Disusun oleh:
Marhani
030.12.155
Pembimbing :
Dr. Raden Setyadi, Sp. A
Presentasi Kasus
Neonatus aterm, Distress Respirasi, Hiperbilirubin, dan Neonatal infeksi
Telah diterima dan disetujui oleh pembiming, dr. Raden Setyadi, Sp. A
di RSUD Kardinah
Pendidikan - SMA SD
Penghasilan - 4.000.000,-/bulan -
3
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu kandung pasien
pada Selasa, 2 Juni 2018 pukul 13.00 WIB di ruang Dahlia RSU Kardinah Tegal.
Keluhan Utama: Bayi tidak menangis saat lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu G1P0A0 26 tahun, hamil 39 minggu dengan PEB datang ke IGD
RSU Kardinah karena megeluh mules-mules dan keluar cairan dari vagina,
kemudian pasien dirawat diruang mawar, saat pemeriksaan didapatkan adanya
gawat janin ( fetal distress), sehingga direncanakan untuk SC.
Lahir bayi laki-laki secara SC Jam 03.25, Saat lahir kondisi bayi
menangis (-) merintih (-), tonus otot lemah (+), gerakan sedikit, tidak aktif (+),
kulit akrosianosis (+), hipotermi (+), APGAR skor 3-7-8, BBL 4000 gram, PB 51
cm, LK 37 cm, LD 36 cm. Air ketuban keruh warna hijau bercampur meconium
(+) dan bercampur darah. Nadi 148x/menit, pernapasan 55x/menit, SpO2 99%,
retraksi dada (-), napas cuping hidung (-), GDS 68 mg/dL.Pasien kemudian
dipindahkan ke Dahlia untuk pemantauan lebih lanjut.
4
Panjang lahir: 51 cm
Lingkar kepala: 37 cm
Lingkar Dada : 36 cm
Tonus otot lemah, gerakan sedikit
Kulit akrosianosi
Nilai APGAR: 3-7-8
Kelainan bawaan: -
Riwayat Makanan
Ibu memberikan ASI langsung dan ASI perah lewat botol.
Riwayat Imunisasi
Pasien sudah dilakukan imunisasi Hepatitis B
Riwayat Keluarga
Corak Reproduksi
Ibu P1A0, anak pertama adalah pasien yang lahir tanggal 21 Juni2018,
lahir hidup.Usia ibu pasien saat hamil pasien adalah 26 tahun.
Riwayat pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. MS Ny. NW
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 29 tahun 26 tahun
5
Pendidikan terakhir SMP SD
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
6
Silsilah Keluarga
= Laki-laki
= Perempuan
=Ayah pasien
= Ibu pasien
= Pasien
A. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada Rabu, 2 Juni2018 pukul 13.00 WIB, di
ruang Dahlia RSU Kardinah Tegal.
I. Keadaan Umum
Menangis : (+) kuat Kejang (–)
Gerak : (+) aktif Pucat (–)
Retraksi : (-) Ikterik (+)
Sesak: (-) Sianosis (–)
7
Panjang badan sekarang : 55 cm
Lingkar kepala : 34 cm
8
iv. Abdomen:
Inspeksi: datar, simetris, smiling umbilicus (-),
Auskultasi: Bising usus (-)
Palpasi: Supel, distensi (-), hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi: Timpani
v. Vertebrae: Spina bifida (-), meningokel (-)
vi. Genitalia: Jenis kelamin perempuan
vii. Anorektal : Anus (+)
viii. Kulit : warna kulit merah, ikterik (+)
ix. Ekstremitas:
Keempat ekstremitas lengkap, simetris
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-
Tonus Otot Normotonus Normotonus
Trofi Otot Normotrofi Normotrofi
x. Refleks primitif:
Refleks Oral
Refleks Hisap : (+)
Refleks Rooting : (+)
Refleks Moro : Tidak dilakukan
Refleks Palmar Grasp : (+)
Refleks Plantar Grasp : (+)
9
D. PEMERIKSAAN KHUSUS
Maturitas Bayi
Hasil
Usia kehamilan: 39 minggu
Berat badan: 3200 gr
Kesan: sesuai untuk masa kehamilan
APGAR Score
3 7 5
Hasil: 3 – 7 – 8
10
DOWNE Score
0 1 2
Frekuensi
< 60x/menit 60 – 80x/menit > 80x/menit
napas
Retraksi Tidak ada Ringan Berat
Sianosis hilang Sianosis menetap
Sianosis Tidak sianosis
dengan O2 walaupun diberi O2
Penurunan ringan Tidak ada udara
Udara masuk Baik
udara masuk masuk
Dapat didengar Dapat didengar
Merintih Tidak merintih
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Hasil: 0
NewBallard Score
11
Sudut popliteal 4 Payudara 3
Tanda selempang 3 Bentuk telinga 2
Tumit ke kuping 3 Genital 3
12
Kramer Score
Hasil:
Ikterik sampai tungkai bawah
Kesan:
Score 4 serum bilirubin 15 – 18
mg/dL
13
Air ketuban hijau kental
Berbau
Bila ada salah satu faktor risiko dan ibu mendapat antibiotik < 4 jam maka
beri ampicillin dan gentamicin sesuai protokol, pada pasien terdapat faktor resiko.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium
14
Foto baby gram (25/06/2018)
HASIL
Thorax:
Cor:
Abdomen:
KESAN:
- Bentuk dan letak jantung normal
- Gambaran neonatal pneumonia
- Abdomen tak tampak kelainan
15
USG (2/07/2018)
KESAN
Vesika felea ukuran fastig dan post prandial tampak sedikit kontraksi, cenderung
cholistasis, curiga hepatitis, neonatal, DD: Atresia billier
Tak tampak kelainan lainnya pada sonografi organ intra abdomen diatas
16
E. RESUME
Ibu G1P0A0 26 tahun, hamil 39 minggu dengan PEB datang ke IGD RSU Kardinah
karena megeluh mules-mules dan keluar cairan dari vagina, kemudian pasien dirawat
diruang mawar, saat pemeriksaan didapatkan adanya gawat janin ( fetal distress),
sehingga direncanakan untuk SC. Lahir bayi laki-laki secara SC Jam 03.25, Saat lahir
kondisi bayi menangis (-) merintih (+), tonus otot lemah (+), gerakan sedikit, tidak aktif
(+), kulit akrosianosis (+), hipotermi (+), APGAR skor 3-7-8, BBL 4000 gram, PB 51 cm,
LK 37 cm, LD 36 cm. Air ketuban keruh warna hijau bercampur meconium (+) dan
bercampur darah. Nadi 148x/menit, pernapasan 55x/menit, Suhu 34oC SpO2 99%,
retraksi dada (-), napas cuping hidung (-), GDS 68 mg/dL.Pasien kemudian dipindahkan
ke Dahlia untuk pemantauan lebih lanjut.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan hari Rabu, 2 Juni 2018 pukul 13.00
WIB menunjukkan nadi 136x/menit, pernapasan 35x/menit, suhu 36oC, bayi masih
terlihat kulit ikterik sampai tungkai bawah. Hasil lab tanggal 28 Juni 2018
menunjukkan hiperbilirubinemia .Foto rontgen babygram terdapat gambaran
neonatal pneumonia dan USG didapatkan kesan cenderung cholistasis, curiga
hepatitis, neonatal, DD: Atresia billier.
F. DAFTAR MASALAH
Neonatus aterm
Hiperbilirubinemia
Neonatal infeksi
G. DIAGNOSIS BANDING
Neonatus Aterm KMK (Kecil masa kehamilan)
SMK (Sesuai masa kehamilan)
BMK (Besar masa kehamilan)
Neonatal Hiperbilirubinemia Intra hepatal
Pre hepatal
Post hepatal
Neonatal Infeksi Antenatal
Intranatal
Pascanatal
17
H. DIAGNOSIS KERJA
Neonatus aterm
Distress Respirasi
Hiperbilirubin
Neonatal infeksi
I. PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
Rawat intensif, observasi KU, monitor TTV
Hangatkan bayi
O2 low flow
Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasi
b. Medikamentosa
Inj. Meropenem 200mg/12 jam
Prednison 3x 1,5 mg
PO:
Sanbeplex neo 1 x 0.3 ml
Eltazon 3x1/4
Sequest 3x1/5
Curliv plus 3x1cc
J. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam.
18
K. PERJALANAN PENYAKIT
21Juni 2018 pukul 03.25 WIB 22 Juni 2018 pukul 10.00 WIB 23 Juni 2018 pukul 13.00 WIB
S Lahir bayi SC, lahir tidak menangis, S Bayi masih sesak, pernapasaan cuping S Demam (-), sesak (+),retraksi (+),napas
tonus otot lemah, kulit akrosianosis. hidung (+), menangis (+), gerak kurang cuping hidung (+).
Dilakukan lakukan VTP 2x siklus dan aktif.
diberi O2 respon bayi menangi, tonus
otot <, kulit kemerahan, sesak (+)
APGAR Skor: 3-7-8
O KU:tampak lemah, kulit tampak O KU:tampak lemah O KU:tampak lemah
kebiruan TTV: HR 133 x/m, RR 48x/m, S 37,30C. TTV: HR 137 x/m, RR 51x/m, S 36.70C.
TTV: HR 148 x/m, RR 55x/m, S 34.50C. Status generalis: Status generalis:
Status generalis: Kepala: mesocephali Kepala: mesocephali
Kepala: caput (+) Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-),
Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), retraksi subcostal (-) retraksi (+)
retraksi subcostal (-) Abd:supel, BU (+) Abd:supel, BU (+)
Abd:supel, BU (+) Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-) Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-)
Ekst: sianosis (+/+), edema (-/-) DOWNE score: 1
A Neonatus aterm lahir SC A A
Distres respirasi Distres respirasi
P • Dilakukan VTP2x siklus P • Inj. Gentamicin 20 mg/24 jam P • Inj. Gentamicin 20 mg/24 jam
• O2low flow • Inj Vicillin 2x 200 • Inj Vicillin 2x 200
• Diberi injeksi vit K 0,5cc
• Diberi salep mata
• Inj. Gentamicin 20 mg/24 jam
• D10% + Cal gluconas 20 cc
19
• Inj Vicillin 2x 200
24 Juni 2018 pukul 07.00 WIB 25 Juni2018 pukul 12.40 WIB 26Juni 2018 pukul 07.25 WIB
S sesak berkurang, retraksi (-), napas S Demam (-), sesak berkurang, retraksi S sesak berkurang, retraksi tidak ada, BAB
cuping hidung (-), tampak kuning, BAB berkurang, napas cuping hidung (-), BAB BAK (N), bayi menangis, gerak aktif,
dan BAK baik. dempul, BAK (N), bayi menangis, gerak tampak kuning.
aktif, tampak kuning.
O KU:tampak lemah, gerak aktif >> O KU:gerak aktif >> O KU:gerak aktif >>
TTV: HR 128 x/m, RR 52x/m, S 370C. TTV: HR 126 x/m, RR 32x/m, S 37.00C. TTV: HR 148 x/m, RR 52x/m, S 36.80C.
Status generalis: Status generalis: Status generalis:
Kepala: mesocephali Kepala: mesocephali Kepala: mesocephali
Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-),
retraksi (-),ikterik (+) retraksi (-),ikterik (+) retraksi (-), ikterik (+)
Abd:supel, BU (+) Abd:supel, BU (+) Abd:supel, BU (+)
Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-) Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-) Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-)
20
27Juni2018 pukul 07.00 WIB 28Juni2018 pukul 07.40 WIB 29Juni2018 pukul 09.30 WIB
S Demam (+)semalam (37,6oC) ,sesak (+), S Demam (+) , tampak kuning, retraksi (- S Demam (-),sesak(+), tampak kuning,
tampak kuning, retraksi (-), bayi ),bayi menangis (+), gerak aktif (+) retraksi (-), bayi menangis (+), gerak
menangis (+), gerak aktif (+) aktif (+)
O KU: tampak lemah, gerak aktif > O KU: gerak aktif > O KU: gerak aktif >
TTV: HR 148 x/m, RR 50x/m, S 36.80C. TTV: HR 132 x/m, RR 38x/m, S 37,10C. TTV: HR 154 x/m, RR 65x/m, S 36.00C.
Status generalis: Status generalis: Status generalis:
Kepala: mesocephali, sklera ikterik (+) Kepala: mesocephali, sklera ikterik (+) Kepala: mesocephali
Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-),
retraksi subcostal (-), ikterik (+) retraksi subcostal (-),ikterik (+) retraksi subcostal (-), ikterik (-)
Abd: supel, BU (+) Abd: supel, BU (+) Abd: supel, BU (+)
Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-) Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-) Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-)
P • O2 low flow 0,5 lt/m P • Inj cefotaxime 200mg/12jam P • O2 low flow 0,5 lt/m
• IVFD D10% 15cc • Inj. Gentamicin 20 mg/24 jam • Inj. Meropenem 200mg/12 jam
• Inj cefotaxime 200mg/12jam PO: • Inj. Gentamicin 20 mg/24 jam
• Inj. Gentamicin 20 mg/24 jam Sanbeplex neo 1 x 0.3 ml • Inj Cefotaxime 200mg/12jam
21
Eltazon 3x1/4
Sequest 3x1/5
Rencana : Feses 3 porsi
22
30Juni2018 pukul 07.00 WIB 1Juli2018 pukul 07.40 WIB 2Juli2018 pukul 07.25 WIB
S Demam (+) sore hari, tampak kuning, S Demam (+) semalam, tampak kuning, S Demam (-), tampak kuning, retraksi (-),
retraksi (-), BAB kuning BAK (N), bayi retraksi (-), BAB dempul (sore), BAK BAB BAK (N), bayi menangis (+), gerak
menangis (+), gerak aktif (+) (N), bayi menangis (+), gerak aktif (+) aktif (+)
O KU: tampak lemah, gerak aktif > O KU: gerak aktif > O KU: gerak aktif >
TTV: HR 131 x/m, RR 34x/m, S 36.60C. TTV: HR 140 x/m, RR 48x/m, S 36.50C. TTV: HR 136 x/m, RR 35x/m, S 36.50C.
Status generalis: Status generalis: Status generalis:
Kepala: mesocephali Kepala: mesocephali Kepala: mesocephali
Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-), Toraks: SNV (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-),
retraksi subcostal (-), ikterik (+) retraksi subcostal (-), ikterik (+) retraksi subcostal (-), ikterik (+)
Abd: supel, BU (+) Abd: supel, BU (+) Abd: supel, BU (+)
Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-) Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-) Ekst: sianosis (-/-), edema (-/-)
23
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Kolestasis
1.1.1 Definisi
Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk ke dalam duodenum
dalam jumlah yang normal. Secara klinis, kolestasis dapat didefinisikan sebagai
akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu
dan kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Berdasarkan rekomendasi North
American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology and Nutrition
(NASPGHAN), kolestasis apabila kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl bila
bilirubin total kurang dari 5 mg/dl, sedangkan bila kadar dari bilirubin total lebih dari
5 mg/dl, kadar bilirubin direk lebih dari 20% dari bilirubin total (Benchimol dkk.,
2009; Bhatita, 2014).
1.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan lokasi anatominya kolestasis dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik. a. Kolestasis intrahepatik
Kolestasis intrahepatik bisa juga disebut dengan kolestasis hepatoseluler. Kolestasis
intrahepatik merupakan 68% dari kasus kolestasis. Kolestasis intrahepatik terjadi
karena kelainan pada hepatosit atau elemen duktus biliaris intrahepatik. Hal ini
mengakibatkan terjadinya akumulasi, retensi serta regurgitasi bahan-bahan yang
merupakan komponen empedu seperti bilirubin, asam empedu serta kolesterol ke
dalam plasma, dan selanjutnya pada pemeriksaan histopatologis akan ditemukan
penumpukan empedu di dalam sel hati dan sistem biliaris di dalam hati (Bisanto,
2011; Ermaya, 2014). b. Kolestasis ekstrahepatik Kolestasis ekstrahepatik merupakan
32% dari kasus kolestasis dan sebagian besar adalah atresia bilier. Kolestasis
ekstrahepatik terdapat penyumbatan atau obstruksi saluran empedu ekstrahepatik.
Penyebab utama kolestasis tipe ini adalah proses imunologis, infeksi virus terutama
Cytomegalo virus, Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan
genetik. Akibat dari penyebab tersebut maka akan terbentuk kelainan berupa
nekroinflamasi, yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan dan pembuntuan saluran
empedu ekstrahepatik (Arief, 2012; Ermaya, 2014). Atresia bilier merupakan salah
satu contoh kolestasis ekstrahepatik dan merupakan penyebab yang paling sering
ditemukan. Deteksi dini kolestasis ekstrahepatik yang disebabkan oleh atresia bilier
24
merupakan langkah yang sangat penting, karena metode pengobatan untuk atresia
biler adalah dengan pembedahan hepatik-portoenterostomi yang biasa dikenal dengan
nama operasi Kasai, operasi ini kurang efektif apabila umur pasien sudah lebih dari 2
bulan (Lee dkk., 2010).
1.1.3 Etiologi
1.1.4 Patogenesis
Kolestasis intrahepatik diakibat oleh gangguan sintesis dan atau sekresi asam
empedu akibat kelainan sel hati, saluran biliaris intrahepatik serta mekanisme
transportasinya di dalam hati. Patogenesis kolestasis intrahepatik tersebut dapat
dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut: (Putra dan Karyana, 2010; Bisanto, 2011) a.
Gangguan transporter (Na+ K +ATP-ase dan Na+ bile acid co-transporting protein
NCTP) b. Berkurangnya transport intraseluler yang diakibatkan oleh perubahan
keseimbangan kalsium atau kelainan mikrotubulus akibat toksin atau pengguanaan
25
obat. c. Sekresi asam empedu primer yang berkurang atau terbentuknya asam empedu
atipik di kanalikulus yang berpotensi untuk mengakibatkan kolestasis dan kerusakan
sel hati. d. Meningkatnya permeabilitas jalur paraselular sehingga terjadi regurgitasi
bahan empedu akibat lesi pada tight junction. e. Gangguan pada saluran biliaris
intrahepatik.
1.1.5 Diagnosis
Kolestasis dicurigai apabila terdapat warna ikterus pada kulit atau mukosa yang
tidak menghilang setelah minggu ke-3 kehidupan, pada bayi kurang bulan dan lebih
dari dua minggu pada bayi cukup bulan (Girard dan Lacaille, 2008). Untuk
mendiagnosis kolestasis dapat dilakukan beberapa langkah seperti:
a. Anamnesis
Riwayat ikterus lebih dari 14 hari, keluarga pasien yang menderita kolestasis, lahir
prematur atau berat lahir rendah, riwayat kehamilan dengan infeksi TORCH, hepatitis
B, infeksi intrapartum, pemberian nutrisi parenteral, sepsis dan ISK. Bayi dengan
atresia bilier biasanya lahir dengan berat badan yang normal, sedangkan pada bayi
dengan kolestasis intrahepatik lahir dengan berat badan lahir rendah (Arief, 2012).
b. Pemeriksaan fisik
Ikterus merupakan tanda yang paling sering dijumpai pada pasien dengan
kolestasis, dan merupakan pertanda awal untuk mendiagnosis kolestasis. Pada
umumnya gejala ikterik akan muncul pada pasien apabila kadar bilirubin sekitar 7
mg/dl (Girard dan Lacaille, 2008; Benchimol dkk., 2009). Pemeriksaan abdomen bisa
ditemukan adanya hepatomegali, apabila didapatkan kosistensi hepar keras, tepi
tajam, dan permukaan noduler, hal tersebut dapat diperkirakan hepar sudah
mengalami fibrosis atau sirosis. Hepar yang teraba pada daerah epigastrium maka
dapat dicerminkan sebagai sirosis. Rasa nyeri tekan pada palpasi merupakan
mekanisme peregangan dari kapsula Glissoni yang disebabkan karena edema. Pasien
dengan kolestasis dapat dijumpai juga adanya splenomegali, perdarahan yang
disebabkan oleh defisiensi vitamin K, urin berwarna gelap seperti teh, tinja warnanya
pucat (akholik), sampai bisa didapatkan pasien dengan gagal tumbuh (Kader dan
Balistreri, 2011; Arief, 2012).
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang sangat penting dilakukan untuk mengetahui tipe
kolestasis. Pada pemeriksaan penunjang terdapat beberapa metode pemeriksaan yang
26
mencakup: pemeriksaan laboratorium, ultrasonografi, biopsi hati dan kolangiografi
intraoperatif (Benchimol dkk., 2009; Bisanto, 2011; Ermaya, 2014).
Pemeriksaan laboratorium
27
Khusus untuk pemeriksaan tinja biasa disebut dengan pemeriksaan tinja 3
porsi (dilihat tinja akholik pada tiga periode dalam sehari). Kolestasis
ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan manifestasi berupa tinja akholik
(Girard dan Lacaille, 2008; Tufano dkk., 2009; Oswari, 2014).
Cara pemeriksaan tinja tiga porsi ini adalah :
a. Porsi I diambil pada pukul 06.00 – 14.00
b. Porsi II diambil pada pukul 14.00 – 22.00
c. Porsi III diambil pada pukul 22.00 – 06.00
Ketiga sampel tinja tersebut dimasukan ke dalam wadah yang
berwarna gelap kemudian setiap harinya dievaluasi apabila sudah terkumpul
tiga sampel. Apabila dalam beberapa hari pemeriksaan didapatkan hasil tinja
yang berwarna dempul, maka kemungkinan besar pasien tersebut mengalami
kolestasis ekstrahepatik. Pada pasien dengan kolestasis intrahepatik biasanya
hasil pemeriksaan tinja yang diperiksa hasilnya normal.
Ultrasonografi
28
karena adanya proses obstruksi di hati, sehingga pada saat pasien dipuasakan
kandung empedu tidak dapat dilihat dengan pemeriksaan USG. Keadaan lain
yang mengarah kemungkinan atresia bilier, apabila saat puasa kandung
empedu terlihat ukurannya kecil dan setelah diberikan minum ukurannya tidak
terjadi perubahan (Benchimol, 2009; Oswari, 2014).
Biopsi hati
Biopsi hati merupakan cara yang paling akurat untuk mendiagnosis bayi
dengan kolestasis. Berdasarkan data-data yang didapatkan dari penelitian
sebelumnya, pasien kolestasis yang disebabkan oleh atresia bilier dapat
dideteksi sekitar 90%-95% dengan biopsi hati. Pada atresia bilier dapat
ditemukan gambaran proliferasi duktus biliaris, bile plug, portal track edema,
dan fibrosis. Sedangkan pada pasien dengan hepatitis neonatal idiopatik
dengan metode ini akan didapatkan gambaran pembengkakan sel difus,
transformasi giant cell, dan nekrosis hepatoseluler fokal (Oswari, 2007).
Kolangiografi
29
adalah menurut Japanese Society Of Pediatric Surgeon, yang membagi
keadaan ini menjadi 3 tipe. Tipe 1 atresia meliputi terutama duktus biliaris
komunis, tipe 2 atresia bilier naik sampai keduktus hepatikus komunis dan
tipe 3 atresia bilier mengenai seluruh sistem bilier ekstrahepatik (Oswari,
2007).
1.1.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kausal
Penatalaksanaan suportif
Medikamentosa
a. Asam ursodeoksikolat
30
b. Kolestramin
Nutrisi
Kekurangan energi protein (KEP) sering terjadi sebagai akibat dari kolestasis.
Penurunan eksresi asam empedu menyebabkan gangguan pada lipolisis
intraluminal, solubilisasi dan absorbsi trigliserid rantai panjang. Bayi dengan
kolestasis membutuhkan asupan kalori yang lebih tinggi dibanding bayi
normal untuk mengejar pertumbuhan. Untuk menjaga tumbuh kembang bayi
seoptimal mungkin dengan terapi nutrisi, digunakan formula khusus dengan
jumlah kalori 120-150% dari kebutuhan normal serta vitamin, mineral dan
trace element.
Terjadi dalam 72 jam pertama setelah Terjadi lebih dari 72 jam setelah lahir
lahir
31
dan atau bau prosedur invasif, pemberian
Ketuban pecah dini > 24 jam cairan parenteral, penggunaan
Pemeriksaan dalam vagina selama cairan untuk mengatasi syok
persalinan yang tidak bersih Sepsis didapat dari masyarakat :
Partus lama higiene buruk, perawatan tali
Asfiksia neonatorum pusat tidak bersih, pemakaian
Adanya ketuban keruh bercampur botol susu, pemberian makan dini
mekoneum atau 3 kriteria di atas,
indikasi untuk memulai pemberian
antibiotik. Bayi dengan 2 faktor
risiko harus dilakukan pemeriksaan
skrining sepsis dan diobati sesuai
hasil kultur.
2.1.2 Epidemiologi
32
1%, penyakit virus 6%-8% dari seluruh populasi neonatus dan infeksi bakteri
nosokomial 2%-25% dari bayi yang dirawat di NICU.
Infeksi awitan dini apabila terjadi dalam lima hari pertama kehidupan pada
umumnya disebabkan karena infeksi intrauterin atau intrapartum sedangkan infeksi
awitan lambat terjadi sesudah umur tujuh hari dan sering terjadi selama pasca
persalinan dan akibat kolonisasi nosokomial.Menurut perkiraan WHO, terjadi sekitar
5 juta kematian neonatus pada tahun 1995 dan menurun menjadi 4 juta pada tahun
2004, namun tetap 98% terjadi di negara sedang berkembang.
2.1.3 Patogenesis
Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR.Infeksi lebih sering
ditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir
diluar rumah sakit.Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta
terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman
yang juga berasal dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam
3 golongan, yaitu :
Infeksi Antenatal
Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini
kuman itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya
infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat
menyerang janin melalui jalan ini ialah :
a. Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalic
inclusion
b. Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;
c. Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeria
monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta.
Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapat
tuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut.
Infeksi Intranatal
Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.
Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah
ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan
33
lahirnya bayi lebih dari 12 jam ), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya
plasentisitas dan amnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih
utuh misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina.
Infeksi janin terjadi dengan inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi
pneumonia kongenital selain itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi
intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari
vagina misalnya blenorea dan ” oral trush ”.
Infeksi Pascanatal
Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang
berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat
penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat
infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah.
Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali karena mortalitas infeksi
pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat infeksi dengan kuman
yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit.
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis infeksi perinatal tidak mudah.Biasanya diagnosis dapat ditegakkan
dengan observasi yang teliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti, dan
dengan pemeriksaan fisik serta laboratorium.
Diagnosis dini dapat ditegakkan bila kita cukup waspada terhadap kelainan
tingkah laku neonatus. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam
pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit maupun kelainan congenital
tertentu, namun tiba-tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya selalu diingat bahwa
kelainan tersebut disebabkan infeksi.
Menegakkan kemungkinan infeksi bayi baru lahir sangat penting, terutama
pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan
angka kematian yang tinggi. Di samping itu, gejala klinis infeksi yang perlu mendapat
perhatian yaitu:
Bayi malas minum
Bayi tertidur
Tampak gelisah
Pernafasan cepat
34
Berat badan turun drastis
Terjadi muntah dan diare
Panas badan dengan pola bervariasi
Aktivitas bayi menurun
Pada pemeriksaan dapat ditemui: bayi berwarna kuning, pembesaran hepar,
purpura, dan kejang-kejang
Terjadi edema
Sklerema
Terdapat 2 skoring yang digunakan untuk menemukan diagnosis neonatal
infeksi yaitu “Bell Squash Score” dan “Gupte Score”:
Bell Squash Score:
1. Partus tindakan
2. Ketuban tidak normal
3. Kelainan bawaan
4. Asfiksia
5. Preterm
6. BBLR
7. Infeksi tali pusat
8. Riwayat penyakit ibu
9. Riwayat penyakit kehamilan
Hasil: < 4 Observasi NI; > 4 NI
Gupte Score:
Prematuritas 3
Cairan amnion berbau busuk 2
Ibu demam 2
Asfiksia 2
Partus lama 1
Vagina tidak bersih 2
KPD 1
Hasil: 3-5 screening NI; > 5 NI
35
Diagnosis infeksi neonatal didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan penunjang (laboratorium).Salah satu panduan yang digunakan untuk
mendiagnosis infeksi neonatal bahkan yang berlanjut menjadi sepsis tertera pada
tabel dibawah ini.
Kategori A Kategori B
Kesulitan bernapas (misalnya, apnea, Tremor
napas lebih dari 30 kali per menit, Letargi atau lunglai
retraksi dinding dada, grunting pada Mengantuk atau aktivitas berkurang
waktu ekspirasi, sianosis sentral) Iritabel atau rewel
Kejang Muntah (menyokong kecurigaan
Tidak sadar sepsis)
Suhu tubuh tidak normal (tidak normal Perut kembung (menyokong
sejak lahir dan tidak memberi respons kecurigaan sepsis)
terhadap terapi atau suhu tidak stabil Tanda klinis mulai tampak sesudah
sesudah pengukuran suhu normal hari ke empat (menyokong kecurigaan
selama tiga kali atau lebih, menyokong sepsis)
diagnosis sepsis) Air ketuban bercampur meconium
Persalinan di lingkungan yang kurang Malas minum sebelumnya minum
higienis (menyokong kecurigaan dengan baik (menyokong kecurigaan
sepsis) sepsis)
Kondisi memburuk secara cepat dan
dramatis (menyokong kecurigaan
sepsis)
36
pemeriksaan penunjang sesegera mungkin.Adapun masing-masing kriteria adalah
sebagai berikut:
Kriteria mayor :
Ketuban pecah >24 jam
Denyut jantung janin yang menetap >160 kali per-menit
Ibu demam ; saat intrapartum suhu >38C
Korioamnionitis
Ketuban berbau
Kriteria minor :
Ketuban pecah antara 12-24 jam
Jumlah leukosit maternal >15.000 sel/mL
Ibu demam; saat intrapartum suhu > 37,5 C
Apgar score rendah (menit ke-1 <5, menit ke- 5 menit <7)
Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) < 1500 gram
Usia gestasi < 37 minggu
Kehamilan ganda
Keputihan pada ibu yang tidak diobati.
Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK) / tersangka ISK yang tidak diobati
Diagnosis laboratorium
a. Diagnosis pasti infeksi neonatal ditegakkan berdasarkan biakan darah, cairan
serebrospinal, urin, dan infeksi lokal
b. Diagnosis tidak langsung:
1. Jumlah leukosit, hitung jenis, leukopenia <5000 /mm3, leukositosis
>12000/mm3, hanya bernilai untuk sepsis awitan lambat
2. Neutropenia (<1500/mm3 ), neutrofilia (<7000/mm3) hanya bernilai untuk
sepsis awitan lambat
3. Rasio I:T ( >0,18 )
4. Trombositopenia (<100,000/mm3)
5. C-reactive protein positif (>6 mg/L), merupakan nilai prognostik
6. ESR (erytrocyte sedimentation rate) atau micro-ESR pada dua minggu
pertama (nilai normal dihitung pada usia hari ketiga)
7. Haptoglobin, fibrinogen dan leukocyte elastase assay.
37
8. Pengecatan gram cairan aspirat lambung positif (bila >5 neutrophils/LPB)
atau ditemukan bakteri
9. Pemeriksaan fibonektin
10. Pemeriksaan sitokin, interleukin-1, soluble interleukin 2receptor,
interleukin-6, dan tumour necrosis factor –a, dan deteksi kuman patogen
GBS & ECK 1 dengan, pemeriksaan latex particle agglutination dan
countercurrent immunoelectrophoresis.
11. Polymerase chain reaction suatu cara baru untuk mendeteksi DNA bakteri.
12. Prokalsitonin merupakan petanda infeksi neonatal awitan dini dan lambat,
memberikan hasil yang cukup baik pada kelompok risiko tinggi.
13. Pada neonatus yang sakit berat, kadar prokalsitonin merupakan petanda
infeksi yang lebih baik dibanding C- reactive protein dan jumlah leukosit.
Kadar prokalsitonin 2 mg/ml mungkin sangat berguna untuk membedakan
penyakit infeksi bakterial dari virus pada neonatus dan anak
Analisis pada sistem hematologi sesaat setelah bayi lahir berperan sebagai
indikator diagnosis sepsis. Narasima dkk (2011) melakukan penelitian mengenai
signifikansi Hematological scoring system (HSS) pada diagnosis sepsis awitan dini
pada bayi baru lahir. Berdasarkan jumlah dari total HSS diklasifikasikan menjadi
tidak ada sepsis apabila total skor 2, probable sepsis jika skor 3-4 dan diagnosis
sepsis atau infeksi apabila skor 5. Jumlah PMN total mempunyai nilai sensitivitas
(89,47%) paling tinggi diantara parameter hematologi yang lain sedangkan rasio PMN
total dan jumlah trombosit mempunyai nilai spesifisitas yang sama sebesar 75%
dalam membantu diagnosis sepsis awitan dini.Dengan mempertimbangkan nilai
sentivitas, spesifisitas, nilai duga positif dan nilai duga negatif pada penelitian
tersebut didapatkan bahwa rasio I:T rasio merupakan tes yang paling terpercaya
dalam mendiagnosis sepsis.
38
Sepsis neonatorum atau meningitis sering didahului oleh keadaan hamil dan
persalinan sebelumnya seperti dan merupakan infeksi berat pada neonatus dengan
gejala-gejala sistemik.
Faktor resiko :
- Persalinan (partus) lama atau terlantar
- Persalinan dengan tindakan operasi vaginal
- Infeksi/febris pada ibu
- Air ketuban bau, warna hijau
- KPD, lebih dari 24 jam
- Prematuritas & BBLR
- Gawat janin atau depresi neonatus
Tanda &gejala :
- Bayi tdk mau/tdk bisa menetek
- Bayi tampak sakit, tidak aktif, & sangat lemah
- hipotermia/hipertermia, tetapi dpt normal
- Bayi gelisah& menangis
- Bayi kesulitan napas
- Dapat disertai kejang, pucat, atau ikterus
Prinsip pengobatan:
- Metabolisme tbh dipertahankan kebutuhan nutrisi dipenuhi
- Pengobatan antibiotika scr IV
- Ampisilin 200 mg/kg/hr 3-4x peberian & gentamisin 5 mg/kg/hr 2x pemberian
- Kloramfenikol 25 mg/kg /hr 3-4x pemberian
- Pemeriksaan laboratorium rutin
- Biakan darah & uji resistensi
- Fungsi lumbal & biakan cairan serebrospinalis & uji resistensi
- Tindakan & pengobatan lain diberikan atas indikasi
2. Aspirasi pneumonia
Aspirasi pneumonia terjadi pada intrauterin karena inhalasi likuor amnion yang
septik dan menyebabkan kematian terutama bayi dengan BBLR karena reflex
menelan dan batuk yang belum sempurna.
Gejala :
39
- Sering tidur atau letargia
- Berat badan turun drastic
- Kurang minum
- Terjadi serangan apnea (Apneu neonatal)
- Dicurigai bila ketuban pecah lama, keruh, bau
Pengobatan :
- Resusitasi pada bayi baru lahir
- Pertahankan suhu tubuh
- Beri antibiotika spektrum luas_ampisilin+gentamisin
Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan rontgen atau konsultasidokter ahli
anak.
3. Diare
Diare merupakan penyakit yang ditakuti masyarakat karena dengan cepat dapat
menimbulkan keadaan gawat dan diikuti kematian yang tinggi.Bayi yang baru lahir
sudah disiapkan untuk dapat langsung minum kolostrum yang banyak mengandung
protein, kasein, kalsium sehingga dapat beradaptasi dengan ASI.Jika bayi aterm dan
pemberian ASI benar, sangat kecil kemungkinan terjadi penyakit diare.Kuman yang
sering menyebabkan diare yaitu E. coli yang mempunyai sifat pathogen dalam tubuh
manusia. Adapun gejala klinis diare yaitu : tinja/feses yang jumlahnya banyak, cair,
berwarna hijau/kuning dan berbau khas.
Tubuh bayi terdiri dari sekitar 80% air sehingga penyakit diare dengan cepat
menyebabkan kehilangan air sehingga bayi akan jatuh dalam keadaan dehidrasi,
sianosis dan syok. Untuk dapat mengatasi dan menurunkan angka kematian karena
diare pada bayi dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
- Minum bayi tidak perlu dikurangi
- Berikan larutan garam gula/oralit sebanyak mungkin
- Bila keadaan lebih membahayakan perlu dipasang infuse
- Konsultasi pada dokter
B. Infeksi Ringan
1. Oftalmia Neonatorum
40
Merupakan infeksi mata yang disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae saat
bayi lewat jalan lahir
2. Infeksi Umbilikus (Omfalitis)
Merupakan infeksi pada pangkal umbilikus yang disebabkan oleh infeksi
Staphylococcusb aureus.
3. Monialisis
- Disebabkan jamur Candida albicans
- Tidak menimbulkan gejala
- Pada kondisi tubuh yang menurun atau pada penggunaan antibiotika /
kortikosteroid yang lama dapat terjadi pertumbuhan berlebihan jamur yang
kemudian menyebabkan terjadinya stomatitis pada neonatus dan pada akhirnya
mengakibatkan kematian.
4. Stomatitis
Merupakan infeksi yang dimulai sebagai bercak putih di lidah, bibir, dan mukosa
mulut.
41
Pegang instrumen tajam dengan hati – hati dan bersihkan dan jika perlu
sterilkan atau desinfeksi instrumen dan peralatan.
Bersihkan unit perawatan khusus bayi baru lahir secara rutin dan buang sampah.
Pisahkan bayi yang menderita infeksi untuk mencegah infeksi nosokomial.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
14. Newell SJ.Gastrointestinal Disorders. Dalam: Rennie JM,Roberton NRC.
Textbook of Neonatology. Edisi 3. Philadelphia: Crurchill
Livingstone.1999;h:747-755.
15. Lissauer T, Clayden G. Illustrated Textbook of Paediatrics.Ed 3.Mosby
Elsevier.2008;h:154-155.
16. Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice: Bilirubin
physiology and clinical chemistry. NeoReviews 2007;8:58-67.
17. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI,
Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2010; p. 147-53.
18. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. In: Fanaroff
AA, Martin RJ, editors. Neonatal- perinatal Medicine. Disease of the Fetus and
Infant (Seventh Edition). St Louis: Mosby Inc, 2002; p.1309-50.
19. Mathindas S, Wilar R, Wahani A. Hiperbilirubinemia pada neonates. Jurnal
Biomedik, Volume 5, Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S4-10
20. Maisels MJ. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Klaus MH, Fanaroff AA, editors.
Care of the High-Risk Neonate (Fifth Edition). Philadelphia: WB Saunders Co,
2001; p.324-62.
21. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics
(17th Edition). Philadelphia PA: Saunders; 2004.
22. American Academy of Pediatrics. Subcomitte on hyperbilirubinemia.
Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of
gestation. Clinical Practice Guidlines. Pediatrics 2004; 114: 297-316.
23. Madan A, Macmahon JR, Stevenson DK. Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam:
Taeusch HW, Ballard RA, Gleason CA, editor. Avery’s disease of the newborn.
Edisi ke 8. Philadephia: WB Saunders CO. 2005; h.1226-53.
44