Sub DAS Cisadane Hulu merupakan kawasan yang berfungsi sebagai daerah
pelindung dan penyangga wilayah DAS Cisadane. Sub DAS Cisadane Hulu hingga
saat ini telah terjadi banyak alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan menyebabkan
terjadi perubahan fungsi hidrologi DAS seperti, sering terjadi banjir pada musim
penghujan, kekeringan pada musim kemarau, peningkatan laju erosi dan
sedimentasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perubahan tutupan lahan
tahun 2008 dan 2017, menganalisis hubungan curah hujan dengan debit aliran
sungai serta menganalisis pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap debit aliran
sungai di Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten dan Kota Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Perubahan tutupan lahan dianalisis luasannya dengan metode tumpang
tindih, rasio debit didapatkan dari debit maksimum harian tahunan per debit
minimum tahunan, koefisien aliran permukaan dihitung dengan menggunakan dua
metode perhitungan yaitu metode langsung dan pendekatan. Hasil dari Jenis
Tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu yang paling luas terkonversi ialah
pertanian lahan kering ke permukiman seluas 1180 ha, hutan tanaman ke pertanian
lahan kering campuran 352 ha, hutan lahan kering sekunder ke pertanian lahan
kering 245 ha, pertanian lahan kering campuran ke permukiman 141 ha. Hubungan
antara curah hujan dengan debit aliran sungai pada periode 2006-2018 di Sub DAS
Cisadane Hulu termasuk kategori cukup kuat dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 0.792. Perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap debit aliran sungai
yang ditunjukkan oleh peningkatan rasio debit maksimum dan minimum
(Qmax/Qmin), peningkatan rasio debit dari 8,17 (sangat baik) menjadi 10,10
(sedang). Koefisien aliran permukaan juga mengalami peningkatan dari 0,20
(sangat rendah) menjadi 0,23 (rendah).
Kata kunci: Daerah Aliran Sungai (DAS), debit aliran sungai, koefisien aliran
permukaan, perubahan tutupan lahan, rasio Qmax/Qmin
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2019 ini ialah
Daerah Aliran Sungai, dengan judul Analisis Perubahan Tutupan Lahan dan
Keterkaitannya dengan Debit Aliran Sungai di Sub DAS Cisadane Hulu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Andrea Emma Pravitasari SP
MSi dan Bapak Ir Wahyu Purwakusuma MSc selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir
Enni Dwi Wahjunie MSi selaku penguji. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Ibu Asri dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
Bogor, Mba Dini beserta staf Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Cliwung-
Cisadane, dan Pak Nurrohman beserta staf Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwng-
Cisadane yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, teman-tema Ilmu Tanah
52, Azimuth Ilmu Tanah IPB, IMKA IPB atas segala doa dan kasih dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Penelitian 6
2 Diagram Alur Penelitian 8
3 Peta Poligon Thiessen Sub DAS Cisadane Hulu 10
4 Peta Kemiringan Lereng DAS Cisadane 15
5 Peta Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu 2008 17
6 Peta Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu 2017 17
7 Grafik Tipe dan Luas Tutupan Lahan 2008-2017 18
8 Grafik Hubungan Curah Hujan dan Debit Aliran Sungai 19
9 Hasil Analisis Curah Hujan dengan Debit Aliran Sungai 23
DAFTAR LAMPIRAN
10 Curah Hujan Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018 32
11 Debit Minimum Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018 33
12 Debit Maksimum Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018 34
13 Rasio Debit Maksimum dan Minimum Bulanan Sub DAS Cisadane
Hulu 2006-2018 35
14 Debit Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
dapat diperkirakan perubahan pola debit aliran sungai sebagai akibat perubahan
penggunaan lahan di DAS Cisadane.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam
perancangan pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan sebagai pertimbangan
pemerintah daerah dalam penentuan kebijakan pembangunan daerah.
Sub DAS Cisadane Hulu termasuk ke dalam DAS Cisadane yang terdapat di
Kabupaten dan Kota Bogor. DAS merupakan tempat berlangsungnya proses
biofisik, sosial dan ekonomi. Penelitian ini hanya mengkaji masalah dalam aspek
biofisik saja. Aspek biofisik yang diamati terdiri dari curah hujan dan tutupan lahan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tutupan lahan suatu wilayah bersifat tidak permanen. Suatu lahan memiliki
kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Tutupan lahan dapat
berubah sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan kebudayaan manusia.
Perubahan pola pemanfaatan lahan ini akan memunculkan suatu fenomena dimana
satu pemanfaatan lahan dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya. Bentuk perubahan
tutupan lahan terjadi dalam dua bentuk yaitu perubahan dengan perluasan dan
perubahan tanpa perluasan untuk penggunaan tertentu. Perubahan tutupan lahan
pada suatu lokasi dapat terjadi dengan berubahnya tutupan lahan tersebut dari suatu
penggunaan tertentu ke penggunaan lainnya. Perluasan tutupan lahan untuk tujuan
tertentu sering terjadi di daerah pedesaan atau kawasan lindung misalkan area DAS
dimana lahan masih tersedia dalam jumlah yang luas. Sedangkan perubahan tanpa
perluasan wilayah sering disebut dengan pemadatan, pemadatan terjadi pada
wilayah perkotaan atau daerah-daerah tertentu dengan adanya faktor-faktor
pembatas. Pemadatan terjadi atas suatu penggunaan tertentu.
Perubahan tutupan lahan dapat bersifat permanen maupun sementara,
perubahan tutupan lahan merupakan bentuk konsekuensi logis adanya pertumbuhan
dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang
berkembang. Perubahan tutupan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan
3
orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Perubahan tutupan lahan
pertanian ke nonpertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya
luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-
aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan
orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat (Winoto et al. 1996).
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan bagian dari sistem hidrologis yang
bermula dari saat terjadinya presipitasi dan berakhir pada saat air masuk ke lautan
dan masuk ke udara bebas (Hasibuan 2005). Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang tecantum dalam Undang-Undang mengenai Sumberdaya Air No. 7 Tahun
2004 ialah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya. DAS berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Batas DAS di
darat merupakan pemisah topografis dan batas DAS di laut mencapai daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Menurut Arsyad, et al. (1985),
DAS merupakan suatu sistem ekologis di mana jasad hidup dan lingkungan fisik-
kimia berinteraksi secara dinamik dan di dalamnya terjadi keseimbangan energi dan
material yang masuk dan keluar. Sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai
terdiri dari empat sistem, yaitu : sistem air di permukaan DAS, sistem air di dalam
zona jenuh, sistem air di dalam tanah, dan sistem air di dalam jejaring aliran sungai
(Mahmudi 2002 ).
DAS Cisadane merupakan satu dari 15 DAS prioritas nasional yang disusun
dalam dokumen RPJMN 2015-2019. Adapun dasar penetapan DAS prioritas
tersebut ialah, daerah dengan hidroorologis kritis, ditandai dengan besarnya selisih
antara debit maksimum (musim hujan) dengan debit minimum (musim kemarau)
serta kandungan lumpur (sediment load) yang berlebihan, daerah yang telah,
sedang, atau akan dibangun bangunan vital dengan investasi besar, antara lain:
waduk, bendung, dan bangunan pengairan lainnya, daerah yang rawan terhadap
banjir dan kekeringan, daerah perladangan berpindah dan atau daerah penggarapan
tanah yang merusak lingkungan, daerah yang menyatakan tingkat kesadaran
masyarakat terhadap usaha konservasi tanah masih rendah, dan daerah dengan
kepadatan penduduk yang tinggi (P. 61 /Menhut-II/2014)
Berdasarkan karakteristik morfologi dan aliran sungainya, DAS dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bagian hulu dan bagian hilir. Daerah hulu sungai (upland
catchment) memiliki ciri berlereng curam, batasnya jelas, curah hujan tinggi dan
evapotranspirasi rendah. Sedangkan daerah hilir sungai (lowland catchment)
dicirikan oleh banjir pada saat hujan lebat, pada daerah yang curah hujannya agak
kurang maka banjir jarang terjadi dan secara umum pemukiman dan pengelolaan
lahan lebih intensif, pepohonan jarang, gradien sungai dan erosi rendah (Knapp,
1979). DAS merupakan satuan sistem hidrologi dengan masukan berupa air hujan
sehingga interaksi antar komponen sumberdaya dalam DAS dapat digambarkan
melalui suatu siklus pergerakan air. Dalam satuan hidrologi, DAS terdiri atas
masukan, proses dan keluaran. Masukan dalam sistem DAS adalah curah hujan
yang selanjutnya mengalami berbagai macam proses dan menghasilkan keluaran
berupa air dan sedimen. Keluaran yang dihasilkan dari masukan dalam DAS
4
bergantung dari masukan dan proses yang terjadi. Proses dalam DAS yang
mempengaruhi hasil keluaran yang dihasilkan terkait dengan karakteristik DAS.
Karakteristik tersebut meliputi curah hujan, jenis tanah, topografi, dan tutupan
lahan (Atmaja 2012).
Menurut Arsyad (2000), ada lima indikator yang dapat digunakan dalam
menilai interaksi dan keterpaduan tata air yang berkualitas dalam DAS, yaitu:
1) Kuantitas air: Kondisi kuantitas air sangat berkaitan dengan kondisi tutupan
vegetasi lahan di DAS yang bersangkutan. Bila tutupan lahan vegetasi lahan
DAS berkurang, maka dapat dikatakan perubahan kuantitas air akan terjadi.
Untuk itu, kegiatan yang menimbulkan pengurangan tutupan lahan pada
suatu tempat sebaiknya dilakukan dengan iringan usaha konservasi.
Indikator ini dapa dilihat dari besarnya air limpasan permukaan dan debit
air sungai;
2) Kualitas air: Selain dipengarui oleh tutupan vegetasi lahan, tata air yang
baik juga dipengaruhi oleh limbah domestik, limbah industri, kegiatan
pertanian dan perkebunan, serta pola tanam (pencemaran dan erosi).
Pengaruh tersebut dapat dilihat dari kondisi kualitas air dan limpasan pada
air sungai maupun air sumur di sekitarnya;
3) Perbandingan debit maksmum dan minimum: Perbandingan antara debit
puncak maksimum dengan debit puncak minimum merupakan indikator
kemampuan lahan untuk menyimpan air. Bila kemampuan DAS untuk
menyimpan air masih baik, maka fluktuasi debit air sungai pada musim
penghujan dan musim kemarau adalah kecil, sedangkan jika fluktuasi debit
air sungai pada musim penghujan dan musim kemarau bernilai besar berarti
menandakan kemampuan suatu DAS dalam menyimpan air sudah buruk.
Oleh karena itu, kemampuan lahan menyimpan air tergantung pada kondisi
permukaan lahan, seperti kondisi vegetasi dan tanah;
4) Curah hujan: Curah hujan dikatakan besar atau kecil tergantung pada
kondisi klimatologi daerah sekitarnya, sedangkan kondisi klimatologi
dipengaruhi oleh tutupan lahan ataupun aktivitas lainnya. Oleh karena itu,
terjadinya perubahan besar pada tutupan lahan akan berpengaruh terhadap
kimatologi dan juga curah hujan;
5) Tinggi permukaan air tanah berfluktuasi secara ekstrim: Hal ini bergantung
pada besarnya air masuk dalam tanah dikurangi dengan pemanfaatan air
tanah. Selain itu juga dipengaruhi oleh vegetasi, kelerengan, dan kondisi
tanahnya sendiri.
Aliran Permukaan
Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan atau presipitasi yang tidak
diserap oleh tanah dan alirannya menuju saluran-saluran sungai, danau, atau laut.
Sebagian dari aliran permukaan akan terinfiltrasi kedalam tanah dan bergerak
secara lateral melalui horison-horison tanah bagian atas menuju sungai yang
dinamakan aliran bawah permukaan. Sedangkan, aliran air yang terperkolasi dan
mengalir ke dalam tanah hingga masuk ke dalam sungai dinamakan aliran air bawah
tanah (Seyhan 1990).
Aliran permukaan mempunyai sifat yang dinyatakan dalam jumlah,
kecepatan, laju, dan gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini mempengaruhi
5
METODE
Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2019 di Sub
DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor dan sebagian kecil Kota Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Persiapan, pengolahan data, dan analisis data dilakukan di Studio Divisi
Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi penelitian disajikan pada
gambar 1.
Bahan
Alat
Tahapan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahapan yaitu (1) persiapan kegiatan;
(2) pengumpulan data ; (3) pengolahan data dan; (4) analisis data. Bagan alir
penelitian disajikan pada Gambar 2.
8
Mulai
Persiapan dan
pengumpulan data
Pengolahan data
curah hujan 3 stasiun
Peta Batas Pengolahan data debit
DAS aliran sungai Sub
Cisadane DAS Cisadane Hulu
Analisis data sebaran
curah hujan metode
Polygon Thiessen
Peta Batas Sub
DAS Cisadane Analisis data debit aliran
Hulu Nilai rataan sungai Sub DAS
bulanan Cisadane Hulu
curah hujan
Analisis Perubahan
Tutupan Lahan
Analisis hubungan curah
hujan dengan debit aliran
sungai Sub DAS
Cisadane Hulu
Peta Perubahan
Tutupan Lahan
Akhir
Persiapan Kegiatan
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa peta dan data sekunder. Peta yang
dikumpulkan yaitu peta tutupan lahan DAS Ciadane tahun 2008 dan 2017, peta
batas DAS Cisadane, dan peta administrasi DAS Cisadane. Data sekunder yang
dikumpulkan yaitu data debit aliran sungai dan data curah hujan. Data debit aliran
sungai dan data curah hujan yang digunakan mulai pada tahun 2006 yang mewakili
perubahan tutupan lahan tahun 2008 sampai tahun 2018 yang mewakili pengaurh
perubahan tutupan lahan tahun 2017.
Pengolahan Data
𝐿𝑈𝑖 2017−𝐿𝑈𝑖2008
Luas Perubahan Tutupan Lahan (%) =
𝐿𝑈𝑖 2008
𝑥 100
Keterangan:
LU : Luas tutupan lahan (ha)
i : Tipe tutupan lahan
𝑄𝑚𝑎𝑥
Rasio Debit =
𝑄𝑚𝑖𝑛
Rasio debit maksimum dengan minimum dianalisis secara deskriptif
berdasarkan klasifikasi dari Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Sungai dan
Hutan Lindung. Klasifikasi rasio debit disajikan pada tabel 2.
11
DRO= 𝑄 − 𝐵𝐹
Keterangan:
DRO : Direct Runoff (m3/detik)
Q : Debit Aliran (m3/detik)
BF : Base Flow (m3/detik)
𝑚3
𝐷𝑅𝑂( )×𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖×86400 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
DRO (mm) = × 1000
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐷𝐴𝑆 (𝑚2 )
Kemudian dihitung koefisien aliran permukaan dengan persamaan:
𝐷𝑅𝑂 (𝑚𝑚)
Koefisien Aliran Permukaan = 𝐶𝐻 (𝑚𝑚)
Nilai koefisien aliran permukaan didapatkan dari tabel hubungan antara
tutupan lahan dengan nilai koefsisen aliran permukaan menurut Manurung et al.
2013. Tabel hubungan tutupan lahan dengan nilai koefisien aliran permukaan
disajikan pada tabel 4.
Iklim
Jenis tutupan lahan yang terdapat di Sub DAS Cisadane hulu ialah hutan lahan
kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, perkebunan,
permukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah dan
semak/belukar. Data luas tutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu disajikan dalam
tabel 6.
Jenis tutupan lahan yang dominan pada tahun 2008 ialah pertanian lahan
kering, hutan lahan kering sekunder dan hutan tanaman dengan masing-masing luas
dan persentase sebesar 10938 ha (53,97%), 4522 ha (22,31%), dan 2285 ha (11,27%).
Sedangkan pada tahun 2017 terjadi perubahan pola tutupan lahan yang didominasi
oleh pertanian lahan kering, hutan lahan kering sekunder, permukiman dan hutan
tanaman dengan luas dan persentase sebesar 10624 ha (52,42%), 4201 ha (20,73%),
2625 ha (12,95%) dan 1657 ha (8,18%).
12000
10000
8000
Luas (ha)
6000
4000
2000
0
BA HLKP HLKS HT Pk Pm PLK PLKC Sw Sm
Tipe Tutupan Lahan
2008 2017
Gambar 7 menunjukkan bahwa pada tahun 2008 sampai tahun 2017 luas
tutupan lahan yang mengalami peningkatan ialah permukiman dan pertanian lahan
kering campur . Sedangkan luas tutupan lahan yang dominan mengalami penurunan
ialah pertanian lahan kering, sawah, hutan tanaman, perkebunan, dan hutan lahan
kering sekunder, serta pada tahun 2008 sampai tahun 2017 jenis tutupan lahan yang
cenderung tetap ialah hutan lahan kering primer.
Perubahan tutupan lahan ialah dinamika luas suatu jenis tutupan lahan dalam
periode waktu tertentu pada suatu wilayah. Menurut Hidayat et al. (2013)
perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap fluktuasi debit aliran sungai jika
tidak sesuai dengan kapasitas daya dukung lahan. Menurut Arsyad (2010) banjir
yang menggenangi lahan-lahan kota dan pedesaan atau pertanian pada musim hujan
sebagai akibat dari tidak tertampungnya aliran permukaan. Hal ini disebabkan
kemampuan tanah menyerap air semakin berkurang akibat dari kegiatan manusia
yang mengurangi kapasitas infiltrasi tanah dan kesempatan air untuk meresap
kedalam tanah salah satunya ialah kegiatan alih fungsi lahan yang sangat intensif.
Peta perubahan tutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu disajikan pada gambar 8.
BA 19 - - - - - - - - - 0
HLKP - 492 9 - - - - - - - 9
Pk - - - - 87 75 - - - - 75
Pm - - - - - - - 2625 - - 0
Sw - - - - - - - - 21 0
SB - - - - - - - - - 46 0
21
Curah hujan ialah suatu proses turunnya uap air dari atmosfer ke permukaan
bumi melalui proses siklus air, curah hujan biasanya dinyatakan dalam satuan
milimeter (mm). Curah hujan ialah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
aliran langsung, volume banjir, serta ketersediaan air pada suatu DAS (Wahyuni
2001). Curah hujan yang digunakan dalam pemanfaatan air dan pengendalian banjir
ialah curah hujan rata-rata dalam suatu DAS yang terdiri dari beberapa stasiun
pengamatan curah hujan. Dalam penentuan curah hujan wilayah DAS ini digunakan
metode Poligon Thiessen yang mempertimbangkan luasan cakupan repsresentasi
dari setiap stasiun pengamat curah hujan. Data curah hujan bulanan pada Sub DAS
Cisadane Hulu digunakan mulai pada tahun 2007-2018. Terdapat tiga stasiun yang
digunakan yaitu Stasiun Empang, Stasiun Pasir Jaya, dan Stasiun Citeko.
Debit aliran sungai jumlah air yang mengalir di suatu DAS per satuan waktu.
Debit aliran sungai dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi
neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan.
Pengukuran debit aliran sungai dilakukan dengan metode AWLR (Automatic Water
Level Recorder) data yang dihasilkan ialah data tinggi muka air yang kemudian di
konversi menjadi data debit dengan mengalikannya dengan persamaan lengkung
debit aliran sungai. Tabel curah hujan dan debit aliran sungai disajikan pada tabel
8. Data debit aliran sungai yang digunakan ialah dari stasiun pengamatan aliran
sungai Genteng, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
22
Tabel 8 Curah hujan dan debit aliran sungai Sub DAS Cisadane Hulu 2007-2018
Berdasarkan tabel 8 debit aliran sungai terendah ialah pada bulan September
yaitu 129,77 m3/detik dan tertinggi pada bulan Januari 355,38 m3/detik.
Berdasarkan data curah hujan dapat dilihat curah hujan September lebih kecil dari
bulan Januari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi curah hujan maka
semakin tinggi pula debit aliran sungainya. Curah hujan terendah ialah pada bulan
Agustus yaitu 122,36 mm sedangkan curah hujan tertinggi ialah pada bulan Januari
yaitu 439,65 mm.
400
355,38
350 349,41
327,32
300 323,5
278,64 318,61
Curah Hujan (mm)
250 257,77
200 205,52
180,3 171,35
150 152,58
129,77
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Debit (m3/detik)
Gambar 9 Hasil analisis korelasi curah hujan dengan debit aliran sungai
Debit aliran adalah laju aliran aliran air yang melewati suatu penampang
melintang per satuan waktu (Asdak 2002). Data debit diambil salah satu Stasiun
Pengamat Arus Sungai Sungai (SPAS) yang diharapkan dapat mewakili dan
menggambarkan kondisi debit yang terjadi pada DAS atau Sub DAS. Data debit
yang digunakan yaitu data debit dari tahun 2000 sampai tahun 2018 tetapi terdapat
data yang kosong yaitu pada tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 karena keterbatasan
data. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993) pengamatan debit dalam jangka
waktu yang panjang dapat memberikan manfaat yaitu estimasi ketersediaan air,
prediksi terjadinya banjir, dan melihat hubungan penggunaan lahan dengan debit
aliran. Parameter yang digunakan ialah data debit maksimum (Qmax) adalah data
debit aliran terbesar yang melintasi sungai dalam satu hari sepanjang tahun,
sadangkan debit minimum (Qmin) adalah data debit aliran terkecil yang melintasi
sungai dalam satu hari sepanjang tahun.
24
Rasio debit maksimum dan minimum atau Koefisien Rezim Sungai (KRS)
adalah bilangan yang menyatakan perbandingan antara debit harian rata-rata
maskimum dan debit harian rata-rata minimum. Maka makin kecil nilai KRS berarti
makin baik kondisi hidrologis suatu DAS (Suripin 2002). Tabel rasio debit
maksimum dengan minimum disajikan pada tabel 9.
(m3/detik) (m3/detik)
2000 31,40 12,50 2,51 Sangat Baik
2001 35,19 11,95 2,94 Sangat Baik
2002 36,48 8,72 4,18 Sangat Baik
2003 28,56 9,14 3,12 Sangat Baik
2004 37,06 10,78 3,44 Sangat Baik
2005 31,06 11,33 2,74 Sangat Baik
2006 56,03 6,86 8,17 Baik
2007 - - -
2008 - - - -
2009 - - - -
2010 - - - -
2011 19,12 4,62 4,14 Sangat Baik
2012 31,36 2,92 10,74 Sedang
2013 31,36 4,49 6,98 Baik
2014 33,92 2,08 16,31 Agak Buruk
2015 12,50 1,97 6,35 Baik
2016 59,27 3,29 18,02 Agak Buruk
2017 19,81 2,06 9,62 Baik
2018 20,30 2,01 10,10 Sedang
Keterangan: tanda (-) data tidak tersedia
Data rasio Qmax/Qmin dapat menunjukkan kondisi fisik suatu DAS. Kondisi
fisik suatu DAS adalah baik apabila memiliki rasio Qmax/Qmin relatif stabil dari
tahun ke tahun, sedangkan kondisi DAS adalah buruk apabila rasio Qmax/Qmin
cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun (Hadinugroho 2000).
Berdasarkan tabel 8 data rasio debit cenderung mengalami peningkatan dari tahun
2000 sampai 2018. Rasio debit terbesar yang terjadi ialah pada tahun 2016 yaitu
18,02 dan sudah termasuk pada kategori agak buruk, sedangkan pada periode tahun
2000 sampai 2006 masih berada pada kategori sangat baik dan baik. Fluktuasi yang
signifikan pada debit maksimum, peningkatan rasio debit, dan penurunan debit
minimum dapat disebabkan oleh perubahan tutupan lahan yang terdapat pada tabel
6. Peningkatan rasio debit Qmax/Qmin diperkirakan karena berkurangnya luas
hutan lahan kering sekunder sebesar 7,10% (4522 ha menjadi 4201 ha), hutan
tanaman sebesar 27,48% (2285 ha menjadi 1657 ha), dan pertanian lahan kering
sebesar 2,87% (10938 ha menjadi 10624 ha), penurunan ini disertai dengan
meningkatnya luas lahan permukiman sebesar 101,61% (1302 ha menjadi 2602 ha).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (2006) yang menyatakan bahwa rasio
debit Qmax/Qmin menunjukkan keadaan suatu DAS, semakin kecil rasio
25
Qmax/Qmin semakin baik tutupan lahan dan semakin besar rasio Qmax/Qmin
maka semakin buruk keadaan tutupan lahan suatu DAS. Fluktuasi rasio debit
Qmax/Qmin juga disebabkan oleh fluktuasi curah hujan. Penurunan rasio
Qmax/Qmin pada tahun 2016 ke 2017 menjadi 9,62 disebabkan oleh penurunan
curah hujan dari 4008 mm menjadi 3351 mm sehingga debit maksimum mengalami
penurunan. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa debit minimum sungai
mengalam penurunan secara signifikan dari tahun ke tahun hal ini menandakan
jumlah air pada musim kemarau semakin sedikit seiring berjalannya waktu. Hal ini
sejalan dengan penelitian Yekti et al. (2013) yang meneliti perubahan tutupan lahan
DAS Citanduy dengan metode penginderaan jauh, perubahan tutupan lahan
terutama pengurangan luas penutup vegetasi berpengaruh terhadap karakteristik
limpasan serta debit puncak maksimum dan debit puncak minimum.
Secara umum pada periode tahun 2000 sampai 2006 nilai debit maksimum
dan debit minimum memiliki fluktuasi yang kurang signifikan, dan masih berada
pada kategori yang sangat baik, hal ini dapat disebabkan oleh luasan vegetasi
penutup hutan masih tinggi sehingga kapasitas DAS dalam menyimpan air juga
tinggi. Sedangkan pada periode tahun 2011 sampai pada tahun 2018 nilai debit
maksimum dan debit minimum memiliki fuktuasi yang sangat signifikan, pada
tahun 2016 memiliki debit maksimum sebesar 59,27 (m3/detik) dimana merupakan
debit terbesar selama 15 tahun terakhir serta mengalami dua kali berada dalam
kategori agak buruk yaitu pada tahun 2014 dan 2016. Hal ini dapat disebabkan oleh
pengurangan luas vegetasi penutup hutan, yang dapat menurunkan kapasitas daya
simpan air DAS sehingga menyebabkan banjir pada musim penghujan dan
kekeringan pada musim kemarau. Hasil ini sejalan dengan penelitian Muchtar dan
Abdullah (2007), yang menyatakan bahwan penurunan luas vegetasi penutup hutan
dapat menurunkan daya simpan air suatu DAS sehingga cenderung menghaslkan
peningkatan rasio debit dari tahun ke tahun.
Pengaruh perubahan tutupan lahan dengan debit aliran sungai disajikan pada
tabel 12. Karakteristik hidrologi suatu DAS terutama debit aliran, rasio debit
maksimum dan minimum, serta aliran permukaan sangat bergantung kepada
kondisi fisik lahannya. Menurut Mubarok et. al (2015), dinamika karakteristik
hidrologi menunjukkan kinerja suatu DAS berupa hasil air yang dapat digunakan
masyarakat. Peningkatan kapasitas infiltrasi dan penurunan aliran permukaan
menjadi prioritas dalam penyusunan penggunaan lahan.
Tabel 12 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2018
Sub DAS Cisadane Hulu mengalami peningkatan rasio debit maksimum dan
minimum yaitu pada tahun 2006 sebesar 8,17 (sangat baik) dan pada tahun 2018
meningkat menjadi 10,10 (sedang). Nilai koefisien direct runoff tahun 2006 sebesar
0.20 (sangat rendah) kemudian menjadi 0.23( rendah). Peningkatan nisbah rasio
debit maksimum dan minimum diduga akibat perubahan tutupan lahan dan semakin
tingginya curah hujan. Perubahan tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu yaitu
tutupan lahan hutan lahan kering sekunder berkurang sebesar 7,10 % dari 4522 ha
menjadi 4201, Perkebunan berkurang sebesar 46, 30% dari 162 ha menjadi 87 ha
dan hutan tanaman berkurang sebesar 27,48% dari 2285 ha menjadi 1657 ha yang
diikuti oleh peningkatan areal permukiman sebesar 101,60% % dari 1302 ha
menjadi 2625 ha. Perubahan tutupan lahan menjadi permukiman sangat
berpengaruh terhadap penurunan debit aliran sungai Sub DAS Cisadane Hulu,
penurunan ini dapat disebabkan oleh pemanfaatan air yang semakin meningkat oleh
aktivitas-aktivitas permukiman, sedangkan rasio Qmax/Qmin semakin meningkat,
hal ini mengindikasikan peluang terjadinya banjir pada musim penghujan dan
terjadinya kekeringan pada musim kemarau semakin meningkat karena selisih debit
maksimum dengan debit minimum tahunan yang semakin besar.
28
Tabel 12 Perbandingan Perubahan Tutupan Lahan dengan debit aliran sungai Sub
DAS Cisadane Hulu.
Tahun Tutupan Jenis Curah Debit Rasio Koefisien
Lahan Tutupan Hujan Aliran Qmax/Qmin Aliran
Dominan* Lahan yang (mm) Sungai Permukaan
Berubah (m3/detik)
2006 -Pertanian 2752 5490 8,17 (Sangat 0,20
Lahan Baik) (Sangat
Kering Rendah)
(53,97%)
-Hutan
Lahan
Kering
Sekunder -Perkebunan
(22,31%) (46,30%)
-Hutan -Hutan
Tanaman Tanaman
(11,27%) (-27,48%)
2018 -Pertanian -Hutan 2858 1497 10,10 0,23
Lahan Lahan (Sedang) (Rendah)
Kering Kering
(52,42%) Sekunder
-Hutan (-7,10%)
Lahan Permukiman
Kering (101,60%)
Sekunder
(20,73%),
-
Permukiman
(12,95%)
Keterangan *: Data tutupan lahan menggunakan tahun 2008 dan 2017
29
Simpulan
Jenis tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu yang paling luas terkonversi
ialah pertanian lahan kering ke permukiman seluas 1180 ha, hutan tanaman ke
pertanian lahan kering campuran 352 ha, hutan lahan kering sekunder ke pertanian
lahan kering 245 ha, pertanian lahan kering campuran ke permukiman 141 ha.
Hubungan antara curah hujan dengan debit aliran sungai pada periode 2006-2018
di Sub DAS Cisadane Hulu termasuk kategori cukup kuat dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 0.792. Perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap debit aliran
sungai yang ditunjukkan oleh peningkatan rasio debit maksimum dan minimum
(Qmax/Qmin), peningkatan rasio debit dari 8,17 (sangat baik) menjadi 10,10
(sedang). Koefisien aliran permukaan juga mengalam peningkatan dari 0,20 (sangat
rendah) menjadi 0,23 (rendah).
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Arsyad S, H.A. Prayitno dan L.I. Nasution. 1985. Pengembangan Daerah Aliran
Sungai. Lokakarya Pengembangan Program Studi DAS, Fakultas
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID):
UGM Pr.
Atmaja ISW. 2012. Kajian Respon Hidrologi DAS Keduang Menggunakan Model
MWSWAIT [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Dirjen RLPS] Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2014.
Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan 29 Sosial
Nomor: P. 61 /Menhut-II/2014 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi
Daerah Aliran Sungai. Jakarta.
Emilda A. 2010. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respon
Hidrologi DAS Cisadane Hulu. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Knapp BJ. 1979. Elements of Geographical Hydrology. London: George Allen &
Unwin Ltd.
Hadinugroho HYS. 2000. Evaluasi Dampak Pengelolaan Lahan terhadap Kualitas
Aliran Sungai dan Pendapatan Petani di DAS Gobe, Wonogiri, Jawa Tngah
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID): PT. Dunia Pustaka Jaya.
Haridjaja, O, K. Murtilaksono, Sudarmo, L. M. Rachman. 1990. Hidrologi
Pertanian. Bogor (ID): Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Harifa AC, Sholichin M, Prayogo TB. 2017. Analisa Perubahan Tutupan Lahan
terhadap Debit Sungai Sub DAS Metro dengan Menggunakan Program ArcSwat.
Jurnal Teknik Pengairan. 8(1): 1-14
Hasibuan AS. 2005. Pengembangan Kebijakan Pengelolaan DAS Bagian Hulu
untuk Efektifitas Waduk: Studi Kasus DAS Citarum Hulu terhadap Efektifitas
Waduk Saguling di Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Hidayat Y, Murtilaksono K, Wahjunie ED, Panuju DR. Pencirian Debit Aliran
Sungai Citarum Hulu. Jurnal Ilmu Pengetahuan Indonesia. 18 (2): 109-114.
Mahmudi, B. 2002. Optimalisasi Tutupan lahan dan Penetapan Daya Dukung
Lingkungan di Daerah Tangkapan Air Cilampuyang Sub DAS Cimanuk Hulu,
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Manurung HJA, Terunajaya. 2013. Kajian Debit Limpasan Ditinjau dari Aspek
Tata Guna Lahan di Daerah Aliran Sungai Wampu. Medan (ID): Departemen
Teknik Sipil USU.
Mubarok Z, Murtilaksono K, Wahjunie ED. 2015. Kajian Respon Perubahan
Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi DAS Way Betung. Jurnal
Penelitian Hutan Wallacea. 4 (1): 1-10.
Muchtar A, Abdullah N. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengarui Debit
Sungai Mamasa. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 2(1): 174-187.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1 Curah Hujan Bulanan (mm) Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018
CH
Bulan Tahun Bulanan
Wilayah
(mm)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Januari 441 227 341 428 550 343 332 621 734 236 306 359 244 393
Februari 492 638 447 321 755 213 443 326 429 300 448 567 389 440
Maret 239 439 672 319 826 323 230 369 337 270 447 351 392 415
April 361 389 428 266 153 328 364 323 403 319 335 433 238 332
Mei 135 216 100 504 341 269 204 331 403 162 295 220 121 264
Juni 44 179 81 231 254 111 49 127 229 30 268 154 230 162
Juli 57 23 72 125 227 113 16 346 236 31 247 114 12 130
Agustus 55 40 57 120 299 24 72 248 280 24 122 105 77 122
September 67 138 213 169 594 126 107 142 60 6 367 70 142 178
Oktober 93 484 354 546 480 220 313 302 195 15 383 398 267 330
November 232 454 431 665 528 347 415 300 579 139 301 341 506 417
Desember 537 659 220 318 364 209 461 503 430 124 203 278 241 334
33
Lampiran 2 Debit minimum Bulanan (m3/detik) Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2006 11,57 17,49 14,88 16,94 10,35 11,11 7,02 6,86 6,99 8,28 7,89 9,98
2007 - - - - - - - - - - - -
2008 - - - - - - - - - - - -
2009 - - - - - - - - - - - -
2010 - - - - - - - - - - - -
2011 9,29 7,63 8,17 8,58 9,00 5,01 6,02 4,80 4,80 4,69 4,59 10,47
2012 9,43 - 10,47 11,41 10,32 6,25 4,09 3,53 2,92 - 6,02 9,87
2013 9,72 9,29 7,24 8,72 10,63 4,59 5,90 4,49 4,69 4,49 5,12 6,86
2014 8,30 8,44 8,86 6,86 6,99 4,09 4,09 3,90 2,08 2,15 3,62 5,01
2015 5,12 5,67 4,28 4,38 3,26 2,30 2,01 2,08 2,01 1,94 2,37 3,53
2016 4,19 4,80 4,76 5,45 4,38 3,26 3,90 3,26 4,28 4,69 1,88 4,80
2017 4,28 6,86 4,38 4,09 4,09 4,19 3,00 2,37 2,08 2,60 5,45 4,80
2018 5,12 5,33 3,90 2,68 2,15 2,01 2,08 2,01 2,01 2,15 2,60 3,00
Keterangan: tanda (-) data tidak tersedia
34
Lampiran 3 Debit Maksimum Bulanan (m3/detik) Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2006 34,44 49,97 33,85 51,45 14,30 19,43 10,85 8,47 9,79 9,98 38,79 56,03
2007 - - - - - - - - - - - -
2008 - - - - - - - - - - - -
2009 - - - - - - - - - - - -
2010 - - - - - - - - - - - -
2011 17,06 11,10 13,92 14,28 17,85 10,78 8,44 6,86 5,56 5,45 17,45 19,05
2012 31,36 - 19,46 17,45 16,68 16,30 7,11 15,36 3,53 - 17,65 16,87
2013 31,36 15,00 13,40 16,87 19,67 13,06 16,49 15,73 9,43 15,36 16,87 21,58
2014 34,01 22,68 16,87 11,73 15,00 8,86 11,25 9,72 4,49 4,19 16,11 10,32
2015 10,47 12,39 12,55 10,17 7,63 3,35 2,37 2,30 2,22 2,52 7,11 7,11
2016 8,17 11,41 11,46 12,22 8,44 8,30 10,63 8,58 12,06 59,27 11,25 8,58
2017 8,30 19,88 11,10 11,10 10,94 8,17 6,25 4,38 4,19 11,73 13,58 13,58
2018 9,43 20,30 8,58 4,80 3,35 5,56 4,49 2,60 2,52 6,25 10,94 7,50
Keterangan: tanda (-) data tidak tersedia
35
Lampiran 4 Rasio Debit Maksimum dan Minimum Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018
Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2006 2,98 2,86 2,27 3,04 1,38 1,75 1,55 1,23 1,40 1,21 4,92 5,61
2007 - - - - - - - - - - - -
2008 - - - - - - - - - - - -
2009 - - - - - - - - - - - -
2010 - - - - - - - - - - - -
2011 1,84 1,45 1,71 1,66 1,98 2,15 1,40 1,43 1,16 1,16 3,80 1,82
2012 3,33 - 1,86 1,53 1,62 2,61 1,74 4,36 1,21 - 2,93 1,71
2013 3,22 1,62 1,85 1,94 1,85 2,85 2,79 3,51 2,01 3,42 3,30 3,14
2014 4,10 2,69 1,90 1,71 2,15 2,17 2,75 2,50 2,16 1,95 4,45 2,06
2015 2,05 2,18 2,93 2,32 2,34 1,46 1,18 1,10 1,11 1,30 3,00 2,02
2016 1,95 2,38 2,41 2,24 1,92 2,55 2,73 2,63 2,81 12,63 6,00 1,79
2017 1,94 2,90 2,53 2,71 2,68 1,95 2,08 1,85 2,01 4,51 2,49 2,83
2018 1,84 3,81 2,20 1,79 1,56 2,76 2,16 1,29 1,25 2,91 4,21 2,50
Keterangan: tanda (-) data tidak tersedia
36
RIWAYAT HIDUP