Anda di halaman 1dari 23

Kerentanan Banjir di Bekasi

Ratih Utami Khairana

Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas


Indonesia, website: http://www.ui.ac.id/
Email: ratihkhairana@gmail.com

Abstrak. Jawa Barat merupakan daerah beriklim tropis sehingga memiliki dua
musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan biasanya curah
hujan menjadi tinggi sehingga tak jarang menimbulkan banjir di beberapa wilayah.
Bekasi merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki kerentanan
terhadap banjir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wilayah mana saja di
Bekasi yang memiliki kerentanan terhadap banjir dengan menggunakan aplikasi SIG.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode pembobotan (overlay).
Hasil analisis yang diharapkan dari penelitian ini adalah model SIG berbentuk peta
kerentanan banjir di Bekasi.

Kata kunci : kerentanan, banjir, Bekasi

1 Pendahuluan

Jawa Barat merupakan daerah beriklim tropis sehingga memiliki dua musim,
yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan biasanya curah hujan
menjadi tinggi sehingga tak jarang menimbulkan banjir di beberapa wilayah. Bekasi
merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki kerentanan terhadap
banjir.
Banjir adalah luapan air sungai akibat ketidakmampuan sungai menampung
air (Seyhan, 1990). Selain itu banjir didefinisikan sebagai peristiwa di mana daratan
yang biasanya kering menjadi tergenang air yang disebabkan oleh tingginya curah
hujan dan topografi wilayah berupa dataran rendah hingga cekung ataupun
kemampuan infiltrasi tanah rendah sehingga tanah tidak mampu menyerap air.
Berdasarkan hal tersebut maka disimpulkan bahwa faktor utama penyebab banjir
antara lain tingginya intensitas curah hujan dalam waktu yang lama serta kondisi
lahan (bentuk lahan dan sifat fisiknya).
Selain kondisi lahan seperti penutup lahan, topografi, dan geomorfologi, curah hujan
juga merupakan salah satu unsur iklim yang utama dalam menentukan terjadinya
banjir di Indonesia. Dalam inventarisasi daerah rentan banjir, faktor lahan maupun
iklim/cuaca harus dilibatkan secara bersamaan. Dalam hal ini faktor lahan berperan
dalam menentukan daerah yang berpotensi banjir dan bersifat jangka panjang. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan Sistem Informasi Geografi yang
diimplementasikan untuk mengetahui wilayah mana saja di Bekasi yang memiliki
kerentanan terhadap banjir. Selain itu penelitian ini juga memiliki manfaat bagi
instansi terkait dalam melakukan penanggulangan dan pengendalian terhadap banjir
supaya mengambil tindakan yang sesuai.

2 Tinjauan Pustaka

2.1 Pengertian Banjir


Banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai dari alur/palung sungai
disebabkan oleh debit sungai yang melebihi daya tamping sungai pada keadaan curah
hujan yang tinggi (Richards, 1995). Banjir merupakan bencana alam yang perlu
mendapat perhatian, sebab bencana banjir menelan korban jiwa dan kerugian akibat
bencana alam (Kingma, 1990 dalam Asriningrum et al, 1998).
DAS Bekasi Hulu dengan luasan total sebesar 39.045,0 ha mengalami
perubahan yang cepat sampai dengan tahun 2008. Peningkatan luasan permukiman
dari semula sebesar 4,39% menjadi 23,6% dari luas DAS. Perubahan tutupan lahan
dan pola penggunaan lahan tersebut memberikan kontribusi terhadap peningkatan
perbandingan Qmax: Qmin yang semula pada tahun 1998 sebesar 300:20 m3/dt atau
sekitar 15 kali menjadi 545:1,3 m3/dt atau sekitar 410 kali pada tahun 2005. Selain
itu, juga terlihat tajamnya hidrograf seperti yang ditunjukkan pada banjir 1 dan 2
Februari 2002, yang dalam waktu 8 jam banjir telah mencapai 578,6 m3/dt atau 11
kali lipat dari debit sebelumnya dan turun dari 300 m3/dt menjadi 80 m3/dt dalam
waktu kurang dari 2 jam. Kondisi perubahan penggunaan lahan dan aliran tersebut
menunjukkan bahwa kondisi DAS Bekasi Hulu tidak sehat sehingga diperlukan suatu
analisis hidrologi untuk menelaah karakteristik hidrologi DAS Bekasi Hulu dan
mencari sebab terjadinya banjir. Selain itu, terbatasnya kapasitas alir Sungai Bekasi
Hulu untuk mengalirkan limpasan dari keseluruhan DAS, apalagi dengan
meningkatnya debit dari hulu, potensi terjadinya luapan air semakin besar (Siswoko,
2010).

2.2 Penyebab Banjir


Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas
normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai
alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada
tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap (Anonim,
2007b dan Legowo S, 2008). Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air
dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan
sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan
lainnya. Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga
menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke dalam
sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi
pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya sedimentasi
di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya (Anonim, 2005). Disamping itu,
berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir.
Pada daerah permukiman yang padat dengan bangunan tingkat resapan air ke dalam
tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi sebagian besar air
akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk kedalam sistem pengaliran
air, sehingga kapasitasnya terlampaui dan mengakibatkan banjir (Anonim, 2007b).

2.3 Karakteristik Banjir


Banjir dapat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi tapi tidak diimbangi
dengan serapan tanah yang cukup. Banjir bisa saja terjadi dalam bentuk rob atau
bandang. Banjir bandang terjadi akibat adanya penggundulan hutan di hulu sungai.
Ada pula banjir yang terjadi akibat air sungai yang meluap atau akibat pasang air laut
yang terjadi karena perubahan iklin secara ekstrim seperti siklon tropis “El Nina”.

2.4 Kajian Bahaya Banjir


Informasi kejadian banjir yang telah terjadi bermanfaat sebagai data historis
dan empiris yang dapat dipakai untuk menentukan tingkat kerawanan dan upaya
antisipasi banjir. Kajian tersebut diantaranya mencakup: (1) rekaman atau catatan
kejadian bencana yang telah terjadi memberikan indikasi awal akan datangnya banjir
di masa yang akan datang atau dikenal dengan banjir periodik (tahunan, lima tahunan,
sepuluh tahunan, lima puluh tahunan atau seratus tahunan), (2) pemetaan topografi
yang menunjukkan kontur ketinggian sekitar daerah aliran/sungai yang dilengkapi
dengan estimasi kemampuan kapasitas sistem hidrologi dan luas daerah tangkapan
hujan (catchment area) serta "plotting" berbagai luas genangan yang pernah terjadi
dan (3) data curah hujan sangat diperlukan untuk menghitung kemungkinan kelebihan
beban atau terlampauinya kapasitas penyaluran sistem pengaliran air baik sistem
sungai maupun sistem drainase (Anonim, 2007b).

2.5 Gejala dan Peringatan Dini


Datangnya banjir diawali dengan gejala-gejala sebagai berikut: (1) curah hujan
yang tinggi pada waktu yang lama merupakan peringatan akan datangnya bencana
banjir di daerah rawan bencana banjir, (2) tingginya pasang laut yang disertai badain
mengindikasikan akan datangnya bencana banjir beberapa jam kemudian terutama
untuk daerah yang dipengaruhi pasang surut, dan (3) evakuasi dapat dimulai dengan
telah disamai atau dilampuinya ketinggian muka banjir tertentu yang disebut muka
banjir/air "siaga". Upaya evakuasi akan efektif jika dilengkapi dengan sistem
monitoring dan peringatan yang memadai. Sistem peringatan dini dengan
menggunakan sistem telemetri pada umumnya kurang berhasil, karena keterbatasan
dana untuk pemeliharaan alat dan tidak cukupnya jumlah tenaga dan kemampuannya.
Namun peringatan dini dapat dilaksanakan dengan cara yang sederhana yaitu dengan
pembacaan papan duga muka air secara manual yang harus dilaksanakan pada segala
kondisi cuaca (termasuk ditengah hujan lebat), dan mengkomunikasikan
perkembangan pembacaan peningkatan muka air melalui radio atau alat komunikasi
yang ada. Kelemahan dari sistem peringatan dini yang ada sekarang ini adalah pada
penyebaran luasan berita peringatan dini kepada masyarakat yang dapat terkena banjir
pada tingkat desa. Biasanya staf dari instansi yang bertanggung jawab menerima
berita dengan tepat waktu, namun masyarakat yang terkena dampak menerima
peringatan hanya pada saat-saat terakhir. Penyiapan dan distribusi peta rawan banjir
akan membuat masyarakat menyadari bahwa mereka hidup di daerah rawan banjir.
Ramalan banjir dan sistem peringatan dini yang dipadukan dengan peta rawan banjir
dan rencana evakuasi hendaknya dikomunikasikan kepada masyarakat yang berisiko
terkena banjir sebagai upaya kewaspadaan/siaga, namun informasi yang aktual
hendaknya disebarkan secara cepat melalui stasiun-stasiun radio setempat, telpon dan
pesan singkat (SMS).

2.6 Parameter dan Komponen yang Terancam


Parameter atau tolok ukur ancaman/bahaya dapat ditentukan berdasarkan: (1)
luas genangan (km2, hektar), (2) kedalaman atau ketinggian air banjir (meter), (3)
kecepatan aliran (meter/detik, km/jam), (4) material yang dihanyutkan aliran banjir
(batu, bongkahan, pohon, dan benda keras lainnya), (5) tingkat kepekatan air atau
tebal endapan lumpur (meter, centimeter), dan (6) lamanya waktu genangan (jam,
hari, bulan) (Anonim, 2007b, Koodoatie dan Syarif, 2008). Bencana banjir
mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda, baik milik
perorangan maupun milik umum yang dapat mengganggu dan bahkan melumpuhkan
kegiatan sosial-ekonomi penduduk. Uraian rinci tentang korban manusia dan
kerusakan pada harta benda dan prasarana umum diuraikan sebagai berikut: (1)
manusia: penduduk yang meninggal dunia, hilang, luka-luka dan mengungsi, (2)
prasarana Umum: transportasi yang tergenang dan rusak, fasilitas sosial yang
tergenang, rusak dan hanyut, fasilitas pemerintahan, industri-jasa, dan fasilitas
strategis lainnya, (3) prasarana pertanian dan perikanan: sawah beririgasi dan sawah
tadah hujan yang tergenang dan puso (penurunan atau kehilangan produksi), tambak,
perkebunan, ladang, gudang pangan dan peralatan pertanian dan perikanan yang
tergenang (tergenang lebih dari tiga hari dikategorikan rusak) dan rusak (terjadi
penurunan atau kehilangan produksi) karena banjir, (4) prasarana pengairan:
bendungan, bendung, tanggul, jaringan irigasi, jaringan drainase, pintu air, stasiun
pompa, dan sebagainya, (5) harta benda perorangan: rumah tinggal yang tergenang,
rusak dan hanyut, harta benda (aset) diantaranya modal-barang produksi dan
perdagangan, mobil, perabotan rumah tangga, dan lainnya yang tergenang, rusak dan
hilang, dan (6) sarana pertanian-peternakan-perikanan: peternakan unggas, peternak
hewan berkaki empat, dan ternaknya yang mati dan hilang. Perahu, dermaga dan
sarana perikanan yang rusak dan hilang.
3 Metode Penelitian
3.1 Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
 Peta analog, antara lain peta topografi, peta tanah, dan peta penggunaan
lahan. Peta analog tersebut dijadikan peta digital dengan cara discan
kemudian dimasukkan ke dalam software GIS, ArcGIS, supaya memiliki
referensi spasial.
 Data curah hujan di wilayah Bekasi

3.2 Metode Analisis


Analisa Sistem Informasi Geografis yang digunakan dalam penelitian mengenai
kerentanan banjir terdapat dua analisa. Analisa pertama dengan menggunakan
analisa deskriptif untuk mengetahui potensi kerawanan banjir ditinjau dari tingkat
ketinggian wilayah, kemiringan lereng, jenis tanah, dan curah hujannya.
Kemudian analisa kedua melakukan overlay antar variabel yang ada.

3.3 Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi Curah Hujan


No. Curah Hujan Deskripsi
1 >2000 Tinggi
2 1500 – 2000 Sedang
3 <1500 Rendah
Sumber : Kushandoro

Tabel 2. Klasifikasi Kemiringan Lereng


Kelas Lereng (%) Deskripsi
I 0–8 Datar
II 8 – 15 Landai
III 15 – 25 Bergelombang
IV 25 – 40 Curam
V > 40 Sangat Curam
Sumber : Anggoro

Tabel 3. Klasifikasi Wilayah Ketinggian


Ketinggian Deskripsi
7 – 10 m Sangat Rentan
10 – 25 m Rentan
25 – 100 m Tidak Rentan
Sumber : Anggoro
Tabel 4. Klasifikasi Penggunaan Lahan
No. Penggunaan Lahan
1 Lahan terbuka, sungai, waduk, rawa
2 Permukiman, kebun campuran, tanaman pekarangan
3 Pertanian, sawah, tergalan
4 Perkebunan, semak
5 Hutan
Sumber : Anggoro

Tabel 5. Klasifikasi Jumlah Penduduk


No. Jumlah Penduduk Deskripsi
1 < 50.000 Agak padat
2 50.000 – 150.000 Padat
3 >150.000 Sangat padat
Sumber : BPS Bekasi

3.4 Matriks Kesesuaian

Variabel Sangat Rentan Rentan Tidak rentan


Curah Hujan
> 2000 1500 - 2000 < 1500
(mm/tahun)
Kemiringan Lereng
(%) 0 – 15 15 – 25 > 25

Ketinggian (m) 7 – 10 10 – 25 25 – 100


kelas 1 dan 2
(Lahan terbuka,
sungai, waduk,
rawa, kelas 3 dan 4
permukiman, (Pertanian,
kelas 5 (Hutan)
Penggunaan Lahan kebun sawah, tergalan,
campuran, perkebunan,
tanaman semak)
pekarangan)

50.000 –
Jumlah Penduduk > 150.000 < 50.000
150.000
3.6 Alur Pikir

Kota Bekasi

Musim Kondisi Lahan

Musim Musim Hujan Topografi Penggunaan Aktivitas


Kemarau Lahan Manusia

Curah Hujan

Penyebab Banjir

Wilayah mana saja


yang rentan terhadap
banjir?

Data dan Analisis

Peta Wilayah
Kerentanan Banjir di
Bekasi
3.7 Alur Kerja

Pencarian data

Data Raster Slope Citra Google Data Tabuler SRTM Kota Data Jumlah
Kota Bekasi Earth Bekasi Curah Hujan Bekasi Penduduk Bekasi

Reclassify Interpolasi Generate Contour labelling


Digitasi

Peta Klasifikasi Peta Penggunaan Peta Klasifikasi Peta Wilayah Peta Kepadatan
Kemiringan Lereng Lahan Bekasi Curah Hujan Ketinggian Bekasi Penduduk Bekasi
Bekasi Bekasi

Memasukkan data
(add data) ke ArcGIS

Overlay dan query

Peta Wilayah Kerentanan


Banjir di Bekasi
3.8 Pemodelan SIG

Data Jumlah Data Tabuler Ketinggian


Data Raster
Penduduk Curah Hujan
Lereng

labelling labelling interpolasi labelling

Peta Klasifikasi Peta


Peta Penggunaan Peta Klasifikasi Peta Wilayah
Kemiringan Lereng Kepadatan
Lahan Penduduk Curah Hujan Ketinggian

overlay

Peta Wilayah Kerentanan


Banjir di Bekasi
3.9 Model Builder

Query :

 Sangat Rentan
"ch_bekasi_Union_ket_ch" = 'tinggi' AND "ket_lereng" = 'datar' OR
"ket_lereng" = 'landai' AND "ELEVATION" = '7 - 10 m' AND
"Bekasi_Project_ket_pend" = 'sangat padat' AND "QNAME100" = 'Padang'
OR "QNAME100" = 'Permukiman' OR "QNAME100" = 'Tanah Terbuka'
 Rentan
"ch_bekasi_Union_ket_ch" = 'sedang' AND "ket_lereng" = 'bergelombang'
AND "ELEVATION" = '10 - 25 m' AND "Bekasi_Project_ket_pend" =
'padat' AND "QNAME100" = 'Perkebunan' OR "QNAME100" = 'Persawahan'
OR "QNAME100" = 'Pertanian Tanah Kering Semusim'
 Tidak Rentan
"ch_bekasi_Union_ket_ch" = 'rendah' AND "ket_lereng" = 'curam' OR
"ket_lereng" = 'sangat curam' AND "ELEVATION" = '25 - 100 m' AND
"Bekasi_Project_ket_pend" = 'agak padat' AND "QNAME100" = 'Perairan
Darat' OR "QNAME100" = 'Kebun'
4 Hasil

4.1 Curah Hujan

Data curah hujan Kabupaten Bekasi diperoleh dari Badan Meteorologi


Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dari stasiun pengukur curah hujan yang ada.
Banyaknya curah hujan yang turun mempengaruhi kerentanan wilayahnya terhadap
banjir. Wilayah dengan curah hujan > 1500 akan rentan terhadap banjir.
4.2 Kemiringan Lereng

Rentan tidaknya suatu wilayah dapat ditinjau dari kemiringan lerengnya. Data
kemiringan lereng Kapupaten Bekasi diperoleh dari data Raster Slope Bekasi yang
kemudian diubah menjadi data kemiringan lereng dengan menggunakan aplikasi
ArcGIS. Setelah itu data tersebut di-reclassify sesuai dengan matriks.
4.3 Wilayah Ketinggian

Ketinggian wilayah dari permukaan air laut merupakan salah satu variabel yang
menentukan kerentanan wilayah tersebut terhadap banjir. Data ketinggian diperoleh
dari SRTM Bekasi yang kemudian diubah menjadi peta wilayah ketinggian dengan
menggunakan aplikasi ArcGIS. Setelah itu data tersebut di-reclassify sesuai dengan
matriks.
4.4 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan merupakan variabel yang mempengaruhi kerentanan suatu


wilayah karena berkaitan dengan daya resap tanah terhadap air. Area yang
penggunaan lahannya yang didominasi oleh permukiman akan menjadi rentan
terhadap air karena daya infiltrasinya lebih kecil dibanding dengan area yang
penggunaan lahannya hutan atau kebun karena ditumbuhi banyak pohon yang
memiliki akar sehingga lebih baik kemampuan penyerapan airnya.
4.5 Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk suatu wilayah mempengaruhi tingkat kerentanan


wilayah tersebut terhadap banjir. Semakin padat penduduknya maka akan semakin
rentan terhadap banjir. Kepadatan penduduk diperoleh dari data jumlah penduduk
BPS Bekasi yang kemudian dilakukan klasifikasi sesuai matriks.

No. Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa)


1 Setu 83.016
2 Serang Baru 67.433
3 Cikarang Pusat 44.644
4 Cikarang Selatan 87.969
5 Cibarusah 65.189
6 Bojongmangu 26.286
7 Cikarang Timur 79.823
8 Kedungwaringin 55.737
9 Cikarang Utara 173.601
10 Karangbahagia 83.232
11 Cibitung 155.679
12 Cikarang Barat 168.261
13 Tambun Selatan 369.233
14 Tambun Utara 96.326
15 Babelan 159.247
16 Tarumajaya 89.124
17 Tambelang 3.741
18 Sukawangi 4.478
19 Sukatani 68.743
20 Sukakarya 47.343
21 Pebayuran 99.444
22 Cabangbungin 52.289
23 Muaragembong 38.967
Sumber : BPS Bekasi, Tahun 2009
4.6 Wilayah Kerentanan Banjir

Setelah melakukan overlay peta dari variabel-variabelnya, didapatkan peta


yang menggambarkan wilayah kerentanan banjir di bekasi. Wilayah terbagi menjadi
tiga kategori, yaitu sangat rentan, rentan, dan tidak rentan. Berikut ini luas wilayah
berdasarkan klasifikasi kerentanannya yang didapat dari calculate geometry.

Klasifikasi Luas (m2)


Sangat rentan 347878072221.949
Rentan 483918431981.470
Tidak rentan 206490016797.008
5 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode overlay


dapat diketahui bahwa wilayah di Kabupaten Bekasi memiliki kerentanan terhadap
banjir. Hal ini disebabkan oleh karakteristik curah hujan, ketinggian, kemiringan
lereng, penggunaan lahan, dan kepadatan penduduk Bekasi.
Melalui perhitungan yang telah dilakukan, luas wilayah yang sangat rentan
terhadap banjir adalah sebesar 347878072221,949 m2. Kemudian luas wilayah yang
rentan terhadap banjir adalah sebesar 483918431981,470 m2. Sedangkan luas wilayah
yang tidak rentan banjir adalah sebesar 206490016797,008 m2. Dengan kata lain
wilayah Bekasi memiliki kerentanan yang cukup tinggi terhadap banjir.

Referensi

Anggoro, Agus S., Priyono, Andriyani: Applikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis
Web Untuk Monitoring Banjir Di Wilayah Das Bengawan Solo Hulu. Fakultas
Geografi UMS, Surakarta (2011)
Kadri, Trihono dkk.: Analisis Penanggulangan Banjir Kota Bekasi Dengan Pengelolaan DAS
(2011)
Kushardono, Dony dkk.: Inventarisasi Zona Tingkat Kerentanan Banjir di Cilacap.
http://simbalapan.tripod.com/homepage/banjir.htm
Mislan: Bencana Banjir, Pengenalan Karakteristik, dan Kebijakan Penanggulangannya di
Provinsi Kalimantan Timur. Fakultas MIPA Universitas Mulawarman, Kalimantan
Timur (2011)
Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana: Banjir.
http://bnpb.go.id/page/read/31/banjir (2013)
Suherlan, Erlan: Zonasi Tingkat Kerentanan Banjir Kabupaten Bandung Menggunakan Sistem
Informasi Geografis. Skripsi Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB, Bogor
(2001)

Anda mungkin juga menyukai