Anda di halaman 1dari 50

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN

KETERKAITANNYA DENGAN DEBIT ALIRAN SUNGAI


DI SUB DAS CISADANE HULU

WAHYU PRANANTA SINURAYA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Perubahan


Tutupan Lahan dan Keterkaitannya dengan Debit Aliran Sungai di Sub DAS
Cisadane Hulu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agsutus 2019

Wahyu Prananta Sinuraya


NIM A14150058
ABSTRAK
WAHYU PRANANTA SINURAYA. Analisis Perubahan Tutupan Lahan dan
Keterkaitannya dengan Debit Aliran Sungai di Sub DAS Cisadane Hulu.
Dibimbing oleh ANDREA EMMA PRAVITASARI dan WAHYU
PURWAKUSUMA.

Sub DAS Cisadane Hulu merupakan kawasan yang berfungsi sebagai daerah
pelindung dan penyangga wilayah DAS Cisadane. Sub DAS Cisadane Hulu hingga
saat ini telah terjadi banyak alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan menyebabkan
terjadi perubahan fungsi hidrologi DAS seperti, sering terjadi banjir pada musim
penghujan, kekeringan pada musim kemarau, peningkatan laju erosi dan
sedimentasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perubahan tutupan lahan
tahun 2008 dan 2017, menganalisis hubungan curah hujan dengan debit aliran
sungai serta menganalisis pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap debit aliran
sungai di Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten dan Kota Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Perubahan tutupan lahan dianalisis luasannya dengan metode tumpang
tindih, rasio debit didapatkan dari debit maksimum harian tahunan per debit
minimum tahunan, koefisien aliran permukaan dihitung dengan menggunakan dua
metode perhitungan yaitu metode langsung dan pendekatan. Hasil dari Jenis
Tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu yang paling luas terkonversi ialah
pertanian lahan kering ke permukiman seluas 1180 ha, hutan tanaman ke pertanian
lahan kering campuran 352 ha, hutan lahan kering sekunder ke pertanian lahan
kering 245 ha, pertanian lahan kering campuran ke permukiman 141 ha. Hubungan
antara curah hujan dengan debit aliran sungai pada periode 2006-2018 di Sub DAS
Cisadane Hulu termasuk kategori cukup kuat dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 0.792. Perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap debit aliran sungai
yang ditunjukkan oleh peningkatan rasio debit maksimum dan minimum
(Qmax/Qmin), peningkatan rasio debit dari 8,17 (sangat baik) menjadi 10,10
(sedang). Koefisien aliran permukaan juga mengalami peningkatan dari 0,20
(sangat rendah) menjadi 0,23 (rendah).

Kata kunci: Daerah Aliran Sungai (DAS), debit aliran sungai, koefisien aliran
permukaan, perubahan tutupan lahan, rasio Qmax/Qmin
ABSTRACT

WAHYU PRANANTA SINURAYA. Analysis of Land Cover Change and its


Relation to River Flow Discharge in Upstream Cisadane Watershed . Supervised
by ANDREA EMMA PRAVITASARI and WAHYU PURWAKUSUMA.

The Upstream Cisadane sub watershed is an area that functions as a protective


and buffer zone area. Until now there have been many land use changes occurred
in Upstream Cisadane sub watershed that leads to the change of the watershed's
hydrological function. It is indicated by namely, frequent flooding in the
downstream area, and increased erosion rates and sedimentation. The purpose of
this study was to analyze the changes of land cover in 2008 and 2017, analyze the
relationship of rainfall with river flow and analyze the effect of land cover changes
on river flow in the Cisadane Hulu -watershed, Bogor Regency, West Java Province.
Land cover changes are analyzed by overlay methods, river discharge is evaluated
using the maximum per minimum annual daily discharge ratio, and run off
coefficient analyzed by direct method and approach method. The results showed
that the most widely converted type of land cover in Upper Cisadane sub-watershed
were dry land to settlements, covering over 1180 ha, plantation forest to dry land
mixed farming 352 ha, secondary dryland forest to 245 ha dry land agriculture,
mixed dry land agriculture to Settlement 141 ha. The relationship between rainfall
and river flow in the 2006-2018 period in the Cisadane Hulu sub-watershed is
categorized as quite strong with a correlation coefficient of 0.792. Changes in land
cover affect river flow, which is indicated by the increase of maximum and
minimum discharge ratios (Qmax / Qmin), in which the debit ratio increases from
8.17 (very good) to 10.10 (medium). The run off coefficient also increases from
0.20 (very low) to 0.23 (low).

Keywords: Watersheds, riverflow discharge, direct runoff coefficient, land cover


change, Qmax/Qmin ratio.
ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN
KETERKAITANNYA DENGAN DEBIT ALIRAN SUNGAI
DI SUB DAS CISADANE HULU

WAHYU PRANANTA SINURAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Judul Skripsi : Analisis Perubahan Tutupan Lahan dan Keterkaitannya dengan
Debit Aliran Sungai di Sub DAS Cisadane Hulu
Nama : Wahyu Prananta Sinuraya
NIM : A14150058

Disetujui oleh

Dr Andrea Emma Pravitasari, SP. M.Si Ir. Wahyu Purwakusuma, M.Sc


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Baba Barus M.Sc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2019 ini ialah
Daerah Aliran Sungai, dengan judul Analisis Perubahan Tutupan Lahan dan
Keterkaitannya dengan Debit Aliran Sungai di Sub DAS Cisadane Hulu.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Andrea Emma Pravitasari SP
MSi dan Bapak Ir Wahyu Purwakusuma MSc selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir
Enni Dwi Wahjunie MSi selaku penguji. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Ibu Asri dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
Bogor, Mba Dini beserta staf Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Cliwung-
Cisadane, dan Pak Nurrohman beserta staf Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwng-
Cisadane yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, teman-tema Ilmu Tanah
52, Azimuth Ilmu Tanah IPB, IMKA IPB atas segala doa dan kasih dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2019

Wahyu Prananta Sinuraya


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii


DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE 6
Bahan 6
Alat 7
Prosedur Analisis Data 9
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 16
Perubahan Tutupan Lahan 16
Hubungan Curah Hujan dan Debit Aliran Sungai 21
Rasio Debit Maksimum dan Minimum 24
Koefisien Aliran Permukaan 25
Perbandingan Perubahan Tutupan Lahan dengan Debit Aliran Sungai 28
SIMPULAN DAN SARAN 29
Simpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 30
LAMPIRAN 32
RIWAYAT HIDUP 37
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan Sumber Data Penelitian 7
2 Klasifikasi Rasio Debit Maksimum dan Minimum 11
3 Interpretasi Koefisien Korelasi 11
4 Klasifikasi Koefisien Aliran Permukaan 12
5 Luas Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu 2007-2018 13
6 Luas Perubahan Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu
2007-2018 18
7 Curah Hujan dan Debit Aliran Sungai Sub DAS Cisadane
Hulu 2007-2018 20
8 Rasio Debit Maksimum dan Minimum 2000-2018 22
9 Koefisien Aliran Permukaan Sub DAS Cisadane Hulu
2011-2018 24
10 Koefisien Aliran Tahunan Langsung 26
11 Koefisien Aliran Tahunan Dugaan 27
12 Perbandingan Perubahan Tutupan Lahan dengan Debit Aliran
Sungai Sub DAS Cisadane Hulu 21

DAFTAR GAMBAR
1 Peta Lokasi Penelitian 6
2 Diagram Alur Penelitian 8
3 Peta Poligon Thiessen Sub DAS Cisadane Hulu 10
4 Peta Kemiringan Lereng DAS Cisadane 15
5 Peta Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu 2008 17
6 Peta Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu 2017 17
7 Grafik Tipe dan Luas Tutupan Lahan 2008-2017 18
8 Grafik Hubungan Curah Hujan dan Debit Aliran Sungai 19
9 Hasil Analisis Curah Hujan dengan Debit Aliran Sungai 23

DAFTAR LAMPIRAN
10 Curah Hujan Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018 32
11 Debit Minimum Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018 33
12 Debit Maksimum Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018 34
13 Rasio Debit Maksimum dan Minimum Bulanan Sub DAS Cisadane
Hulu 2006-2018 35
14 Debit Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018 36
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan bertambahnya populasi penduduk, maka kebutuhan akan


lahan juga terus mengalami peningkatan. Kebutuhan akan lahan yang terus
meningkat harus dikendalikan dengan baik agar terjaga keberlanjutan daya dukung
lahan. Peningkatan kebutuhan akan lahan menyebabkan manusia cenderung
melakukan alih fungsi lahan. Perubahan penggunaan lahan dilakukan oleh manusia
ke arah penggunaan yang lebih tinggi daya gunanya, maupun meningkatkan potensi
lahan tanpa memperhatikan daya dukung lahan. Daya dukung lahan dapat
terganggu oleh perubahan tutupan lahan yang signifikan.
Kabupaten Bogor adalah bagian dari Kawasan Strategis Nasional
Jabodetabekpunjur yang berperan sebagai kawasan penyangga pusat perkotaan.
Kemudahan aksesibilitas antar wilayah menjadikan Kabupaten Bogor sebagai salah
satu pusat pengembangan permukiman perkotaan dan kegiatan ekonomi lainnya.
Di Kabupaten Bogor terdapat dua kawasan pelestarian alam yaitu Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, serta
terdapat 7 Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS yang terluas ialah DAS Cisadane
yang kaya akan keanekaragaman hayati, digunakan untuk kebutuhan sehari-hari,
juga DAS yang rentan terhadap perubahan tutupan lahan (Trimarwanti 2014).
Berdasarkan hasil penelitian Zamrin (2007) indeks mutu kualitas air sungai
Cisadane pada tahun 1999 berada pada kategori baik, namun pada tahun 2000-2003
berada pada kategori sedang, salah satunya disebabkan oleh penurunan luas
penggunaan lahan seperti sawah irigasi, semak belukar, sawah tadah hujan,
perkebunan dan vegetasi campuran. DAS Cisadane merupakan satu dari 15 DAS
prioritas nasional yang disusun dalam dokumen RPJMN 2015-2019, bagian DAS
Cisadane yang paling kritis ialah Sub DAS Cisadane Hulu (P. 61 /Menhut-II/2014).
Perubahan tutupan lahan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap karakteristik hidrologi suatu DAS. Menurut Supangat (2012),
Karakertistik hidrologi DAS secara dominan dipengaruhi oleh tutupan lahan serta
sebagian kecil oleh sifat alami DAS yang disebut morfometri. Salah satu
karakteristik hidrologi DAS yang penting ialah debit aliran. Menurut Pawitan
(1999) debit aliran sungai memiliki nilai yang fluktuatif atau selalu terjadi
perubahan dalam setiap waktu yang diakibatkan oleh perubahan tutupan lahan.
Semakin meningkatnya perubahan tutupan lahan baik dari alih fungsi hutan
ke lahan pertanian maupun lahan pertanian menjadi lahan penggunaan lain, seperti
lahan terbangun akan meningkatkan nilai koefisien aliran permukaan (Emilda
2010), sehingga air hujan akan lebih berpotensi menjadi aliran permukaan daripada
diserap oleh tanah. Peningkatan aliran permukaan akan berpengaruh juga terhadap
peningkatan debit aliran sungai. Peningkatan debit aliran sungai yang melebihi daya
dukung suatu daerah aliran sungai dapat menyebabkan berbagai bencana yang
terjadi seperti banjir dan longsor pada daerah sekitar daerah aliran sungai. Untuk
mengantisipasi hal tersebut perlu adanya penelitian mengenai hubungan antara
perubahan tutupan lahan dengan debit sungai di DAS Cisadane, sehingga akan
2

dapat diperkirakan perubahan pola debit aliran sungai sebagai akibat perubahan
penggunaan lahan di DAS Cisadane.
Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah:


1. Menganalisis perubahan tutupan lahan tahun 2008 dan 2017
2. Menganalisis hubungan curah hujan dengan debit aliran sungai serta
3. Menganalisis pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap debit aliran
sungai di Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan dalam
perancangan pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan sebagai pertimbangan
pemerintah daerah dalam penentuan kebijakan pembangunan daerah.

Ruang Lingkup Penelitian

Sub DAS Cisadane Hulu termasuk ke dalam DAS Cisadane yang terdapat di
Kabupaten dan Kota Bogor. DAS merupakan tempat berlangsungnya proses
biofisik, sosial dan ekonomi. Penelitian ini hanya mengkaji masalah dalam aspek
biofisik saja. Aspek biofisik yang diamati terdiri dari curah hujan dan tutupan lahan.

TINJAUAN PUSTAKA

Perubahan Tutupan lahan

Tutupan lahan suatu wilayah bersifat tidak permanen. Suatu lahan memiliki
kemampuan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Tutupan lahan dapat
berubah sejalan dengan perkembangan kebutuhan dan kebudayaan manusia.
Perubahan pola pemanfaatan lahan ini akan memunculkan suatu fenomena dimana
satu pemanfaatan lahan dikorbankan untuk pemanfaatan lainnya. Bentuk perubahan
tutupan lahan terjadi dalam dua bentuk yaitu perubahan dengan perluasan dan
perubahan tanpa perluasan untuk penggunaan tertentu. Perubahan tutupan lahan
pada suatu lokasi dapat terjadi dengan berubahnya tutupan lahan tersebut dari suatu
penggunaan tertentu ke penggunaan lainnya. Perluasan tutupan lahan untuk tujuan
tertentu sering terjadi di daerah pedesaan atau kawasan lindung misalkan area DAS
dimana lahan masih tersedia dalam jumlah yang luas. Sedangkan perubahan tanpa
perluasan wilayah sering disebut dengan pemadatan, pemadatan terjadi pada
wilayah perkotaan atau daerah-daerah tertentu dengan adanya faktor-faktor
pembatas. Pemadatan terjadi atas suatu penggunaan tertentu.
Perubahan tutupan lahan dapat bersifat permanen maupun sementara,
perubahan tutupan lahan merupakan bentuk konsekuensi logis adanya pertumbuhan
dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang
berkembang. Perubahan tutupan lahan pertanian berkaitan erat dengan perubahan
3

orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. Perubahan tutupan lahan
pertanian ke nonpertanian bukanlah semata-mata fenomena fisik berkurangnya
luasan lahan, melainkan merupakan fenomena dinamis yang menyangkut aspek-
aspek kehidupan manusia, karena secara agregat berkaitan erat dengan perubahan
orientasi ekonomi, sosial budaya dan politik masyarakat (Winoto et al. 1996).

Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan bagian dari sistem hidrologis yang
bermula dari saat terjadinya presipitasi dan berakhir pada saat air masuk ke lautan
dan masuk ke udara bebas (Hasibuan 2005). Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang tecantum dalam Undang-Undang mengenai Sumberdaya Air No. 7 Tahun
2004 ialah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan
anak-anak sungainya. DAS berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan
air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Batas DAS di
darat merupakan pemisah topografis dan batas DAS di laut mencapai daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Menurut Arsyad, et al. (1985),
DAS merupakan suatu sistem ekologis di mana jasad hidup dan lingkungan fisik-
kimia berinteraksi secara dinamik dan di dalamnya terjadi keseimbangan energi dan
material yang masuk dan keluar. Sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai
terdiri dari empat sistem, yaitu : sistem air di permukaan DAS, sistem air di dalam
zona jenuh, sistem air di dalam tanah, dan sistem air di dalam jejaring aliran sungai
(Mahmudi 2002 ).
DAS Cisadane merupakan satu dari 15 DAS prioritas nasional yang disusun
dalam dokumen RPJMN 2015-2019. Adapun dasar penetapan DAS prioritas
tersebut ialah, daerah dengan hidroorologis kritis, ditandai dengan besarnya selisih
antara debit maksimum (musim hujan) dengan debit minimum (musim kemarau)
serta kandungan lumpur (sediment load) yang berlebihan, daerah yang telah,
sedang, atau akan dibangun bangunan vital dengan investasi besar, antara lain:
waduk, bendung, dan bangunan pengairan lainnya, daerah yang rawan terhadap
banjir dan kekeringan, daerah perladangan berpindah dan atau daerah penggarapan
tanah yang merusak lingkungan, daerah yang menyatakan tingkat kesadaran
masyarakat terhadap usaha konservasi tanah masih rendah, dan daerah dengan
kepadatan penduduk yang tinggi (P. 61 /Menhut-II/2014)
Berdasarkan karakteristik morfologi dan aliran sungainya, DAS dibagi
menjadi dua bagian, yaitu bagian hulu dan bagian hilir. Daerah hulu sungai (upland
catchment) memiliki ciri berlereng curam, batasnya jelas, curah hujan tinggi dan
evapotranspirasi rendah. Sedangkan daerah hilir sungai (lowland catchment)
dicirikan oleh banjir pada saat hujan lebat, pada daerah yang curah hujannya agak
kurang maka banjir jarang terjadi dan secara umum pemukiman dan pengelolaan
lahan lebih intensif, pepohonan jarang, gradien sungai dan erosi rendah (Knapp,
1979). DAS merupakan satuan sistem hidrologi dengan masukan berupa air hujan
sehingga interaksi antar komponen sumberdaya dalam DAS dapat digambarkan
melalui suatu siklus pergerakan air. Dalam satuan hidrologi, DAS terdiri atas
masukan, proses dan keluaran. Masukan dalam sistem DAS adalah curah hujan
yang selanjutnya mengalami berbagai macam proses dan menghasilkan keluaran
berupa air dan sedimen. Keluaran yang dihasilkan dari masukan dalam DAS
4

bergantung dari masukan dan proses yang terjadi. Proses dalam DAS yang
mempengaruhi hasil keluaran yang dihasilkan terkait dengan karakteristik DAS.
Karakteristik tersebut meliputi curah hujan, jenis tanah, topografi, dan tutupan
lahan (Atmaja 2012).
Menurut Arsyad (2000), ada lima indikator yang dapat digunakan dalam
menilai interaksi dan keterpaduan tata air yang berkualitas dalam DAS, yaitu:
1) Kuantitas air: Kondisi kuantitas air sangat berkaitan dengan kondisi tutupan
vegetasi lahan di DAS yang bersangkutan. Bila tutupan lahan vegetasi lahan
DAS berkurang, maka dapat dikatakan perubahan kuantitas air akan terjadi.
Untuk itu, kegiatan yang menimbulkan pengurangan tutupan lahan pada
suatu tempat sebaiknya dilakukan dengan iringan usaha konservasi.
Indikator ini dapa dilihat dari besarnya air limpasan permukaan dan debit
air sungai;
2) Kualitas air: Selain dipengarui oleh tutupan vegetasi lahan, tata air yang
baik juga dipengaruhi oleh limbah domestik, limbah industri, kegiatan
pertanian dan perkebunan, serta pola tanam (pencemaran dan erosi).
Pengaruh tersebut dapat dilihat dari kondisi kualitas air dan limpasan pada
air sungai maupun air sumur di sekitarnya;
3) Perbandingan debit maksmum dan minimum: Perbandingan antara debit
puncak maksimum dengan debit puncak minimum merupakan indikator
kemampuan lahan untuk menyimpan air. Bila kemampuan DAS untuk
menyimpan air masih baik, maka fluktuasi debit air sungai pada musim
penghujan dan musim kemarau adalah kecil, sedangkan jika fluktuasi debit
air sungai pada musim penghujan dan musim kemarau bernilai besar berarti
menandakan kemampuan suatu DAS dalam menyimpan air sudah buruk.
Oleh karena itu, kemampuan lahan menyimpan air tergantung pada kondisi
permukaan lahan, seperti kondisi vegetasi dan tanah;
4) Curah hujan: Curah hujan dikatakan besar atau kecil tergantung pada
kondisi klimatologi daerah sekitarnya, sedangkan kondisi klimatologi
dipengaruhi oleh tutupan lahan ataupun aktivitas lainnya. Oleh karena itu,
terjadinya perubahan besar pada tutupan lahan akan berpengaruh terhadap
kimatologi dan juga curah hujan;
5) Tinggi permukaan air tanah berfluktuasi secara ekstrim: Hal ini bergantung
pada besarnya air masuk dalam tanah dikurangi dengan pemanfaatan air
tanah. Selain itu juga dipengaruhi oleh vegetasi, kelerengan, dan kondisi
tanahnya sendiri.

Aliran Permukaan

Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan atau presipitasi yang tidak
diserap oleh tanah dan alirannya menuju saluran-saluran sungai, danau, atau laut.
Sebagian dari aliran permukaan akan terinfiltrasi kedalam tanah dan bergerak
secara lateral melalui horison-horison tanah bagian atas menuju sungai yang
dinamakan aliran bawah permukaan. Sedangkan, aliran air yang terperkolasi dan
mengalir ke dalam tanah hingga masuk ke dalam sungai dinamakan aliran air bawah
tanah (Seyhan 1990).
Aliran permukaan mempunyai sifat yang dinyatakan dalam jumlah,
kecepatan, laju, dan gejolak aliran permukaan. Sifat-sifat ini mempengaruhi
5

kemampuan untuk menimbulkan erosi. Jumlah aliran permukaan merupakan


jumlah air yang mengalir dipermukaan tanah untuk suatu masa hujan atau masa
tertentu, dinyatakan dalam tinggi kolom air (mm atau cm) atau dalam volume air
(m3). Laju aliran permukaan adalah banyaknya atau volume air yang mengalir
melalui suatu titik persatuan waktu, dinyatakan dalam m3 /detik atau m3 /jam. Laju
aliran permukaan juga dikenal dengan istilah debit aliran. Besarnya debit aliran
ditentukan oleh luas penampang air dan kecepatan alirannya. Ada pun faktor yang
mempengaruhi sifat aliran permukaan yaitu curah hujan, temperatur, tanah, luas
daerah aliran, tanaman/tumbuhan penutup tanah dan sistem pengelolaan tanah
(Arsyad 2010).
Proses terjadinya aliran permukaan diawali dengan masuknya air hujan
diatas permukaan tanah pada suatu wilayah kedalam tanah sebagai air infiltrasi
setelah ditahan oleh tajuk pohon sebagai air intersepsi. Infiltrasi akan berlangsung
terus selama air masih berada dibawah kapasitas lapang. Apabila hujan terus
berlangsung, dan kapasitas lapang telah terpenuhi, maka kelebihan air hujan
tersebut akan tetap terinfiltrasi yang selanjutnya akan menjadi air perkolasi dan
sebagian digunakan untuk mengisi cekungan atau depresi permukaan tanah sebagai
simpanan permukaan (depresion storage). Setelah simpanan depresi terpenuhi,
kelebihan air tersebut akan menjadi genangan air yang di sebut tambatan
permukaan (detention storage). Aliran permukaan tidak akan terjadi sebelum
evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi, tambatan permukaan dan
tambatan saluran terjadi (Schwab et al. 1981).

Koefisien Aliran Permukaan

Koefisien aliran permukaan merupakan nisbah antara puncak laju aliran


permukaan terhadap intensitas hujan (Arsyad 2000). Koefisien aliran permukaan
dengan nilai 0.1 menunjukkan bahwa 10% dari total curah hujan akan menjadi air
larian atau aliran permukaan. Nilai koefisien aliran permukaan merupakan salah
satu indikator untuk menilai kerusakan fungsi hidrologi DAS.
Nilai koefisien aliran permukaan berkisar antara 0-1. Nilai 0 menunjukkan
bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan infiltrasi, sedangkan
nilai 1 menunjukkan bahwa semua air hujan yang jatuh mengalir sebagai aliran
permukaan. Dilapangan, nilai koefisien aliran permukaan biasanya lebih dari 0 dan
lebih kecil dari 1 (Asdak 1995).
Koefisien aliran permukaan biasanya diberi notasi C. Faktor utama yang
mempengaruhi nilai C adalah laju infiltrasi tanah, tanaman penutup tanah, dan
intensitas hujan (Arsyad 2000). Nilai C dapat digunakan sebagai indikator suatu
DAS memiliki kondisi yang masih baik atau tidak. Untuk nilai C < 0.25
didefinisikan bahwa DAS dalam kondisi baik, C 0.25-0.50 didefinisikan DAS
dalam kondisi sedang, dan C > 0.50 didefinisikan DAS dalam kondisi buruk (P. 61
/Menhut-II/2014).
6

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2019 di Sub
DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor dan sebagian kecil Kota Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Persiapan, pengolahan data, dan analisis data dilakukan di Studio Divisi
Pengembangan Wilayah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Peta lokasi penelitian disajikan pada
gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian meliputi :


1. Data Tinggi Muka Air Tahun 2008-2017 (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-
Cisadane)
2. Data Curah Hujan Bulanan Tahun 2008-2017 (Badan Meteorologi, Klimatologi
dan Geofisika Bogor)
3. Data Debit Aliran Sungai SPAS Genteng (PSDA Ciliwung-Cisadane)
4. Peta DAS Cisadane Hulu (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-
Ciliwung)
5. Data Tutupan Lahan Tahun 2008 dan 2017 Provinsi Jawa Barat (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
6. Citra Digital Elevation Model (United States Geological Survey)
7

Alat

Peralatan yang digunakan yaitu Komputer dengan perangkat lunak berupa


software ArcGIS 10.3, Microsoft Office 2013, dan Microsoft Excel 2013.

Jenis dan Sumber Data


Kegiatan penelitian ini didiukung oleh data dan informasi yang diperoleh
dari berbagai sumber. Data tersebut terdiri dari data primer dan data sekunder,
digunakan sebagai dasar dalam mengidentifikasi, mengkaji, menganalisis
perubahan tutupan lahan dan keterkaitannya dengan debit aliran di Sub DAS
Cisadane Hulu. Jenis dan data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada
Tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Penelitian


Jenis Data Sumber Data
1). Peta Daerah Aliran Sungai BP DAS Citarum-Ciliwung
2). Peta Topografi United States Geological Survey
3). Peta Tutupan Lahan Tahun Direktorat Inventarisasi dan
2008 dan 2017 Pemantauan Sumberdaya Hutan,
Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan
3). Peta Administrasi Badan Informasi Geospasial
4). Data Debit Aliran Sungai UPT PSDA Ciliwung-Cisadane
5). Data Curah Hujan BMKG Stasiun Klimatologi
Bogor
6). Data Tinggi Muka Air BBWS Ciliwung-Cisadane
7). Literatur yang berkaitan Perpustakaan,
Internet,
Instansi terkait,
sumber lain

Tahapan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahapan yaitu (1) persiapan kegiatan;
(2) pengumpulan data ; (3) pengolahan data dan; (4) analisis data. Bagan alir
penelitian disajikan pada Gambar 2.
8

Mulai

Persiapan dan
pengumpulan data

Pengolahan data
curah hujan 3 stasiun
Peta Batas Pengolahan data debit
DAS aliran sungai Sub
Cisadane DAS Cisadane Hulu
Analisis data sebaran
curah hujan metode
Polygon Thiessen
Peta Batas Sub
DAS Cisadane Analisis data debit aliran
Hulu Nilai rataan sungai Sub DAS
bulanan Cisadane Hulu
curah hujan

Pengolahan data tutupan


lahan
Tabel Koefisien
Aliran
Permukaan
Tutupan Tutupan
Lahan 2008 Lahan 2017

Analisis Perubahan
Tutupan Lahan
Analisis hubungan curah
hujan dengan debit aliran
sungai Sub DAS
Cisadane Hulu
Peta Perubahan
Tutupan Lahan

Analisis perubahan tutupan


lahan dengan debit aliran
sungai Sub DAS Cisadane
Hulu

Akhir

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian


9

Persiapan Kegiatan

Persiapan meliputi studi literatur, pembuatan proposal dan pengumpulan


data yang diperlukan. Studi literatur dilakukan untuk mempelajari tulisan ilmiah
yang berkaitan dengan perubahan tutupan lahan, debit aliran sungai, dan daerah
aliran sungai (DAS).

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa peta dan data sekunder. Peta yang
dikumpulkan yaitu peta tutupan lahan DAS Ciadane tahun 2008 dan 2017, peta
batas DAS Cisadane, dan peta administrasi DAS Cisadane. Data sekunder yang
dikumpulkan yaitu data debit aliran sungai dan data curah hujan. Data debit aliran
sungai dan data curah hujan yang digunakan mulai pada tahun 2006 yang mewakili
perubahan tutupan lahan tahun 2008 sampai tahun 2018 yang mewakili pengaurh
perubahan tutupan lahan tahun 2017.

Pengolahan Data

Pengolahan Data Tutupan lahan


Analisis perubahan tutupan lahan diolah menggunakan software ArcGIS
10.3. dengan metode tumpang tindih, setelah itu wilayah tutupan lahan dihitung
luasannya dengan tools calculate geometry menggunakan koordinat UTM
(Universal Transverse Mercator), kemudian mengubah satuan pengukuran lahan
ke hektar. Persentasi luasan tutupan lahan tahun 2008 dan 2017 diolah lebih lanjut
dengan Ms. Excel dengan cara menyimpan tabel atribut ArcGIS dan dibuat pivot
table. Luas Perubahan tutupan lahan dihitung dengan persamaan:

𝐿𝑈𝑖 2017−𝐿𝑈𝑖2008
Luas Perubahan Tutupan Lahan (%) =
𝐿𝑈𝑖 2008
𝑥 100
Keterangan:
LU : Luas tutupan lahan (ha)
i : Tipe tutupan lahan

Pengolahan Data Curah Hujan


Distribusi curah hujan wilayah ditentukan menggunakan metode Poligon
Thiessen berdasarkan koordinat lokasi stasiun pengukur curah hujan. Pembobotan
curah hujan wilayah dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 10.3,
dengan cara memasukkan ke tiga titik stasiun pengukur curah hujan, selanjutnya
diproses dengan tools Create Thiessen Poligons. Peta Poligon Thiessen disajikan
pada gambar 3. Curah hujan wilayah dihitung dengan persamaan:
A1P1+A2P2+⋯+AnPn
Px =
∑A
Keterangan :
Px : Curah hujan rata-rata wilayah (mm)
A1-An : Luas setiap wilayah pada suatu stasiun (𝑚2 )
P1-Pn : Curah hujan setiap stasiun (mm)
∑A : Luas total wilayah (Ha)
10

Gambar 3 Peta Poligon Thiessen Sub DAS Cisadane Hulu

Analisis Rasio Debit Maksimum dan Minimum


Debit aliran sungai dihitung menggunakan data Tinggi Muka Air dari Stasiun
Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) Genteng, Kecamatan Bogor Selatan, Kota
Bogor. Alat pengukur tinggi muka air ialah AWLR (Automatic Water Level
Recorder). Data tersebut kemudian dikonversi menjadi data debit aliran sungai
melalui persamaan lengkung debit. Lengkung debit (Discharge Rating Curve)
adalah lengkung yang menghubungkan antara tinggi muka air dan debit pada loksai
penampang sungai tertentu.
Suatu DAS dikatakan normal atau tidak, ditentukan berdasarkan rasio debit
aliran minimum (Qmin) dengan debit aliran maksimum (Qmax). Rasio debit ini
juga digunakan untuk melihat pengaruh tutupan lahan terhadap debit aliran sungai.

𝑄𝑚𝑎𝑥
Rasio Debit =
𝑄𝑚𝑖𝑛
Rasio debit maksimum dengan minimum dianalisis secara deskriptif
berdasarkan klasifikasi dari Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Sungai dan
Hutan Lindung. Klasifikasi rasio debit disajikan pada tabel 2.
11

Tabel 2 Klasifikasi rasio debit maksimum dan minimum


Nilai Rasio Kelas
X≤5 Sangat Baik
5<X≤10 Baik
10<X≤15 Sedang
15<X≤20 Buruk
X>20 Sangat Buruk

Analisis Hubungan Curah Hujan dengan Debit Aliran Sungai


Untuk mendapatkan pengaruh dua variabel dalam mencari hubungan fungsional
dua variabel digunakan analisis korelasi Pearson. Pada analisis ini, curah hujan
ialah variabel bebas (x) sedangkan debit aliran sungai ialah variabel terikat (y).
Model analisis korelasi adalah:

Koefisien korelasi digunakan sebagai informasi mengenai keeratan suatu model.


Nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1. Jika nilai koefisien
korelasi mendekati 1 maka dikatakan hubungan curah hujan terhadap debit aliran
sungai adalah sangat kuat sejalan, jika nilai koefisien korelasi mendekati 0 maka
dikatakan hubungan curah hujan terhadap debit sangat rendah sejalan . Nilai negatif
menandakan bahwa hubungan dua variabel ialah berkebalikan.. Keeratan hubungan
antara curah hujan dengan debit aliran sungai diklasifikasikan berdasarkan Tabel 3.

Tabel 3 Interpretasi Koefisien Korelasi


Interval koefisien korelasi Tingkat Hubungan
0.8-1 Sangat Kuat
0.6-0.8 Kuat
0.4-0.6 Cukup
0.2-0.4 Rendah
0-0.2 Sangat Rendah

Analisis Koefisien Aliran Permukaan

Koefisien aliran permukaan (C) ialah nisbah antara aliran permukaan


dengan curah hujan pada suatu wilayah. Nilai koefisien aliran permukaan berkisar
antara 0 sampai dengan 1. Jika nilai koefisien aliran mendekati 0 maka semakin
banyak air hujan yang terdistiribusi menjadi air intersepsi dan infiltrasi, sedangkan
jika nilai koefisien aliran mendekati 1 maka semakin banyak air hujan jatuh menjadi
aliran permukaan. Koefisien aliran permukaan di hitung menggunakan dua merode
yaitu perhitungan langsung dan pendekatan nilai koefisien aliran permukaan
tutupan lahan. Pada perhitungan langsung, aliran permukaan (direct runoff)
didapatkan dari hasil pemisahan baseflow menggunakan metode straight line.
Kemudian dari data aliran permukaan dan curah hujan dapat dilihat besarnya
12

koefisien aliran permukaan dengan mengubah satuan aliran permukaan menjadi


milimeter.

DRO= 𝑄 − 𝐵𝐹
Keterangan:
DRO : Direct Runoff (m3/detik)
Q : Debit Aliran (m3/detik)
BF : Base Flow (m3/detik)

Setelah mendapat nilai DRO kemudian di konversi ke dalam mm dengan


persamaan:

𝑚3
𝐷𝑅𝑂( )×𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖×86400 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘
DRO (mm) = × 1000
𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐷𝐴𝑆 (𝑚2 )
Kemudian dihitung koefisien aliran permukaan dengan persamaan:

𝐷𝑅𝑂 (𝑚𝑚)
Koefisien Aliran Permukaan = 𝐶𝐻 (𝑚𝑚)
Nilai koefisien aliran permukaan didapatkan dari tabel hubungan antara
tutupan lahan dengan nilai koefsisen aliran permukaan menurut Manurung et al.
2013. Tabel hubungan tutupan lahan dengan nilai koefisien aliran permukaan
disajikan pada tabel 4.

Tabel 4 Hubungan perubahan tutupan lahan dengan nilai C

Tutupan Lahan Nilai Koefisien


Aliran Permukaan
Badan Air 0,01
Hutan Lahan Kering Primer 0,05
Hutan Lahan Kering Sekunder 0,05
Hutan Tanaman 0,05
Perkebunan 0,25
Permukiman 0,6
Pertanian Lahan Kering 0,25
Pertanian Lahan Kering Campur 0,25
Sawah 0,2
Semak/Belukar 0,07

Koefisien aliran permukaan dianalisis secara deskriptif untuk melihat kondisi


hidrologi suatu DAS. Klasifikasi nilai koefisien aliran permukaan dapat dilihat pada
Tabel 5.
13

Tabel 5 Klasifikasi koefisien aliran permukaan


Nilai Koefisien Aliran Permukaan Kategori
X≤0.2 Sangat Rendah (SR)
0.2<X≤0.3 Rendah (R)
0.3<X≤0.4 Sedang (S)
0.4<X≤0.5 Tinggi (T)
X>0.5 Sangat Tinggi (ST)
Sumber: Pedoman Monitoring dan Evaluasi DAS Dephut (2014)

Perbandingan Tutupan Lahan dengan Debit Aliran Sungai


Perbandingan tutupan lahan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Hubungan antara perubahan tutupan lahan dengan debit aliran sungai dilakukan
secara deskriptif. Analisis dimaksudkan untuk mengetahui implikasi dari perubahan
tutupan lahan tahun 2008 dan 2017 terhadap debit aliran sungai tahun 2006-2018.
14

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN


Letak Geografis

DAS Cisadane berhulu di Gunung Pangrango dengan beberapa anak sungai


yang berawal dari Gunung Salak, DAS Cisadane mengalir dari arah selatan ke arah
utara melewati Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang dan bermuara di laut Jawa dengan panjang sekitar 126 km. DAS
Cisadane terdiri dari 7 Sub DAS yakni Sub DAS Cisadane Hulu, Ciapus, Ciampea-
Cihideung, Cianten, Cisadane Tengah, dan Cisadane Hilir. Adapun Sub DAS yang
menjadi fokus penelitian ialah Sub DAS Cisadane Hulu yang memiliki tingkat
kekritisan paling tinggi diantara Sub DAS lainnya (Pranoto et al. 2016).
Wilayah administrasi DAS Cisadane Hulu meliputi 7 kecamatan tersebar di
Kabupaten Bogor dan sebagian kecil wilayah Kota Bogor. Sub DAS Cisadane Hulu
merupakan bagian dari DAS Cisadane, secara geografi terletak pada 6o38’00”LS –
6o50’00”LS dan 106o46’00”BT – 106o56’00”BT dengan total luas DAS sekitar
161.147 hektar. Lokasi Penelitian dilakukan hanya pada Sub DAS Cisadane Hulu
dengan luas 20267 hektar. Batas-batas wilayah DAS Cisadane adalah sebagai
berikut:
Sebelah Utara : Laut Jawa.
Sebelah Selatan : DAS Cimandiri.
Sebelah Timur : DAS Ciliwung dan DAS Kali Angke.
Sebelah Barat : DAS Cimanceuri.

Kondisi Fisik Wilayah

DAS Cisadane bagian hulu merupakan konsentrasi kawasan hijau yang


didominasi oleh lahan pertanian semusim, ladang, sawah, dan tegalan, namun
terlepas dari itu, DAS Cisadane bagian hulu juga sedang berkembang menjadi
pemukiman khususnya Sub DAS Cisadane Hulu. Sebagian kawasan Sub DAS
Cisadane Hulu masuk ke dalam kawasan hutan seperti Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, hutan produksi, dan
hutan produksi terbatas.
Berdasarkan klasifikasi Pusat Penelitian Tanah tahun 1983 jenis tanah di
Sub DAS Cisadane Hulu adalah Latosol. Di Indonesia Latosol umumnya berasal
daribahan induk vulkanik baik berupa tufa atau batuan beku. Latosol mempunyai
ciri-ciri bersolum tebal antara 1.5 sampai 10 meter di atas bahan induk, berada pada
ketinggian 5-900 m dpl. Tanah ini memiliki reaksi tanah masam hingga agak
masam (pH 4.5-6.5), bahan organik rendah hingga agak sedang (3-10%), memiliki
tekstur lempung berliat, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur,
stabilitas agregat tinggi, drainase baik, dan memiliki permeabilitas cepat (Rachim
dan Arifin 2011).
Menurut Arswindarti (1997) DAS Cisadane mempunyai bentuk topografi
yang bervariasi dari hulu hingga hilir. Wilayah hulu merupakan pegunungan
dengan ketinggian 300 mdpl-3000 mdpl, wilayah tengah merupakan dataran denga
ketinggian 100 mdpl-3000 mdpl, wilayah hilir merupakan dataran rendah dengan
ketinggian 0 mdpl-100 mdpl. Peta kemiringan lereng DAS Cisadane disajikan pada
gambar 4.
15

Iklim

Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, DAS Cisadane Hulu


termasuk daerah beriklim B sedangkan menurut klasifikasi Koppen DAS Cisadane
termasuk tipe Afa, huruf pertama yaitu A menunjukkan tipe iklim hujan tropik
dengan suhu bulan terdingin kurang dari 18 oC. Huruf kedua yaitu f menunjukkan
hujan setiap bulan selalu lebih besar dari 60 mm sedangkan huruf ketiga yaitu a
menunjukkan suhu rata-rata dari bulan terpanas lebih dari 22 oC ( Handoko 1995).
Pola curah hujan dipengaruhi oleh angin muson yang menyebabkan terjadinya
musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung antara November
hingga April dimana bulan Februari sebagai puncak musim hujan sedangkan musim
kemarau berlangsung antara Juni hingga Oktober dimana bulan Juli sebagai puncak
musim kemarau.

Gambar 4 Peta Kemiringan Lereng DAS Cisadane


16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Tutupan Lahan

Tutupan lahan ialah jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi


sedangkan penggunaan lahan ialah jenis penggunaan atas suatu lahan dengan
aktivitas manusia di dalamnya (Purwadhi dan Sanjoto 2008). Seiring dengan
berjalannya waktu, pertumbuhan penduduk dan meningkatnya kebutuhan manusia
menyebabkan terjadinya perubahan tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan
berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik
masyarakat. Perubahan tutupan lahan pertanian ke non pertanian bukanlah
sematamata fenomena fisik berkurangnya luasan lahan, melainkan merupakn
feniomena dinamis yang menyangkut aspek-aspek kehidupan manusia karena
secara agregat berkaitan era dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial budaya
dan politik masyarakat (Winoto et al. 1996).
Perubahan tutupan lahan yang signifikan dapat memberikan dampak yang
besar terhadap lingkungan. Menurut Seyhan (1990) perubahan lahan tidak akan
menimbulkan masalah yang serius sepanjang mengikuti kaidah konservasi tanah
dan air serta kelas kemampuan lahan. pada aspek hidrologis, perubahan pada jenis
tutupan lahan dapat berpengaruh langsung terhadap sistem tata air DAS. Perubahan
tutupan lahan yang signfikan mengakibatkan perubahan pada respon hidrologi DAS
seperti hasil air, erosi dan sedimentasi.Perkembangan perubahan tutupan lahan
suatu wilyah dapat dianalisis dengan memanfaatkan data penginderaan jauh berupa
citra satelit multitemporal. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh merupakan
salah satu cara untuk mengetahui secara cepat alih fungsi suatu lahan.
Informasi mengenai perubahan tutupan lahan pada suatu wilayah tertentu
sangat penting artinya dalam perencanaan wilayah tersebut di masa yang akan
datang. Informasi penggunaan lahan dapat memberikan penjelasan pada pengguna
tentang apa yang harus dilakkan terhadap lahan tersebut untuk mencapai tujuan
tertentu. disamping itu peningkatan kecepatan perubahan lahan pertanian kearah
lahan permukiman merupakan gambaran umum perbaikan taraf hidup dan
kemampuan daya beli. Tetapi perubahan lahan ini harus sesuai dengan kaidah-
kaidah konservasi tanah, agar daya dukung lahan tersebut tidak berkurang secara
fungsional.
Hulu sungai Cisadane merupakan daerah lindung sehingga harus dijaga
kondisinya agar terjaga keberlanjutannya. Menurut Puspaningsih (1999) pada tahun
1987-1995 telah teradi perubahan penggunaan lahan pertanian, permukiman dan
semak belukar yang cukup besar, yang mengakibatkan meningkatnya erosi dan
terjadi dua kali banjir yaitu pada tahun 1990 dan 1993. Pada periode tahun tersebut,
tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi yaitu 2,8% per tahun menyebabkan
lahan pertanian sawah berkurang 28%, tegalan 5%, dan kebun campuran 53% dan
berubah fungsinya menjadi permukiman. Peta tutupan lahan Sub DAS Cisadane
Hulu tahun 2008 dan 2017 disajikan pada gambar 5 dan gambar 6.
17

Gambar 5 Peta Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu 2008

Gambar 6 Peta Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu 2017


18

Jenis tutupan lahan yang terdapat di Sub DAS Cisadane hulu ialah hutan lahan
kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, perkebunan,
permukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah dan
semak/belukar. Data luas tutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu disajikan dalam
tabel 6.

Tabel 6 Luas Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu 2008-2017


Tutupan Lahan 2008 2017
Luas Persentase Luas Persentase
(ha) (%) (ha) (%)
Badan Air 19 0,10 19 0,09
Hutan Lahan Kering Primer 502 2,47 492 2,43
Hutan Lahan Kering Sekunder 4522 22,31 4201 20,73
Hutan Tanaman 2285 11,27 1657 8,18
Perkebunan 162 0,80 87 0,43
Permukiman 1302 6,42 2625 12,95
Pertanian Lahan Kering 10938 53,97 10624 52,42
Pertanian Lahan Kering Campur 491 2,42 495 2,44
Sawah 0 0,00 21 0,10
Semak/Belukar 46 0,23 46 0,23
Total 20267 100,00 20267 100,00

Jenis tutupan lahan yang dominan pada tahun 2008 ialah pertanian lahan
kering, hutan lahan kering sekunder dan hutan tanaman dengan masing-masing luas
dan persentase sebesar 10938 ha (53,97%), 4522 ha (22,31%), dan 2285 ha (11,27%).
Sedangkan pada tahun 2017 terjadi perubahan pola tutupan lahan yang didominasi
oleh pertanian lahan kering, hutan lahan kering sekunder, permukiman dan hutan
tanaman dengan luas dan persentase sebesar 10624 ha (52,42%), 4201 ha (20,73%),
2625 ha (12,95%) dan 1657 ha (8,18%).

12000

10000

8000
Luas (ha)

6000

4000

2000

0
BA HLKP HLKS HT Pk Pm PLK PLKC Sw Sm
Tipe Tutupan Lahan
2008 2017

Gambar 7 Tipe dan luas tutupan lahan 2008 dan 2017


19

Gambar 7 menunjukkan bahwa pada tahun 2008 sampai tahun 2017 luas
tutupan lahan yang mengalami peningkatan ialah permukiman dan pertanian lahan
kering campur . Sedangkan luas tutupan lahan yang dominan mengalami penurunan
ialah pertanian lahan kering, sawah, hutan tanaman, perkebunan, dan hutan lahan
kering sekunder, serta pada tahun 2008 sampai tahun 2017 jenis tutupan lahan yang
cenderung tetap ialah hutan lahan kering primer.
Perubahan tutupan lahan ialah dinamika luas suatu jenis tutupan lahan dalam
periode waktu tertentu pada suatu wilayah. Menurut Hidayat et al. (2013)
perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap fluktuasi debit aliran sungai jika
tidak sesuai dengan kapasitas daya dukung lahan. Menurut Arsyad (2010) banjir
yang menggenangi lahan-lahan kota dan pedesaan atau pertanian pada musim hujan
sebagai akibat dari tidak tertampungnya aliran permukaan. Hal ini disebabkan
kemampuan tanah menyerap air semakin berkurang akibat dari kegiatan manusia
yang mengurangi kapasitas infiltrasi tanah dan kesempatan air untuk meresap
kedalam tanah salah satunya ialah kegiatan alih fungsi lahan yang sangat intensif.
Peta perubahan tutupan lahan Sub DAS Cisadane Hulu disajikan pada gambar 8.

Gambar 8 Peta Perubahan Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu


Keterangan:

BA : Badan Air PLK : Pertanian Lahan Kering


HLKP : Hutan Lahan Kering Primer PLKC : Pertanian Lahan Kering Campuran
HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Pm : Permukiman
HT : Hutan Tanaman Sw : Sawah
Pk : Perkebunan Sm : Semak/Belukar

Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa jenis perubahan yang paling


umum terjadi ialah perubahan ke arah permukiman. Luas perubahan tutupan lahan
20

disajikan pada tabel 7. Perubahan ke arah permukiman memliki warna yang


bernuansa ke merahan. Jenis tutupan lahan yang terbesar perubahannya kearah
permukiman ialah pertanian lahan kering. Tutupan lahan pertanian lahan kering
yang terkonversi menjadi permukiman ialah sebesar 1180 hektar. Konversi tutupan
lahan dari pertanian lahan kering ke permukiman ialah jenis konversi terbesar pada
periode tahun 2008-2017. Selanjutnya diikuti oleh konversi hutan tanaman ke
pertanian lahan kering campuran yang hanya sebesar 352 hektar, konversi hutan
tanaman ke pertanian lahan kering sebesar 282 hektar, konversi hutan lahan kering
sekunder ke pertanian lahan kering sebesar 245 herktar, dan konversi pertanian
lahan kering campuran ke permukiman sebesar 141 hektar. Konversi lahan lainnya
dapat dikatakan kurang signifikan. Berdasarkan penelitian Purwantara (2015)
penyebab masalah-masalah umum dalam suatu DAS, seperti kualitas dan kuantitas
air yang menurun, kekeringan pada musim kemarau dan kebanjiran pada musim
penghujan disebabkan oleh konversi lahan yang bervegetasi menjadi lahan
terbangun sehingga resapan air semakin berkurang.
Pola perkembangan permukiman merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk menentukan tipologi atau kondisi sosial masyarakat dan kondisi
fisik daerah. Terdapat lima jenis pola permukiman, daintaranya adalah memanjang
(Linier), bergerombol (Cluster), round, walled, dan grid. Pola penyebaran
permukiman di Sub DAS Cisadane Hulu ialah Pola Memanjang (Linier), searah
dengan jaringan jalan. Kondisi semacam ini mengindikasikan bahwa faktor
jaringan jalan dan transportasi berperan penting dalam perkembangan permukiman
di Sub DAS Ciasadane Hulu. Menurut Watopa dan Ritohardoyo (2018),
perkembangan permukiman memiliki pola tertentu dalam proses pembentukannya,
pola biasanya terbentuk karena ada faktor yang mempengaruhi misalnya karena
topografi, infrastruktur, jaringan jalan dan transportasi.
Tabel 7 Luas Perubahan Tutupan Lahan Sub DAS Cisadane Hulu 2008 dan 2017
Luas Tutupan Tahun 2017 Total
Lahan (ha) Perubahan
BA HLKP HLKS HT Pk PLK PLKC Pm Sw SB

BA 19 - - - - - - - - - 0

HLKP - 492 9 - - - - - - - 9

HLKS - - 4201 85 - 245 80 - - - 410


Tahun 2008

HT - - 48 1657 282 352 54 14 - 750

Pk - - - - 87 75 - - - - 75

PLK - - 32 38 - 10624 63 1180 6 - 1319

PLKC - - - - - 54 495 141 - - 195

Pm - - - - - - - 2625 - - 0

Sw - - - - - - - - 21 0

SB - - - - - - - - - 46 0
21

Keterangan: PLK : Pertanian Lahan Kering


BA : Badan Air PLKC : Pertanian Lahan Kering Campuran
HLKP : Hutan Lahan Kering Primer Pm : Permukiman
HLKS : Hutan Lahan Kering Sekunder Sw : Sawah
HT : Hutan Tanaman Sm : Semak/Belukar
Pk : Perkebunan

Hubungan Curah Hujan dan Debit Aliran Sungai

Curah hujan ialah suatu proses turunnya uap air dari atmosfer ke permukaan
bumi melalui proses siklus air, curah hujan biasanya dinyatakan dalam satuan
milimeter (mm). Curah hujan ialah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
aliran langsung, volume banjir, serta ketersediaan air pada suatu DAS (Wahyuni
2001). Curah hujan yang digunakan dalam pemanfaatan air dan pengendalian banjir
ialah curah hujan rata-rata dalam suatu DAS yang terdiri dari beberapa stasiun
pengamatan curah hujan. Dalam penentuan curah hujan wilayah DAS ini digunakan
metode Poligon Thiessen yang mempertimbangkan luasan cakupan repsresentasi
dari setiap stasiun pengamat curah hujan. Data curah hujan bulanan pada Sub DAS
Cisadane Hulu digunakan mulai pada tahun 2007-2018. Terdapat tiga stasiun yang
digunakan yaitu Stasiun Empang, Stasiun Pasir Jaya, dan Stasiun Citeko.
Debit aliran sungai jumlah air yang mengalir di suatu DAS per satuan waktu.
Debit aliran sungai dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi
neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan.
Pengukuran debit aliran sungai dilakukan dengan metode AWLR (Automatic Water
Level Recorder) data yang dihasilkan ialah data tinggi muka air yang kemudian di
konversi menjadi data debit dengan mengalikannya dengan persamaan lengkung
debit aliran sungai. Tabel curah hujan dan debit aliran sungai disajikan pada tabel
8. Data debit aliran sungai yang digunakan ialah dari stasiun pengamatan aliran
sungai Genteng, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
22

Tabel 8 Curah hujan dan debit aliran sungai Sub DAS Cisadane Hulu 2007-2018

Bulan CH Bulanan (mm) Debit (m3/detik)


Januari 393,48 355,38
Februari 439,65 349,41
Maret 414,64 323,50
April 331,63 327,32
Mei 263,77 278,64
Juni 161,84 205,52
Juli 130,11 180,30
Agustus 122,36 152,58
September 177,70 129,77
Oktober 329,84 171,35
November 417,09 257,77
Desember 334,18 318,61
Keterangan CH (Curah Hujan)

Berdasarkan tabel 8 debit aliran sungai terendah ialah pada bulan September
yaitu 129,77 m3/detik dan tertinggi pada bulan Januari 355,38 m3/detik.
Berdasarkan data curah hujan dapat dilihat curah hujan September lebih kecil dari
bulan Januari. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi curah hujan maka
semakin tinggi pula debit aliran sungainya. Curah hujan terendah ialah pada bulan
Agustus yaitu 122,36 mm sedangkan curah hujan tertinggi ialah pada bulan Januari
yaitu 439,65 mm.

Gambar 8 Grafik Hubungan Curah Hujan dengan Debit Aliran Sungai


23

Berdasarkan gambar 8 dapat dilihat bahwa curah hujan memiliki dua


puncak yaitu bulan Februari dan September, pola hujan ini ialah pola hujan
monsunal. Curah hujan terendah ialah bulan Agustus dan mengalami peningkatan
yang signifikan sampai puncak pertama di bulan November, dan mengalami
fluktuasi sampai puncak curah hujan kedua yaitu bulan Februari, selanjutnya
cenderung mengalami penurunan sampai bulan Agustus. Hasil analisis korelasi
pada gambar 9 menunjukkan bahwa hubungan antara curah hujan dengan debit
aliran sungai di Sub DAS Cisadane Hulu termasuk dalam kategori kuat dengan nilai
sebesar 0,792. Semakin tinggi curah hujan maka semakin tinggi juga debit aliran
sungainya.

400
355,38
350 349,41
327,32
300 323,5
278,64 318,61
Curah Hujan (mm)

250 257,77

200 205,52
180,3 171,35
150 152,58
129,77
100

50

0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Debit (m3/detik)

Gambar 9 Hasil analisis korelasi curah hujan dengan debit aliran sungai

Rasio Debit Maksimum dan Minimum

Debit aliran adalah laju aliran aliran air yang melewati suatu penampang
melintang per satuan waktu (Asdak 2002). Data debit diambil salah satu Stasiun
Pengamat Arus Sungai Sungai (SPAS) yang diharapkan dapat mewakili dan
menggambarkan kondisi debit yang terjadi pada DAS atau Sub DAS. Data debit
yang digunakan yaitu data debit dari tahun 2000 sampai tahun 2018 tetapi terdapat
data yang kosong yaitu pada tahun 2007, 2008, 2009 dan 2010 karena keterbatasan
data. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1993) pengamatan debit dalam jangka
waktu yang panjang dapat memberikan manfaat yaitu estimasi ketersediaan air,
prediksi terjadinya banjir, dan melihat hubungan penggunaan lahan dengan debit
aliran. Parameter yang digunakan ialah data debit maksimum (Qmax) adalah data
debit aliran terbesar yang melintasi sungai dalam satu hari sepanjang tahun,
sadangkan debit minimum (Qmin) adalah data debit aliran terkecil yang melintasi
sungai dalam satu hari sepanjang tahun.
24

Rasio debit maksimum dan minimum atau Koefisien Rezim Sungai (KRS)
adalah bilangan yang menyatakan perbandingan antara debit harian rata-rata
maskimum dan debit harian rata-rata minimum. Maka makin kecil nilai KRS berarti
makin baik kondisi hidrologis suatu DAS (Suripin 2002). Tabel rasio debit
maksimum dengan minimum disajikan pada tabel 9.

Tabel 9 Rasio debit maksimum dengan debit minimum 2000-2018

Tahun Qmax Qmin Rasio Keterangan

(m3/detik) (m3/detik)
2000 31,40 12,50 2,51 Sangat Baik
2001 35,19 11,95 2,94 Sangat Baik
2002 36,48 8,72 4,18 Sangat Baik
2003 28,56 9,14 3,12 Sangat Baik
2004 37,06 10,78 3,44 Sangat Baik
2005 31,06 11,33 2,74 Sangat Baik
2006 56,03 6,86 8,17 Baik
2007 - - -
2008 - - - -
2009 - - - -
2010 - - - -
2011 19,12 4,62 4,14 Sangat Baik
2012 31,36 2,92 10,74 Sedang
2013 31,36 4,49 6,98 Baik
2014 33,92 2,08 16,31 Agak Buruk
2015 12,50 1,97 6,35 Baik
2016 59,27 3,29 18,02 Agak Buruk
2017 19,81 2,06 9,62 Baik
2018 20,30 2,01 10,10 Sedang
Keterangan: tanda (-) data tidak tersedia

Data rasio Qmax/Qmin dapat menunjukkan kondisi fisik suatu DAS. Kondisi
fisik suatu DAS adalah baik apabila memiliki rasio Qmax/Qmin relatif stabil dari
tahun ke tahun, sedangkan kondisi DAS adalah buruk apabila rasio Qmax/Qmin
cenderung mengalami kenaikan dari tahun ke tahun (Hadinugroho 2000).
Berdasarkan tabel 8 data rasio debit cenderung mengalami peningkatan dari tahun
2000 sampai 2018. Rasio debit terbesar yang terjadi ialah pada tahun 2016 yaitu
18,02 dan sudah termasuk pada kategori agak buruk, sedangkan pada periode tahun
2000 sampai 2006 masih berada pada kategori sangat baik dan baik. Fluktuasi yang
signifikan pada debit maksimum, peningkatan rasio debit, dan penurunan debit
minimum dapat disebabkan oleh perubahan tutupan lahan yang terdapat pada tabel
6. Peningkatan rasio debit Qmax/Qmin diperkirakan karena berkurangnya luas
hutan lahan kering sekunder sebesar 7,10% (4522 ha menjadi 4201 ha), hutan
tanaman sebesar 27,48% (2285 ha menjadi 1657 ha), dan pertanian lahan kering
sebesar 2,87% (10938 ha menjadi 10624 ha), penurunan ini disertai dengan
meningkatnya luas lahan permukiman sebesar 101,61% (1302 ha menjadi 2602 ha).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (2006) yang menyatakan bahwa rasio
debit Qmax/Qmin menunjukkan keadaan suatu DAS, semakin kecil rasio
25

Qmax/Qmin semakin baik tutupan lahan dan semakin besar rasio Qmax/Qmin
maka semakin buruk keadaan tutupan lahan suatu DAS. Fluktuasi rasio debit
Qmax/Qmin juga disebabkan oleh fluktuasi curah hujan. Penurunan rasio
Qmax/Qmin pada tahun 2016 ke 2017 menjadi 9,62 disebabkan oleh penurunan
curah hujan dari 4008 mm menjadi 3351 mm sehingga debit maksimum mengalami
penurunan. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa debit minimum sungai
mengalam penurunan secara signifikan dari tahun ke tahun hal ini menandakan
jumlah air pada musim kemarau semakin sedikit seiring berjalannya waktu. Hal ini
sejalan dengan penelitian Yekti et al. (2013) yang meneliti perubahan tutupan lahan
DAS Citanduy dengan metode penginderaan jauh, perubahan tutupan lahan
terutama pengurangan luas penutup vegetasi berpengaruh terhadap karakteristik
limpasan serta debit puncak maksimum dan debit puncak minimum.
Secara umum pada periode tahun 2000 sampai 2006 nilai debit maksimum
dan debit minimum memiliki fluktuasi yang kurang signifikan, dan masih berada
pada kategori yang sangat baik, hal ini dapat disebabkan oleh luasan vegetasi
penutup hutan masih tinggi sehingga kapasitas DAS dalam menyimpan air juga
tinggi. Sedangkan pada periode tahun 2011 sampai pada tahun 2018 nilai debit
maksimum dan debit minimum memiliki fuktuasi yang sangat signifikan, pada
tahun 2016 memiliki debit maksimum sebesar 59,27 (m3/detik) dimana merupakan
debit terbesar selama 15 tahun terakhir serta mengalami dua kali berada dalam
kategori agak buruk yaitu pada tahun 2014 dan 2016. Hal ini dapat disebabkan oleh
pengurangan luas vegetasi penutup hutan, yang dapat menurunkan kapasitas daya
simpan air DAS sehingga menyebabkan banjir pada musim penghujan dan
kekeringan pada musim kemarau. Hasil ini sejalan dengan penelitian Muchtar dan
Abdullah (2007), yang menyatakan bahwan penurunan luas vegetasi penutup hutan
dapat menurunkan daya simpan air suatu DAS sehingga cenderung menghaslkan
peningkatan rasio debit dari tahun ke tahun.

Koefisien Aliran Permukaan

Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang mengalir diatas


permukaan tanah menuju sungai , danau, dan lautan. Aliran permukaan akan
mengalir menuju sungai dengan waktu yang cepat. Perubahan fungsi lahan sangat
berpengaruh pada aliran permukaan permukaan (Harifa et al. 2017). Koefisien
aliran permukaan atau direct runoff coefficient adalah nisbah antara jumlah aliran
pemukaan terhadap curah hujan. Nilai ini dapat dijadikan indikator kemampuan
suatu DAS dalam meresapkan air (Asdak 1995). Nilai koefisien aliran permukaan
(C) berkisar antara 0 sampai 1 yang menunjukkan persentase curah hujan yang
mengalir sebagai aliran permukaan. Semakin kecil nilai koefisien aliran permukaan,
maka semakin baik kondisi suatu DAS. Curah hujan yang jatuh di DAS diasumskan
sama setiap tahun dengan tujuan untuk melihat perubahan limpasan akibat
pengaruh perubahan penutupan lahan tanpa melihat pengaruh perubahan curah
hujan atau iklim.
Informasi tentang besarnya aliran permukaan sangat diperlukan dalam
pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Besarnya aliran permukaan dipengaruhi
oleh jenis penutupan lahan, tanah, dan kelerengan (Wahyuningrum dan Pramono
2007). Koefisien aliran permukaan tahunan langsung disajikan pada tabel 10.
26

Tabel 10 Koefisien aliran permukaan tahunan langsung


DRO (mm) CH (mm) Koef. DRO
Bulan 2006 2018 2006 2018 2006 Ket 2018 Ket
Januari 8,90 2,22 440,51 244,49 0,02 SR 0,01 SR
Februari 13,67 3,13 491,95 389,29 0,03 SR 0,01 SR
Maret 6,56 2,13 238,97 391,94 0,03 SR 0,01 SR
April 10,99 1,31 361,08 237,52 0,03 SR 0,01 SR
Mei 1,47 0,52 134,80 120,81 0,01 SR 0,00 SR
Juni 3,93 0,89 43,58 229,90 0,09 SR 0,00 SR
Juli 1,64 0,71 56,93 11,66 0,03 SR 0,06 SR
Agustus 1,09 0,19 54,92 77,23 0,02 SR 0,00 SR
September 1,48 0,16 67,17 141,63 0,02 SR 0,00 SR
Oktober 0,56 1,11 93,06 267,29 0,01 SR 0,00 SR
November 3,74 3,27 231,99 505,76 0,02 SR 0,01 SR
Desember 13,10 2,91 536,63 240,67 0,02 SR 0,01 SR
Koef DRO Tahunan 0,03 SR 0,01 SR

Berdasarkan tabel 10 dapat diketahui bahwa koefisien aliran permukaan


tahunan di Sub DAS Cisadane Hulu pada tahun 2006 ialah sebesar 0,03. Hal ini
menunjukkan bahwa sebesar 3 % dari total curah hujan mengalir sebagai aliran
permukaan dan sisanya 97 % menjadi air intersepsi dan infiltrasi. Sedangkan pada
tahun 2018 koefisien aliran permukaan menurun menjadi sebesar 0,01. Hal ini
menunjukkan bahwa sebesar 1 % dari total curah hujan mengalir sebagai aliran
permukaan dan sisanya 99 % menjadi air intersepsi dan infiltrasi. Koefisien aliran
permukaan tahunan di Sub DAS Cisadane Hulu masih tergolong sangat rendah.
Koefisien aliran tahunan dugaan disajikan pada tabel 11.
Tabel 11 Koefisien aliran permukaan tahunan dugaan

Tutupan Nilai C* Luas (ha) Total Luas


Lahan (Land Cover) (ha)
2008 2017
Badan Air 0,01 19 19 20267
Hutan Lahan Kering 0,05 502 492
Primer
Hutan Lahan Kering 0,05 4522 4201
Sekunder
Hutan Tanaman 0,05 2285 1657
Perkebunan 0,25 162 87
Permukiman 0,6 1302 2625
Pertanian Lahan 0,25 10938 10624
Kering
Pertanian Lahan 0,25 491 495
Kering Campur
Sawah 0,2 0 21
Semak/Belukar 0,07 46 46
Koefisien aliran permukaan 0,20 0,23
Keterangan C: Koefisien aliran permukaan; *: Manurung HJA et al. 2013
27

Berdasarkan tabel 11 dapat diketahui bahwa koefisien aliran tahunan di Sub


DAS Cisadane Hulu pada tahun 2008 ialah sebesar 0,20. Hal ini menunjukkan
bahwa sebesar 20 % dari total curah hujan mengalir sebagai aliran permukaan dan
sisanya 80 % menjadi air intersepsi dan infiltrasi. Sedangkan pada tahun 2017
koefisien aliran permukaan meningkat menjadi sebesar 0,23. Hal ini menunjukkan
bahwa sebesar 23 % dari total curah hujan mengalir sebagai aliran permukaan dan
sisanya 77 % menjadi air intersepsi dan infiltrasi. Terdapat peningkatan sebesar 3
% selama sepuluh tahun dengan asumsi curah hujan tetap. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Harifa et al. (2017), yang menyatakan koefisien aliran permukaan akan
meningkat dari tahun ke tahun karena pengurangan vegetasi penutupan lahan dan
semakin besarnya aktivitas campur tangan manusia terhadap suatu lahan. Salah satu
aktivitas manusia yang paling berpengaruh terhadap peningkatan koefisien aliran
permukaan ialah konversi lahan non permukiman menjadi permukiman. Aktivitas
ini akan menurunkan kapasitas infltrasi dan daya simpan air suatu DAS.

Perbandingan Perubahan Tutupan Lahan dengan Debit Aliran Sungai

Pengaruh perubahan tutupan lahan dengan debit aliran sungai disajikan pada
tabel 12. Karakteristik hidrologi suatu DAS terutama debit aliran, rasio debit
maksimum dan minimum, serta aliran permukaan sangat bergantung kepada
kondisi fisik lahannya. Menurut Mubarok et. al (2015), dinamika karakteristik
hidrologi menunjukkan kinerja suatu DAS berupa hasil air yang dapat digunakan
masyarakat. Peningkatan kapasitas infiltrasi dan penurunan aliran permukaan
menjadi prioritas dalam penyusunan penggunaan lahan.
Tabel 12 menunjukkan bahwa pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2018
Sub DAS Cisadane Hulu mengalami peningkatan rasio debit maksimum dan
minimum yaitu pada tahun 2006 sebesar 8,17 (sangat baik) dan pada tahun 2018
meningkat menjadi 10,10 (sedang). Nilai koefisien direct runoff tahun 2006 sebesar
0.20 (sangat rendah) kemudian menjadi 0.23( rendah). Peningkatan nisbah rasio
debit maksimum dan minimum diduga akibat perubahan tutupan lahan dan semakin
tingginya curah hujan. Perubahan tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu yaitu
tutupan lahan hutan lahan kering sekunder berkurang sebesar 7,10 % dari 4522 ha
menjadi 4201, Perkebunan berkurang sebesar 46, 30% dari 162 ha menjadi 87 ha
dan hutan tanaman berkurang sebesar 27,48% dari 2285 ha menjadi 1657 ha yang
diikuti oleh peningkatan areal permukiman sebesar 101,60% % dari 1302 ha
menjadi 2625 ha. Perubahan tutupan lahan menjadi permukiman sangat
berpengaruh terhadap penurunan debit aliran sungai Sub DAS Cisadane Hulu,
penurunan ini dapat disebabkan oleh pemanfaatan air yang semakin meningkat oleh
aktivitas-aktivitas permukiman, sedangkan rasio Qmax/Qmin semakin meningkat,
hal ini mengindikasikan peluang terjadinya banjir pada musim penghujan dan
terjadinya kekeringan pada musim kemarau semakin meningkat karena selisih debit
maksimum dengan debit minimum tahunan yang semakin besar.
28

Tabel 12 Perbandingan Perubahan Tutupan Lahan dengan debit aliran sungai Sub
DAS Cisadane Hulu.
Tahun Tutupan Jenis Curah Debit Rasio Koefisien
Lahan Tutupan Hujan Aliran Qmax/Qmin Aliran
Dominan* Lahan yang (mm) Sungai Permukaan
Berubah (m3/detik)
2006 -Pertanian 2752 5490 8,17 (Sangat 0,20
Lahan Baik) (Sangat
Kering Rendah)
(53,97%)
-Hutan
Lahan
Kering
Sekunder -Perkebunan
(22,31%) (46,30%)
-Hutan -Hutan
Tanaman Tanaman
(11,27%) (-27,48%)
2018 -Pertanian -Hutan 2858 1497 10,10 0,23
Lahan Lahan (Sedang) (Rendah)
Kering Kering
(52,42%) Sekunder
-Hutan (-7,10%)
Lahan Permukiman
Kering (101,60%)
Sekunder
(20,73%),
-
Permukiman
(12,95%)
Keterangan *: Data tutupan lahan menggunakan tahun 2008 dan 2017
29

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis tutupan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu yang paling luas terkonversi
ialah pertanian lahan kering ke permukiman seluas 1180 ha, hutan tanaman ke
pertanian lahan kering campuran 352 ha, hutan lahan kering sekunder ke pertanian
lahan kering 245 ha, pertanian lahan kering campuran ke permukiman 141 ha.
Hubungan antara curah hujan dengan debit aliran sungai pada periode 2006-2018
di Sub DAS Cisadane Hulu termasuk kategori cukup kuat dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 0.792. Perubahan tutupan lahan berpengaruh terhadap debit aliran
sungai yang ditunjukkan oleh peningkatan rasio debit maksimum dan minimum
(Qmax/Qmin), peningkatan rasio debit dari 8,17 (sangat baik) menjadi 10,10
(sedang). Koefisien aliran permukaan juga mengalam peningkatan dari 0,20 (sangat
rendah) menjadi 0,23 (rendah).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kerapatan vegetasi, proyeksi


perubahan tutupan lahan serta pengaruhnya terhadap debit aliran sungai di Sub
DAS Cisadane Hulu, serta untuk mengurangi besarnya aliran permukaan perlu
pengelolaan lahan pertanian dengan usaha konservasi tanah dan air.
30

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Arsyad S, H.A. Prayitno dan L.I. Nasution. 1985. Pengembangan Daerah Aliran
Sungai. Lokakarya Pengembangan Program Studi DAS, Fakultas
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID):
UGM Pr.
Atmaja ISW. 2012. Kajian Respon Hidrologi DAS Keduang Menggunakan Model
MWSWAIT [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Dirjen RLPS] Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2014.
Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan 29 Sosial
Nomor: P. 61 /Menhut-II/2014 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi
Daerah Aliran Sungai. Jakarta.
Emilda A. 2010. Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Respon
Hidrologi DAS Cisadane Hulu. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Knapp BJ. 1979. Elements of Geographical Hydrology. London: George Allen &
Unwin Ltd.
Hadinugroho HYS. 2000. Evaluasi Dampak Pengelolaan Lahan terhadap Kualitas
Aliran Sungai dan Pendapatan Petani di DAS Gobe, Wonogiri, Jawa Tngah
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta (ID): PT. Dunia Pustaka Jaya.
Haridjaja, O, K. Murtilaksono, Sudarmo, L. M. Rachman. 1990. Hidrologi
Pertanian. Bogor (ID): Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Harifa AC, Sholichin M, Prayogo TB. 2017. Analisa Perubahan Tutupan Lahan
terhadap Debit Sungai Sub DAS Metro dengan Menggunakan Program ArcSwat.
Jurnal Teknik Pengairan. 8(1): 1-14
Hasibuan AS. 2005. Pengembangan Kebijakan Pengelolaan DAS Bagian Hulu
untuk Efektifitas Waduk: Studi Kasus DAS Citarum Hulu terhadap Efektifitas
Waduk Saguling di Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Hidayat Y, Murtilaksono K, Wahjunie ED, Panuju DR. Pencirian Debit Aliran
Sungai Citarum Hulu. Jurnal Ilmu Pengetahuan Indonesia. 18 (2): 109-114.
Mahmudi, B. 2002. Optimalisasi Tutupan lahan dan Penetapan Daya Dukung
Lingkungan di Daerah Tangkapan Air Cilampuyang Sub DAS Cimanuk Hulu,
Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Manurung HJA, Terunajaya. 2013. Kajian Debit Limpasan Ditinjau dari Aspek
Tata Guna Lahan di Daerah Aliran Sungai Wampu. Medan (ID): Departemen
Teknik Sipil USU.
Mubarok Z, Murtilaksono K, Wahjunie ED. 2015. Kajian Respon Perubahan
Penggunaan Lahan terhadap Karakteristik Hidrologi DAS Way Betung. Jurnal
Penelitian Hutan Wallacea. 4 (1): 1-10.
Muchtar A, Abdullah N. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengarui Debit
Sungai Mamasa. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 2(1): 174-187.
31

Rachim DA, Arifin M. 2011. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bandung (ID):


Pustaka Eka Cipta.
Pawitan H. 1999. Penilaian Kerentanan dan Daya Adaptasi Sumberdaya Air
Terhadap Perubahan Iklim. Jakarta: Makalah Seminar Nasional-Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup.
Pranoto R, Saptomo SK, Waspodo RSB. 2016. Analisis Potensi Resapan di Daerah
Aliran Sungai Cisadane Hulu. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan. 1(2): 69-82.
Purwadhi SH, Sanjoto TB. 2008. Pengantar Interpretasi Citra Penginderaan Jauh.
Jakarta (ID): Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dan Universitas
Negeri Semarang.
Purwantara S. 2015. Dampak Pengembangan Permukiman terhadap Air Tanah di
Wilayah Yogyakarta dan Sekitarnya. Geoedukasi. 4(1): 31-40.
Puspaningsih N. 1999. Studi Perencanaan Pengelolaan Lahan di Sub DAS Cisadane
Hulu Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 5(1): 45-53.
Schwab, GO. 1981. Soil and Water Conservation Engineering. Canada (CA): John
Wiley and Sons.
Seyhan E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press.
Sosrodarsono S, Takeda K. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta (ID): PT
Pradnya Paramita.
Supangat, AB. 2012. Karakteristik Hidrologi berdasarkan Parameter Morfometri
DAS di Kawasan Taman Nasional Meru Betiri, Balai Penelitian Teknologi
Pengelolaan DAS Solo.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi.
Trimarwanti TKE. 2014. Evaluasi Perubahan Penggunaan Lahan Kecamatan di
Daerah Aliran Sungai Cisadane Kabupaten Bogor. Jurnal Pembangunan
Wilayah dan Kota. 10 (1): 43-58.
Wahyuni DS. 2001. Pengelompokan Wilayah-wilayah di Provinsi Lampung
berdasarkan Kemiripan Curah Hujan dengan Metode Hibrid. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Wahyuningrum N, Pramono. 2007. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk
Perhitungan Koefisien Aliran Permukaan di Sub DAS Ngunut I, Jawa Tengah.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 4(6): 561-571.
Watopa YP, Ritohardoyo S. 2018. Pola dan Faktor Penyebab Penyebaran
Permukiman terhadap Kawasan Lindung Apo Kali Kelurahan Bhaangkara
Distrik Jayapura Utara. Jurnal Bumi Indonesia. 7(1): 49-58.
Winoto J, Selari M, Saefulhakim S, Santoso DA, Achsani NA, Panuju DR. 1996.
Laporan Akhir Penelitian Alih Guna Tanah Pertanian. Bogor: Lembaga
Penelitian IPB bekerjasama dengan Proyek Pengembangan Pengelolaan
Sumberdaya Pertanahan BPN.
Yekti A, Sudarsono B, Subiyanto S. 2013. Analisis Perubahan Tutupan Laan DAS
Citanduy dengan Metode Penginderaan Jauh. Jurnal Geodesi Universitas
Diponegoro. 2(4): 1-9.
Zamrin. 2007. Evaluasi Kualitas Air Sungai Cisadane di Kabupaten Bogor Periode
1999-2003. Bogor: Semnas Dinamika Pengembanagan Pertanian Perdesaan.
32

LAMPIRAN
Lampiran 1 Curah Hujan Bulanan (mm) Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018

CH
Bulan Tahun Bulanan
Wilayah
(mm)
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Januari 441 227 341 428 550 343 332 621 734 236 306 359 244 393
Februari 492 638 447 321 755 213 443 326 429 300 448 567 389 440
Maret 239 439 672 319 826 323 230 369 337 270 447 351 392 415
April 361 389 428 266 153 328 364 323 403 319 335 433 238 332
Mei 135 216 100 504 341 269 204 331 403 162 295 220 121 264
Juni 44 179 81 231 254 111 49 127 229 30 268 154 230 162
Juli 57 23 72 125 227 113 16 346 236 31 247 114 12 130
Agustus 55 40 57 120 299 24 72 248 280 24 122 105 77 122
September 67 138 213 169 594 126 107 142 60 6 367 70 142 178
Oktober 93 484 354 546 480 220 313 302 195 15 383 398 267 330
November 232 454 431 665 528 347 415 300 579 139 301 341 506 417
Desember 537 659 220 318 364 209 461 503 430 124 203 278 241 334
33

Lampiran 2 Debit minimum Bulanan (m3/detik) Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018
Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2006 11,57 17,49 14,88 16,94 10,35 11,11 7,02 6,86 6,99 8,28 7,89 9,98
2007 - - - - - - - - - - - -
2008 - - - - - - - - - - - -
2009 - - - - - - - - - - - -
2010 - - - - - - - - - - - -
2011 9,29 7,63 8,17 8,58 9,00 5,01 6,02 4,80 4,80 4,69 4,59 10,47
2012 9,43 - 10,47 11,41 10,32 6,25 4,09 3,53 2,92 - 6,02 9,87
2013 9,72 9,29 7,24 8,72 10,63 4,59 5,90 4,49 4,69 4,49 5,12 6,86
2014 8,30 8,44 8,86 6,86 6,99 4,09 4,09 3,90 2,08 2,15 3,62 5,01
2015 5,12 5,67 4,28 4,38 3,26 2,30 2,01 2,08 2,01 1,94 2,37 3,53
2016 4,19 4,80 4,76 5,45 4,38 3,26 3,90 3,26 4,28 4,69 1,88 4,80
2017 4,28 6,86 4,38 4,09 4,09 4,19 3,00 2,37 2,08 2,60 5,45 4,80
2018 5,12 5,33 3,90 2,68 2,15 2,01 2,08 2,01 2,01 2,15 2,60 3,00
Keterangan: tanda (-) data tidak tersedia
34

Lampiran 3 Debit Maksimum Bulanan (m3/detik) Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018

Bulan
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2006 34,44 49,97 33,85 51,45 14,30 19,43 10,85 8,47 9,79 9,98 38,79 56,03
2007 - - - - - - - - - - - -
2008 - - - - - - - - - - - -
2009 - - - - - - - - - - - -
2010 - - - - - - - - - - - -
2011 17,06 11,10 13,92 14,28 17,85 10,78 8,44 6,86 5,56 5,45 17,45 19,05
2012 31,36 - 19,46 17,45 16,68 16,30 7,11 15,36 3,53 - 17,65 16,87
2013 31,36 15,00 13,40 16,87 19,67 13,06 16,49 15,73 9,43 15,36 16,87 21,58
2014 34,01 22,68 16,87 11,73 15,00 8,86 11,25 9,72 4,49 4,19 16,11 10,32
2015 10,47 12,39 12,55 10,17 7,63 3,35 2,37 2,30 2,22 2,52 7,11 7,11
2016 8,17 11,41 11,46 12,22 8,44 8,30 10,63 8,58 12,06 59,27 11,25 8,58
2017 8,30 19,88 11,10 11,10 10,94 8,17 6,25 4,38 4,19 11,73 13,58 13,58
2018 9,43 20,30 8,58 4,80 3,35 5,56 4,49 2,60 2,52 6,25 10,94 7,50
Keterangan: tanda (-) data tidak tersedia
35

Lampiran 4 Rasio Debit Maksimum dan Minimum Bulanan Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018

Bulan
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2006 2,98 2,86 2,27 3,04 1,38 1,75 1,55 1,23 1,40 1,21 4,92 5,61
2007 - - - - - - - - - - - -
2008 - - - - - - - - - - - -
2009 - - - - - - - - - - - -
2010 - - - - - - - - - - - -
2011 1,84 1,45 1,71 1,66 1,98 2,15 1,40 1,43 1,16 1,16 3,80 1,82
2012 3,33 - 1,86 1,53 1,62 2,61 1,74 4,36 1,21 - 2,93 1,71
2013 3,22 1,62 1,85 1,94 1,85 2,85 2,79 3,51 2,01 3,42 3,30 3,14
2014 4,10 2,69 1,90 1,71 2,15 2,17 2,75 2,50 2,16 1,95 4,45 2,06
2015 2,05 2,18 2,93 2,32 2,34 1,46 1,18 1,10 1,11 1,30 3,00 2,02
2016 1,95 2,38 2,41 2,24 1,92 2,55 2,73 2,63 2,81 12,63 6,00 1,79
2017 1,94 2,90 2,53 2,71 2,68 1,95 2,08 1,85 2,01 4,51 2,49 2,83
2018 1,84 3,81 2,20 1,79 1,56 2,76 2,16 1,29 1,25 2,91 4,21 2,50
Keterangan: tanda (-) data tidak tersedia
36

Lampiran 5 Debit Bulanan (m3/detik) Sub DAS Cisadane Hulu 2006-2018


Tahun
Tahun
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2006 567,41 810,39 615,09 765,93 355,36 425,49 248,51 238,15 244,33 269,92 324,44 616,56
2007 - - - - - - - - - - - -
2008 - - - - - - - - - - - -
2009 - - - - - - - - - - - -
2010 - - - - - - - - - - - -
2011 349,45 264,25 305,12 332,35 360,47 215,21 227,82 187,24 155,91 156,05 317,37 453,21
2012 467,20 - 458,39 431,02 418,80 300,25 161,11 131,98 97,73 - 333,23 439,21
2013 469,19 330,23 306,15 397,95 440,82 266,16 299,50 248,50 173,83 226,97 287,10 343,87
2014 507,90 423,13 387,41 255,67 301,03 173,05 221,42 167,78 80,79 78,57 276,27 246,53
2015 238,61 234,64 233,07 231,75 163,63 82,32 68,79 66,83 64,83 65,55 144,10 169,08
2016 192,29 219,59 222,07 219,04 196,15 145,31 179,94 180,49 211,31 303,68 227,47 192,25
2017 195,75 290,39 213,38 201,10 192,56 160,78 134,45 85,36 75,15 177,33 255,22 245,49
2018 210,62 222,67 170,79 111,04 78,95 81,13 81,17 66,88 64,08 92,70 154,77 161,32
Keterangan: tanda (-) data tidak tersedia
37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Kandibata, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten


Karo, Sumatera Utara pada tanggal 31 Juli 1997. Penulis adalah anak kedelapan
dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Herman Sinuraya dan Ibu Nggome
br. Sembiring. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 044827
Kandibata pada tahun 2009, kemudian penulis menyelesaikan pendidikan
menengah pertama di SMP Negeri 2 Kabanjahe pada tahun 2012 selanjutnya
penulis menyelesaikan pendidikan menengah akhir pada tahun 2015 di SMA
Swasta Santa Maria Kabanjahe. Pada tahun yang sama Penulis diterima di
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN).
Penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan di Institut Pertanian
Bogor. Organisasi kemahasiswaan yang pernah diikuti, yaitu HMIT (Himpunan
Mahasiswa Ilmu Tanah) periode 2017/2018 dan AZIMUTH (Biro Lingkungan
Hidup HMIT) pada tahun 2016 sampai sekarang. Penulis terlibat aktif dalam
kegiatan Eksplorasi Puspa Langka Raflessia rochusenii dan Rhizanthes zippelli
pada tahun 2017/2018 bersama BLH Azimuth Ilmu Tanah IPB. Pada Bulan Juli
2017 penulis melaksanakan kegiatan IPB Goes to Field oleh LPPM IPB di Desa
Legok Clile, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan dengan Program Tata
Kelola Irigasi Tersier. Pada Bulan Agustus 2018 penulis melakukan Kuliah Kerja
Nyata di Desa Anjatan Baru, Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu dengan
Program Upaya Penanggulangan Hama Wereng Batang Coklat (Nilaparvata
lugens) dan Virus Kerdil Rumput (rice grassy stunt virus, RGSV). Penulis juga
pernah berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengembangan
Wilayah pada tahun 2019.

Anda mungkin juga menyukai