SYAFDIANE
Syafdiane
NIM G24140065
ABSTRAK
SYAFDIANE. Analisis Hidrologi Rencana Pembangunan Waduk Ciawi di DAS
Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN.
Banjir ekstrem di DKI Jakarta belakangan ini terjadi hampir setiap tahun.
Hal ini terkait dengan peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk. Wilayah DAS bagian hulu berfungsi
sebagai daerah peresapan air untuk mengurangi aliran permukaan. Pembangunan
waduk di DAS Ciliwung hulu merupakan salah satu upaya dari program
pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. DKI Jakarta terletak di hilir
DAS Ciliwung, yang mendapatkan dampak dari pengelolaan DAS bagian hulu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur akumulasi simpangan debit
harian di Waduk Ciawi, dan mengetahui surplus dan defisit dari Waduk Ciawi.
Penelitian ini menggunakan metode NRCS (Natural Resources Conservation
Service) untuk pendugaan debit dan metode Ripple untuk menghitung kapasitas
waduk dari hasil akumulasi keadaan surplus dan defisit. Kapasitas waduk sangat
penting karena fungsi utama dari waduk adalah sebagai tempat penyimpanan air.
Luas DTA Waduk Ciawi yaitu 88.5 km2, nilai debit harian di DTA Waduk Ciawi
dihitung dengan asumsi debit proposional terhadap luas DAS. Data debit harian
dari tahun 2007-2017 digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis
kapasitas Waduk Ciawi dengan menghitung surplus dan defisit, yang merupakan
hasil akumulasi secara kontinu dari tahun ketahun. Kapasitas sebesar 23.5 juta m3
merupakan besaran tampungan volume waduk yang dibutuhkan untuk
menanggulangi bencana banjir dengan periode ulang 11 tahun. Waduk Ciawi
dengan konsep dry dam dirancang dengan kapasitas 6.4 juta m3 dibangun untuk
menampung air pada suatu kejadian sehingga dapat mengendalikan banjir. Waduk
dengan desain tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk irigasi maupun sebagai
pemasok air wilayah sekitar, hal tersebut berbeda dengan konsep waduk existing.
Kata kunci: banjir, DAS Ciliwung Hulu, debit aliran, Waduk Ciawi
ABSTRACT
Extreme floods in DKI Jakarta have recently occurred almost every year. This is
related to the increasing intensity of changes in land use change along with the
increase in population. The upstream watershed area functions as a water
infiltration area to reduce surface flow. The construction of reservoirs in the
upper Ciliwung watershed is one of the efforts of the government program to
overcome these problems. DKI Jakarta is located in the lower reaches of the
Ciliwung watershed, which has the impact of upstream watershed management.
The purpose of this study was to measure the accumulation of daily debit
deviation in Ciawi Reservoir and to find out the surplus and deficit of the Ciawi
Reservoir. This study uses the NRCS (Natural Resources Conservation Service)
method for estimating debits and the Ripple method to calculate reservoir
capacity from the results of the accumulation of surplus and deficit conditions.
Reservoir capacity is very important because the main function of the reservoir is
to store water. The Ciawi Reservoir catchment area is 88.5 km2, the daily
discharge value in the Ciawi Reservoir is calculated by assuming a proportional
discharge to the watershed area. Daily debit data from 2007-2017 was used in
this study to analyze the capacity of Ciawi Reservoir by calculating the surplus
and deficit, which are the results of continuous accumulation from year to year. A
capacity of 23.5 million m3 is the amount of reservoir volume needed to overcome
floods with an 11-year return period. The Ciawi reservoir with the dry dam
concept is designed with a capacity of 6.4 million m3 built to hold water in an
event so that it can control flooding. Reservoir with the design cannot be used for
irrigation or as a supplier of water in the surrounding area, it is different from the
concept of the existing reservoir.
Key words: flood, Ciliwung Hulu Watershed, flow out, Ciawi Reservoir
ANALISIS HIDROLOGI RENCANA PEMBANGUNAN
WADUK CIAWI DI DAS CILIWUNG HULU
SYAFDIANE
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Departemen Geofisika dan Meteorologi
Syafdiane
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
DAS Ciliwung Hulu 2
Curah Hujan 3
Konsep Ripple 3
Debit Sungai dan Aliran Permukaan 3
Limpasan dan Curve Number 4
Waduk Ciawi 4
METODE 5
Waktu dan Tempat 5
Alat dan Bahan 5
Prosedur Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi DAS Ciliwung Hulu 8
Deskripsi Data Curah Hujan dan Debit Harian 11
Pendugaan Debit Harian dengan Metode NRCS 12
Analisis Kapasitas Waduk Ciawi 14
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19
RIWAYAT HIDUP 24
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1. Wilayah di DAS Ciliwung Hulu 2
2. Lokasi Waduk Ciawi 8
3. Curah Hujan Rata-rata Bulanan 11
4. Curah Hujan Tahunan 12
5. Simulasi Debit harian dengan metode NRCS di Ciliwung Hulu 13
6. Korelasi debit observsi dan debit hasil perhitungan 14
7. Akumulasi Simpangan Debit Harian terhadap Rata-rata 15
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Teknis Bendungan Ciawi 19
2. Data Teknis Operasi Pengendalian Banjir Bendungan Ciawi 21
3. Gambar Denah Bendungan Ciawi 22
4. Peta Kelompok Hidrologi Tanah (KHT) DAS Ciliwung 20
5. Tabel Kejadian Banjir Besar di DAS Ciliwung Hulu 21
6. Tabel Nilai CN jenis tutupan lahan pada setiap kelompok hidrologi tanah 21
7. Tabel Hydrological Soil Group 21
PENDAHULUAN
Latar Belakang
penghujan datang, selain itu waduk ini dapat juga dimanfaatkan sebagai lokasi wisata
karena akan dibangun taman sekitar bendungan ini (Laporan Akhir Bendungan
Ciawi; PT Indra Karya 2015).
Perumusan Masalah
Air kiriman dari Bogor melalui DAS Ciliwung yang berimbas banjir di Kota
Jakarta menjadi masalah setiap tahunnya terutama pada musim hujan. Rencana
pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan membangun Waduk
Ciawi di DAS Ciliwung Hulu menggunakan konsep dry dam. Penentuan debit
puncak yang berpotensi menyebabkan banjir sangatlah berguna demi dilakukannya
upaya adaptasi dan mitigasi bencana. Aliran permukaan adalah air yang mengalir di
atas permukaan tanah atau bumi yang menjadi penyumbang terbesar kejadian banjir.
Upaya pencegahan bencana banjir harus dilakukan dengan cara mengendalikan air
kiriman yang menyebabkan banjir pada wilayah tertentu setiap tahunnya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur akumulasi simpangan debit
harian dengan menghitung surplus dan defisit, sehingga dapat diketahui kapasitas
waduk yang dibutuhkan untuk pengendalian banjir di DKI Jakarta.
TINJAUAN PUSTAKA
ketinggian ± 367.005 m di atas permukaan laut serta berada pada 6 38‟ 0”LS dan 106
50 ‟ 13” BT terletak di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur. Ditinjau dari
kondisi geomorfologinya dari daerah ini dibentuk oleh gunung api muda dari
Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango, rangkaian pegunungan api tua dari
Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan (Riyadi
2003). Daerah yang termasuk ke dalam DAS Ciliwung Hulu meliputi Kecamatan
Cisarua, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Megamendung dan
Kota Bogor Timur. Kondisi iklim pada wilayah kajian berdasarkan klasifikasi
Oldeman termasuk ke dalam tipe-B dengan jumlah bulan basah (>200 mm) berturut-
turut 7-9 bulan dengan tidak mengalami musim kering. Curah hujan tahun berkisar
antara 2294-4082 mm/tahun (Laporan Akhir Bendungan Ciawi; PT Indra Karya
tahun 2015)
Curah Hujan
Hujan yang jatuh di suatu DAS akan berubah menjadi aliran di sungai. Hal ini
berarti terdapat suatu hubungan antara hujan dan debit aliran yang tergantung pada
karakteristik DAS. Kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun dalam suatu
DAS akan dikonversi menjadi aliran sungai, baik melalui limpasan permukaan
(surface runoff), aliran antara (interflow, sub-surface runoff), maupun sebagai aliran
air tanah (groundwater flow). Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan
per satuan waktu (Suripin 2003). Sifat umum hujan adalah semakin singkat waktu
hujan turun maka intensitasnya cenderung makin tinggi dan semakin besar periode
ulangnya maka semakin tinggi pula intensitasnya.
Konsep Ripple
Ripple diagram atau disebut dengan Kurva massa adalah garis yang
memperlihatkan debit aliran pada waktu tertentu. Selama debit pada sungai tinggi maka
air yang mengalir di sungai harus disimpan. Hal ini dilakukan untuk mengontrol air agar
tidak menggenangi wilayah hilir dan menjamin persediaan air ketika memasuki musim
kemarau. Konsep ini memperlihatkan debit aliran selama waktu tertentu dengan asumsi
apabila komulatif draft lebih besar lebih besar dari komulatif inflow maka waduk
dianggap tidak dapat melayani kebutuhan atau kegagalan. Metode ini pertama kali
dikemukakan oleh Ripple tahun 1883 untuk menghitung besarnya kapasitas tampung
waduk yang memadai pada saat tingkat kebutuhan air tertentu (Bharali 2015).
Perhitungan Kapasitas dengan ide pada konsep Ripple ini merupakan metode
sederhana dengan menghitung keadaan surplus maksimum dan defisit maksimum.
Sehingga dapat diketahui kapasitas yang harus disediakan waduk untuk mengontrol air
agar saat keadaan surplus air dapat tertampung pada waduk dan saat defisit air pada
waduk tidak kering.
Besarnnya debit aliran pada suatu sungai tidak mudah untuk di ukur, tinggi
muka air biasanya menjadi angka yang menjadi acuan sebagai pemantau. Nilai tinggi
muka air kemudian digunakan untuk menduga besarnya debit yang terjadi pada
sungai atau DAS. Debit puncak atau bisa dikatakan banjir, diperlukan untuk
merancang bangunan pengendali banjir. Debit aliran sungai terdiri dari beberapa
4
komponen yaitu aliran permukaan, aliran bawah tanah, aliran air tanah, dan air yang
berasal langsung dari hujan. Menurut Windarto et al. (2008) limpasan permukaan
dapat diartikan sebagai air yang dalam perjalanannya menuju lokasi tertentu yang
selalu berada diatas permukaan tanah. Aliran permukaan jika terjadi dalam jumlah
yang banyak dan dapat menjadi faktor penting sebagai penentu debit sungai.
Waduk Ciawi
Definisi waduk secara umum adalah tempat pada permukaan tanah yang
berfungsi untuk menampung air saat kelebihan air agar air tersebut dapat
dimanfaatkan ketika datang musim kering. Waduk tidak menghasilkan air tetapi
sebagai pengontrol air terhadap suatu wilayah dan memungkinkan pengaturan
kembali distribusi air yang telah tertampung terhadap waktu. Sumber air
wadukberasal dari aliran permukaan dengan air hujan langsung. Air yang di tampung
dalam waduk dapat dimanfaatkan untuk keperluan irigasi, air minum, industri, dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Hal ini menyimpulkan bahwa waduk dimanfaatkan
untuk mengatur air sehingga ketika terjadi surplus atau kelebihan air saat musim
hujan air dapat ditampung, dan air dapat digunakan ketika memasuki musim kering
dan terjadi kekurangan air.Waduk Ciawi akan dibangun dengan menggunakan
konsep bendungan kering (dry dam). Waduk ini dirancang untuk mengontrol banjir
saat terjadi hujan berintensitas tinggi dengan cara mengurangi kenaikan debit aliran
yang cepat ketika terjadi surplus dansehingga air tidak langsung mengalir kebagian
hilir (Oshikawa Hideo, Imamura, Komatsu 2012).
Informasi yang terdapat dalam Laporan Akhir Bendungan Ciawi; PT Indra
karya (2015) bahwa UPT Pengairan Wilayah Ciawi menyebutkan kurang lebih
empat desa akan dijadikan lokasi pembangunan waduk di dua kecamatan, yakni
Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Megamendung. Desa-desa itu adalah Desa Cibogo,
Desa Gadog, dan Desa Cipayung (Datar dan Girang) di Kecamatan Megamendung.
Waduk tersebut dikenal dengan Waduk Ciawi karena pintu masuk air melalui Ciawi.
Tujuan pembangunan Waduk Ciawi menurut Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta
adalah mereduksi debit puncak banjir Sungai Ciliwung, menyediakan air baku
wilayah Bogor dan DKI Jakarta, meningkatkan intensitas tanam daerah irigasi
Katulampa dan Cibanon, menyediakan air untuk penggelontoran ke Bogor dan DKI
Jakarta, dan sebagai objek pariwisata dan konservasi sumberdaya air.
5
METODE
ProsedurAnalisis Data
digunakan untuk menghitung debit aliran permukaan adalah sebagai berikut (Neitsch
et al 2005; Arsyad 2010):
(P − 0,2S)2
Q=
(P + 0,8S)
Keterangan:
Q = tebal aliran permukaan (mm)
P = curah hujan (mm)
S = retensi potensial maksimum (mm)
25400
S= − 254
CN
Keterangan:
S = retensi potensial maksimum (mm)
CN = bilangan kurva yang nilainya berkisar antara 0 hingga 100
Keterangan:
Ai = luas lahan dengan penutupan tanah jenis i.
CNi = curve number jenis penutupan tanah i.
n = jumlah jenis penutupan lahan.
Validasi
Uji ketelitian penggunaan metode NRCS dalam perhitungan untuk
mendapatkan data debit harian dilakukan dengan menggunakan persamaan :
(Qₒ−Qᵢ)²
R2= 1 − (Qₒ−Ō)²
Keterangan :
7
R2 = koefisien determinasi
Qo = debit terukur (m3/s)
Qi = debit terhitung (m3/s)
Ō = rata-rata debit terukur (m3/s)
DTACiawi
QDTA Ciawi(i) = DTACiliwungHulu 𝑥 QKatulampa(i)
Keterangan :
QDTA Ciawi(i) = debit di Daerah Tangkapan Air Waduk Ciawi hari ke-i
DTA Ciawi = luas Daerah Tangkapan Air di Ciawi (88.5 km2)
DTA Ciliwung Hulu = luas Daerah Tangkapan Air di Ciliwung Hulu (146 km2)
QKatulampa = debit hari ke-i di Pos Katulampa
Keterangan :
K(i) = kapasitas waduk tahun i
Smax(i) = besar surplus maksimum tahun i
Dmax(i) = besar defisit maksimum tahun i
8
Sungai Ciliwung bagian hulu berada di lereng utara Gunung Pangranggo (El. +
3.019 m). Sungai ini mengalir ke hilir dan alirannya melalui Bogor, Depok, dan
Pintu Air Manggarai. Sungai Ciliwung memiliki total panjang sungai sebesar 100.8
km dengan lebar antara 30 – 60m. Airsungai Ciliwung mengalir ke Kanal Banjir
Barat di Manggarai yang berasal dari Gunung Pangrango dan melewati kota Bogor
dan kota Depok.Lokasi Waduk Ciawi yang diperkirakan berada pada koordinat
6°39'28.88" LS dan 106°52'54.22" BT. Waduk Ciawi berada di Sungai Ciliwunghulu
pertemuan sungai Cisukabirus dengan sungai Ciliwung dengan beberapa anak sungai.
UPT Pengairan Wilayah Ciawi menginformasikan bahwa lebih dari empat desa akan
dijadikan lokasi pembangunan waduk di dua kecamatan, yakni Kecamatan Ciawi dan
Kecamatan Megamendung. Desa-desa itu adalah Desa Cibogo, Desa Gadog, dan
Desa Cipayung (Datar dan Girang) di Kecamatan Megamendung.
Tabel 1 Penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 2008 (Tikno et al. 2012)
Jenis Penutupan Lahan Luas (km2) Luas (%)
Hutan 60.65 39.84
Kebun campuran/Tegalan 53.69 35.27
Lahan terbuka 0.87 0.57
Perkebunan 10.56 6.94
Permukiman 9.83 6.46
Sawah 19.28 12.67
Semak belukar 4.83 3.18
Tubuh air 1.03 0.68
Total 160.78 100
Tabel 2 Nilai Bilangan Kurva pada Tiap Jenis Tutupan Lahan di Ciliwung hulu
Kelompok Hidrologi Tanah
Jenis Tutupan 2
Luas (km )
Lahan C D
Hutan 60.65 70 -
Kebun Campuran / 53.69 - 84
Tegalan
Lahan Terbuka 0.87 - 90
Perkebunan 10.56 - 84
Permukiman 9.83 - 87
Sawah 19.28 - 87
Semak Belukar 4.83 - 84
Tubuh Air 1.03 98 98
Jenis tanah DAS Ciliwung hulu dalam Afrina(2013) termasuk dengan dominasi
jenis tanah kelompok D. Ada beberapa lokasi dengan ketinggian lereng yang lebih
tinggi yang termasuk dalam kelompok tanah jenis C. Pada wilayah hutan di DAS
Ciliwung hulu termasuk dalam KHT C dan mempengaruhi nilai CN yang dihasilkan.
Hutan merupakan wilayah dengan tutupan lahan yang efektif sebagai daerah resapan
karena memiliki laju infiltrasi tinggi sebagai wilayah dengan kemampuan resapan air
yang baik. Wilayah dengan tutupan lahan kedap air dan sudah mengalami
pengerasan akan menyumbang aliran permukaan lebih banyak dibandingkan dengan
lahan hutan. Hal tersebut akan mempengaruhi kemampuan infiltrasi tanah (Arsyad
2010).
Menurut Tabel 2 jenis tanah kelompok D pada DAS Ciliwung hulu memiliki
keadaan tanah dengan potensi pengaliran yang tinggi, laju infiltrasi sangat lambat
untuk tanah liat dengan daya kembang tinggi dan tanah dengan muka air tanah
permanen yang tinggi. Sedangkan, jenis tanah kelompok C merupakan tanah dengan
laju infiltrasi lambat untuk tanah berbutir sedang sampai halus.
Nilai CN (Curve Number) dipengaruhi oleh beberapa parameter, seperti
tutupan lahan, kelompok tanah berdasarkan kondisi hidrologis, dan AMC
(Antecedent Moisture Conditions). AMC atau dapat disebut dengan kelengasan tanah
sebelumnya, yaitu menunjukkan kondisi tanah yang dipengaruhi hujan. Nilai CN
diketahui dari overlay peta tutupan lahan dan jenis tanah tahun 2008. Nilai CN pada
setiap kejadian hujan berbeda, hal ini dipengaruhi oleh AMC. Nilai CN atau bilangan
kurva menunjukkan potensi limpasan permukaan untuk kondisi hujan tertentu. Nilai
bilangan kurva bervariasi dari 0 hingga 100. Nilai tersebut menunjukkan potensi
terjadinya aliran berdasarkan tutupan lahan dan kelompok hidrologi tanah. Nilai
bilangan kurva berbanding lurus dengan potensi terjadinya aliran. Nilai bilangan
kurva yang semakin kecil maka potensi terjadinya aliran rendah, begitu pun
sebaliknya (Nurrizqi 2016).
11
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Waktu (bulan)
(bencana) dengan tinggi muka air ≥201 cm (BPBD Provinsi DKI Jakarta, 2018).
Data hidrologi yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Balai Besar
Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane, data peta dan beberapa tabel
bersumber dari literatur. Data debit yang digunakan merupakan data debit harian
observasi dengan rentang 11 tahun yaitu dari tahun 2007-2017 di Pos Katulampa.
Gambar 4 Curah Hujan Tahunan di Stasiun Curah Hujan Gn Mas tahun 2007-2017
Gambar 4 merupakan jumlah curah hujan tahunan sepanjang 11 tahun dari
2007-2017. Curah hujan terbesar terjadi pada tahun 2014 dengan jumlah 4387
mm/tahun, dan yang terendah terjadi pada tahun 2015 dengan jumlah 908 mm/tahun.
Data curah hujan yang tercatat di stasiun curah hujan Gunung Mas selama 11 tahun
memiliki rata-rata curah hujan tahunan sebesar 3213 mm. Tahun 2011, 2012, dan
2015 tercatat memiliki rata-rata curah hujan tahunan yang tergolong rendah selama
11 tahun tersebut dengan rata-rata curah hujan tahunan berturut-turut adalah 2483
mm dan 2917 mm, dan 908 mm. Jumlah hari hujan pada tahun 2011 adalah 196 hari,
yang berarti dalam setahun lebih banyak hari hujan dibandingkan jumlah hari tidak
hujan. Tahun 2012 juga memiliki jumlah hari hujan lebih banyak yaitu 198 hari.
Perbedaan jumlah hari hujan dan hari tidak hujan tidak terlalu jauh, serta intensitas
hujan yang rendah juga mempengaruhi rata-rata curah hujan tahunan pada tahun
tersebut. Tahun 2015 memiliki rata-rata curah hujan tahunan paling rendah dengan
jumlah hari hujan 91 hari sepanjang tahun. Pada tahun tersebut musim kemarau lebih
panjang dalam setahun terlihat dari curah hujan yang tidak tercatat semenjak bulan
Juli hingga akhir tahun.
100 0
90
50
80
70
100
Debit (m3/s)
60
CH (mm)
50 150
40
200
30
20
250
10
0 300
Gambar 5 Simulasi debit harian dengan metode NRCS di DAS Ciliwung Hulu
Data curah hujan harian yang digunakan merupakan data observasi yang tercatat di
Stasiun Curah Hujan Gunung Mas selama 11 tahun.Pendugaan debit harian dengan
metode NRCS di wilayah Ciliwung hulu selama 11 tahun memiliki rata-rata debit
sebesar 3.25 m3/s. Gambar 5 menunjukkan bahwa ketika curah hujan rendah maka
debit aliran juga rendah, dan begitu pun sebaliknya. Perhitungan nilai debit dengan
metode NRCS dipengaruhi oleh nilai CN di wilayah tersebut. Nilai CN menunjukan
potensi limpasan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya infiltrasi dan
tutupan lahan. Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
akan meresap ke dalam tanah dan selebihnya akan mengalir menjadi limpasan
permukaan. Besar tebal limpasan dipengaruhi oleh nilai CN, dengan memasukkan
data hujan harian dan menghitung retensi potensial maksimum seperti persamaan
dalam metode. Besarnya debit diperoleh dengan membagi volume limpasan dengan
waktu (detik) selama 24 jam. Kondisi daerah di tempat hujan itu turun akan sangat
berpengaruh terhadap bagian dari air hujan yang akan meresap ke dalam tanah dan
akan membentuk limpasan permukaan. Karakteristik daerah yang berpengaruh
terhadap bagian air hujan antara lain adalah topografi, jenis tanah, dan penggunaan
lahan atau penutup lahan. Hal ini berarti bahwa karakteristik lingkungan fisik
mempunyai pengaruh terhadap respon hidrologi (Palar et al. 2013).
14
90
80
70 y = 47,66x + 29,50
60 R² = 0,024
50
Q (observasi)
40
debit
30
20 Linear (debit)
10
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4
Q (perhitungan)
Gambar 6 Korelasi debit observasi dan debit hasil perhitungan tahun 2008
Gambar 6 merupakan hasil dari perbandingan debit harian aliran permukaan
perhitungan yang didapatkan menggunakan metode NRCS dan data debit harian
yang tercatat di Pos Katulampa. Pos Katulampa dialiri air yang merupakan anak
sungai dai DAS Ciliwung. Pos Katulampa sendiri terletak pada koordinat
06°38'1.43"S dan 106°50'18.67"E. Kedua data tersebut merupakan data debit harian
pada tahun 2008. Debit harian hasil perhitungan dengan debit harian hasil
pengamatan memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.024. Hal tersebut
dikarenakan keduanya merupakan hasil yang didapatkan dengan cara yang berbeda.
Debit observasi didapatkan dengan melakukan pengamatan menggunakan alat yang
tercatat di Pos Katulampa, sedangkan debit perhitungan didapatkan dari hasil
persamaan menggunakan metode NRCS di DAS Ciliwung Hulu. Analisis statistik
sederhana memperoleh nilai koefisien determinasi (R2). R2 merupakan indikator
statistik yang digunakan dalam menentukan keandalan metode. Indikator statistik
tersebut untuk melihat korelasi antara debit observasi dengan debit hasil perhitungan
(Suprayogi et al. 2013).
Ide dari Ripple Diagram atau Kurva massa adalah garis yang memperlihatkan
debit aliran pada waktu tertentu. Konsep ini menghitung besar surplus dan defisit
dari suatu waduk. Rentang perbedaan antara keadaan surplus dan defisit dapat
menunjukkan kapasitas waduk. Waduk berfungsi sebagai penangkap air dan
menyimpannya di musim hujan, dengan memiliki daya tampung tersebut sebagian
besar air sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru
dilepas ke dalam sungai di bagian hilirnya pada saat diperlukan (Bharali 2015).
Data pada laporan akhir Waduk Ciawi (BBWS Ciliwung-Cisadane)
menyebutkan luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Waduk Ciawi sebesar 88.5 km2.
Pendugaan debit harian di DTA Waduk Ciawi diperoleh dari perhitungan dengan
asumsi data debit proposional terhadap luas DAS Ciliwung Hulu, lalu dikali dengan
data debit harian di Katulampa. Rentang data debit harian yang digunakan dalam
perhitungan dari tahun 2007-2017.
15
Simpulan
Luas DTA Waduk Ciawi yaitu 88.5 km2, nilai debit harian di DTA Waduk
Ciawi dihitung dengan asumsi debit proposional terhadap luas DAS. Data debit
harian di Katulampa dari tahun 2007-2017 digunakan dalam penelitian ini untuk
menganalisis kapasitas Waduk Ciawi dengan menghitung surplus dan defisit. Data
curah hujan rata-rata tahunan yang digunakan dalam perhitungan memiliki rata-rata
tahunan sebesar 3213 mm. Tipe pola curah hujan di wilayah DAS Ciliwung adalah
monsun dimana bulan Febuari merupakan jumlah curah hujan terbesar sepanjang
tahun. Kapasitas terbesar waduk yang didapatkan dari hasil akumulasi debit yaitu
23.5 juta m3, besar tersebut merupakan akumulasi surplus selama tiga tahun dan
untuk periode ulang 11 tahun. Waduk Ciawi dirancang dengan kapasitas 6.4 juta m3.
Volume tampungan air tersebut diperhitungkan untuk periode ulang banjir 1000
tahun, dan hasil tersebut bukan hasil dengan perhitungan akumulasi debit. Waduk
tersebut dibangun untuk menampung air suatu kejadian sehingga dapat
mengendalikan banjir. Waduk dengan desain tersebut tidak dapat dimanfaatkan
untuk irigasi maupun sebagai pemasok air wilayah sekitar, hal tersebut berbeda
dengan konsep waduk existing.
Saran
Penelitian ini hanya melihat dengan kondisi kelembaban tanah awal (AMC)
normal untuk menentukan bilangan kurva (curve number). Sehingga, hal ini tidak
sesuai atau kurang mewakili keadaan sebenarnya di lapangan, perlu dipisahkan AMC
pada kondisi tanah kering, normal, dan basah agar hasil yang diperoleh dapat
representatif terhadap kondisi sebenarnya di lapangan. Perhitungan curah hujan rata-
rata dari berbagai stasiun terdekat lebih merepresentatifkan kondisi lapang
dibandingkan dengan menggunakan data dari satu stasiun. Peraturann yang memuat
prosedur baku penanganan banjir perlu ada dan dikeluarkan oleh Badan
Penanggulangan Banjir yang secara independen agar masyarakat luas dapat terlibat
dan mengerti aksi adaptasi dan mitigasi bencana.
17
DAFTAR PUSTAKA
Afrina DP. 2013. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Analisis Perubahan
Lahan dan Curah Hujan terhadap Aliran Permukaan Di DAS Ciliwung [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
BPBD Provinsi DKI Jakarta. 2018. Informasi Pemantauan Tinggi Muka Air.
https://bpbd.jakarta.go.id/waterlevel [diakses pada 8 Juli 2018 pukul 20.00]
Bharali Biswadeep. 2015. Estimation of Reservoir Storage Capacity by using
Residual Mass Curve. Journal of Civil Engineering and Environmental
Technology. 2[10]: 15-18.
El-Hames AS. 2012. An empirical method for peak discharge prediction in ungauged
aridand semi-arid region catchments based on morphological parameters and
SCS curve number. Journal of Hydrology. 456-457: 94-100.
Lestari Iwuk Sri, Totok Gunawan, dan Slamet Suprayogi. Estimasi Debit Limpasan
Menggunakan NRCS untuk Optimalisasi Tutupan Lahan di DAS Serang,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia. 30[2]: 182-195.
Nurrizqi EH. 2016. Model Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting) untuk
Mengurangi Dampak Bencana Banjir di DAS Penguluran, Kec Sumbermanjing
Wetan, Kab Malang [thesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Oshikawa Hideo, Imamura Tomohiko, Komatsu Toshimitsu. 2012. Study on the
flood control ability of a dry dam used as a flood retarding basin in a river.
Journal of Japan Society of Civil Engineers. 67[4]: 667-672.
Palar RT, Kawet L, Wuisan EM, Tangkudung H. 2013. Studi perbandingan antara
Hidrograf SCS (Soil Conservation Service) dan metode rasional pada DAS
Tikala. Jurnal Sipil Statik.1[3]: 171-176.
Laporan Akhir Bendungan Ciawi. 2015. PT Indra Karya, Kementrian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jendral SDA, dan Satuan Kerja
BBWS Ciliwung-Cisadane. (tidak dipublikasikan).
Riyadi D. 2003. Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Bogor dan Sekitarnya.dalam
Janudianto.2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya
Terhadap Debit Maksimum-Minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi].
Fakultas Pertanian IPB. Bogor
Seyhan E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gadjahmada University
Press.
Suprayogi Imam, Yohanna Lilis H, Lita Darmayanti, Trimaijon. 2013. Analisis hujan
debit pada DAS Indragiri menggunakan pendekatan model IHACRES.
Konferensi Nasional Teknik Sipil. Departemen Teknik Sipil. Universitas Riau.
Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): ANDI.
Tikno Sunu, Teguh H., Nadjadji A., Asep K., Edvin A. 2012. Aplikasi metode curve
number untuk mempresentasikan hubungan curah hujan dan aliran permukaan
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Teknis Bendungan Ciawi Tahun 2015 (Laporan Akhir Bendungan
Ciawi; PT Indra Karya 2015).
Ciawi
NO. ITEM SATUAN
H=55,00 m
A. HIDROLOGI
Luas DTA km2 88,50
Hujan Rerata Tahunan mm 3.080,00
Debit Inflow Banjir Q25th m3/det 330,716
Debit Inflow Banjir Q100th m3/det 403,60
Debit Inflow Banjir Q1000th m3/det 524,10
Debit Inflow Banjir PMF m3/det 1.242,96
B. WADUK
El. Puncak Bendungan El.m EL. 551.00
El. Ambang Pelimpah El.m EL. 546.50
Luas Genangan efektif ha 32,82
Volume Tampungan efektif m3 5,03 x 106
El. MA Banjir Q1000th El.m EL. 545.945
El. MA Banjir QPMF
El. m EL. 549.937
(maksimum)
Luas Genangan maksimum ha 39,02
Volume Tampungan maks. m3 6,45 x106
C. BANGUNAN PENGELAK
Tipe Terowong Pengelak Tapal Kuda
Diameter m 1 D 4,20
Debit Banjir Q25th outflow m3/det 267,015
El. MA Banjir Q25th El.m EL.529.041
El. Puncak Cofferdam El.m EL.531.50
Panjang Terowong Pengelak m 495,60
Urugan Zonal
Tipe Cofferdam
Random.
Lebar Puncak Cofferdam m 8
Kemiringan Hulu 1 : 3,00
Kemiringan Hilir 1 : 2,25
D. BENDUNGAN UTAMA
Urugan Zonal
Tipe Bendungan
Random
20
BANGUNAN KONTROL
F.
DEBIT
Tipe Bangunan Shaft Tegak
Tipe Pintu Pengaman m Slide gate 4,0 x 4,0m
Tipe Pintu Pengeluaran Radial Gate R 4,0m
Dimensi Pondasi Segi Empat m 8,50 m x 8,50
G. JALAN MASUK
Panjang Jalan m 480,00
Kelas jalan III (Kabupaten)
Lebar Perkerasan m 7,00
Lebar Bahu Jalan m 1,50
Perkerasan Laston (AC)
21
Lampiran 4 Peta Kelompok Hidrologi Tanah (KHT) pada DAS Ciliwung (Afrina
2013)
Lampiran 5 Tabel Kejadian Banjir Besar di DAS Ciliwung The Project for
Capacity Development of JakartaComprehensiveFlood Management in Indonesia,
Jica (2013) dalam Laporan Akhir Bendungan Ciawi; PT Indra Karya (2015).
23
Lampiran 6 Tabel Nilai CN jenis tutupan lahan pada setiap kelompok hidrologi
tanah (Arsyad 1989)
KelompokHidrologiTanah
No Tutupan lahan A B C D
1 Hutan 25 55 70 77
2 Padang rumput 36 60 73 78
3 Kawasan 90 93 94 94
industri/perpakiran
kedap air
4 Kawasan 60 74 83 87
perumahan
5 Lahan terbuka 72 82 88 90
6 Lahan pertanian 52 68 79 84
tertutup tanaman
7 Lahan pertanian 64 75 83 87
8 Tubuh perairan 98 98 98 98