DADANG SUBARNA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dadang Subarna
NIM P062100081
RINGKASAN
DAS Cisangkuy yang terletak di wilayah Citarum hulu adalah bagian dari
cekungan Bandung sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan mempunyai
peran penting dalam memasok kebutuhan air baku bagi Kota dan Kabupaten
Bandung. DAS tersebut mempunyai sifat yang menarik ditinjau dari aspek iklim
yaitu antara daerah hulu dan daerah hilir mempunyai indeks kelembapan iklim,
sifat temperatur, curah hujan, evapotranspirasi, pola limpasan permukaan dan
dampak perubahan iklim yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh karakteristik
biofisik yang berbeda antara hulu dan hilir terutama topografi. Berlangsungnya
penggunaan lahan secara intensif dan tidak memperhatikan aspek lingkungan dan
variabilitas iklim yang tinggi telah menimbulkan masalah pada tata kelola air.
Karakteristik biofisik yang berbeda antara hulu dan hilir dan perlakuan yang tidak
tepat terhadap sumberdaya DAS terutama lahan, akan membawa konsekuensi
logis bagi pendekatan aspek pengelolaan jangka panjang. Oleh karena itu perlu
kajian komprehensif terhadap variabilitas iklim terkait dengan aspek pengelolaan
terutama curah hujan dan limpasan dengan beberapa metode pendekatan. Tujuan
penelitian adalah untuk mendapatkan model pengelolaan DAS berbasis
variabilitas iklim dengan sasaran (1) Menganalisis pengaruh iklim global dan
pengaruh kondisi lokal (topografi) terhadap variabilitas hidroklimat di DAS
Cisangkuy. (2) Mengembangkan suatu model prediksi hidroklimat di DAS
Cisangkuy.(3) Menganalisis model simulasi perubahan tata guna, tutupan dan
kemiringan lahan terhadap debit sungai Cisangkuy. (4) Mengkaji tingkat
kepentingan program-program yang diperlukan di DAS Cisangkuy terkait dengan
variabilitas iklim. Untuk mencapai sasaran-sasaran tersebut beberapa metode
digunakan seperti analisis wavelet, analisis statistik antara curah hujan dan elevasi,
pengembangan model prediksi komponen iklim dan analisis model hidrograf
satuan terdistribusi dalam rangka berbagai kemungkinan skenario ke depan serta
program-program yang dibutuhkan pada aspek pengelolaan jangka panjang
berdasarkan model terstruktur interpretasi terkait variabilitas iklim di DAS
Cisangkuy. Hasil analisis data curah hujan menunjukkan variabilitas tinggi dari
hilir ke hulu secara berurutan dengan nilai CV (Coefficient Variability) yaitu
stasiun Ciherang, Cileunca, Kertamanah dan Cipanas masing-masing 70%, 78%,
82%, 84%. Curah hujan mempunyai osilasi dominan sekitar 12 bulan (osilasi
tahunan). Debit sungai Cisangkuy mempunyai variabilitas tinggi pula yaitu 86%,
serta osilasi dominan 12 bulan, osilasi 64 bulan di stasiun Kamasan dan 97%,
osilasi 12 bulan, 128 bulan di stasiun Pataruman. Peningkatan curah hujan
dengan elevasi mempunyai nilai rata-rata 11.62 mm per 100 m. Musim penghujan
(DJF) mempunyai kenaikan sebesar 17.7 mm dan musim kemarau (JJA)
mempunyai kenaikan sebesar 5.9 mm per 100 m. Skenario perubahan
penatagunaan lahan dibuat untuk kondisi eksisting 2010 dan kondisi RTRW 2030
untuk mengetahui pengaruhnya terhadap limpasan di masa mendatang berdasar
kan model prediksi curah hujan yang dikembangkan. Dengan metode statistik
non-linear didapat parameter untuk prediksi curah hujan yaitu waktu tunda 2 dan
dimensi embedding 23 dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.60. Validasi
model limpasan dengan data pengamatan dilakukan pada rentang 2001-2011
didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0.65. Hasil skenario eksisting 2010 didapat
puncak limpasan sebesar 5.51 m3/dt sedangkan skenario RTRW sebesar 4.26
m3/dt, terjadi reduksi sebesar 1.25 m3/dt. Rasio limpasan rata-rata untuk skenario
2010 terhadap skenario RTRW selama rentang 2015-2050 sebesar 0.55 atau turun
sebesar 44%. Hal ini menunjukkan bahwa penatagunaan lahan sesuai dengan
peruntukannya yang disusun berdasarkan pola RTRW dapat menurunkan tingkat
limpasan ke level yang signifikan. Untuk mencapai program pengelolaan jangka
panjang pada level perencanaan strategis agar tercapai konservasi pengelolaan
DAS secara optimal terkait variabilitas dan perubahan iklim adalah peningkatan
kesadaran para pihak, konservasi daerah tangkapan hujan (Recharge Area),
teknologi pengelolaan DAS dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan
aparat.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI KONSERVASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
BERBASIS VARIABILITAS IKLIM DI DAS CISANGKUY
CITARUM HULU
DADANG SUBARNA
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
ii
iii
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. Rahmat Hidayat, M.Si, M.Sc
Penguji pada Ujian Terbuka: Dr. Ir. Rahmat Hidayat, M.Si, M.Sc
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya
sehingga Penelitian dengan topik ”Strategi Konservasi Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai Berbasis Variabilitas Iklim di DAS Cisangkuy Citarum Hulu” di bawah
bimbingan dan arahan Komisi Pembimbing, telah dapat kami selesaikan dengan
baik dan pada waktunya nanti dapat disyahkan.
Kompleksitas permasalahan yang berkaitan dengan konservasi pengelolaan
daerah aliran sungai semakin meningkat. Upaya meningkatkan konservasi
pengelolaan diberbagai aspek terus dilakukan termasuk dalam upaya
mengantisipasi variabilitas iklim. Upaya penggunaan sumberdaya di daerah aliran
sungai yang memberi manfaat besar bagi kehidupan masyarakat, telah
menginspirasi keinginan saya untuk melakukan penelitian ini. Mengetahui
pengaruh variabilitas iklim terhadap daerah aliran sungai dengan menggunakan
pendekatan model merupakan kajian penting agar ditemukan pendekatan
pengelolaan yang lebih baik dan dapat disarankan sebagai bentuk sumbangan
pemikiran terhadap permasalahan pengelolaan daerah aliran sungai yang menjadi
isu strategis dan secara realitas terjadi berdasarkan pendekatan ilmiah.
Atas tersusunnya Disertasi ini, kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. M.Yanuar J. Purwanto, MS selaku Ketua Komisi
Pembimbing; Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, MS dan Prof. Dr. Ir. Cecep
Kusmana,MS selaku anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, arahan dan
perbaikan yang telah diberikan baik ketika proses belajar-mengajar maupun ketika
konsultasi. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Cecep
Kusmana MS. selaku Ketua Program Studi PSL, dan Dr. Ir. Widiatmaka, DEA,
selaku Sekretaris Program Studi PSL yang senantiasa memberikan dorongan
semangat dan motivasi untuk menyelesaikan Disertasi ini. Ucapan terima kasih
kami sampaikan Prof. Dr. Thomas Djamaluddin selaku Kepala LAPAN dan Prof.
Dr. Ir. Eddy Hermawan, M.Sc, Dr .Ir. Rahmat Hidayat, M.Sc selaku penguji serta
KEMENRISTEK DIKTI selalu sponsor dan pemberi beasiswa. Ucapan terima
kasih kepada Dr. Didi Satiadi sebagai motivator penulis dan Dr. Bambang D.
Dasanto, Dr. Syafruddin, Dr. Prima Dr. Rusli dan rekan-rekan PSL, Andi, Agung
dan rekan-rekan agromet, serta tentunya keluarga atas dorongan dan kerjasamanya.
Demikian pula kepada semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi
dalam penyusunan Disertasi ini, kami ucapkan terima kasih.
Semoga penelitian yang kami laksanakan dapat berjalan dengan baik dan
lancar serta menghasilkan solusi masalah yang tepat dan bermanfaat bagi
pembangunan untuk mewujudkan daerah aliran sungai yang optimal menopang
kehidupan, Amin.
Bogor, Agustus 2015
Dadang Subarna
NRP: P062100081
viii
ix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xvi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Kerangka Pemikiran 4
Perumusan Masalah 5
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 8
Hipotesis 8
Kebaruan Penelitian (Novelty) 8
Sistematika Penulisan 8
2 METODE PENELITIAN 10
Lokasi dan Waktu Penelitian 10
Jenis, Sumber, Teknik Analisis dan Metode Pengumpulan Data 11
Metode Analisis 12
Ruang Lingkup Penelitian 17
3 PENGARUH IKLIM GLOBAL TERHADAP VARIABILITAS
HIDROKLIMAT DAERAH TANGKAPAN AIR CISANGKUY 18
Pendahuluan 18
Data dan Metode 19
Hasil dan Pembahasan 23
Simpulan 29
4 HUBUNGAN ANTARA CURAH HUJAN DAN ELEVASI DI
DAERAH ALIRAN SUNGAI CISANGKUY 30
Pendahuluan 30
Data dan Metode 31
Hasil dan Pembahasan 33
Simpulan 39
5 PENGEMBANGAN MODEL PREDKSI HIDROKLIMAT (STUDI
KASUS PRAKIRAAN CURAH HUJAN DI WILAYAH SITU
CILEUNCA KABUPATEN BANDUNG) DENGAN METODE NON-
LINEAR 41
Pendahuluan 41
Data dan Metode 43
Hasil dan Pembahasan 47
Simpulan 55
x
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah hulu merupakan bagian daratan yang sangat penting ditinjau dari
penyediaan air bersih (fresh water) baik dari segi ekologis, ekonomis dan
sosiologis dalam menopang ekosistem kehidupan daerah aliran sungai (MEA
2005). Akibat variabilitas dan perubahan iklim yang terjadi pada abad 21, salah
satu kawasan yang sangat rentan terkena dampak adalah daerah hulu yang
merupakan daerah pegunungan dan simpul siklus hidrologi (Kohler et al. 2014).
Dampak variabilitas dan perubahan iklim pada sumberdaya air baku berpotensi
sangat besar (IPCC 2007a; Bates et al. 2008). Di daerah yang mempunyai dampak
iklim dengan kerentanan tinggi maka sumberdaya air dan pengelolaannya dapat
berubah sangat signifikan oleh perubahan curah hujan, level muka laut,
temperatur dan kejadian cuaca ekstrem (IPCC 2007a). Limpasan tahunan di
cekungan pegunungan Mediterania yang berada di Pyrenees Spanyol bagian
tengah telah diteliti dengan berbagai skenario perubahan iklim dan perubahan
tutupan lahan yang menunjukkan bahwa kombinasi kenaikan tutupan lahan dan
perubahan iklim dapat menurunkan limpasan tahunan sebesar 29.6% (López-
Moreno et al. 2014).
Pergeseran ketersediaan air, penurunan kualitas air, kontaminasi air tanah
dan perubahan pada persyaratan pengelolaan air dapat menjadi kejadian dan
akibat buruk di kawasan dengan kerentanan tinggi (Bolson 2010). Konsekuensi
tersebut perlu diperhatikan lebih lanjut terhadap tekanan yang telah lebih dulu ada
seperti pertumbuhan populasi, perubahan tata guna lahan dan pergeseran
permintaan air (Vörösmarty et al. 2000). Masing-masing tekanan yang bukan
berasal dari aspek iklim bersifat dinamis, bercirikan ketidakpastian dan
berlangsung pada berbagai skala waktu dan ruang yang kompleks sehingga
pengelolaan sumberdaya tersebut menimbulkan tantangan yang besar (Kates
2000). Keberadaan para pihak (stakeholders) yang sangat beragam kepentingan
dalam pembuatan keputusan tentang alokasi sumberdaya air menghadirkan faktor-
faktor yang berkontribusi pada tingkat kompleksitas yang tinggi pada pengelolaan
DAS.
Permasalahan yang selama ini terjadi di daerah hulu adalah dampak
perubahan lingkungan global, gunung meletus, perambahan hutan, pertanian dan
peternakan yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan,
pengelolaan perkebunan yang konvensional, pertambangan sumberdaya energi
dan mineral, kemiskinan dan kebutuhan lahan produktif. Kerusakan lingkungan
dan sumberdaya alam di daerah hulu dan sepanjang daerah aliran sungai akibat
kegiatan antropogenik telah mencapai tingkat yang membahayakan bagi
kelangsungan dan daya dukung lingkungan di daerah aliran sungai. Selain akibat
kegiatan antropogenik, beberapa daerah hulu di Indonesia juga rawan terhadap
bencana gunung meletus, longsor dan rentan akibat pemanasan global dan
perubahan iklim. Kelompok petani mungkin harus berhadapan dengan kekurangan
pasokan air dan pengguna air di pemukiman harus menurunkan konsumsinya jika
ketersediaan air menurun (Bolson 2010).
2
Kerangka Pemikiran
praktek pengelolaan daerah aliran sungai (Drake and Hogan, 2013). Menurut
Asdak (2007), secara garis besar ada tiga sasaran umum yang ingin dicapai dalam
pengelolaan daerah aliran sungai, yaitu: (1) Rehabilitasi lahan terlantar atau yang
masih produktif tetapi digarap dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip-
prinsip konservasi tanah dan air, (2) Perlindungan terhadap lahan yang umumnya
sensitif terhadap terjadinya erosi dan atau tanah longsor atau lahan yang
diperkirakan memerlukan tindakan rehabilitasi di kemudian hari, dan (3)
Peningkatan atau pengembangan sumberdaya air. Kerangka pemikiran
pengelolaan daerah aliran sungai menurut Hufschmidt et al. (1987), didasarkan
pada tiga dimensi pendekatan analisis, yaitu: (1) Pengelolaan daerah aliran sungai
sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah perencanaan dan pelaksanaan
yang terpisah tetapi berkaitan erat; (2) Pengelolaan daerah aliran sungai sebagai
sistem perencanaan pengelolaan dan alat implementasi program pengelolaan
daerah aliran sungai, melalui kelembagaan yang relevan dan terkait, dan (3)
Pengelolaan daerah aliran sungai sebagai serial aktivitas yang masing-masing
berkaitan dan memerlukan perangkat pengelolaan spesifik.
Dengan adanya bentuk hubungan antara masukan dan keluaran dari
ekosistem DAS maka terdapat hubungan antara parameter satu dengan parameter
yang lain sehingga akan menyebabkan kinerja suatu DAS berbeda-beda.
Operasionalisasi parameter tersebut dalam mengevaluasi kinerja DAS akan
tergantung dari perubahan temperatur dan curah hujan, untuk itu strategi
pengelolaan DAS yag ada harus dikaji ulang.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
DAS dataran tinggi sebagai menara air tawar (fresh water tower).
Ketersediaan dan pasokan air sangat dipengaruhi oleh variabilitas iklim,
karakteristik dan ekosistem daerah aliran sungai sehingga perlu dirancang suatu
strategi konservasi pengelolaan yang bercirikan DAS hulu berbasis variabilitas
iklim.
Sistematika Penulisan
2 METODE PENELITIAN
Data yang diperlukan untuk penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua
jenis data yaitu data primer (Tabel 3, lihat No.6 dan No7) dan data sekunder,
seperti ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2 Data Hidroklimat yang dikaji di DAS Cisangkuy
Nama Stasiun Hidroklimat Lokasi( LS, BT) Periode data
Cileunca 07 11'35", 107032'41"
0
1993-2012
Kertamanah 06011'25", 107036'38" 2001-2012
Cipanas 06049'15", 107037'59" 2001-2012
Ciherang 0702'13", 107034'49" 2001-2012
Pataruman 7 06' 35'', 107 32' 48'' 2001-2012
Kamasan 7 02' 45'', 107 34' 39'' 2001-2012
Metode Analisis
Gambar 5 (a) Wavelet Morlet dengan lebar dan amplitude tertentu sepanjang
sumbu x. (b) Kontruksi gelombang wavelet (biru putus-putus)
sebagai gelombang Sinus (hijau) dimodula
dimodulasi
si oleh fungsi Gauss
(merah). (Sumber: http://paos.colorado.edu)
(1)
Ini adalah fungsi wavelet dasar, dimana ψ adalah nilai wavelet pada waktu
tak berdimensi η dan ωo adalah bilangan gelombang. Untuk merubah keseluruhan
ukuran agar dapat menggeser keseluruhan wavelet sepanjang sumbu waktu maka
dirumuskan wavelet berskala yaitu:
(2)
(3)
x(t + T ) = f (x(t)) T
o
(5)
f : ℜ ⇒ℜ
T
o N 1
(6)
dimana ℜ adalah ruang keadaan sistem dinamik.
Suatu prediktor lokal dapat dibuat berdasarkan tetangga dekat dari x(t ) , yaitu
fitting suatu polynomial terhadap pasangan-pasangan:
(x(t ),(x(t +T ))
i i (7)
Ilustrasi dari metoda prakiraan pada state space atau pada ruang keadaan
ditunjukkan pada Gambar 6.
x(t ) tetangga dekat dan evolusi masa depannya x(t + T ) , dimana ti<t.
i i
Singer et al. (1992) mengungkapkan bahwa dari sudut pandang pengolahan sinyal
dalam waktu diskrit untuk proses non-linear digambarkan dengan Orde ke-N
persamaan diferensial dengan bentuk
r
x ( k + 1) = f ( x ( k )) + u ( k ) (9)
Gambar 7 Model builder untuk simulasi daerah terpengaruh limpasan puncak dan hidrograf satuan.
17
Pendahuluan
osilasi yang menghasilkan kejadian curah hujan dan debit aliran sungai yang
ekstrem.
Beberapa peneliti telah mengkaji variabilitas antar-musiman (ISV) dalam
curah hujan di daerah-daerah dengan geografi yang berbeda di seluruh dunia.
Krishnamurti dan Shukla (2007), menemukan mode 45 dan 20 hari periode curah
hujan di India. Analisis juga dilakukan di benua Afrika (Sultan et al. 2003) yang
ditemukan sinyal periode 10-25 dan 25-60 hari pada fenomena konveksi dan
curah hujan di daerah Barat Afrika. Secara statistik puncak spektrum yang
signifikan di atas periode 15 dan 40 hari ditemukan pada curah hujan di daerah
Sahel (Sultan et al. 2003). Dengan menggunakan data outgoing long wave
radiation (OLR), Jones et al. (2004a) mengembangkan klimatologi untuk anomali
konvektif antar-musiman tropis. Ye dan Cho (2001) berhasil menganalisis data
curah hujan di Amerika dan menemukan sinyal 24 dan 37 hari. ISV konveksi dan
curah hujan untuk daerah-daerah yang berbeda di Amerika selatan telah dikaji
oleh Garreaud (2000), Petersen et al. (2002), Misra (2005). Dengan mengkaji
sebab-sebab ISV curah hujan maka beberapa peneliti telah mencurahkan
perhatiannya pada hubungan antara ISV dan osilasi Madden-Julian (MJO), karena
MJO merupakan mode yang dominan pada ISV tropis. Bantzer dan Wallace
(1996) telah menganalisis data temperatur dan curah hujan dari data satelit dan
menemukan komponen periode 40-45 hari yang sangat dekat ke periode MJO.
Liebman et al. (1994) telah menyelidiki hubungan antara siklon tropis di lautan
India dan Pasifik Barat dengan MJO. Mereka menemukan bahwa siklon
mendahului kemunculan selama osilasi fase konvektif, tetapi peningkatan
aktivitas siklon selama periode konveksi aktif tidak dibatasi oleh aktivitas MJO
dan akhirnya berkesimpulan bahwa tidak mempengaruhi siklon tropis dalam
kaadaan yang khusus (situasi ini mungkin disebabkan oleh keberadaan mode-
mode yang lain dari ISV). Jones et al. (2004b) dengan menggunakan presipitasi
pentad (lima harian) yang didasarkan pada data GPCP di atas laut India, Indonesia,
Pasifik Barat, Timur Tengah dan Cina sebelah Timur, memperlihatkan kejadian
presipitasi ekstrem meningkat dengan kehadiran fase aktif (konvektif) MJO.
Barlow et al. (2005) menganalisis curah hujan harian untuk Asia Barat Daya
menemukan bahwa kekuatan yang sebanding dengan variabilitas antar tahunan.
Bond dan Vecchi (2003) telah menemukan suatu hubungan antara MJO dan
presipitasi di negara bagian Oregon dan Washington serta ISV telah terdeteksi
dalam proses-proses konvektif di daerah Amazon (Petersen et al. 2002). Dengan
demikian tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh fenomena
iklim global dan regional terhadap pola hidroklimat lokal terutama di DAS
Cisangkuy yang menjadi daerah tangkapan dan resapan air untuk daerah Bandung
dan sekitarnya. Adanya perbedaan variabilitas iklim antara hulu dan hilir di DAS
Cisangkuy. Besarnya perbedaan tersebut pada kondisi normal dan terjadi
akumulasi siklus musiman, 5 tahunan dan 11 tahunan.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di daerah aliran sungai Cisangkuy yang terletak antara
06 59’24” – 07o 13’51” LS dan 107o 28’55” – 107o 39’84” BT di Kabupaten
o
bervariasi dari ketinggian 2327 m dari permukaan laut di Gunung Malabar, hingga
658 m di pertemuannya dengan sungai induk, yaitu Sungai Citarum. Kondisi
hidrologi, sebaran curah hujan tahunan pada DAS Cisangkuy bervariasi dari 3500
mm/tahun hingga 2000 mm/tahun. Musim kemarau yang terjadi pada DAS
Citarum Hulu berlangsung pada bulan Juni sampai Agustus dengan September,
Oktober, November sebagai bulan-bulan transisi dari kemarau ke penghujan dan
musim penghujan pada periode Desember, sampai Februari dengan Maret, April,
Mei sebagai bulan-bulan transisi dari penghujan ke kemarau.
Data
Data hidroklimat berupa curah hujan dan debit aliran sungai Cisangkuy beserta
posisi stasiun pengamatan yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air
Provinsi Jawa Barat digunakan dalam penelitian ini seperti ditunjukkan dalam
Tabel 4.
Gambar 9 Daerah aliran sungai Cisangkuy yang merupakan sub-DAS dari DAS
Citarum yang terletak di Kabupaten Bandung
Tabel 4 Data Hidroklimat DAS Cisangkuy
Lokasi
Nama Stasiun Hidroklimat Periode data
( LS, BT)
Cileunca 07011'35", 107032'41" 1993-2011
0 0
Kertamanah 06 11'25", 107 36'38" 2001-2011
0 0
Cipanas 06 49'15", 107 37'59" 2001-2011
0 0
Ciherang 07 2'13", 107 34'49" 2001-2011
Pataruman 7 06' 35'', 107 32' 48'' 2001-2011
Kamasan 7 02' 45'', 107 34' 39'' 2001-2011
21
Simpangan Baku
Simpangan baku atau deviasi standar adalah ukuran sebaran statistik yang
mengukur bagaimana nilai-nilai data tersebar. Bisa juga didefinisikan sebagai,
rata-rata jarak penyimpangan titik-titik data diukur dari nilai rata-rata data tersebut
dan dilambangkan dengan σ. Simpangan baku didefinisikan sebagai akar kuadrat
varians. Simpangan baku merupakan bilangan tak-negatif, dan memiliki satuan
yang sama dengan data. Misalnya jika suatu data diukur dalam satuan meter,
maka simpangan baku juga diukur dalam meter pula. Si Simpangan
mpangan baku untuk
populasi disimbolkan dengan σ (sigma) dan didefinisikan dengan rumus:
(11)
(12)
dimana adalah nilai data dari sampel dan adalah rata-rata dari
sampel. Rumus untuk menghitung rata-rata adalah
(13)
Secara statistik CV adalah gambaran dari ukuran distribusi titik-titik data dalam
suatu deret data disekitar nilai rata-ratanya yang dapat menunjukan perbandingan
derajat variasi dari satu data dengan yang lainnya.
∑
n
X
X d
= i =1
( d −i ) +1
,n ≤ d (15)
n
∑ wX
n
( d −i ) +1
= ,n ≤ d
i
i =1
X (16)
∑w
d n
i
i =1
∑SX
n
i −1
( d −i ) +1
X = i =1
,n ≤ d (17)
∑S
d n
i −1
i =1
Transformasi Wavelet
Kata wavelet diberikan oleh Jean Morlet dan Alex Grossmann di awal tahun
1980-an, dan berasal dari bahasa Perancis, ondelette yang berarti gelombang kecil.
Kata onde yang berarti gelombang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris menjadi wave, lalu digabung dengan kata aslinya sehingga terbentuk kata
baru wavelet (Sediyono et al. 2009).
Suatu paket gelombang dengan durasi terbatas dan frekuensi tertentu dapat
digunakan sebagai fungsi window untuk analisis ragam suatu sinyal. Paket
gelombang ini biasanya disebut Wavelet yang merupakan gelombang sinus
dikalikan dengan gelombang pembungkusnya biasanya bentuk fungsi Gauss.
Wavelet Morlet pada Gambar 10.a didefinisikan sebagai perkalian dari
gelombang eksponensial kompleks dan pembungkus Gauss:
(18)
Persamaan (18) adalah fungsi wavelet dasar, dimana ψ adalah nilai wavelet
pada waktu tak berdimensi η dan ωo adalah bilangan gelombang. Untuk merubah
keseluruhan ukuran agar dapat menggeser keseluruhan wavelet sepanjang sumbu
waktu maka dirumuskan wavelet berskala yaitu:
Gambar 10 (a) Wavelet Morlet dengan lebar dan amplitude tertentu sepanjang
sumbu x,. (b) Kontruksi gelombang wavelet (biru putus-putus)
sebagai gelombang Sinus (hijau) dimodulasi oleh fungsi Gauss
(merah). (Sumber: http://paos.colorado.edu)
23
(19)
Dimana s adalah parameter dilatasi yang digunakan untuk merubah skala dan n
adalah parameter translasi yang digunakan untuk menggeser dalam sumbu waktu.
Faktor s-1/2 adalah normalisasi untuk mempertahankan energi total konstanta
wavelet yang terskala. Sehingga bila suatu deret waktu X dengan nilai Xn pada
indek waktu n. Setiap nilai dipisahkan dengan interval waktu kontan dt.
Transformasi wavelet Wn(s) adalah konvolusi (perkalian bintang) dari fungsi
wavelet dan detet waktu awalnya:
(20)
Dimana (*) menunjukkan konjugat kompleks. Integral pada persamaan (20) dapat
dievaluasi untuk berbagai nilai skala s (biasanya untuk pengali kemungkinan
frekuensi yang terendah, juga semua nilai n antara tanggal mulai dan akhir.
Gambaran 2-D dari variabilitas suatu deret waktu kemudian dapat dikontruksi
dengan menggambar grafik amplitudo dan fasa wavelet.
Tabel 5 Koefisien variasi data curah hujan di daerah aliran sungai Cisangkuy
Nama Stasiun Curah Lokasi Koefisien variasi
Hujan ( LS, BT) (CV)
Cipanas 06049'15", 107037'59" 84%
Kertamanah 06011'25", 107036'38" 82%
Cileunca 07011'35", 107032'41" 78%
Ciherang 0702'13", 107034'49" 70%
24
Gambar 11 (a) Data curah hujan bulanan st. Cileunca dan Wavelet Morlet yang
digunakan, (b) Spektrum daya wavelet curah hujan yang
menunjukkan periode dominan antara 8-16 bulan dan ragam wavelet
secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan
Beberapa data deret waktu dalam klimatologi secara statistik
memperlihatkan perilaku yang non-stasioner dan sinyal ini berubah baik
amplitudo maupun frekuensinya, serta ada juga kemungkinan mengandung sinyal
periodik yang dominan.
Sebagai contoh adalah ENSO yang mempunyai mode dominan
variabilitasnya pada siklus 2-7 tahun dengan ditunjukkan pada loncatan frekuensi
tinggi, namun karena sinyal ini bercampur dengan fluktuasi yang lebih lama dari
interdekadal maka fluktuasi interdekadal akan berpengaruh pada modulasi
amplitudo dan frekuensi pada kemunculan ENSO (Torrence dan Compo 1998).
Untuk memisahkan osilasi (ada fluktuasi perulangan baik teratur atau tidak)
periode yang lebih pendek dari yang panjang maka dikembangkan berbagai
metoda mulai dari statistik yang sederhana sampai yang rumit. Statistik sederhana
biasanya menggunakan rata-rata atau ragam dan transformasi Fourier dengan
menggunakan ukuran window tertentu lalu bergeser-geser sepanjang sumbu waktu
untuk menghitung FFT pada setiap waktu di dalam window tersebut. Masalah
utama dalam FFT berbasis window adalah ketidakonsistenan perlakuan yaitu pada
frekeunsi rendah hanya sedikit osilasi di dalam window sehingga lokalisasi
frekuensi hilang, namun pada frekuensi tinggi sangat banyak osilasi sehingga
lokalisasi waktu hilang. Oleh karena itu FFT menggunakan asumsi bahwa sinyal
dapat diuraikan ke dalam komponen-komponen sinus saja. Analisis wavelet
mencoba untuk memecahkan permasalahan tersebut dengan menguraikannya ke
dalam domain waktu dan frekuensi sekaligus, sehingga didapat informasi
amplitudo pada suatu sinyal periodik di dalam deret waktu dan bagaimana
25
amplitudo ini berubah terhadap waktu. Pada Gambar 11(a) ditunjukkan data curah
hujan bulanan stasiun Cileunca yang berfluktuasi irregular dengan amplitudo dan
frekuensi yang berubah-rubah sepanjang evolusinya, ternyata dengan analisis
wavelet terdapat perioda kuat dominan (warna merah) sekitar 12 bulan atau osilasi
tahunan.
Gambar 12 (a) Data curah hujan bulanan st. Kertamanah dan Wavelet Morlet
yang digunakan, (b) Spektrum daya wavelet curah hujan yang
menunjukkan periode dominan antara 8-16 bulan dan ragam wavelet
secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan
Gambar 13 (a) Data curah hujan bulanan st. Cipanas dan Wavelet Morlet yang
digunakan, (b) Spektrum daya wavelet curah hujan yang
menunjukkan periode dominan antara 8-16 bulan dan ragam wavelet
secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan
26
Gambar 14 (a) Data curah hujan bulanan st. Ciherang dan Wavelet Morlet yang
digunakan, (b) Spektrum daya wavelet curah hujan yang
menunjukkan periode dominan antara 8-16 bulan dan ragam wavelet
secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan
Data curah hujan stasiun Kertamanah pada Gambar 12 dan data curah hujan
stasiun Cipanas pada Gambar 13 letaknya hanya berjarak sekitar 2 km, keduanya
masih menunjukkan perioda 12 bulan, namun tidak sekuat di stasiun Cileunca.
Terdapat pengaruh leeward pada sisi punggung gunung Malabar dan Puncak
Besar yang berperan sebagai penghalang pengaruh angin monsun dibandingkan
dengan stasiun Cileunca yang relatif terbuka dan jauh dari pengaruh pegunungan
Malabar.
Variabilitas berkurang sesuai dengan penurunan ketinggian pada stasiun
curah hujan Ciherang yang ditunjukan dengan CV sebesar 70% dibandingkan
pada CV pada stasiun lain yang lebih tinggi. Dengan demikian variabilitas curah
hujan di daerah aliran sungai Cisangkuy ditentukan juga oleh variasi topografi.
Perioda dominan pada stasiun Ciherang masih sama menunjukkan osilasi 12 bulan
atau osilasi tahunan (Gambar 14).
Debit sungai Cisangkuy dari dua stasiun hidrologi mempunyai variabilitas
tinggi yaitu stasiun Pataruman CV sebesar 97% dan stasiun Kamasan, CV sebesar
86% seperti ditunjukkan dalam Tabel 6.
Nama Stasiun
Lokasi (LS,BT) Koefisien Variasi (CV)
Hidrologi
Pataruman 7 06' 35'', 107 32' 48'' 97%
Aliran ekstrem yang pernah terjadi selama rentang waktu data pengamatan
tercatat maksimum sebesar 372.20 m3/dt terjadi pada tanggal 30-09-2010 dan
minimum sebesar 0.065 m3/dt pada tanggal 01-01-2001.
15
10
5
0
-51/1/01 1/1/02 1/1/03 1/1/04 1/1/05 1/1/06 1/1/07 1/1/08 1/1/09 1/1/10 1/1/11
waktu (Tahun)
Gambar 15 Pendekatan pola debit bulanan sungai Cisangkuy dengan
menggunakan teknik perata-rataan berjalan (moving average) stasiun
hidrologi Pataruman.
Gambar 16 (a) Data debit bulanan sungai Cisangkuy St. Pataruman dan Wavelet
Morlet yang digunakan, (b) Spektrum daya wavelet debit yang
menunjukkan periode dominan antara 128 bulan dan ragam wavelet
secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan
Variabilitas curah hujan dan osilasi-osilasi iklim global sangat berpengaruh
pada debit aliran sungai. Debit air sungai Cisangkuy sangat dipengaruhi oleh
curah hujan di daerah hulu, namun berbeda periodisitas dominannya. Curah hujan
mempunyai periode dominan 12 bulan sedangkan debit dianalisis untuk stasiun
Pataruman mempunyai periode 128 bulan (Gambar 16) dan stasiun Kamasan
mempunyai periode 64 bulan atau sekitar 5 tahunan (Gambar 18). Kombinasi
28
periode 12 bulan dengan periode 64 bulan dan 128 bulan akan menyebabkan debit
air di sungai Cisangkuy menjadi tinggi dan menimbulkan kejadian ekstrem dan
banjir di daerah kamasan Banjaran, seperti ditunjukkan pada Gambar 15 dan
Gambar 17.
Dari hasil analisis moving average dengan metode simple, exponential dan
adaptive menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan periode debit lima tahunan
yang signifikan selama interval waktu pengamatan yang menimbulkan peristiwa
banjir di daerah Kamasan Banjaran. Evaluasi risiko hidrologi yang terkait dengan
pelepasan (discharge) maksimum di DAS Cisangkuy telah dianalisis didasarkan
pada data debit harian antara tahun 2001-2011 dari dua stasiun hidrologi. Analisis
dengan data debit harian yang dirata-rata setiap bulan menunjukkan bahwa
terdapat periode dominan lima tahunan disamping periode tak dominan tahunan
(annual oscilation) yang berimplikasi beberapa kejadian ekstrem hidrologi.
60
Debit S.Cisangkuy St. Kamasan
Debit
50 MV_12
MV_Exp(12)
m3/dt
40
30
20
10
0
1/1/01 1/1/02 1/1/03 1/1/04 1/1/05 1/1/06 1/1/07 1/1/08 1/1/09 1/1/10 1/1/11
waktu (Tahun)
Gambar 17 Pendekatan pola debit bulanan sungai Cisangkuy dengan
menggunakan teknik perata-rataan berjalan (moving average) stasiun
hidrologi Kamasan
Gambar 18 (a) Data debit bulanan sungai Cisangkuy St. Kamasan dan Wavelet
Morlet yang digunakan, (b) Spektrum daya wavelet debit yang
menunjukkan periode dominan antara 64 bulan dan ragam wavelet
secara keseluruhan dan (c) pola wavelet keseluruhan
29
Simpulan
Data curah hujan dan debit bulanan dari tahun 2001-2011 telah diolah
dengan menggunakan analisis Coefficient of Variation (CV), wavelets dan moving
average dengan metode simple, exponential dan adaptive. Hasil analisis
menunjukkan bahwa data curah hujan bulanan dari empat stasiun cuaca
mempunyai variabilitas tinggi yang ditunjukkan dengan nilai CV yaitu Cileunca,
Kertamanah Cipanas dan Ciherang masing-masing 78%, 82%, 84%, 70%. Curah
hujan mempunyai osilasi dominan sekitar 8-16 bulan (annual oscillation). Debit
sungai Cisangkuy dari dua stasiun hidrologi juga mempunyai variablitas tinggi
yaitu Pataruman dan Kamasan, masing-masing 97%, 86%. Debit sungai
Cisangkuy mempunyai osilasi masing-masing sekitar 128 bulan dan sekitar 64
bulan. Dari hasil analisis metoda moving average dengan metode-metode simple,
exponential, dan adaptive menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan periode
debit lima tahunan yang signifikan selama interval waktu pengamatan yang
menimbulkan peristiwa banjir di daerah Kamasan Banjaran. Osilasi 8-16 bulan
terkait erat dengan pergerakan semu Matahari Utara-Selatan yang menyebabkan
variasi regional untuk intensitas monsun yang disebut osilasi tahunan. Sedangkan
osilasi 128 bulan berkorelasi dengan osilasi temperatur troposfer tropis yang
berosilasi antara 10-12 tahun. Osilasi 64 bulan berhubungan erat dengan
fenomena El Niño (kondisi hangat) dan La Niña (kondisi dingin) di Pasifik Tropis
yang berosilasi 2-7 tahun dan dikenal dengan siklus ENSO.
Variabilitas curah hujan dan debit sungai yang tinggi dan terkombinasi
dengan fenomena iklim regional dan global maka kejadian ekstrem akan semakin
meningkat sehingga disarankan untuk lebih meningkatkan perangkat mitigasi dan
upaya peringatan dini di DAS Cisangkuy Kabupaten Bandung terutama bagian
selatan.
30
Pendahuluan
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di daerah aliran sungai Cisangkuy yang terletak
antara 06o 59’24” – 07o 13’51” LS dan 107o 28’55” – 107o 39’84” BT. Topografi
DAS Cisangkuy bervariasi dari ketinggian 2327 m dpl di Gunung Malabar,
hingga 658 m di pertemuannya dengan sungai induk, yaitu Sungai Citarum
(Gambar 19). Kondisi hidrologi dan sebaran curah hujan tahunan pada DAS
Cisangkuy bervariasi dari 3500 mm/tahun hingga 2000 mm/tahun. Musim
kemarau yang terjadi pada DAS Citarum Hulu berlangsung pada bulan Juni
sampai Agustus dengan September, Oktober, November sebagai bulan-bulan
transisi dari kemarau ke penghujan dan musim penghujan pada periode Desember,
sampai Februari dengan Maret, April, Mei sebagai bulan-bulan transisi dari
penghujan ke kemarau. Bagian hulu DAS Cisangkuy merupakan daerah
tangkapan air dataran tinggi yang berupa cekungan yang terbuka ke arah utara.
Kerusakan ekologi di daerah hulu sangat berdampak pada daerah hilir dengan
terganggunya debit dan pasokan air untuk keperluan daerah hilir.
32
Gambar 19 Daerah aliran sungai Cisangkuy yang merupakan sub-DAS dari DAS
(CD: garis utara-selatan) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten
Bandung
Curah Hujan dan Digital Elevation Model (DEM)
Data curah hujan spasial rata-rata bulanan dari WorldClim selama 50 tahun
dengan grid 1 km dapat di unduh dari http://www.worldclim.org/ sedangkan data
DEM diperoleh dari Consultative Group on International Agricultural Research-
Consortium for Spatial Information (CGIAR-CSI) yang dapat diunduh dari
http://www.cgiar-csi.org/. WorldClim adalah kumpulan data layer iklim global
dalam bentuk grid dengan resolusi spasial sekitar 1 km yang dibangun oleh
beberapa peneliti di University of California, Berkeley. CGIAR-CSI adalah suatu
mitra global yang ditujukan untuk menurunkan angka kemiskinan di pedesaan,
meningkatkan ketahanan pangan, kesehatan manusia dan nutrisi. Konsorsium ini
juga membentuk jaringan untuk menjamin pengelolaan sumberdaya alam secara
optimal yang berisi komunitas para peneliti geo-spasial yang mempromosikan dan
menerapkan sains spasial untuk mencapai tujuan tersebut secara efektif.
Metode
Data curah hujan dan DEM diolah dengan menggunakan SIG (Sistem
Informasi Geografi). SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang
digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis
(Aronoff 1989). SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai
data pada suatu titik tertentu di Bumi, menggabungkannya, menganalisis dan
akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data
spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang
memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Aplikasi SIG dapat
menjawab beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, tren, pola, profil,
hubungan dan pemodelan spasialnya. Diagram alir metodologi pengolahan data
curah hujan dan DEM serta hubungan keduanya dapat dilihat pada Gambar 20.
33
Digital Elevation Model (DEM) adalah model data raster yang bisa diolah
dengan SIG seperti dapat dilihat pada Gambar 21 DEM memuat informasi tinggi
permukaan tanah yang akan digunakan untuk menurunkan peta kelas ketinggian
dan lereng. DEM yang digunakan dalam makalah ini merupakan hasil dari misi
penginderaan jauh dengan sensor satelit aktif sekitar tahun 2000 dengan nama
SRTM (Shuttle Radar Topography Mission). Misi internasional ini menghasilkan
produk DEM dengan resolusi 90 m. Ketinggian dan kelerengan menggambarkan
karakteristik fisis suatu daerah. Ketinggian tersebut diukur tepat di atas
permukaan laut dengan satuan meter. Untuk ukuran suatu daerah aliran sungai
maka data DEM di-masking dengan data delineasi daerah aliran sungai dengan
menggunakan SIG, sehingga diperoleh lokasi kajian, seperti pada Gambar 21.
Dengan menggunakan analisis spasial pada SIG diperoleh profil ketinggian yang
diinginkan seperti pada garis CD (lihat Gambar 19).
Gambar 20 Diagram alir pengolahan data curah hujan spasial dan DEM dengan
SIG untuk mendapatkan profilnya masing-masing.
34
antara curah hujan dan elevasi. Bila curah hujan bulanan dibagi berdasarkan
musim, meliputi musim penghujan yang diwakili oleh bulan-bulan Desember,
Januari dan Februari (DJF) serta musim kemarau diwakili bulan-bulan Juni, Juli
dan Agustus (JJA) dan bulan-bulan Maret, April, Mei (MAM) serta September,
Oktober, November (SON) mewakili bulan-bulan transisi dari musim penghujan
ke kemarau atau sebaliknya.
(a) (b)
(c)
Gambar 22 Kenaikan curah hujan terhadap elevasi pada musim penghujan
diwakili oleh bulan: (a) Desember, (b) Januari, dan (c) Februari
(DJF) di daerah aliran sungai Cisangkuy
Analisis musiman menunjukkan bahwa pada musim penghujan yang
diwakili oleh bulan-bulan Desember, Januari, dan Februari (DJF), seperti
ditunjukkan pada Gambar 22 mempunyai nilai rata-rata kemiringan (slope) 17.7
mm setiap kenaikan elevasi 100 m dengan koefisien korelasi sebesar 95%. Nilai
kemiringan terbesar teramati pada bulan Januari sebesar 21.8 mm dan terendah
bulan Desember sebesar 12.7 mm setiap kenaikan elevasi 100 m. Hal ini dipahami
karena kuatnya pengaruh angin monsun baratan yang persisten dan lembap pada
bulan-bulan tersebut. Apabila udara lembap dipaksa untuk naik pada sisi
kemiringan arah anginnya maka udara akan mengembang dan mendingin yang
akan menyebabkan tetes air berkondensasi ketika udara jenuh. Tetes-tetes ini akan
membentuk awan dan tumbuh menghasilkan hujan yang umunya jatuh berupa
hujan pada sisi kemiringan topografi arah kisaran angin. Setelah mencapai puncak
maka aliran udara menurun pada sisi di bawah aliran angin (lee side) berkontraksi
dan memanas yang menyebabkan tetes-tetes air berevaporasi dan menurunkan
curah hujan. Hubungan curah hujan dan topografi merupakan hal dominan di
daerah rangkain pegunungan dimana terdapat arah angin yang konsisten yang
menyediakan udara lembap.
36
(a) (b)
(c)
Gambar 23 Kenaikan curah hujan terhadap elevasi pada musim transisi
penghujan-kemarau diwakili oleh bulan: (a) Maret, (b) April, dan (c)
Mei (MAM) di daerah aliran sungai Cisangkuy
Pada bulan transisi penghujan-kemarau yang diwakili oleh bulan Maret,
April, dan Mei (MAM) nilai kemiringan rata-rata sebesar 12.9 mm setiap
kenaikan elevasi 100 m dengan koefisien korelasi 93% (Gambar 23). Nilai
terbesar terjadi pada bulan Maret sebesar 17.6 mm dan terendah bulan Mei
sebesar 8.5 mm setiap kenaikan elevasi 100 m.
Pada musim kemarau yang diwakili oleh bulan Juni, Juli, Agustus (JJA)
nilai kemiringan rata-rata sebesar 5.9 mm setiap kenaikan elevasi 100 m dengan
koefisien korelasi 88% seperti ditunjukkan pada Gambar 24. Nilai terbesar terjadi
pada bulan Agustus sebesar 11.2 mm dan terendah bulan Juli sebesar 1.9 mm
setiap kenaikan elevasi 100 m. Namun pada bulan Agustus kenaikan terhadap
elevasi hanya berlangsung sampai ketinggian 1156 m dan setelah itu terjadi
penurunan dengan kemiringan -9.5 mm. Nilai tersebut dapat menunjukan bahwa
pada musim kemarau interaksi topografi dan atmosfer dapat memberikan
kontribusi curah hujan yang signifikan pada terain pegunungan sebagai imbuhan
utama daerah aliran sungai. Curah hujan pada musim kemarau ini merupakan
sumber air penting bagi danau, sungai dan air tanah.
37
(a) (b)
(c)
Gambar 24 Kenaikan curah hujan terhadap elevasi pada musim kemarau diwakili
oleh bulan: (a) Juni, (b) Juli, (c) Agustus (JJA) di daerah aliran
sungai Cisangkuy.
Pada bulan transisi kemarau-penghujan yang diwakili oleh bulan September,
Oktober, November (SON) nilai kemiringan rata-rata sebesar 9.9 mm setiap
kenaikan elevasi 100 m dengan koefisien korelasi 86% (Gambar 25). Nilai
terbesar terjadi pada bulan September sebesar 12.7 mm dan terendah bulan
Oktober sebesar 6.7 mm setiap kenaikan elevasi 100 m.
Persamaan regresi setiap bulan, kemiringan dan koefisein korelasi dapat
diringkas seperti pada Tabel 7.
Pola kemiringan curah hujan terhadap perubahan elevasi sangat dipengaruhi
musim, seperti dapat dilihat pada Gambar 26. Pola tersebut mirip dengan pola
curah hujan musiman terutama di wilayah Indonesia selatan garis ekuator. Hal ini
menunjukkan bahwa pola curah hujan orografi termodulasi oleh pola musiman
sehingga akan menghasilkan curah hujan akumulasi di zona pegunungan.
38
(a) (b)
(c)
Tabel 7 Estimasi regresi linear beserta kemiringan (slope) dan koefisien korelasi
Pearson dengan 600 <x<1600
Pola slope
25
20
slope curah hujan
15
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Simpulan
Pendahuluan
kebutuhan air baku untuk konsumsi penduduk Kabupaten dan Kota Bandung
masing-masing sebesar 500 l/s dan 1800 l/s (UPTD 2011). Kondisi pasokan
tersebut tentunya sangat dipengaruhi oleh variabilitas curah hujan yang menjadi
imbuhan utama dalam suatu daerah aliran sungai. Fase ekstrem variabilitas curah
hujan pada musim basah akan menyebabkan kondisi hujan dan debit sungai yang
berlebih di Cekungan Bandung dibandingkan kondisi logaritmik normal atau
sebaliknya kondisi kemarau yang jauh lebih kering dari kondisi logaritmik
normalnya.
Untuk memprakirakan curah hujan pada masa yang akan datang di suatu
lokasi, terutama dengan metoda statistik, maka terlebih dahulu harus dipahami
keadaan dan sifat-sifat curah hujan itu pada masa lampau. Pada makalah ini akan
diteliti sifat-sifat dan pola-pola statistik data curah hujan bulanan di wilayah Situ
Cileunca selama 19 tahun pada periode 1993-2011 yang diperoleh dari stasiun
Hidrologi Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Jawa Barat. Untuk lebih
memahami sifat dan karakternya dalam usaha pemodelan dan prakiraan maka
penelitian ditekankan pada kajian statistik deskriptif, fungsi probabilitas dan
statistik non-linear. Kemudian untuk melakukan upaya prakiraan diteliti pula
dimensi korelasi atau embedding yang menunjukkan suatu ukuran korelasi ruang
antara titik-titik yang terletak pada atraktor curah hujan dan merupakan pola
deterministik tersembunyi dalam fungsi pengukuran deret waktu curah hujan
(Setiawan 1991).
Kebanyakan literatur membuat asumsi bahwa suatu sistem deret waktu
cukup dapat diaproksimasi pada suatu range of interest dengan model linear yang
mempunyai parameter tidak berubah dengan waktu. Sehingga deret yang teramati
dapat digambarkan sebagai suatu fungsi linear dari nilai saat ini dan nilai masa
lalu dari proses yang sesungguhnya murni acak, seperti model AR, MA, ARMA,
ARIMA, SARIMA dan lain sebagainya.
Bila y1(t), y2(t) adalah keluaran yang bersesuaian dengan masing-masing
masukan x1(t), x2(t), maka sistem dikatakan linear jika dan hanya jika suatu
kombinasi dari masukan, katakanlah λ1x1(t)+λ2x2(t) akan menghasilkan kombinasi
linear yang sama dalam keluaran yaitu λ1y1(t) +λ2y2(t) dimana λ1, λ2 adalah
konstanta. Sistem linear yang tak berubah terhadap waktu time-invariant adalah
bila masukan x(t) menghasilkan keluaran y(t) lalu sistem dikatakan time-invariant
jika pada waktu tunda τ dalam masukan, menghasilkan waktu tunda yang sama
dalam keluaran. Dengan kata lain masukan x(t-τ) menghasilkan keluaran y(t-τ),
sehingga hubungan masukan dan keluaran tidak berubah dengan waktu.
Akhir-akhir ini para peneliti mulai menerapkan model non-linear dengan
parameter yang berubah terhadap waktu pada sistem yang teramati. Sebagai
contoh tipe model non-linear yang diteliti oleh Granger dan Andersen (1978)
dalam Chatfield (1980) yaitu tipe model non-linear yang disebut sebagai kelas
bilinear yang dapat dipandang sebagai perluasan non-linear dari model ARMA.
Model tersebut dikenal dengan model bi-linear orde pertama yaitu xt=axt-
1+bzt+czt-1xt-1 dimana zt menunjukkan proses acak (random) murni dan a,b,c
adalah parameter. Suku terakhir pada sisi kanan persamaan itu adalah suku non-
linear. Dengan pendekatan metoda non-linear maka pola dan struktur tertentu
dalam data dapat diungkap.
Estimasi dimensi korelasi pada hasil pengukuran curah hujan sebagai fungsi
waktu akan memegang peranan penting dan bermanfaat dalam pengembangan
43
model dinamika dari fenomena cuaca dan iklim. Estimasi dimensi ini akan
melengkapi batasan untuk jumlah variabel-variabel bebas yang perlu untuk
pemodelan sistem serta membantu dalam penentuan kelayakan suatu model.
Perilaku kegalauan (chaos) dan estimasi dimensi korelasi atau embedding curah
hujan akan diteliti. Estimasi waktu tunda, dimensi korelasi dan dimensi
embedding merupakan langkah awal dalam penerapan analisis deret waktu non-
linear untuk memahami iregularitas dalam data curah hujan. Terdapat sejumlah
upaya untuk menentukan dimensi korelasi cuaca dan iklim seperti telah dilakukan
oleh Lorenz (1963), Nicolis dan Nicolis (1987), Grassberger dan Procaccia (1986),
Fraedrich (1990), Melvin (1993), namun untuk sistem cuaca dan iklim ekuatorial
dirasa masih sedikit yang melakukan analisis secara cermat.
Makalah ini bertujuan untuk meneliti dan memahami karakteristik statistik
dan perilaku chaotic curah hujan dengan menggunakan metoda analisis statistik
dan analisis deret waktu non-linear. Secara khusus membuat prakiraan curah
hujan bulanan dan musiman.
600
500
Curah hujan (mm)
400
300
200
100
0
1 24 47 70 93 116 139 162 185 208
Indek waktu (bulan) dari 1993-2011
Gambar 28 Data deret waktu curah hujan bulanan di stasiun Hidrologi Cileunca
dari tahun 1993-2011
45
Metode Penelitian
Prinsip dasar dalam memahami dinamika non-linear adalah karena adanya
interaksi non-linear dalam sistem, maka deret waktu x(t ) yang didapat dari
pengukuran perubahan variabel fisis, dalam hal ini curah hujan, mengandung
informasi variabel lain dimana informasi ini dapat diperoleh dari deret waktunya.
Untuk mendapatkan informasi itu diperlukan suatu metode yang dapat
menguraikan informasi yang terkandung dalam data deret waktu tersebut. Metoda
untuk maksud tersebut adalah analisis deret waktu non-linear. Landasan utama
untuk merumuskan algoritma deret waktu non-linear dari teori galau adalah ruang
keadaan atau fasa (state/phase space) multi-dimensi analisis tidak hanya
dilakukan dalam domain waktu atau frekuensi semata.
Kemudian dilakukan analisis pada phase space domain untuk mengetahui
non-linearitas, lalu dilakukan perhitungan untuk estimasi dan prakiraan dengan
metoda statistik non-linear. Proses non-linear dan estimasi atau prakiraan secara
lokal dari deret waktu dapat diterangkan sebagai berikut: suatu deret waktu x(t)
dapat di embedded dalam state space dengan pendekatan dari Teori Taken dalam
Huke (2006), seperti yang telah dilakukan oleh Farmer and Sidorowich (1987)
bahwa suatu deret waktu dapat diungkapkan sebagai:
x(t +T ) = f (x(t)) T
o
(22)
f : ℜ ⇒ℜ
T
o N 1
(23)
(x(t ),(x(t + T ))
i i (24)
Sinyal awal dapat juga dipandang sebagai evolusi dari keadaan x(t ) dari suatu
relasi dinamik dalam ℜ N
x ( t + T ) = f T ( x ( t )) (25)
Ilustrasi dari metoda prakiraan pada state space atau pada ruang keadaan
ditunjukkan pada Gambar 29.
x(ti ) tetangga dekat dan evolusi masa depannya x(ti + T) , dimana ti<t.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahwa curah hujan
memenuhi fungsi distribusi probabilitas logaritmik normal. Distribusi probabilitas
logaritmik normal merupakan distribusi yang menggambarkan distribusi variabel
acak yang sering muncul dalam kehidupan nyata yang berharga positif. Variabel
acak seperti curah hujan misalnya x, akan mengikuti disribusi logaritma normal
jika fungsi densitas probabilitasnya memenuhi persamaan
2
1 ln x − µ
1
2 2σ 2
f ( x) = e ,x < 0 (27)
xσ 2π
dimana µ adalah rata-rata dan σ adalah standar deviasi. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB 14, TISEAN (Hegger et al.
1999) dan EXCELL dengan diagram alir seperti dijelaskan pada Gambar 31.
47
Gambar 30 Diagram alir pengolahan dan prakiraan data curah hujan di area Situ
Cileunca
Di dalam Tabel 8 terdapat satu nilai berharga negatif yaitu nilai kurtosis
sebesar -0.83. Kurtosis merupakan ukuran yang menunjukkan fungsi probabilitas
berbentuk lonjong atau datar relatif terhadap bentuk distribusi logaritmik normal.
Kurtosis berharga negatif berarti bahwa bentuk fungsi probabilitas curah hujan di
sekitar Situ Cileunca relatif lebih datar bila dibandingkan dengan bentuk distribusi
logaritma normal seperti ditunjukkan dalam Gambar 31 beserta grafik
perbandingan dan kecocokannya dengan fungsi distribusi logaritmik normal pada
Gambar 32. Nilai skew berkisar pada nilai 0.47 berarti bahwa bentuk distribusi
curah hujan tidak simetris yaitu probabilitas lebih banyak ke arah kiri dari nilai
rata-ratanya. Nampak dari fungsi distribusi probabilitasnya juga bahwa data curah
hujan mempunyai densitas probabilitas lebih menyebar ke arah kiri dari nilai rata-
rata 176 mm/bulan.
30 PDF of Rainfall
25
Probability Density
20 Log.Distribution
15
10
0
25 125 300 275 375 525 600
Rainfall Class (mm)
99
95
90
Goodness of Fit Test
80
Probability
70 A D = 4,098
60 P-Value = *
50
40 Log.normal - 95% CI
30
20
10
5
0,1
100 Log.Rainfall 1000
49
Autocorelation Function
2
Coeficient Correlation
0
1 13 25 37 49 61 73 85 97 109
-1
Time Lag (Month)
Gambar 33 Fungsi Autokorelasi untuk data curah hujan bulanan untuk mencari
waktu tunda (lag time) saat jatuh mendekati 0
3 Mutual Information
Average Mutual Information
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
determinism dalam deret itu, yaitu tiap-tiap nilai dalam data curah hujan saling
bebas satu sama lain. Terdapat undulasi, namun dengan riak yang sangat kecil
menunjukkan hubungan causality yang sangat lemah seperti ditunjukkan pada
Gambar 34. Untuk mendapatkan parameter non-linear optimal dalam rangka
pemodelan maupun prakiraan, maka pertama kali dicari lag time/delay time yang
mempunyai nilai autokorelasi atau informasi mutual menuju nol dari keseluruhan
data. Dengan menggunakan metoda autokorelasi dan mutual informasi di atas
didapat nilai waktu tunda τ sebesar 2. Kemudian dicari nilai embedding secara
iterasi dan didapat nilai embedding sebesar 23 untuk nilai koefisien korelasi 0.6
yang merupakan nilai terbesar dari 30 nilai embedding yang dicoba. Hasil iterasi
dengan nilai embedding dari 21 sampai 30 diperlihatkan pada Gambar 35 sampai
Gambar 44.
Prakiraan adalah suatu proses pendugaan secara sistematik tentang apa yang
paling mungkin terjadi di masa yang akan datang berdasarkan informasi masa lalu
dan masa sekarang yang dimiliki agar kesalahannya (selisih antara apa yang
terjadi dengan hasil prakiraan) dapat diperkecil.
400
300
200
100
0
-100 1 6 11 16 21 26
Lead Time (month)
400
300
200
100
0
-100 1 6 11 Lead Time16(month) 21 26
400
300
200
100
0
-100 1 6 11 16 21 26
-200 Lead Time (month)
Gambar 38 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 24 dan korelasi 0.52
100
-100
-300 1 6 11 16 21 26
-500
-700
-900
-1100
Lead Time (month)
Gambar 39 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 25 dan korelasi 0.36
52
300
200
100
0
-100 1 6 11 16 21 26
-200
-300 Lead Time (month)
Gambar 40 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 26 dan korelasi 0.42
300
200
100
0
-100 1 6 11 16 21 26
-200
-300
-400
Lead Time (month)
Gambar 41 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 27 dan korelasi 0.25
300
200
100
0
-100 1 6 11 16 21 26
-200
-300
-400
Lead Time (month)
Gambar 42 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
dan nilai dimensi embedding 28 dan korelasi 0.34
53
700
Model vs Data Data
600
Model
500
400
Rainfall (mm)
300
200
100
0
-100 1 6 11 16 21 26
-200
-300 Lead Time (month)
200
100
0
-100
-200 1 6 11 16 21 26
-300
-400
-500
-600
-700
-800
Lead Time (month)
Gambar 44 Perbandingan hasil prakiraan (model) dan pengamatan (data) dengan
nilai dimensi embedding 30 dan korelasi 0.29
waktu curah hujan x(t) yang dikaji mula-mula adalah rentang waktu dari t0 hingga
t1, sedangkan hasil keluaran model non-linear dalam rentang waktu dari t0 hingga
t1+n, termasuk hasil prakiraan dalam selang waktu selebar n, lihat Gambar 30.
Tingkat akurasi dalam bentuk koefisien korelasi dengan menggunakan dimensi
embedding 23 didapat koefisien korelasi sebesar 0.60. Hubungan antara koefisien
korelasi dengan dimensi embedding didapat Gambar 45.
0.7
0.6
Correlation Coefficient (r)
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32
Embedding Dimension (m)
Simpulan
Analisis deret waktu secara statistik linear dan non-linear telah digunakan
untuk pemodelan dan prakiraan pada data bulanan curah hujan wilayah Situ
Cileunca Kabupaten Bandung yang didasarkan pada data pengamatan dari tahun
1993 sampai 2011. Situ Cileunca dan aliran sungainya sangat berperan penting
dalam memasok kebutuhan air baku untuk konsumsi penduduk Kabupaten dan
Kota Bandung yang berada pada kesatuan Cekungan Bandung.
Metoda analisis statistik linear didasarkan pada statistik deskriptif
sedangkan analisis statistik non-linear didasarkan fungsi probabilitas dan atraktor
pada ruang keadaan dengan paradigma deterministic Chaos. Metoda ini sangat
bermanfaat untuk mempelajari dinamika yang rumit dari suatu data pengukuran
atau pengamatan. Adanya kenyataan bahwa sistem deterministic sederhana
memperlihatkan perilaku temporal yang rumit dalam keadaan non-linearitas yang
tinggi. Dasar ilmiah dalam memformulasikan algoritma analisis atraktor ruang
keadaan dari teori galau (Chaos Theory) adalah ruang keadaan multi dimensi,
dimana analisis tidak hanya dilakukan pada domain waktu, frekuensi atau
bilangan gelombang dalam statistik linear, tetapi melibatkan ruang keadaan atau
ruang fasa multi dimensi.
Data curah hujan bulanan terdiri dari 230 data dengan variabilitas 78%,
yang mana untuk pemodelan digunakan 200 data, sehingga didapat parameter
non-linear optimal untuk pemodelan maupun prakiraan. Langkah pertama adalah
mencari lag time/delay time dari keseluruhan data dengan menggunakan metoda
autokorelasi dan informasi mutual, yang menghasilkan nilai lag time 2, lalu dicari
nilai embedding secara iterasi yang menghasilkan nilai embedding 23 untuk nilai
koefisien korelasi sebesar 0.60 yang merupakan nilai terbesar dari 30 nilai
embedding yang dicoba. Diperlukan 23 variabel bebas untuk merumuskan
persamaan metematika curah hujan agar mengakomodasi aspek yang berpengaruh
pada curah hujan, baik global maupun lokal.
Tersedianya data dengan penyuplikan (sampling) tinggi melalui standar
kontrol kualitas, maka metode multi dimensi ini sangat disarankan digunakan
untuk pemodelan dan prakiraan karena deterministic chaos pada sistem dinamik
mudah ditentukan.
56
Pendahuluan
– 07o 13’51” LS dan 107o 28’55” – 107o 39’84” BT. Area dicirikan dengan
elevasi antara 661 m msl sampai 2327 m msl dan temperatur serta kelembapan
tinggi dengan variasi musiman yang kecil. Kelembapan relatif rata-rata adalah
85%, sementara temperatur minimum dan maksimum masing-masing adalah 16o
dan 28oC. Curah hujan tahunan rata-rata berkisar antara 2 154 mm sampai 3 235
mm. Evaporasi tahunan rata-rata berkisar antara 1 266 mm sampai 1 568 mm dan
lama penyinaran matahari harian rata-rata 6.2 jam. Angin sangat tenang sepanjang
tahun, laju angin harian rata-rata adalah 1.03 m/s. Deretan empat jenis tanah
ditemukan dalam area studi. Tutupan vegetasi dominan di DAS terdiri-dari hutan
hujan tropis dataran tinggi, sawah irigasi, sawah tadah hujan, semak belukar,
kebun/perkebunan, tegalan/ladang, tanah kosong dan pemukiman. Tutupan lahan
lainnya yang dapat ditemukan adalan sejumlah kecil dan ukuran medium area
urbanisasi terbangun khususnya sisi sepanjang tepi sungai dan sisi jalan. Anak
sungai utama adalah Sungai Citarik dan Sungai Cibeurem.
Model Builder di SIG adalah suatu aplikasi untuk menciptakan, mengedit
dan mengelola model. Model dibangun berupa aliran kerja (workflows) yang
berupa deretan simbol yang saling sambung (ARC 2014). Model builder dapat
juga dipandang sebagai bahasa pemrograman visual untuk pembuatan aliran kerja.
Model Builder dibangun untuk mensimulasikan daerah yang terpengaruh oleh
limpasan puncak secara spasial, puncak aliran, waktu untuk mencapai puncak
aliran dan waktu yang diperlukan dari awal sampai puncak lalu turun kembali.
Diagram blok dapat ditunjukkan pada Gambar 46.
Gambar 46 Diagram blok pemodelan untuk simulasi aliran puncak dan hidrograf
dan diterapkan, sangat stabil dan bermanfaat untuk DAS yang tidak punya
penakar. Alasan utama metode ini diterapkan begitu luas adalah bertumpu pada
kenyataan bahwa metode ini dapat menghitung limpasan yang dihasilkan dari
karakteristik DAS seperti jenis tanah, LULC kondisi permukaan dan kondisi
kelembapan sebelummnya (AMC). Hanya satu parameter dari metode ini yaitu
CN yang sangat penting dalam keakuratan prediksi limpasan.
Didasarkan pada penelitian lapangan yang mendalam yang dilakukan di
Amerika bahwa CN diturunkan dari penggunaan lahan, tanah, kondisi hidrologi
yang berbeda dan praktek-praktek manajemen (Chow et al. 1988; Pilgrim dan
Cordery 1993), oleh karena itu penggambaran karakteristik respon limpasan dari
suatu DAS (Mishra dan Singh 2002b). Meskipun sangat disederhanakan,
penerapan prosedur CN membawa pada suatu diversitas interpretasi dan
kebingungan yang diakibatkan oleh pengabaian dan keterbatasannya (Hawkins
1979b; Hjelmfelt 1991; Pilgrim dan Cordery 1993). Kesulitan dalam
penerapannya terutama terkait dengan klasifikasi tanah ke dalam empat kelompok
hidrologi A, B, C dan D dan penentuan AMC yang merupakan indeks kebasahan
DAS di luar Amerika. Oleh karena itu beberapa model yang menyertakan
kemiringan DAS dalam penentuan CN untuk meningkatkan estimasi ke dalaman
dan volume limpasan permukaan.
61
Gambar 47 Diagram blok pemodelan untuk simulasi aliran puncak dan hidrograf
62
CN2α=1/3(CN3-CN2)(1-2e-13.86α)+CN2 (29)
Dimana CN2α adalah nilai CN2 untuk kemiringan tertentu CN2, CN3 adalah
masing-masing CN untuk kondisi kelembapan tanah II (rata-rata) dan III (basah)
α adalah (mm-1) adalah kemiringan DAS.
Menurut Huang et al. (2006),
CN2α=CN2 x K (30)
.
.∝
Dimana = ∝.
Persamaan (29) dan (30) digunakan untuk menyesuaikan nilai CN2 untuk
DAS yang menpunyai kemiringan, dengan asumsi bahwa CN2 diperoleh dari
Tabel Text book yang bersesuian dengan kemiringan 5%. Model Soil and Water
Assessment Tool (SWAT) (Arnold et al. 1993; 1998) juga menyesuaikan CN
didasarkan pada kandungan kelembapan.
Untuk menekankan keperluan seketika maka metode SCS-CN juga
ditafsirkan sebagai model infiltrasi (Aron et al. 1977; Chen 1982; Ponce dan
Hawkins 1996). Hjelmfelt (1980) mengusulkan suatu SCS_CN yang didasarkan
pada persamaan infiltrasi yang dapat dibandingkan dengan persamaan infiltrasi
Holtan dan Overton untuk menghitung laju infiltrasi dari curah hujan dengan
intensitas seragam. Mishra (1998) dan Mishra dan Singh (2002b)
memperkenalkan istilah laju infiltrasi keadaan tunak (steady state infiltration rate)
dan mengusulkan SCS-CN berbasis persamaan infiltrasi yang dipakai untuk
menentukan laju limpasan juga (Mishra 1998; Mishra and Singh 2002b, 2004b).
Disamping aplikasi tersebut, metode SCS-CN juga digunakan dalam hubungannya
dengan model erosi untuk perhitungan hasil sedimen (sediment yield). Model erosi
populer yang menerapkan metode SCS-CN adalah meliputi Modified Universal
Soil Loss Equation, MUSLE (Williams 1975), Agricultural Non Point Source
Model, AGNPS (Young et al. 1987), SWAT (Arnold et al. 1993; 1998), Erosion-
Productivity Impact Calculator, EPIC (Williams et al. 1983). Sharda et al. (2002)
menggunakan metode SCS-CN kombinasi dengan model USLE untuk
membandingkan limpasan dan hilang tanah dari sistem conservation bench dan
sistem pertanian konvensional. Mishra et al. (2012) menggunakan metode ini
untuk menilai evapotranpirasi potensial rata-rata dari DAS.
Banyak peneliti (Pandey dan Sahu 2002; Nayak dan Jaiswal 2003; Zhan dan
Huang 2004; Gandini dan Usunoff 2004) telah menggunakan SIG untuk estimasi
nilai CN untuk limpasan di seluruh dunia. Pandey and Sahu (2002) di India
mengamati bahwa LULC adalah parameter masukan penting untuk model SCS-
CN. Nayak and Jaiswal (2003) menemukan korelasi yang bagus antara ke
dalaman limpasan terukur dan estimasi dengan menggunakan SIG dan CN dan
menyimpulkan bahwa untuk SIG menjadi perangkat yang efisien manakala
persiapan masukan data yang banyak diperhatikan dalam model SCS-CN.
Dari studi literatur, kebanyakan berkonsentrasi pada aplikasi keberadaan
model SCS-CN dengan menggunakan CN yang diturunkan awalnya untuk DAS
63
Metode SCS-CN
Metode SCS-CN didasarkan pada persamaan kesetimbangan air dan dua
hipotesis yang mendasar yaitu:
Persamaan ketimbangan air
P=Ia+F+Q (31)
= (32)
( )
Versi metode SCS-CN saat ini mengasumsikan λ sama dengan 0.2 untuk
aplikasi praktis rutin. Seperti komponen abstraksi awal menghitung penyimpanan
permukaan, intersepsi dan infiltrasi sebelum limpasan dimulai, λ boleh sebarang
nilai antara 0 sampai ~. Dengan menggabungkan persamaan (31) dan (32) maka Q
dapat diungkapkan sebagai:
( )
= (33)
Persamaan (33) adalah bentuk umum dari meotde populer SCS-CN dan baik
untuk P ≥ Ia; Q=0, di luar ketentuan ini tidak. Untuk λ=0,2 maka gandengan
persamaan (6) dan (7) menghasilkan:
(,)
= (34)
,
25400
= − 254 (35)
!"
Catatan: metode SCN-CN tidak menghitung efek kemiringan pada hasil limpasan
dan juga pada CN.
9000
8000
7000
6000 2001
5000 2010
Ha
4000
3000
2000
1000
0
Gambar 52 Perbandingan dan perubahan tata guna lahan dari tahun 2001 dan
2010
Untuk menilai respon hidrologi dari sub-DAS sebagai hasil dari perubahan
tata guna lahan yang menggunakan teknik CN maka layer SIG tanah yang
memperlihatkan kelompok tanah hidrologi (HSG) dipersiapkan melalui
pemindaian (scanning), geo-referensi dan digitasi peta hard copy. Lima HSG
yang ditemukan dalam area studi meliputi masing-masing dengan bilangan kurva
(0.9-1), (0.8-0.9), (0.7-0.8), (0.6-0.7), dan (0.5-0.6) untuk kelima kelompok
(Gambar 51). Layer vektor dari HSG dipetakan untuk timpaan spasial dengan
informasi tutupan lahan. SIG digunakan untuk mengkombinasikan data dari
inderaja dengan bentuk-bentuk data spasial lain seperti topografi, peta tanah dan
variabel hidroklimat seperti distribusi curah hujan dan kelembapan tanah. Peta
penggunaan lahan dan peta HSG ditimpakan. CN gabungan (composite) untuk
setiap DAS dihitung dengan mengambil area terbobot rata-rata dari CN berbeda
untuk daerah berbeda (tipe tanah dan kombinasi penggunaan lahan) di dalam DAS.
Model dijalankan setelah persiapan dan pasokan masukan yang diperlukan
untuk model dengan kejadian hujan rata-rata dan tata guna lahan yang berbeda
untuk simulasi jumlah limpasan dan distribusi limpasan puncak dalam DAS yang
berbeda melalui pembentukan hidrograf limpasan. Hidrograf simulasi
dibandingkan dengan hidrograf observasi pada titik keluaran (outlet) DAS. Model
dikalibrasi dan divalidasi serta kinerja model diuji dengan empat kriteria evaluasi
rata-rata yaitu galat abslout rata-rata (MAE), galat akar kuadrat rata-rata (RMSE),
koefisien Theil (U) dan koefisien determinasi (R2) seperti persamaan (37) sampai
persamaan (39).
1 n
MAE = ∑ Pi − Ai
n i =1
(37)
1 n
RMSE = ∑ (.Pi . − Ai ) 2
n i =1
(38)
69
1 n
∑
n i =1
( Pi − Ai ) 2 .
U = (39)
1 n 1 n
∑ i
n i =1
( P ) 2
+ ∑ ( Ai ) 2
n i =n
dimana Pi adalah data keluaran dari model, Ai adalah data observasi dan n adalah
jumlah rekaman (Naylor 1970; Hossein and Velu, 2004). Statistik MAE
menunjukkan ukuran seberapa dekat hasil model dan observasi sedangkan RMSE
menunjukkan nilar rata-rata galat, MAE dan RMSE mempunyai batas terendah,
nilai 0 yang merupakan nilai optimum sama juga untuk nilai U dan sampai nilai
tak-hingga. Gambar 53 menunjukkan zona yang terpengaruh limpasan puncak
dengan keadaan tata guna lahan dan tutupan lahan tahun 2001 dan 2010.
Hidrograf prediksi dengan manggunakan peta penggunaan lahan 2001 dan
kejadian hujan rata-rata dibandingkan hasil observasi sesungguhnya ditunjukkan
pada Gambar 54 dan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (37), (38)
dan (39) didapat hasil kinerja model ditunjukkan dalam Tabel 10.
Gambar 53 Simulasi zona yang sangat terpengaruh oleh limpasan puncak pada
tahun 2001 dan 2010. (Cat:Besar puncak limpasan tahun 2001
sebesar 5.07 m3/detik dan tahun 2010 sebesar 5.51 m3/detik)
6
Ouput Model
5
Debit [mm3/detik]
4 Obs 25-11-2001
0
0 5 10 15 20 25
waktu (jam)
5
2010
Debit (m3/detik)
4
2001
3
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Waktu (jam)
Gambar 55 Perubahan dalam bentuk hidrograf disebabkan oleh perubahan tata
guna lahan
71
Model dapat digunakan untuk skenario tata guna lahan masa depan untuk
memprediksi perubahan yang terduga/diharapkan dalam rezim aliran sungai. Hal
ini akan membantu dalam menghindarkan aliran pendek ke dalam air irigasi
untuk musim kemarau disebabkan penurunan aliran dasar atau dapat digunakan
sebagai bahan rencana mitigasi banjir yang mungkin disebabkan oleh aliran
puncak yang lebih tinggi. Untuk insinyur tandon serta perancang jaringan
pengairan harus menghitung perubahan jangka panjang yang mungkin terjadi pada
pola aliran sungai dikarenakan perubahan dalam permukaan tanah yang kedap air
di dalam DAS ketika penentuan kemampuan dan dimensi DAS. Hal ini dapat
dicapai melalui penerapan metodologi di atas untuk simulasi berbagai skenario-
skenario perubahan tutupan lahan.
Waktu Q Qadj
3
(jam) (m /detik) (m3/detik)
1 0.494146094 0.515794444
2 1.209516667 1.221122222
3 2.652683333 2.661733333
4 4.200572222 4.221994444
5 4.921011111 4.929733333
6 5.070077778 5.047872222
7 4.626700000 4.611894444
8 3.991611111 3.974683333
9 3.143750000 3.147938889
10 2.245666667 2.253955556
11 1.498355556 1.508722222
12 0.996722222 1.024883333
13 0.563977778 0.592394444
14 0.311288325 0.340215560
15 0.156775000 0.170292220
16 0.068154443 0.074976112
17 0.028242112 0.03164439
18 0.011076055 0.013892499
19 0.003339589 0.006205111
20 0.001110511 0.001245228
21 0.000138699 0.000553279
22 0.000277400 0.000415009
Hasil perbandingan plot hidrograf untuk tahun 2001, 2010 dan RTRW 2030
ditunjukkan pada Gambar 60.
6
2010
5
2001
m 3/dt
4 RTRW
3
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Waktu (Jam)
Gambar 60 Perubahan dalam bentuk hidrograf disebabkan oleh perubahan tata
guna lahan dan pola ruang penatagunaan lahan.
Hasil skenario eksisting 2001, 2010 didapat puncak limpasan sebesar
masing 5.07, 5.51 m3/dt sedangkan skenario RTRW sebesar 4.26 m3/dt, terjadi
reduksi sebesar 1.25 m3/dt dari tahun 2010.
Skenario dengan kondisi eksisting 2010 dan RTRW di DAS Cisangkuy
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Kondisi Eksisting 2001 dengan pola distribusi penggunaan lahan yang
ditunjukkan pada Tabel 10 digunakan untuk melakukan simulasi limpasan.
Kemudian dibandingkan hasil simulasi tersebut dengan data pengamatan
beserta data curah hujannya didapat grafik seperti ditunjukkan pada Gambar
61.
mm
300 300
200 400
100 500
0 600
Waktu (Bulan-Tahun)
Gambar 61 Validasi hasil simulasi limpasan dengan data pengamatan pada
rentang pengamatan 2001-2011 yang diperoleh koefisien korelasi
sebesar 65%
77
(40)
(41)
Terdapat dua permasalahan ketika indek pada deret waktu kurang dari 0
atau lebih besar dari atau sama dengan titik-titik bilangan (i-d<0 atau i-d>=N).
Pendekatan yang umum adalah mengabaikan titik-titk tersebut atau dengan
asumsi deret x dan y nol untuk i<0 dan i>=N. Dalam beberapa penerapan
pengolahan sinyal maka deret diasumsikan sirkular dimana indek-indek yang
diluar jangkauan di kemas ulang ke dalam jangkauan yaitu x(-1)=x(N-1),
x(N+5)=x(5) dan seterusnya.
Jangkauan lag time d dan panjang deret korelasi silang dapat menjadi
kurang dari N untuk mgnuji korelasi pada lag time yang cukup pendek. Pembagi
pada persamaan (2.2) dapat berfungsi sebagai normalisasi koefisien korelasi
sehingga -1< = r(d) <=1 yang membatasi korelasi maksimum dan nilai 0 yang
menunjukkan tidak berkorelasi. Korelasi negatif tinggi menunjukkan bahwa kedua
data deret waktu berkorelasi tetapi salah satu kebalikannya dari yang lain. Dengan
menggunakan persamaan 40 dan 41 didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0.65
atau 65%. Grafik sebaran antara data pengamatan dan model limpasan dapat
ditunjukkan pada Gambar 62.
78
600
500
pengamatan (mm)
400
300
200
100
0
0 100 200 300 400 500 600
Model (mm)
Gambar 62 Grafik sebaran antara data pengamatan dan model limpasan pada
rentang 2001-2011.
Pola sebaran data pada ploting sebaran antara data pengamatan dan hasil
simulasi model di Gambar 62 berada pada proporsi antara garis kesamaan antara
sumbu x dan sumbu y artinya hasil simulasi sebagian berada pada kondisi
understimate dan sebagian lagi berada pada overestimate, namun ada titik-titik
yang tepat berada pada garis kesamaan.
250
200
150
100
50
0
Jan-15 Jan-20 Jan-25 Jan-30 Jan-35 Jan-40 Jan-45 Jan-50
Waktu (Bulan-Tahun)
Gambar 63 Variabilitas limpasan hasil simulasi dan prediksi di DAS Cisangkuy
berdasarkan skenario kondisi eksisting 2010
Hasil simulasi dan prediksi dengan skenario kondisi eksisting 2010 dapat
ditunjukkan pada Gambar 63. Pola musiman mendominasi variabilitas limpasan di
DAS Cisangkuy dengan osilasi tahunan. Setiap musim penghujan (DJF) limpasan
selalu berpotensi tinggi berada di atas rata-rata musim penghujan sebesar 200 mm
atau sekitar 20.5 m3/detik.
Berdasarkan analisis metode wavelet yang dibahas dalam Bab 2 dan metode
tersebut diterapkan pada hasil simulasi dengan skenario eksisiting 2010 maka,
variabilitas musiman yaitu osilasi tahunan dengan periode 12 bulan dan osilasi
antara 4-5 tahun merupakan osilasi dominan pada variabilitas limpasan DAS
Cisangkuy. Namun muncul osilasi sekitar 16-32 bulan yang diduga periode
minimum perubahan penatagunaan lahan secara permanen.
Gambar 64 (a) Limpasan skenario kondisi eksisting 2010 (b) Spktrum daya
wavelet. Level kontur dipilih sedemikan sehingga 75%, 50%,
25%dan 5% dari daya masing-masing wavelet di atas setiap level. (c)
Spektrum daya wavelet global
80
Prosen- CNbobot=∑CNixAi
Penatagunaan Lahan Luas [ha] CN CNi*Ai
tasi ∑Ai
Hutan 5 720.04 55 314 602.2 26.98
Hutan rakyat 36.36 60 2 181.6 0.17
Kawasan Pemukiman 2 443.59 90 219 923.1 11.52
Kawasan Pertanian
4 189.23 60 251 353.8 19.76
Lahan Basah
Kawasan Pertanian
1 588.59 50 79 429.5 7.49
Lahan Kering
Kawasan Tanaman
5 294.25 66 349 420.5 24.97
Tahunan
Perdagangan/Jasa 61.83 89 5 502.9 0.29
Peternakan 68.4 61 4 172.4 0.32
Hankam 51.75 72 3 726.0 0.24
Pemerinthan/Fasum 14.40 61 878.4 0.07
Perairan 232.74 100 23 274.0 1.10
Sempadan 16.29 59 961.1 0.08
Hutan Konservasi 1 485.81 25 37 145.2 7.01
Jumlah 21 203.28 1 292 571.0 100 60.9
81
200
150
100
50
0
Jan-15 Jan-20 Jan-25 Jan-30 Jan-35 Jan-40 Jan-45 Jan-50
Waktu (Bulan-Tahun)
Tabel 14 Perbandingan data hasil simulasi antara skenario 2010 dan RTRW 2030
Simpulan
Dalam area studi di dataran tinggi Pangalengan, maka aliran puncak naik
sekitar 44% antara tahun 2001-2010 yang disebabkan oleh perubahan tata guna
lahan. Disamping itu, waktu menuju puncak sekitar 5 jam dalam tahun 2001 dan 4
jam tahun 2010. Perubahan dalam aliran puncak disebabkan oleh perubahan
dalam area hutan, sawah tada hujan, sawah irigasi dan kebun/perkebunan
menurun sekitar 0.04%, 6.81%, 15.04% dan 10.24% masing-masing antara tahun
83
2001 dan 2010 sementara area terbangun atau pemukiman naik sekitar 107.04%.
Metoda evaluasi dampak pembangunan lahan ini pada ketersediaan air dapat
digunakan ketika perencanaan untuk musim-musim tanam pertanian khsusunya
selama waktu permintaan tinggi dari pasokan air irigasi. Juga metoda ini dapat
diterapkan untuk skenario-skenario tata guna lahan masa depan untuk prediksi
perubahan yang terjadi terhadap rezim aliran sungai. Integrasi inderaja, SIG dan
Model Builder melengkapi perkakas yang ampuh untuk menilai dampak
pembangunan lahan pada pola aliran sungai dan ketersediaan air irigasi.
Kemampuan inderaja dalam cakupan secara spasial dan pengulangan secara
temporal melengkapi informasi yang bermanfaat pada dinamika perubahan lahan.
SIG merupakan perkakas yang efisien untuk presentasi data masukan yang
diperlukan oleh model hidroklimat dengan menggunakan data inderaja dan SIG
untuk simulasi proses limpasan lebih menguntungkan ketika area studi luas.
Model Builder dalam SIG dikalibrasi dan divalidasi dengan menggunakan data
aliran sesungguhnya sungai Cisangkuy di stasiun hidrologi Kamasan. Kinerja
model diuji dengan bantuan empat kriteria seperti galat mutlak rerata (mean
absolute error/MAE), galat akar kuadrat rerata (root mean square error/RMSE),
koefisien Theil (U) dan koefisien determinasi (R2), diperoleh nilai masing-masing
0.83, 1.08, 0.14 dan 0.93. Dari hidrograf ditemukan bahwa perubahan pada aliran
puncak (peak flow) dalam tahun 2001 dan 2010 sebesar 0.44 m3/detik. Hasil
menunjukkan perubahan potensi banjir di sungai Cisangkuy dikarenakan
perubahan tutupan dan tata guna lahan. Model dapat dijalankan untuk rencana
pembangunan dan pengembangan masa depan untuk menyelidiki dampak
hidrologi agar terhindar dari irigasi air jalur pendek dan mitigasi risiko munculnya
banjir. Terdapat peningkatan bilangan kurva CN dan peningkatan limpasan
apabila kemiringan meningkat. Hasil skenario eksisting 2010 didapat puncak
limpasan sebesar 5.51 m3/dt sedangkan skenario RTRW sebesar 4.26 m3/dt,
terjadi reduksi sebesar 1.25 m3/dt. Rasio limpasan rata-rata untuk skenario 2010
terhadap skenario RTRW selama rentang proyeksi 2015-2050 sebesar 0.55 atau
turun sebesar 44%. Hal ini menunjukkan bahwa penatagunaan lahan sesuai
dengan peruntukannya yang disusun berdasarkan pola RTRW dapat menurunkan
tingkat limpasan ke level yang signifikan
84
Pendahuluan
No Jenis Interpretasi
1. Perbandingan (comparative) A lebih penting/besar/indah
daripada B
2. Pernyataan (definitive) A atribut B
87
A termasuk di dalam B
A mengartikan B
3. Pengaruh (influence) A menyebabkan B
A sebagian penyebab B
A mengembangkan B
A meningkatkan B
4. Keruangan (space) A adalah Selatan atau Utara B
A di atas B
A sebelah kiri B
5. Kewaktuan (temporal time scale) A mendahului B
A mengikuti B
A prioritas lebih dari B
Sumber: Marimin (2008)
Penggunaan Teknik ISM ini menggunakan tahapan dan langkah-langkah
yang secara umum telah digunakan. Tahapan-tahapan tersebut (disajikan pada
Gambar 68) adalah sebagai berikut:
9) Menentukan tujuan dan output dari kajian.
10) Mental Process melalui Studi Pustaka, Diskusi, Brainstorming, dan
Survey Pakar.
11) Menentukan elemen dan sub elemen dari sistem dan jenis hubungan
konstektual.
12) Menentukan tingkat hubungan konstektual antar elemen dan sub elemen.
13) Structured Self Interaction Matrix (SSIM).
14) Transformasi SSIM ke Reachability Matrix.
15) Reachability Matrix (RM).
16) RM Transitive ----- Modifikasi SSIM ------ SSIM revised.
Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara diskusi, wawancara,
pengisian kuesioner, diskusi kelompok terarah dan pengamatan langsung di lokasi
penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara mencari referensi dari berbagai
sumber, seperti: hasil penelitian terdahulu, studi pustaka, peta dan laporan serta
dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian.
B1 A V A X A X A V V V O
B2 V O V O V A V X O X
B3 A X O O O V X A A
B4 X V O V O V V A
B5 X V A O V V V
B6 V O X V X X
B7 A O A X X
B8 V V V V
B9 V V V
B10 V A
B11 X
B12
11 Independent Linkage
B8
B6
10
B5 B4
9
B1
8 B12 B2
DRIVER POWER
5 B11 B7
B10
4 B3
1 Autonomous Dependent
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
DEPENDENCE
Simpulan
Pelaku atau aktor yang berperan dalam pengelolaan DAS yang optimal sebagian
besar berada pada Sektor III atau Linkages (pengait) dari sistem ini. Variabel pelaku
dari A1 sampai A7 berada pada posisi ini, yang berarti tindak-tindakan dari para pelaku
ini akan mendukung keberhasilan dari pengelolaan DAS yang optimal, sedangkan jika
tidak dilakukan tindakan dari para pelaku ini, maka pengelolaan DAS yang optimal
tidak dapat berjalan dengan baik (atau gagal). Variabel A8 (masyarakat/LSM) berada
pada Sektor IV atau Independent, yang berarti variabel ini mempunyai kekuatan
penggerak (driver power) yang besar, namun mempunyai sedikit ketergantungan
terhadap program ini. Pada sektor yang lain (I / Autonomous dan II / Dependent) tidak
terdapat variabel pelaku, yang berarti tidak ada variabel dalam sub elemen pelaku ini
yang tidak terkait dengan sistem serta tidak ada variabel yang sangat tergantung dari
input dan tindakan yang diberikan pada sistem.
93
8 PEMBAHASAN UMUM
Daerah aliran sungai Cisangkuy terletak antara 06o 59’24” – 07o 13’51” LS dan
107o 28’55” – 107o 39’84” BT yang berada di Kabupaten Bandung. DAS Cisangkuy
mempunyai fungsi hidrologis, ekologis yang penting karena merupakan bagian dari
Cekungan Bandung yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional (PP No.
26/2008). Topografi DAS Cisangkuy bervariasi dari ketinggian 2327 m dpl di Gunung
Malabar, hingga 661 m di pertemuannya dengan sungai induk, yaitu Sungai Citarum.
Sungai Cisangkuy sangat berperan penting dalam memasok kebutuhan air baku untuk
konsumsi penduduk kabupaten dan kota Bandung masing-masing sebesar 500 l/dt dan
1800 l/dt. DAS Cisangkuy mempunyai sifat yang menarik ditinjau dari aspek iklim
yaitu antara daerah hulu dan daerah hilir mempunyai indeks kelembapan iklim yang
berbeda, sifat temperatur, curah hujan, evapotranspirasi yang berbeda dan dampak
perubahan iklim yang berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh karakteristik biofisik yang
berbeda antara hulu dan hilir terutama elevasi dan kelerengan. Karakteristik biofisik
yang berbeda tersebut akan membawa konsekuensi logis bagi pendekatan aspek
pengelolaan antara hulu dan hilir.
Curah hujan adalah masukan utama sumber air di suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS). Curah hujan akan mengalir atau meresap menjadi sumber air dalam bentuk air
tanah, mata air, sungai, danau atau waduk. Karakteristik DAS (watershed properties)
akan menentukan kualitas dan kuantitas air yang mengalir di suatu DAS. Selain
penggunaan lahan, variabel DAS lainnya yang relatif tetap (seperti sifat geologi atau
tanah, topografi dan kemiringan lereng). Perubahan variabel penggunaan lahan dan
kekedapan tanah akan menentukan jumlah resapan dan limpasan air permukaan, secara
sederhana dapat diilustrasikan dalam diagram I-O pada Gambar 71.
Gambar 71 Diagram I-O untuk melukiskan kejadian interaksi curah hujan dan sistem
DAS
Untuk mengetahui dampak variabilitas hujan dan konversi lahan terhadap debit
aliran sungai sangat penting untuk menjamin keberlanjutan sumber air. Curah hujan
adalah variabel acak dan mempunyai fluktuasi yang tinggi. Hujan yang berkarakter acak
akan menjadi debit aliran dengan sifat yang acak pula, (meskipun hujan relatif lebih
independent daripada debit) dan menunjukkan perubahan probabilitas musiman yang
ditunjukkan pada Gambar 72 dan Gambar 73. Karena hujan dan debit merupakan
variabel acak, maka instrumen statistik dapat digunakan untuk mengetahui perubahan
perilakunya. Curah hujan yang berupa impulse diskrit akan berinteraksi dengan
hidrograf satuan yang bertindak sebagai fungsi transfer untuk menghasilkan fungsi
limpasan atau debit yang berupa rangkaian data deret waktu yang deterministik non-
95
periodik. Fungsi seperti itu telah banyak dikenal oleh para peneliti sebagai fungsi chaos
yang menunjukkan karakteristik acak namun terkandung elemen-elemen periodik yang
mempunyai sifat prediktibilitas.
normal yang melebar ke kanan. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa kedua parameter
tersebut mempunyai potensi kecenderungan nilai ekstrem ke sebelah kanan pada musim
penghujan. Probabilitas untuk menemukan nilai ekstrem kanan akan semakin besar
untuk masa-masa mendatang yang berakibat volume limpasan semakin besar. Aspek
pengelolaan dalam tahap perencanaan perlu mempertimbangkan nilai-nilai esktrem
tersebut dalam rangka antisipasi dan mitigasi bencana seperti banjir, lonsor dan bencana
lain terkait variabilitas iklim. Sebaliknya kontras pada musim kemarau (JJA), dengan
rata-rata curah hujan harian sebesar 1.7 mm dan debit bulanan 10 m3/detik dengan
probabilitas sangat kecil dengan bentuk fungsi densitas probabilitas eksponensial yang
memuncak ke arah nol. Dengan demikian potensi kekeringan secara hidrologis masa-
masa mendatang semakin besar. Potensi kejadian ini pula harus masuk pada tahap
perencanaan.
peningkatan periode debit lima tahunan yang signifikan selama interval waktu
pengamatan yang menimbulkan peristiwa banjir di daerah Kamasan Banjaran. Osilasi 8-
16 bulan terkait erat dengan pergerakan semu Matahari Utara-Selatan yang
menyebabkan variasi regional unutk intensitas monsun. Sedangkan osilasi 128 bulan
berkorelasi dengan osilasi temperatur troposfer tropis yang berosilas antara 10-12 tahun.
Osilasi 64 bulan berhubungan erat dengan fenomana El Niño (kondisi hangat) dan La
Niña (kondisi dingin) di Pasifik Tropis yang berosilasi 2-7 tahun dan dikenal dengan
siklus ENSO.
Model hubungan antara curah hujan dan elevasi dikaji pada Bab 3 berdasarkan
data curah hujan spasial bulanan dari WorldClim selama 50 tahun dan Digital Elevation
Model (DEM) dari CGIAR-CSI di DAS Cisangkuy. Kedua data tersebut telah dikaji dan
dianalisis untuk mengatahui hubungan antara curah hujan dan elevasi. Pengkajian
didasarkan pada penurunan profil curah hujan terhadap elevasi dengan menggunakan
SIG dari elevasi 650 m di atas permukaan laut (dpl) yaitu hilir sungai Cisangkuy sampai
1530 m dpl yaitu daerah hulu Situ Cileunca (Garis CD). Analisis regresi menunjukkan
hubungan yang kuat antara curah hujan bulanan dan elevasi dengan rata-rata koefisien
korelasi sebesar 89%. Peningkatan curah hujan dengan elevasi rata-rata 11.62 mm
setiap 100 m kenaikan elevasi pada garis profil CD (Gambar 19), kecuali pada bulan
Agustus kenaikan terjadi sampai ketinggian 1156 m lalu turun dengan laju 9.5 mm
setiap penurunan 100 m. Musim penghujan yang diwakili oleh bulan DJF mempunyai
kenaikan sebesar 17.7 mm dan musim kemarau yang diwakili bulan JJA mempunyai
kenaikan sebesar 5.9 mm setiap 100 m kenaikan elevasi. Dengan menggunakan analisis
regresi curah hujan bulanan terhadap elevasi maka akan didapat model yang sederhana
namun efektif untuk pendugaan curah hujan pada berbagai elevasi di daerah aliran
sungai tersebut. Di dapatnya hubungan antara curah hujan dan elevasi akan sangat
mempengaruhi proses penanganan dalam pengelolaan DAS di daerah berlereng. Besar
limpasan pada daerah-daerah dengan kelerengan atau kemiringan lahan tinggi sangat
dipengaruhi oeh besar curah hujan, vegetasi, jenis tanah dan faktor-faktor pengelolaan.
Pola sebaran spasial curah hujan di DAS Cisangkuy membentuk dipole antara
hulu dan hilir. Curah hujan di hulu relatif selalu lebih tinggi dari daerah hilir baik pada
musim basah maupun musim kering. Analisis ini membuktikan hipotesis awal bahwa
DAS dataran tinggi berperan sebagai menara air tawar (fresh water tower) di daerah
tropis. Bahkan di musim kering selalu muncul bentangan curah hujan pada elevasi 920-
1100 m dengan kelerengan antara 20-40 derajat. Lokasi tersebut perlu mendapatkan
prioritas penanganan karena akan mengakibatkan kecepatan limpasan permukaan yang
tinggi terlebih bila curah hujan tinggi saat musim basah. Pola dipole tersebut terjadi
pula pada besaran temperatur, evapotranspirasi dan potensi defisit serta surplus
cadangan air permukaan, sehingga karakteristik DAS Cisangkuy menunjukkan dua
lokasi dengan indek kelembapan iklim yang berbeda antara hulu dan hilir.
Dalam rangka mitigasi, peringatan dini dan skenario dari variabilitas iklim ke
masa depan di DAS Cisangkuy maka perlu dikembangkan teknik prediksi untuk
melengkapi metode-metode yang telah tersedia. Oleh karena itu pada Bab 5
dikembangkan model prediksi deret waktu berbasis linear dan nonlinear. Sesuai dengan
karakteristik data maka metode analisis deret waktu linear dan non-linear yang sesuai
telah diterapkan untuk mendapatkan nilai statistik deskriptif, probabilitas, pemodelan
dan prakiraan ke depan berbasis data curah hujan bulanan dari tahun 1993 sampai 2011
di atas Situ Cileunca yang berada di DAS Cisangkuy Kabupaten Bandung. Data curah
hujan bulanan terdiri dari 230 data dengan koefisien variabilitas sebesar 78%,
98
sedangkan untuk pemodelan digunakan 200 data dalam rangka memperoleh parameter
non-linear optimal. Langkah pertama dicari waktu tunda dari keseluruhan data yang
diterapkan dengan menggunakan metode autokorelasi dan informasi mutual yang
menghasilkan waktu tunda 2 lalu dicari dimensi embedding secara iterasi. Diperoleh
dimensi embedding 23 dengan koefisien korelasi 0.6 yang merupakan nilai paling besar
dari 30 dimensi embedding yang dicoba. Dimensi embedding 23 merupakan batas atas
dari jumlah variabel bebas yang cukup untuk pemodelan dinamika curah hujan. Hasil
prediksi musiman atau antar musiman sangat bermanfaat dalam proses perencanaan
pengelolaan DAS. Apabila dikombinasikan dengan hasil pada Bab 3 dimana pengaruh
musiman dan ENSO sangat dominan pada curah hujan dan debit maka hasil-hasil
prediksi dan juga metode yang dikembangkan akan membantu dalam perencanaan
pengelolaan DAS jangka pendek dan menengah.
Dampak variabilitas dan perubahan iklim telah mendapat perhatian intensif dan
serius yang mendorong penelitian ke arah tersebut selama beberapa dekade terakhir.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabilitas dan perubahan iklim dapat
mempengaruhi sifat-sifat dan pola hidroklimat di berbabagai tempat. Hal ini akan
berdampak pula terhadap perubahan sistem tata kelola air di suatu DAS. Atribusi
perubahan iklim perlu diidentifikasi karena banyaknya elemen yang membangun sistem
iklim Bumi. Perubahan iklim adalah perubahan variabel iklim seperti temperatur, curah
hujan (presipitasi), kelembapan, tekanan, angin, radiasi dan sebagainya. Secara garis
besar perubahan iklim dapat diwakili terutama oleh perubahan temperatur udara
permukaan, seperti kecenderungan temperatur yang diteliti di DAS Cisangkuy pada
Gambar 74 dan perubahan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam
jangka waktu yang panjang antara periode 30 tahunan ditunjukkan pada Gambar 75,
sedangkan unsur-unsur lain mengakibatkan atau terpengaruh oleh kedua unsur iklim
tersebut (NAS and TRS, 2013).
Dalam tataran pengelolaan DAS konvensional, variabilitas dan perubahan iklim
masih dipandang sebagai dua fenomena yang berada diluar kendali pengelolaan dan
dianggap sebagai fenomena yang terjadi begitu saja secara natural. Kekeliruan cara
pandang tersebut mulai disadari di seluruh dunia dengan munculnya realitas dampak
negatif terhadap kehidupan. Dampak negatif pada skala DAS mulai terasa dengan
munculnya kejadian-kejadian ekstrem seperti banjir dan kekeringan. Program-program
perencanaan mulai memasukan variabilitas dan perubahan iklim dengan berbagai
kemungkinan skenario dalam rangka mitigasi dan adaptasi.
Untuk membedakan variabilitas iklim secara alami dan perubahan iklim yang
dipicu oleh manusia maka diperlukan sejumlah data yang panjang dan lengkap. Dekade
merupakan kerangka waktu minimum untuk mendeteksi perubahan temperatur, akan
tetapi sangat sulit untuk mendeteksi perubahan curah hujan. Perubahan curah hujan
akan jelas terlihat dengan melakukan analisis PDF (Probability Density Function),
seperti pada Gambar 75.
Gambar 75 Perubahan curah hujan pada musim basah (DJF) di DAS Cisangkuy
Dapat diterangkan dengan merujuk pada Gambar 68 bahwa data curah hujan pada
periode 1911-1940 mempunyai nilai kurtosis 2.46 dan skewness 1.58 (Weibull (3))
dengan bentuk lancip yang tidak simetris berubah menjadi nilai kurtosis -0.89 dan
skewness 0.29 (Weibull (2)) pada periode 1921-1950 yang lebih landai dan simetris lalu
berubah lagi menjadi nilai kurtosis -0.92 dan skewness 0.04 (Gamma (2)) yang landai
dan lebih simetris di periode 1971-2000.
Memahami iklim di suatu DAS dan kecenderungan (trend) dalam temperatur,
curah hujan dan kejadian-kejadian ekstrem lainnya merupakan hal penting dan vital
dalam aspek pengelolaan DAS terutama tahap perencanaan untuk mitigasi dan adaptasi
bagi kehidupan manusia. Karena kecenderungan perubahan dan kejadian-kejadian
ekstrem tersebut berada diluar kendali manajemen atau pengelolaan sumberdaya air,
lahan dan komponen DAS lainnya yang telah berlangsung beberapa dekade. Dengan
munculnya dampak perubahan iklim di berbagai sisi kehidupan manusia maka sangat
perlu dan penting untuk memasukan dampak-dampak yang mungkin terjadi di masa
mendatang kedalam perencanaan pengelolaan sumberdaya air, lahan dan sumberdaya
DAS lain.
Iklim adalah kontruksi statistik yang dihitung dari sampel data meteorologi
selama periode tertentu yang menurut konvensi pertemuan WMO tahun 1937 periode
sampling tersebut selama 30 tahun (Larson 2012). Model iklim tidak memodelkan iklim
secara langsung, tetapi hanya menghitung pemecahan persamaan evolusi keadaan sesaat
sistem iklim atau sistem Bumi lalu dituliskan data tersebut dalam file histori yang
kemudian diproses untuk menghitung rata-rata klimatologi. Oleh karena itu, untuk
mengidentifikasi perubahan iklim dalam suatu daerah secara regional atau bahkan
dalam skala lokal sepeti daerah aliran sungai dibutuhkan data pengamatan dalam selang
waktu minimal dekade (WMO 2013) atau bahkan 30 tahun.
Dalam kajian perubahan iklim, digunakan anomali curah hujan yaitu perbedaan
antara curah hujan pada periode yang dikaji dengan periode baseline yang dihitung
100
dengan merata-ratakan selama 30 tahun atau lebih (NOAA, 2014). Anomali positif
menunjukkan curah hujan yang dikaji lebih besar dari baseline, sedangkan anomai
negatif adalah curah hujan yang dikaji lebih kecil dari baseline.
Hasil proyeksi model iklim global (GCM) resolusi 1 km dengan skenario paling
besar RCP85 (Representative Concentration Pathways 8.5 W/m2) dan paling rendah
RCP26 (Representative Concentration Pathways 2.6 W/m2) ditunjukkan pada Gambar
76 dan Gambar 78. Gambar-gambar tersebut dianalisis untuk mengetahui anomali curah
hujan masa depan terhadap garis dasar (baseline) rata-rata tahun 1950-2000.
A B
RCP adalah trayektori konsentrasi gas rumah kaca (bukan emisi) yang diadopsi
oleh IPCC dalam laporan penilaian kelima (fifth Assessment Report (AR5)). RCP
digunakan di dalam pemodelan iklim dan penelitian yang mensimulasikan kemungkinan
iklim masa depan. Semua kemungkinan telah diperhitungkan, sehingga simulasi
bergantung pada berapa banyak gas rumah kaca yang diemisikan pada tahun-tahun
mendatang. Empat skenario RCP yang digunakan IPCC yaitu RCP26, RCP45, RCP6
dan RCP85 dengan nilai radiative forcing pada tahun 2100 relatif terhadap nilai
sebelum masa revolusi industri masing-masing (2.6, 4.5, 6.0 dan 8.5 W/m2). Perubahan
dalam radiative forcing terkait dengan kenaikan GRK di atmosfer yang akan
meningkatkan pemanasan di permukaan.
101
A B
A B
Gambar 78 Pola temporal proyeksi anomali curah hujan bulanan minimum (A) dan
Maksimum (B) pada periode 2041-2060 dengan skenario RCP26 dan
RCP85
Pada Gambar 78 terlihat bahwa pola curah hujan musim basah pada periode
rata-rata 2041-2060 terjadi pergeseran musim. Musim basah dimulai dari pertengahan
Oktober-Nopember-Desember-pertengahan Januari dan nilai curah hujan kemungkinan
akan naik. Musim kering dimulai dari pertengahan Juli-Agustus-September-pertengahan
Oktober dan kemungkinan curah hujan akan berkurang pada musim kering tersebut.
Dengan kata lain secara temporal, berdasarkan skenario RCP85 maka musim basah
akan semakin basah dengan anomali bernilai positif pada rentang 12-58 mm/bulan dan
musim kering akan semakin kering dengan anomali bernilai negatif pada rentang -28
sampai -11 mm/bulan. Berdasarkan skenario RCP26 dapat ditunjukkan pada Gambar 7
bahwa musim basah akan semakin basah dengan rentang anomali 2-45 mm/bulan dan
musim kering akan semakin kering dengan rentang nilai -27 sampai -3 mm/bulan. Hasil
ini didukung oleh hasil penelitian Naylor at al., 2007 tentang pengaruh perubahan iklim
terhadap curah hujan di pulau Jawa. Hasil penelitian Naylor at al. 2007 menunjukkan
bawah kemungkinan kenaikan curah hujan pada musim panen (April-Juni) sebesar
~10% dan penurunan pada musim kering sebesar 50% di Jawa Barat dan Tengah pada
tahun 2015 berdasarkan skenario A2. Namun penelitian ini masih menggunakan model
iklim Ar4 tetapi sudah mengakomodasi efek lokal dengan dikembangkannya EDM
(Emperical Downscaling Model). Model ini mampu menangkap hubungan antara
presipitasi sub-grid lokal dan variabel skala luas, topografi lokal dan rekaman
pengamatan yang berkualias dan memenuhi durasi yang cukup untuk menentukan
hubungan empiris yang akurat.
Pada Gambar 79 terlihat bahwa anomali curah hujan di musim basah akan
meningkat dalam nilai minimum maupun maksimum dan kemungkinan durasi musim
basah akan lebih panjang mulai Oktober-Maret pada periode 2061-2080 dibandingkan
dengan pada periode 2041-2060. Perubahan iklim yang diindikasikan dengan
berubahnya curah hujan yang merupakan imbuhan utama DAS akan sangat
mempengaruhi ketersediaan air tawar (Fresh Water). Masyarakat dan ekosistem flora
dan fauna kemungkinan akan sangat terpengaruh oleh ketersediaan air tawar. Hasil
simulasi model ini menunjukkan bahwa curah hujan pada periode iklim mendatang
(periode 30 tahunan mendatang) terutama pada musim basah kemungkinan akan
semakin besar dan berpotensi merusak infrastruktur seperti jalan, bendungan dan
jembatan. Sebaliknya pada saat musim kering kemungkinan curah hujan akan semakin
103
kecil sehingga kekeringan akan berpotensi lebih intensif dan sangat diperlukan pola
strategi pengelolaan air yang mengakamodasi perubahan iklim.
A B
Gambar 79 Pola temporal proyeksi anomali curah hujan bulanan minimum (A) dan
Maksimum (B) pada periode 2061-2080 dengan skenario RCP26 dan
RCP85
Peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk menyebabkan kebutuhan akan lahan
mengalami peningkatan. Peningkatan kebutuhan lahan mendorong terjadinya perubahan
penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah akan mempengaruhi
karakteristik hidrologi suatu wilayah, sehingga dapat dijadikan acuan kritis tidaknya
suatu wilayah secara hidrologis. DAS Cisangkuy merupakan salah satu sub DAS
Citarum yang merupakan DAS terbesar dan terpanjang di Jawa Barat. Sub DAS Bagian
hulu dari DAS Citarum yang lain adalah Sub DAS Cikapundung, Citarik, Cirasea, dan
Ciwidey. Kondisi DAS Cisangkuy pada saat ini mengalami penurunan, hal ini ditandai
dengan meningkatnya bencana banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau.
Untuk menghindari kejadian ekstrem di sungai Cisangkuy, seperti banjir dan
kekeringan, maka perlu dilakukan pengendalian terhadap komponen-komponen yang
menjadi parameter dalam fungsi hidrologis suatu DAS. Karena parameter-parameter
yang berfungsi hidrologis yang dimiliki oleh suatu daerah aliran sungai (DAS) sangat
berpengaruh dalam menentukan kuantitas dan kualitas air yang masuk ke sungai. Suatu
DAS dengan fungsi hidrologis yang baik, memiliki kapasitas untuk mengalirkan air
secara bertahap. Kapasitas yang mampu menjaga fluktuasi aliran permukaan, stabilisasi
aliran sungai sehingga dapat menyangga aliran pada musim hujan supaya tidak meluap
dan menjamin kontinuitas ketersediaan air di musim kemarau. Pada Bab 6 diteliti
pengaruh perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DAS Cisangkuy dan
kemiringannya terhadap limpasan.
104
Tabel 22 Pengaruh variabilitas iklim di DAS Cisangkuy secara temporal dan spasial
Sistem Pengaruh pada DAS
No dengan Skala Cakupan analisis
Temporal Hulu Tengah Hilir
Jangka
A
pendek
Terjadi Curah hujan Curah hujan Curah hujan
Altitude kenaikan curah tinggi pada selalu tinggi relatif rendah
1.
Pegunungan hujan rata-rata musim hujan pada musim
11 mm/ 100 m hujan
Hasil analisis Terjadi Terjadi Terjadi
Perubahan dua stasiun perubahan perubahan perubahan
2. rezim hidrologi dan 4 rezim/mode rezim/mode rezim/mode
hidroklimat stasiun curah curah hujan dan curah hujan dan curah hujan
hujan debit debit dan debit
Jangka
B
menengah
Hasil analisis 2 Pengaruh musim Pengaruh musim Pengaruh
Variasi stasiun hidrologi kuat sangat kuat musim kuat
1.
musiman dan 4 stasiun
curah hujan
Hasil analisis 2 Curah hujan dan Curah hujan dan Curah hujan
stasiun hidrologi debit debit dan debit
2. ENSO
dan 4 stasiun terpengaruh terpengaruh terpengaruh
curah hujan ENSO ENSO ENSO
Jangka
C
panjang
Berdasarkan Anomali curah Anomali curah Anomali
analisis keluaran hujan relatif hujan relatif curah hujan
Model Global tinggi. tinggi. relatif
Musim hujan Musim hujan sedang.
semakin basah semakin basah Musim hujan
Perubahan dan musim dan musim semakin
iklim kemarau kemarau relatif basah dan
semakin kering tidak terlalu musim
kering kemarau
semakin
kering
Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data curah hujan, debit dan data
penggunaan lahan DAS Cisangkuy untuk tahun 2001 dan 2010 sebagai simulasi dan uji
coba model hidrologi pada aspek pengelolaan dan pengendalian penatatagunaan tutupan
lahan. Dari Tabel 10 terlihat jelas bahwa area hutan, sawah tada hujan, sawah irigasi
dan kebun/perkebunan menurun sekitar 0.04%, 6.81%, 15.04% dan 10.24% masing-
masing antara tahun 2001 dan 2010 sementara area terbangun atau pemukiman naik
sekitar 107,04%. Area terbangun naik sekitar hampir dua kali antara tahun 2001 dan
2010. Dari perbandingan hidrograf akibat perubahan tata guna lahan dapat diamati
105
bahwa limpasan puncak naik sekitar 0.44 m3/detik antara tahun 2001 dan 2010.
Disamping itu, waktu menuju puncak 5 jam dalam tahun 2001, namun menjadi 4 jam
pada tahun 2010. Terdapat peningkatan bilangan kurva CN dan peningkatan limpasan
apabila kemiringan meningkat. Skenario perubahan penatagunaan lahan dibuat untuk
kondisi eksisting 2010 dan kondisi RTRW 2030 untuk mengetahui pengaruhnya
terhadap limpasan di masa mendatang berdasarkan model prediksi curah hujan yang
dikembangkan pada Bab 5. Dengan metode statistik non-linear didapat parameter untuk
prediksi curah hujan yaitu waktu tunda 2 dan nilai embedding 23 dengan nilai koefisien
korelasi sebesar 0.60. Validasi model limpasan dengan data pengamatan dilakukan pada
rentang 2001-2011 didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0.65. Hasil skenario eksisting
2010 didapat puncak limpasan sebesar 5.51 m3/dt sedangkan skenario RTRW sebesar
4.26 m3/dt, terjadi reduksi sebesar 1.25 m3/dt. Rasio limpasan rata-rata untuk skenario
2010 terhadap skenario RTRW selama rentang proyeksi 2015-2050 sebesar 0.55 atau
turun sebesar 44%. Hal ini menunjukkan bahwa penatagunaan lahan sesuai dengan
peruntukannya yang disusun berdasarkan pola RTRW dapat menurunkan tingkat
limpasan ke level yang signifikan.
Dengan mempertimbangkan karakteristik biofisik yang unik dan variabilitas serta
perubahan iklim yang terjadi di DAS Cisangkuy ditinjau dari skala waktu dan ruang,
maka perlu dikaji tingkat kepentingan program jangka panjang pada tataran
perencanaan untuk mengantisipasi dampak negatif. Menentukan program kunci dalam
pengelolaan suatu DAS untuk meningkatkan kinerja pengelolaan DAS secara
menyeluruh adalah suatu tantangan dalam level perencanaan dan operasional. Oleh
karena itu dalam penelitian ini dipaparkan MODM (multi-objective decision model)
dengan menggunakan pendekatan yang berbasis ISM untuk memperkaya dan
menginialisasi suatu aktivitas organisasi. Identifikasi variabel-variabel (program-
program) yang berada di akar dari banyak program lain (yang disebut pengendali
program) dan variabel yang sangat dipengaruhi oleh yang lainnya (disebut program
yang dkendalikan) akan bermanfaat untuk pengelolaan puncak (top management) dalam
tata kelola DAS. Hal ini dapat menjadi panduan dalam mengambil tindakan yang tepat
untuk menangani program dalam pengelolaan DAS. ISM digunakan untuk
mengidentifikasi dan meringkaskan hubungan antara variabel tertentu yang
mendefinisikan suatu persoalan atau masalah (Ravi dan Shankar 2005). Oleh karena itu,
berbagai variabel dikategorikan yang memungkinkan dan mendapatkan hasil dari suatu
pengelolaan DAS dianalisis dengan menggunakan metodologi ISM yang menunjukkan
interelasi program dan level-levelnya. Variabel-variabel ini juga dikategorikan
bergantung pada kekuatan pengendali dan kebergantungannya. Setelah mereview
literatur, bersama-sama dengan pengumpulan pendapat pakar digunakan untuk
mengembangkan matriks hubungan yang kemudian digunakan dalam pembuatan model
ISM.
ISM adalah proses pembelajaran interaktif yang terdiri dari kumpulan elemen-
elemen yang berbeda namun terkait secara langsung lalu distrukturisasi ke dalam suatu
model sistemik yang komprehensif. Warfield (1974) dan Sage (1977). ISM dapat
digunakan secara luas dalam mengidentifiasi dan menganalisis interaksi diantara
program (elemen) dari sistem. Malone (1975) pertama kali mendemontrasikan
penggunaan ISM dalam menganalisis barriers untuk inverstasi di pemukiman kota.
Mandal dan Deshmukh (1994) menggunakan model ISM untuk mengidentifikasi
kriteria pemilihan vendor. Singh dan Kant (2008) menggunakan model ISM untuk
mempelajari barriers dalam pengelolaan pengetahuan di industri manifaktur tertentu.
106
Ravi dan Shankar (2005) menerapkan ISM untuk menganalisis barriers dalam rantai
pasok logistik. Wang et al (2008) menggunakan ISM unutk menganlisis barriers
terhadap penghematan energi di China. Kannan and Haq (2007) mempresentasikan
pemilihan pemasok terintegrasi dan model dan inventori distribusi multi-echelon dalam
lingkungan rantai pasok terbangun untuk order dengan menggunakan fuzzy AHP dan
genetic algorithm.
ISM membantu dalam mengidentifikasi inter-relasi diantara variabel. ISM
menyediakan pendekatan sistemik untuk meningkatkan rantai pasok. ISM ditujukan
terutama sebagai proses pembelajaran kelompok. Metode ini merupakan interpretatif
sebagai penilaian kelompok memutuskan apa dan bagaimana variabel terhubung. ISM
diterapkan untuk mengembangkan suatu kerangka untuk permasalahan pengelolaan
DAS untuk mencapai tujuan-tujuan berikut:
1. untuk menurunkan inter-relasi diantara variabel-variabel (program-program)
yang mempengaruhi pengelolaan DAS
2. Untuk mengklasifikasikan variabel-variabel tersebut menurut kekuatan
pengendali dan kebergantungan. Dengan basis hubungan, maka struktur
keseluruhan diekstraksi dari kumpulan variabel yang kompleks. ISM adalah
teknik pemodelan yang mengungkapkan hubungan khusus dan struktur
keseluruhan untuk digambarkan dalam suatu model grafik. ISM mulai dengan
identifikasi variabel yang relevan terhadap permasalahan atau persoalan dan
kemudian memperluas dengan suatu metodologi ISM teknik pnyelesaian
masalah kelompok untuk membantu menentukan level dan arah pada
kompleksitas hubungan antar elemen dalam sistem.
Berdasarkan teknik ISM dari hasil pengumpulan data melalui FGD, kuisioner dan
wawancara mendalam terhadap para pihak (stakeholder) dan pakar, seperti yang
diuraikan dalam Bab 7. Untuk elemen kepentingan kebutuhan program yang di survey
terkait variabilitas dan perubahan iklim di DAS Cisangkuy ditunjukkan pada Tabel 17
Berdasarkan diagram klasifikasi, diketahui bahwa kebutuhan untuk menyukseskan
program pengelolaan DAS pada tataran perencanaan sebagian besar berada pada Sektor
III atau Linkages (pengait) dari sistem tersebut. Variabel program dari B1 (Penegakan
hukum), B2 (Peningkatan luas kawasan lindung), B4 (Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan aparat), B5 (Restrukturisasi kelembagaan), B6 (Tata Ruang yang tepat),
dan B12 (Teknologi pengelolaan DAS) berada pada posisi tersebut, yang berarti
pemenuhan kebutuhan program ini akan mendukung keberhasilan dari program
pengelolaan DAS yang optimal, sedangkan jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka
pengelolaan DAS yang optimal dapat tidak berjalan dengan baik (atau gagal). Variabel-
variabel pada sektor III ini harus dikaji secara seksama karena sifat hubungannya yang
tidak stabil tapi sangat berkaitan sekaligus berdampak pada variabel lainnya terutama
yang berada di Sektor II (Dependent). Pada sektor II ini terdapat beberapa variabel
seperti B3 (Peningkatan pendapatan masyarakat), B7 (Pemberian insentif dan
disinsentif), B10 (Pengembangan kearifan lokal), dan B11 (Peningkatan lapangan
pekerjaan). Variabel-varibael ini sangat tergantung dari input dan tindakan yang
diberikan pada sistem. Untuk variabel B8 (peningkatan kesadaran stakeholder) berada
pada Sektor IV atau Independent, yang berarti variabel ini mempunyai kekuatan
penggerak (driver power) yang besar, namun mempunyai sedikit ketergantungan
terhadap program lain. Pada Sektor I / Autonomous tidak terdapat variabel kebutuhan,
yang berarti tidak ada variabel dalam sub elemen kebutuhan ini yang tidak terkait.
107
Simpulan
puncak limpasan sebesar 5,51 m3/dt sedangkan skenario RTRW sebesar 4.26 m3/dt,
terjadi reduksi sebesar 1.25 m3/dt. Rasio limpasan rata-rata untuk skenario 2010 dan
skenario RTRW selama rentang proyeksi 2015-2050 sebesar 0.55 atau turun sebesar
44%.
4. Berdasarkan diagram klasifikasi, program kunci untuk meningkatkan strategi
konservasi pengelolaan DAS seacara optimal berbasis variabilitas iklim adalah B8
(peningkatan kesadaran para pihak), juga diketahui bahwa kebutuhan untuk
menyukseskan program pengelolaan DAS sebagian besar berada pada Sektor III atau
Linkages (pengait) dari sistem ini. Variabel pelaku dari B1 (Penegakan hukum), B2
(Peningkatan luas kawasan lindung), B4 (Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
aparat), B5 (Restrukturisasi kelembagaan), B6 (Tata Ruang yang tepat), dan B12
(Teknologi pengelolaan DAS) berada pada posisi ini, yang berarti pemenuhan
kebutuhan ini akan mendukung keberhasilan dari program pengelolaan DAS yang
optimal, sedangkan jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka pengelolaan DAS yang
optimal dapat tidak berjalan dengan baik (atau gagal). Variabel-variabel pada sektor
III ini harus dikaji secara seksama karena sifat hubungannya yang tidak stabil tapi
sangat berkaitan sekaligus berdampak pada variabel lainnya terutama yang berada di
Sektor II (Dependent). Pada sektor II ini terdapat beberapa variabel seperti B3
(Peningkatan pendapatan masyarakat), B7 (Pemberian insentif dan disinsentif), B10
(Pengembangan kearifan lokal), dan B11 (Peningkatan lapangan pekerjaan).
Variabel-varibael ini sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada
sistem. Untuk variabel B8 (peningkatan stakeholder) berada pada Sektor IV atau
Independent, yang berarti variabel ini mempunyai kekuatan penggerak (driver
power) yang besar, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program ini.
Pada Sektor I / Autonomous tidak terdapat variabel kebutuhan, yang berarti tidak ada
variabel dalam elemen kebutuhan ini yang tidak terkait.
Saran
1. Aspek mitigasi dan antisipasi prioritas utama daerah hulu dan aspek penanganan
dampak prioritas daerah tengah dan hilir. Aspek adaptasi perlu dikampanyekan
kepada para pihak yang terkait di DAS Cisangkuy.
2. Penggunaan dan peruntukan lahan semestinya harus sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah atau Rencana Tata Ruang Daerah Kabupaten Bandung.
3. Banyak lahan yang semestinya hanya untuk konservasi di DAS Cisangkuy, tetapi
sudah diolah menjadi pertanian, atau lahan yang hanya cocok untuk hutan dijadikan
lahan pertanian, bahkan permukiman. Perlu pengendalian dan penegakan hukum.
110
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian E, Susanto RD. 2003. Identification of three dominant rainfall regions within
Indonesia and their relationship to sea surface temperature. Int J Climatology.
23:1435-1452.
Anders AM, Roe GH, Hallet B, Montgomery DR, Finnegen NJ, Putkonen J. 2006.
Spatial patterns of precipitation and topography in the Himalaya. Geological Soc
of Amer Special Paper. 398:39-53.
[ARC] ArcGIS Resource Center. 2014. ArcGIS 10.2 Help. [Internet]. [diunduh pada
2014 Okt 20]. Terdapat pada http://help.arcgis.com/.
Aron G, Miller AC, Lakatos DE. 1977. Infiltration formula based on SCS curve number.
J of Irrigation and Drainage Division ASCE. 103(IR4):419-427.
Aronoff S. 1989. Geographhical Information System Management Perspective. Ottawa
(Kanada): WDL Publication.
Arwa DO. 2001. GIS based rainfall runoff model for the Turasha sub catchment Kenya
[tesis]. Enschede (NL): International institute for aero space survey and earth
sciences.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Pr.
Bantzer CH, Wallace JM. 1996. Intraseasonal Variability in Tropical Mean
Temperature and Precipitation and their Relation to the Tropical 40-50 Day
Oscillation. J of Atmos Sci. 53(21):3032-3045.
Barlow M, Wheeler M, Lyon B, Cullen H. 2005. Modulation of daily precipitation over
Southwest Asia by the Madden-Julian oscillation. Mon Wea Rev. 133:3579-3594.
Bates BC, Kundzewicz ZW, Wu S, Palutikof JP. 2008. Climate Change and Water.
Technical Paper of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Geneva
(CH): IPCC Secretariat.
Bolson JA. 2010. Integrating Climate Information into Water Resource Decision-
Making in South Florida [Dissertation]. Miami (US): University of Miami.
Bond NA, Vecchi GA. 2003. The influence of the Madden-Julian oscillation on
precipitation in Oregon and Washington. Weather Forecasting. 18:600-613.
[BPWS] Balai Pengembangan Wilayah Sungai Citarum. 2008. Laporan DAS Citarum.
Bandung (ID): BPWS.
Carpenter TM, Georgakakos KP. 2001. Assessment of Folsom lake response to
historical and potential future climate scenarios: 1. Forecasting. J Hydrology.
249:148-175.
Chatfield C. 1980. The Analysis of Time Series: An Introduction. London (GB):
Chapman & Hall Ltd.
Chen CL. 1982. Infiltration formulas by curve number procedure. J of Hydraulics
Division, ASCE. 108(HY7):823-829.
Chow VT, Maidment DR, Mays LW. 1988. Applied Hydrology. New York (US):
McGraw-Hill.
Daly C, Nelson RP, Phillips DL. 1994. A statistical-topographic model for mapping
climatological precipitation over mountainious terrain. J of Appl Meteorology.
33:140-158.
Deltares. 2011. Modeling for Peak Runoff Zoning, Peak Flow Model Using ArcGIS. In
the 6 CI's River Basin Teritory-Package B
111
Huke JP. 2006. Embedding non-linear dynamical system: a guide to taken theorem.
[Internet]. [diunduh 2013 Jan 20]. Tersedia pada:
http://www/manchester.ac.uk/mims/eprints
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007a. The Physical Science Basis.
IPCC Fourth Assessment Report. Geneva (CH): Working Group I Report.
Jones C, Carvalho LMV, Higgins RW, Waliser DE, Schem JKE. 2004a. Climatology of
tropical intraseasonal convective anomalies. J of Climate. 17:523-539.
Jones C, Waliser DE, Lau KM, Stern W. 2004b. Global occurence of extreme
precipitation and Madden-Julian oscillation: observations and predictability. J of
Clim. 7:4575-4589.
Juaeni I, Siswanto B. 2006. Variabilitas curah hujan di Indonesia berdasarkan luaran
model area terbatas resolusi 20 km. Prosiding PIT Himpunan Ahli Geofisika
Indonesia.
Juaeni I, Tjasjono BHK, Ratag MA. 2006. Periodisitas curah hujan dominan dan
hubungannya dengan topografi. J Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca. 7(2).
Kannan G, Haq NA. 2007. Analysis of interactions of criteria and sub-criteria for the
selection of supplier in the built-in-order supply chain environment. Int J of
Production Research. 45:1-22.
Kates R. 2000. Cautionary tales: adaptation and the global poor. Climate Change. 45:5-
17.
[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2003. Data Ratio Debit Air Sungai. Jakarta
(ID): KLH.
Kodoatie RJ, Hadimuljono MB. 2005. Kajian Undang-Undang Sumber Daya Air.
Yogyakarta (ID): Penerbit Andi.
Kodoatie RJ, Sjarief R. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi Offset.
Kohler T, Wehrli A, Jurek M. 2014. Mountains and Climate Change: A Global Concern.
Bern (CH): Swiss Agency for Development and Cooperation.
Krishnamukti V, Shukla J. 2007. Intraseasonal and seasonally persisting patterns of
Indian monsoon rainfall. J of Climate. 20:3-20.
Liebmann B, Hendon HH, Glick JD. 1994. The relationship between tropical cyclones
of the western Pacific and Indian Oceans and the Madden-Julian oscillation. J of
Met Soc. 72:401-411.
Lopez-Moreno JI, Zabalza J, Vicente-Serrano SM, Revuelto J, Gilaberte M, Azorin-
Molina C, Moran-Tejeda E, Garcia-Ruiz JM, Tague C. 2014. Impact of climate
and landuse change on water availability and reservoir management: scenarios in
the upper Aragon river, Spanish Pyrenees. Sci of the Tot Environment. 493:1222-
1231.
Lorenz E. 1963. Deterministic non-periodic flow. J of Atm Sci. 20:130-146.
Loucks DP, Beek EV. 2005. Water Resources Systems Planning and Management. An
Introduction to Methods, Models, and Applications. Turin (IT): UNESCO.
Madden RA, Julian PR. 1994. Observation of the 40-50 day tropical oscillation: a
review. Mon Wea Rev. 122(5):814-837.
Malone D. 1975. An introduction to the application of interpretive structural modeling.
Proceedings of the Institute of Electrical and Electronics Engineers. 63:397-404.
Mandal A, Deshmukh SG. 1994. Vendor selection using interpretive structural
modeling (ISM). Int J Oper Prod Manag. 14(6):52-59.
113
Marganingrum D, Maria R, Rizka, Cahyarini SY, Narulita I. 2009. Studi korelasi pola
distribusi curah hujan dan indeks ENSO di cekungan Bandung. Prosiding
Pemaparan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta
(ID): Grasindo.
Marimin. 2009. Teori dan Aplikasi: Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. Bogor
(ID): IPB Pr.
[MEA] Millenium Ecosystem Assesment. 2005. Ecosystem and Human Well-being,
Synthesis. Washington DC (US): Island Pr.
Melvin LBT. 1993. Estimating the attractor dimension of the equatorial weather system.
Acta Physica A. Supplement:27-35.
Meybeck M, Green P, Vorosmarty C. 2001. A new typology for mountains and other
relief classes: an application to global continental water resources and population
distribution. Mountain Research and Development. 21:34-45.
Meyers MP, Snook JS, Wesley DA, Poulos GS. 2003. A Rocky mountain storm. Part II:
the forest blowdown over the west slope of the northern Colorado mountains -
observations, analysis, and modelling. Wea Forecasting. 18:662-674.
Mishra SK. 1998. Operation of a multipurpose reservoir [disertasi]. Roorkee (IN): Univ
of Roorkee.
Mishra SK, Singh VP. 1999. Another look at SCSCN method. J of Hydrologic Engrg.
14:257-264.
Mishra SK, Singh VP. 2002b. SCS-CN Based Hydrologic Simulation Package,
Mathematical Models in Small Watershed Hydrology. Singh VP and FREVERT,
D K, editor. Littleton: Water Resources Publication.
Misra V. 2005. Simulation of the intraseasonal variance of the South American summer
monsoon. Mon Wea Rev. 133:663-676.
Nicolis C, Nicolis G. 1984. Is there a climatic attractor. Nature. 311:534-594.
Pabon JD, Delgado JD. 2008. Intraseasonal variability of rainfall over northern south
America and caribbean region. Ingenieria de Recursos Naturales y del Ambiente.
No 7.
Peel MC, McMahon TA, Finlayson BL. 2002. Variability of annual precipitation and its
relationship to El Nino-Southern Oscillation. J of Climate. 15(6):545-551.
Petersen WA, Nesbitt SW, Blaskeslee RJ, Cifelli R, Hein P, Rutledge SA. 2002.
TRMM observations of intraseasonal variability in convective regimes over the
Amazon. J of Clim. 15:1278-1294.
Pilgrim DH, Cordery I. 1993. Chapter 9. Flood Runoff. Handbook of Hydrology. New
York (US): McGrow-Hill.
[PLN] Perusahaan Listrik Negara PLENGAN. 2010. Sejarah Cileunca. Bandung (ID):
PLN.
Ponce VM, Hawkins RH. 1996. Runoff curve number: has it reached maturity? J Hyd
Eng:11-19.
Poveda G. 2004. La hidroclimatologia de Colombia: una sintesis desde la escala inter-
decadal hasta la escala diurna. Rev Acad Colomb. 28(107):201-222.
[PPSDA] Pusat Pengembangan Sumber Daya Air. 2011. Data Debit DAS Cisangkuy.
Bandung (ID): PPSDA.
RAN-API [Rencana Aksi Nasional-Adaptasi Perubahan Iklim].2014. Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasioanl/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
114
LAMPIRAN
Kawasan Strategis
Nasional Perda No. 22 2010
RTRW Provinsi Jawa Barat
Perda No.3
Cekungan 2008 RTRW
Bandung Kabupaten
Bandung
KSP Wayang
Salah satu daerah DAS Windu
penyokong CISANGKUY
KSP Hulu Citarum
Hutan Lindung
Sumber Air
Masalah lingkungan
117
Lampiran 2 Variabilitas dan Probabilitas Curah hujan dan Debit di DAS Cisangkuy
yang berubah kontras secara musiman
118
Lampiran 3 Profil elevasi dan curah hujan selama 50 tahun rata-rata di DAS Cisangkuy
119
Lampiran 5 Pola distribusi curah hujan dan temperatur musim basah (DJF) rata-rata
selama 50 tahun di DAS Cisangkuy
121
Lampiran 6 Pola distribusi curah hujan dan temperatur musim kemarau (JJA) rata-rata
selama 50 tahun di DAS Cisangkuy
122
Lampiran 8 Pola distribusi PET musim basah (DJF) rata-rata selama 50 tahun di DAS
Cisangkuy
124
Lampiran 9 Pola distribusi PET musim kemarau (JJA) rata-rata selama 50 tahun di
DAS Cisangkuy
125
150
140
Min
130 Max
120
mm
110
100
90
80
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
Lampiran 15 Model builder untuk simulasi pengaruh perubahan LULC dan kemiringan terhadap limpasan
132
133
134
Variabel :
B1. Penegakan hukum
B2. Peningkatan luas kawasan lindung
B3. Peningkatan pendapatan masyarakat
B4. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat
B5. Restrukturisasi kelembagaan
B6. Tata Ruang yang tepat
B7. Pemberian insentif dan disinsentif
B8. Peningkatan kesadaran stake holder
B9. Penetapan Pedoman pengelolaan DAS
B10. Pengembangan kearifan lokal
B11. Peningkatan lapangan pekerjaan
B12. Teknologi pengelolaan DAS
Petunjuk Pengisian:
Isilah kolom bebas arsir di bawah ini dengan huruf V, A, X dan/atau O:
B3.Peningkatan pendapatan
kesadaran
Pedoman
B10.Pengembangan kearifan
lapangan
B12.Teknologi pengelolaan
B2.Peningkatan luas kawasan
B1.Penegakan hukum
Elemen
ketrampilan aparat
B5.Restrukturisasi
Kebutuhan ke - i
pengelolaan DAS
B11.Peningkatan
B8.Peningkatan
Pengelolaan DAS
B9.Penetapan
kelembagaan
stake holder
masyarakat
yang
disinsentif
pekerjaan
lindung
Berkelanjutan
lokal
DAS
B1.Penegakan
hukum
B2.Peningkatan
luas kawasan
lindung
B3.Peningkatan
pendapatan
masyarakat
B4.Pening. pengeta-
huan & ketram-
pilan aparat
B5.Restrukturisasi
kelembagaan
B6.Tata Ruang
yang tepat
B7.Pemberian
insentif dan
disinsentif
B8.Peningkatan
kesadaran stake
holder
B9.Penetapan
Pedoman
pengel. DAS
B10.Pengembangan
kearifan lokal
B11.Peningkatan
lapangan
pekerjaan
B12.Teknologi
pengelolaan
DAS
136
A1 O A V O X X X
A2 A O V X X X
A3 V V V A A
A4 X A X A
A5 A X A
A6 A A
A7 X
A8
(Pakar 2)
No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
A1 V V V O X A X
A2 A X V X A X
A3 V V V X X
A4 X O X A
A5 A X A
A6 X A
A7 X
A8
(Pakar 3)
No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
A1 A A V O X X O
A2 A O V X X X
A3 V V X X O
A4 X O X A
A5 A O X
A6 A A
A7 X
A8
137
Lampiran 19 Strategi Konservasi Pengelolaan LULC dan Pengaruhnya pada Limpasan di DAS Cisangkuy
Mulai
Groundwater(t) = Groundwater(t - dt) + (Time_lag - Subsurface_Flow) * dtINIT Groundwater = 0
INFLOWS:
Time_lag = CONVEYOR OUTFLOW
OUTFLOWS:
Subsurface_Flow = Groundwater*random(.6,1)
Percolating_water(t) = Percolating_water(t - dt) + (Percolate - Time_lag) * dtINIT Percolating_water = 0
TRANSIT TIME = 1
INFLOW LIMIT = INF
CAPACITY = INF
INFLOWS:
Percolate = Into_Ground
OUTFLOWS:
Time_lag = CONVEYOR OUTFLOW
UNATTACHED:
Stream_mm = Runoff + Subsurface_Flow
fasum_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_12 then 0 else (Percent_fasum/100)
* (Rainfall - .2*(25400/fasum_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/fasum_Soil-254))
fasum_Soil = 59
hankam_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_11 then 0 else (Percent_hankam/100)
* (Rainfall - .2*(25400/hankam_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/hankam_Soil-254))
hankam_Soil = 59
hutan_konservasi_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_10 then 0 else (Percent_hutan_konservasi/100)
138
* (Rainfall - .2*(25400/hutan_konservasi_soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/hutan_konservasi_soil-254))
hutan_konservasi_soil = 59
hutan_rakyat_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_9 then 0 else (Percent_hutan_rakyat/100)
* (Rainfall - .2*(25400/hutan_rakyat_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/hutan_rakyat_Soil-254))
hutan_rakyat_Soil = 59
Hutan_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain3 then 0 else (Percent_Hutan/100)
*(Rainfall-.2*(25400/Hutan_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/Hutan_Soil-254))
Hutan_Soil = 36
Into_Ground = Rainfall-Runoff
Land_usage_total = if (TIME = DT) THEN
(SUM(Percent_semak_belukar,Percent_pertanian_dan_sawah_tada_hujan,Percent_Hutan,Percent_kawsan_tanaman_tahunan,Percent__Pe
mukiman,Percent_sempadan,Percent_sawah_irigasi,Percent_semak_belukar,Percent_peternakan,Percent_fasum,Percent_hankam,Percent_
hutan_konservasi,Percent_hutan_rakyat,Percent_perairan,Percent_perdagangan_jasa)) ELSE(100)
pemukiman_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain1 then 0 else (Percent__Pemukiman/100) *(Rainfall-.2*(25400/pemukiman_Soil-
254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/pemukiman_Soil-254))
pemukiman_Soil = 94
perairan_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_13 then 0 else (Percent_perairan/100)
* (Rainfall - .2*(25400/perairan_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/perairan_Soil-254))
perairan_Soil = 59
Percent_fasum = 0.07
Percent_hankam = 0.24
Percent_Hutan = 26.98
Percent_hutan_konservasi = 7.01
139
Percent_hutan_rakyat = 0.17
Percent_kawsan_tanaman_tahunan = 24.97
Percent_perairan = 1.10
Percent_perdagangan_jasa = 0.29
Percent_pertanian_dan_sawah_tada_hujan = 7.49
Percent_peternakan = 24.97
Percent_sawah_irigasi = 19.76
Percent_semak_belukar = 6.50
Percent_sempadan = 0.08
Percent__Pemukiman = 11.52
perdagangan_jasa_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_14 then 0 else (Percent_perdagangan_jasa/100)
* (Rainfall - .2*(25400/perdagangan_jasa_soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/perdagangan_jasa_soil-254))
perdagangan_jasa_soil = 59
perkebunan_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain2 then 0 else (Percent_kawsan_tanaman_tahunan/100) *(Rainfall-
.2*(25400/perkebunan_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/perkebunan_Soil-254))
perkebunan_Soil = 89
pertanian_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain4 then 0 else (Percent_pertanian_dan_sawah_tada_hujan/100)
* (Rainfall - .2*(25400/pertanian_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/pertanian_Soil-254))
pertanian_Soil = 50
rumput_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_7 then 0 else (Percent_peternakan/100)
* (Rainfall - .2*(25400/rumput_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/rumput_Soil-254))
rumput_Soil = 61
Runoff =
pemukiman_Runoff+perkebunan_Runoff+pertanian_Runoff+Hutan_Runoff+pertanian_Runoff+semak_belukar_Runoff+sawah_irigasi_Ru
140
noff+rumput_Runoff+sempadan_Runoff+fasum_Runoff+hankam_Runoff+hutan_rakyat_Runoff+perairan_Runoff+perdagangan_jasa_Run
off+hutan_konservasi_Runoff
sawah_irigasi_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_6 then 0 else (Percent_sawah_irigasi/100)
* (Rainfall - .2*(25400/sawah_irigasi_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/sawah_irigasi_Soil-254))
sawah_irigasi_Soil = 60
semak_belukar_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_5 then 0 else (Percent_semak_belukar/100)
* (Rainfall - .2*(25400/semak_belukar_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/semak_belukar_Soil-254))
semak_belukar_Soil = 68
sempadan_Runoff = if Rainfall<Critical__Rain_8 then 0 else (Percent_sempadan/100)
* (Rainfall - .2*(25400/sempadan_Soil-254))^2
/(Rainfall+.8*(25400/sempadan_Soil-254))
sempadan_Soil = 59
Critical__Rain1 = GRAPH(pemukiman_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain2 = GRAPH(perkebunan_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain3 = GRAPH(Hutan_Soil)
141
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain4 = GRAPH(pertanian_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_10 = GRAPH(hutan_konservasi_soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_11 = GRAPH(hankam_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_12 = GRAPH(fasum_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
142
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_13 = GRAPH(perairan_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_14 = GRAPH(perdagangan_jasa_soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_5 = GRAPH(semak_belukar_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_6 = GRAPH(sawah_irigasi_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_7 = GRAPH(rumput_Soil)
143
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_8 = GRAPH(sempadan_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Critical__Rain_9 = GRAPH(hutan_rakyat_Soil)
(0.00, 100), (2.00, 50.0), (4.00, 38.0), (6.00, 30.0), (8.00, 20.0), (10.0, 18.0), (12.0, 15.0), (14.0, 12.0), (16.0, 10.0), (18.0, 9.00), (20.0,
8.00), (22.0, 7.50), (24.0, 6.50), (26.0, 5.50), (28.0, 5.00), (30.0, 4.66), (32.0, 4.24), (34.0, 3.88), (36.0, 3.56), (38.0, 3.26), (40.0, 3.00),
(42.0, 2.76), (44.0, 2.54), (46.0, 2.34), (48.0, 2.16), (50.0, 2.00), (52.0, 1.85), (54.0, 1.70), (56.0, 1.57), (58.0, 1.45), (60.0, 1.33), (62.0,
1.23), (64.0, 1.12), (66.0, 1.03), (68.0, 0.94), (70.0, 0.86), (72.0, 0.78), (74.0, 0.7), (76.0, 0.63), (78.0, 0.56), (80.0, 0.5), (82.0, 0.44), (84.0,
0.38), (86.0, 0.33), (88.0, 0.27), (90.0, 0.22), (92.0, 0.17), (94.0, 0.13), (96.0, 0.08), (98.0, 0.04), (100, 0.00)
Rainfall = GRAPH(TIME)
(1.00, 431), (2.00, 243), (3.00, 487), (4.00, 329), (5.00, 87.0), (6.00, 88.0), (7.00, 0.00), (8.00, 120), (9.00, 155), (10.0, 43.0), (11.0,
300), (12.0, 464), (13.0, 523), (14.0, 146), (15.0, 292), (16.0, 116), (17.0, 63.0), (18.0, 0.00), (19.0, 0.00), (20.0, 0.00), (21.0, 0.00), (22.0,
20.5), (23.0, 283), (24.0, 178), (25.0, 293), (26.0, 329), (27.0, 381), (28.0, 132), (29.0, 76.0), (30.0, 129), (31.0, 62.0), (32.0, 0.00), (33.0,
60.0), (34.0, 233), (35.0, 303), (36.0, 175), (37.0, 232), (38.0, 256), (39.0, 210), (40.0, 153), (41.0, 9.00), (42.0, 75.0), (43.0, 57.0), (44.0,
92.0), (45.0, 102), (46.0, 248), (47.0, 396), (48.0, 314), (49.0, 421), (50.0, 230), (51.0, 148), (52.0, 135), (53.0, 96.0), (54.0, 10.0), (55.0,
4.00), (56.0, 20.0), (57.0, 29.0), (58.0, 59.0), (59.0, 116), (60.0, 205), (61.0, 430), (62.0, 430), (63.0, 400), (64.0, 323), (65.0, 211), (66.0,
300), (67.0, 126), (68.0, 24.0), (69.0, 136), (70.0, 359), (71.0, 296), (72.0, 325), (73.0, 47.0), (74.0, 275), (75.0, 432), (76.0, 253), (77.0,
219), (78.0, 18.0), (79.0, 34.0), (80.0, 13.0), (81.0, 0.00), (82.0, 336), (83.0, 348), (84.0, 383), (85.0, 322), (86.0, 252), (87.0, 268), (88.0,
282), (89.0, 199), (90.0, 45.0), (91.0, 63.0), (92.0, 95.0), (93.0, 19.0), (94.0, 112), (95.0, 341), (96.0, 287), (97.0, 349), (98.0, 143), (99.0,
319), (100, 297), (101, 156), (102, 57.0), (103, 42.0), (104, 67.0), (105, 100), (106, 287), (107, 508), (108, 86.0), (109, 553), (110, 127),
144
(111, 340), (112, 301), (113, 43.0), (114, 17.0), (115, 21.0), (116, 0.00), (117, 0.00), (118, 6.00), (119, 113), (120, 319), (121, 230), (122,
187), (123, 286), (124, 109), (125, 104), (126, 0.00), (127, 0.00), (128, 105), (129, 101), (130, 329), (131, 355), (132, 300), (133, 302),
(134, 243), (135, 321), (136, 131), (137, 233), (138, 15.0), (139, 50.0), (140, 0.00), (141, 82.0), (142, 25.0), (143, 228), (144, 336), (145,
178), (146, 458), (147, 321), (148, 83.0), (149, 97.0), (150, 72.0), (151, 34.0), (152, 37.0), (153, 23.0), (154, 178), (155, 169), (156, 345),
(157, 197), (158, 240), (159, 157), (160, 229), (161, 78.0), (162, 15.0), (163, 0.00), (164, 0.00), (165, 0.00), (166, 50.0), (167, 35.0), (168,
413), (169, 94.0), (170, 444), (171, 269), (172, 357), (173, 99.0), (174, 59.0), (175, 9.00), (176, 5.00), (177, 0.00), (178, 168), (179, 230),
(180, 324), (181, 148), (182, 101), (183, 367), (184, 193), (185, 29.0), (186, 26.0), (187, 0.00), (188, 63.0), (189, 11.0), (190, 208), (191,
456), (192, 233), (193, 222), (194, 223), (195, 243), (196, 175), (197, 167), (198, 33.0), (199, 5.00), (200, 5.00), (201, 42.0), (202, 94.0),
(203, 298), (204, 118), (205, 378), (206, 356), (207, 315), (208, 143), (209, 267), (210, 116), (211, 70.0), (212, 245), (213, 389), (214, 225),
(215, 386), (216, 316), (217, 78.0), (218, 102), (219, 304), (220, 299), (221, 151), (222, 114), (223, 15.0), (224, 0.00), (225, 0.00), (226,
126), (227, 257), (228, 253), (229, 57.0), (230, 99.0), (231, 226), (232, 196), (233, 157), (234, 120), (235, 94.9), (236, 115), (237, 128),
(238, 242), (239, 177), (240, 427), (241, 356), (242, 160), (243, 0.102), (244, 253), (245, 118), (246, 195), (247, 223), (248, 235), (249,
185), (250, 519), (251, 166), (252, 341), (253, 222), (254, 297), (255, 137), (256, 288), (257, 332), (258, 92.7), (259, 106), (260, 26.6),
(261, 48.2), (262, 118), (263, 117), (264, 194), (265, 2.72), (266, 80.3), (267, 0.557), (268, 51.1), (269, 199), (270, 60.4), (271, 204), (272,
224), (273, 285), (274, 315), (275, 290), (276, 359), (277, 136), (278, 190), (279, 181), (280, 28.2), (281, 7.87), (282, 227), (283, 83.9),
(284, 124), (285, 212), (286, 91.4), (287, 465), (288, 338), (289, 38.9), (290, 203), (291, 442), (292, 282), (293, 103), (294, 196), (295,
446), (296, 251), (297, 245), (298, 251), (299, 83.4), (300, 108), (301, 64.5), (302, 217), (303, 567), (304, 350), (305, 169), (306, 155),
(307, 187), (308, 290), (309, 260), (310, 178), (311, 161), (312, 14.4), (313, 2.75), (314, 14.4), (315, 113), (316, 62.0), (317, 57.0), (318,
40.9), (319, 152), (320, 219), (321, 202), (322, 386), (323, 196), (324, 299), (325, 236), (326, 144), (327, 281), (328, 113), (329, 127), (330,
225), (331, 129), (332, 61.4), (333, 219), (334, 12.5), (335, 30.0), (336, 252), (337, 165), (338, 199), (339, 339), (340, 41.5), (341, 309),
(342, 250), (343, 454), (344, 333), (345, 448), (346, 302), (347, 229), (348, 584), (349, 181), (350, 44.1), (351, 59.8), (352, 201), (353,
95.4), (354, 148), (355, 158), (356, 17.9), (357, 39.1), (358, 171), (359, 54.4), (360, 118), (361, 401), (362, 375), (363, 398), (364, 356),
(365, 237), (366, 197), (367, 123), (368, 325), (369, 18.8), (370, 93.8), (371, 298), (372, 259), (373, 44.8), (374, 246), (375, 150), (376,
420), (377, 136), (378, 19.9), (379, 310), (380, 372), (381, 366), (382, 160), (383, 427), (384, 609), (385, 30.0), (386, 221), (387, 82.8),
(388, 250), (389, 256), (390, 281), (391, 164), (392, 169), (393, 562), (394, 164), (395, 105), (396, 261), (397, 4.22), (398, 140), (399, 222),
(400, 88.4), (401, 127), (402, 17.6), (403, 195), (404, 65.2), (405, 312), (406, 28.5), (407, 54.3), (408, 10.4), (409, 223), (410, 72.6), (411,
135), (412, 187), (413, 75.3), (414, 266), (415, 490), (416, 103), (417, 450), (418, 445), (419, 157), (420, 586), (421, 11.4), (422, 30.9),
(423, 113), (424, 51.5), (425, 133), (426, 232), (427, 421), (428, 417), (429, 58.7), (430, 30.3), (431, 249), (432, 4.67), (433, 104), (434,
145
124), (435, 195), (436, 170), (437, 225), (438, 114), (439, 197), (440, 387), (441, 203), (442, 14.7), (443, 115), (444, 163), (445, 90.1),
(446, 151), (447, 210), (448, 414), (449, 242), (450, 60.8), (451, 23.6), (452, 361), (453, 319), (454, 187), (455, 53.3), (456, 101), (457,
49.0), (458, 183), (459, 413), (460, 177), (461, 243), (462, 27.7), (463, 111), (464, 282), (465, 294), (466, 95.4), (467, 405), (468, 296),
(469, 407), (470, 126), (471, 221), (472, 277), (473, 494), (474, 152), (475, 600), (476, 168), (477, 406), (478, 83.7), (479, 125), (480,
83.2), (481, 262), (482, 265), (483, 380), (484, 10.4), (485, 124), (486, 66.9), (487, 324), (488, 173), (489, 191), (490, 267), (491, 119),
(492, 29.2), (493, 56.2), (494, 43.1), (495, 41.4), (496, 108), (497, 147), (498, 96.3), (499, 41.1), (500, 339), (501, 457), (502, 358), (503,
59.8), (504, 52.2), (505, 134), (506, 103), (507, 172), (508, 525), (509, 223), (510, 595), (511, 542), (512, 380), (513, 301), (514, 446),
(515, 236), (516, 125), (517, 227), (518, 174), (519, 27.5), (520, 316), (521, 42.2), (522, 132), (523, 170), (524, 46.9), (525, 119), (526,
141), (527, 145), (528, 39.2), (529, 73.8), (530, 66.2), (531, 53.4), (532, 237), (533, 83.9), (534, 137), (535, 279), (536, 218), (537, 166),
(538, 150), (539, 76.2), (540, 54.1), (541, 36.4), (542, 9.19), (543, 149), (544, 249), (545, 359), (546, 144), (547, 392), (548, 372), (549,
390), (550, 26.2), (551, 157), (552, 330), (553, 149), (554, 50.6), (555, 372), (556, 263), (557, 477), (558, 274), (559, 238), (560, 211),
(561, 172), (562, 139), (563, 85.7), (564, 248), (565, 99.6), (566, 32.5), (567, 222), (568, 94.6), (569, 233), (570, 224), (571, 356), (572,
127), (573, 124), (574, 66.0), (575, 2.06), (576, 45.7), (577, 22.6), (578, 132), (579, 49.4), (580, 199), (581, 239), (582, 294), (583, 535),
(584, 216), (585, 22.3), (586, 70.3), (587, 187), (588, 65.0), (589, 156), (590, 288), (591, 108), (592, 320), (593, 439), (594, 130), (595,
320), (596, 149), (597, 73.8), (598, 115), (599, 146), (600, 32.7), (601, 9.62), (602, 113), (603, 113), (604, 54.5), (605, 212), (606, 298),
(607, 165), (608, 169), (609, 231), (610, 88.7), (611, 42.0), (612, 39.7), (613, 99.1), (614, 113), (615, 227), (616, 265), (617, 304), (618,
353), (619, 227), (620, 206), (621, 167), (622, 88.5), (623, 87.2), (624, 152), (625, 127), (626, 146), (627, 213), (628, 133), (629, 186),
(630, 313), (631, 206), (632, 97.6), (633, 45.2), (634, 90.9), (635, 168), (636, 74.2), (637, 7.98), (638, 65.6), (639, 423), (640, 373), (641,
294), (642, 220), (643, 197), (644, 185), (645, 77.4), (646, 115), (647, 154), (648, 0.802), (649, 28.8), (650, 56.4), (651, 39.8), (652, 223),
(653, 298), (654, 394), (655, 391), (656, 312), (657, 131), (658, 79.7), (659, 165), (660, 261), (661, 175), (662, 280), (663, 183), (664, 194),
(665, 237), (666, 217), (667, 164), (668, 186), (669, 106), (670, 169), (671, 112), (672, 171), (673, 144), (674, 217), (675, 247), (676, 292),
(677, 173), (678, 288), (679, 188), (680, 68.6), (681, 270), (682, 117), (683, 73.6), (684, 189), (685, 247), (686, 291), (687, 255), (688,
192), (689, 290), (690, 308), (691, 149), (692, 121)
Streamflow_Prediction = GRAPH(TIME)
(0.00, 0.00), (1.10, 0.00), (2.20, 0.00), (3.31, 0.00), (4.41, 0.00), (5.51, 0.00), (6.61, 0.00), (7.71, 0.00), (8.81, 0.00), (9.92, 0.00),
(11.0, 0.00), (12.1, 0.00), (13.2, 0.00), (14.3, 0.00), (15.4, 0.00), (16.5, 0.00), (17.6, 0.00), (18.7, 0.00), (19.8, 0.00), (20.9, 0.00), (22.0,
0.00), (23.1, 0.00), (24.2, 0.00), (25.3, 0.00), (26.4, 0.00), (27.5, 0.00), (28.6, 0.00), (29.7, 0.00), (30.9, 0.00), (32.0, 0.00), (33.1, 0.00),
(34.2, 0.00), (35.3, 0.00), (36.4, 0.00), (37.5, 0.00), (38.6, 0.00), (39.7, 0.00), (40.8, 0.00), (41.9, 0.00), (43.0, 0.00), (44.1, 0.00), (45.2,
146
0.00), (46.3, 0.00), (47.4, 0.00), (48.5, 0.00), (49.6, 0.00), (50.7, 0.00), (51.8, 0.00), (52.9, 0.00), (54.0, 0.00), (55.1, 0.00), (56.2, 0.00),
(57.3, 0.00), (58.4, 0.00), (59.5, 0.00), (60.6, 0.00), (61.7, 0.00), (62.8, 0.00), (63.9, 0.00), (65.0, 0.00), (66.1, 0.00), (67.2, 0.00), (68.3,
0.00), (69.4, 0.00), (70.5, 0.00), (71.6, 0.00), (72.7, 0.00), (73.8, 0.00), (74.9, 0.00), (76.0, 0.00), (77.1, 0.00), (78.2, 0.00), (79.3, 0.00),
(80.4, 0.00), (81.5, 0.00), (82.6, 0.00), (83.7, 0.00), (84.8, 0.00), (85.9, 0.00), (87.0, 0.00), (88.1, 0.00), (89.2, 0.00), (90.4, 0.00), (91.5,
0.00), (92.6, 0.00), (93.7, 0.00), (94.8, 0.00), (95.9, 0.00), (97.0, 0.00), (98.1, 0.00), (99.2, 0.00), (100, 0.00), (101, 0.00), (102, 0.00), (104,
0.00), (105, 0.00), (106, 0.00), (107, 0.00), (108, 0.00), (109, 0.00), (110, 0.00), (111, 0.00), (112, 0.00), (113, 0.00), (115, 0.00), (116,
0.00), (117, 0.00), (118, 0.00), (119, 0.00), (120, 0.00), (121, 0.00), (122, 0.00), (123, 0.00), (125, 0.00), (126, 0.00), (127, 0.00), (128,
0.00), (129, 0.00), (130, 0.00), (131, 0.00), (132, 0.00), (133, 0.00), (134, 0.00), (136, 0.00), (137, 0.00), (138, 0.00), (139, 0.00), (140,
0.00), (141, 0.00), (142, 0.00), (143, 0.00), (144, 0.00), (145, 0.00), (147, 0.00), (148, 0.00), (149, 0.00), (150, 0.00), (151, 0.00), (152,
0.00), (153, 0.00), (154, 0.00), (155, 0.00), (156, 0.00), (158, 0.00), (159, 0.00), (160, 0.00), (161, 0.00), (162, 0.00), (163, 0.00), (164,
0.00), (165, 0.00), (166, 0.00), (167, 0.00), (169, 0.00), (170, 0.00), (171, 0.00), (172, 0.00), (173, 0.00), (174, 0.00), (175, 0.00), (176,
0.00), (177, 0.00), (178, 0.00), (180, 0.00), (181, 0.00), (182, 0.00), (183, 0.00), (184, 0.00), (185, 0.00), (186, 0.00), (187, 0.00), (188,
0.00), (190, 0.00), (191, 0.00), (192, 0.00), (193, 0.00), (194, 0.00), (195, 0.00), (196, 0.00), (197, 0.00), (198, 0.00), (199, 0.00), (201,
0.00), (202, 0.00), (203, 0.00), (204, 0.00), (205, 0.00), (206, 0.00), (207, 0.00), (208, 0.00), (209, 0.00), (210, 0.00), (212, 0.00), (213,
0.00), (214, 0.00), (215, 0.00), (216, 0.00), (217, 0.00), (218, 0.00), (219, 0.00), (220, 0.00), (221, 0.00), (223, 0.00), (224, 0.00), (225,
0.00), (226, 0.00), (227, 0.00), (228, 0.00), (229, 0.00), (230, 0.00), (231, 0.00), (232, 0.00), (234, 0.00), (235, 0.00), (236, 0.00), (237,
0.00), (238, 0.00), (239, 0.00), (240, 0.00), (241, 0.00), (242, 0.00), (244, 0.00), (245, 0.00), (246, 0.00), (247, 0.00), (248, 0.00), (249,
0.00), (250, 0.00), (251, 0.00), (252, 0.00), (253, 0.00), (255, 0.00), (256, 0.00), (257, 0.00), (258, 0.00), (259, 0.00), (260, 0.00), (261,
0.00), (262, 0.00), (263, 0.00), (264, 0.00), (266, 0.00), (267, 0.00), (268, 0.00), (269, 0.00), (270, 0.00), (271, 0.00), (272, 0.00), (273,
0.00), (274, 0.00), (275, 0.00), (277, 0.00), (278, 0.00), (279, 0.00), (280, 0.00), (281, 0.00), (282, 0.00), (283, 0.00), (284, 0.00), (285,
0.00), (286, 0.00), (288, 0.00), (289, 0.00), (290, 0.00), (291, 0.00), (292, 0.00), (293, 0.00), (294, 0.00), (295, 0.00), (296, 0.00), (297,
0.00), (299, 0.00), (300, 0.00), (301, 0.00), (302, 0.00), (303, 0.00), (304, 0.00), (305, 0.00), (306, 0.00), (307, 0.00), (309, 0.00), (310,
0.00), (311, 0.00), (312, 0.00), (313, 0.00), (314, 0.00), (315, 0.00), (316, 0.00), (317, 0.00), (318, 0.00), (320, 0.00), (321, 0.00), (322,
0.00), (323, 0.00), (324, 0.00), (325, 0.00), (326, 0.00), (327, 0.00), (328, 0.00), (329, 0.00), (331, 0.00), (332, 0.00), (333, 0.00), (334,
0.00), (335, 0.00), (336, 0.00), (337, 0.00), (338, 0.00), (339, 0.00), (340, 0.00), (342, 0.00), (343, 0.00), (344, 0.00), (345, 0.00), (346,
0.00), (347, 0.00), (348, 0.00), (349, 0.00), (350, 0.00), (351, 0.00), (353, 0.00), (354, 0.00), (355, 0.00), (356, 0.00), (357, 0.00), (358,
0.00), (359, 0.00), (360, 0.00), (361, 0.00), (363, 0.00), (364, 0.00), (365, 0.00), (366, 0.00), (367, 0.00), (368, 0.00), (369, 0.00), (370,
0.00), (371, 0.00), (372, 0.00), (374, 0.00), (375, 0.00), (376, 0.00), (377, 0.00), (378, 0.00), (379, 0.00), (380, 0.00), (381, 0.00), (382,
147
0.00), (383, 0.00), (385, 0.00), (386, 0.00), (387, 0.00), (388, 0.00), (389, 0.00), (390, 0.00), (391, 0.00), (392, 0.00), (393, 0.00), (394,
0.00), (396, 0.00), (397, 0.00), (398, 0.00), (399, 0.00), (400, 0.00), (401, 0.00), (402, 0.00), (403, 0.00), (404, 0.00), (405, 0.00), (407,
0.00), (408, 0.00), (409, 0.00), (410, 0.00), (411, 0.00), (412, 0.00), (413, 0.00), (414, 0.00), (415, 0.00), (416, 0.00), (418, 0.00), (419,
0.00), (420, 0.00), (421, 0.00), (422, 0.00), (423, 0.00), (424, 0.00), (425, 0.00), (426, 0.00), (428, 0.00), (429, 0.00), (430, 0.00), (431,
0.00), (432, 0.00), (433, 0.00), (434, 0.00), (435, 0.00), (436, 0.00), (437, 0.00), (439, 0.00), (440, 0.00), (441, 0.00), (442, 0.00), (443,
0.00), (444, 0.00), (445, 0.00), (446, 0.00), (447, 0.00), (448, 0.00), (450, 0.00), (451, 0.00), (452, 0.00), (453, 0.00), (454, 0.00), (455,
0.00), (456, 0.00), (457, 0.00), (458, 0.00), (459, 0.00), (461, 0.00), (462, 0.00), (463, 0.00), (464, 0.00), (465, 0.00), (466, 0.00), (467,
0.00), (468, 0.00), (469, 0.00), (470, 0.00), (472, 0.00), (473, 0.00), (474, 0.00), (475, 0.00), (476, 0.00), (477, 0.00), (478, 0.00), (479,
0.00), (480, 0.00), (482, 0.00), (483, 0.00), (484, 0.00), (485, 0.00), (486, 0.00), (487, 0.00), (488, 0.00), (489, 0.00), (490, 0.00), (491,
0.00), (493, 0.00), (494, 0.00), (495, 0.00), (496, 0.00), (497, 0.00), (498, 0.00), (499, 0.00), (500, 0.00), (501, 0.00), (502, 0.00), (504,
0.00), (505, 0.00), (506, 0.00), (507, 0.00), (508, 0.00), (509, 0.00), (510, 0.00), (511, 0.00), (512, 0.00), (513, 0.00), (515, 0.00), (516,
0.00), (517, 0.00), (518, 0.00), (519, 0.00), (520, 0.00), (521, 0.00), (522, 0.00), (523, 0.00), (524, 0.00), (526, 0.00), (527, 0.00), (528,
0.00), (529, 0.00), (530, 0.00), (531, 0.00), (532, 0.00), (533, 0.00), (534, 0.00), (535, 0.00), (537, 0.00), (538, 0.00), (539, 0.00), (540,
0.00), (541, 0.00), (542, 0.00), (543, 0.00), (544, 0.00), (545, 0.00), (547, 0.00), (548, 0.00), (549, 0.00), (550, 0.00), (551, 0.00), (552,
0.00), (553, 0.00), (554, 0.00), (555, 0.00), (556, 0.00), (558, 0.00), (559, 0.00), (560, 0.00), (561, 0.00), (562, 0.00), (563, 0.00), (564,
0.00), (565, 0.00), (566, 0.00), (567, 0.00), (569, 0.00), (570, 0.00), (571, 0.00), (572, 0.00), (573, 0.00), (574, 0.00), (575, 0.00), (576,
0.00), (577, 0.00), (578, 0.00), (580, 0.00), (581, 0.00), (582, 0.00), (583, 0.00), (584, 0.00), (585, 0.00), (586, 0.00), (587, 0.00), (588,
0.00), (589, 0.00), (591, 0.00), (592, 0.00), (593, 0.00), (594, 0.00), (595, 0.00), (596, 0.00), (597, 0.00), (598, 0.00), (599, 0.00), (601,
0.00), (602, 0.00), (603, 0.00), (604, 0.00), (605, 0.00), (606, 0.00), (607, 0.00), (608, 0.00), (609, 0.00), (610, 0.00), (612, 0.00), (613,
0.00), (614, 0.00), (615, 0.00), (616, 0.00), (617, 0.00), (618, 0.00), (619, 0.00), (620, 0.00), (621, 0.00), (623, 0.00), (624, 0.00), (625,
0.00), (626, 0.00), (627, 0.00), (628, 0.00), (629, 0.00), (630, 0.00), (631, 0.00), (632, 0.00), (634, 0.00), (635, 0.00), (636, 0.00), (637,
0.00), (638, 0.00), (639, 0.00), (640, 0.00), (641, 0.00), (642, 0.00), (643, 0.00), (645, 0.00), (646, 0.00), (647, 0.00), (648, 0.00), (649,
0.00), (650, 0.00), (651, 0.00), (652, 0.00), (653, 0.00), (654, 0.00), (656, 0.00), (657, 0.00), (658, 0.00), (659, 0.00), (660, 0.00)
Stream_mm = GRAPH(Stream_mm)
(0.00, 0.00), (10.0, 0.00), (20.0, 0.00), (30.0, 0.00), (40.0, 0.00), (50.0, 0.00), (60.0, 0.00), (70.0, 0.00), (80.0, 0.00), (90.0, 0.00), (100,
0.00)
148
Sungai.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2001
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 5.40(+0.10) M ; Q = 107.76 M3/DET ; TGL 21-10-2001
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 1.20(+0.10) M ; Q = 3.681 M3/DET ; TGL 03-07-2001
16 22.2 22.2 11.7 40.9 23.6 13.4 7.24 6.03 5.01 23.4 33.9 21.5
17 14.4 22.8 16.1 39.7 16.5 14.1 6.03 7.12 4.9 22.6 33.9 21.6
18 14.1 21.3 18.2 35.3 13 9.93 8.54 6.87 5.57 20.1 45.6 25.9
19 14.7 20.1 21.1 32.3 13 10.7 17.2 7.12 7.24 22.8 47.7 15.1
20 15.3 16.8 20.3 28 10.7 8.54 8.14 6.03 5.23 23.2 56 12.6
21 13.8 16.6 19.7 25.1 21.5 6.87 16.8 6.5 5.91 42.5 52.3 12
22 14.1 15.4 22.2 24.2 61 6.87 7.24 5.68 6.26 45 49 13.4
23 18.6 14.9 23.6 23.8 21.3 7.24 6.26 5.01 5.34 32 50.7 13
24 20.1 13 21.8 22.6 25.1 6.03 7.37 5.57 5.8 28 52.3 11.4
25 15.4 13.4 26.5 46.6 19.2 7.24 6.87 5.91 6.62 23.8 59.5 13
26 19 23.6 37.7 60.7 21.5 6.26 7.24 5.68 5.68 25.5 63.9 21.1
27 15.1 10.2 40.2 38.4 16.1 5.45 6.87 6.62 5.57 29.6 53.2 24
28 33.4 11 41.7 27.6 15.9 5.01 7.24 6.26 6.14 22 52.9 16.3
29 55.2 37.7 23.8 15.6 4.38 6.62 5.23 6.75 25.7 54.3 16.1
30 32.3 32.7 24 15.1 4.48 5.57 6.14 6.62 22.8 39.9 14.1
31 27.8 34.4 14.7 5.57 5.68 23.6 16.5
---------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- -------
Rata-rata 23.02 24.15 20.23 37.6 20.62 11.75 7.1 7.67 6.28 21.17 45.91 21.58
ALIRAN KM2
(L/DET) 111.2 116.7 97.7 181.6 99.6 56.7 34.3 37 30.3 102.3 221.8 104.3
TG. ALIRAN
(MM) 297.9 282.2 261.8 470.8 266.9 147.1 91.9 99.2 78.6 274 574.9 279.3
METER KUBIK
(10^6) 61.7 58.4 54.2 97.4 55.2 30.4 19 20.5 16.3 56.7 119 57.8
--------
------------ -------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- --
151
DATA TAHUNAN :
RATA-RATA : 20.6 M3/DET; ALIRAN KM2: 99.5 L/DET; TG. ALIRAN: 3124.3 MM; METER KUBIK:
646.7x10^6
S.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2002
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 6.75(+0.22) M ; Q = 90.91 M3/DET ; TGL 11-03-2002
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 1.20(+0.07) M ; Q = 1.384 M3/DET ; TGL 26-10-2002
16 6.34 13.2 16.9 15.5 8.17 3.65 3.37 2.5 2.55 2.31 2.31 5.69
17 6.12 11 19.7 18.5 9.13 3.48 4.42 2.6 2.5 2.55 2.41 3.7
18 17.2 10.5 23.5 18.3 6.57 3.53 4.93 2.5 2.64 2.64 2.45 3.99
19 30 9.67 29.7 24.6 6.8 3.53 4.67 2.74 2.41 2.69 2.89 6.49
20 29.8 17.8 21.1 43.7 5 3.53 3.31 2.89 2.5 2.99 2.31 3.48
21 28.4 14.2 18.9 40.5 5.76 3.37 2.74 2.74 2.31 6.49 2.45 2.69
22 29 11.2 20.1 27.5 5.9 3.53 2.89 2.5 2.45 4.42 2.41 2.84
23 26.9 17.8 14.1 23.9 5.41 3.99 2.94 2.64 2.45 4.11 2.18 5.69
24 31.1 15.1 22.9 20.5 5.2 3.53 3.2 2.89 2.55 3.37 2.55 4.11
25 28.6 11.2 17.6 19.7 4.67 3.53 2.69 2.99 2.6 2.84 3.82 7.84
26 39.1 11.7 13.7 15.7 5.48 3.2 2.64 2.74 2.5 2.14 2.36 18
27 39.1 9.49 20.2 13.8 4.17 3.31 2.69 2.55 2.99 1.84 2.31 7.67
28 35.5 10.5 28.1 12.2 4.11 3.37 2.79 2.64 2.55 2.55 2.36 4.36
29 22.6 23.6 12.3 4.17 3.31 2.94 2.64 2.6 2.6 2.6 5.27
30 25.1 21 10.4 5 3.2 2.89 2.45 2.6 2.94 2.36 10.7
31 24.1 19.8 5.76 2.69 2.64 2.5 7.59
---------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- -------
Rata-rata 17.5 14.83 17.87 20.65 7.85 3.96 3.02 2.7 2.58 2.8 2.48 5.53
ALIRAN KM2
(L/DET) 84.5 71.7 86.3 99.8 37.9 19.1 14.6 13.1 12.5 13.5 12 26.7
TG. ALIRAN
(MM) 226.4 173.3 231.2 258.6 101.6 49.5 39.1 35 32.3 36.2 31 71.6
METER KUBIK
(10^6) 46.9 35.9 47.8 53.5 21 10.3 8.09 7.24 6.7 7.49 6.42 14.8
--------
------------ -------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- --
154
DATA TAHUNAN :
RATA-RATA : 8.48 M3/DET; ALIRAN KM2: 41.0 L/DET; TG. ALIRAN: 1285.8 MM; METER KUBIK: 266.2x10^6
S.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2003
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 5.85(-0.04) M ; Q = 97.80 M3/DET ; TGL 06-10-2003
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 1.30(-0.03) M ; Q = 0.261 M3/DET ; TGL 08-09-2003
16 0.89 10.2 9.89 4.87 3.25 0.78 0.5 0.5 6.01 5.42 2.97 11.4
17 1.21 25.4 16.9 3.18 2.13 0.68 0.53 0.42 3.4 12.8 5.71 7.83
18 1.26 20.9 11.5 2.76 2.31 0.75 0.5 0.68 3.04 43.1 17.9 11.9
19 1 16.9 10.5 2.44 1.59 0.78 0.56 0.53 2.9 20.7 8.41 11.9
20 0.93 13.2 11.5 2.97 3.7 0.75 0.56 0.47 1.44 9.26 9.26 10.2
21 1 17.8 11.9 2.76 1.26 0.82 0.58 0.53 0.78 6.11 9.26 11.5
22 3.62 11.5 10.8 2.56 2.19 0.68 0.53 0.56 0.75 2.63 7.49 11.8
23 2.9 9.76 8.29 2.44 1.91 0.93 0.53 0.56 0.56 2.9 2.38 12.5
24 1.17 9.26 10.5 2.44 1.4 0.82 0.71 0.5 0.47 1.91 1.91 13.1
25 1.44 7.71 9.76 2.19 1.85 0.89 0.62 0.47 0.42 1.59 3.55 10.2
26 2.7 8.65 10.8 2.13 1.85 1 0.62 0.39 0.47 1.49 3.47 -
27 2.83 6.83 8.65 3.11 1.96 1.26 0.56 0.5 0.5 2.44 8.77 -
28 1.21 9.13 9.13 4.02 1.59 1.26 0.53 0.42 0.62 1.8 2.13 -
29 30.5 9.76 10.2 1.64 1.17 0.62 0.5 0.5 9.38 3.94 -
30 8.53 12.6 27.1 1.85 0.96 0.5 0.47 0.47 8.06 1.49 -
31 7.71 11.9 1.75 0.53 0.42 4.52 -
---------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- -------
Rata-rata 3.15 9.17 10.31 6.32 2.32 0.93 0.61 0.5 0.94 5.93 4.52 32.26
ALIRAN KM2
(L/DET) 15.2 44.3 49.8 30.5 11.2 4.47 2.93 2.43 4.56 28.7 21.8 155.84
TG. ALIRAN
(MM) 40.7 107.1 133.5 79.2 30 11.6 7.85 6.5 11.8 76.7 56.6 417.39
METER KUBIK
(10^6) 8.43 22.2 27.6 16.4 6.2 2.4 1.62 1.34 2.45 15.9 11.7 86.4
----------------------------------------------------------------------------------------------------
DATA TAHUNAN :
157
RATA-RATA : 1.04 M3/DET; ALIRAN KM2: 5.01 L/DET; TG. ALIRAN: 144.1 MM; METER KUBIK:
29.8x10^6
S.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2004
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 5.80(+0.02) M ; Q = 162.89 M3/DET ; TGL 25-01-2004
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 1.60(+0.01) M ; Q = 1.873 M3/DET ; TGL 02-11-2004
18 17.4 17.6 54.6 27 18.7 6.04 12.9 3.77 5.51 3.77 3.46 16
19 17.8 40.5 49.5 20.2 18.7 6.72 14.6 3.46 4.66 3.56 3.26 36.4
20 24.5 22.9 49.1 17.4 19.9 5.26 16.5 3.87 4.66 3.98 2.97 25.1
21 43.3 22.4 45.8 62 20.9 5.39 10.7 4.42 5.77 5.51 13.1 37.8
22 55.8 36.1 42.2 56.2 17.6 5.64 9 3.56 4.66 5.26 30.5 31.4
23 50.3 32.9 41.2 25.1 22.2 5.26 9.17 3.77 10.4 3.56 16.7 44
24 51.1 31.4 34.5 32.6 16.7 4.31 4.54 3.26 5.14 3.77 9.33 42.2
25 68.1 35.1 32.9 23.7 14.8 4.2 4.78 3.35 4.09 3.06 4.2 31.4
26 89.2 25.6 32 30.2 13.3 4.31 4.54 3.56 4.66 3.98 5.39 36.4
27 63.3 35.1 33.6 28.7 23.7 4.66 4.66 3.66 12.7 3.98 4.2 34.5
28 56.2 26.2 38.4 19 19.9 4.31 3.77 3.26 4.66 4.66 3.35 29.3
29 40.5 37.1 53.8 18.3 16 4.09 4.2 3.56 7.3 4.42 8.21 27.3
30 45.4 36.8 19 15.4 3.66 4.2 3.35 5.26 2.88 9.84 25.1
31 36.8 41.8 12.7 3.66 3.26 3.46 33.2
---------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- -------
Rata-rata 31.97 27.36 46.07 26.54 24.76 6.41 8 3.8 7.46 4.13 6.03 23.36
ALIRAN KM2
(L/DET) 154.4 132.2 222.6 128.2 119.6 30.9 38.7 18.4 36 20 29.1 112.9
TG. ALIRAN
(MM) 413.6 331.2 596.1 332.3 320.4 80.2 103.5 49.2 93.4 53.5 75.5 302.3
METER KUBIK
(10^6) 85.6 68.6 123.4 68.8 66.3 16.6 21.4 10.2 19.3 11.1 15.6 62.6
--------
------------ -------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- --
DATA TAHUNAN :
RATA-RATA : 18.0 M3/DET; ALIRAN KM2: 86.9 L/DET; TG. ALIRAN: 2751.2 MM; METER KUBIK: 569.5x10^6
160
S.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2005
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 6.70(+0.00) M ; Q = 99.05 M3/DET ; TGL 31-03-2005
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 1.60(+0.00) M ; Q = 1.265 M3/DET ; TGL 28-10-2005
18 12 14.7 26.8 31.4 10.3 6.99 10.3 2.43 2.6 3.88 3.08 13.7
19 12.8 10.9 23.6 35 12.2 7.66 8.97 2.66 3.27 3.47 8.77 11.6
20 20.9 26.8 23.8 27.3 12.8 6.26 8.15 2.54 3.95 2.96 5.41 10.7
21 21.2 26.8 26.8 33 14.6 6.71 7.66 2.6 3.4 3.4 6.8 7.56
22 24.8 30.4 22 24.5 15 4.09 7.08 2.66 2.66 3.74 6.26 8.15
23 38.5 26.2 33.8 20.5 11.6 6.08 5.83 2.37 2.37 14.1 5.91 11.7
24 12.2 31 42.2 27.3 14.3 6.35 5.83 2.15 2.6 4.09 3.74 16.4
25 12.7 29.1 26.2 30.4 13.3 8.15 5.41 2.54 2.9 3.74 3.95 15.3
26 18.5 37 27.3 16.1 11.2 14.6 5.66 2.66 2.66 6.71 4.31 14.7
27 14.3 27.3 26.8 18.5 8.46 15.3 5.08 2.48 2.66 1.8 3.02 10.6
28 15.4 21.2 30.4 16.1 14.3 10.3 5.32 2.54 2.66 1.39 2.9 15.7
29 14.3 20.9 14.3 16.6 8.25 6 2.6 3.27 1.8 15.8 11
30 16.6 31.8 13 18.5 8.46 5.83 2.37 2.43 1.66 10.9 13.3
31 17.5 54.1 10.4 4.46 2.37 1.71 11.6
---------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- -------
Rata-rata 15.81 20.35 26.71 26.04 14.04 10.17 8.04 3.54 2.89 3.15 5.3 11
ALIRAN KM2
(L/DET) 76.4 98.3 129 125.8 67.8 49.1 38.8 17.1 14 15.2 25.6 53.1
TG. ALIRAN
(MM) 204.6 237.8 345.6 326.1 181.6 127.4 104 45.8 36.2 40.8 66.4 142.3
METER KUBIK
(10^6) 42.3 49.2 71.5 67.5 37.6 26.4 21.5 9.49 7.5 8.45 13.7 29.5
--------
------------ -------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- --
DATA TAHUNAN :
RATA-RATA : 12.3 M3/DET; ALIRAN KM2: 59.2 L/DET; TG. ALIRAN: 1858.6 MM; METER
163
KUBIK: 384.7x10^6
S.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2006
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 6.00(-0.10) M ; Q = 139.17 M3/DET ; TGL 25-12-2006
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 1.80(+0.00) M ; Q = 0.384 M3/DET ; TGL 19-08-2006
17 19.6 27 4.99 7.83 6.25 1.85 0.81 0.73 0.91 0.84 0.67 8.78
18 9.35 12.6 5.5 4.61 5.7 1.15 1.8 0.76 0.78 0.81 0.78 4.25
19 5.6 8.22 4.34 25.3 4 1.23 1.23 0.65 1.11 0.91 1.01 2.18
20 4.43 21.6 7.32 29.7 6.59 1.01 0.88 0.73 0.81 0.76 0.91 3.67
21 4.08 17.5 15 13.1 8.63 1.04 0.73 0.65 0.81 0.91 0.67 2.12
22 11.9 20.6 5.7 27 9.2 1.71 0.84 0.73 0.76 0.84 0.94 9.64
23 12.2 18.2 5.19 14.8 6.25 1.04 1.08 0.76 0.76 0.76 0.78 19.6
24 9.49 17.5 5.09 30.3 6.71 1.35 0.94 0.73 0.91 0.84 0.78 33.2
25 7.83 30 4.99 51.9 3.91 1.47 0.84 0.78 0.81 1.3 0.76 47.6
26 7.7 43.5 6.48 25.8 2.86 1.19 0.84 0.78 0.78 0.88 0.78 30
27 11.5 25.8 4.34 19.8 2.6 1.39 0.78 0.7 0.91 1.23 0.91 19.4
28 11 15.4 5.81 16.3 4.61 1.19 0.81 0.81 0.81 2.18 1.23 18
29 9.2 3.51 14.6 7.96 1.11 0.78 0.7 0.73 1.85 1.35 16.9
30 8.09 3.36 14.4 6.14 0.73 0.7 0.67 0.76 0.88 1.66 16.7
31 9.2 3.07 3.67 0.78 0.76 0.73 16.9
---------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- -------
Rata-rata 11.07 19.18 8.19 14.45 7.5 2.54 0.93 0.75 0.78 0.93 1.02 11.12
ALIRAN KM2
(L/DET) 53.5 92.7 39.6 69.8 36.2 12.3 4.49 3.64 3.77 4.51 4.95 53.7
TG. ALIRAN
(MM) 143.3 224.2 106 180.9 97 31.8 12 9.76 9.77 12.1 12.8 143.9
METER KUBIK
(10^6) 29.7 46.4 21.9 37.4 20.1 6.58 2.49 2.02 2.02 2.5 2.65 29.8
--------
------------ -------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- --
DATA TAHUNAN :
166
RATA-RATA : 6.54 M3/DET; ALIRAN KM2: 31.6 L/DET; TG. ALIRAN: 983.5 MM; METER KUBIK:
203.6x10^6
S.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2007
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 6.65(-0.05) M ; Q = 151.11 M3/DET ; TGL 12-03-2007
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 2.10(-0.03) M ; Q = 1.057 M3/DET ; TGL 14-01-2007
18 2.15 11.3 25.8 23.7 22.3 6.96 2.65 2.15 2.1 2.15 11.4 14.7
19 2.53 30 23.4 29.5 14.2 16.1 2.71 2.21 2.1 2.31 9.22 11.8
20 2.05 36.1 20.3 37.1 11 11.2 2.71 2.15 2.15 2.37 12.2 12.4
21 1.72 25.4 15.7 22.3 10.3 8.1 2.59 2.21 2.21 2.71 8.46 9.88
22 10.4 17.2 13 25.8 8.1 5.73 2.77 2.21 2.1 2.15 6.53 10.7
23 4 14.9 12.8 28.9 7.18 4.4 2.53 2.42 2.26 2.48 5.54 10.6
24 3.85 12.8 11.4 25.8 6.96 4 2.59 2.26 2.15 2.31 5.83 8.22
25 3.42 21.4 8.34 27.1 5.63 3.71 2.53 2.21 3.15 3.02 4.32 8.96
26 2.89 17.2 8.22 29.8 6.12 3.56 2.37 2.21 2.26 2.48 4.48 13.5
27 3.08 14 7.75 45.1 5.83 3.49 2.53 2.21 2.15 2.37 6.64 9.88
28 2.65 12.8 8.34 67.3 6.02 3.56 2.53 2.26 2.05 2.37 12.2 8.71
29 4.99 10.9 48 5.63 4.08 2.37 2.15 5.92 13.3 7.18 8.34
30 14.3 12.5 27.1 5.83 3.49 2.48 2.15 3.42 18.4 6.22 8.46
31 3.85 8.84 6.53 2.42 2.15 10.2 8.46
---------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- -------
Rata-rata 3.57 14.09 13.27 24.5 12.38 6.16 3.05 2.27 2.32 3.66 14.4 15.85
ALIRAN KM2
(L/DET) 17.2 68 64.1 118.4 59.8 29.8 14.7 11 11.2 17.7 69.6 76.6
TG. ALIRAN
(MM) 46.1 164.6 171.7 306.8 160.2 77.2 39.5 29.4 29.1 47.3 180.4 205.1
METER KUBIK
(10^6) 9.55 34.1 35.6 63.5 33.2 16 8.18 6.09 6.01 9.8 37.3 42.5
--------
------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- --
DATA TAHUNAN :
RATA-RATA : 9.63 M3/DET; ALIRAN KM2: 46.5 L/DET; TG. ALIRAN: 1457.5 MM; METER KUBIK:
169
301.7x10^6
S.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2008
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 6.85(+0.00) M ; Q = 170.89 M3/DET ; TGL 15-03-2008
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 2.40(+0.00) M ; Q = 2.534 M3/DET ; TGL 09-09-2008
18 4.82 7.4 49.4 16.7 5.73 4 3.28 2.96 2.89 2.71 15.7 17.2
19 4.4 7.51 54.5 29.2 5.63 4.32 3.56 3.08 2.89 2.71 13.2 16.3
20 4.91 6.22 66.4 20.3 7.4 4 3.08 2.96 2.89 2.77 13.5 14.9
21 4.48 6.74 46.5 17.8 7.51 3.85 3.22 3.02 2.89 2.96 19.5 11.8
22 4.16 6.53 47.6 16.3 7.98 4.08 3.02 3.02 2.89 2.71 14.5 12.1
23 4.48 6.53 37.4 17.4 6.22 3.78 3.22 2.89 2.83 3.35 11.3 20.3
24 4.56 6.53 29.2 14.9 6.85 3.63 3.22 2.83 3.49 2.83 26.1 23
25 4.4 6.22 26.6 13.5 6.22 3.63 3.22 3.42 2.65 3.28 16.1 16.1
26 4.56 8.84 22.5 13.5 5.73 3.49 3.28 3.85 2.89 2.96 27.9 13.3
27 7.4 8.59 19.7 12.7 5.54 3.56 3.02 3.28 3.71 3.63 19.9 12.8
28 6.43 7.75 18.2 12.4 9.48 4.82 2.96 2.96 3.28 3.08 13.7 11.4
29 7.4 7.98 17.8 10.9 7.98 3.85 3.08 2.96 3.35 38.7 12.1 11
30 15.4 19.7 13.3 6.33 3.63 3.15 4.24 3.15 5.26 12.7 9.62
31 12.4 25.8 6.22 3.15 4.24 4 9.22
---------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- -------
Rata-rata 7.82 7.12 32.08 22.88 7.79 4.71 3.25 3.31 3.01 4.33 13.49 16.59
ALIRAN KM2
(L/DET) 37.8 34.4 155 110.5 37.6 22.8 15.7 16 14.5 20.9 65.2 80.1
TG. ALIRAN
(MM) 101.2 86.2 415.1 286.5 100.8 59 42 42.9 37.7 56 168.9 214.7
METER KUBIK
(10^6) 21 17.8 85.9 59.3 20.9 12.2 8.7 8.88 7.81 11.6 35 44.4
--------
------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- --
DATA TAHUNAN :
RATA-RATA : 10.5 M3/DET; ALIRAN KM2: 50.9 L/DET; TG. ALIRAN: 1611.0 MM; METER KUBIK:
172
333.5x10^6
S.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2009
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 6.50(+0.00) M ; Q = 109.42 M3/DET ; TGL 10-05-2009
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 2.50(+0.00) M ; Q = 14.305 M3/DET ; TGL 04-08-2009
18 8.84 27.4 12.8 30.2 20.1 12.1 18.6 16.4 15.4 20.7 41.2 16.3
19 10 21.8 12.1 29.1 21.2 10.9 17.8 15.9 16.4 18.4 36.7 16.6
20 14.5 20.1 11.6 37.7 18 11.2 17.2 15.8 15.4 19.3 28.6 15.8
21 7.98 17.8 17.4 31.3 17.2 8.84 17.9 15.9 15.3 15.5 34.1 15.8
22 7.63 39 22.1 31.1 16.3 7.98 18.6 16.2 15.4 19.1 35.3 16.2
23 6.12 41.3 25.1 33.3 16.5 7.63 18.4 15.8 15.8 19.6 27.4 16.3
24 6.64 46.1 17.1 34.3 13 8.84 19.6 15.5 16.2 18.2 23.8 16.2
25 9.48 40.9 22.1 33.1 14 8.84 19.6 15.8 17.1 17.1 21.5 26.5
26 11.3 34 23 31.1 13.2 8.46 19.6 16.2 16.7 17.1 25.7 19.6
27 8.46 46.1 31.1 32 12.5 9.09 18.8 15.9 16.8 17.8 21.5 21.3
28 8.46 41.6 51.3 30 11.6 6.64 18.8 15.8 15.7 17.8 21.8 21.6
29 14.9 48 29.7 12.1 7.4 18.4 16.2 15.7 17.2 18.8 18.3
30 11.3 30.6 28.6 14.2 8.46 17.5 15.8 17.9 16.4 20.9 24.4
31 11.3 35.5 17.1 17.9 15.5 15.9 21.6
---------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- -------
Rata-rata 8.7 28.5 22.83 35.07 17.1 11.67 19.22 16.53 16.12 19.44 23.75 19.33
ALIRAN KM2
(L/DET) 42 137.7 110.3 169.4 82.6 56.4 92.8 79.8 77.9 93.9 114.7 93.4
TG. ALIRAN
(MM) 112.6 333.1 295.4 439.2 221.3 146.2 248.6 213.8 201.8 251.6 297.4 250.2
METER KUBIK
(10^6) 23.3 68.9 61.2 90.9 45.8 30.3 51.5 44.3 41.8 52.1 61.6 51.8
--------
------------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- ------- --
DATA TAHUNAN :
RATA-RATA : 19.9 M3/DET; ALIRAN KM2: 95.9 L/DET; TG. ALIRAN: 3011.2 MM; METER KUBIK:
175
623.3x10^6
S.CISANGKUY-KAMASAN
NO. POS DUGA AIR : 02-016-03-01
TAHUN : 2010
INDUK SUNGAI : CITARUM
ALIRAN EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR : M.A. = 8.23(+0.00) M ; Q = 181.62 M3/DET ; TGL 18-02-2010
ALIRAN TERKECIL : M.A. = 2.82(+0.00) M ; Q = 18.432 M3/DET ; TGL 06-01-2010
15 21 76.9 41 36.7 39.1 30.2 26.9 24.1 41.4 30.5 34.7 46.9
16 19.7 72.8 43.4 35.7 46.2 33.1 25.2 23.6 40.5 33.1 38.9 45.1
17 21.1 63.3 57.3 35.5 42.7 36.7 23.4 28.6 55.3 30.9 40.3 41.4
18 19.1 84.9 51.6 36.1 39.3 36.5 23.8 26.9 46.5 30.4 32 42.9
19 19.8 82.1 52.6 33.1 41.8 37.7 28.2 27.9 41 30.7 38 39.1
20 20.7 65.8 84.7 32.4 50.2 37.3 29.1 30 40.3 36.2 34.5 41.2
21 19 54.5 60.5 33.1 44.7 30.7 28.2 33.9 46.9 41.4 37.4 42
22 25.4 50.9 52.4 40.1 44.2 30 26.5 33.9 42.2 46.2 39.7 46.2
23 33.1 45.3 53.6 39.1 42.2 29.7 24.9 31.8 43.6 37.6 34.9 49.5
24 34.3 50.9 60.5 37.9 41.8 30.9 24.2 29.1 48.1 38 45.1 49.5
25 41.2 43.1 47.6 36.9 38 29.3 24.9 28.1 44 40.3 43.3 42.5
26 35.2 39.1 43.1 32.4 39.3 28.4 24.7 37.2 45.6 33.1 42.7 43.3
27 31.8 41.6 48.3 31.3 37.6 30 24.4 41.4 45.3 33.5 49 42.2
28 32.4 41.6 49.7 33 36.8 32.4 24.9 29.1 43.1 38.5 46.7 42
29 41.2 44.2 35.7 39.5 30.6 26.2 26 38.7 35.4 58.1 39.7
30 38 49.3 34.3 37.6 28.8 24.9 29.5 36.2 35.4 57.8 37.8
31 47.1 45.6 37.2 26 27 36.8 37
-------
------------ - ------- ------- ------- ------- -------- ------ ------- ------- ------- ------- ----------
Rata-rata 25.98 51.47 47.16 37.2 40.35 34.47 27.19 27.49 44.35 34 39.77 53.91
ALIRAN KM2
(L/DET) 125.5 248.6 227.8 179.7 194.9 166.5 131.4 132.8 214.3 164.2 192.1 260.4
TG. ALIRAN
(MM) 336.2 601.5 610.2 465.9 522.1 431.6 351.9 355.7 555.4 439.9 498 697.6
METER KUBIK
178
(10^6) 69.6 124.5 126.3 96.4 108.1 89.3 72.8 73.6 115 91.1 103.1 144.4
-------
------------ - ------- ------- ------- ------- -------- ------ ------- ------- ------- ------- ----------
DATA
TAHUNAN :
KM2: 86.5 DET; N: METER UBIK:
RATA-RATA : 38.6 M3/DET; ALIRAN 1 L/ TG. ALIRA 5865 .9 MM; K 1 214.2x10^6
ALIRAN
EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR M.A. = 6.05(+0.00) M ; Q = 81.00 M3/DET ; TGL 01-05-2011
ALIRAN
TERKECIL M.A. = 0.13(+0.00) M ; Q = 0.056 M3/DET ; TGL 22-10-2011
2 32.2 30.3 25.5 28.4 54.1 31.7 27 0.29 0.17 0.25 0.95 1.64
3 33.7 32.3 26.4 28.2 53.4 29.8 19.8 0.28 0.36 0.36 4.12 1.39
4 33 31.7 27.8 29 50.6 30.3 13.8 0.26 0.17 0.25 1.36 1.36
5 31.3 32.8 29.2 30 53 30 8.83 0.26 0.13 0.25 0.87 1.13
6 32.5 31.2 29.7 32.3 46.1 29 5 3.94 0.13 0.28 1.04 0.84
7 32.2 32.3 29.4 29.5 43.7 27.9 8.83 0.25 0.12 0.47 1.16 0.9
8 31.3 32 28.6 30.5 45.1 27.1 8.14 0.22 0.13 0.69 5.13 0.71
9 30.8 28.9 29.4 30.5 41 27.9 6.78 0.23 0.29 0.55 4.06 0.64
10 31.3 27.3 28.4 30.5 39.1 28.2 5.89 0.25 0.32 0.39 2.12 1.96
11 29.4 27.1 27.6 31 34.9 27.5 4.48 0.23 0.32 0.59 1.72 1.04
12 28.6 26.7 33.7 29.5 33 28.6 4.12 0.55 0.28 0.36 1.36 0.92
13 28.4 27.3 30.2 27.5 33.7 26.8 2.34 0.43 0.36 0.32 1.39 2.21
14 28.1 26.7 29.5 27.8 33 27.6 1.72 0.45 0.28 0.23 1.72 1.88
15 27.5 28.9 28.4 28.1 34.4 25.9 0.62 0.43 0.62 0.1 1.83 4.67
16 26.8 27.9 27.3 27.8 43.1 25.8 0.49 0.41 0.34 0.09 1.07 2.39
17 26.7 28.2 27.3 28.1 40.8 25.5 0.53 0.43 0.38 0.16 1.36 2.3
18 26.7 26.4 26.8 32.7 38.9 25.8 0.59 0.49 0.38 0.18 1.43 1.92
19 26.4 25.8 24.6 33.9 37.6 25.5 0.43 0.39 0.38 0.13 1.8 2.17
20 28.7 25.9 25.9 35.6 43.3 26.2 0.45 0.36 0.79 0.08 1.43 1.83
21 26.7 26.2 26.1 33.7 39.6 26.4 0.45 0.32 0.55 0.13 1.53 1.32
22 27.5 26.2 24.7 38 35.1 26.7 0.62 0.41 0.49 0.06 2.52 1.13
23 27.1 25.5 25.5 40 39.1 24.3 1.26 0.41 0.51 0.31 1.53 0.9
24 27.6 25 26.4 39.5 34.9 23.6 0.69 0.22 0.43 0.2 1.76 1.39
25 28.6 25.3 35.1 36.9 35.1 23.3 0.59 0.19 0.43 0.28 1.22 6.03
26 27.5 24.7 30.7 54.1 32.7 22.3 0.55 0.18 0.43 0.29 0.98 2.76
27 27.5 26.4 32.3 59.7 33.5 23 0.64 0.17 0.34 0.29 1.13 2.43
181
28 27.8 26.4 36.3 45.9 32 27.5 0.49 0.17 0.43 0.32 1.6 2.48
29 26.5 33 44.7 30.5 28.1 0.62 0.17 0.22 0.28 1.57 2.17
30 26.8 35.6 43.3 31 41.4 0.31 0.19 0.14 0.32 1.07 2.17
31 26.4 31.5 29.4 0.29 0.41 0.25 2.3
_______________________________________________________________________________________________________________
________
Rata-rata 28.85 27.99 29.05 34.56 39.7 27.5 4.52 0.43 0.34 0.29 1.75 1.87
ALIRAN KM2
(L/DET) 139.4 135.2 140.3 167 191.8 132.8 21.8 2.07 1.66 1.38 8.44 9.04
TG. ALIRAN
(MM) 373.3 327.2 375.9 432.8 513.7 344.3 58.5 5.54 4.3 3.7 21.9 24.2
METER KUBIK
(10^6) 77.3 67.7 77.8 89.6 106.3 71.3 12.1 1.15 0.89 0.77 4.53 5.01
_______________________________________________________________________________________________________________
________
DATA TAHUNAN :
RATA-RATA (M3/DET) 16.4
ALIRAN/KM2 (LT/DET) 79.2
TINGGI ALIRAN ( MM ) 2485.2
VOLUME x 10^6 ( M3 ) 514
TAHUN 2012
ALIRAN
EXTRIM :
ALIRAN TERBESAR M.A. = 5.16(+0.00) M ; Q = 63.52 M3/DET ; TGL 08-03-2012
ALIRAN
TERKECIL M.A. = 0.34(+0.00) M ; Q = 0.294 M3/DET ; TGL 08-01-2012
16 19.2 16.8 23.5 25.8 20.5 17.3 17 14.3 15.5 25 30.9 47.7
17 22 19.2 25 25.4 30.3 16.7 16.5 14.1 15.8 24.4 28.3 35.4
18 20.5 23.5 23.5 30.3 30 18.1 15.9 14.1 16.3 23.5 28.1 33.6
19 19.2 17.8 22.7 30.9 28.8 17.4 15.2 14.3 15.4 24.6 28.3 35.4
20 19.8 19.8 21.6 30 24.3 16.4 15.2 14.5 16.5 25.5 28.1 33.6
21 17.8 25.8 22.1 32.6 23.5 16.3 15.3 14.2 16.3 23.9 28.3 33.6
22 17.2 20 22.7 33.7 21.4 16.5 15.3 14 16 24.1 30 35.4
23 16.2 22.7 20.8 36.4 22 16.8 15.9 14 15.7 24.7 28.3 47.7
24 16 31 22.4 30 20.5 16.5 15.3 13.9 16.3 24.6 28.1 43.4
25 15.8 25.8 22.7 25.8 20.5 15.9 15 14 16.4 23.9 29 41.3
26 16.5 42.4 24.6 23.2 19.7 16.5 15.2 14.1 16.7 24.1 30 39.3
27 17.2 28.3 24.3 27 19.2 16.8 15 14.8 16.5 23.9 30.9 37.3
28 16.7 34.5 21.6 24.3 18.8 17 15.3 14.5 16.4 24.6 29.1 35.4
29 17.2 47.7 22.7 26 19.2 16.9 14.7 14.6 16.5 24.3 27.5 33.6
30 16.3 22.7 23.9 30 16.9 14.1 14.1 16.8 23.5 26.6 34.5
31 16.5 18.8 20.5 14 14.6 24.6 32.6
_______________________________________________________________________________________________________________
________
Rata-rata 18.76 22.62 29.28 28.58 23.71 17.7 15.75 14.2 15.65 23.45 29.45 36.34
ALIRAN KM2
(L/DET) 90.6 109.3 141.5 138.1 114.6 85.5 76.1 68.6 75.6 113.3 142.3 175.6
TG. ALIRAN
(MM) 242.7 273.8 378.9 357.9 306.8 221.6 203.7 183.7 196 303.4 368.8 470.2
METER KUBIK
(10^6) 50.2 56.7 78.4 74.1 63.5 45.9 42.2 38 40.6 62.8 76.3 97.3
_______________________________________________________________________________________________________________
185
________
DATA TAHUNAN :
RATA-RATA (M3/DET) 23
ALIRAN/KM2 (LT/DET) 110.9
TINGGI ALIRAN ( MM ) : 3507.
VOLUME x 10^6 ( M3 ) : 726
186
25
Indeks Monsun
20 Rasio debit
15
10
-5
-10
-15
4
SOI Indeks
3 Rasio Debit Bulanan
2
1
Indeks
-1
-2
-3
-4 Waktu
187
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 24 Maret 1968 di Bandung, dari pasangan Amid
(Alm) dan Wariah (Alm). Sebagai anak ke 7 dari 10 bersaudara dan telah
berkeluarga serta dianugrahi 4 orang putra-putri. Pendidikan Dasar dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama serta Sekolah Lanjutan Tingkat Atas diselesaikan di
Bandung 1988. Pada Tahun 1988 penulis melanjutkan pendidikan S-1 Fisika pada
Fakultas MIPA Universtas Padjadjaran di Jatinangor Sumedang dan memperoleh
gelar Sarjana Sains pada tahun 1993. Tahun 1999 penulis menempuh pendidikan
S-2, dan meraih gelar Magister Sains bidang Sains Atmosfer di Institut Teknologi
Bandung. Pada tahun 2010 penulis menempuh pendidikan S-3 dan meraih gelar
Doktor, di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis adalah staf peneliti di
Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer LAPAN. Pada tahun 2004-2005, penulis
mengikuti kegiatan di Centre for Space Science and Technology Education in
Asia and the Pacific (CSSTEAP), India dan Tahun 2012 mengikuti pelatihan di
International Center for Theoretical Physics (ICTP) Abdussalam, Itali.
Artikel berjudul The Relationship Between Monthly Rainfall and Elevation
In the Cisangkuy Watershed Bandung Regency telah diterbitkan secara online
tahun 2014 di International Journal of Latest Research in Science and Technology
ISSN 2278-5299 (online) Volume 3.Issue 2 :page No 55-60, March-April
2014.Artikel lain dengan judul Prakiraan Curah Hujan di Wilayah Situ Cileunca
Kabupaten Bandung Dengan Metode Statistik Non-linear yang diterbit di Journal
of Aerospace Science ISSN 1412-808X Vol.10 No.1 page 48-57 Desember 2012
Terakreditasi LIPI .