Anda di halaman 1dari 8

Ringkasan Zoom Room 5

MATERI 1 : Analisis Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Sungai Batang
Agam di Kabupaten Agam Sumatera Barat

Dengan pesatnya pengembangan kota Bukittinggi, serta banyaknya


perubahan alih fungsi lahan menjadi lahan terbangun yang terjadi di kota
Bukittinggi sebagai hulu dari sungai Batang Agam, menyebabkan meningkatnya
nilai koefisien limpasan, sehingga akan memberikan dampak terhadap
Studi ini dilakukan untuk mengidentifikasi berapa persen peningkatan
debit yang terjadi pada sungai Batang Agam dalam beberapa tahun terakhir yang
diakibatkan dari perubahan tata guna lahan kota Bukittinggi, yang mana
perbandingan debit akan dibedakan berdasarkan koefisien C pada tiap tahunnya,
selanjutnya dilakukan permodelan banjir dengan menggunakan software HEC-
RAS, sehingga dapat dilihat berapa luas genangan serta ketinggian banjirnya.
- Metodologi Studi
Metodologi studi dilakukan melalui hujan literatur, observasi lapangan,
wawancara dengan masyarakat, dan melakukan dokumentasi. Data yang
digunakan berupa peta topografi, peta tata guna lahan, data curah hujan, data
geometri sungai Batang Agam.
- Hasil dan Pembahasan
Data curah hujan yang digunakan yaitu curah hujan maksimum harian
rata-rata dengan data hujan 15 tahun yang lalu yaitu pada tahun 2006-2010 dari
stasiun Canduang. Analisa curah hujan rencana dihitung dengan beberapa metode
yaitu probabilitas normal, distribusi probabilitas log normal, distribusi
probabilitas gumbel, dan distribusi probabilitas log person type III. Berdasarkan
hasil permodelan mendapatkan kemiripan dengan kondisi kejadian banjir tanggal
9 Februari 2020 yang menggenangi 6 hektar sawah di Kamang Hilia. Simulasi
mendapatkan ketinggian banjir pada titik yang ditinjau mencapai 3,13 meter dari
dasar sungai.
Kesimpulan
- Berdasarkan hasil analisa pada tahun 2011 dan 2019, memeperlihatkan penggunaan
lahan ditahun 2011 untuk pemukiman mencapai 25% dari luas Catchment area dan
meningkat menjadi 67% pada tahun 2019.
- Hujan rencana DAS sungai Batang Agam pada periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100
tahun adalah 75,195 mm, 102,103 mm, 119,024 mm, 138,75 mm, dan 172,022 mm.
- Pada tahun 2011 dan 2019, dari hasil perhitungan ketiga metode debit banjir rencana
mengalami kenaikan yang signifikan pada setiap periode ulang.
- Hasil permodelan banjir yang dilakukan dengan software HES-RAS menghasilkan
ketinggian banjir yang beragam disetiap penampang.

MATERI 2 : Model Time Lag Sebagai Modifikasi Model Hidrograf Satuan Sintetis
Nakayasu
Alasan
1.) Hidrogaf satuan sitetis (HSS) Nakayau merupakan HSS yang sangat
popular penggunaannya di Indonesia. HSS Nakayasu dikembangkan pada
DAS-DAS di Jepang dengan karakteristik yang beragam. Oleh karena itu
Penggunaan HSS ini masih memberikan penyimpangan apabila diterapkan
di Indonesia dikarenakan perbedaan karakteristik DAS di Jepang dimana
HSS Nakayasu dikembangkan dibandingkan dengan karaktersitik DAS di
Indonesia (3penelitian rujukan). Dan Pada HSS Nakayasu terdapat 4
parameter utama penyusun hidrograf satuan yaitu Debit Puncak (Qp),
Waktu Puncak (Tp), Waktu penurunan dari Qp ke 30% Qp (T0,3) dan time
lag (tg).Formulasi parameter time lag (tg) mengandung karakteristik fisik
panjang sungai utama (L) yang dibatasi sesuai dengan kategori panjang
sungai utama yaitu L > 15 km dan L < 15 km. dan yang Sangat mungkin
dilakukan modifikasi penambahan parameter karakteristik DAS pada
formulasi parameter time lag (tg) untuk meningkatkan kinerja HSS
Nakayasu.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih yaitu DAS dengan luas < 5.000 km² yang
telah dilengkapi dengan alat Automatic Water Level Recorder (AWLR) dan
Automatic Rainfall Recorder (ARR) dengan pencatatan data yang lengkap dan
saling overlapping antara data hujan dan data debit. DAS yang digunakan dalam
penelitian secara umum berada di Pulau Jawa dan lainnya tersebar di Pulau
Sulawesi da Bali. Jumlah DAS yang akan digunakan di dalam penelitian ini
sejumlah 24 DAS, dimana 23 DAS digunakan untuk pembuatan Model Waktu
Jeda (Time Lag) dan 1 DAS lainnya digunakan untuk validasi.

Metodologi Penelitian
1.) Terdapat 4 parameter utama morfometri DAS yang dianggap berperan
penting di dalam pembentukkan aliran yaitu luas DAS (A), panjang sungai
(L), landai sungai rata-rata (I), dan kecepatan jaringan sungai (D).
2.) Pada beberapa metode HSS tradisional dipengaruhi oleh parameter fisik
DAS berupa luas DAS (A), panjang sungai utama (L), dan panjang sungai
ke pusat DAS (Lc).
3.) Melakukan penelitian pada faktor a (alfa) pada HSS Nakayasu
dipengaruhi oleh parameter fisik DAS berupa luas DAS (A), panjang
sungai utama (L), dan kemiringan sungai utama (I).
4.) Melakukan penelitian parameter fisik DAS yang berpengaruh pada model
Tp adalah luas DAS (A) dan panjang sungai ke pusat (Lc).
Kesimpulan
Menurut materi di zoom Terdapat 6 variabel bebas yang memiliki korelasi
signifikan yang mempengaruhi nilai waktu jeda (time lag). Variabel bebas
tersebut adalah luas DAS, panjang sungai, panjang sungai dari tiik berat
DAS, kemiringan sungai, kerapatan sungai, faktor panjang sungai dari
panjang sungai ke titik berat DAS. Jadi berdasarkan hasil analisis statistik,
dihasilkan model yang terbaik untuk pengembangan model time lag.dan
model jeda waktu yang dihasilkan, dilakukan pengujian pada DAS
Singkoyo dengan hasil menunjukkan peningkatan keakurasian model
yang ditunjukkan perbaikkan nilai RMSE, MAE, dan NSE (dengan
membandingkan HSS Nakayasu dan HSS Nakayasu modifikasi waktu
jeda) serta penurunan nilai erro Tp.

Saran
Untuk penelitian berikutnya disarankan untuk menambahkan pelibatan
parameter hujan serta dengan rentang luas
MATERI 3 : Pembangunan Floodway Pada Daerah Rawan Banjir

Sebelum dilaksanakan pembangunan floodway terjadi banjir pada bulan


Juli tahun 1978 dengan debit banjir maksimum sebesar 1.300 m ᶟ/det yang
menyebabkan genangan seluas 9.700 Ha. Setelah pembangunan floodway selesai
pada tahun 1992, pernah terjadi banjir sebesar 2.000 m ᶟ/det yang menyebabkan
genangan hanya seluas 2.400 Ha.
- Metodologi Studi
a.) Kebutuhan Data
- Peta lokasi penelitian
- Peta topografi
- Peta DEMNAS
- Data curah hujan harian 20 tahunan
b.) Fungsi Data
Menentukan luas DTA, Menentukan koefisien pengaliran dan peta genangan
banjir , Menentukan elevasi ,Menghitung debit banjir rancangan
- Hasil Studi dan Pembahasan
1.) Pengujian Data Curah Hujan
2.) Menghitung Hujan Rerata Daerah
3.) Menghitung Curah Hujan Rancangan
Dilakukan pengujian Smimov Kolmogro dan Chi Square dengan hasil
metode Log Person Type III yang paling sesuai.
4.) Menghitung Debit Banjir Rancangan
Kejadian banjir than 2000 yang mana diperkirakan sudah terlampaui
terhadap Q kala ulang 50th sebesar 1.300 mᶟ/det. Sehingga yang dipilih
adalah metode SCS.
5.) Memetakan Potensi Genangan Banjir Q 2 tahun
Saran
Kajian terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya banjir di
DAS Aceh juga perlu dilakukan sehingga sapat dijadikan sebagai landasan dalam
penentuan kebijakan terkait penanggulanagan banjir serta perlunya penelitian
terkait jalur evakuasi pada saat banjir di DAS Aceh.

MATERI 4 :Perbandingan Pola Distribusi Hujan Terukur dan Metode Empiris Dalam
Perhitungan Debit Banjir Rencana DAS Jurug

Berdasarkan SNI 2451 : 2016 tentang tata cara perhitungan debit banjir
rencana. Debit banjir rencana dapat dianalisis menggunakan data pencatatan debit
banjir sesaat maksimum tahunan atau menggunakan data hujan yang
ditransformasikan dengan hidrograf satuan, baik hidrograf satuan terukur maupun
hidrograf satuan sintetis seperti Soll Conservation Service (SCS).
Menurut Sofia (2016), durasi hujan dominan untuk kejadian hujan lebih
dari 50 mmyang terukur di 20 stasiun hujan wilayah merapi bervariasi selama 2
jam, 3 jam, 4 jam, dan 7 jam.
Metodologi Studi
Stasiun hujan Colo, Pabelan, Tritir, Manyaram, Waduk, Delingan, Nopen dan
Tawangmangu.
Hasil Studi dan Pembahasan
Hasil penelitian sesuai dengan penelitian2021 Dan 2019 Annaji dan
Anggraheni yang menyatakan distribusi Mononobe memiliki kesesuaian yang
lebih baik dari metode ABM, namun berbeda dengan Hardianti (2011) yang
menyatakan untuk durasi hujan 6 jam, metode ABM memiliki kesesuaian yang
lebih baik dari metode Mononobe.
1.) Metode distribusi hujan empiris memeiliki nilai kolerasi 1 atau hubungan
yang sama terhadap hasil debit banjir rencana metode distribusi hujan
terukur.
2.) Metode distribusi hjan emiris juga memiliki nilai NSE 1 terhadap debit
banjr rencana metode distribusi hujan terukur sehingga penyimpangan
perhitungan relatif kecil.
3.) Semakin kecil nila RMSE dan nilai BIAS pada metode empiris
menunjukkan nilai perhitungan yang mendekati dengan metode terukur
sehingga Mononobe memiliki hasil yang lebih memadai dibandingkan
dengan metode ABM.
Kesimpulan
1.) Berdasarkan perbandingan pola distribusi hujan, Mononobe memiliki
kesesuaian yang lebih baik dari metode ABM. Dan Perhitungan hidrograf
banjir metode distribusi hujan ABM dan Mononobe memiliki kesesuaian
yang baik dengan hidrograf banjir distribusi hujan terukur. Dengan
menggunakan Metode distribusi hujan empiris dapat digunakan dalam
analisis debit banjir rencana apabila tidak tersedia data hujan jam-jaman
dengan nilai korelasi, RMSE, NSE dan BIAS sebesar 1,000, 22,30, 1,000,
1,00% untuk metode ABM dan 1,000, 7,85, 1,000, -37% untuk metode
Mononobe. Jadi Berdasarkan nilai statistik, metode Mononobe
menunjukkan kesesuaian yeng lebih baim dibandingkan dengan metode
ABM.
Saran
Penelitian ini menggunakan data debit rencana untuk melihat kesesuaian metode
distribusi hujan empiris, sehingga selanjutnya memungkinkan untuk
dikembangkan dengan penggunaan data pembanding lain. Serta Penelitian
tentang pola distribusi hujan akan mendapatkan hasil yang lebih tepat
apabila memiliki data jam-jaman dengan periode yang lebih panjang
dengan beberapa stasiun hujan.
MATERI 5 : Pemodelan Banjir DAS Sanggai, Kalimantan Timur

Kenapa karena ,
Kawasan DAS Sanggai termasuk kedalam 7actor7 andalan Nasional Bontang-Samarinda,
Balikpapan-Penajam dan sekitarnya di Provinsi Kalimantan Timur yang tercantum dalam
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur No. 1 tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Kalimantan timur 2016-2036. Dan dimana ada nya Rencana pemindahan
Ibukota Negara ke Kalimantan Timur dimana DAS Sanggai merupakan salah satu daerah aliran
sungai yang termasuk kedalam rencana Pengembangan Kawasan IKN baru. Serta Terdapat 5
sungai Sepaku yang berada di wilayah DAS Sanggai. Dan terjadilah Kejadian banjir yang terjadi
di daerah Sepaku yang termasuk dalam DAS Sanggai, terjadi berulang kali dimana salah satunya
yang cukup besar terjsdi pada tahun 2018.

Pemodelan Banjir DAS Sanggai


a.) Perhitungan Distribusi Hujan Desain
Berdasarkan hasil analisis data hujan jam-jaman citra GPM, diperoleh
informasi bahwa pada total nilai hujan di atas 100 mm, durasi dengan
frekuensi kejadian tertinggi terdapat pada 8 jam, dengan pola distribusi
yang konsisten. Pola ini juga mirip dengan distribusi hujan 10 dan 11 jam.
b.) Skema Model pada SOBEK
Skema model SOBEK DAS Sanggai dibentuk oleh:
Model hujan limpasan
- Subbasin 72 buah
- RR-Link 72 buah
- Flow RR-Connection on Channel 57 buah

Model Hidrolika 1 Dimensi


- Cross section 133 buah
- Calculation point 120 buah
- Flow channel 333 buah
- Flow Boundary 1 buah
Model Hidrolika 2D
- 2D Grid Lidar 50 cm 1 buah

Berdasarkan kunjungan lapangan langsung diketahui bahwa seluruh lokasi


terduga banjir berdasarkan model genangan 100 tahun memang
merupakan lokasi yang sering terjadi banjir. Diketahui event banjir besar
terakhir terjadi pada tanggal 18 Maret 2018 yang berlokasi di Jembatan
Sei Sepaku VI. Pada pengamatan PDA jam 7:00 tercatat di MA 3.5 m.
Kesimpulan and Saran
1.) Pemodelan banjir Daerah Aliran Sungai Sanggai menunjukkan bahwa
perubahan genangan meningkat setiap perubahan periode ulang tidak
signifikan. Hal ini terlihat bahwa luas genangan pada periode ulang 50
tahun dengan 100 tahun hanya berselisih 8.6 km².
2.) Insignifikan pertambahan luas genangan kemungkinan disebabkan oleh
8actor tinggi pasang air laut yang dominan.
3.) Diperlukan pengukuran penampang melintang yang lebih rapat pada
sungai-sungai di DAS Sanggai agar dapat dilakukan pemodelan banjir
yang lebih baik.

Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai