ABSTRACT
TEGUH PERMANA PUTRA. Design and Utilization of Rainwater Tank Home
Scale Units in Alam Sinar Sari Residence at Dramaga. Supervised by
SATYANTO KRIDO SAPTOMO and YANUAR CHANDRA
WIRASEMBADA.
Availability of clean water is not comparable with population growth, so
that strategies to provide clean water are needed. One of the strategy is to use a
rainwater tank. The purpose of this research was to calculate volume of rainwater
tank for home scale and to modify simple filtration tool for improving rainwater
quality. This research began with data collection of maximum daily rainfall data
and rainwater quality. Rainfall data was used to determine the dimension of
rainwater tank that was simulated using the water balance. Rainwater that has
been filtered using a simple filter then its quality was tested. Rainwater could be
utilized if the quality meets the class II quality standard. Filter materials were
sponges, cottons, fibers, gravels, activated carbons, and zeolites. The simulated
rainwater tank capacity using water balance were 250 lt, 330 lt, 500 lt, 1,000 lt,
1,500 lt, 2,000 lt, 2,500 lt, and 3,000 lt. The volume of the selected rainwater tank
was 330 lt based on the average needs fulfillment. Simple filter modification
could increase the physical quality of the rainwater with the arrangement and the
specified thickness.
Keywords: domestic needs, filtration, rainwater, rainwater tank
PERANCANGAN DAN PEMANFAATAN PENAMPUNG AIR
HUJAN SKALA UNIT RUMAH DI PERUMAHAN
ALAM SINAR SARI DRAMAGA
Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Disetujui oleh
Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP., M.Si Yanuar Chandra W., S.T., M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur diucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Perancangan dan Pemanfaatan
Penampung Air Hujan Skala Unit Rumah di Perumahan Alam Sinar Sari
Dramaga” ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu
syarat kelulusan untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik pada Departemen
Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian
Bogor. Terima kasih diucapkan kepada:
1. Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP., M.Si dan Bapak Yanuar Chandra
Wirasembada, S.T., M.Si yang telah membimbing dan mengarahkan selama
penulisan karya ilmiah ini.
2. Bapak Tri Sudibyo, S.T., M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran serta masukan yang berharga.
3. Orangtua saya yaitu Bapak Suhenda dan Ibu Deuis Herawati serta keluarga
yang telah memberikan dukungannya baik berupa moril maupun materil.
4. Suwardi Sitompul, Ahmad S. Hilmi, dan Millah Hudiyah selaku teman satu
bimbingan yang telah menemani selama menyelesaikan karya ilmiah ini.
5. Fahri Ekananda, Rahmat Hadi, Prayoga, Briyan Ramadhan, Revo Fauzan
serta teman SIL 51 lainnya yang telah memberikan bantuannya selama
penelitian berlangsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR TABEL i
DAFTAR GAMBAR i
DAFTAR LAMPIRAN i
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Pemanenan Air Hujan 3
Penampung Air Hujan 4
Filtrasi Sederhana 5
METODE PENELITIAN 6
Waktu dan Lokasi 6
Alat dan Bahan 6
Prosedur Penelitian 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
Curah Hujan Wilayah Dramaga 12
Volume Hujan 13
Penentuan Kapasitas Penampungan Air Hujan 15
Kualitas Air Hujan 17
Pemanfaatan Air Hujan 18
Analisis Biaya 19
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 25
RIWAYAT HIDUP 37
i
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Air hujan terbentuk dari hasil penguapan air di bumi yang terkondensasi
menjadi butiran-butiran air dalam awan (Hamonangan 2011). Proses penguapan
terjadi bersamaan dengan proses trasportasi. Menurut Waluyo (2005) dan Lee
et.al (2010), Uap air yang terkumpul akan melarutkan oksigen, nitrogen,
karbondioksida, debu, dan senyawa lainnya pada proses transportasi. Air hujan
yang turun biasanya mengandung debu, bakteri, serta berbagai senyawa yang
terdapat dalam udara, hal ini dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (McBroom
dan Beasley 2004). Air hujan yang mencapai permukaan bumi akan masuk ke
dalam pori tanah dan sebagian berubah menjadi aliran permukaan (surface
runoff). Aliran permukaan terjadi jika tanah sudah tidak mampu melakukan
infiltrasi karena keadaannya sudah jenuh, sehingga air hujan yang mencapai
permukaan akan mengalir membentuk suatu aliran. Sebelum berubah menjadi
aliran permukaan, air hujan terlebih dahulu memenuhi kebutuhan penguapan,
intersepsi, dan infiltrasi.
Setiap rumah dapat membuat resapan air hujan sendiri jika halaman rumah
ditunjang dengan jenis lapisan tanah yang porus. Sumur resapan dapat
meresapkan air hujan ke dalam lapisan tanah dapat digunakan sebagai media
pembantu untuk tanah meresap air lebih banyak. Namun perlu beberapa
pertimbangan lainnya seperti penentuan lokasi yang tidak terlalu dekat dengan
septik tank. Awalnya air hujan yang jatuh di atas atap disalurkan oleh talang air,
kemudian turun melalui pipa mengalir ke dalam saluran khusus air hujan. Saluran
khusus air hujan ini diarahkan menuju sumur resapan, sehingga drainase di depan
rumah tidak menerima limpasan air hujan dari rumah dan mengurangi beban
sistem drainase perkotaan yang ada.
Pemanenan hujan yang telah dilakukan di Indonesia adalah sebagai penadah
air hujan untuk memperoleh air tawar bagi kehidupan sehari-hari, terutama untuk
minum. Mula-mula air hujan yang jatuh ditampung menggunakan peralatan
seadanya. Kemudian seiring pertambahan waktu, pemanenan air hujan
dikembangkan dengan cara mengumpulkan air hujan dari atap rumah yang
kemudian dialirkan menuju bak-bak penampungan. Air yang telah ditampung
digunakan secara hemat sampai hujan tiba berikutnya. Penyediaan seperti ini
lazim digunakan di daerah pantai dan pulau-pulau kecil, dengan air permukaan
dan air tanah yang payau dan asin (Notodoharjo 2006). Seiring perkembangan
zaman, muncul kreasi-kreasi untuk memanen air hujan secara lebih modern. Air
hujan dalam bak penampungan digunakan untuk keperluan domestik yang
dialirkan dengan bantuan pompa atau dialirkan secara gravitasi.
Pemanenan hujan adalah proses memanfaatkan air hujan dengan cara
ditampung dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Menurut Asdak
(2007) secara garis besar cara pemanenan hujan dapat dibagi kedalam dua cara,
yakni dengan mengumpulkan air hujan di atas atap bangunan (roof catchment)
dan dilakukan dengan mengumpulkan air hujan di atas permukaan tanah (ground
catchment). Sistem pemanenan air hujan di atas permukaan tanah (land surface
catchment areas) pada dasarnya merupakan metode untuk mengumpulkan air
hujan (Fachrudin et.al 2015). Jumlah air hujan yang dapat dipanen di atas
4
Penampung air hujan (PAH) adalah wadah untuk menampung air hujan
yang digunakan sebagai air baku, yang dapat diaplikasikan serta dimanfaatkan
hasilnya secara individu atau dalam skala komunal (Pangestu 2014). Komponen
penampung air hujan terdiri atas bidang penangkap air, talang, saringan, bak
penampung, pipa inlet, pipa pelimpah, kran pengambil air, kran penguras, saluran
pembuangan, pipa lantai, dan lantai. Namun menurut Hamonangan (2011) secara
garis besar alat pemanenan hujan dari atap bangunan memiliki tiga komponen
diantaranya collector, conveyor, dan storage. Collector merupakan area tangkapan
berupa atap bangunan, conveyor merupakan saluran air baik talang maupun pipa,
dan storage berupa bak penyimpanan air hujan. Bak penampung air hujan dapat
diletakkan di atas tanah (Gambar 1), di bawah tanah (Gambar 2), atau dikubur
setengahnya pada tanah. Bahan material atap menggunakan bahan yang tidak
berpotensi menurunkan kualitas air hujan seperti penggunaan asbes serta
pengecatan yang mengandung unsur yang mungkin mencemari air seperti chrome,
besi atau metal. Posisi atap tidak terhalang oleh pepohonan, sehingga tidak ada
dedaunan atau kotoran hewan yang ikut mengalir melalui talang. Menurut Gould
dan Nissen (1999) dalam Fewkes (2012), teknologi PAH sudah digunakan tahun
2000 sebelum Masehi di Israel, Afrika, dan India. Terdapat bukti peninggalan
sistem PAH yang digunakan di Istana Knossos di wilayah Mediteraia pada tahun
1700 SM.
Keuntungan dari pemanenan air hujan adalah bahan yang relatif murah
dapat digunakan untuk konstruksi pembawa dan mengumpulkan air permukaan,
metode konstruksi yang relatif mudah, biaya pemeliharaan rendah, air hujan yang
dikumpulkan dapat langsung digunakan, dapat digunakan sebagai pasokan air
bersih yang dekat dengan rumah, sekolah atau klinik, dan untuk daerah-daerah
yang kekeringan dapat mengurangi waktu wanita dan anak-anak menghabiskan
mengumpulkan air, mengurangi kembali strain atau cedera dari membawa berat
wadah air (Despins 2012). Pemanenan hujan sangat membantu mengurangi air
larian permukaan (runoff) yang berasal dari hujan (Helmreich dan Horn 2008).
Adapun kekurangan dari pemanenan air hujan adalah cadangan air dapat
terkontaminasi oleh kontaminan yang berasal dari hewan misalnya kotoran
burung di daerah tangkapan dan struktur talang kecuali dilakukan pembersihan
terlebih dahulu sebelum digunakan. Selain itu, wadah dapat ditumbuhi alga dan
invasi oleh serangga, kadal dan hewan pengerat yang dapat bertindak sebagai
tempat berkembang biak untuk vektor penyakit jika tidak dipelihara dengan baik.
Filtrasi Sederhana
Air hujan memiliki pH 5-7 dan konsentrasi mineral serta logam berat rendah
(Untari dan Kusnandi 2015). Filtrasi sederhana adalah teknologi penyaringan
dengan berbagai macam media (multi-filter) seperti seperti kerikil, pasir, ijuk.
Konsep dasar dari pengolahan air dengan filtrasi adalah memisahkan padatan dan
koloid dari air dengan alat penyaring atau saringan. Alat filtrasi dapat
dimodifikasi agar hasil lebih optimal menggunakan media adsorpsi seperti
granular activated carbon (GAC) dan zeolit. Padatan terlarut, mikroorganisme,
6
mineral, dan logam berat dalam air hujan akan teradsorpsi dalam GAC dan zeolit
(Cheremisinoff dan Moressi 1978). Faktor yang mempengaruhi filtrasi salah
satunya diameter media. Diameter butiran yang digunakan semakin kecil, maka
semakin baik air yang dihasilkan. Semakin kecil ukuran partikel yang digunakan
maka semakin besar kecepatan adsorbsinya. Semakin luas permukaan adsorben
(zat penyerap), maka semakin banyak adsorbat (zat terserap) yang dapat diserap,
sehingga proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semakin kecil ukuran diameter
media maka semakin luas permukaan adsorben. Distribusi ukuran pori
mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat yang masuk ke dalam pertikel
adsorben (Cheremisinoff dan Moressi 1978).
METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan
seperangkat komputer yang telah dilengkapi dengan software AutoCAD,
SketchUp, serta software pendukung lainnya seperti Microsoft Word dan
Microsoft Excel. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder yaitu
data curah hujan wilayah Bogor, denah perumahan dan data penggunaan air.
Perancangan model penampungan air hujan yang direncanakan berupa gambar
desain dengan menggunakan bantuan software AutoCAD dan SketchUp.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka, studi lapangan, analisis data
curah hujan, perancangan alat penampung air hujan berikut filter sederhana dan
pengujian filter sederhana. Alur kegiatan rencana selengkapnya disajikan pada
Gambar 3. Studi pustaka dilakukan dalam rangka memperoleh pembuktian dan
alasan ilmiah secara teoritis atau bersifat ilmiah dalam melakukan analisis
terhadap beberapa permasalahan. Studi lapangan yang dilakukan diantaranya
melakukan survei dan observasi lapangan. Survei dilakukan untuk memperoleh
data-data yang dibutuhkan untuk analisis baik berupa data primer maupun data
sekunder. Sementara observasi lapangan dilakukan dengan melakukan
pengamatan berdasarkan kenyataan di lapangan.
7
Mulai
Data sekunder:
Curah hujan Pengumpulan data
Penentuan dimensi
PAH
Data kualitas
fisika air hujan Modifikasi alat filtrasi
sebelum dan sederhana
setelah filter
Ya
Pemanfaatan air hujan
Selesai
Data curah hujan yang tersedia adalah pencatatan curah hujan bulanan 15
tahun terakhir dari tahun 2003 hingga tahun 2017. Penentuan kebutuhan air untuk
penampungan air hujan (PAH) dirancang dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Wilayah merupakan wilayah perumahan.
8
a. Distribusi Normal
Analisis distribusi normal dinyatakan dalam persamaan (1) (Ihsan 2016).
̅ ………………………………..………………………......(1)
Keterangan:
XT = perkiraan nilai periode ulang T tahunan
KT = faktor frekuensi
S = deviasi standard data
̅ = nilai rata-rata data
9
̅ ………………………………………..…………………...(2)
Keterangan:
YT = perkiraan nilai logaritmik periode ulang T tahunan
KT = faktor frekuensi
S = deviasi standard bentuk logaritmik data
̅ = nilai rata-rata bentuk logaritmik data
∑
……………………………………………………(3)
∑
[ ] …………….......……….…………………(4)
∑
…………………………….………………...(5)
……………………………………….………(6)
d. Distribusi Gumbel
Analisis distribusi Gumbel dinyatakan dalam persamaan (7). Faktor
probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel disajikan pada persamaan
(8) (Ihsan 2016).
̅ ……………………..…………………….………………...(7)
Keterangan:
̅ = harga rata-rata contoh uji
S = standard deviasi contoh uji
10
....................................................................................................(8)
Air hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara yang
ketika turun melarutkan benda-benda di udara yang dapat mengotori dan
mencemari air hujan seperti gas (O2, CO2, N2), debu, dan lain-lain (Daulay dan
Terunajaya 2016). Air hujan yang jatuh di atap dikumpulkan menuju talang air
yang ditempatkan di samping terendah atap bangunan. Kemudian air mengalir
melalui saluran talang air menuju pipa menuju ke bak penampungan air hujan.
Kapasitas penyimpanan didasarkan beberapa kriteria desain: pola curah hujan dan
volume, durasi periode kering dan estimasi permintaan dengan harapan bahwa
musim kering akan segera berakhir. Perhitungan volume pasokan air hujan pada
atap rumah disajikan pada persamaan (9) (Pangestu 2014).
..............................................................................................(9)
Keterangan:
Q = supply air hujan (m3)
C = koefisien run off
i = curah hujan (m)
A = luas area atap (m2)
.............................................................................(10)
...................................................................................(11)
.........................................................................................(12)
Keterangan:
Melimpas = volume air hujan yang melimpas (lt)
11
Analisis kualitas air hujan dapat meliputi uji karakteristik fisika, dan
kimia. Hasil uji karakteristik air hujan kemudian dibandingkan dengan hasil uji
karakteristik air hasil filtrasi dan standard baku mutu sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No 82 (PP RI 2001). Adapun parameter fisika air hujan yang diuji
diantaranya uji kebauan, TDS, kekeruhan, rasa, temperatur, dan warna. Parameter
kimia air hujan yang diuji diantaranya pH, nitrit dan nitrat, klorida, amonia, dan
sulfat. Kemudian hasil pengujian ini dibandingkan dengan standard baku mutu
yang berlaku.
12
Berdasarkan data total curah hujan pertahun yang disajikan pada Tabel 2,
rata-rata total curah hujan tahunan serta total curah hujan tahunan minimum
Wilayah Dramaga memenuhi persyaratan lokasi penyelenggaraan penampungan
air hujan (PAH) yakni lebih dari 1,300 mm/tahun bersadarkan modul
Penampungan Air Hujan Kementerian PU tentang Penyelenggaraan
Pengembangan SPAM bukan Jaringan Perpipaan No 01/PRTM/M/2009. Deviasi
13
standar hasil perhitungan dari data tersebut adalah sebesar 639. Total curah hujan
bulanan dalam 15 tahun terakhir disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan data curah hujan Wilayah Dramaga yang disajikan pada Tabel
3 ternyata hujan terjadi sepanjang tahun di kawasan Perumahan Alam Sinar Sari
Dramaga. Namun, curah hujan yang turun di wilayah Dramaga bervariasi
tergantung musim. Curah hujan rata-rata tertinggi terdapat pada bulan Februari
yaitu sebesar 510 mm, sementara curah hujan terendah pada bulan Agustus yaitu
sebesar 95 mm. Tahun 2015 merupakan tahun dengan total curah hujan terkecil
selama 15 tahun terakhir, sehingga data hujan pada tahun 2015 digunakan dalam
simulasi neraca air.
Volume Hujan
Data pada Tabel 4 digunakan untuk menentukan curah hujan rencana (R24)
dengan menggunakan analisis frekuensi dengan beberapa model distribusi. Model
distribusi yang digunakan diantaranya distribusi Normal, Log Normal, Log
Pearson III, dan Gumbel. Rekapitulasi analisis frekuensi dengan empat jenis
model distribusi disajikan pada Tabel 5.
Ketersediaan Hujan
Luas atap yang digunakan untuk menangkap air hujan yaitu 48 m2 dengan
dimensi panjang atap 8 m dan lebar atap 6 m. Volume air hujan yang dapat
ditampung pada bak penampungan air hujan dihitung berdasarkan luas tangkapan
air hujan (atap) yang dikalikan terhadap besarnya curah hujan harian maksimum.
Adapun volume ketersediaan air rata-rata selama satu tahun setiap harinya
disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan hasil analisis, rata-rata volume air hujan
harian maksimum yang dapat ditampung adalah sebesar 297.25 lt/hari. Faktor
kehilangan yang digunakan akibat limpasan adalah 20 %, sehingga rata-rata
volume yang dapat ditampung oleh bak penampungan air hujan sebesar 237.8
lt/hari.
3500
3000
Volume (lt)
2500
2000
1500
1000
500
0
1 26 51 76 101 126 151 176 201 226 251 276 301 326 351
Hari Ke-
komponen dasar yang digunakan dalam sistem pemanenan air hujan diantaranya
collector (atap) yang merupakan area tangkapan air hujan, conveyor (saluran)
dapat berupa talang maupun pipa, saringan daun, saluran penggelontor air hujan
pertama, strorage (penyimpanan), dan komponen pemurnian atau penyaringan air
(komponen ini digunakan pada sistem pemanenan air hujan sebagai sumber air
minum) (Susana 2012). Adapun perbandingan beberapa kapasitas penampung air
untuk pemenuhan 50 % kebutuhan air domestik disajikan pada Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 7, total potensi air hujan dari masing-masing luas atap
yang ditampung tidak jauh berbeda. Volume air yang melimpas semakin besar
jika luas atap rumah semakin besar. Adapun potensi air hujan maksimum yang
akan ditampung sebesar 3,325.44 lt per hari dengan kapasitas bak penampungan
17
terpilih adalah 330 lt dengan kapasitas debit maksimum filter 0.45 lt/detik. Bak
penampungan air hujan ditempatkan di atas permukaan tanah. Kelebihan
penempatan bak penampungan air di atas permukaan tanah adalah mudah untuk
dipindahkan, sedangkan kekurangannya adalah membutuhkan lahan yang cukup
sesuai dengan kapasitas penampungan yang direncanakan. Namun, kapasitas
penampung air hujan terpilih menggunakan lahan yang relatif kecil.
atap juga menentukan kualitas air yang mengalir menuju talang karena proses
penangkapan air hujan dari atap dapat menyebabkan masuknya polutan yang
mengendap di atap ke dalam air. Menurut Hidayah dan Aditya (2010), filtrasi
merupakan salah satu bentuk pengolahan air dengan proses fisika. Berdasarkan
Tabel 8, kualitas air hujan secara fisika menjadi lebih baik setelah melewati filter.
Hal ini membuktikan bahwa filtrasi merupakan upaya pengolahan air secara
fisika. Detail engineering design instalasi penampung air hujan disajikan pada
Lampiran 9. Kualitas air hujan hasil filtrasi dapat dikategorikan sebagai air kelas
II sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.82 (PP RI 2001). Air hujan dapat
dimanfaatkan untuk menunjang sebagian kebutuhan air domestik rumah tangga.
Beberapa alternatif lain dalam melakukan pengolahan air hujan menjadi air bersih
(Yulistyorini 2011), diantaranya:
1. Penampung air hujan serta permukaan tangkapan air hujan dibersihkan secara
berkala.
2. Pemasangan saringan pada pipa sebelum menuju bak penampungan air hujan.
3. Pembuangan beberapa liter air hujan pertama ketika hujan pertama turun.
4. Desinfeksi dengan penambahan klorin dengan dosis tertentu (sebaiknya
berkisar 0.4 mg/lt sampai 0.5 mg/lt).
5. Penyaringan air hujan menggunakan pasir lambat.
6. Pasteurisasi menggunakan sinar ultra violet dan panas dari sinar matahari.
Material yang berperan dalam pengolahan air baik secara fisika maupun
secara kimia diantaranya zeolit dan arang aktif (GAC). Zeolit memiliki sifat
absorben dan penyaring molekul karena strukturnya berongga. Menurut Nugroho
dan Purwoto (2014), kation logam alkali dan alkali tanah yang terkandung dalam
zeolit sehingga dapat melakukan pertukaran ion dengan kation logam lainnya.
Arang aktif berperan sebagai material absorben untuk menghilangkan warna,
pemurnian air, dan pengolahan limbah (Nugroho dan Purwoto 2013).
Pemanenan air hujan merupakan salah satu praktik LID (low impact
development) yang merupakan teknik pengelolaan air hujan secara lokal yang
ramah lingkungan. Air hujan yang telah melewati filter mempunyai kualitas yang
lebih baik dari air hujan sebelum melewati filter. Berdasarkan hasil penelitian,
kualitas air hujan yang telah melewati filter dapat dikategorikan ke dalam air kelas
II. Air hujan hasil filtrasi dapat digunakan unutk memenuhi sebagian kebutuhan
air domestik seperti mencuci piring, mencuci pakaian, mandi, flushing toilet, serta
menyiram tanaman. Air hujan tertampung ditargetkan memenuhi kebutuhan air
domestik sebesar 50 % dari total kebutuhan air domestik. Air hujan dalam bak
penampungan akan dipompakan menuju rooftank. Air tertampung dalam rooftank
yang berasal dari sumur akan tercampur dengan air hujan hasil filtrasi. Hal ini
akan mengurangi penggunaan air sumur karena sebagian kebutuhan air domestik
ditunjang oleh air hujan yang telah diperbaiki kualitasnya.
Menurut Kindler dan Russel (1984), penggunaan air untuk kebutuhan kamar
mandi, dapur, toilet, dan mencuci pakaian setiap orang per hari berturut-turut
adalah 60 lt, 45 lt, 70 lt, dan 45 lt. Kebutuhan volume air total per orang setiap
harinya adalah 220 lt. Hal ini didukung oleh pernyataan Metcalf (2004), bahwa
volume penggunaan air setiap orang per hari berkisar antara 50 lt sampai dengan
19
250 lt. Kebutuhan air bersih satu rumah dengan jumlah penghuni 3 orang adalah
660 lt. Total air yang ditampung pada bak penampungan dengan kapasitas
penampungan air terpilih 330 lt berdasarkan curah hujan harian maksimum adalah
37,178 lt/tahun. Total volume ini dapat menghemat penggunaan air sumur
sebesar 37,178 lt per rumah dengan jumlah hunian 3 orang setiap tahunnya.
Analisis Biaya
Simpulan
1. Potensi ketersediaan air rata-rata yang dapat ditampung setiap harinya adalah
237.8 lt. Volume tersebut sudah dikurangi faktor kehilangan air akibat
limpasan sebesar 20 %. Kapasitas bak penampung air hujan yang terpilih
adalah 330 lt. Hal ini ditunjukkan dengan persentase rata-rata pemenuhan
kebutuhan selama satu tahun mencapai nilai optimum.
2. Kualitas air hujan wilayah Dramaga sebelum dan sesudah melalui filter dapat
dikategorikan sebagai air kelas II, sehingga layak digunakan untuk memenuhi
sebagian kebutuhan domestik. Adapun susunan filter dari atas ke bawah
antara lain spon dan kapas, pasir kasar, spon dan ijuk, karbon aktif, spon dan
ijuk, kerikil besar, zeolit, serta spon dan kapas dengan ketebalan yang telah
ditentukan.
21
Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai evaluasi instalasi filter yang
telah terpasang.
2. Air yang tidak tertampung dan menjadi runoff perlu dimanfaatkan dalam
upaya konservasi air. Hal ini dapat diwujudkan misalnya pembuatan kolam
retensi air komunal dalam satu perumahan. Hal ini akan mengoptimalkan
potensi air limpasan untuk simpanan air tanah.
3. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai perbandingan kualitas air hujan di
musim kemarau dan musim hujan.
4. Sebaiknya atap yang dijadikan media untuk pemanenan air hujan dibersihkan
secara berkala agar kualitas air yang ditampung menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah S. 2006. Merakit Sendiri Alat Penjernih Air untuk Rumah Tangga.
Jakarta (ID): Kawan Pustaka.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press.
Bhim S, Deepak R, Amol V, Jitendra S. 2012. Probability analysis for estimation
of annual one day maximum rainfall of Jhalarapatan area of Rajasthan,
India. Plant Archives. 12(2): 1093-1100. ISSN: 0972-5210.
Cheremisinoff NP, Moressi AC. 1978. Carbon Adsorption. New Delhi (IN):Ann
Arbour Science.
Daulay N, Terunajaya. 2016. Pemanenan air hujan (rain water harvesting)
sebagai alternatif pengelolaan sumber daya air di rumah tangga. Jurnal
Teknik Sipil. 1(1): 1-8.
Despins C. 2012. Guidelines for Residential Rainwater Harvesting Systems.
Canada (CA): University of Guelph.
Fachrudin, Setiawan BI, Prastowo, Mustafril. 2015. Pemanenan air hujan
menggunakan konsep zero runoff system (ZROS) dalam pengelolaan lahan
pala berkelanjutan. Jurnal Teknik Sipil. 22(2): 127-136.
Fewkes A. 2012. A review of rainwater harvesting in the UK. Structural Survey.
30(2): 174-194.
Hamonangan T. 2011. Analisis pemanenan hujan dari atap bangunan (studi kasus
(gedung-gedung di kampus IPB Dramaga Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Harsoyo B. 2010. Teknik pemanenan air hujan (rain water harvesting) sebagai
alternatif upaya penyelamatan sumberdaya air di wilayah DKI Jakarta.
Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca. 11(2): 29-39.
Helmreich B, Horn H. 2008. Opportunities in rainwater harvesting. Desalination.
248(3): 118-124.
Hermawan E. 2010. Pengelompokan pola curah hujan yang terjadi di beberapa
kawasan Pulau Sumatera berbasis hasil analisis teknik spektral. Jurnal
Meteorologi dan Geofisika. 11(2): 75-85.
22
Hidayah EN, Aditya W. 2010. Potensi dan pengaruh tanaman pada pengolahan air
limbah domestik dengan sistem constructed wetland. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan. 2(2): 11-18.
Husni M, Nuryanto S. Kajian kualitas air hujan buatan dan kaitannya dengan
peningkatan curah hujan. Jurnal Sains dan Teknologi Modifikasi Cuaca.
1(2): 179-186.
Ihsan M. 2016. Perancangan sistem zero runoff di kampus IPB Dramaga, Bogor,
Jawa Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Karolita M, Koesmartadi Ch. 2013. Teknologi pemanenan air hujan pada
perancangan arsitektur rumah tinggal Heinz Frick. Jurnal Tesa Arsitektur.
11(2): 108-116.
[KemenPU] Kementerian Pekerjaan Umum. 2014. Modul sosialisasi dan
diseminasi standard pedoman dan manual penampung air hujan. Bandung
(ID). Kementerian Pekerjaan Umum.
Klinder J, Russel CS. 1984. Modeling Water Demands. London (UK): Academic
Press Inc.
Lee JY, Yang JS, Han M, Choi J. 2010. Comparison of the microbiological and
chemical characterization of harvested rainwater and reservoir water as
alternative water resources. Science of the Total Environment. 408(4): 896-
905.
McBroom MW, Beasley RS. 2004. Roofing as a source of nonpoint water
pollution. Jurnal of Environmental Management. 73(4): 307-315.
Metcalf E. 2004. Wastewater Engineering. New York (US): Mc Graw Hill
International Edition.
Notodiharjo M. 2006. Pengembangan pemanenan air hujan di Indonesia. Seminar
Nasional Hari Air Sedunia. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal Pengelolaan
Lahan dan Air Departemen Pertanian.
Nugroho W, Purwoto S. 2013. Removal klorida TDS, dan besi pada air payau
melalui penukaran ion dan filtrasi campuran zeolit aktif dengan karbon
aktif. Jurnal Teknik Waktu. 11(1): 47-59.
Pangestu RW. 2014. Perancangan teknologi penampung air hujan skala unit
rumah di kawasan lingkar kampus IPB Dramaga [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
[PP RI] Peraturan Pemerintah. 2001. Pengelolaan kualitas air dan pengendalian
pencemaran air Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001. Jakarta (ID):
Presiden Republik Indonesia.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta (ID):
Andi.
Susana TY. 2012. Analisa pemanfaatan potensi air hujan dengan menggunakan
cistern sebagai alternatif sumber air pertamanan pada gedung perkantoran
Bank Indonesia [Skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Sutrisno E, Siregar YI, Nofrizal. 2016. Pengembangan sistem pemanenan air
hujan untuk penyediaan air bersih di Selatpanjang Riau. Dinamika
Lingkungan Indonesia. 3(1): 1-8.
Tebbutt TH. 1992. Principles of Water Quality Control. Oxford (GB): Pergamon
Press.
Tjasjono B. 2004. Klimatologi Umum. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
23
Untari T, Kusnandi J. 2015. Pemanfaatan air hujan sebagai air layak konsumsi di
Kota Malang dengan metode modifikasi filtrasi sederhana. Jurnal Pangan
dan Agroindustri. 3(4): 1492-1502.
Waluyo L. 2005. Mikrobiologi Lingkungan. Malang (ID): UMM Press.
Wijaya HK, Prastowo, Sapei A. Pandjaitan NH. 2014. Analisis kriteria rancangan
hidraulika pada pemanfaatan air limpasan untuk air baku di kawasan
perumahan. Jurnal Teknik Hidraulik. 5(1): 1-98.
Yulistyorini A. 2011. Pemanenan air hujan sebagai alternatif pengelolaan sumber
daya air di perkotaan. Teknologi dan Kejuruan. 34(1): 105-114.
.
25
LAMPIRAN
26
26
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
27
Curah
S(z) -
No Periode Ulang Hujan z F(z) F(z)
F(z)
(mm)
1 Xt 1.250 99.35 -1.54 6.23E-02 0.143 0.081
2 Xt 2 117.63 -0.97 1.67E-01 0.286 0.119
3 Xt 5 139.27 -0.29 3.85E-01 0.429 0.044
4 Xt 10 152.11 0.11 5.43E-01 0.571 0.029
5 Xt 25 167.11 0.57 7.17E-01 0.714 0.003
6 Xt 50 177.59 0.90 8.16E-01 0.857 0.041
7 Xt 100 187.56 1.21 8.87E-01 1.000 0.113
Rata-Rata 148.66
Standard Dev 32.11 L 0.119
Jumlah 1,040.62 0.05 Lt 0.300
Jumlah Data 7 Memenuhi
30
Lampiran 4 Hasil perhitungan uji Chi Kuadrat distribusi Log Pearson III
No Xt Ch (mm) R K i
1 Xt 1.250 99.34 88.21 4 23
2 Xt 2 117.62
3 Xt 5 139.27
4 Xt 10 152.11
5 Xt 25 167.11
6 Xt 50 177.58
7 Xt 100 187.55
Jumlah Data 7
X mean S.Dev
151.86 138.82
Interval Nilai
No F XI2 F*XI F*XI2
Kelas Tengah XI
1 99 - 122 2 112 12,544 224 25,088
2 123 - 146 1 139 19,321 139 19,321
3 147 - 170 2 166 27,556 332 55,112
4 171 - 188 2 184 33,856 368 67,712
n 7 601 1,063 167,233
Sehingga,
Alfa 0.05
DF 3
X2 t 7.814
X2 h 7.583 Memenuhi
31
……
RIWAYAT HIDUP