Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS HIDROLOGI RENCANA PEMBANGUNAN WADUK

CIAWI DI DAS CILIWUNG HULU

SYAFDIANE

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hidrologi


Rencana Pembangunan Waduk Ciawi di DAS Ciliwung Hulu adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2018

Syafdiane
NIM G24140065
ABSTRAK
SYAFDIANE. Analisis Hidrologi Rencana Pembangunan Waduk Ciawi di DAS
Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN.

Banjir ekstrem di DKI Jakarta belakangan ini terjadi hampir setiap tahun.
Hal ini terkait dengan peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan seiring
dengan meningkatnya jumlah penduduk. Wilayah DAS bagian hulu berfungsi
sebagai daerah peresapan air untuk mengurangi aliran permukaan. Pembangunan
waduk di DAS Ciliwung hulu merupakan salah satu upaya dari program
pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut. DKI Jakarta terletak di hilir
DAS Ciliwung, yang mendapatkan dampak dari pengelolaan DAS bagian hulu.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur akumulasi simpangan debit
harian di Waduk Ciawi, dan mengetahui surplus dan defisit dari Waduk Ciawi.
Penelitian ini menggunakan metode NRCS (Natural Resources Conservation
Service) untuk pendugaan debit dan metode Ripple untuk menghitung kapasitas
waduk dari hasil akumulasi keadaan surplus dan defisit. Kapasitas waduk sangat
penting karena fungsi utama dari waduk adalah sebagai tempat penyimpanan air.
Luas DTA Waduk Ciawi yaitu 88.5 km2, nilai debit harian di DTA Waduk Ciawi
dihitung dengan asumsi debit proposional terhadap luas DAS. Data debit harian
dari tahun 2007-2017 digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis
kapasitas Waduk Ciawi dengan menghitung surplus dan defisit, yang merupakan
hasil akumulasi secara kontinu dari tahun ketahun. Kapasitas sebesar 23.5 juta m3
merupakan besaran tampungan volume waduk yang dibutuhkan untuk
menanggulangi bencana banjir dengan periode ulang 11 tahun. Waduk Ciawi
dengan konsep dry dam dirancang dengan kapasitas 6.4 juta m3 dibangun untuk
menampung air pada suatu kejadian sehingga dapat mengendalikan banjir. Waduk
dengan desain tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk irigasi maupun sebagai
pemasok air wilayah sekitar, hal tersebut berbeda dengan konsep waduk existing.

Kata kunci: banjir, DAS Ciliwung Hulu, debit aliran, Waduk Ciawi
ABSTRACT

SYAFDIANE.Hydrological Analysis of Ciawi Reservoir Development Plan in


Upstream Ciliwung Basin. Supervised by HIDAYAT PAWITAN.

Extreme floods in DKI Jakarta have recently occurred almost every year. This is
related to the increasing intensity of changes in land use change along with the
increase in population. The upstream watershed area functions as a water
infiltration area to reduce surface flow. The construction of reservoirs in the
upper Ciliwung watershed is one of the efforts of the government program to
overcome these problems. DKI Jakarta is located in the lower reaches of the
Ciliwung watershed, which has the impact of upstream watershed management.
The purpose of this study was to measure the accumulation of daily debit
deviation in Ciawi Reservoir and to find out the surplus and deficit of the Ciawi
Reservoir. This study uses the NRCS (Natural Resources Conservation Service)
method for estimating debits and the Ripple method to calculate reservoir
capacity from the results of the accumulation of surplus and deficit conditions.
Reservoir capacity is very important because the main function of the reservoir is
to store water. The Ciawi Reservoir catchment area is 88.5 km2, the daily
discharge value in the Ciawi Reservoir is calculated by assuming a proportional
discharge to the watershed area. Daily debit data from 2007-2017 was used in
this study to analyze the capacity of Ciawi Reservoir by calculating the surplus
and deficit, which are the results of continuous accumulation from year to year. A
capacity of 23.5 million m3 is the amount of reservoir volume needed to overcome
floods with an 11-year return period. The Ciawi reservoir with the dry dam
concept is designed with a capacity of 6.4 million m3 built to hold water in an
event so that it can control flooding. Reservoir with the design cannot be used for
irrigation or as a supplier of water in the surrounding area, it is different from the
concept of the existing reservoir.

Key words: flood, Ciliwung Hulu Watershed, flow out, Ciawi Reservoir
ANALISIS HIDROLOGI RENCANA PEMBANGUNAN
WADUK CIAWI DI DAS CILIWUNG HULU

SYAFDIANE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA

Puji dan syukur tak henti-hentinya saya panjatkan kehadirat Allah


subhanahu wa ta’ala karena atas rahmat dan karunia-Nya, saya diberikan
kesempatan dan kesehatan sehingga dapat menyelesaikan karya tulis yang
berjudul Analisis Hidrologi Rencana Pembangunan Waduk Ciawi di DAS
Ciliwung Hulu. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga,
Ayah Syafril, Ibu Dian, Fendriansyah, Syafdiany, Fandiyodi, dan Syafdini
Ayu yang selalu memberikan doa tak henti-hentinya serta dukungan berupa
materi dan moril, serta telah memberikan penulis semangat dalam
menyelesaikan karya tulis ini. Penulis mengucapkan terima kasih banyak
kepada:
1. Prof Dr Hidayat Pawitan, selaku pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak nasihat, arahan, dan rujukan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini.
2. Dr Rahmat Hidayat, Ssi MSc, selaku ketua Departemen Geofisika dan
Meteorologi, Dr I Putu Santikayasa MSc dan Dr. Muh. Taufik selaku dosen
penguji, serta seluruh dosen maupun staff departemen yang telah membantu,
memberikan ilmu dan pengetahuan selama penulis belajar di IPB.
3. Pihak dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung- Cisadane yang
telah menyediakan data sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
4. Seluruh keluarga GFM terutama GFM 51 yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
5. Dwi Bangkit Prakoso, teman- teman Divisi „Giat Belajar Mencari Berkah‟,
Johan‟s Angels, CEO Mixwear yang telah mendukung dan memberikan
semangat kepada penulis.
6. Teman-teman satu bimbingan (Fanny, Bisma, dan Golbi) dan seluruh teman
teman Laboratorium Hidrometeorologi yang telah banyak membantu penulis
menyelesaikan tugas akhir ini.
Tidak ada suatu hal yang sempurna, begitu pula karya tulis ini. Atas segala
kekurangan yang ada, penulis menerima masukan dan saran yang membangun
dalam bentuk apapun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2018

Syafdiane
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
DAS Ciliwung Hulu 2
Curah Hujan 3
Konsep Ripple 3
Debit Sungai dan Aliran Permukaan 3
Limpasan dan Curve Number 4
Waduk Ciawi 4
METODE 5
Waktu dan Tempat 5
Alat dan Bahan 5
Prosedur Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Kondisi DAS Ciliwung Hulu 8
Deskripsi Data Curah Hujan dan Debit Harian 11
Pendugaan Debit Harian dengan Metode NRCS 12
Analisis Kapasitas Waduk Ciawi 14
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19
RIWAYAT HIDUP 24
DAFTAR TABEL

1. Penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu 9


2. Nilai Bilangan Kurva pada Tiap Jenis Tutupan Lahan di Ciliwung Hulu 10

DAFTAR GAMBAR
1. Wilayah di DAS Ciliwung Hulu 2
2. Lokasi Waduk Ciawi 8
3. Curah Hujan Rata-rata Bulanan 11
4. Curah Hujan Tahunan 12
5. Simulasi Debit harian dengan metode NRCS di Ciliwung Hulu 13
6. Korelasi debit observsi dan debit hasil perhitungan 14
7. Akumulasi Simpangan Debit Harian terhadap Rata-rata 15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Data Teknis Bendungan Ciawi 19
2. Data Teknis Operasi Pengendalian Banjir Bendungan Ciawi 21
3. Gambar Denah Bendungan Ciawi 22
4. Peta Kelompok Hidrologi Tanah (KHT) DAS Ciliwung 20
5. Tabel Kejadian Banjir Besar di DAS Ciliwung Hulu 21
6. Tabel Nilai CN jenis tutupan lahan pada setiap kelompok hidrologi tanah 21
7. Tabel Hydrological Soil Group 21
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2004


mendefinisikan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang
saling terhubung menjadi kesatuan antara sungai dan anak-anak sungainya. DAS
berfungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari
hujan ke danau atau laut secara alami. Pemisah topografis dapat dikatakan sebagai
batas di darat dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan. Upaya pemanfaatan sumber daya alam atas suatu DAS
semakin dibutuhkan seiring dengan pertambahan penduduk yang terus meningkat.
Peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan seiring meningkatnya
jumlah penduduk membawa pengaruh negatif terhadap lingkungan termasuk kondisi
hidrologis daerah aliran sungai di antaranya meningkatnya debit puncak, fluktuasi
debit antar musim, koefisien aliran permukaan, banjir, serta kecenderungan
berkurangnya kemampuan infiltrasi air menyebabkan air yang jatuh ke permukaan
langsung melimpas ke sungai. DKI Jakarta merupakan ibu kota, dimana merupakan
pusat perekonomian suatu negara. Hal ini berdampak pada pembangunan di wilayah
tersebut. DKI Jakarta berlokasi di bagian hilir dari DAS Ciliwung. Pengelolaan pada
bagian hulu DAS Ciliwung akan berdampak langsung pada keadaan di wilayah hilir.
Dampak dari peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan tersebut
menyebabkan terjadinya banjir ekstrem di DKI Jakarta yang belakangan ini terjadi
hampir setiap tahun. Pengelolaah di wilayah bagian DAS Ciliwung hulu merupakan
salah satu upaya untuk mengurangi banjir, sehingga air yang masuk dan mengalir di
sungai tidak langsung melimpas ke daerah hilir.
Metode NRCS (Natural Resources Conservation Service) dianggap baik untuk
pendugaan debit. Metode NRCS biasanya merupakan hasil perhitungan dengan
parameter empiris yang terkait dengan variabel hidrologi dan morfologi. CN (Curve
Number) atau disebut dengan bilangan kurva pada NRCS dipengaruhi oleh
penggunaan lahan dan tutupan lahan serta kondisi kelembaban daerah tangkapan
adalah faktor utama yang diperlukan untuk metode ini (El-Hames 2012).
Metode NRCS menggunakan faktor-faktor yang mempengaruhi debit dan
mempertimbangkan kondisi tanah dalam menentukan harga CN. Hal ini
memungkinkan Metode NRCS menghasilkan perhitungan debit yang lebih
mendekati dengan debit pengamatan (Palar et al. 2013).
Waduk Ciawi berlokasi di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat.Bendungan Ciawi mengusulkan lokasi pada 106º52'20 "Bujur Timur,
06º39'28" Lintang Selatan. Waduk ini memiliki rencana pembangunan dengan
konsep dry dam atau bendungan kering pertama di Indonesia, yang memiliki fungsi
berbeda dari bendungan biasanya seperti untuk pengairan, irigasi atau pembangkit
listrik. Waduk ini dibangun khusus untuk pengendali banjir di wilayah Ibu Kota
Jakarta dengan cara menampung debit air hujan yang mengaliri hulu sungai Ciliwung.
Volume air banjir akan ditahan selama periode tertentu pada waduk. Selain itu
rencana pembangunan waduk ini diharapkan dapat memberikan manfaat lain seperti
sebagai pemasok air ke daerah sekitar. Waduk juga berfungsi sebagai pengendalian
banjir dengan cara menahan laju permukaan air di wilayah hulu ketika musim
2

penghujan datang, selain itu waduk ini dapat juga dimanfaatkan sebagai lokasi wisata
karena akan dibangun taman sekitar bendungan ini (Laporan Akhir Bendungan
Ciawi; PT Indra Karya 2015).

Perumusan Masalah

Air kiriman dari Bogor melalui DAS Ciliwung yang berimbas banjir di Kota
Jakarta menjadi masalah setiap tahunnya terutama pada musim hujan. Rencana
pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan membangun Waduk
Ciawi di DAS Ciliwung Hulu menggunakan konsep dry dam. Penentuan debit
puncak yang berpotensi menyebabkan banjir sangatlah berguna demi dilakukannya
upaya adaptasi dan mitigasi bencana. Aliran permukaan adalah air yang mengalir di
atas permukaan tanah atau bumi yang menjadi penyumbang terbesar kejadian banjir.
Upaya pencegahan bencana banjir harus dilakukan dengan cara mengendalikan air
kiriman yang menyebabkan banjir pada wilayah tertentu setiap tahunnya.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur akumulasi simpangan debit
harian dengan menghitung surplus dan defisit, sehingga dapat diketahui kapasitas
waduk yang dibutuhkan untuk pengendalian banjir di DKI Jakarta.

TINJAUAN PUSTAKA

DAS Ciliwung Hulu

Gambar 1 Wilayah di DAS Ciliwung Hulu


DAS Ciliwung Hulu berada pada koordinat 6o 38‟ 15“ LS – 6º 46‟ 05” LS dan
106º 49º 40” – 107º 00‟ 15” BT. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu berada
di wilayah admisistrasi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor. DAS Ciliwung Hulu
tepatnya berada di wilayah Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP). Luas
total DAS Ciliwung Hulu menurut BPDAS Ciliwung-Cisadane, memiliki luas 14.876
Ha dan memiliki panjang sungai ±200 km. DAS Ciliwung terbagi ke dalam empat
Sub DAS, yaitu Sub DAS Ciesek, Sub DAS Hulu Ciliwung, Sub DAS Cibogo
Cisarua, dan Sub DAS Ciseureupan Cisukabirus. Bendung Katulampa memiliki
3

ketinggian ± 367.005 m di atas permukaan laut serta berada pada 6 38‟ 0”LS dan 106
50 ‟ 13” BT terletak di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur. Ditinjau dari
kondisi geomorfologinya dari daerah ini dibentuk oleh gunung api muda dari
Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango, rangkaian pegunungan api tua dari
Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan (Riyadi
2003). Daerah yang termasuk ke dalam DAS Ciliwung Hulu meliputi Kecamatan
Cisarua, Kecamatan Ciawi, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Megamendung dan
Kota Bogor Timur. Kondisi iklim pada wilayah kajian berdasarkan klasifikasi
Oldeman termasuk ke dalam tipe-B dengan jumlah bulan basah (>200 mm) berturut-
turut 7-9 bulan dengan tidak mengalami musim kering. Curah hujan tahun berkisar
antara 2294-4082 mm/tahun (Laporan Akhir Bendungan Ciawi; PT Indra Karya
tahun 2015)

Curah Hujan

Hujan yang jatuh di suatu DAS akan berubah menjadi aliran di sungai. Hal ini
berarti terdapat suatu hubungan antara hujan dan debit aliran yang tergantung pada
karakteristik DAS. Kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun dalam suatu
DAS akan dikonversi menjadi aliran sungai, baik melalui limpasan permukaan
(surface runoff), aliran antara (interflow, sub-surface runoff), maupun sebagai aliran
air tanah (groundwater flow). Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan
per satuan waktu (Suripin 2003). Sifat umum hujan adalah semakin singkat waktu
hujan turun maka intensitasnya cenderung makin tinggi dan semakin besar periode
ulangnya maka semakin tinggi pula intensitasnya.

Konsep Ripple

Ripple diagram atau disebut dengan Kurva massa adalah garis yang
memperlihatkan debit aliran pada waktu tertentu. Selama debit pada sungai tinggi maka
air yang mengalir di sungai harus disimpan. Hal ini dilakukan untuk mengontrol air agar
tidak menggenangi wilayah hilir dan menjamin persediaan air ketika memasuki musim
kemarau. Konsep ini memperlihatkan debit aliran selama waktu tertentu dengan asumsi
apabila komulatif draft lebih besar lebih besar dari komulatif inflow maka waduk
dianggap tidak dapat melayani kebutuhan atau kegagalan. Metode ini pertama kali
dikemukakan oleh Ripple tahun 1883 untuk menghitung besarnya kapasitas tampung
waduk yang memadai pada saat tingkat kebutuhan air tertentu (Bharali 2015).
Perhitungan Kapasitas dengan ide pada konsep Ripple ini merupakan metode
sederhana dengan menghitung keadaan surplus maksimum dan defisit maksimum.
Sehingga dapat diketahui kapasitas yang harus disediakan waduk untuk mengontrol air
agar saat keadaan surplus air dapat tertampung pada waduk dan saat defisit air pada
waduk tidak kering.

Debit Sungai dan Aliran Permukaan

Besarnnya debit aliran pada suatu sungai tidak mudah untuk di ukur, tinggi
muka air biasanya menjadi angka yang menjadi acuan sebagai pemantau. Nilai tinggi
muka air kemudian digunakan untuk menduga besarnya debit yang terjadi pada
sungai atau DAS. Debit puncak atau bisa dikatakan banjir, diperlukan untuk
merancang bangunan pengendali banjir. Debit aliran sungai terdiri dari beberapa
4

komponen yaitu aliran permukaan, aliran bawah tanah, aliran air tanah, dan air yang
berasal langsung dari hujan. Menurut Windarto et al. (2008) limpasan permukaan
dapat diartikan sebagai air yang dalam perjalanannya menuju lokasi tertentu yang
selalu berada diatas permukaan tanah. Aliran permukaan jika terjadi dalam jumlah
yang banyak dan dapat menjadi faktor penting sebagai penentu debit sungai.

Limpasan dan Curve Number

Limpasan umumnya diartikan sebagai air yang mengalir di permukaan.


Limpasan adalah bagian curah hujan yang mengalir ke sungai, danau atau laut
sebagai permukaan atau aliran bawah permukaan. Limpasan akan terjadi apabila
intensitas curah hujan melebihi kapasitas infiltrasi, evaporasi, intersepsi, tampungan
permukaan dan tampungan saluran. Banyak metode yang dapat digunakan untuk
menghitung debit limpasan dari air hujan, salah satu contohnya adalah metode NRCS
(Natural Resources Conservation Service). Metode tersebut mencari nilai dari Curve
Number (CN) untuk memperoleh pendugaan debit. Nilai CN diperoleh dengan cara
overlay antara peta penggunaan lahan dengan peta kelompok hidrologi tanah DAS
Ciliwung. Hasil overlay berupa peta sebaran nilai CN di DAS Ciliwung dengan
atribut penggunaan lahan-kelompok hidrologi tanah (LU–KHT) (Seyhan E 1990).

Waduk Ciawi

Definisi waduk secara umum adalah tempat pada permukaan tanah yang
berfungsi untuk menampung air saat kelebihan air agar air tersebut dapat
dimanfaatkan ketika datang musim kering. Waduk tidak menghasilkan air tetapi
sebagai pengontrol air terhadap suatu wilayah dan memungkinkan pengaturan
kembali distribusi air yang telah tertampung terhadap waktu. Sumber air
wadukberasal dari aliran permukaan dengan air hujan langsung. Air yang di tampung
dalam waduk dapat dimanfaatkan untuk keperluan irigasi, air minum, industri, dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Hal ini menyimpulkan bahwa waduk dimanfaatkan
untuk mengatur air sehingga ketika terjadi surplus atau kelebihan air saat musim
hujan air dapat ditampung, dan air dapat digunakan ketika memasuki musim kering
dan terjadi kekurangan air.Waduk Ciawi akan dibangun dengan menggunakan
konsep bendungan kering (dry dam). Waduk ini dirancang untuk mengontrol banjir
saat terjadi hujan berintensitas tinggi dengan cara mengurangi kenaikan debit aliran
yang cepat ketika terjadi surplus dansehingga air tidak langsung mengalir kebagian
hilir (Oshikawa Hideo, Imamura, Komatsu 2012).
Informasi yang terdapat dalam Laporan Akhir Bendungan Ciawi; PT Indra
karya (2015) bahwa UPT Pengairan Wilayah Ciawi menyebutkan kurang lebih
empat desa akan dijadikan lokasi pembangunan waduk di dua kecamatan, yakni
Kecamatan Ciawi dan Kecamatan Megamendung. Desa-desa itu adalah Desa Cibogo,
Desa Gadog, dan Desa Cipayung (Datar dan Girang) di Kecamatan Megamendung.
Waduk tersebut dikenal dengan Waduk Ciawi karena pintu masuk air melalui Ciawi.
Tujuan pembangunan Waduk Ciawi menurut Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta
adalah mereduksi debit puncak banjir Sungai Ciliwung, menyediakan air baku
wilayah Bogor dan DKI Jakarta, meningkatkan intensitas tanam daerah irigasi
Katulampa dan Cibanon, menyediakan air untuk penggelontoran ke Bogor dan DKI
Jakarta, dan sebagai objek pariwisata dan konservasi sumberdaya air.
5

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidrometeorologi Departemen


Geofisika dan Meteorologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2018 sampai dengan
bulan Juni 2018 di.

Alat dan Bahan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunalan peralatan yang di antaranya,


laptop, perangkat lunak berupa Microsoft Excel, Microsoft Words. Bahan-bahan yang
digunakan adalah data debit, curah hujan, peta jenis tanah di DAS Ciliwung Hulu,
peta penggunaan lahan di DAS Ciliwung hulu, dan data rancangan rencana
pembangunan Waduk Ciawi. Data yang didapat merupakan data observasi yang
bersumber dari BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) Ciliwung- Cisadane.

ProsedurAnalisis Data

Tahap Pengumpulan Data


Data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data pengukuran yang
dikumpulkan dari Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung Cisadane. Data
yang digunakan merupakan data pengamatan atau observasi pada debit di pintu air
Katulampa dari tahun 2007 sampai 2017, data curah hujan yang tercatat di Stasiun
Curah Hujan Gunung Mas tahun 2007 sampai 2017, peta jenis tanah, dan peta
penggunaan lahan tahun 2008.

Tahap Pengolahan Data

Pendugaan Jumlah Aliran Permukaan

Metode NRCS (Natural Resources Conservation Service)


Analisis pendugaan debit aliran permukaan di DAS Ciliwung dilakukan
menggunakan metode NRCS (Natural Resources Conservation Service). Pendugaan
debit menggunakan metode ini dengan cara mengkaitkan karakteristik DAS seperti
tanah, vegetasi, dan tataguna lahan dengan bilangan kurva air larian (runoff curve
number) yang menunjukkan potensi air limpasan untuk curah hujan tertentu (Asdak
2004).
Metode ini dikembangkan Victor Mockus tahun 1950.Metode NRCS
membutuhkan parameter bilangan kurva.Bilangan kurva tidak lepas dari tipe
penggunaan lahan dan jenis tanah.Jenis tanah berhubungan dengan kapasitas
infiltrasi tanah dan menentukan kelompok hidrologi tanah (hydrologic soil group).
Tipe penggunaan lahan menentukan besarnya bilangan kurva.Persamaan yang
6

digunakan untuk menghitung debit aliran permukaan adalah sebagai berikut (Neitsch
et al 2005; Arsyad 2010):

Aliran Limpasan Permukaan (Q)


Aliran limpasan permukaan dalam metode NRCS dapat dihitung
denganpersamaan berikut (Asdak 2002; Arsyad 2010):

(P − 0,2S)2
Q=
(P + 0,8S)

Keterangan:
Q = tebal aliran permukaan (mm)
P = curah hujan (mm)
S = retensi potensial maksimum (mm)

Retensi Potensial Maksimum (S)


Persamaan yang umum dalam menghitung retensi potensial maksimum dalam
metode NRCS adalah sebagai berikut (Asdak 2002; Arsyad 2010):

25400
S= − 254
CN

Keterangan:
S = retensi potensial maksimum (mm)
CN = bilangan kurva yang nilainya berkisar antara 0 hingga 100

Nilai Curve Number (CN)


Nilai CN dipengaruhi oleh tutupan lahan, kondisi air tanah sebelumnyaatau
AMC (Antecedent Moisture Condition) dan tekstur tanah. Nilai CN dankonversi nilai
CN yang disesuaikan dengan kondisi tutupan lahan pada wilayah DAS.
n
i=1 CNi Ai
CNDAS = n
i=1 Ai

Keterangan:
Ai = luas lahan dengan penutupan tanah jenis i.
CNi = curve number jenis penutupan tanah i.
n = jumlah jenis penutupan lahan.

Validasi
Uji ketelitian penggunaan metode NRCS dalam perhitungan untuk
mendapatkan data debit harian dilakukan dengan menggunakan persamaan :

(Qₒ−Qᵢ)²
R2= 1 − (Qₒ−Ō)²

Keterangan :
7

R2 = koefisien determinasi
Qo = debit terukur (m3/s)
Qi = debit terhitung (m3/s)
Ō = rata-rata debit terukur (m3/s)

Indikator statistik yang digunakan dalam menentukan keandalan metode adalah


R2 (koefisien determinasi). Evaluasi keandalan metode dalam hal membandingkan
antara hasil perhitungan dengan hasil yang diamati.

Pendugaan Debit Harian pada luas DTA Ciawi


Debit harian permukaan pada wilayah DTA Ciawi didapatkan dari persamaan
dibawah. Persamaan ini menggunakan pendekatan dengan asumsi debit proposiomal
terhadap luas DAS.

DTACiawi
QDTA Ciawi(i) = DTACiliwungHulu 𝑥 QKatulampa(i)

Keterangan :
QDTA Ciawi(i) = debit di Daerah Tangkapan Air Waduk Ciawi hari ke-i
DTA Ciawi = luas Daerah Tangkapan Air di Ciawi (88.5 km2)
DTA Ciliwung Hulu = luas Daerah Tangkapan Air di Ciliwung Hulu (146 km2)
QKatulampa = debit hari ke-i di Pos Katulampa

Analisis Kapasitas Waduk Ciawi dengan metode Akumulasi Simpangan Debit


Harian.
Metode ini menggunakan ide dari Ripple Diagram yang memperlihatkan
debit aliran pada waktu tertentu. Konsep ini menghitung besar surplus dan defisit
dari suatu waduk. Rentang perbedaan antara keadaan surplus dan defisit dapat
menunjukkan kapasitas waduk. Waduk berfungsi sebagai penangkap air dan
menyimpannya di musim hujan, dengan memiliki daya tampung tersebut sebagian
besar air sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru
dilepas ke dalam sungai di bagian hilirnya pada saat diperlukan (Bharali 2015).

K(waduk) = Smax(i) + Dmax(i)

Keterangan :
K(i) = kapasitas waduk tahun i
Smax(i) = besar surplus maksimum tahun i
Dmax(i) = besar defisit maksimum tahun i
8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi DAS Ciliwung Hulu

Sungai Ciliwung bagian hulu berada di lereng utara Gunung Pangranggo (El. +
3.019 m). Sungai ini mengalir ke hilir dan alirannya melalui Bogor, Depok, dan
Pintu Air Manggarai. Sungai Ciliwung memiliki total panjang sungai sebesar 100.8
km dengan lebar antara 30 – 60m. Airsungai Ciliwung mengalir ke Kanal Banjir
Barat di Manggarai yang berasal dari Gunung Pangrango dan melewati kota Bogor
dan kota Depok.Lokasi Waduk Ciawi yang diperkirakan berada pada koordinat
6°39'28.88" LS dan 106°52'54.22" BT. Waduk Ciawi berada di Sungai Ciliwunghulu
pertemuan sungai Cisukabirus dengan sungai Ciliwung dengan beberapa anak sungai.
UPT Pengairan Wilayah Ciawi menginformasikan bahwa lebih dari empat desa akan
dijadikan lokasi pembangunan waduk di dua kecamatan, yakni Kecamatan Ciawi dan
Kecamatan Megamendung. Desa-desa itu adalah Desa Cibogo, Desa Gadog, dan
Desa Cipayung (Datar dan Girang) di Kecamatan Megamendung.

Sumber : Laporan Akhir Bendungan Ciawi (BBWS Ciliwung-Cisadane)


Gambar 2 Lokasi Waduk Ciawi
Kondisi topografi di wilayah rencana pembangunan Waduk Ciawi merupakan
lembah dengan kemiringan tumpuan berkisar antara 20°-45°. Bagian sebelah kanan
Waduk Ciawi dikelilingi permukiman penduduk dengan topografi berupa perbukitan
bergelombang. Sedangkan, bagian sebelah kiri Waduk Ciawi sebagian besar
merupakan daerah persawahan dan tegalan denan topografi perbukitan bergelombang.
Wilayah hilir lokasi rencana waduk di sebelah kiri terdapat permukiman padat yang
terletak pada lereng berkisar 30°.
9

Tabel 1 Penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 2008 (Tikno et al. 2012)
Jenis Penutupan Lahan Luas (km2) Luas (%)
Hutan 60.65 39.84
Kebun campuran/Tegalan 53.69 35.27
Lahan terbuka 0.87 0.57
Perkebunan 10.56 6.94
Permukiman 9.83 6.46
Sawah 19.28 12.67
Semak belukar 4.83 3.18
Tubuh air 1.03 0.68
Total 160.78 100

Tutupan lahan pada suatu wilayah akan mempengaruhi kondisi hidrologinya.


Tataguna lahan di wilayah DAS Ciliwung hulu berdasarkan analisis citra lansat tahun
2008 didominasi dengan kawasan hutan, yaitu 39.84% dari luas DAS Ciliwung hulu.
Kawasan kebun campuran dan tegalan juga mendominasi wilayah tersebut. Kawasan
hutandi wilayah DAS Ciliwung hulu memiliki luas sebesar 60.655 km2, sebagaimana
secara lengkap diberikan pada Tabel 1 di atas untuk tahun 2008. Interpretasi citra
pada tahun tersebut menghasilakan wilayah terkecil yaitu kawasan lahan terbuka
sebesar 0.57% dari luas DAS Ciliwung hulu. (Tikno et al. 2012). Tataguna lahan ini
memberikan dampak pada kapasitas resapanyang akan mempengaruhi laju limpasan
permukaan. Hal tersebut akan berdampak pada banjir di kawasan hilir Ciliwung,
yaitu DKI Jakarta.
Tataguna lahan pada DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh hutan dan
perkebunan, DAS Ciliwung Tengah didominasi oleh permukiman dan perkebunan,
dan DAS Ciliwung Hilir didominasi oleh permukiman. KHT (Kelompok Hidrologi
Tanah) DAS Ciliwung didominasi oleh KHT D, hal ini disimpulkan berdasarkan
tingkat infiltrasi minimum yang hanya mampu menginfiltrasi air 0-1 mm/jam dengan
potensi aliran permukaan tinggi dan permeabilitas rendah. KHT di DAS Ciliwung
hulu yang memiliki kemiringan lereng yang tinggi yaitu 41-60% termasuk
dalamgolongan KHT C yang mampu menginfiltrasikan air 1-4 mm/jam. KHT D
merupakan golongan jenis tanah yang kemampuan untuk meyerap airnya rendah.Hal
ini berpotensi menyebabkan terjadinya genangan hingga banjir saat hujan dengan
intensitas tinggi di wilayah dengan golongan ini (Afrina 2013).
10

Tabel 2 Nilai Bilangan Kurva pada Tiap Jenis Tutupan Lahan di Ciliwung hulu
Kelompok Hidrologi Tanah
Jenis Tutupan 2
Luas (km )
Lahan C D

Hutan 60.65 70 -
Kebun Campuran / 53.69 - 84
Tegalan
Lahan Terbuka 0.87 - 90
Perkebunan 10.56 - 84
Permukiman 9.83 - 87
Sawah 19.28 - 87
Semak Belukar 4.83 - 84
Tubuh Air 1.03 98 98

Jenis tanah DAS Ciliwung hulu dalam Afrina(2013) termasuk dengan dominasi
jenis tanah kelompok D. Ada beberapa lokasi dengan ketinggian lereng yang lebih
tinggi yang termasuk dalam kelompok tanah jenis C. Pada wilayah hutan di DAS
Ciliwung hulu termasuk dalam KHT C dan mempengaruhi nilai CN yang dihasilkan.
Hutan merupakan wilayah dengan tutupan lahan yang efektif sebagai daerah resapan
karena memiliki laju infiltrasi tinggi sebagai wilayah dengan kemampuan resapan air
yang baik. Wilayah dengan tutupan lahan kedap air dan sudah mengalami
pengerasan akan menyumbang aliran permukaan lebih banyak dibandingkan dengan
lahan hutan. Hal tersebut akan mempengaruhi kemampuan infiltrasi tanah (Arsyad
2010).
Menurut Tabel 2 jenis tanah kelompok D pada DAS Ciliwung hulu memiliki
keadaan tanah dengan potensi pengaliran yang tinggi, laju infiltrasi sangat lambat
untuk tanah liat dengan daya kembang tinggi dan tanah dengan muka air tanah
permanen yang tinggi. Sedangkan, jenis tanah kelompok C merupakan tanah dengan
laju infiltrasi lambat untuk tanah berbutir sedang sampai halus.
Nilai CN (Curve Number) dipengaruhi oleh beberapa parameter, seperti
tutupan lahan, kelompok tanah berdasarkan kondisi hidrologis, dan AMC
(Antecedent Moisture Conditions). AMC atau dapat disebut dengan kelengasan tanah
sebelumnya, yaitu menunjukkan kondisi tanah yang dipengaruhi hujan. Nilai CN
diketahui dari overlay peta tutupan lahan dan jenis tanah tahun 2008. Nilai CN pada
setiap kejadian hujan berbeda, hal ini dipengaruhi oleh AMC. Nilai CN atau bilangan
kurva menunjukkan potensi limpasan permukaan untuk kondisi hujan tertentu. Nilai
bilangan kurva bervariasi dari 0 hingga 100. Nilai tersebut menunjukkan potensi
terjadinya aliran berdasarkan tutupan lahan dan kelompok hidrologi tanah. Nilai
bilangan kurva berbanding lurus dengan potensi terjadinya aliran. Nilai bilangan
kurva yang semakin kecil maka potensi terjadinya aliran rendah, begitu pun
sebaliknya (Nurrizqi 2016).
11

Deskripsi Data Curah Hujan dan Debit Harian

Curah Hujan Rata-rata Bulanan di Stasiun Hujan Gunung


Mas Tahun 2007-2017
600
500
400
CH (mm)

300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Waktu (bulan)

Gambar 3 Curah HujanRata-rata Bulanan di Stasiun Hujan Gunung Mas Tahun


2007-2017
Keadaan iklim di Ciliwung hulu termasuk dalam iklim tropis dengan musim
hujan dimulai pada bulan September atau Oktober, sedangkan musim kemarau
dimulai pada bulan April atau Mei. Gambar 3 menunjukkan secara umum bahwa
musim hujan lebih panjang durasinya daripada musim kemarau. Gambar 3 juga
menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan pada grafik memiliki pola tipe curah hujan
monsun. Curah hujan dengan pola ini bersifat unimodial (satu puncak musim hujan).
Perbedaan yang signifikan antara intensitas curah hujan saat musim hujan (Desember,
Januari, Febuari) dan musim kemarau (Juni, Juli, Agustus). Sisa bulannya merupakan
periode peralihan atau pancaroba.
Ketersediaan data curah hujan didapat dari stasiun curah hujan yang
diasumsikan dapat mewakili kejadian hujan di wilayah Ciliwung hulu, dalam hal ini
satu stasiun curah hujan yaitu stasiun curah hujan Gunung Mas. Stasiun curah hujan
Gunung Mas terletak pada koordinat 06°42.545' LS dan 106°58.043' BT. Data yang
berhasil didapatkan dengan rentang waktu selama 11 tahun, yaitu mulai tahun 2007
sampai tahun 2017. Data yang dikumpulkan berupa data curah hujan harian dari
BBWS Ciliwung-Cisadane. Rata-rata curah hujan bulanan yang tercatattahun 2007-
2017 tinggi terjadi pada DJF (Desember, Januari, Febuari) dimana pada bulan
tersebut terjadi musim hujan. Sedangkan, rata-rata curah hujan rendah terjadi pada
bulan JJA (Juni, Juli, Agustus) yang sudah termasuk musim kemarau pada bulan
tersebut. Data Curah Hujan yang digunakan merupakan data observasi curah hujan
harian yang tercatat pada stasiun curah hujan Gunung Mas tahun 2007-2017.
Kejadian banjir yang terjadi di DKI Jakarta biasanya dipantau dari tinggi muka
air yang tercatat dibeberapa pintu air dari DAS Ciliwung. Tinggi muka air pada pos
duga air Katulampa mempengaruhi kejadian banjir di DKI Jakarta. Pos duga di pintu
air Katulampa dikatakan memiliki batas aman atau dalam keadaan Siaga IV jika
tinggi muka air ≤80 cm, Siaga III (waspada) dengan tinggi muka air 81-150 cm,
keadaan Siaga II (kritis) dengan tinggi muka air 151-200 cm, dan keadaan Siaga I
12

(bencana) dengan tinggi muka air ≥201 cm (BPBD Provinsi DKI Jakarta, 2018).
Data hidrologi yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari Balai Besar
Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane, data peta dan beberapa tabel
bersumber dari literatur. Data debit yang digunakan merupakan data debit harian
observasi dengan rentang 11 tahun yaitu dari tahun 2007-2017 di Pos Katulampa.

Curah Hujan Tahunan di Stasiun Hujan Gunung Mas


5000
4000
3000
∑CH
(mm) 2000
1000
0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
waktu (tahun)

Gambar 4 Curah Hujan Tahunan di Stasiun Curah Hujan Gn Mas tahun 2007-2017
Gambar 4 merupakan jumlah curah hujan tahunan sepanjang 11 tahun dari
2007-2017. Curah hujan terbesar terjadi pada tahun 2014 dengan jumlah 4387
mm/tahun, dan yang terendah terjadi pada tahun 2015 dengan jumlah 908 mm/tahun.
Data curah hujan yang tercatat di stasiun curah hujan Gunung Mas selama 11 tahun
memiliki rata-rata curah hujan tahunan sebesar 3213 mm. Tahun 2011, 2012, dan
2015 tercatat memiliki rata-rata curah hujan tahunan yang tergolong rendah selama
11 tahun tersebut dengan rata-rata curah hujan tahunan berturut-turut adalah 2483
mm dan 2917 mm, dan 908 mm. Jumlah hari hujan pada tahun 2011 adalah 196 hari,
yang berarti dalam setahun lebih banyak hari hujan dibandingkan jumlah hari tidak
hujan. Tahun 2012 juga memiliki jumlah hari hujan lebih banyak yaitu 198 hari.
Perbedaan jumlah hari hujan dan hari tidak hujan tidak terlalu jauh, serta intensitas
hujan yang rendah juga mempengaruhi rata-rata curah hujan tahunan pada tahun
tersebut. Tahun 2015 memiliki rata-rata curah hujan tahunan paling rendah dengan
jumlah hari hujan 91 hari sepanjang tahun. Pada tahun tersebut musim kemarau lebih
panjang dalam setahun terlihat dari curah hujan yang tidak tercatat semenjak bulan
Juli hingga akhir tahun.

Pendugaan Debit Harian dengan Metode NRCS

Komponen yang dihitung dalam menggunakan metode NRCS adalah curah


hujan harian dan perbedaan antara curah hujan dan limpasan atau potential storage.
Besarnya S (Potential Storage) tergantung pada CN (Curve Number) DAS yang
nilainya beragam untuk masing-masing tutupan lahan. Pendugaan dengan metode
NRCS dapat disebut lebih menguntungkan karena memperhitungkan faktor-faktor
yang dapat memengaruhi nilai debit aliran (Lestari et al. 2016).
13

100 0
90
50
80
70
100
Debit (m3/s)

60

CH (mm)
50 150
40
200
30
20
250
10
0 300

Debit 2007-2017 CH 2007-2017

Gambar 5 Simulasi debit harian dengan metode NRCS di DAS Ciliwung Hulu
Data curah hujan harian yang digunakan merupakan data observasi yang tercatat di
Stasiun Curah Hujan Gunung Mas selama 11 tahun.Pendugaan debit harian dengan
metode NRCS di wilayah Ciliwung hulu selama 11 tahun memiliki rata-rata debit
sebesar 3.25 m3/s. Gambar 5 menunjukkan bahwa ketika curah hujan rendah maka
debit aliran juga rendah, dan begitu pun sebaliknya. Perhitungan nilai debit dengan
metode NRCS dipengaruhi oleh nilai CN di wilayah tersebut. Nilai CN menunjukan
potensi limpasan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya infiltrasi dan
tutupan lahan. Secara alamiah sebagian air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
akan meresap ke dalam tanah dan selebihnya akan mengalir menjadi limpasan
permukaan. Besar tebal limpasan dipengaruhi oleh nilai CN, dengan memasukkan
data hujan harian dan menghitung retensi potensial maksimum seperti persamaan
dalam metode. Besarnya debit diperoleh dengan membagi volume limpasan dengan
waktu (detik) selama 24 jam. Kondisi daerah di tempat hujan itu turun akan sangat
berpengaruh terhadap bagian dari air hujan yang akan meresap ke dalam tanah dan
akan membentuk limpasan permukaan. Karakteristik daerah yang berpengaruh
terhadap bagian air hujan antara lain adalah topografi, jenis tanah, dan penggunaan
lahan atau penutup lahan. Hal ini berarti bahwa karakteristik lingkungan fisik
mempunyai pengaruh terhadap respon hidrologi (Palar et al. 2013).
14

90
80
70 y = 47,66x + 29,50
60 R² = 0,024
50
Q (observasi)
40
debit
30
20 Linear (debit)
10
0
0 0,1 0,2 0,3 0,4
Q (perhitungan)

Gambar 6 Korelasi debit observasi dan debit hasil perhitungan tahun 2008
Gambar 6 merupakan hasil dari perbandingan debit harian aliran permukaan
perhitungan yang didapatkan menggunakan metode NRCS dan data debit harian
yang tercatat di Pos Katulampa. Pos Katulampa dialiri air yang merupakan anak
sungai dai DAS Ciliwung. Pos Katulampa sendiri terletak pada koordinat
06°38'1.43"S dan 106°50'18.67"E. Kedua data tersebut merupakan data debit harian
pada tahun 2008. Debit harian hasil perhitungan dengan debit harian hasil
pengamatan memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 0.024. Hal tersebut
dikarenakan keduanya merupakan hasil yang didapatkan dengan cara yang berbeda.
Debit observasi didapatkan dengan melakukan pengamatan menggunakan alat yang
tercatat di Pos Katulampa, sedangkan debit perhitungan didapatkan dari hasil
persamaan menggunakan metode NRCS di DAS Ciliwung Hulu. Analisis statistik
sederhana memperoleh nilai koefisien determinasi (R2). R2 merupakan indikator
statistik yang digunakan dalam menentukan keandalan metode. Indikator statistik
tersebut untuk melihat korelasi antara debit observasi dengan debit hasil perhitungan
(Suprayogi et al. 2013).

Analisis Kapasitas Waduk

Ide dari Ripple Diagram atau Kurva massa adalah garis yang memperlihatkan
debit aliran pada waktu tertentu. Konsep ini menghitung besar surplus dan defisit
dari suatu waduk. Rentang perbedaan antara keadaan surplus dan defisit dapat
menunjukkan kapasitas waduk. Waduk berfungsi sebagai penangkap air dan
menyimpannya di musim hujan, dengan memiliki daya tampung tersebut sebagian
besar air sungai yang melebihi kebutuhan dapat disimpan dalam waduk dan baru
dilepas ke dalam sungai di bagian hilirnya pada saat diperlukan (Bharali 2015).
Data pada laporan akhir Waduk Ciawi (BBWS Ciliwung-Cisadane)
menyebutkan luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Waduk Ciawi sebesar 88.5 km2.
Pendugaan debit harian di DTA Waduk Ciawi diperoleh dari perhitungan dengan
asumsi data debit proposional terhadap luas DAS Ciliwung Hulu, lalu dikali dengan
data debit harian di Katulampa. Rentang data debit harian yang digunakan dalam
perhitungan dari tahun 2007-2017.
15

Akumulasi Simpangan Debit Harian


30000000
25000000
20000000
15000000
10000000
∑(ΔQi) 5000000
0
-5000000
-10000000
-15000000
-20000000
waktu (hari)

Gambar 7 Akumulasi Simpangan Debit Harian terhadap Rata-rata


Gambar di atas merupakan hasil dari akumulasi time seriesdebit harian
penyimpangan debit terhadap rata-rata, yang dapat menunjukkan ukuran tampungan
waduk saat mengalami surplus maupun defisit. Panjang data yang digunakan 11
tahun yaitu dari tahun 2007-2017. Kapasitas waduk dihitung pertahun dengan
menjumlahkan besar kejadian surplus dan defisit yang terjadi setiap tahunnya lalu
diakumulasikan menjadi grafik pada Gambar 7. Rentang perbedaan yang ditampilkan
dari grafik dapat menunjukkan kapasitas waduk yang harus dipersiapkan untuk
mitigasi banjir. Sehingga saat keadaan surplus waduk dapat menempung air, dan saat
keadaan defisit waduk tidak mengalami kekeringan. Studi kapasitas waduk terbesar
berdasarkan hasil perhitungan penelitian ini menghasilkan 23.5 juta m3. Gambar 7
menunjukkan akumulasi debit dalam keadaan surplus selama tiga tahun, yaitu tahun
2014, 2015, dan 2016. Hasil tersebut merupakan aplikasi dari konsep Ripple, yang
merupakan akumulasi volume secara kontinu dari tahun ketahun. Kapasitas sebesar
23.5 juta m3 merupakan besaran tampungan volume waduk yang dibutuhkan untuk
menanggulangi bencana banjir dalam periode ulang 11 tahun. Kapasitas tersebut
dianggap besar yang diperlukan untuk menanggulangi kejadian banjir ekstrem di
DKI Jakarta.
Kapasitas Waduk Ciawi dengan konsep dry dam ini dirancang dengan
kapasitas maksimum tampungan air sebesar 6.4 juta m3. Rencana pembangunan
Waduk Ciawi dengan volume tampungan air sebesar 6.4 juta m3 diperhitungkan
untuk periode ulang banjir 1000 tahun. Metode yang digunakan untuk hasil kapasitas
tersebut bukan hasil akumulasi debit. Konsep dry dam untuk Waduk Ciawi dengan
kapasitas maksimum sebesar 6.4 juta m3 dibangun untuk menampung air suatu
kejadian sehingga dapat mengendalikan banjir. Waduk dengan desain tersebut tidak
dapat dimanfaatkan untuk irigasi maupun sebagai pemasok air wilayah sekitar, hal
tersebut berbeda dengan konsep waduk existing. Tahun 2011, 2012, dan 2013
menunjukkan akumulasi simpangan debit harian yang defisit, yang berarti bahwa
pada tahun tersebut akumulasi simpangan debit harian dengan nilai dibawah 0
(negatif). Tahun tersebut dapat dikatakan tahun kering dengan intensitas curah hujan
rendah. Panjang musim kemarau pada tahun tersebut lebih lama dan jumlah curah
hujan lebih rendah.
16

Keadaan waduk dominan kering berdasarkan akumulasi terjadi pada tahun


2011 dan 2012. Rata-rata curah hujan tahunan pada tahun tersebut berturut-turut
adalah 2483 mm dan 2917 mm, nilai tersebut termasuk rata-rata curah hujan tahunan
yang rendah dalam data curah hujan selama 11 tahun. Nilai negatif atau keadaan
kering tersebut merupakan hasil dari akumulasi defisit sehingga grafik terus turun.
Keadaan surplus merupakan hasil dari akumulasi secara kontinu dari tahun ketahun
sehingga grafik naik. Tahun kering merupakan keadaan dengan curah hujan yang
rendah sepanjang tahun dengan jumlah hari tidak hujan lebih banyak dari jumlah hari
hujan dan intensitas hujan yang rendah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Luas DTA Waduk Ciawi yaitu 88.5 km2, nilai debit harian di DTA Waduk
Ciawi dihitung dengan asumsi debit proposional terhadap luas DAS. Data debit
harian di Katulampa dari tahun 2007-2017 digunakan dalam penelitian ini untuk
menganalisis kapasitas Waduk Ciawi dengan menghitung surplus dan defisit. Data
curah hujan rata-rata tahunan yang digunakan dalam perhitungan memiliki rata-rata
tahunan sebesar 3213 mm. Tipe pola curah hujan di wilayah DAS Ciliwung adalah
monsun dimana bulan Febuari merupakan jumlah curah hujan terbesar sepanjang
tahun. Kapasitas terbesar waduk yang didapatkan dari hasil akumulasi debit yaitu
23.5 juta m3, besar tersebut merupakan akumulasi surplus selama tiga tahun dan
untuk periode ulang 11 tahun. Waduk Ciawi dirancang dengan kapasitas 6.4 juta m3.
Volume tampungan air tersebut diperhitungkan untuk periode ulang banjir 1000
tahun, dan hasil tersebut bukan hasil dengan perhitungan akumulasi debit. Waduk
tersebut dibangun untuk menampung air suatu kejadian sehingga dapat
mengendalikan banjir. Waduk dengan desain tersebut tidak dapat dimanfaatkan
untuk irigasi maupun sebagai pemasok air wilayah sekitar, hal tersebut berbeda
dengan konsep waduk existing.

Saran

Penelitian ini hanya melihat dengan kondisi kelembaban tanah awal (AMC)
normal untuk menentukan bilangan kurva (curve number). Sehingga, hal ini tidak
sesuai atau kurang mewakili keadaan sebenarnya di lapangan, perlu dipisahkan AMC
pada kondisi tanah kering, normal, dan basah agar hasil yang diperoleh dapat
representatif terhadap kondisi sebenarnya di lapangan. Perhitungan curah hujan rata-
rata dari berbagai stasiun terdekat lebih merepresentatifkan kondisi lapang
dibandingkan dengan menggunakan data dari satu stasiun. Peraturann yang memuat
prosedur baku penanganan banjir perlu ada dan dikeluarkan oleh Badan
Penanggulangan Banjir yang secara independen agar masyarakat luas dapat terlibat
dan mengerti aksi adaptasi dan mitigasi bencana.
17

DAFTAR PUSTAKA

Afrina DP. 2013. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Analisis Perubahan
Lahan dan Curah Hujan terhadap Aliran Permukaan Di DAS Ciliwung [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press.
BPBD Provinsi DKI Jakarta. 2018. Informasi Pemantauan Tinggi Muka Air.
https://bpbd.jakarta.go.id/waterlevel [diakses pada 8 Juli 2018 pukul 20.00]
Bharali Biswadeep. 2015. Estimation of Reservoir Storage Capacity by using
Residual Mass Curve. Journal of Civil Engineering and Environmental
Technology. 2[10]: 15-18.
El-Hames AS. 2012. An empirical method for peak discharge prediction in ungauged
aridand semi-arid region catchments based on morphological parameters and
SCS curve number. Journal of Hydrology. 456-457: 94-100.
Lestari Iwuk Sri, Totok Gunawan, dan Slamet Suprayogi. Estimasi Debit Limpasan
Menggunakan NRCS untuk Optimalisasi Tutupan Lahan di DAS Serang,
Daerah Istimewa Yogyakarta. Majalah Geografi Indonesia. 30[2]: 182-195.
Nurrizqi EH. 2016. Model Pemanenan Air Hujan (Rainwater Harvesting) untuk
Mengurangi Dampak Bencana Banjir di DAS Penguluran, Kec Sumbermanjing
Wetan, Kab Malang [thesis]. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Oshikawa Hideo, Imamura Tomohiko, Komatsu Toshimitsu. 2012. Study on the
flood control ability of a dry dam used as a flood retarding basin in a river.
Journal of Japan Society of Civil Engineers. 67[4]: 667-672.
Palar RT, Kawet L, Wuisan EM, Tangkudung H. 2013. Studi perbandingan antara
Hidrograf SCS (Soil Conservation Service) dan metode rasional pada DAS
Tikala. Jurnal Sipil Statik.1[3]: 171-176.
Laporan Akhir Bendungan Ciawi. 2015. PT Indra Karya, Kementrian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, Direktorat Jendral SDA, dan Satuan Kerja
BBWS Ciliwung-Cisadane. (tidak dipublikasikan).
Riyadi D. 2003. Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Bogor dan Sekitarnya.dalam
Janudianto.2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya
Terhadap Debit Maksimum-Minimum di Sub DAS Ciliwung Hulu. [Skripsi].
Fakultas Pertanian IPB. Bogor
Seyhan E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta (ID): Gadjahmada University
Press.
Suprayogi Imam, Yohanna Lilis H, Lita Darmayanti, Trimaijon. 2013. Analisis hujan
debit pada DAS Indragiri menggunakan pendekatan model IHACRES.
Konferensi Nasional Teknik Sipil. Departemen Teknik Sipil. Universitas Riau.
Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan. Yogyakarta (ID): ANDI.
Tikno Sunu, Teguh H., Nadjadji A., Asep K., Edvin A. 2012. Aplikasi metode curve
number untuk mempresentasikan hubungan curah hujan dan aliran permukaan
18

di DAS Ciliwung Hulu-Jawa Barat. Jurnal Teknik Lingkungan. Jakarta. 13[1] :


25-36.
Toar Palar R, L Kawet, EM Wuisan, H Tangkudung. 2013. Studi perbandingan
antara hidrograf SCS (Soil Conservation Service) dan metode rasionalpada
DAS Tikala. Jurnal Sipil Statik. 1[3]: 171-176.
Windarto J, Hidayat P, Suripin, M januar JP. 2008. Model Prediksi Tinggi MukaAir
Sungai Kali Garang Semarang dengan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal Teknik.
29 [3]: 189-195.
19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Teknis Bendungan Ciawi Tahun 2015 (Laporan Akhir Bendungan
Ciawi; PT Indra Karya 2015).

Ciawi
NO. ITEM SATUAN
H=55,00 m
A. HIDROLOGI
Luas DTA km2 88,50
Hujan Rerata Tahunan mm 3.080,00
Debit Inflow Banjir Q25th m3/det 330,716
Debit Inflow Banjir Q100th m3/det 403,60
Debit Inflow Banjir Q1000th m3/det 524,10
Debit Inflow Banjir PMF m3/det 1.242,96

B. WADUK
El. Puncak Bendungan El.m EL. 551.00
El. Ambang Pelimpah El.m EL. 546.50
Luas Genangan efektif ha 32,82
Volume Tampungan efektif m3 5,03 x 106
El. MA Banjir Q1000th El.m EL. 545.945
El. MA Banjir QPMF
El. m EL. 549.937
(maksimum)
Luas Genangan maksimum ha 39,02
Volume Tampungan maks. m3 6,45 x106

C. BANGUNAN PENGELAK
Tipe Terowong Pengelak Tapal Kuda
Diameter m 1 D 4,20
Debit Banjir Q25th outflow m3/det 267,015
El. MA Banjir Q25th El.m EL.529.041
El. Puncak Cofferdam El.m EL.531.50
Panjang Terowong Pengelak m 495,60
Urugan Zonal
Tipe Cofferdam
Random.
Lebar Puncak Cofferdam m 8
Kemiringan Hulu 1 : 3,00
Kemiringan Hilir 1 : 2,25

D. BENDUNGAN UTAMA
Urugan Zonal
Tipe Bendungan
Random
20

El. Puncak Bendungan El. m El. 551.00


: EL. Dasar
Laporan Akhir SungaiCiawi (BBWS Ciliwung-Cisadane)
Bendungan El. m El. 500.00
tahun 2015; PT Indra Karya.
Tinggi dr dasar sungai m 51,00
Tinggi dr dasar pondasi m 55,00
Lebar Puncak m 9,00
Panjang Puncak m 341,00
Kemiringan Hulu 1 : 3,00
Kemiringan Hilir 1 : 3,00
3
Volume Timbunan m 2,372 juta
E. PELIMPAH KOMBINASI
Tipe Pelimpah No.1 Pelimpah Samping
El. Ambang El. m El. 546.50
Lebar Ambang m 62,00
3
Debit Outflow Q100th m /det 0,00
3
Debit Outflow Q1000th m /det 0,00
3
Debit Outflow QPMF m /det 888,133
Panjang Peredam Energy m 33,00
Panjang Total m 347,10
Tipe Pelimpah No.2 Terowong Tapal Kuda
Diameter m D 4,20
El. Dasar Pemasukan ( Inlet ) El. m El. 511.25
Panjang m 495,60
3
Debit Outflow Q25th m /det 267,015
3
Debit Outflow Q100th m /det 289,396
3
Debit Outflow Q1000th m /det 314,827
3
Debit Outflow QPMF m /det 324,878
Tipe Peredam Type Horisontal
Panjang Peredam m 63,00

BANGUNAN KONTROL
F.
DEBIT
Tipe Bangunan Shaft Tegak
Tipe Pintu Pengaman m Slide gate 4,0 x 4,0m
Tipe Pintu Pengeluaran Radial Gate R 4,0m
Dimensi Pondasi Segi Empat m 8,50 m x 8,50

G. JALAN MASUK
Panjang Jalan m 480,00
Kelas jalan III (Kabupaten)
Lebar Perkerasan m 7,00
Lebar Bahu Jalan m 1,50
Perkerasan Laston (AC)
21

Lampiran 2 Data Teknis Operasi Pengendalian Banjir Bendungan Ciawi (Laporan


Akhir Bendungan Ciawi; PT Indra Karya 2015)

Lampiran 3 Gambar Denah Bendungan Ciawi Ciawi (Laporan Akhir Bendungan


Ciawi; PT Indra Karya 2015)
22

Lampiran 4 Peta Kelompok Hidrologi Tanah (KHT) pada DAS Ciliwung (Afrina
2013)

Lampiran 5 Tabel Kejadian Banjir Besar di DAS Ciliwung The Project for
Capacity Development of JakartaComprehensiveFlood Management in Indonesia,
Jica (2013) dalam Laporan Akhir Bendungan Ciawi; PT Indra Karya (2015).
23

Lampiran 6 Tabel Nilai CN jenis tutupan lahan pada setiap kelompok hidrologi
tanah (Arsyad 1989)
KelompokHidrologiTanah

No Tutupan lahan A B C D
1 Hutan 25 55 70 77
2 Padang rumput 36 60 73 78
3 Kawasan 90 93 94 94
industri/perpakiran
kedap air
4 Kawasan 60 74 83 87
perumahan
5 Lahan terbuka 72 82 88 90
6 Lahan pertanian 52 68 79 84
tertutup tanaman
7 Lahan pertanian 64 75 83 87

8 Tubuh perairan 98 98 98 98

Lampiran 7 Tabel Hydrological Soil Group (Arsyad 1989)


Kelompok A Potensi pengaliran rendah, laju infiltrasi
dan tingkat drainase tinggi. Terutama
untuk tanah pasir dan kerikil
Kelompok B Laju infiltrasi sedang. Untuk tanah
berbutir sedang
Kelompok C Laju infiltrasi lambat. Untuk tanah
berbutir sedang sampai halus
Kelompok D Potensi pengaliran tinggi. Laju infiltrasi
sangat lambat. Untuk tanah liat dengan
daya kembang tinggi dan tanah dengan
muka air tanah permanen tinggi

Anda mungkin juga menyukai