun perkebunan.
Perancangan sistem drainase untuk pertanian tidak terlepas dari sistem
irigasi yang diterapkan karena kebutuhan air untuk irigasi mencapai sekitar 85%
dari penggunaan air secara total atau yang terbesar di Indonesia (Mardianto et al.
2005). Pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci
keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah. Produksi padi sawah akan
menurun jika tanaman padi menderita cekaman air (water stress). Gejala umum
akibat kekurangan air antara lain daun padi menggulung, daun terbakar (leaf
scorching), anakan padi berkurang, tanaman kerdil, pembungaan tertunda, dan biji
tanaman yang kosong (Subagyono et al. 2004).
Perancangan ataupun evaluasi sistem drainase tidak terlepas dari kondisi
hidrologi lingkungan sekitar. Jumlah curah hujan yang tinggi pada suatu daerah
apabila tidak diimbangi dengan perencanaan sistem drainase yang tepat
mengakibatkan drainase yang kurang optimal. Sistem drainase yang kurang
optimal dapat disebabkan oleh tidak sesuainya pola aliran dengan perencanaan
awal dan timbulnya sedimentasi pada saluran. Selain itu, kesalahan penentuan
dimensi saluran dan kerusakan fisik yang terjadi di sepanjang saluran juga dapat
mengganggu aliran (Suripin 2004).
Desa Leuwisadeng berada di Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor
Jawa Barat.Lokasi desa ini berada di daerah perbukitan dan dapat dijangkau
dengan mobil atau sepeda motor. Mayoritas penduduk desa ini mencari nafkah
dengan bercocok tanam, terutama dengan menanam padi serta manggis dan durian
sebagai tanaman perkebunan.Lokasi lahan pertanian warga berada di lereng-
lereng bukit.

Perumusan Masalah

Penelitian dilakukan untuk mengetahui kesesuaian saluran drainase di


daerah persawahan Desa Leuwisadeng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten
Bogor. Permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Menetukan pola aliran dan tata letak saluran drainase
2. Menghitung koefisien drainase
3. Menghitung debit rencana
4. Menentukan dimensi saluran drainase (saluran lapangan/field drain dan
saluran kolektor)
2

Tujuan

Penelitian ini yaitu merancang saluran drainase di lahan pertanian beririgasi


yang meliputi :

1. Menentukan pola aliran dan tata letak saluran drainase


2. Menghitung koefisien drainane
3. Menghitung debit rencana
4. Menentukan dimensi saluran drainase lapangan (field drain channel) dan
saluran kolektor.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah menjadi rujukan untuk penyelesaian masalah


ketidaksesuaian pengaliran limpasan di lahan pertanian dengan penerapan konsep
konsolidasi lahan dengan perencanaan kembali jaringan saluran drainase dan
dimensi saluran drainase. Perancangan drainase pertanian tersebut berfungsi
sebagai referensi bagi masyarakat Desa Leuwisadeng untuk mengatasi masalah
ketidakseragaman pembuangan air limpasan per petakan sawah sehingga debit
limpasan yang ingin dialirkan dari petakan sawah dapat lebih efektif.

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian yaitu perancangan saluran drainase yang sesuai dengan


kontur lahan pertanian Desa Leuwisadeng. Analisis mengenai penerapan saluran
drainase dilakukan dengan perhitungan air limpasan, pengukuran intensitas hujan,
perancangan tinggi jagaan saluran drainase, pengukuran debit rencana dan debit
limpasan. Perletakan saluran drainase, dan penentuan dimensi saluran drainase.
Perancangan yang dilakukan terbatas pada penentuan geometri saluran tidak
sampai tahap konstruksi saluran maupun kekuatan dari saluran drainase. Saluran
drainase untuk petak kuarter tidak direncanakan karena drainase pada petak sawah
mengacu pada rancangan slope lahan. Kemudian, analisis pangaliran air limpasan
ke saluran drainase memperhitungkan curah hujan sebagai faktor utama sehingga
peran air tanah terhadap tinggi muka air di saluran drainase tidak dikaji. Curah
hujan akan dianalisis dengan menggunakan analisis intensitas hujan. Aspek dari
perancangan hidrolika saluran drainase tidak memperhatikan aspek struktur secara
mendalam.Perancangan hidrolika hanya berorientasi pada aspek hidrolika.

TINJAUAN PUSTAKA

Analasis Hidrologi

Air di bumi mengalami sutau siklus melalui serangkaian peristiwa yang


berlangsung terus-menerus.Serangkaian peristiwa tersebut disebut siklus
3

Hidrologi (Suripin, 2004). Air menguap dari permukaan bumi akibat energi panas
matahari dan akan kembali sebagai presipitasi yang jatuh di samudra, di darat, dan
ada pula sebagian yang langsung menguap kembali sebelum mencapai permukaan
bumi. Presipitasi yang jatuh di daratan sebagian akan menjadi limpasan dan
mengalir menuju sungai melalui saluran-saluran. Dalam kaitan dengan
perencanaan drainase, komponen yang terpenting adalah aliran permukaan. Oleh
karena itu, komponen ini perlu diamati dan dianalisis dengan baik untuk
menghindari berbagai bencana, khususnya bencana banjir.
Suripin (2004) mengatakan bahwa analisis dan desain hidrologi tidak hanya
memerlukan volume atau ketinggian hujan, tetapi juga distribusi hujan terhadap
tempat dan waktu.Distribusi hujan terhadap waktu disebut hyetograph. Analisis
frekuensi merupakaan pendugaan dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu
peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rencana.Hujan rencana merupakan hujan
dengan kemungkinan tinggi untuk terjadi pada kala ulang tertentu. Menurut
Suripin (2004) untuk analisis frekuensi, terdapat empat macam metode statistic
berupa distribusi frekuensi yaitu Distribusi Normal, Distribusi Log Normal,
Distribusi Log Person Tipe III dan Distribusi Gumbel.
Pengelolaan data hujan secara statistik dilakukan untuk mendapatkan curah
hujan ekstrim, yaitu angka perkiraan hujan harian maksimum yang dianggap
terjadi satu kali dalam periode ulang (return period) yang telah direncanakan.
Periode ulang hujan (PUH) adalah interval waktu rata-rata dimana suatu peristiwa
hujan akan terjadi disamai atau dilampaui satu kali setiap tahun dalam periode
ulangnya (Zakaria 2013). Untuk analisis data hujan untuk menentukan curah
hujan ekstrim pada periode tertentu digunakan plotting position Weibul seperti
pada persamaan (1) (Kirpich 1940).

T= .....................................................................(1)
Keterangan :
T = Periode ulang
N = Jumlah tahun pengamatan
M = Nomor urut data
Dalam melakukan perhitungan hujan rencana dengan metode Gumbel,
untuk masa ulang T didasarkan atas karakteristik dari penyebaran (distribusi).
Nilai curah hujan rencana dihitung dengan menggunakan persamaan (2) (Kirpich
1940)

XT = X + K.Sd............................................(2)
Keterangan :
XT = Curah hujan rencana (mm/hari)
X = Curah hujan maksimum rata-rata (mm/hari)
Sd = Standar deviasi nilai variat
K = Faktor probabilitas
Nilai rata-rata curah hujan maksimum digunakan untuk mengetahui besaran
nilai yang mewakili keseluruhan penyebaran data. Nilai rata-rata curah hujan
dihitung dengan persamaan (3) (Kirpich 1940).
4


X= .................................................................(3)

Keterangan :
X = Curah hujan maksimum rata-rata (mm/hari)
Xi = Nilai data hujan maksimum yang terjadi
∑Xi = jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun
n = tahun pencatatan data hujan

Apabila penyebaran data sangat besar terhadap nilai rata-rata, maka nilai
standar deviasi (Sd) akan besar, akan tetapi apabila penyebaran data sangat kecil
terhadap nilai rata-rata, maka Sd akan kecil.Selain itu, Kirpich (1940) dalam
Suripin (2004) juga menyatakan waktu konsentrasi (Tc) adalah waktu yang
diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke
tempat keluarnya aliran air (outlet) dalam suatu DTA (titik kontrol). Diasumsikan
bahwa jika lamanya waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi maka setiap
bagian lahan DTA keseluruhan telah menyumbangkan aliran (debit puncak)
terhadap titik kontrol.Standar deviasi dihitung denganpersamaan (4). Faktor
probabilitas (K) didapat melalui persamaan (5)(Kirpich 1940).

∑ -X
Sd = √ ................................................................(4)
-

-
K= ........................................................................(5)

dimana Yn adalah reduced mean yang tergantung jumlah data n, Snadalah


reduced standard deviation yang tergantung juga pada jumlah data n, dan Ytr
adalah reduced variate.Nilai Ytr dapat dihitung dengan persamaan (6). Nilai
reducedmean, reduced standard deviation, dan reduced varaite yang digunakan
pada metode distribusi Gumbel(Kirpich 1940).

Ytr = -ln {- ln ( )}..........................................................(6)

Setelah itu dilakukan perbandingan koefisien kepencengan (Cs) dan


koefisien kurtosis (Ck) untuk menentukan jenis probabilitas yang sesuai. Jenis
sebaran Gumbel memiliki kriteria nilai Cs ≤ 1.14 dan Ck ≤ 5.40. Coefficient of
skewness (Cs) merupakan derajat kemencengan ataupenyimpangan kesimetrian
suatu distribusi, sedangkan coefficient of kurtosis (Ck)merupakan kepuncakan
(peakedness) distribusi).Nilai Cs dan Ck dihitung dengan persamaan (7) dan
(8)(Kirpich 1940).

∑ -X
Cs = .( ...................................................... (7)
- ) -
-X
5

∑ -X
Ck = .( ...............................................(8)
- ) - -
-X

Debit Limpasan

Limpasan adalah bagian dari presipitasi yang terdiri atas gerakan


gravitasiair dan nampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun
terputusputus.Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total air limpasan yaitu
faktor iklim yang terdiri dari banyaknya presipitasi dan evapotranspirasi serta
faktor karakterisitk daerah pengaliran (Seyhan 1990). Faktor meteorologi utama
yangberpengaruh pada air limpasan yaitu karakteristik hujan, yang meliputi
intensitashujan, durasi hujan dan distribusi curah hujan, sedangkan karakteristik
daerahtangkapan air (DTA) yang berpengaruh besar pada air limpasan yaiu luas
danbentuk DTA, topografi dan tata guna lahan. Daerah tangapan air dalam suatu
areayang sempit akan menyebabkan laju limpasan lebih rendah dibanding pada
DTAyang padat dalam luasan yang sama. Kondisi tutupan lahan dapat
mempengaruhijumlah debit limpasan dan daya tahan tanah terhadap air sehingga
dapat meningkatkan laju limpasan atau peningkatan debit puncak (Mori 2006).
Air limpasan dapat dibuang melalui saluran drainase lapangan, saluran
drainase lateral, dan saluran drainase kolektor. Saluran drainase kolektor adalah
saluran drainase yang berfungsi sebagai pengumpul debit dari saluran drainase
yang lebih kecil, kemudian dibuang ke sungai (Suripin 2004). Saluran drainase
lapangan (field drain)adalah saluran drainase yang menyalurkan air dari suatu
DTA ke saluran kolektor atau langsung dibuang ke sungai, umumnya memiliki
debit yang relatif kecil (Suripin 2004). Untuk menduga besarnya debit puncak
limpasan dapat digunakan metode rasional. Dasar yang melatarbelakangi metode
rasional adalah jika curah hujan dengan intensitas hujan yang terjadi secara terus
menerus, maka laju debit limpasan langsung (directrunoff) akan bertambah
sampai mencapai waktu konsentrasinya. Kemudian waktu konsentrasi akan
tercapai ketika seluruh bagian daerah aliran air telah memberikan kontribusi aliran
di outlet.Perhitungan koefisien limpasan yang memiliki lebih dari satu jenis tata
guna lahan dilakukan denganmenggunakan koefisien limpasan rata-rata
tertimbang (Cr). Koefisien Cr dihitung dengan persamaan (9) (Suripin 2004;
Dhakal et al. 2012).
∑n 1
n Cn
Cr = …………………………………………..(8)
t tal
dimana Cradalah koefisien limpasan rata-rata tertimbang, Cnadalah nilai
koefisien limpasan pada penggunaan lahan, An adalah luas lahan pada pengunaan
lahan (ha), dan Atotal adalah luas total lahan (ha).
Analisis debit limpasan secara teoritis dapat dilakukan dengan metode
rasional. Metode rasional digunakan untuk menentukan debit puncak dengan
persamaan (9) (Feyen1980; Dhakal et al. 2012).

Q = 0.278 C I A...................................................(9)
dimana Q adalah debit limpasan (m3/det), I adalah intensitas hujan dalam
durasi lamanya waktu hujan (mm/jam), C adalah koefisien limpasan, dan A
adalah luas area (ha). Nilai koefisien limpasan tentunya berbeda beda setiap
6

pengunaan lahannya seperti yang terdapat pada Tabel 1 (Scwab et all 1981). Nilai
macam-macam koefisien limpasan (C) dapat dilihat pada Lampiran 2, Lampiran
3, dan Lampiran 4.

Tabel 1 Nilai koefisien limpasan (C) untuk metode rasional


Macam daerah Koefisien limpasan (C)
1 Daerah perdagangan :
- Pertokoan 0.70 – 0.90
- Pinggiran 0.50 – 0.70
2 Pemukiman :
- Perumahan satu keluarga 0.30 – 0.50
- Perumahan berkelompok 0.40 – 0.60
- Suburban 0.25 – 0.40
- Daerah apartemen 0.50 – 0.70
3 Perkebunan heterogen 0.10 – 0.20
4 Industri :
- Daerah industri ringan 0.50 – 0.70
- Daerah industri berat 0.60 – 0.80
5 Taman 0.10 – 0.25
6 Tempat bermain 0.20 – 0.30
7 Pertanian 0.20 – 0.50
8 Daerah stasiun kereta api 0.20 – 0.40
9 Daerah belum diperbaiki 0.10 – 0.30
10 Jalan 0.70 – 0.95
11 Bata :
- Jalan, hamparan 0.75 – 0.85
- Atap 0.75 – 0.95
12 Perikanan 0.20 – 0.30

Analisis debit limpasan secara teoritis juga membutuhkan nilai Intensitas


hujan (I). Intensitas hujan (I) adalah kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat
umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya maka semakin tinggi pula
intensitasnya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisis data
hujan baik secara statistik maupun secara empiris. Biasanya intensitas hujan
dihubungkan dengan durasi hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 30 menit, 60
menit dan jam-jaman. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia dan
hanyaada data hujan harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus
Mononobe., seperti pada persamaan (10)(Feyen1980; Dhakal et al. 2012).

4 4 2/3
I= .......................................................................(10)
4 t

dimana I adalah intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam), R24 adalah
hujan rencana dalam satu hari (mm), dan t adalah lamanya waktu hujan (jam).
Kirpich (1940) dalam Suripin (2004) juga menyatakan waktukonsentrasi (tc)
adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik
7

terjauh sampai ke tempat keluarnya aliran air (outlet) dalam suatu DTA (titik
kontrol). Diasumsikan bahwa jika lamanya waktu hujan sama dengan waktu
konsentrasi maka setiap bagian lahan DTA keseluruhan telah menyumbangkan
aliran (debit puncak) terhadap titik kontrol. Pada daerah perkotaan seperti
perumahan, lahan area DTA yang dimaksud sebagai muka aspal dijalanan atau
genting rumah sebagai lahan permukaan terbangun (Wijaya 2004). Waktu
konsentrasi dihitung dengan persamaan(11) dan (12) (Feyen1980; Dhakal et al.
2012).

.
.
tc = ( 1 s
) ...........................................................(11)

tc = to + td……………………………………………(1 )
Keterangan :
Tc = waktu konsentrasi (menit)
L = panjang lintasan air hujan dari titik terjauh sampai ke outlet (m)
S = kemiringan saluran
To = waktu pengaliran air pada saluran (menit)
Td = waktu pengaliran air pada saluran (menit)
Perhitungan nilai (tc) berbeda-beda yaitu nilai tc pada saluran dan tc untuk
air limpasan pada permukaan tanah. Nilai waktu konsentrasi (tc) pada saluran
dihitung dengan menggunakan persamaan (11), sedangkan nilai tc untuk
permukaan tanah dihitung dengan menggunakan persamaan (12).
Debit limpasan berhubungan dengan dimensi saluran (Suripin 2004).
Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit yang harus ditampungoleh
saluran (Qs dalam m3/det) yang harus lebih besar atau sama dengan debit rencana
yang diakibatkan oleh hujan rencana (Qt dalam m3/det) (Wijaya 2014). Faktor
luas, pengaruh stasiun untuk menentukan curah hujan rata-rata, penentuan hujan
jam-jaman, penentuan koefisien pengaliran, perbedaan pengambilan data antara
curah hujan maksimum dan debit langsung maksimum, adalah beberapa faktor
yang mempengaruhi sehingga memberikan nilai debit rencana yang besar (Rapar
et al 2014).
Qs ≥ Qt.............................................................(13)

Penentuan debit limpasan juga melalui pengukuran langsung dilapangan


dengan menggunakan sekat ukur. Debit di saluran yang dilengkapi sekat ukur
Standard 900V-Notch Weir (Thompson) dapat dihitung dengan persamaan (14),
(15) dan (16). Gambar sekat ukur Standard 900V-Notch Weir (Thompson) dapat
dilihat pada Gambar 1(Wijaya 2014).


Q= √ .....................................................(14)

Dimana Q adalah debit air di saluran (m3/det), g adalah percepatan gravitasi (9,8
m/det2), dan Cd adalah koefisien debit yang merupakan fungsi dari H dan sifat
fluida. Umumnya Cd sebesar 0,592 sehingga :


Q = 1,398 ....................................................(15)
8

atau dalam satuan Q (liter/detik) dan H (cm), maka


Q = 0,014 …………………………..(16)

Jika kondisi dilapangan tidak memungkinkan menggunakan sekat ukur, maka


pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan metode kecepatan aliran.
Kecepatan aliran dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (17) (Wijaya
2014).

V = c x ......................................................(17)

Dimana V adalah kecepatan aliran di saluran (m/det), c adalah koefisien


kecepatan (0,85), L adalah panjang pelampung (m), dan T adalah waktu tempuh
lintasan pelampung (detik), sehingga untuk menentukan debit di saluran dapat
menggunakan persamaan (18) (Wijaya 2014).

Q = ...........................................................(18)

dimana Q adalah debit saluran (m3/det), v adalah kecepatan saluran (m/det), A


adalah luas penampang saluran (m2),

Gambar 1 Sekat ukur Thompson

Sistem Jaringan Drainase

Suripin (2004) mengatakan bahwa pembangunan sistem drainase


merupakan tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air baik yang berasal dari
air hujan maupun kelebihan air dari suatu kawasan/lahan sehingga fungsi kawasan
yang akan dibangun tidak terganggu.Sistem drainase adalah rangkaian kegiatan
yang membentuk upaya pengaliran air, baik air permukaan (limpasan/run off),
maupun air tanah (underground water) dari suatu daerah atau kawasan (Fairizi
2015). Arah aliran drainase dapat dilihat pada Lampiran 8.
Menurut Feyen (1980) dalam Sartika (2016), pola drainase dapat berupa
natural system atau parallel grid system. Pola natural system (Gambar 2) banyak
diterapkan di daerah perkotaan atau pedesaan yang masih mengikuti trase
9

alamiah. Pola drainase pada parallel grid system (Gambar 3) banyak diterapkan
pada wilayah perumahan atau komplek pemukiman.

Gambar 2 Pola drainase berbentuk natural system

Gambar 3Pola drainase berbentuk parrarel grid system

Koefisien drainase adalah laju pengaliran rata-rata air lebih yang


dapatdipindahkan oleh sistem drainase ke muka air yang lebih rendah setelah
jenuh selama 24 jam dengan satuan volume per waktu di setiap luasan (m3/det.ha).
Koefisien drainase dipengaruhi oleh sifat hujan, topografi, sifat tanah, serta
kondisi hidrologi permukaan dan bawah permukaan.Nilai limpasan bervariasi di
sepanjang saluran drainase. Nilai koefisien drainase diperoleh melalui persamaan
(19)(Feyen 1980).

Q q ……………………………………(19)

dimana Q adalah debit limpasan lahan (m3/det), A adalah luas area lahan drainase
10

pada titik yang dihitung (ha), dan q adalah nilai koefisien drainase yang
didefenisikan sebagai desain spesifik/unit limpasan (m3/det.ha).
Nilai koefisien drainase untuk drainase lapang dan drainase utama sering
direncanakan dengan frekuensi yang berbeda. Pengaruh perbedaan ini
menunjukkan bahwa koefisien drainase untuk drainase utama secara normal
berbeda dengan desain debit rancangan untuk drainase lapang. Penentuan
koefisien drainase dan dimensi saluran drainase menggunakan beberapa parameter
seperti debit limpasan, debit rencana dan debit saluran. Penentuan koefisien
drainase dilakukan untuk menentukan kelayakan laju pengaliran rata-rata air lebih
yang dapat dipindahkan oleh sistem drainase ke muka air yang lebih rendah
setelah jenuh selama 24 jam dengan satuan volume per waktu di setiap luasan
(m3/det.ha). Koefisien drainase dipengaruhi oleh sifat hujan, topografi, sifat tanah,
serta kondisi hidrologi permukaan dan bawah permukaan.

Kriteria Rancangan Hidrolika Saluran

Sebagai tahap perencanaan saluran pembuang, pendekatan aliran dianggap


steady dan seragam tidak cukup dalam perencanaan saluran mudah tererosi
(peruntukan di lahan pertanian). Pendekatan ini mempertimbangkan aspek lain
selain parameter hidrolik yaitu sifat-sifat material untuk tanah yang digali dalam
pembuatan saluran. Sifat fisik tanah yang berperan dalam perencanaan saluran
drainase yaitu tekstur tanah. Aspek yang diperhatikan yaitu parameter kecepatan
maksimum izin yaitu kecepatan maksimum aliran yang tidak menimbulkan erosi
pada saluran.Penentuan nilai kecepatan maksimum aliran air yang mengalir di
saluran berdasarkan tekstur tanah dan kandungan lumpur yang mengalir.
Kemudian, kemiringan talud ditentukan sebagai salah satu kriteria rancangan
dimensi saluran drainase. Kemiringan talud berdasarkan jenis tanah saluran.
Untuk kondisi saluran kecil, nilai kemiringan talud rencana menggunakan nilai
yang berbeda dengan saluran besar meski menggunakan tekstur tanah yang sama
(Chow 1959). Nilai koefisien kekasaran Manning menjadi paraeter yang sangat
penting dalam perancangan dimensi saluran. Nilai koefisien kekasaran Manning
dapat dilihat pada Lampiran 1.Luas penampang basah ditentukan menggunakan
persamaan kontinuitas.Persamaan jari-jari hidrolik dihitung dengan persamaan
(20) dan (21) (Chow 1992).
1/2 3/2
R=( ) .........................................(20)

As = ..............................................................(21)
Keterangan:
R = Jari-jari hidrolik (m)
n = Koefisien kekasaran Manning
Vmax = Kecepatan maksimum yang diizinkan (m/det)
As = Luas penampang basah saluran (m2)
S = Gradien hidrolik saluran
Kemudian, keliling basah saluran dapat diketahui setelah nilai jari-jari
hidrolik dan luas penampang basah saluran diperoleh. Persamaan untuk penentuan
nilai keliling basah saluran adalah persamaan (22) (Chow 1992).
11

P= .....................................................................(22)

Setelah nilai luas penampang basah dan keliling basah saluran diperoleh,
nilai kedalaman aliran selanjutnya ditentukan. Persamaan untuk menentukan nilai
kedalaman aliran adalah persamaan (23) (Chow 1992).

As = (B + zy) y...........................................(22)
Keterangan:
z = Kemiringan talud
y = Kedalaman aliran (m)
P = Keliling basah saluran (m)

Dimensi saluran dapat ditentukan sesuai dengan kapasitas rencana saluran


dari setiap komponen yang ada. Penentuan dimensi saluran drainase dapat
dihitung menggunakan rumus Manning, seperti pada persamaan (24) dan
(25)(Chow 1992).

V = S1/2 R2/3 .............................................................(24)

Q = S1/2 R2/3 A.........................................................(25)

dimana Q adalah debit saluran (m3/detik), v merupakan kecepatan aliran


(m2/detik), n adalah kekasaran manning, S adalah kemiringan dasar saluran, R
adalah jari jari hidrolik (m), A luas penampang basah (m2).
Debit aliran berhubungan dengan kecepatan aliran. Debit maksimum dicapai
jika kecepatan aliran maksimum (Wijaya 2014). Kemampuan mengalirkan air
pada suatu penampang saluran akan meningkat sesuai dengan peningkatan jari-
jari hidraulik atau berkurangnya keliling basah. Penampang saluran yang memiliki
keliling basah lebih kecil dapat mengalirkan air secara maksimal. Penampang ini
disebut penampang hidraulik terbaik (Chow 1992). Umumnya drainase pertanian
berbentuk persegi atau trapesium seperti pada Gambar 4. Unsur unsur geometris
dalam penentuan dimensi saluran dapat dilihat pada Tabel 2 (Chow 1992).

Tabel 2 Unsur geometris penampang saluran persegi dan trapesium


Saluran
Unsur Geometris
Satuan Segiempat Trapesium
Luas penampang (A) m2 B.h (B + m.h)h
Keliling basah (P) M B + 2h B+ √
Jari jari Hidraulik (R) M B.h / b.h (B+ m.h)h/B + √
Kedalaman hidraulik (d) M H (B + m.h)h/ B + 2mh
Lebar puncak (B) M B B + 2mh
Kedalaman rata rata (dm) M A/B A/B
12

Gambar 4 Potongan melintang saluran drainase

Besarnya jagaan tergantung dari besarnya kapasitas saluran. Kapasitas


saluran dihitung berdasarkan luas area yang memerlukan drainase, periode ulang
yang dipilih dan lama penggenang yang masih ditolerir (Chow 1992). Tinggi
jagaan minimum untuk saluran pasangan ditentukan berdasarkan debit rencana
yang terjadi (QT dalam m3/det) (Dep PU 1986) yang ditunjukan pada Tabel
3.Untuk perencanaan saluran drainase yang sesuai dengan jumlah debit,maka
perencanaan yang sesuai dapat mengacu pada nilai hubungan antara Q, h, dan b/h
seperti pada Tabel 4 (Dep PU 1986).

Tabel 3 Tinggi jagaan minimum untuk saluran pasangan


Debit (m3/jam) Tinggi Jagaan (m)
< 0.5 0.2
0.5 - 1.5 0.2
1.5 - 5.0 0.25
5.0 - 10.0 0.3
10.0 - 15.0 0.4
> 15.0 0.5

Tabel 4 Hubungan antara nilai Q, h, dan b/h untuk saluran drainase


Debit, Q (m3/det) h (m) Rasio b/h
< 0.5 < 0.5 1
0.5 - 1.1 0.5 - 0.7 2
1.1 - 3.5 0.7 - 1.00 2.5
> 3.5 > 1.00 3

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di lahan pertanian Desa Leuwisadeng,


KabupatenBogor, Jawa Barat seperti pada Gambar 5. Kondisi tempat penelitian
yaitu berbentuk lereng pegunungan, dapat dilihat pada Gambar 6. Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2017 hingga bulan Agustus 2017.
Analisis data dilaksanakan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut
Pertanian Bogor.Menurut letak geografisnya lahan ini berada pada 106o 4 ’ 9. 4 –
106 o 4 ’ . ” B dan 6o 4’ . 9” - 6o 4’ . 1” S.
13

Sumber : Digital Globe, Map data Google 201


Gambar 5 Peta lokasi penelitian
14

Gambar 6 Peta kontur lokasi penelitian


15

Bahan dan Alat

Peralatan yang digunakan antara lain meteran, bak ukur, sekat ukur,
stopwach, alat tulis, danseperangkatkomputer. Selain itu penelitian ini juga
menggunakan data curah hujan pengukuran, dimensi saluran, data curah hujan
harian maksimum 10 tahun yang didapat melalui BMKG, peta siteplandan peta
topografi.

Prosedur Penelitian

Pengumpulan data meliputi pengumpulan data peta topografi dan


pengumpulan data curah hujan harian maksimum.Pengumpulan data peta
topografi didapatkan dari google earth, kemudian dibuat elevasi serta garis kontur
guna menganalisis gradient hidrolik dan untuk penentuan perletakan saluran
drainase. Dengan adanya garis kontur, dapat diketahui beda tinggi dari suatu lahan
persawahan. Karena saluran drainase yang dirancang yaitu saluran drainase
permukaan dengan pengaruh gravitasi. Data curah hujan harian yang digunakan
adalah curah hujan harian maksimum periode 10 tahun terakhir dari Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dramaga Bogor.Pengukuran
data dilakukan guna memperoleh data yang valid. Pengukuran data meliputi
pengukuran dimensi saluran, pengukuran curah hujan harian maksimum, dan
pengukuran waktu konsentrasi atau lama hujan tiba. Pengukuran curah hujan
dilakukan di lahan pertanian Leuwisadeng dengan memggunakan alat rainfall
gauge dengan jumlah pengukuran minimal tiga kali pengukuran. Pengukuran
curah hujan dilakukan ketika hujan lebat turun. Hal ini dimaksudkan agar
mendapatkan debit maksimum. Kemudian pengukuran waktu konsentrasi (Tc),
pengukuran waktu konsentrasi dilakukan dengan menggunakan alat stopwatch.
Pengukuran dilakukan selama hujan turun dalam satu hari.
Analisis data yang dilakukan meliputi analisis koefisien drainase, analisis
sistem drainase, analisis debit rencana, dan analisis debit limpasan.
1. Analisis Koefisien Drainase
Analisis koefisien drainase dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu
luas lahan yang akan dirancang drainase. Kemudian debit limpasan dihitung
guna menganalisis koefisien drainase. Koefisien drainase dihitung dengan
persamaan (19).
2. Analisis Debit Rencana
Untuk analisis debit rencana dibutuhkan data curah hujan rencana dan
waktu konsentrasi guna mencari nilai intensitas hujan maksimum. Curah
hujan rencana diperoleh dari perhitungan persamaan (1), persamaan (2), dan
persamaan (3). Kemudian standar deviasi dihitung dengan persamaan (4) dan
probabilitas (K) didapat melalui persamaan (5). Selanjutnya dihitung nilai Ytr
dengan persamaan (6). Setelah itu dihitung nilai Cs dan Ck dengan persamaan
(7) dan (8).Kemudian data waktu konsentrasi (Tc) diperoleh dari perhitungan
dengan menggunakan persamaan (11).Setelah itu dihitung intensitas curah
hujan maksimum (I) dengan menggunakan persamaan (10). Selanjutnya debit
rencana dihitung denganpersamaan (9).
Mulai 16
16

Survei dan pengumpulan


data

Pengukuran CH
Pengumpulan Pengumpulan Harian Maksimum
Pengukuran
Peta Topografi Data CH harian dan Debit saluran
Dimensi saluran
Maksimum

Analisis Pola Analisis Debit Analisis Debit


Analisis Dimensi Aliran Rencana Limpasan

Penentuan Debit Rancana Debit Limpasan (Q)


Perletakan Saluran (Qn)

Koefisien
Drainase (q)

Kedalaman Tidak
saluran,kedalam
an aliran, dan
Desain Ulang
lebar dasar Dimensi Saluran
saluran

Ya
Aa
Selesai

Gambar 7 Kerangka pemikiran penelitian


17

3. Analisis Debit Limpasan


Untuk analisis debit limpasan dibutuhkan data hasil pengukuran curah
hujan harian maksimum dan waktu konsentrasi. Kemudian dihitung intensitas
curah hujan maksimum dengan menggunakan persamaan (10). Setelah itu
dihitung debit limpasan dengan menggunakan persamaan (9) dan kemudian
debit rencana dan debit limpasan dibandingkan.
4. Penentuan Dimensi Saluran Drainase
Parameter dalam perancangan dimensi antara lain :kecepatan maksimum
izin, kecepatan maksimum izin bergantung pada bahan pembuat saluran.
Kemudian jari-jari hidrolik, jari-jari hidrolik dihitungdengan menggunakan
persamaan (20). Parameter berikutnya yaitu luas penampang basah, luas
penampang basah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (21).
Selanjutnya perhitungan keliling basah saluran dilakukan setelah nilai jari-jari
hidrolik dan luas penampang basah saluran diperoleh.Keliling basah saluran
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (22). Setelah nilai luas
penampang basah dan keliling basah saluran diperoleh, nilai kedalaman aliran
dihitung dengan menggunakan persamaan (23). Rumus manning digunakan
untuk menghitung nilai B dan nilai h. Perhitungan tersebut dilakukan dengan
menggunakan persamaan (24) dan persamaan (25).Tinggi jagaan dibuat
dengan menggunakan acuan berdasarkan beberapa sumber seperti pada Tabel
3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Aliran dan Tata Letak Saluran


Lahan pertanian di Desa Leuwisadeng Kabupaten Bogor, Jawa Barat
memiliki topografi lahan yang relatif tidak rata karena lahan ini berada di daerah
pegunungan, dapat dilihat pada Gambar 6. Menurut letak geografisnya, tempat
penelitian ini berada pada 106o 4 ’ 9. 4 – 106 o 4 ’ . ” B dan 6o 4’
. 9” - 6o 4’ . 1” S. Lahan ini memiliki luas sebesar 4 ha. Kegiatan
pembangunan infrastuktur di lahan pertanian ini masih berlangsung karena lahan
ini akan dijadikan lahan pertanian terpadu. Luas dan jenis penggunaan lahan
tersaji pada Tabel 5 dan Gambar 8.

Tabel 5 Jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian


No Uraian Luas (m2)
1 Lahan Pertanian Padi 31000
2 Lahan Perkebunan 7400
3 Lahan perikanan 2000
Total 40400
18

Gambar 8 Master plan lokasi penelitian


19

Berdasarkan kondisi eksisting, hanya terdapat tiga jenis kegiatan dalam


lokasi penelitian yaitu perkebunan manggis, perikanan, dan pertanian padi. Lahan
perkebunan terdapat pada Catchment Area 1, lahan perikanan terdapat pada
Catchment Area 6, dan lahan pertanian padi terdapat pada Catcment Area 2,3,4,5,
dan 8. Gambar Catchment Area dapat dilihat pada Lampiran 7.
Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, lahan yang sudah terbangun
lebih sedikit dibanding dengan lahan bervegetasi. Kondisi ini akan menambah air
hujan yang terinfiltrasi kedalam tanah dan sebagian kecil menjadi limpasan. Pada
lahan bervegetasi lebat air hujan yang jatuh akan tertahan pada vegetasi dan
meresap ke dalam tanah melalui vegetasi dan seresah daun di permukaan tanah,
sehingga limpasan permukaan yang mengalir kecil (Scwab, et al 1981). Pada
lahan terbuka atau tanpa vegetasi air hujan yang jatuh sebagian besar menjadi
limpasan permukaan yang mengalir menuju sungai, sehingga aliran sungai
meningkat dengan cepat.
Pengukuran debit secara langsung di lapangan sangat dibutuhkan untuk
mengetahui besaran debit aktual yang terjadi pada saluran kolektor. Berdasarkan
hasil tracing di lapangan dan menggunakan bantuan site plan, maka dapat
ditentukan lokasi pengukuran debit aktual di saluran kolektor. Masing – masing
saluran memiliki karakteristik yang berbeda. Lahan pertanian ini memiliki 2
saluran kolektor dan 8 saluran lapangan (field drain). Saluran kolektor adalah
saluran yang mengumpulan dan menyalurkan air dari beberapa saluran lateral atau
saluran lapangan. Saluran lapangan (field drain) adalah saluran yang menyalurkan
air limpasan dari suatu lahan ke saluran kolekto ratau ke sungai (Feyen 1980),
dengan demikian perhitungan debit saluran kolektor yaitu dari penjumlahan debit
saluran lapangan (field drain). Perhitungan debit saluran lapangan (field
drain)menggunakan metode rasional seperti pada Persamaan (9). Gambar saluran
dan catchment area dapat dilihat pada Lampiran 7. Saluran kolektor 1
menyalurkan air dari saluran lapangan (field drain) 2 dan 3, sedangkan saluran
kolektor 2 menyalurkan air dari saluran lapangan (field drain) 7 dan 8 dapat
dilihat pada Lampiran 9. Kedua saluran kolektor terbentuk dari tanah liat,
sehingga rawan akan erosi akibat pengiikisan air. Karakteristik saluran dapat
dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik saluran berbentuk persegi


Deskripsi Kolektor 1 Kolektor2
Jenis Saluran Tanah liat Tanah liat
Panjang saluran, L (m) 35 30
Kemiringan Saluran, S (%) 1.2 1.3
Lebar dasar saluran, b (m) 0.4 0.3
Kedalaman saluran, h (m) 0.34 0.25
Waktu Konsentrasi, tc (menit) 9.2 9.2

Waktu konsentrasi dipengaruhi oleh panjang dan kemiringan saluran yang


dimiliki oleh masing masing saluran. Waktu konsentrasi yang dimiliki oleh
saluran kolektor 1 sebesar 3.2 menit dan saluran kolektor 2 sebesar 2.6 menit.
Perhitungan tc dapat dilihat pada Lampiran 6.
20

Pola jaringan drainase dibagi menjadi dua tipe yaitu natural grid system dan
parrarel grid system. Penentuan bentuk sistem (pola jaringan) drainase tersebut
didasarkan pada kemiringan lahan di saluran kolektor yang mengumpulkan air
dari saluran lapangan (field drain) dan membawanya ke saluran utama untuk
dibuang ke sungai (Feyen 1980). Berdasarkan hasil tracing saluran, lahan
pertanian ini memiliki pola jaringan drainase natural grid system seperti pada
Gambar 2. Penentuan pola aliran drainase tipe natural system karena sebagian
besar saluran drainase berbentuk saluran lapangan (field drain), sehingga air
limpasan langsung dibuang ke sungai melalui saluran lapangan dan sebagian
melalui saluran kolektor. Semua saluran lapangan dapat menampung debit
maksimum dan air limpasan tidak pernah meluap. Air limpasan pada saluran
lapangan (field drain) 6 sering meluap, dikarenakan debit yang terlalu besar serta
kapasitas saluran yang kecil, yaitu dengan lebar dasar saluran sebesar 0.25 m dan
kedalaman saluran sebesar 0.17 m, dimensi saluran lapangan 6 dapat dilihat pada
Lampiran 10. Menurut Dep PU (1986), nilai dimensi yang optimal untuk saluran
persegi adalah lebar dasar saluran sebesar 0.4 m dan kedalaman saluran 0.8 m.
Perlu adanya penambahan kapasitas saluran dengan cara pendalaman saluran dan
pelebaran saluran pada saluran lapangan (field drain) 6.

Hidrograf Saluran
Berdasarkan hasil pengukuran debit dilapangan, intensitas hujan
mempengaruhi debit limpasan pada saluran. Seiring terjadinya peningkatan
intensitas hujan maka akan terjadi pula peningkatan debit puncak dan waktu
puncak yang lebih pendek (Froehlich 1990). Pengukuran dilakukan di saluran
kolektor 1 dengan menggunakan alat ukur hujan dan sekat ukur untuk mengukur
debit. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali untuk mendapatkan data yang
valid. Seharusnya pengukuran dilakukanpada bulan November sampai dengan
bulan Desember karena pada bulan tersebut curah hujan relatif tinggi. Mengingat
waktu yang terbatas pada saat penelitian, pengukuran dilakukan pada bulan Juli
dan Agustus. Hasil pengukuran curah hujan, dan debit saluran kolektor 1 tersaji
pada Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9.

Tabel 7 Hasil pengukuran curah hujan dan debit saluran pada 25 Juli 2017
Menit Curah Hujan Debit Menit Curah Hujan Debit
3
ke- (mm) (m /detik) ke- (mm) (m3/detik)
0 0 0.002 60 0.2 0.026
5 0.1 0.002 65 - 0.024
10 0.2 0.006 70 - 0.021
15 0.3 0.009 75 - 0.021
20 0.6 0.014 80 - 0.019
25 0.8 0.028 85 - 0.016
30 0.6 0.036 90 - 0.014
35 0.2 0.042 95 - 0.011
40 0.2 0.035 100 - 0.006
45 0.2 0.032 105 - 0.005
50 0.2 0.032 110 - 0.002
55 0.2 0.026 115 - 0.002
21

Debit puncak saluran kolektor 1 pada kejadian hujan pertama mencapai


0.042 m3/det dan curah hujan maksimum sebesar 0.8 mm. Hujan terjadi selama 60
menit. Menurut Froehlich (1990), besarnya nilai debit limpasan sangat ditentukan
oleh besarnya intensitas serta durasi hujan yang terjadi di suatu wilayah selama
waktu konsentrasi, luas daerah pengaliran dan koefisien limpasan. Penentuan
kapasitas saluran yang didasarkan pada besarnya debit puncak limpasan berguna
untuk perancangan suatu saluran drainase.

Tabel 8 Hasil pengukuran curah hujan dan debit saluran pada 29 Juli 2017
Menit Curahujan Debit Menit Curahujan Debit
ke- (mm) (m3/detik) ke- (mm) (m3/detik)
0 0 0.002 45 0.3 0.042
5 0.2 0.002 50 0.1 0.032
10 0.8 0.009 55 0.1 0.031
15 0.2 0.018 60 0.1 0.028
20 0.6 0.026 65 - 0.026
25 1.0 0.046 70 - 0.025
30 1.2 0.068 75 - 0.016
35 0.6 0.095 80 - 0.009
40 0.3 0.082 85 - 0.002

Debit puncak saluran kolektor 1 pada kejadian hujan kedua mencapai


0.095m3/det. Kemudian nilai curah hujan tertinggi yaitu sebesar 1 mm pada menit
ke- 25. Lama kejadian hujan yaitu selama 60 menit. Nilai debit berbanding lurus
dengan nilai curah hujan. Sehingga jika curah hujan tinggi, maka debit akan
tinggi.

Tabel 9 Hasil pengukuran curah hujan dan debit saluran pada 9 Agustus 2017
Menit Curah Hujan Debit Menit Curah Hujan Debit
ke- (mm) (m3/detik) ke- (mm) (m3/detik)
0 0 0.002 70 0.5 0.027
5 0.3 0.003 75 0.4 0.026
10 0.3 0.004 80 0.3 0.014
15 0.4 0.008 85 0.1 0.011
20 0.6 0.016 90 0.1 0.01
25 0.8 0.029 95 0.1 0.009
30 1.4 0.045 100 - 0.009
35 1.0 0.057 105 - 0.009
40 0.8 0.048 110 - 0.008
45 0.8 0.031 115 - 0.006
50 1.2 0.038 120 - 0.004
55 0.9 0.047 125 - 0.003
60 0.8 0.034 130 - 0.002
65 0.6 0.032 135 - 0.002
22

Debit puncak saluran kolektor 1 pada kejadian hujan kedua mencapai 0.057
m3/det. Kemudian nilai curah hujan tertinggi yaitu sebesar 1.4 mm pada menit ke-
30. Lama kejadian hujan yaitu selama 95 menit. Nilai debit berbanding lurus
dengan nilai curah hujan. Sehingga jika curah hujan tinggi, maka debit akan
tinggi.
Hidrograf adalah suatu grafik yang menunjukkan keragaman limpasan
(dapat juga muka air, kecepatan, beban sedimen dan lain-lain) dengan waktu.
Hidrograf periode pendek terdiri atas cabang naik puncak/maksimum dan cabang
turun. Dari data pengukuran curah hujan dengan alat ukur hujan yang dibuat
menyerupai ombrometer dan hasil pengukuran debit saluran ketika hujan di
saluran kolektor, dihasilkan hidrograf saluran drainase padasaluran kolektor pada
setiap kejadian hujan. Berdasarkan hasil analisis hidrograf saluran dengan
menggunakan ms. excel, diperoleh hidrograf saluran kolektor 1 untuk setiap waktu
pengukuran yang tersaji pada Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11.

0.08 0

0.5
0.06

Curah Hujan (mm)


1
Debit (m3/s)

0.04 1.5

0.02 2

2.5
2E-17
0 20 40 60 80 100 120 140 3
-0.02 3.5
Waktu

CH Direct runoff

Gambar 9 Hidrograf aliran pada saluran kolektor 1 tanggal 25 Juli 2017

0.2 0
0.5
0.16
Debit (m3/s)

1
Curah Hujan (mm)

0.12 1.5
0.08 2
2.5
0.04
3
0 3.5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Waktu

CH Direct runoff

Gambar 10 Hidrograf aliran pada saluran kolektor 1 tanggal 29 Juli 2017


23

0.1 0

0.08 1

Curah Hujan (mm)


Debit (m3/s)
0.06 2

0.04 3

0.02 4

0 5
0 20 40 60 80 100 120 140 160
Waktu

CH Direct runoff

Gambar 11 Hidrograf aliran pada saluran kolektor 1 tanggal 9 Agustus 2017

Gambar 9, Gambar 10, dan Gambar 11 menunjukan perbedaan debit pada


saluran kolektor 1 untuk setiap kejadian hujan. Debit yang dihasilkan berbeda
karena dipengaruhi oleh curah hujan pada setiap kejadian hujan. Kejadian hujan
pertama pada tanggal 25 Juli 2017 terjadi selama 60 menit. Berdasarkan Gambar
9, debit puncak sebesar 0.042 m3/det setelah 20 menit terjadinya hujan. Sementara
itu, Gambar 10 menunjukkan kejadian hujan pada tanggal 29 Juli 2017 dengan
debit tertinggi sebesar 0.095m3/det dan hujan terjadi selama 60 menit. Kemudian
pada Gambar 11 debit puncak yang diperoleh sebesar 0.057 m3/det pada menit ke
30 dan hujan terjadi selama 95 menit. Sifat hujan yang sangat mempengaruhi
bentuk hidrograf yaitu intensitas hujan, lama hujan dan arah gerak hujan. Hasil
analisis hidrograf saluran kolektor 1, menunjukkan bahwa nilai curah hujan dan
intensitas hujan yang tinggi akan mengakibatkan debit limpasan yang besar dan
tercapai lebih cepat. Berdasarkan hasil pengukuran sebanyak tiga kali kejadian
hujan didapatkan intensitas curah hujan tertinggi sebesar 19.8 mm/jam.
Diperlukan kajian yang lebih mendalam dengan kejadian intensitas hujan yang
lebih besar dari 19.8 mm/jam, untuk memperoleh unit hidrograf yang lebih
akurat.

Koefisien Drainase

Menurut Feyen (1980), koefisien drainase menggambarkan laju pengaliran


rata-rata limpasan yang dipindahkan oleh sistem drainase lapang ke outlet saluran
drainase di setiap luasan lahan (ha). Lahan pertanian di Leuwisadeng sebagian
besar dapat melewatkan air ke dalam tanah (infiltrasi) karena terdapat lahan
pertanian (perkebunan, persawahan, dan perikanan). Air limpasan merupakan
bagian dari curah hujan yang terjadi di suatu lahan yang terdapat pada saluran
permukaan. Debit yang berasal dari air limpasan dapat digunakan untuk
menentukan koefisien drainase. Menurut Froehlich (1990), besarnya nilai debit
limpasan sangat ditentukan oleh besarnya intensitas durasi hujan yang terjadi di
suatu wilayah selama waktu konsentrasi, luas daerah pengaliran dan koefisien
limpasan. Penentuan nilai koefisien drainase berdasarkan debit yang dihasilkan
berbanding lurus nilai debit, dan berbanding terbalik dengan luas penggunaan
24

lahan. Nilai koefisien drainase berdasarkan debit limpasan disajikan dalam Tabel
10.

Tabel 10 Nilai koefisien drainase


Q (m3/detik) Luas lahan (ha) Koefisien Drainase
(m3/detik/ha)
Q Aktual 0.559 5 0.1118
Q Rencana 0.047 5 0.0129

Nilai koefisien drainase pada kejadian hujan berbeda-beda bergantung


pada nilai debit yang diukur. Nilai koefisien drainase dari debitaktual sebesar
0.1118 m3/detik/ha, sedangkan nilai koefisien drainase dari debit rencana sebesar
0.0129m3/detik/ha.MenurutAhmadi (1995), pemilihan dan penggunaan koefisien
drainase yang sesuai selalu menjadi masalah dalam mendesain sistem
drainase.Penggunaan nilai yang rendah akan mengurangi efektivitas sistem
drainase, sedangkan penggunaan nilai tinggi akan meningkatkan biaya
sistem.Nilai koefisien drainase yang didapat merupakan nilai koefisien
drainaseyang terjadi setiap jenis dan luas penggunaan lahan.Hasil analisis
menunjukkanbahwa setiap perbedaan besarnya curah hujan dan jenis penggunaan
lahan disetiap lokasi memberikan besarnya nilai koefisien drainase yang
berbeda.Nilai koefisien drainase aktualmemiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai koefisien drainase rencana, hal ini dapat disimpulkan
bahwa nilai koefisien drainase aktual dapat digunakan.Menurut Zulhakki (2013)
nilai koefisien drainase pada lahan pertanian padiseluas 15 ha dengan intensitas
hujan sebesar 17 mm/jam di Desa Sei Kabupaten Deli Serdang yaitu 0.164
m3/detik/ha.Nilai koefisien drainase tersebut mempunyai nilai yang lebih
tinnggidibandingkan dengan nilai koefisien drainase yang sudah dihitung yaitu
sebesar 0.1118 m3/detik/ha.Disarankan agar lahan disekitar lahan penelitian
menggunakan nilai koefisien drainase yang telah dihitung.

Dimensi Saluran

Perancangan dimensi saluran drainase bertujuan untuk membuang kelebihan


air akibat air irigasi dan air limpasan.Air irigasi sering menyebabkan genangan
karena kurangnya system yang mengatur irigasi tersebut diantaranya bangunan
hidrolika.Sumber utama dari kelebihan air yang membuat drainase diperlukan
pada bagian tanah irigasi adalah kehilangan akibat rembesan dari reservoir atau
saluran dan kehilangan akibat perkolasi yang dalam dari tanah irigasi.Air yang
efisien pada daerah irigasi yang lebih tinggi mengurangi keperluan drainase dari
daerah yang lebih rendah.Penggenangan dari daerah yang lebih rendah sejalan
dengan limpahan air irigasi pada saluran-saluran drainase alamiah selama periode
aliran maksimum merupakan pembentuk sumber kelebihan air pada suatu daerah
(Feyen 1980).Menurut Feyen (1980), kelebihan air akibat air irigasi dapat
dikurangi dengan membuat sistem jaringan drainase natural grid systemyang
terdiri dari beberapa saluran lapangan (field draine)dan saluran kolektor.Data
curah hujan harian maksimum yang digunakan adalah curah hujan harian
maksimum selama 10 tahun dari tahun 2007 sampai 2016 yang diperoleh dari
BMKG Dramaga Bogor dapat dilihat pada Lampiran 5. Analisis curah hujan ini
25

dapat diproses dari data curah hujan yang terjadi pada masa lampau.Penentuan
hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data curah hujan harian
maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.
Menurut Basuki et al(2009) curah hujan rencana adalah curah hujan harian
maksimum yang mungkin terjadi dalam periode waktu tertentu misal 5 tahunan,
10 tahunan dan seterusnya.
Data curah hujan tersebut digunakan untuk menentukan curah hujan rencana
dalam perencanaan hidrolika. Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam
distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yangpaling banyak digunakan
dalam bidang hidrologi yaitu distribusi normal, distribusi log normal, distribusi
Log Person III dan distribusi Gumbel.
Menurut Suripin (2004), ada empat parameter statistik yang berkaitan
dengan analisis data, yaitu: rata-rata, standar deviasi (S), koefisien variasi (Cv),
koefisien kurtosis (Ck) dan koefisien kemiringan (Cs). Nilai S, Cv, Ck, dan Cs
tersaji pada Tabel 12. Analisis parameter statistik dilakukan untuk mengetahui
distribusi frekuensi yang terbaik antara distribusi Normal dan Log person III.
Nilai analisis probabilitas hujan disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Analisis probabilitas hujan rencana (mm)


Periode
Ulang Normal Log Normal Log Person III Gumbel
(tahun)
2 123.630 120.857 121.608 121.149
5 146.736 146.128 146.412 143.054
10 158.839 161.408 160.753 157.558
25 170.667 177.884 177.162 175.882
50 180.019 192.094 188.345 189.476

Tabel 12 Hasil perhitungan S, Cs, dan Ck


Faktor Notasi Nilai
Standar Deviasi S 0.098
Koefisien Kemancengan Cs 0.229
Koefisien Kurtois Ck 3.232

Nilai standar deviasi mempengaruhi nilai variasi sebaran. Semakin rendah


nilai standar deviasi (S) maka sebaran data semakin homogen dan semakin akurat,
nilai standar deviasi (S) digunakan sebagai parameter analisis hidrologi karena
dapat menunjukkan keakuratan sebuah data. Selanjutnya dilakukan perbandingan
parameter distribusi probabilitas, berdasarkan nilai koefisien kemencengan (Cs),
koefisien variasi (Cv), dan koefisien kurtois (Ck). Hasil perbandingan dapat
dilihat pada Tabel 13.
26

Tabel 13 Perbandingan syarat distribusi dan hasil perhitungan


Hasil Perhitungan Syarat
Jenis distribusi
Cs Ck Cs Ck
Gumbel 0.229 3.232 Cs=1.14 Ck=5.4
Normal 0.229 3.232 Cs≈ Ck≈
Log normal 0.229 3.232 Cs=0.6785 Ck=3.8295
Log pearson III 0.229 3.232 selain dari nilai di atas

Jenis distribusi yang memenuhi syarat yaitu jenis distribusi Log Pearson
III. Selanjutnya, dilakukan uji kecocokan terhadap distibusi Log Pearson III
dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat ini dimaksudkan untuk
menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat
mewakili distribusi sampel data yang dianalisis. Hasil Uji Chi-Kuadrat dapat
dilihat pada Tabel 14. Uji Chi-Kuadrat memiliki faktor perhitungan seperti derajat
kebebasan (dk) yang digunakan sebesar 2 dan derajat kepercayaan (alpha) sebesar
0.05, sehingga menghasilkan nilai X2cr sebesar 5.991(Tabel 14).

Tabel 14 Faktor perhitungan ujichi kuadrat metode Log Person III


Faktor Nilai
Jumlah data (n) 10.000
Kelas distribusi (k) 4.300
Parameter (p) 2
Derajat kebebasan (dk) 2
Derajat kepercayaan (alpha) 0.05
Nilai X2cr 5.991

Luas lahan pertanian Lewuwisadeng tempat penelitian berlangsung yaitu 5


ha. Menurut Suripin (2004), pada luasan < 10 ha dapat digunakan periode ulang
hujan 2 tahun dan untuk luas lahan 10-100 ha dapat digunakan periode ulang
hujan 2-5 tahun seperti pada Tabel 15. Pada perancangan saluran drainase, periode
ulang yang digunakan adalah periode ulang 2 tahun, karena luas lokasi penelitian
< 10 ha. Berdasarkan hasil rekapitulasi data curah hujan pada periode ulang
tertentu yang disajikan pada Tabel 11, diketahui bahwa curah hujan rancangan
sebesar 121.608 mm.

Tabel 15 Periode ulang rencana


Luas DAS (ha) Periode Ulang Tahun Metode perhitungan debit banjir
< 10 2 Rasional
10 – 100 2-5 Rasional
101 – 500 5-10 Rasional
>500 10-25 Hidrograf Satuan

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Metode Rasional seperti


pada Persamaan (9), diperoleh debit rancangan padasetiap catchment area. Nilai
C tertimbang disajikan pada Tabel 16 dan nilai tersebut dihitung dengan
mempertimbangkan luasan dari penggunaan lahan secara proporsional, dengan
27

menggunakan persamaan (8). Nilai debit saluran pada setiap catchment area
berbeda-beda dan dapat dilihat pada Lampiran 7, karena nilai koefisien limpasan
(C) yang berbeda pada setiap penggunaan lahan. Nilai C untuk daerah perkebunan
sebesar 0.2, untuk daerah pertanian padi sebesar 0.5, sedangkan untuk daerah
perikanan sebesar 0.3. Nilai debit terbesar adalah pada saluran lapangan 7 yaitu
sebesar 7.9 liter/detik. Nilai debit ini sebagai acuan untuk perancangan saluran
agar saluran dapat menampung debit rencana yang sudah dihitung sebelumnya.
Nilai debit rancangan disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Nilai debit rencana setiap catchment area


Catchment Area Koefisien Intensitas Luas Lahan Debit Rencana (Qn)
Limpasan hujan (I) (A) (liter/detik)
(C) (mm/jam) (km2)
1 0.2 9.8 0.0074 4

2 0.5 9.8 0.0114 15


3 0.5 9.8 0.0053 7.2
4 0.5 9.8 0.0050 6.8
5 0.5 9.8 0.0028 3.8
6 0.3 9.8 0.0020 1.6
7 0.5 9.8 0.0058 7.9
8 0.5 9.8 0.0029 3.9

Hasil analisis debit rencana sesuai dengan metode yang diberikan Dinas
Pekerjaan Umum pada tahun 2003 mengenai persamaan kontinuitas. Penanganan
untuk saluran yang kapasitasnya tidak mencukupi antara lain dengan melakukan
normalisasi atau pengerukan sedimen, penambahan tinggi saluran dan pembuatan
saluran baru.
Terdapat 2 saluran kolektor pada lahan pertanian Leuwisadeng. Saluran
kolektor mempunyai debit yang lebih besar dibandingkan dengan saluran
lapangan (field drain).Saluran kolektor 1 mengumpulkan air permukaan dari
Catchment Area sebelah Timur proyek seluas 1.67 ha, sedangkan kolektor 2
mengumpulkan air permukaan dari Catchment Area sebelah Barat proyek seluas
0.87 ha. Perhitungan debit pada saluran kolektor 1 dan kolektor 2 didapatkan dari
penjumlahan beberapa debit rencana saluran lapangan (field drain). Debit rencana
kolektor 1 sebesar 22,2 liter/detik, yang didapatkan dari penjumlahan debit
rencana saluran lapangan 2 dan saluran lapangan 3. Debit saluran kolektor 2
sebesar 11,8 liter/detik, yang diperoleh dari penjumlahan debit rencana saluran
lapangan 7 dan saluran lapangan 8. Gambar skema saluran kolektor dan saluran
lapangan (filed drain) dapat dilihat pada Lampiran 9. Penentuan lebar dasar
saluran (B) dan kedalaman saluran (h) dipengaruhi oleh besarnya debit rencana.
Sementara itu, saluran kolektor 1 memiliki debit rencana sebesar 22.2 liter/detik
dan saluran kolektor 2 memiliki debit rencana sebesar 11.8 liter/detik. Penentuan
nilai B dan h diperoleh dengan menggunakan persamaan manning, sehingga
didapat nilai-nilai seperti pada Tabel 17.
28

Tabel 17 Hasil analisis kriteria rancangan hidrolika saluran beton

Parameter Kolektor 1 Kolektor 2 Dep PU 1986


Luas daerah (ha) 1.67 0.87 -
Kecepatan aliran , v (m/det) 3.00 3.00 3.00
Luas penampang, A (m2) 0.18 0.16 0.24
Lebar Dasar Saluran, B (m) 0.40 0.35 0.40
Kedalaman Air, h (m) 0.60 0.60 0.60
Freeboard , W (m) 0.20 0.10 0.20
Kedalaman Saluran, H (m) 0.80 0.70 0.80
Keliling Penampang Basah, P (m) 1.54 1.48 1.60
Jari-jari Hidrolik, R (m) 0.14 0.14 0.15
Kekasaran manning, n 0.025 0.025 0.025

Rancangan dimensi untuk saluran kolektor 1 adalah lebar dasar saluran 0.4
m dan kedalaman saluran 0.8 m. Berdasarkan KP-03 dimensi saluran drainase
persegi memiliki lebar dasar saluran 0.4 m dan kedalaman saluran 0.8 m.
Rancangan dimensi untuk saluran kolektor 2 adalah lebar dasar saluran 0.35 m
dan kedalaman saluran 0.7 m. Menurut Feyen (1980), besarnya dimensi
penampang saluran drainase tergantung pada besarnya debit yang dialirkan.
Penentuan rancangan didasarkan pada kecepatan maksimum yang diizinkan dan
kisaran nilai debit yang berhubungan dengan rasio perbandingan B/h yang
disarankan (Dep PU 1986). Nilai rancangan masih mendekati nilai standar acuan
Dep PU (1986), sehingga disimpulkan dimensi yang dirancang sudah sesuai.
Dimensi saluran berdasarkan DepPU(1986) disajikan pada Gambar 12.

800

600

400

Gambar 12 Dimensi saluran drainase persegi berdasarkan Dep PU

Rancangan untuk saluran lapangan (field drain) berbentuk persegi menurut


Dep PU (1986) adalah nilai B 0.4 m, nilai H 0.8 m dan tinggi jagaan 0.2 m, dan
mampu menampung debit sebesar 0.007 m3/detik. Hasil perhitungan yang telah
dilakukan hanya menunjukkan dimensi optimal berdasarkan debit rencana 2
tahunan karena luas DTA kurang dari 10 ha. Disarankan dimensi saluran yang
digunakan pada lahan pertanian Leuwisadeng menggunakan dimensi yang sudah
dirancang, karena sudah memenuhi standar yang berlaku dan sesuai dengan
kondisi lapangan.
29

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Pola jaringan drainase lahan pertanian Leuwisadengtergolong pola jaringan


drainase natural grid system. Sebagian sebagian besar saluran drainase
berbentuk saluran lapangan (field drain), sehingga air limpasan langsung
dibuang ke sungai melalui saluran lapangan dan sebagian melalui saluran
kolektor.
2. Nilai koefisien drainasepada lahan pertanian Leuwisadeng sebesar 0.1118
m3/detik/ha dengan debit sebesar 0.559 m3/detik pada luas lahan 5 ha.
3. Debit rencana saluran kolektor 1 sebesar 22.2 liter/detik dan mengumpulkan
air permukaan dari Catchment Area bagian Timur proyek seluas 1.67 ha.
Debit saluran kolektor 2 sebesar 11.8 liter/detik dan mengumpulkan air
permukaan dari Catchment Area bagian Barat proyek seluas 0.87 ha.
4. Hasil rancangan dimensi saluran adalah :
a). Saluran kolektor 1 mempunyai lebar dasar saluran 0.4 m dan kedalaman
saluran 0.8 m.
b).Saluran kolektor 2 mempunyai lebar dasar saluran 0.35 m dan kedalaman
saluran 0.7 m
c). Saluran lapangan (field drain)mempunyailebar dasar saluran 0.4 m dan
kedalaman saluran 0.8 m.

Saran

1. Perlu adanya penambahan kapasitas saluran dengan cara memperdalam


saluran dan menambah lebar saluran pada saluran lapangan (field drain) 6.
2. Diperlukan kajian yang lebih mendalam dengan kejadian intensitas hujan
yang lebih besar dari 19.8 mm/jam, untuk memperoleh unit hidrograf yang
lebih akurat.
3. Disarankan agar lahan di sekitar lahan penelitian menggunakan nilai
koefisien drainase yang telah dihitung.
4. Disarankan dimensi saluran yang digunakan pada lahan pertanian
Leuwisadeng menggunakan dimensi yang sudah dirancang, karena sudah
memenuhi standar yang berlaku dan sesuai dengan kondisi lapangan.
30

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi MZ. 1995. A Field Approach To Estimation Of Humid Area Drainage


coefficients. Elsevier Science. Agricultural Water Management 29 (1955)
101-109.
Basuki, Winarsih I, Adhyani N L. 2009. Analisis Periode Ulang Hujan
Maksimum Dengan Berbagai Metode (Return Period Analyze Maximum
Rainfall With Three Method).Journal Agroment 23(2): 76-92.
Chow V.T. 1964. Handbook of Applied Hydrology. New York (US) : Graw-Hill
Book Company.
Departemen Pekerjaan Umum[Dep PU]. 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP-
03 Kriteria Perencanaan Bagian Saluran. Jakarta (ID): Departemen PU.
Dhakal N, Fang X, Cleveland TG , ThompsonDB, Asquith HW,Marzen LJ. 2012.
Estimation of Volumetric Runoff Coefficients for Texas Watersheds Using
Land-Use and Rainfall-Runoff Data. Journal of Irrigation and Drainage
Engineering138 (1): 43–54.
Feyen J. 1980. Drainage of Irrigated Land. London (UK): Batsford Academic and
Educatonial Ltd, Katholieke Universitet Leuven, Center for
IrrigationEngineering.
Froehlich DC. 1990. Duration Rainfall Intensity Equations for Urban Drainage
Design. New York (US) :John Wiley and Sons. Inc.
Harto BR. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
Kusumadewi DA, Djakfar L, Bisri M. 2012. Arahan Spasial Teknologi Drainase
Untuk Mereduksi Genangan di Sub Daerah Aliran Sungai Watu bagian hilir.
Jurnal Teknik Pengairan. 3(2): 259-260.
Mardianto S, Kariyasa K, Maulana M. 2005. Kebijakan Lokasi Program
Perbaikan Irigasi Berdasarkan Peluang Peningkatan Indeks Pertanaman (IP).
Analisis Kebijakan Pertanian. 3(1): 12-19.
Pania HG, Tangkudung H, Kawet L, Wuisan EM. 2013. Perencanaan sistem
drainase kawasan kampus Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Sipil Statik.
1(3):164-170.
Pungut A.S. 2009. Penentuan Dimensi Saluran Drainase Lahan Secara Empirik.
Jurnal Agritek: 17(3) : 80-83.
Rapar S M E, Mananoma T, Wuisan E M, Binilang A. 2014. Analisis Debit Banjir
Sungai Tondano Menggunakan Metode HSS Gama I dan HSS Limantara.
Jurnal Sipil Statik 2(1):13-21
Schwab GO, Frevert RK, Edminster TW, Barnes KK. 1981. Soil and Water
Conservation Engineering. New York (US): John Wiley and Sons. Inc.
Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Subagyo S, penerjemah. Jogjakarta(ID):
Gadjah Mada University Press.
Sriyono E. 2012. Analisis Debit Banjir Rancangan Rehabilitasi Situ Sidomukti.
Jurnal Teknik. 2(2):78-87.
Subagyono K, Dariah A, Surmaini E, Kurnia U. 2004. Pengelolaan Air pada
Tanah Sawah. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat
Suripin.2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta
(ID):And
31

Zakaria A. 2013. Analisis Sensitifitas Distribusi Frekuensi Kala Ulang Metode


Plotting Position.Jurnal Rekayasa. 17(3): 195-204.
Zulhakki.2013. Evaluasi Metode Penentuan Modulus Drainase.Jurnal Rekayasa
Pangan. 1(2) : 78-79
32

LAMPIRAN
32
31

Lampiran 1 Nilai koefisien kekasaran Manning (n)

Nilai n
No. Tipe saluran dan jenis bahan
minimum Normal Maksimum
1 Tanah, lurus, dan seragam
Bersih baru 0.016 0.018 0.020
Bersih telah melapuk 0.018 0.022 0.025
Berkerikil 0.022 0.025 0.030
Berumput pendek, sedikit tanaman 0.022 0.027 0.033
pengganggu
2 Saluran dalam
Bersih lurus 0.025 0.030 0.033
Bersih, berkelok-kelok 0.033 0.040 0.045
Banyak tanaman pengganggu 0.050 0.070 0.080
Dataran banjir berumput 0.025 0.030 0.035
pendek – tinggi
Saluran di belukar 0.035 0.050 0.070
3 Beton
Gorong gorong lurus dan bebas dari kotoran 0.010 0.011 0.013
Gorong – gorong dengan lengkungan dan
sedikit kotoran/gangguan 0.011 0.013 0.014
Beton dipoles
Saluran pembuang dengan bak control
0.011 0.012 0.014
0.013 0.015 0.017
Sumber : Chow (1964)
31
33

Lampiran 2 Nilai Koefisien Limpasan (C) Berdasarkan Tanaman Penutup Lahan


No Tanaman Penutup Tanah Koefisien C untuk Laju Hujan
dan Kondisi Hidrologi
25 mm/jam 100 mm/jam 200 mm/jam
1 Tanaman dalam baris, 0.63 0.65 0.66
buruk
2 Tanaman dalam baris, baik 0.47 0.56 0.62
3 Padian, buruk 0.38 0.38 0.38
4 Padian, baik 0.18 0.21 0.22
5 Padang rumput potong, 0.29 0.38 0.39
pengaliran tanaman, baik
6 Padang rumput, 0.02 0.17 0.23
penggembalaan tetap, baik
7 Hutan dewasa, baik 0.02 0.10 0.15
Sumber : Schwab et al (1981)

Lampiran 3 Nilai Koefisien Limpasan (C) Berdasarkan Tekstur Tanah


Lahan Lereng (%) Tekstur Tanah
Lempung
Berpasir Liat Berdebu Liat Berat

Hutan 0–5 0.10 0.30 0.40


5 – 10 0.25 0.35 0.50
10 – 30 0.30 0.50 0.60
Padang 0–5 0.10 0.30 0.40
Rumput
5 – 10 0.15 0.35 0.55
10 – 30 0.20 0.40 0.60
Pertanian 0–5 0.30 0.50 0.60
5 – 10 0.40 0.60 0.70
10 – 30 0.50 0.70 0.80
Sumber : Schwab et al (1981)
1
34

Lampiran 4 Nilai Koefisien Limpasan Berdasarkan Tata Guna Lahan


Macam daerah Koefisien limpasan (C)
1 Daerah perdagangan :

- Pertokoan 0.70 – 0.90

- Pinggiran 0.50 – 0.70

2 Pemukiman :

- Perumahan satu keluarga 0.30 – 0.50

- Perumahan berkelompok 0.40 – 0.60

- Suburban 0.25 – 0.40

- Daerah apartemen 0.50 – 0.70

3 Perkebunan heterogen 0.10 – 0.20

4 Industri :

- Daerah industri ringan 0.50 – 0.70

- Daerah industry berat 0.60 – 0.80

5 Taman 0.10 – 0.25

6 Tempat bermain 0.20 – 0.30

7 Pertanian 0.20 – 0.50

8 Daerah stasiun kereta api 0.20 – 0.40

9 Daerah belum diperbaiki 0.10 – 0.30

10 Jalan 0.70 – 0.95

11 Bata :

- Jalan, hamparan 0.75 – 0.85

- Atap 0.75 – 0.95


12 Perikanan 0.20 – 0.30

Sumber : Schwab, et al (1981)


35 1

Lampiran 5 Curah hujan maksimum tahunan tahun 2007-2016

Tahun Curah Hujan Maksimum (mm)


2007 155,5
2008 104,5
2009 115,1
2010 144,5
2011 97,6
2012 123,1
2013 136,8
2014 169,1
2015 81,5
2016 108,6
Sumber : BMKG Stasiun Dramaga

Lampiran 6 Perhitungan nilai intensitas hujan

.
.
tc = ( )
1 s

.
. 1
tc = (1 )
. 1

tc = 9.2 menit
I = 121.608mm/9.2 menit
= 9.8 mm/jam
2
Lampiran 7 Catchment Area
36

CM
Lampiran 8 Arah Aliran Drainase 37

CM
Lampiran 9 Skema aliran drainase 38
Lampiran 10 Potongan A-A dan Potongan B-B Saluran 6 39

CM
40

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro pada tanggal 23 Oktober 1995.


Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak
Eko Budi Cahyono dan Ibu Suci Fahmawati. Penulis menyelesaikan
pendidikan dasar pada tahun 2007 di SDN 49 Sumberjo Bojonegoro.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMPN 1
Leuwiliang Bogor hingga tahun 2010. Setelah itu penulis menamatkan
pendidikan menengah atas pada tahun 2013 di SMAN 1 Leuwiliang
Bogor. Selanjutnya, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN. Penulis mengambil program
studi Teknik Sipil dan Lingkungan. Selama kuliah di IPB, penulis menjadi
anggota dari Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan
(HIMATESIL) pada periode 2014-2015 dan menjadi anggota divisi medis
dalam kegiatan “Pondasi 2015”. Selain itu, penulis pernah menjadi panitia
dalam kegiatan Seminar NasionalIndonesian Civil and Enginering
Festival (ICEF) pada tahun 2014 dan 2015, di Institut Pertanian Bogor.Penulis pernah menjuarai
lomba bulutangkis SD tingkat Kabupaten Bojonegoro, dan pernah menjadi juara 2 Fateta Art
Contest (FAC) di cabang Standup Comedy. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan (PL) yang
diselenggarakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian di PDAM Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor,
pada Juli – Agustus 2016 dan menyusun laporan dengan judul “Aspek Teknik Sipil dan
Lingkungan dalam Pengolahan Kualitas Air di Instalasi Cibungbulang PDAM Tirta Kahuripan-
Bogor”. Penulis melaksanakan penelitian dan menulis skripsi dengan judul “Perancangan
Hidrolika Saluran Drainase di Lahan Pertanian Beririgasi” dengan dibimbing oleh Dr. Ir.
Prastowo, M.Eng.

Anda mungkin juga menyukai