FAJARDO
ABSTRAK
FAJARDO. Pendugaan Debit Andalan Menggunakan Model SWAT di Sungai
Kuncir, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Dibimbing oleh LIYANTONO.
Sungai Kuncir merupakan saluran drainase primer yang menjadi sumber
sarana irigasi di Kabupaten Nganjuk. Potensi Sungai Kuncir dapat dikaji melalui
perhitungan debit andalan untuk dijadikan indikator dalam jumlah pemenuhan
kebutuhan air pada komunitas wilayah. Penelitian ini bertujuan menerapkan
model SWAT dalam pendugaan debit air sungai dan menghitung besar debit
andalan pada Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk. Kegiatan pengambilan data
lapang dilakukan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur khususnya di Sungai Kuncir.
Penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu proses pembangunan model dan
proses simulasi dengan SWAT setelah melalui proses kalibrasi dan validasi data.
Simulasi model memiliki korelasi yang tinggi dengan nilai NS pada hasil kalibrasi
sebesar 0.67 dan debit rata-rata harian hasil simulasi sebesar 7.15 m3 s-1. Skenario
perubahan lahan menggambarkan konversi lahan hutan dan semak belukar
menjadi lahan pertanian berpotensi meningkatkan nilai debit Sungai Kuncir.
Kata kunci: andalan, debit, model, Sungai Kuncir, SWAT
ABSTRACT
FAJARDO. Estimation of Dependable Flow in Kuncir River, Nganjuk District,
East Java using SWAT Model. Supervised by LIYANTONO.
Kuncir River is the primary drainage canal that becomes the source of
irrigation facilities in Nganjuk district. The potential of Kuncir River can be
assessed by measuring the dependable flow to become an indicator of the amount
of water supply to the community area. This research aims to apply SWAT model
to estimate the river flow and measure the dependable flow in Kuncir River,
Nganjuk district. Data was collected from Kuncir River, Nganjuk district, East
Java. There are two major steps on this research, model establishment and model
simulation using SWAT after data calibration and validation. Model simulation
has high correlations with the observed data. It is showed by NS value of 0.67 and
mean daily flow of 7.15 m3 s-1. Land use change scenario showed that the
conversion of forest and range-grasses into agriculture land potentially increase
the flow of Kuncir River.
Keywords: dependable, flow, Kuncir River, model, SWAT
FAJARDO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari 2014 ini adalah debit air, dengan
judul Pendugaan Debit Andalan Menggunakan Model SWAT di Sungai Kuncir,
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Liyantono, STP, MAgr selaku
pembimbing, serta Prof Dr Bambang Pramudya dan Dr Gatot Pramuhadi sebagai
dosen penguji. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir
Kudang Boro Seminar, MSc selaku kepala bagian Teknik Bio-informatika. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir Desrial, MEng selaku
Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Terima kasih kepada Dinas PU
Pengairan Nganjuk, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun
Geofisika Sawahan yang telah membantu dalam pengumpulan data pada kegiatan
observasi lapang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Alat
Bahan
Data Cuaca
Prosedur Kerja
Pembangunan Model
Analisis Sensitivitas
Validasi Model
Debit andalan
10
10
12
14
16
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
9
13
18
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi pengamatan: (a) peta subDAS dan subsubDAS di
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan (b) peta elevasi subDAS Sungai
Kuncir
2 Wilayah studi: (a) kelas penggunaan lahan dominan, (b) kelas jenis
tanah
3 Diagram alir prosedur penelitian
4 Hasil analisis sensitivitas model nilai debit harian Nganjuk 2010-2013
5 Hasil analisis auto-kalibrasi model nilai debit harian Nganjuk 20102013
6 Siklus hidrologi Sungai Kuncir
7 Hasil analisis debit andalan bulanan periode 2010-2013
8 Kurva durasi aliran debit harian Sungai Kuncir periode 2010-2013
dalam skala linier
9 Kurva durasi aliran debit harian Sungai Kuncir periode 2010-2013
dalam skala logaritmik
10 Debit air harian Sungai Kuncir hasil simulasi skenario perubahan
penggunaan lahan
11 Kurva durasi aliran skala logaritmik Sungai Kuncir periode 2010-2013
3
5
7
12
12
14
15
15
16
17
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel Log Pearson Tipe III
22
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kekurangan air pada musim kering menghambat produksi bahan pertanian
di beberapa daerah produksi beras di Indonesia, salah satunya adalah Kabupaten
Nganjuk. Kabupaten Nganjuk merupakan wilayah pertanian dengan luasan yang
besar, sehingga membutuhkan ketersediaan air untuk sistem irigasi yang tinggi,
terutama pada musim kering (Liyantono et al. 2013). Terdapat dua sungai besar
yang melalui wilayah Kota Nganjuk, yakni Sungai Kuncir Kiri (bagian barat) dan
Sungai Kuncir Kanan (bagian timur) (Suwondo 2005). Kedua aliran sungai ini
akan mengarah ke timur dan bertemu di Sungai Widas. Kondisi hidrologi di
wilayah ini cukup basah dengan muka air tanah yang relatif dangkal. Menurut
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nganjuk (2012), Sungai
Kuncir merupakan saluran drainase primer di Kabupaten Nganjuk. Saluran primer
tersebut menampung aliran air dari limpasan air hujan, saluran pembuang irigasi
(afvour), limbah domestik cair dari kawasan permukiman penduduk yang
kemudian disalurkan menuju Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas sebagai
pembuang akhir dan dikelola untuk sektor pertanian, industri pengolahan,
pariwisata, pertambangan dan penggalian, energi dan air bersih.
Potensi Sungai Kuncir Kiri dan Sungai Kuncir Kanan tersebut dapat dikaji
melalui perhitungan debit andalan untuk dijadikan indikator dalam jumlah
pemenuhan kebutuhan air pada komunitas wilayah. Debit andalan adalah besarnya
debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air dengan resiko kegagalan yang
telah diperhitungkan. Perhitungan debit andalan bertujuan menentukan debit
perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai, dihitung berdasarkan
konsep peluang (Arya 2012). Debit andalan dapat dihitung dengan berbagai
metode baik dengan metode rasional curah hujan yang menggunakan data curah
hujan, maupun menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Perhitungan
debit andalan membutuhkan pengaplikasian metode ilmu hidrologi, ilmu
probabilitas dan ilmu statistika. Besarnya debit andalan selanjutnya dapat
digunakan untuk debit rencana dalam memenuhi kebutuhan air dari suatu kegiatan
seperti pertanian, air minum, pembangkit listrik tenaga air, industri dan lain-lain.
Nilai debit andalan ini pada akhirnya berfungsi menentukan besarnya luasan lahan
yang dapat diirigasi dalam satuan waktu tertentu.
SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model yang dapat
diaplikasikan secara terus menerus untuk skala daerah aliran sungai yang
beroperasi secara harian dan dibuat untuk memprediksi dampak pengelolaan air,
sedimen, dan kimia pertanian pada DAS yang tidak memiliki alat pengukuran.
Model SWAT berbasis fisik, efisien secara komputerisasi, dan mampu membuat
simulasi untuk jangka waktu yang panjang. Parameter utama yang menunjang
model SWAT yaitu data iklim, hidrologi, suhu dan karakteristik tanah,
pertumbuhan tanaman, unsur hara, pestisida, patogen serta bakteri, dan
pengelolaan lahan. DAS dibagi menjadi beberapa SubDAS dalam SWAT, yang
kemudian dibagi lagi ke dalam unit respon hidrologi (Hydrological Response
Units atau HRU) yang memiliki karakteristik penggunaan lahan, pengelolaannya
dan tanah yang homogen. HRU menunjukkan persentase SubDAS yang
2
teridentifikasi dan tidak teridentifikasi secara spasial dalam simulasi SWAT.
Alternatif lainnya, sebuah DAS dapat dibagi ke dalam SubDAS yang memiliki
karakteristik penggunaan lahan, jenis tanah dan pengelolaan yang dominan
(Alibuyog 2012).
Perumusan Masalah
Produksi bahan pertanian pada musim kering sangat penting dalam menjaga
keseimbangan pangan di Indonesia, terutama di Pulau Jawa yang memiliki
kontribusi yang besar terhadap produksi beras (Liyantono et al. 2012). Sistem
irigasi yang baik perlu dikembangkan untuk meningkatkan produksi bahan
pertanian di suatu wilayah pada musim kering, salah satunya yaitu di Kabupaten
Nganjuk sebagai daerah pertanian di Pulau Jawa. Beberapa pertanyaan
dikembangkan untuk menjawab masalah tersebut yang selanjutnya dijawab
melalui penilitian ini dan dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana membuat model debit air dengan menggunakan simulasi
SWAT?
2. Bagaimana perbandingan debit air hasil simulasi SWAT dengan
hasil pengukuran lapang?
3. Bagaimana kondisi debit air dan berapa besar potensi debit air pada
Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk?
4. Bagaimana pengaruh debit Sungai Kuncir terhadap perubahan
penggunaan lahan di sekitar wilayah subDAS?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menerapkan model SWAT dalam pendugaan debit
air sungai dan menghitung besar debit andalan pada Sungai Kuncir, Kabupaten
Nganjuk.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini menghasilkan manfaat antara lain mendapatkan metode
perhitungan debit air yang lebih cepat dan akurat dengan menggunakan teknik
komputasi dan sistem informasi geografis, yang dapat menjadi dasar untuk
perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai.
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014. Kegiatan
pengambilan data lapang dilakukan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur
khususnya di Sungai Kuncir (Gambar 1a). Sungai Kuncir terletak pada wilayah
3
selatan Kabupaten Nganjuk (Gambar 1b). Titik outlet Sungai Kuncir dipilih
berdasarkan titik pengamatan pada kegiatan pengambilan data observasi lapang
berdasarkan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Kabupaten Nganjuk, yang
terletak pada koordinat 7.672 oLS dan 111.843 oBT. Luasan wilayah pengamatan
pada DAS kuncir sebesar 96,292 km2. Kegiatan observasi lapang dilakukan di
wilayah Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk. Kegiatan pengolahan dan
penyusunan hasil penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Agustus di
Laboratorium Teknik Bioinformatika, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
a)
b)
Gambar 1
4
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas komputer, software
ArcGIS 10.1 degan plug-in ArcSWAT 2009, Ms Excel, Ms Access, dan
OpenOffice Calc.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data masukan model
SWAT untuk mengestimasi debit pada daerah yang dikaji dan data debit sungai
hasil observasi untuk mengevaluasi hasil debit dari model. Data masukan model
SWAT yang dibutuhkan untuk penyusunan model dan simulasi komponen
hidrologi antara lain data klimatologi dan cuaca, peta DEM (Digital Elevation
Model), peta jenis tanah, dan peta penggunaan lahan. Data hasil observasi berupa
data debit air harian Sungai Kuncir dibutuhkan untuk analisis sensitivitas serta
kalibrasi dan validasi model SWAT.
DEM (Digital Elevation Model)
Data DEM diturunkan dari Peta Kontur Rupa Bumi Indonesia 1:25,000
tahun 2010 lembar 508-5521, 1508-522, 1508-611, 1508-612, 1508-234, 1508244, 1508-333, 1508-334, 1508-232, 1508-241, 1508-242 1508-331, 1508-214,
1508-223, 1508-224, 1508-313. DEM digunakan untuk melakukan deliniasi DAS
dan menganalisis beberapa karakteristik, antara lain gradien kemiringan (slope),
jaringan sungai dan karakteristik sungai menggunakan tool deliniasi pada
ArcSWAT.
Data Cuaca
Data cuaca harian (suhu, curah hujan, kecepatan angin, radiasi, kelembaban)
pada wilayah penelitian diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) Sawahan, Nganjuk. Data klimatologi diambil dari stasiun
klimatologi Sawahan, Nganjuk. Stasiun Sawahan terletak pada koordinat 7.732
o
LS dan 111.767 oBT yang ditunjukkan melalui titik stasiun cuaca pada Gambar
1b. Sedangkan data hujan didapat dari Dinas PU Pengairan Nganjuk. Data cuaca
memiliki kisaran waktu sesuai dengan data observasi lapang, yaitu pada tahun
2010-2013.
Penggunaan Lahan dan Jenis Tanah
Jenis penggunaan lahan pada suatu DAS sangat mempengaruhi hidrologi
kawasan tersebut. Penggunaan lahan tahun 2010 hingga 2013 (Gambar 2a) yang
terdapat di DAS kuncir berdasarkan proses deliniasi didominasi oleh semak
belukar (25.60%), hutan (35.15%), dan sawah padi (31.29%) (Tabel 1). Data
penggunaan lahan diperoleh berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)
Kabupaten Nganjuk dengan skala 1:25,000. Sedangkan data jenis tanah
diturunkan dari peta landsystem Pulau Jawa dengan skala 1:250,000.
Terdapat tiga kelas jenis tanah yang ditemukan pada wilayah penelitian
yang dibedakan berdasarkan tekstur tanah dan drainase tanah di daerah
pengambilan sampel (Gambar 2b), antara lain kelas hidrologi A, kelas hidrologi B,
5
dan kelas hidrologi D. Karakteristik tanah pada kelas hidrologi A memiliki laju
infiltrasi antara 8-12 mm/jam dengan tekstur pasir, pasir berlempung dan
lempung berpasir. Sedangkan karakteristik pada kelas hidrologi B memiliki laju
infiltrasi 4-8 mm/jam dengan tekstur tanah lempung berdebu dan lempung.
Sementara untuk kelas hidrologi D merupakan tanah dengan laju infiltrasi 0-1
mm/jam dengan tekstur tanah lempung berliat, lempung debu berliat, liat berpasir,
liat berdebu, dan liat (McCuen 1989).
(a)
(b)
Gambar 2 Wilayah studi: (a) kelas penggunaan lahan dominan, (b) kelas jenis
tanah
Tabel 1 Kelas penggunaan lahan pada subDAS
Penggunaan lahan
Kode SWAT
Semak belukar
RNGE
Sawah padi
RICE
Hutan
FRSD
Pemukiman dan tempat kegiatan
URML
Padang rumput
BROM
Daerah perairan
WATR
Lahan pertanian
AGRR
Wilayah (%)
25.60
31.29
35.15
6.09
1.33
0.48
0.05
6
Prosedur Kerja
Deskripsi Model Hidrologi
Model SWAT yang telah terkalibrasi diaplikasikan untuk memprediksi
aliran sungai dan komponen hidrologi lainnya di wilayah Sungai Kuncir. Model
SWAT merupakan model kontinu berskala DAS yang beroperasi secara harian
dan dirancang untuk memprediksi dampak pengelolaan terhadap air, sedimen, dan
kimia pertanian. Model SWAT dipilih karena secara fisik bersifat efesien secara
komputerisasi dan mampu membuat simulasi untuk jangka waktu yang panjang
(Alibuyog 2012). Simulasi hidrologi DAS pada SWAT dapat dilakukan dalam
dua bagian. Bagian pertama adalah siklus hidrologi pada fase lahan, yang
mengontrol jumlah masukan air, sedimen, nutrien dan pestisida (polutan) ke kanal
utama di setiap subDAS. Bagian kedua adalah siklus hidrologi pada fase routing,
yang dapat didefinisikan sebagai pergerakkan air, sedimen, nutrien dan kimia
organik yang melalui jaringan kanal DAS ke outlet (Parker et al. 2007).
Siklus hidrologi pada fase lahan yang disimulasikan oleh SWAT didasarkan
pada persamaan neraca air (Persamaan 1):
= 0 + =( )
(1)
Keterangan:
SWt
: Kandungan akhir soilwater (mm)
SW0
: Kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mm)
Rday
: Jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm)
Qsur
: Jumlah aliran permukaan (surface runoff) pada hari ke-i (mm)
Ea
: Jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm)
Wseep
: Jumlah air yang memasuki vadose zone pada profil tanah hari kei (mm)
Qgw
: Jumlah air yang kembali ke groundwater pada hari ke-i (mm)
Pembangunan Model
Proses pemodelan terbagi ke dalam dua tahap besar, yaitu persiapan dan
penyusunan konfigurasi model dan simulasi model (Gambar 3). Data masukkan
model yang telah disesuaikan dengan format yang diperlukan dipersiapkan,
pembangunan model kemudian memasuki empat langkah utama, yaitu deliniasi
DAS dan perolehan karakteristik subdas, pendefinisian HRU, proses menjalankan
model dan analisis sensitivitas parameter serta kalibrasi dan validasi model.
Proses pembangunan model diawali dengan melakukan deliniasi daerah observasi
dengan menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) untuk membuat
batasan-batasan daerah yang akan diteliti. Langkah selanjutnya yaitu
pembentukan HRU (Hydrological Response Unit), yang membutuhkan peta jenis
tanah dan peta tutupan lahan. HRU adalah unit satuan lahan dengan unsur
karakteristik sungai yang berpengaruh terhadap terjadinya aliran permukaan,
infiltrasi dan perkolasi.
7
Mulai
Data
DEM
Deliniasi daerah
observasi
Peta jenis
tanah, peta
tutupan
lahan, peta
kemiringan
lahan
Pembentukan HRU
PEMBANGUNAN
MODEL
Penentuan periode
Penggabungan
Data iklim
dan curah
hujan
Simulasi SWAT
Data Debit
Observasi
Kalibrasi
Tidak
Evaluasi
NS 0.6
Ya
Pembuatan skenario
(manajemen) optimasi
Perhitungan debit
andalan
Visualisasi debit
andalan
Selesai
Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian
Validasi
8
Proses selanjutnya yaitu penentuan periode simulasi penelitian, kemudian
dilanjutkan dengan proses pemasukan data iklim untuk penggabungan data.
Proses simulasi dilakukan setelah penggabungan HRU dengan data iklim,
persamaan yang dilakukan pada simulasi SWAT untuk melakukan prediksi aliran
permukaan adalah dengan metode SCS curve number. Tahapan simulasi yang
dilakukan dengan analisis SWAT minimal harus memiliki korelasi (r) 0.6 dan
berdasarkan batas nilai koefisien determinasi (R2) sudah diatas 0.5. Apabila nilai
korelasi tersebut <0.6, maka perlu dilakukan kalibrasi dan validasi dengan
menggunakan model koefisien determinasi dan model efisiensi Nash-Sutcliffe
(NS). Setelah didapat nilai NS 0.6 dan R2 >0.5 maka dilakukan perhitungan nilai
debit air per bulan. Dengan adanya data debit tersebut, maka nilai debit andalan
dapat dicari menggunakan metode Weibull, kemudian visualisasi debit andalan
dapat ditampilkan baik dalam bentuk peta maupun grafik yang dapat
menunjukkan hasil dari penelitian.
Deskripsi Model Eksperimen
Skenario perubahan lahan dikembangkan dalam penelitian untuk
mengetahui sensitivitas model terhadap pengaruh perubahan lahan, terutama pada
debit air Sungai Kuncir. Skenario tersebut yaitu:
1. PFA (Partial Deforestation to Agriculture). Skenario ini memanipulasi
tutupan lahan hutan dengan mengurangi sebesar 50% luas tutupan wilayah
hutan dan mengkonversi lahan tersebut menjadi wilayah pertanian.
2. PRA (Partial Range-Grasses to Agriculture). Skenario ini memanipulasi
tutupan lahan hutan dengan mengurangi sebesar 50% luas tutupan wilayah
semak belukar dan mengkonversi lahan tersebut menjadi wilayah pertanian.
Analisis Sensitivitas
Setelah menjalankan simulasi model, respon dari semua parameter
diidentifikasi melalui analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas pada simulasi
merupakan tahapan untuk menentukan tingkatan parameter-parameter hidrologi,
serta memberikan nilai terhadap parameter tersebut agar model dapat
merepresentasikan kondisi aktual. Hasil keluaran analisis sensitivitas dapat dilihat
pada Tabel 2, parameter dengan peringkat teratas merupakan parameter yang
memiliki pengaruh terbesar terhadap model. Terdapat empat model parameter
yang paling sering dimodifikasi untuk mendapatkan suatu prediksi aliran yang
akurat, yaitu parameter SCS-Curve Number (CN2), kapasitas air yang tersedia
dalam tanah (SOL_AWC), faktor kompensasi penguapan (ESCO) dan faktor
alpha aliran dasar (ALPHA_BF) (Ferijal 2012). Namun setiap DAS memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, maka dilakukan analisis sensitivitas untuk
menentukan peringkat perubahan parameter yang paling sensitif terhadap aliran.
Hasil analisis keluaran model terpilih kemudian menjadi patokan dalam
menentukan parameter yang akan dimodifikasi dalam proses kalibrasi. Hasil
analisis terhadap parameter-parameter model yang berhubungan dengan aliran
menghasilkan 5 (lima) parameter yang paling sensitif sebagaimana disajikan
dalam Tabel 2. Nilai-nilai awal untuk setiap parameter tersebut kemudian diubah
dalam kisaran yang telah ditetapkan hingga diperoleh nilai yang dapat
merepresentasikan kondisi aktual.
9
Tabel 2 Parameter yang dipilih dalam analisis sensitivitas
Parameter
Deskripsi
Proses
Peringkat
CH_K2
Konduktivitas hidrolik
Channel
1
efektif pada aliran
flow
utama
CN2
SCS curve number
Runoff
2
ALPHA_BF Faktor alpha untuk Groundwater
3
aliran dasar permukaan
SURLAG Koefisien
tunda Groundwater
4
limpasan permukaan
CH_N2
Koefisien kekasaran
Channel
5
manning untuk aliran
flow
utama
Interval
0 - 150
Nilai
0.160
25%
0-1
0.196
0.510
0 - 10
0.129
0-1
0.313
2 = [
=1(, , )(, , )
2
2
=1(, , ) =1(, , )
)2
= 1 [=1( , , )2 ]
=1
(2)
(3)
Qobs,i adalah debit observasi (m3 s-1), Qcal,i adalah debit hasil simulasi
cal,i adalah debit simulasi rata-rata (m3 s-1), sedangkan Q
obs,i adalah debit
(m s ), Q
3 -1
observasi rata-rata (m s ). Dalam kriterianya, simulasi dianggap baik jika nilai
NS >0.75, memuaskan jika 0.36< NS <0.75, serta kurang baik jika NS <0.36.
3
-1
Validasi Model
Validasi model dilakukan terhadap nilai debit observasi yang diperoleh dari
stasiun pengukuran Sawahan, Kabupaten Nganjuk. Data debit observasi kemudian
dibandingkan dengan data debit model SWAT yang telah dikalibrasi.
Perbandingan nilai debit simulasi dan observasi merupakan proses evaluasi
dengan model efisiensi NS. Proses dilanjutkan apabila nilai NS berada dalam
kategori memuaskan (NS>0.75) dan kemudian dilakukan proses validasi
menggunakan faktor R2 hingga nilai mencapai lebih dari 0.5.
Debit Andalan
Peluang debit andalan dihitung menggunakan metode Weibull yang
dijelaskan dengan persamaan (4).
10
=
dengan :
+1
100%
(4)
P = peluang (%)
m = Nomor urut data
n = Jumlah data
=1
(5)
=1( )
(6)
3
=1( )
(1)(2) 3
(7)
=
+
(8)
Nilai G dapat diambil dari tabel koefisien skewness frekuensi Log Pearson
Type III (Lampiran 1). Selanjutnya antilog dari Q dicari untuk mendapatkan nilai
debit andalan dari peluang yang sesuai.
11
Nilai debit air Sungai Kuncir tahun 2010-2013 hasil analisis sensitivitas
menunjukkan pola fluktuasi yang sama dengan nilai debit hasil observasi lapang
(Gambar 4). Hasil analisis menunjukkan nilai debit model memiliki rentang yang
lebih tinggi dibandingkan nilai debit observasi dengan nilai NS sebesar -1.09 dan
nilai R2 sebesar 0.40. Nilai debit rata-rata observasi lapang adalah sebesar 6.93
m3 s-1, sedangkan nilai debit rata-rata model adalah sebesar 6.67 m3 s-1. Nilai debit
rata-rata tersebut menunjukkan selisih yang tidak jauh berbeda, walaupun nilai NS
yang dihasilkan tergolong ke dalam kriteria kurang baik. Hal ini dikarenakan oleh
nilai parameter yang belum terkalibrasi, sehingga debit model memiliki kisaran
nilai di luar interval nilai debit observasi yang jauh berbeda (overestimate). Nilai
parameter sensitivitas sangat tergantung kepada penggunaan lahan, topografi dan
jenis tanah (Das et al. 2013).
Setelah tahap analisis sensitivitas maka selanjutnya dilakukan kalibrasi
terhadap parameter hasil analisis sensitivitas. Nilai debit air dikalibrasi secara
otomatis (auto-kalibrasi) pada periode 2010-2013 (Gambar 5). Hasil analisis autokalibrasi menunjukkan nilai debit model rata-rata sebesar 7.15 m3 s-1 dengan nilai
NS sebesar 0.67 serta nilai R2 sebesar 0.67. Analisis ini memiliki hasil yang dapat
diterima untuk nilai R2 dan NS berdasarkan rekomendasi penelitian-penelitian
yang telah banyak dilakukan (Santhi et al. 2001, Moriasi et al. 2007, Fiseha et al.
2012). Hasil auto-kalibrasi juga menunjukkan bahwa debit air model dapat
dijadikan acuan untuk memperkirakan nilai debit aktual. Hal ini dikarenakan
rentang debit model berada di dalam interval nilai debit observasi. Sehingga
simulasi model SWAT memiliki kapabilitas untuk mensimulasikan hidrologi pada
subDAS Kuncir.
Nilai NS hasil analisis auto-kalibrasi lebih besar dibandingkan dengan nilai
NS hasil analisis sensitivitas. Hal ini dikarenakan pengubahan beberapa parameter
hasil analisis sensitivitas sehingga model dapat dikalibrasi dengan baik. Selisih
nilai rataan debit observasi dengan nilai rataan debit model yang semakin kecil
akan membuat nilai NS semakin tinggi, yang dapat diartikan bahwa model dapat
diterima untuk menggambarkan kondisi sebenarnya. Nilai NS dapat berkisar dari
hingga 1. Hasil model dianggap lebih baik jika NS mendekati 1, sedangkan
nilai NS0 menunjukkan bahwa nilai hasil simulasi tidak dapat menggambarkan
nilai observasi. Walaupun tidak ada batasan spesifik terhadap nilai koefisien NS
yang harus dicapai untuk menunjukkan bahwa hasil model SWAT tersebut
tergolong baik, namun nilai koefisien NS >0.5 dianggap dapat merepresentasikan
kondisi sebenarnya. Kriteria ini juga ditentukan oleh konfigurasi model dan
keadaan alam, yang menyebabkan kondisi penerimaan model bervariasi (Gitau et
al. 2010).
Time series untuk curah hujan menunjukkan pola yang sama dengan debit
minimum dan maksimum (Gambar 4, Gambar 5). Hal ini digambarkan melalui
nilai debit yang rendah pada pertengahan tahun antara Juni sampai November
yang merupakan musim kering sesuai dengan nilai curah hujan. Debit sungai
berkaitan erat dengan curah hujan (Wahid 2009). Curah hujan juga merupakan
parameter yang paling sensitif dalam mempengaruhi debit air sungai (Wei et al.
2007). Kondisi ini terjadi karena intensitas hujan dan lamanya hujan sangat
mempengaruhi besarnya infiltrasi, aliran air tanah dan aliran permukaan tanah.
Lama waktu hujan sangat penting dalam hubungannya dengan lama waktu
pengaliran air hujan menuju ke sungai (Muchtar et al. 2007).
12
200
0
50
100
100
150
200
50
150
250
0
Jan-10
300
Jan-11
Curah Hujan
Jan-12
Waktu
Qmodel
Jan-13
Qobservasi
Gambar 4 Hasil analisis sensitivitas model nilai debit harian Nganjuk 2010-2013
100
100
50
150
200
50
250
0
Jan-10
300
Jan-11
Curah Hujan
Jan-12
Waktu
Qmodel
Jan-13
Qobservasi
Gambar 5 Hasil analisis auto-kalibrasi model nilai debit harian Nganjuk 20102013
13
WYLD dalam model SWAT merupakan total dari aliran permukaan (Qsurf),
kontribusi aliran lateral (Qlat) dan kontribusi aliran tanah (Qgw). Hasil ini
kemudian dikurangi dengan nilai total air yang hilang dari anak sungai yang
dikenal sebagai resapan air (TLoss). Komponen selanjutnya adalah perkolasi atau
resapan air tanah (PERC), yang merupakan debit masuk pada hilir subDAS. Air
yang tersisa pada profil tanah di setiap subDAS dikenal sebagai air tanah (SW).
Hasil menunjukkan bahwa periode 2010-2013 tergolong ke dalam kriteria
tahun sangat basah, sesuai dengan klasifikasi iklim menurut Rukmana (2005)
dengan nilai presipitasi sebesar 2500-7000 mm. WYLD maksimum terjadi pada
tahun 2010, dan minimum pada tahun 2012. WYLD sangat dipengaruhi oleh Qlat
dan Qsurf, sedangkan Qgw dan TLoss tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap
perubahan WYLD. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi nilai Qlat pada tahun 2010
dan 2012 sebesar 37.36% dan 40.26%, Qsurf sebesar 56.77% dan 53.56% serta
nilai SW total sebesar 49.70 mm dan 43.15 mm.
Tabel 3 Nilai komponen hidrologi tahunan Sungai Kuncir 2010-2013 (mm)
Tahun PRECIP
ET
Qlat
Qsurf
Qgw
WYLD PERC SW
2010
5443.90 1541.68 1261.26 1916.47 205.11 3375.94 494.04 49.70
2011
3194.10 954.95 754.96 1262.10 168.62 2180.32 291.48 45.63
2012
2608.60 937.42 631.61 840.27 101.64 1568.70 229.73 43.15
2013
3800.00 1244.24 945.68 1236.72 175.98 2351.49 360.92 29.25
Periode 2010-2013 memiliki curah hujan yang tinggi sepanjang tahun.
Meningkatnya nilai presipitasi berasosiasi dengan bertambahnya nilai komponen
hidrologi, dan berpengaruh besar pada nilai WYLD. Nilai maksimum WYLD
berhubungan dengan peningkatan aliran tanah. Fiseha et al. (2012) menyatakan
bahwa kontribusi aliran tanah yang lebih besar dapat disebabkan karena
perbedaan dominansi tutupan lahan yang dapat berpotensi mengurangi infiltrasi
tanah. Berbeda dengan aliran tanah, aliran permukaan memiliki pengaruh yang
rendah dalam perubahan WYLD, hal ini berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fiseha et al. (2012) dan NJIT (2010) yang menemukan bahwa
pengaruh aliran permukaan sangat besar terhadap nilai WYLD. Pengaruh aliran
permukaan sangat ditentukan oleh dominansi jenis tanah, kandungan air tanah,
dan distribusi temporal presipitasi.
Siklus hidrologi dalam skala yang luas dan dengan variabilitas yang baik
diperlukan untuk memahami proses hidrologi dan pengelolaan sumber daya air.
Siklus hidrologi Sungai Kuncir secara garis besar dievaluasi melalui hubungan
antara komponen hidrologi, presipitasi, debit air dan variabel atmosfer. Siklus ini
dijelaskan dengan diagram yang menunjukkan komponen transfer utama debit air
(Gambar 6). Siklus ini mencakup variabel masukan (input), penyimpanan input
(storage), aliran (flow) dan variabel keluaran (output). Presipitasi yang merupakan
sumber air utama pada siklus hidrologi memiliki distribusi yang tinggi.
Sebaliknya, evaporasi dan transpirasi (evapotranspirasi) memiliki variasi yang
tergantung pada kondisi iklim di sekitarnya. Sumber debit air Sungai Kuncir
berasal dari aliran bawah tanah (aliran dasar) yang bergerak di sepanjang lintasan
aliran di sekitar wilayah Kabupaten Nganjuk. Sumber aliran ini adalah infiltrasi
dari presipitasi yang melalui wilayah permukaan tanah.
14
15
(skewness) kurva cenderung membentuk garis lurus pada kurva linier. Fungsi
logaritmik pada kurva adalah sebagai normalisator untuk menghindari nilai yang
tidak realistis (negatif), membatasi ragam (variance) data, dan mengurangi
pengaruh dari nilai terbesar (ekstrem) pada data observasi (Sauquet et al. 2011).
14
12
10
8
6
4
2
0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Model
Sep
Okt
Nov
Des
Observasi
Gambar 7 Hasil analisis debit andalan bulanan periode 2010-2013 pada taraf
peluang 80%
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
40
50
60
70
Persentase waktu terlampaui (%)
Model
80
90
100
Observasi
Gambar 8 Kurva durasi aliran debit harian Sungai Kuncir periode 2010-2013
dalam skala linier
16
100.00
10.00
1.00
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.10
0.01
Observasi
Gambar 9 Kurva durasi aliran debit harian Sungai Kuncir periode 2010-2013
dalam skala logaritmik
Kurva durasi aliran dapat digunakan untuk mengetahui jumlah debit aliran
yang terjadi pada satu periode tertentu. Kurva durasi aliran membagi debit
andalan ke dalam tiga kelompok Q0-Q10 merupakan kriteria debit aliran tinggi,
Q20-Q60 merupakan kriteria debit aliran media, Q70-Q100 merupakan kriteria debit
aliran rendah. Mohamoud (2008) mendeskripsikan ketiga kriteria debit aliran.
Debit aliran tinggi biasa terjadi karena hujan badai yang intens. Debit aliran
median bervariasi di setiap daerah, bergantung pada indeks kekeringan, proporsi
elevasi, dan persentase kandungan tanah. Debit aliran rendah bergantung indeks
kekeringan dan rasio kapasitas air yang tersedia dalam tiap lapisan tanah.
Kurva durasi aliran umumnya diaplikasikan pada pengelolaan air, karena
dapat menampilkan keseluruhan jangkauan debit, termasuk fenomena kekeringan
dan banjir. Sebagai contoh Q60 menunjukkan debit aliran sebesar 4.64 m3 s-1,
artinya debit aliran air dalam kurun waktu 60% dalam periode 2010-2013
memiliki nilai debit sebesar 4.64 m3 s-1 atau lebih. Nilai Q10 dalam kurva durasi
aliran memiliki nilai debit aliran tinggi sebesar 14.91 m3 s-1, artinya nilai debit ini
hanya memiliki proporsi yang rendah terhadap periode 2010-2013 sebesar 10%.
Nilai Q100 memiliki debit aliran sebesar 0.13 m3 s-1 dan merupakan debit aliran
terendah, karena memiliki persentase 100% maka debit aliran ini merupakan debit
aliran minimum di sungai kuncir.
17
belukar merupakan lahan yang dominan di wilayah Sungai Kuncir. Skenario PFA
diaplikasikan untuk mengetahui dampak dari alih fungsi lahan hutan menjadi
lahan pertanian, sedangkan skenario PRA diaplikasikan untuk mengetahui
dampak dari alih fungsi lahan semak belukar menjadi lahan pertanian. Skenario
bertujuan untuk mengetahui respon hidrologi Sungai Kuncir terhadap manajemen
lahan yang selanjutnya dapat digunakan untuk memaksimalkan irigasi lahan
pertanian di sekitar wilayah Sungai Kuncir.
Skenario PFA mengkonversi 50% lahan hutan (sekitar 17.58% dari luas
wilayah DAS) menjadi lahan pertanian. Simulasi skenario tersebut menghasilkan
nilai debit yang lebih tinggi dibandingkan debit simulasi pada kontrol. Skenario
PFA memiliki debit rataan tahunan sebesar 7.37 m3 s-1. Komponen hidrologi
(Tabel 4) skenario PFA mengalami peningkatan kontribusi aliran permukaan dan
water yield sebesar 19.17% dan 2.31%. Penurunan terjadi pada kontribusi aliran
lateral sebesar 17.09% dan pada kontribusi aliran dasar sebesar 26.78%. Sebesar
50% lahan semak belukar (sekitar 12.8% dari luas wilayah DAS) dikonversi
menjadi lahan pertanian pada skenario PRA. Nilai debit rataan harian simulasi
skenario PRA adalah 7.33 m3 s-1. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan nilai
debit pada kontrol. Serupa dengan skenario PFA, skenario PRA juga mengalami
peningkatan water yield sebesar 1.82%. Kontribusi yang lebih tinggi ditunjukkan
oleh aliran permukaan sebesar 12.43%, terjadi penurunan pada kontribusi aliran
lateral sebesar 13.39% serta tidak terjadi perubahan pada kontribusi aliran dasar.
Pengalihan fungsi lahan hutan dan semak belukar menjadi lahan pertanian
efektif untuk meningkatkan debit Sungai Kuncir. Hal ini terlihat dari peningkatan
debit rata-rata dan peningkatan water yield oleh skenario PFA dan PRA. Fiseha et
al. (2012) menyatakan bahwa karakteristik tutupan lahan yang didominasi oleh
lahan pertanian berpotensi mengurangi infiltrasi tanah dan meningkatkan
koefisien run off. Kondisi tersebut mengakibatkan kontribusi debit aliran
permukaan yang lebih tinggi dibandingkan debit aliran dasar pada subDAS.
35
30
25
20
15
10
5
0
Jan-10
Jan-11
Kontrol
Jan-12
Waktu
PFA
Jan-13
PRA
Gambar 10 Debit air harian Sungai Kuncir hasil simulasi skenario perubahan
penggunaan lahan
18
Hasil simulasi model untuk kedua skenario mengindikasikan adanya
peningkatan debit Sungai Kuncir yang diiringi dengan bertambahnya konversi
lahan hutan dan semak belukar. Pengelolaan lahan pertanian yang baik dapat
memaksimalkan proses pengairan (irigasi) di sekitar wilayah Sungai Kuncir
dengan persentase konversi lahan hutan dan semak belukar yang tepat.
Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan praktek pengelolaan
lahan pertanian yang telah ada dan pengalokasian regulasi air untuk menjaga
aliran di sekitar sungai (Mango et al. 2011). Akan tetapi, peningkatan konversi
lahan secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya debit berlebih
(overflow) yang berpotensi meningkatkan peluang terjadinya banjir. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya daerah utama resapan air, yaitu hutan.
Tabel 4 Komponen hidrologi rata-rata tahunan Sungai Nganjuk berdasarkan
skenario
Skenario
Qave
Qlat
Qsurf
Qgw
WYLD
PERC
(m3 s-1) (mm th-1) (mm th-1) (mm th-1) (mm th-1) (mm th-1)
Kontrol
7.15
898.38
1313.89
162.84
2369.11
344.04
PFA
7.37
744.82
1565.85
119.23
2423.91
264.89
PRA
7.33
778.09
1477.25
162.84
2412.21
330.58
100.0
10.0
1.0
0
0.1
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
PRA
Kontrol
Gambar 11 Kurva durasi aliran skala logaritmik Sungai Kuncir periode 20102013
19
Kurva durasi aliran menunjukkan bahwa kedua skenario memiliki respon
yang berbeda terhadap perubahan persentase waktu dibandingkan dengan kontrol.
Skenario yang memiliki debit rata-rata yang tinggi (PRA) pada persentase waktu
kurang dari 10% menunjukkan debit andalan yang tinggi, namun skenario PFA
dan kontrol menunjukkan debit andalan yang lebih rendah. Ketiga eksperimen
memiliki nilai debit yang sama pada persentase waktu 2%, yaitu kurang dari atau
sama dengan 19.18 m3 s-1. Respon yang berlawanan ditunjukkan oleh skenario
PRA dan PFA pada presentase waktu 80%. Skenario PRA memiliki nilai debit
yang rendah (di bawah nilai kontrol) sebesar 1.16 m3 s-1 dan skenario PFA
memiliki nilai debit yang tinggi (di atas nilai kontrol) sebesar 1.26 m3 s-1. Hasil
yang sama diperoleh dari penelitian Post (2004) yaitu perubahan lahan yang
menghasilkan debit rata-rata tinggi memiliki level yang tinggi pada periode debit
rendah.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ahl RS, Woods SW, Zuurig HR. 2008. Hydrologic calibration and validation of
SWAT in a snow-dominated rocky mountain watershed. Journal of The
American Water Resources Association. 44(6):1411.
Alibuyog NR. 2012. Manual MWSWAT (MapWindow Soil and Water
Assesment Tool). Yusuf SM, penerjemah; Murtilaksono K, editor. Jakarta
(ID): Kementerian Kehutanan RI. Terjemahan dari: Manual MWSwat
(MapWindow Soil and Water Assesment Tool).
Arya DK. 2012. Analisis potensi mikrohidro berdasarkan curah hujan [skripsi].
Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
[BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nganjuk.
2012. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Nganjuk 2012 [Internet]. [diunduh
2013 Des 1]. Tersedia pada: http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/
sanitasi/pokja/bp/kab.nganjuk/Bab_3.pdf.
Das SK, Ng AWM, Perera BJC. 2013. Development of a SWAT model in the
Yarra River catchment. 20th International Congress on Modelling and
Simulation; 2013 Des 1-6; Adelaide, Australia. Adelaide (AUS). hlm 24572463.
Ferijal T. 2012. Prediksi hasil limpasan permukaan dan laju erosi dari subDAS
Krueng Jreu menggunakan model SWAT. Jurnal Agrisa. 16(1):29-38.
Fiseha BM, Setegn SG, Melesse AM, Volpi E, Fiori A. 2012. Hydrological
analysis of the upper Tiber River basin, Central Italy: a watershed modelling
approach. Hydrological Processes. doi: 10.1002/hyp.9234.
Gitau MW, Chaubey I. 2010. Regionalization of SWAT model parameters for use
in ungauged watersheds. Water. 2:849-871. doi: 10.3390/w2040849.
Indarto A, Juwono PT, Rispiningtati. 2012. Kajian potensi Sungai Srinjing untuk
Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Brumbung di Kabupaten
Kediri. Jurnal Teknik Pengairan. 3(2):174-184.
Indra Z. 2012. Analisis debit Sungai Munte dengan metode Mock dan metode
NRECA untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Air. Jurnal Sipil Statik.
1(1):34-38.
Liyantono, Kato T, Kuroda H, Yoshida K. 2012. The influence of El Nio
Southern Oscillation on agricultural production sustainability in a tropical
monsoon region: case study in Nganjuk District, East Java, Indonesia. Journal
of Developments in Sustainable Agriculture. 7(1): 65-74.
Liyantono, Kato T, Kuroda H, Yoshida K. 2013. GIS analysis of conjunctive
water resource use in Nganjuk District, East Java, Indonesia. Barker R (Editor).
Paddy and Water Environment. ISSN 1611-2490. doi: 10.1007/s10333-0110304-0.
Mango LM, Melesse AM, McClain ME, Gann D, Setegn SG. 2011. Land use and
climate change impacts on the hydrology of the upper Mara River Basin,
Kenya: results of a modeling study to support better resource management.
Hydrology and Earth System Science. 15:2245-2258. doi: 10.5194/hess-152245-2011.
Muchtar A, Abdullah N. 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruh debit
Sungai Mamasa. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 2(1):174-187.
21
Mohamoud YM. 2008. Prediction of daily flow duration curves and streamflow
for ungauged catchments using regional flow duration curves. Journal
Hydrological Sciences. 53(4):706-724.
McCuen RH. 1989. Hydrologic Analysis and Design. New York (US): Prince
Hall.
Moriasi DN, Arnold JG, Van Liew MW, Bingner RL, Harmel RD, Veith TL.
2001. Model evaluation guidelines for systematic quantification of accuracy in
watershed simulations. 2007 American Society of Agricultural and Biological
Engineers. 50(3):885-900.
[NJIT] New Jersey Institute of Technology. 2010. SWAT modelling analysis for
the Neshanic River Watershed [Internet]. [diunduh 2013 Des 1]. Tersedia pada:
http://ims.njit.edu/neshanic/docs/plan/AppFSWATModelingReport.pdf.
Parker R, Arnold JG, Barrett M, Burns L, Carrubba L, Neitsch SL, Snyder NJ,
Srinivasan R. 2007. Evaluation of three watershed-scale pesticide
environmental transport and fate models. Journal of the American Water
Resources Association. 43(6): 14241443.
Post D. 2004. A new method for estimating Flow Duration Curves: an application
to the Burdekin River Catchment, North Queensland, Australia. Transactions
of the 2nd Biennial Meeting of the International Environmental Modelling and
Software Society; 2004 Jun 14-17; University of Osnabruck, Germany.
Germany (DE): iEMSs. Hlm: 1195-2000.
Rukmana R. 2005. Asam, Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Santhi CA, Arnold JG, Williams JR, Dugas WA, Srinivasan R, Houck LM. 2001.
Validation of SWAT model on a larger river basin with point and non point
sources. Journal of the American Water Resources Association. 37(5):11691188.
Sauquet E, Catalogne C. 2011. Comparison of catchment grouping methods for
flow duration curve estimation at ungauged sites in France. Hydrology and
Earth System Sciences. 15:2421-2435. doi:10.5194/hess-15-2421-2011.
Suwondo SI. 2005. Kajian geografi untuk pengembangan waduk dengan
pendekatan teknologi penginderaan jauh dan SIG di Kabupaten Nganjuk.
Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan
Bangsa. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV; 2005 September 14-15;
Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): ITS. hlm 306-315.
Tambun N. 2012. Perhitungan debit andalan sebagai sumber air bersih PDAM
Jayapura [Internet]. [diunduh
2013 Des 4]. Tersedia pada:
http://digilib.its.ac.id/public/ ITS-paper-19530-3306100018-Paper.pdf.
Wahid A. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruh debit Sungai Mamasa.
Jurnal SMARTek. 7(3):204-218.
Wei W, Chen LD, Fu BJ, Huang ZL, Wu DP, Gui LD. 2007. The effect of land
uses and rainfall regimes on runoff and soil erosion in the semi-arid loess hilly
area, China. Journal of Hydrology. 335: 247258.
22
Lampiran 1 Tabel Log Pearson Tipe III
Koef
1.0101
Kemiringan
CS
99
3.0 -0.667
2.8 -0.714
2.6 -0.769
2.4 -0.832
2.2 -0.905
2.0 -0.990
1.8 -1.087
1.6 -1.197
1.4 -1.318
1.2 -1.449
1.0 -1.588
0.8 -1.733
0.6 -1.880
0.4 -2.029
0.2 -2.175
0 -2.326
-0.2 -2.472
-0.4 -2.615
-0.6 -2.755
-0.8 -2.891
-1.0 -3.022
-1.2 -3.149
-1.4 -3.271
-1.6 -3.388
-1.8 -3.499
-2.0 -3.605
-2.2 -3.705
-2.4 -3.800
-2.6 -3.889
-2.8 -3.943
-3.0 -4.051
1.25
80
-0.636
-0.666
-0.696
-0.725
-0.752
-0.777
-0.799
-0.817
-0.732
-0.844
-0.015
-0.856
-0.857
-0.855
-0.850
-0.842
-0.830
-0.816
-0.800
-0.780
-0.758
-0.732
-0.706
-0.675
-0.643
-0.609
-0.574
-0.539
-0.499
-0.460
-0.420
50
100
2
3.152
3.114
3.081
3.023
2.970
2.912
2.848
2.780
2.760
2.626
2.542
2.453
2.359
2.261
2.159
2.054
1.945
1.834
1.720
1.606
1.920
1.379
1.270
1.166
1.069
0.980
0.900
0.830
0.768
0.714
0.666
1
4.051
3.973
3.889
3.800
3.705
3.606
3.499
3.388
3.271
3.149
3.022
2.891
2.755
2.615
2.472
2.326
2.178
2.029
1.880
1.733
1.588
1.449
1.318
1.197
1.087
0.990
0.905
0.832
0.769
0.714
0.667
23
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta 24 April 1993 dari ayah
Parlaungan Simatupang dan ibu Tiurmaida Sibarani. Penulis
adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis
lulus dari SMA Negeri 55 Jakarta dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri dan diterima di Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti
kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Kewirausahaan (PKM-K)
yang dibiayai oleh DIKTI dengan topik Produksi Aloe Tea dan Aplikasi Kost
Line pada tahun 2012. Bulan Juni-Agustus 2013 penulis melaksanakan Praktik
Lapangan di Dinas Pertanian Kota Depok dengan judul Studi Pemanfaatan Cyber
Extension dalam Jaringan Teknologi Informasi Pertanian di Kota Depok.
Penulis pernah aktif sebagai ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Catur IPB
periode 2012-2013. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain Juara 1
Kejuaraan Catur Piala Rektor IPB tahun 2011, peringkat 8 Kejuaraan Catur
Mahasiswa tingkat Nasional tahun 2011, peringkat 7 Kejuaraan Catur Mahasiswa
tingkat Nasional tahun 2012, peringkat 5 Kejuaraan Catur PNJ, Juara 3 Kejuaraan
Catur Politeknik Bandung tingkat Nasional tahun 2013.