Anda di halaman 1dari 8

FIMOSIS dan PARAFIMOSIS

Definisi

Fimosis adalah suatu kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat di retraksi (ditarik)
ke proksimal sampai ke korona glandis.Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir
karena terdapat adhesi alamiah antara prepusium dengan glans penis.Sedangkan Parafimosis
adalah prepusium penis yang diretraksi sampai disulkus koronarius tidak dapat dikembalikan
pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius.

Etiologi

Fimosis dapat timbul kemudian setelah lahir.Hal ini berkaitan dengan tingkat higienitas alat
kelamin yang buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis
kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction).Pada fimosis
kongenital umumya terjadi akibat terbentuknya jaringan parut di prepusium yang biasanya
muncul karena sebelumnya terdapat balanopostitis.Apapun penyebabnya, sebagian besar
fimosis disertai tanda-tanda peradangan penis distal.

Sedangkan fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir biasanya terjadi karena ruang di antara
kutup dan penis tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan prepusium menjadi
melekat pada glans penis, sehingga sulit ditarik ke arah proximal.Apabila stenosis atau
retraksi tersebut ditarik dengan paksa melewati glans penis, sirkulasi glans dapat terganggu
hingga menyebabkan kongesti, pembengkakan, dan nyeri distal penis atau biasa disebut
parafimosis.Sedangkan parafimosis biasanya karena menarik (retraksi) prepusium ke
proksimal biasanya dilakukan pada saat bersenggama/masturbasi atau sehabis pasang kateter.

Epidemiologi

Berdasarkan data epidemiologi, fimosis banyak terjadi pada bayi atau anak-anak hingga
mencapai usia 3 atau 4 tahun. Sedangkan sekitar 1-5% kasus terjadi sampai pada usia 16
tahun.Parafimosis yang di diagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis yang belum
disunat (disirkumsisi) atau telah disirkumsisi namun hasil sirkumsisinya kurang baik. Fimosis
dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia, namun kejadiannya tersering pada
masa bayi dan remaja
Patogenesis

Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan
debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam preputium dan
perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil
dan dapat ditarik ke proksimal.

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis
tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala
penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau
didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

Normalnya hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang dihasilkan
oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul didalam prepusium dan perlahan-lahan
memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat
prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3 tahun, 90%
prepusium sudah dapat di retraksi.

Penyakit ini dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, debris
yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma) mengumpul di dalam prepusium dan
perlahan-lahan memisahkan prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil
dan dapat ditarik ke proksimal. Pada usia 3 tahun, 90 % prepusium sudah dapat diretraksi.
Tapi pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada glans penis, sehingga ujung
preputium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu fungsi miksi.Smegma
terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh
bakteri yang ada didalamnya.

Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga tidak bisa ditarik
mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubangyang
sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena
“balloning”dimana prepusium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran
urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium. Bila fimosis menghambat
kelancaran berkemih, seperti pada balloning maka sisa-sisa urin mudah terjebak di dalam
prepusium.Adanya kandungan glukosa pada urine menjadi pusat bagi pertumbuhan
bakteri.Karena itu, komplikasi yang paling sering dialami akibat fimosis adalah infeksi
saluran kemih (ISK). ISK paling sering menjadi indikasi sirkumsisi pada kasus fimosis.

Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan kotoran-kotoran pada glans penis sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis dan prepusium (balanitis) yang
meninggalkan jaringan parut sehingga prepusium tidak dapat ditarik kebelakang 7.

Pada lapisan dalam prepusium terdapat kelenjar sebacea yang memproduksi smegma.Cairan
ini berguna untuk melumasi permukaan prepusium.Letak kelenjar ini di dekat pertemuan
prepusium dan glans penis yang membentuk semacam “lembah” di bawah korona glans penis
(bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). Di tempat ini terkumpul keringat,
debris/kotoran, sel mati dan bakteri. Bila tidak terjadi fimosis, kotoran ini mudah
dibersihkan. Namun pada kondisi fimosis, pembersihan tersebut sulit dilakukan karena
prepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang.Bila yang terjadi adalah perlekatan prepusium
dengan glans penis, debris dan sel mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan.

Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini terjadi peradangan
pada permukaan preputium dan glans penis.Terjadi pembengkakan kemerahan dan produksi
pus di antara glans penis dan prepusium.Meski jarang, infeksi ini bisa terjadi pada diabetes.

Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
preputium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang dan
debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul didalam preputium dan
perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara
berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil
dan dapat ditarik ke proksimal.

Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara kutup dan penis
tidak berkembang dengan baik.Kondisi ini menyebabkan kulup menjadi melekat pada kepala
penis, sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau
didapat, misalnya karena infeksi atau benturan.

Parafimosis merupakan kasus gawat darurat. Upaya untuk menarik


kulit preputiumke belakang batang penis, terutama yang berlebihan namun gagal untuk
mengembalikannya lagi ke depan manakala sedang membersihkan glans penis atau saat
memasang selanguntuk berkemih (kateter), dapat menyebabkan parafimosis.
Kulit preptium yang tidak bias kembali ke depan batang penis akan menjepit penis sehingga
menimbulkan bendungan aliran darah dan pembengkakan (edema) glans penis
dan preputium, bahkan kematian jaringan penis dapat terjadi akibat hambatan aliran darah
pembuluh nadi yang menuju glans penis.

Manifestasi Klinis

Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil,
menggelumbungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi
urine.Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada prepusium
(postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan prepusium penis
(balanopositis).

Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak di ujung
penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakus prepusium
penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yang mengalami
deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.

1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin

2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat mulai buang air
kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal tersebut disebabkan oleh karena urin
yang keluar terlebih dahulu tertahan dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis
sebelum keluar melalui muaranya yang sempit.

3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.

4. Kulit penis tak bisa ditarik kea rah pangkal ketika akan dibersihkan

5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang memancar
dengan arah yang tidak dapat diduga

6. Bisa juga disertai demam

7. Iritasi pada penis.


8. Pada kasus Parafimosis biasanya kulup tertarik ke belakang kepala penis disertai udem,
jeratan, dan nyeri pada penis

Tata Laksana

Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada penderita fimosis,
karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium sebagai fimosis
sekunder. Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans dapat dicoba diberikan salep
deksametasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6
minggu, prepusium dapat retraksi spontan.

Bila fimosis tidak menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan penatalaksanaan non-


operatif, misalnya seperti pemberian krim steroid topikal yaitu betamethasone selama 4-6
minggu pada daerah glans penis.

Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada
saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk
dilakukan sirkumsisi.Tentunya pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu
sebelum dilakukan sirkumsisi.

Fimosis yang harus ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat obstruksi dan
balanopostitis.Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan sayatan dorsal terlebih dahulu
yang disusul dengan sirkumsisi sempurna setelah radang mereda.

Secara singkat teknik operasi sirkumsisi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Setelah penderita diberi narkose, penderita di letakkan dalam posisi supine.Desinfeksi


lapangan pembedahan dengan antiseptik kemudian dipersempit dengan linen steril.Preputium
di bersihkan dengan cairan antiseptik pada sekitar glans penis.Preputium di klem pada 3
tempat.Prepusium di gunting pada sisi dorsal penis sampai batas corona glandis.Dibuat teugel
pada ujung insisi. Teugel yang sama dikerjakan pada frenulum penis. Preputium kemudian di
potong melingkar sejajar dengan korona glandis. Kemudian kulit dan mukosa dijahit dengan
plain cut gut 4.0 atraumatik interupted.
Hati- hati komplikasi operasi pada sirkumsisi yaitu perdarahan.Pasca bedah penderita dapat
langsung rawat jalan, diobservasi kemungkinan komplikasi yang membahayakan jiwa
penderita seperti perdarahan.Pemberian antibiotik dan analgetik.

Pada parafimosis prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik
memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan
prepusium dikembalikan pada tempatnya.Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum
insisi pada jeratan sehingga prepusium dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema
dan proses inflamasi menghilang, pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi. Walaupun
demikian, setelah parafimosis diatasi secara darurat, selanjutnya diperlukan tindakan
sirkumsisi secara berencana oleh karena kondisi parafimosis tersebut dapat berulang atau
kambuh kembali.

Komplikasi

Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat fimosis, yaitu :

· Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih

· Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksi
sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.

· Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.

· Penarikan prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri dan
pembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.

· Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.

· Timbul infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian menimbulkan
kerusakan pada ginjal.

· Fimosis merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis.

2.2 Parafimosis
2.2.1 Definisi
Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai disulkus koronarius
tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis dibelakang
sulkus koronarius.

2.2.2 Etiologi
Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat
bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter.

2.2.3 Epidemiologi
Parafimosis yang di diagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis yang
belum disunat (disirkumsisi) atau telah disirkumsisi namun hasil sirkumsisinya kurang baik.
Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia, namun kejadiannya tersering
pada masa bayi dan remaja.

2.2.4 Patogenesis
Parafimosis merupakan kasus gawat darurat. Upaya untuk menarik
kulit preputiumke belakang batang penis, terutama yang berlebihan namun gagal untuk
mengembalikannya lagi ke depan manakala sedang membersihkan glans penis atau saat
memasang selanguntuk berkemih (kateter), dapat menyebabkan parafimosis.
Kulit preptium yang tidak bisa kembali ke depan batang penis akan menjepit penis sehingga
menimbulkan bendungan aliran darah dan pembengkakan (edema) glans penis
dan preputium, bahkan kematian jaringan penis dapat terjadi akibat hambatan aliran darah
pembuluh nadi yang menuju glans penis.

2.2.5 Tata Laksana


Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik memijat
glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan prepusium
dikembalikan pada tempatnya.Jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada
jeratan sehingga prepusium dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses
inflamasi menghilang, pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi. Walaupun demikian,
setelah parafimosis diatasi secara darurat, selanjutnya diperlukan tindakan sirkumsisi secara
berencana oleh karena kondisi parafimosis tersebut dapat berulang atau kambuh kembali. 1,4,5
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki B. Kelainan Penis dan Urethra. Dasar-dasar Urologi. Ed.2. Jakarta :
CV. Infomedika. 2003.Hal : 150
2. Purnomo, Basuki B. Kelainan Penis dan Urethra. Dasar-dasar Urologi. Ed.2. Jakarta :
CV. Infomedika. 2003. Hal : 240

Anda mungkin juga menyukai