PRAHDITIYA RISKIYANTO
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Perubahan
Penggunaan Lahan terhadap Respon Limpasan di DAS Ciliwung Hulu adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Prahditiya Riskiyanto
NIM G24110026
ABSTRAK
Kata kunci: Curah hujan, HEC-HMS, hidrograf aliran, penggunaan lahan, RTRW
ABSTRACT
PRAHDITIYA RISKIYANTO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
Disetujui oleh
- cj�
Dr Bambang Dwi Dasanto, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
..,-:.·.
1. Bapak Dr. Bambang Dwi Dasanto M.Si selaku pembimbing skripsi atas ilmu,
arahan dan kesabaran dalam membimbing penulis.
2. Bapak, Ibu dan adik atas doa, dukungan dan kasih sayangnya.
3. Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane.
4. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Ciliwung Citarum.
5. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Bogor
dan Kota Bogor.
6. Dosen dan staf Departemen GFM serta keluarga GFM 47, 48, 49 dan 50 atas
bantuan dan doanya.
7. Sahabat seperjuangan “Geng Ciliwung” Rizky, Diah, Neni, Okta yang setia
menemani dan membantu selama penelitian.
8. Kak Aul, Nita, Alvin, Taufik, dan Radini yang telah membantu dalam
kelengkapan data.
9. Heidei, Fakhrul, Priyo, Pungky, dan Mbak Enggar atas ilmu dalam pengolahan
data.
10. Keluarga “Yayasan SHM Jaya” Udin, Ridwan, Adit, Ijal, Dion, Yudi, serta
para “Ladies GFM 48” Luta, Afni, Ucy, Hawa, dan Irma yang selalu
memberikan semangat, nasihat dan persahabatan.
11. Ikrom, Gigih, Furqon, Alfi, Mbak Anis, Mbak Nihay, dan Ina atas diskusi,
bantuan, semangat, dukungan dan kekeluargaannya.
12. Keluarga “Wisma Hijau” Amin, Baim, Ahmad, Hasan, Dendi, Dayat, Mas
Firman, Angger, Bang Yoppy, dan Mbak Tia beserta keluarga.
13. Keluarga LHMAS, Nitrogen, UKM Agreemove IPB, Embassy IPB, dan
Keluarga Bara Improvement Project (BIP).
14. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas semua
dukungannya selama ini.
Prahditiya Riskiyanto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Daerah Aliran Sungai 2
Penggunaan Lahan 2
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2
Limpasan 3
Perubahan Curah Hujan 3
Hidrograf Aliran 4
Hidrograf Satuan 5
Model HEC-HMS 5
METODE PENELITIAN 6
Alat 6
Data 6
Prosedur Analisis Data 7
Keadaan Umum DAS Ciliwung Hulu 8
Analisis Curah Hujan Wilayah 10
Penyusunan Hidrograf Aliran Pengamatan 10
Penyusunan Hidrograf Satuan 11
Penyusunan Hidrograf Aliran Model 11
Kalibrasi Parameter dan Uji Model HEC-HMS 14
Simulasi Hidrograf Aliran HEC-HMS dengan Perbedaan Kondisi 15
HASIL DAN PEMBAHASAN 16
Analisis Presipitasi 16
Jenis Tanah dan Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu 17
Nilai Parameter Loss models dan Tranform models 19
Hidrograf Aliran Pengamatan 21
Hidrograf Aliran HEC-HMS 22
Pengujian Model HEC-HMS 24
Simulasi Hidrograf Aliran Model HEC-HMS 24
Limpasan Permukaan Langsung 26
SIMPULAN DAN SARAN 27
Simpulan 27
DAFTAR PUSTAKA 28
x
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta penggunaan lahan tahun 2012 dan peta Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) DAS Ciliwung Hulu tahun 2005-2025 30
2 Peta jenis tanah dan peta kelompok hidrologi tanah DAS Ciliwung Hulu 31
3 Bilangan kurva untuk berbagai tipe penggunaan lahan dan jenis tanah 32
4 Nilai curah hujan jam-jaman sebelum dan setelah perubahan CH 33
5 Nilai hidrograf aliran pengamatan dan skenario HEC-HMS 35
6 Bobot poligon Thiessen pada masing-masing sub-DAS Ciliwung Hulu 36
7 Nilai parameter baseflow models sebagai masukkan HEC-HMS 36
8 Nilai parameter routing model sebagai masukkan HEC-HMS 37
9 Nilai parameter awal dan setelah kalibrasi 37
10 Langkah-langkah pengerjaan HEC-HMS 38
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
DAS Ciliwung termasuk dalam DAS kritis yang ada di Jawa Barat dan telah
ditetapkan menjadi salah satu DAS super prioritas di Indonesia (BPDAS Ciliwung-
Citarum 2007). Kriteria DAS kritis ini salah satunya adalah terjadinya degradasi
DAS yang ditandai dengan adanya fluktuasi debit yang tinggi antara musim hujan
dan kemarau (BPDAS Ciliwung-Citarum 2007). Menurut Swandayani (2010),
degradasi DAS Ciliwung disebabkan oleh perubahan iklim termasuk variabilitas
iklim, topografi, dan penggunaan lahan.
Wilayah DAS Ciliwung Hulu berada di Kabupaten Bogor, tepatnya di kaki
Gunung Gede-Pangrango. Letak wilayah ini strategis dan merupakan penyangga
untuk kota besar seperti Jakarta dan kota-kota yang ada disekitarnya. Akibat kondisi
ini laju pertumbuhan dan perpindahan penduduk mengalami peningkatan.
Sementara itu, perkembangan wilayah memacu tumbuhya sektor pariwisata,
permukiman dan sektor pendukung lainnya. Pertumbuhan penduduk dan
perkembangan wilayah telah mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Konversi lahan yang terjadi akan
mempengaruhi kondisi fisik DAS dan ini akan mempengaruhi kuantitas air
limpasan di DAS Ciliwung Hulu (Pawitan 2006; Swandayani 2010).
DAS Ciliwung juga rentan terhadap perubahan iklim (KNLH 1998;
Swandayani 2010). Perubahan iklim ini berdampak pada perubahan pola hujan
secara spasio-temporal. IPCC (Inter-governmental Panel on Climate Change) telah
mengeluarkan laporan terbaru yaitu (Five Assessment Report) AR-5 terkait skenario
emisi RCP (Representative Carbon Pathway) yang disusun berdasarkan target
konsentrasi GRK yang ingin dicapai. Secara regional, hasil proyeksi curah hujan di
beberapa wilayah Indonesia berdasarkan model mengindikasikan terdapat
penurunan curah hujan di sebagian wilayah, sedangkan di wilayah lain mengalami
peningkatan (Susandi et al. 2008). Peningkatan curah hujan yang terjadi akan
berpengaruh pada peningkatan debit di DAS Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung-
Citarum 2007).
Perubahan iklim dan penggunaan lahan akan mempengaruhi proses konversi
hujan menjadi limpasan di suatu DAS. Analisis respon suatu wilayah terhadap
limpasan dibutuhkan dalam pengelolaan DAS. Limpasan dapat dianalisis
berdasarkan karakteristik hidrograf aliran yang dapat disusun menggunakan model
hidrologi, antara lain model HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center-
Hydrology Modelling System). HEC-HMS merupakan model aplikasi yang
dikembangkan oleh US Army Corps of Engineers-Institute for Water Recources
untuk mensimulasi proses curah hujan-limpasan pada wilayah DAS (USACE
2013). HEC-HMS menghasilkan hidrograf aliran model yang perlu dibandingkan
dengan hidrograf aliran pengamatan. Hasil ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam pengelolaan DAS Ciliwung Hulu.
2
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai
Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi topografi berupa
punggung-punggung gunung yang terpisah dari wilayah lain di sekitarnya dan
wilayah ini akan menampung air hujan yang jatuh pada daerah tersebut kemudian
dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama hingga akhirnya menuju laut
atau danau (Asdak 2007). DAS bagian hulu merupakan daerah konservasi yang
dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi.
DAS menjadi sistem penting dalam mentransformasikan curah hujan menjadi debit
aliran. Analisa terhadap sistem hidrologi DAS menjadi penting untuk mengetahui
dan memahami perilaku DAS terhadap curah hujan sehingga dapat memperkirakan
komponen hidrograf aliran dalam waktu tertentu (Harto 2000).
Penggunaan Lahan
Limpasan
Limpasan permukaan berasal dari bagian curah hujan yang tidak masuk ke
dalam tanah sehingga mengalir di permukaan, atau masuk ke dalam tanah yang
jenuh air sehingga air tersebut ke luar ke permukaan dan mengalir di permukaan
menuju tempat yang lebih rendah seperti sungai, danau dan lautan (Seyhan 1977;
Asdak 2007). Limpasan permukaan dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama,
faktor meteorolgi meliputi intensitas curah hujan, durasi atau lamanya hujan, dan
distribusi curah hujan dalam daerah aliran. Kedua, faktor karakteristik DAS
diantaranya tata guna lahan, topografi, dan kemiringan lereng (Asdak 2007).
Hidrograf Aliran
Hidrograf Satuan
Model HEC-HMS
METODE PENELITIAN
Alat
Data
Data dan sumber data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini
adalah:
HEC-GeoHMS
Hidrograf Aliran
(Debit) Pengamatan
Parameter Loss
(Initial abstraction; Parameter
Parameter curve number; transform, routing
baseflow impervious)
Koreksi CH
model HEC-HMS
CH Proyeksi
Hidrograf Aliran
(Debit) Model
Kalibrasi Klasifikasi
Klasifikasi penggunaan
parameter sensitif tanah
Tidak lahan
(HSG) (RTRW)
Uji model
Ya
Loss model
Hidrograf aliran model, kondisi (Initial abstraction;
baseline (lahan existing) curve number;
imperviousness)
Secara geografis Daerah Aliran Sungai Ciliwung Hulu terletak pada 6º37’-
6º46’ LS dan 106º50’ - 107º0’ BT dan memiliki luas sekitar 148 km2. Batas
administrasi Daerah Aliran Ciliwung Hulu ini adalah:
Sebelah Utara : DAS Bekasi
Sebelah Barat : DAS Cisadane
SebelahTimur : DAS Citarum
Sebelah Selatan : DAS Cimandiri
Secara administratif, DAS Ciliwung Hulu sebagian besar masuk ke wilayah
Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua, dan Ciawi) dan sebagian
kecil ke Kotamadya Bogor yaitu wilayah Kecamatan Kota Bogor Timur, dan Kota
Bogor Selatan (BPDAS Citarum-Ciliwung 2007). DAS Ciliwung Hulu memiliki 6
sub-DAS yaitu sub-DAS Cibogo, Ciesek, Cisarua, Ciseuseupan, Cisukabirus, dan
sub-DAS Tugu.
Iklim di Daerah Aliran Sungai Ciliwung pada umumnya adalah iklim tropis,
dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 19-25oC. Menurut sistem klasifikasi
Schmidt–Ferguson, berdasarkan perbandingan jumlah rata-rata bulan basah dengan
bulan kering, DAS Ciliwung bagian hulu termasuk ke dalam tipe iklim A. Rata-rata
curah hujan wilayah di DAS Ciliwung bagian hulu berkisar antara 122-564
mm/bulan. Bulan basah terjadi selama 8-10 bulan (Agustus–Mei) dengan bulan
terbasah Januari, dan bulan lembab 2-4 bulan (Juni–September) dengan bulan
terkering adalah Agustus (Risyanto 2007).
9
S(n-1)n = kemiringan rata-rata antara dua garis kontur (n-1) dan n yang
saling berdekatan dalam m/m,
A(n-1)n = luas areal antara dua garis kontur (n-1) dan n dalam m2,
A = Luas sub-DAS dalam m2.
Data curah hujan dibutuhkan untuk dipasangkan dengan data debit dalam
membangun parameter input meteorologic model HEC-HMS. Ada 7 metode
analisis presipitasi yang dimiliki model HEC-HMS; berdasarkan jumlah stasiun
yang tersedia, penelitian ini menggunakan metode user gage weights. Metode ini
dapat menghasilkan curah hujan wilayah dari setiap sub-DAS berdasarkan
pembobotan curah hujan untuk setiap satu titik pengamatan. Bobot curah hujan
wilayah yang digunakan adalah metode poligon Thiessen.
Hidrograf aliran pengamatan disusun berdasarkan data tinggi muka air bulan
Januari tanggal 23-25 Desember 2012. Data tinggi muka air berasal dari SPAS
(Stasiun Pengamatan Arus Sungai) Katulampa. Syarat yang harus dipenuhi saat
memilih data tinggi muka air untuk kejadian hujan pilihan, yaitu tinggi muka air
harus memiliki puncak tunggal. Data debit aliran pengamatan dikonversi dari data
tinggi muka air menggunakan persamaan rating curve. Hidrograf aliran
pengamatan yang dihasilkan berfungsi sebagai dasar untuk kalibrasi hidrograf hasil
model HEC-HMS, sehingga didapatkan hidrograf aliran model yang mendekati
hidrograf aliran pengamatan.
11
Terdapat 4 parameter utama yang dihitung dari komponen basin model, yaitu
loss model, transform, baseflow model, serta routing model. Keempat parameter ini
merupakan bagian dari menu parameters dalam model HEC-HMS.
Loss model
𝐼𝑎 = 0,2𝑆
25400
𝑆= − 254
CN
Transform
Baseflow
ln 𝑄𝑡 − ln 𝑄0
𝑘 = exp ( )
𝑡
Qt = aliran dasar pada periode t
Qo = aliran dasar awal (t = 0)
Routing
Komponen ini diperlukan untuk memasukkan data curah hujan dan data debit
secara manual. Didalam komponen inilah data pengamatan (curah hujan dan debit)
dimasukkan untuk mendukung hidrograf aliran model HEC-HMS.
DAS Ciliwung Hulu dibagi menjadi 6 sub-DAS yang terdiri dari beberapa
tipe penggunaan lahan. Sehingga dibutuhkan penentuan bilangan kurva sebagai
nilai bilangan kurva gabungan (CN composite).
∑𝑛𝑖=1 𝐴𝑖N𝑖
CN𝑐𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑒 = 𝑛
∑𝑖=1 𝐴𝑖
∑ 𝑖 (𝑄𝑠𝑖𝑚 − 𝑄𝑜𝑏𝑠)2
𝑁𝑎𝑠ℎ = 1 −
∑ 𝑖 (𝑄𝑜𝑏𝑠 − 𝑄𝑜𝑏𝑠 ∗)2
𝑝𝑟𝑜𝑦𝑒𝑘𝑠𝑖 − 𝑏𝑎𝑠𝑒𝑙𝑖𝑛𝑒
𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐶𝐻 = × 100
𝑏𝑎𝑠𝑒𝑙𝑖𝑛𝑒
𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐶𝐻
𝐶𝐻𝑝𝑟𝑜𝑦𝑒𝑘𝑠𝑖 = 𝐷𝑎𝑡𝑎 𝑜𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑎𝑠𝑖 + (𝐷𝑎𝑡𝑎 𝑜𝑏𝑠𝑒𝑟𝑣𝑎𝑠𝑖 )
100
Data curah hujan pada penelitian ini menggunakan data dari 6 stasiun
pengamatan yang tersebar di DAS Ciliwung Hulu. Ada dua tipe waktu curah hujan
yang digunakan sebagai input, yaitu curah hujan harian dari 6 stasiun pengamatan
dan 1 data curah hujan time-series berupa data jam-jaman yang berpasangan dengan
data debit stasiun pengamatan. Model HEC-HMS membutuhkan data curah hujan
wilayah sebagai input untuk masing-masing sub-DAS. Penentuan curah hujan
wilayah ditentukan menggunakan metode poligon Thiessen dengan input berupa
bobot curah hujan setiap sub-DAS. Bobot ini dihasilkan dari perhitungan luas
poligon pada masing-masing luas sub-DAS terhadap luasan DAS total. Kombinasi
antara bobot poligon dan data curah hujan harian akan menghasilkan curah hujan
wilayah.
Selain curah hujan pengamatan, dibutuhkan curah hujan proyeksi yang
digunakan untuk simulasi. Curah hujan proyeksi yang digunakan merupakan curah
hujan pada tahun yang sama dengan penggunaan lahan tahun proyeksi (RTRW
tahun 2025). Curah hujan proyeksi berasal dari model GCM IPSL-CM5A-LR tahun
2025 dengan skenario RCP 4.5. Global Circulation Models (GCMs) ini digunakan
karena telah dianggap sebagai sumber utama dalam kajian evaluasi dampak
hidrologi selama dekade terakhir ini (Dau 2015). Sebelum digunakan, curah hujan
model ini disesuaikan dengan curah hujan observasi menggunakan faktor koreksi
hingga diperoleh curah hujan model terkoreksi.
Tabel 6 Perbandingan curah hujan wilayah selama 2 hari dari model IPSL-CM5A-
LR dan pengamatan di setiap sub-DAS
Curah Hujan
Sub-DAS Perubahan Model
Pengamatan
(%) (IPSL-CM5A-LR)
Ciesek 8,9 48,2 60,3
Ciseuseupan 8,9 19,1 24,0
Tugu 8,9 69,3 86,7
Cibogo 8,9 48,5 60,7
Cisarua 8,9 68,7 86,0
Cisukabirus 8,9 54,9 68,7
Klasifiksi tanah dibagi menjadi dua kategori yaitu klasifikasi tanah menurut
USDA dan berdasarkan kelompok hidrologi tanah/Hydrologic Soil Group (HSG).
Dalam kaitannya dengan pemodelan ini, hasil klasifikasi tanah menurut USDA
dikelompokkan ulang hingga menjadi kelompok HSG. Dalam penelitian ini
dihasilkan 4 jenis tanah menurut HSG yaitu A, B, C, dan D (lihat Tabel 5 diatas).
Luas jenis tanah DAS Ciliwung Hulu dibagi berdasarkan sub-DAS; ini dilakukan
untuk mempermudah analisis parameter model hidrologi pada masing-masing sub-
DAS.
DAS Ciliwung Hulu memiliki 5 jenis tanah menurut klasifikasi USDA. Jenis
tanah terluas adalah asosiasi andosol coklat dan regosol coklat (Gambar 6A), ini
mencakup area seluas 5129,27 ha. Tanah ini memiliki kemampuan drainase yang
baik dengan karakteristik tekstur berada pada kisaran sedang sampai kasar. Tanah
ini secara HSG diklasifikasikan dalam kelompok B. Jenis tanah terkecil adalah
tanah latosol coklat tua kemerahan dengan luas 80,20 ha, jenis tanah ini berada di
dekat outlet SPAS Katulampa dan memiliki kelerengan yang paling rendah
dibandingkan wilayah DAS Ciliwung Hulu lainnya. Tekstur jenis tanah ini adalah
sangat halus dan umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian (Mc Cuen 1982;
Risyanto 2007).
Jenis tanah asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat memiliki
kemampuan drainase yang baik dengan tekstur sedang sampai halus. Secara HSG
jenis tanah ini diklasifikasikan ke dalam kelompok C dan banyak dimanfaatkan
untuk kegiatan perkebunan di kawasan Ciliwung Hulu. Jenis tanah latosol coklat
memiliki tekstur tanah yang halus dan secara HSG dikempokkan pada kelompok D
dengan laju infiltrasi minimum 0-25,4 mm/jam. Terakhir adalah jenis tanah
kompleks regosol kelabu dan litosol. Tanah ini memiliki sifat drainase yang cepat
dalam meloloskan air dan teksturnya kasar. Cakupan dari jenis tanah ini berada di
selatan, tepat di lereng Gunung Pangrango. Jenis tanah ini tidak dimanfaatkan
dalam aktivitas penduduk karena umumya berada di lereng yang curam dan
dikelilingi hutan serta boros air (Mc Cuen 1982; Risyanto 2007).
18
Gambar 7 Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu A) Tahun 2000; B) Tahun
2012; C) RTRW 2005-2025
Tabel 7 Luas pengggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 2000, 2012, dan
RTRW
Tahun 2000 Tahun 2012 RTRW
Penggunaan Lahan Luas Luas Luas
(%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha)
Hutan 41,0 6094,2 36,9 5481,6 49,4 7320,7
Lahan Terbuka 17,7 2634,5 4,1 602,1 0,0 0,0
Perkebunan 27,3 4058,4 14,9 2214,8 10,2 1515,4
Permukiman 8,5 1262,3 13,7 2037,7 25,7 3806,2
Pertanian Lahan Kering 37,0 336,7 27,5 4085,9 14,8 2189,2
Sawah 3,2 468,3 3,0 440,4 0,0 0,0
Dalam penelitian ini penggunaan lahan tahun 2012 dipilih sebagai masukan
model HEC-HMS untuk selanjutnya penggunaan lahan dianalisis untuk
mendapatkan parameter penyusun model yang dipengaruhi oleh land use yaitu, loss
dan transform. Nilai kedua parameter tersebut dijadikan masukkan untuk
membangun hidrograf aliran model sesuai dengan kondisi pengamatan dan
simulasi.
Parameter loss terdiri dari initial abstraction, curve number (CN), dan
imperviousnes. Sedangkan parameter transform dalam metode SCS berupa nilai
lag time (tl). Parameter loss models dan transform models pada penelitian ini
menggunakan metode SCS. Pendekatan metode ini sudah diterapkan di beberapa
negara, karena metode ini mempertimbangkan bentuk penggunaan lahan, sifat
hidrologi tanah dan dapat dilakukan pada daerah yang tidak terukur (Risyanto
2007). Metode CN-SCS ini telah banyak diaplikasikan untuk menghitung limpasan
permukaan di DAS Ciliwung Hulu (Irianto 2000; Risyanto 2007; Putiamini S
2014). Model Soil Concervation Service (SCS) Curve Number (CN) dapat dipilih
untuk memperkirakan limpasan dan debit puncak yang dihasilkan oleh skenario
penggunaan lahan masa depan sesuai penelitian yang dilakukan oleh Chen et al.
(2009).
20
Tabel 8 Nilai parameter loss dan transform pada pengggunaan lahan berdasarkan
kondisi existing dan RTRW
Loss Transform
Penggunaan SCS Loss model SCS UH
Sub DAS
Lahan Initial Imperviousness Time Lag
CN
Abstraction (%) (jam)
Tugu 16,0 76 6,6 73,2
Cisarua 21,8 70 5,4 92,5
Cibogo 10,8 82 6,9 44,5
Existing
Cisukabirus 24,1 68 4,3 84,8
Ciesek 13,5 79 5,0 65,1
Ciseuseupan 7,1 88 11,8 47,4
Tugu 20,7 71 7,5 87,7
Cisarua 29,8 63 6,1 115,0
Cibogo 17,0 75 6,5 60,9
RTRW
Cisukabirus 26,4 66 4,4 90,2
Ciesek 17,6 74 4,9 78,2
Ciseuseupan 8,6 86 27,9 53,8
Debit
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52
Waktu (t kumulatif) (jam)
Nilai debit puncak yang tinggi menunjukan bahwa intensitas curah hujan
yang tinggi pada periode DJF berpengaruh pada debit puncak maksimum yang
terjadi di DAS Ciliwung Hulu. Selain dari curah hujan, debit juga dihasilkan dari
baseflow/aliran dasar yang dihasilkan menggunakan metode pemisahan aliran
dasar.
Metode pemisahan aliran dasar yang digunakan adalah metode garis lurus.
Hasil dari pemisahan tersebut adalah baseflow dan direct runoff (limpasan
langsung). Direct runoff menginterpretasikan banyaknya air yang langsung
melimpas di permukaan jika terjadi curah hujan yang telah melampaui kapasitas
infiltrasi. Nilai direct runoff bisa didapatkan dari perhitungan selisih antara debit
dan baseflow. Besarnya nilai limpasan langsung juga dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi, jenis tanah, dan kondisi penggunaan lahan.
22
Uji sensitifitas parameter dan kalibrasi dilakukan setelah proses input semua
parameter dan model selesai dijalankan (dirunning). Hasil uji sensitifitas
menunjukkan ada 4 parameter yang sensitif yaitu, CN, Ia, time lag, dan initial
discharge. Kalibrasi dilakukan untuk mendapatkan parameter yang tepat untuk
mendapatkan hasil hidrograf aliran model yang mendekati nilai pengamatan.
Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan hidrograf perhitungan model dengan
hidrograf pengamatan (Farid et al. 2011; USACE 2013).
55
50
45
40
F low ( c ms )
35
30
25
20
15
10
12:00 00:00 12:00 00:00
23Dec2012 24Dec2012 25Dec2012
Hasil hidrograf aliran model ini dibangun dari penggunaan lahan existing dan
curah hujan terpilih pada tanggal 23 hingga 25 Desember 2012. Hidrograf ini juga
ditetapkan sebagai kondisi baseline yang merupakan simulasi awal dari 4 simulasi
yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Hasil hidrograf aliran HEC-HMS yang
telah ditetapkan sebagai kondisi baseline berasal dari kalibrasi parameter sensitif
yang dilakukan secara berulang.
24
Simulasi pada penelitian ini menggunakan dua variabel yang diubah yaitu
curah hujan dan penggunaan lahan. Hasil yang diharapkan adalah respon hidrologi
dari DAS Ciliwung hulu terhadap empat kondisi yang disimulasikan (baseline,
skenario-1, skenario-2, dan skenario-3). Pendekatan menggunakan beberapa
skenario dapat menyajikan kemungkinan yang akan terjadi terhadap respon
hidrologi di masa depan; sesuai penelitian yang dilakukan Mc Coll dan Agget
(2007) pendekatan tersebut dilakukan dengan cara membandingkan hasil prediksi
debit puncak yang dihasilkan dari skenario penggunaan lahan masa depan.
Pendekatan gabungan melalui kombinasi dari model hasil perubahan penggunaan
lahan dan hidrograf aliran akan menjadi cara yang tepat untuk mendapatkan nilai
debit puncak akibat perubahan lahan yang terjadi (Beighley et al. 2003).
25
70
60
50
F low ( c ms )
40
30
20
10
12:00 00:00 12:00 00:00
23Dec2012 24Dec2012 25Dec2012
Peningkatan nilai debit puncak dan volume aliran dapat berimplikasi pada
ketidakseimbangan kondisi hidrologi suatu daerah aliran sungai, yaitu pada saat
hujan akan mengalami kelebihan air yang menyebabkan terjadinya banjir, terutama
di wilayah hilir. Kondisi ini didukung oleh penelitian Saghafian et al. (2008) yang
menyatakan bahwa peningkatan debit puncak (Qp) dan volume aliran, serta
penurunan waktu puncak (Tp) telah meningkatkan risiko banjir di wilayah hilir.
Berdasarkan kondisi tersebut informasi terhadap perubahan komponen hidrograf
sangat penting untuk mengetahui karakteristik DAS dalam merespon curah hujan.
Tidak dapat dihindari di tahun-tahun mendatang pola penggunaan lahan akan
berubah dan mempengaruhi tingginya puncak debit dan besarnya volume aliran
suatu DAS. Laju perubahan tidak dapat dihentikan, namun bisa untuk dikurangi dan
dikendalikan. Pada dua kondisi penggunaan lahan yang disimulasikan dapat dilihat
bahwa penggunaan lahan yang sesuai dengan arahan RTRW merupakan
penggunaan lahan yang cukup baik untuk meredam tingginya peningkatan debit
puncak maupun volume aliran yang dihasilkan ketika terjadi perubahan curah hujan
yang cenderung meningkat di masa depan. Tingginya peningkatan volume aliran
dan debit pucak dipengaruhi oleh luas wilayah yang terkonversi menjadi lahan
terbangun dan ketepatan manajemen risiko terkait banjir.
Tabel 13 Nilai elemen respon terhadap curah hujan pada 4 kondisi hasil simulasi
Volume (1000 m3)
Kondisi Direct Runoff/discharge
CH Loss Baseflow
Runoff volume
Baseline 8236,2 6293 1943,2 2311,4 4254,6
Skenario-1 8236,2 6702,7 1533,5 2314,2 3847,7
Skenario-2 8966,4 6653,6 2312,8 2321 4633,8
Skenario-3 8966,4 7123,8 1842,6 2311,3 4153.9
Nilai direct runoff (DRO) berasal dari selisih curah hujan dengan loss
ataupun selisih antara volume aliran/limpasan dengan baseflow. Perbandingan
antara DRO dengan loss dapat dijadikan indikator kapasitas dan kemampuan DAS
dalam menerima curah hujan. Skenario-1 memiliki perbandingan loss dengan DRO
tertinggi. Ini menunjukkan nilai loss masih memiliki selisih yang cukup besar
dibanding DRO, sehingga akan banyak air yang masih mampu diserap oleh DAS
sebelum menjadi DRO. Perbandingan terendah dihasilkan oleh skenario-2 yang
memiliki selisih loss dengan DRO yang paling rendah dan menunjukkan bahwa
kapasitas DAS dalam menyerap air sebelum menjadi DRO juga rendah.
Hasil uji sensitifitas terhadap jenis penggunaan lahan menunjukkan lahan
hutan menjadi jenis penggunaan lahan yang paling sensitif untuk menambah
limpasan. Dalam banyak kasus, penerapan perencanaan lahan dan pengelolaan
lahan yang buruk menyebabkan pengurangan tutupan lahan pervious dan
peningkatan area impervious. Jika kondisi ini terjadi pada lahan sensitif maka akan
berdampak buruk pada kuantitas limpasan air permukaan yang akan meningkat atau
menurun dalam jumlah yang besar (Beighley dan Moglen 2002).
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ali M et al. 2011. Simulation of the Impacts of Land-Use Change on Surface
Runoff of Lai Nullah Basin in Islamabad, Pakistan. Landscape and Urban
Plannig. 102: 271-279.
Amaguchi H et al. 2012. Development and testing of a distributed urban storm
runoff event model with a vector-based catchment delineation. Journal of
Hydrology. 420-421: 205-215.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Asdak, C. 2007. Hydrologi and Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan
Ketiga. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.
Babel M, Agarwal A, Swain D, Herath S. 2011. Evaluation of climate change
impacts and adaptation measures for rice cultivation in Northeast Thailand.
Climate Research. 46(2): 137-146.
Beighley, R.E., Moglen, G.E., 2002. Trend assessment in rainfall-runoff behavior
in urbanizing watersheds. Journal of Hydrologic Engineering. 7(1): 27–34.
Beighley R E, Melack M, Dunne T. 2003. Impacts of California’s climatic regimes
and coastal land use change on streamflow characteristics. Journal of the
American Water Resources Association. 39: 1419–1433.
[BPDAS Citarum-Ciliwung]. Balai Penelitian Daerah Aliran Sungai Citarum-
Ciliwung. 2007. Laporan Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai
Ciliwung untuk Pengendalian Banjir Tahun 2007.
Chen Y et al. 2009. Impacts of Land Use Change Scenarios on Storm-Runoff
Generation in Xitiaoxi Basin, China. Quaternary International. 121-128.
Dau QV. 2015. An Assessment of Potential Climate Change on Flood Risk in
Central Vietnam. European Scientific Journal. 1: 1857 – 7881.
Faqih A, Buono A, Boer R. 2011. Current and future climate, ENSO impacts and
extreme weather events. The Assessment of Economics of Climate Change in
the Pacific (Final Report). Bogor (ID): CCROM-SEAP IPB. 2: II-7.
Farid et al. Modeling Flood Runoff Response to Land Cover Change with Rainfall
Spatial Distribution in Urbanized Catchment. Journal of Japan Society of
Civil Engineers, Ser. B1 (Hydraulic Engineering). 67(4): 19-24.
Garc'ia A et al. 2008. Surface water resources assessment in scarcety gauged basins
in the north of Spain. J Hydrol. 356:312-326.
Gebre SL, Ludwig F. 2015. Hydrological Response to Climate Change of the Upper
Blue Nile River Basin: Based on IPCC Fifth Assessment Report (AR5). J
Climatol Weather Forecasting. 3: 121.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Lahan. Yogyakarta (ID): Gadjah mada University Press.
Hartanto N. 2009. Kajian Respon Hidrologi Akibat Perubahan Penggunaan Lahan
pada DAS Separi Menggunakan Model HEC-HMS [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Harto S. 2000. Hidrologi, Teori-masalah-penyelesaian. Yogyakarta (ID): Nafiri.
[IPCC]. 2013. Climate change 2013 of the physical science basis. Working group
I, fifth assessment report of intergovernmental panel for climate change,
summary for policy makers; 2013; Switzerland (CH): IPCC.
Irianto S. 2000. Kajian Hidrologi Daerah Aliran Sungai Ciliwung menggunakan
Model HEC-1 [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
29
Lillesand TM, Kiefer RW. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Cetakan Ketiga. Yogyakarta(ID): Gajah Mada University Pr.
McCuen HR. 1982. A Guide to Hydrologic Analysis Using SCS Methods. Prentice
Hall Inc. New Jersey (US): Englewoods Cliffs.
[MoE]. Ministry of Environment, Republic of Indonesia. 2010. Indonesia Second
National Communication under The United Nations Framework Convention
on Climate Change (UNFCCC).
Moss R. et al. 2008. Towards New Scenarios for Analysis of Emissions, Climate
Change, Impacts, and Response Strategies. Intergovermental Panel on
Climate Change. Geneva. 132.
Nash JE, Sutcliffe JV. 1970. River flow forecasting through conceptual models:
Part I—A discussion of principles. Journal of Hydrology. 10: 282–290.
Naylor et al. 2007. Assessing Risk of Climate Change for Indonesian Rice
Agricultur. Proceeding of the National Academy of Sciences (PNAS). 104:
19.
Pawitan H. 2006. Kajian Dampak Perambahan Hutan Taman Nasional Lore Lindu
Terhadap Fungsi Hidrologi dan Beban Erosi. Lembaga Penelitian dan
Pemberdayaan Masyarakat. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi DT. 2011. Analisis hidrograf aliran menggunakan HEC-HMS (studi kasus:
DAS Citarum Hulu) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Putiamini S. 2014. Pemodelan spasial kejadian banjir daerah aliran Ci Liwung Hulu
[tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Rientjes THM, Perera BUJ, Haile AT, Reggiani P, Muthuwatta LP. 2011.
Regionalisation for lake level simulation-the case of Lake Tana in the Upper
Blue Nile, Ethiopia. Hydrol Earth Syst Sci. 15:1167-1183.
Risyanto. 2007. Aplikasi HEC-HMS untuk perkiraan hidrograf aliran di DAS
Ciliwung bagian hulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Rustiadi E, Barus B, Prastowo, Iman LS. 2010. Kajian Daya Dukung Lingkungan
Hidup Provinsi Aceh. Jakarta (ID): Crestpent Pr.
Saghafian B, Farazjoo, Hassan, Bozorgy, Babak, Yazdandoost, Farhad. 2008. Flood
intensification due to changes in land use. Water Resource Management. 22:
1051–1067.
Seyhan E. 1977. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr.
Subarkah I. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung (ID):
Penerbit Idea Dharma.
Susandi A, Indriani H, Mamad T, Irma N. 2008. Dampak perubahan iklim terhadap
ketinggian muka laut di wilayah Banjarmasin. J Ekon Ling. 12(2).
Swandayani TH. 2010. Pemetaan kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim
dan adaptasi berbasi ekosistem hutan (studi kasus: DAS Ciliwung). [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[USACE] US Army Corps of Engineers, Hydrologic Engineering Center. 2013.
HEC-HMS Hydrologic Modelling System: User’s Manual, Version 4.0.
[internet]. [diunduh20 Maret 2015]. Tersedia pada:
http://www.hec.usace.army.mil/software/hec-hms.
30
Lampiran
Lampiran 1 Peta penggunaan lahan tahun 2012 dan peta Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) DAS Ciliwung Hulu tahun 2005-2025
31
Lampiran 2 Peta jenis tanah dan peta kelompok hidrologi tanah DAS Ciliwung
Hulu
32
Lampiran 3 Bilangan kurva untuk berbagai tipe penggunaan lahan dan jenis tanah
Kelompok
No. Penggunaan Tanah/ Perlakuan/ Kondisi Hidrologi Hidrologi Tanah
A B C D
1 Permukiman
Luas kapling (m2):
500 77 85 90 92
1000 61 75 83 87
1300 57 72 86 86
2000 54 70 80 85
4000 51 68 79 84
2 Tempat parkir aspal, atap, jalan aspal dan lain-lain 98 98 98 98
3 Jalan Umum:
Beraspal dan bersaluran pembuangan 98 98 98 98
Kerikil 76 85 89 91
Tanah 72 82 87 89
4 Daerah pertokoan (85% kedap) 89 92 94 95
5 Daerah industri (75% kedap) 81 88 91 93
6 Tempat terbuka, padang rumput yang dipelihara,
taman, lapangan golf, kuburan dan lain-lain
Kondisi baik : 75% atau lebih tertutup rumput 39 61 74 80
Kondisi sedang : 50 % - 75% tertutup rumput 49 69 79 84
7 Bera larian menurut lereng 77 86 91 94
8 Tanaman semusim (dalam baris)
Menurut lereng – buruk 72 81 88 91
Menurut lereng – baik 67 78 85 89
Menurut kontur – buruk 70 79 84 88
Menurut kontur – baik 65 75 82 86
Kontur & teras – buruk 66 74 80 82
Kontur & teras – baik 62 71 78 81
9 Padi – padian:
Menurut lereng – buruk 65 76 84 88
Menurut lereng – baik 63 75 83 87
Menurut kontur – buruk 63 74 82 85
Menurut kontur – baik 61 73 81 84
Kontur & teras – buruk 61 72 79 82
Kontur & teras – baik 59 70 78 81
10 Leguminosa ditanam rapat atau pergiliran tanaman
padang rumput
Menurut lereng – buruk 66 77 85 89
Menurut lereng – baik 58 72 81 85
Menurut kontur – buruk 64 75 83 85
Menurut kontur – baik 55 69 78 83
33
Kelompok
No. Penggunaan Tanah/ Perlakuan/ Kondisi Hidrologi Hidrologi Tanah
A B C D
10 Kontur & teras – buruk 63 73 80 83
Kontur & teras – baik 51 67 76 80
11 Padang rumput penggembalaan
Buruk 68 79 86 89
Sedang 49 69 79 84
Baik 39 61 74 80
Menurut kontur-Buruk 47 67 81 88
Menurut kontur Sedang 25 59 75 83
Menurut kontur Baik 36 35 70 79
12 Padang rumput potong 30 58 71 78
13 Hutan
Buruk 45 66 77 83
Sedang 36 60 73 79
Baik 25 55 70 77
14 Perumahan petani 59 74 82 86
Sumber : Arsyad (2010)
1 0.0 0.0
2 0.0 0.0
3 0.0 0.0
4 0.1 0.1
5 0.0 0.0
6 0.0 0.0
7 0.0 0.0
8 0.0 0.0
9 0.0 0.0
10 0.0 0.0
11 0.0 0.0
12 0.0 0.0
13 0.3 0.4
14 0.0 0.0
15 0.0 0.0
16 0.0 0.0
17 0.0 0.0
18 0.0 0.0
24 Desember
19 0.0 0.0
20 0.0 0.0
21 0.0 0.0
22 0.0 0.0
23 0.0 0.0
24 0.0 0.0
1 0.0 0.0
2 0.0 0.0
3 0.0 0.0
4 0.0 0.0
5 0.0 0.0
6 0.0 0.0
7 0.0 0.0
8 0.0 0.0
25 Desember
9 0.0 0.0
10 0.0 0.0
35
1. Membuka aplikasi HEC-HMS yang telah diinstall di komputer dengan cara klik
star program pilih HEC-HMS atau dapat juga diakukan dengan cara double
klik pada icon HEC-HMS yang terdapat di dekstop
2. Membuat lembar kerja baru dengan cara pilih menu file klik new. Kemudian
akan tampil jendela create a new project. Isi nama lembar kerja, deskripsi, lokasi
penyimpanan file, dan pilih metric untuk default unit system. Selanjutnya klik
create.
Running dilakukan dengan cara pilih menu compuet klik compute run,
kemudian proses running akan berjalan. Setelah selesai (100%), klik finish.
Hasil running dapat dilihat menggunakan menu atau bisa dengan
cara pilih menu result klik pada salah satu menu dari empat menu tersebut.
Dibawah ini adalah hasil running pada elemen junction Katulampa yang
merupakan titik akhir dari aliran DAS Ciliwung Hulu.
43
Gambar dibawah ini merupkan contoh tampilan grafik hasil running setelah
kalibrasi dari salah satu elemen subbasin yaitu sub-DAS Cisarua.
45
RIWAYAT HIDUP