Anda di halaman 1dari 35

PETUNJUK PRAKTIKUM

Lahan EKOTEKNOLOGI

SUMBERDAYA Analisis

LAHAN DAN
Air
AIR

PROGRAM STUDI TEKNIK PETANIAN DAN BIOSISTEM


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas selesainya Modul Praktkum Ekoteknologi Sumberdaya
Lahan dan Air
Modul praktikum ini berisi tentang model-model ekoteknologi yang dapat dilakukan di
lahan sebagai upaya untuk melakukan penerapan ekoteknologi.
Semoga buku petunjuk praktikum ini dapat digunakan sebagai mana mestinya sebagai
pelengkap perkuliahan.

Tim Penyusun
Dwi Rustam Kendarto
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 3


ACARA I ............................................................................................................................................. 4
KONTRAK PRAKTIKUM EKOTEKNOLOGI SUMBERDAYA LAHAN DAN AIR ............... 4
ACARA II............................................................................................................................................ 6
PENGENALAN DAN ANALISIS EKOSISTEM ALAMI .............................................................. 6
ACARA III .......................................................................................................................................... 9
PENGENALAN DAN ANALISIS EKOSISTEM ARTIFISIAL ..................................................... 9
ACARA IV ........................................................................................................................................ 11
PENGENALAN PEMANENAN AIR UNTUK AIR IRIGASI ...................................................... 11
ACARA V .......................................................................................................................................... 14
PEMBUATAN DAN PERANCANGAN WET LAND/ PHYTOREMEDIASI (1) ....................... 14
ACARA VI ........................................................................................................................................ 17
PEMBUATAN PERANCANGAN WETLAND/PHYOREMEDIASI .......................................... 17
ACARA VII ....................................................................................................................................... 20
PEMBUATAN PERANCANGAN WETLAND/PHYOREMEDIASI .......................................... 20
ACARA VIII ..................................................................................................................................... 23
PEMBUATAN FILTER AIR ........................................................................................................... 23
ACARA IX ........................................................................................................................................ 28
PEMBUATAN FILTER AIR ........................................................................................................... 28
ACARA X .......................................................................................................................................... 30
PENGUJIAN FILTER AIR ............................................................................................................. 30
ACARA XI ........................................................................................................................................ 32
KUNJUNGAN KE IPAL UNPAD ................................................................................................... 32
ACARA I

KONTRAK PRAKTIKUM EKOTEKNOLOGI SUMBERDAYA LAHAN


DAN AIR

DESKRIPSI:
Praktikum ekoteknologi sumberdaya lahan dan air merupakan praktikum mata kuliah
ekoteknologi sumberdaya lahan dan air yang berisi model-model dan praktek kegiatan-
kegiatan yang bersifat ekoteknologi dalam pengelolaan sumberdaya lahan dan air .
CAPAIAN PEMBELAJARAN :
Mahasiswa mempunyai pemahaman yang menyeluruh mengenai ekoteknologi
sumberdaya lahan dan air dan mampu menjelaskan dan menyusun secara sederhana mengenai
ekoteknologi.
DAFTAR ACARA PRAKTIKUM
No Pertemuan Acara Jenis kegiatan
1 1 Kontrak Praktikum Resitasi
2 2 Pengenalan dan analisis ekosistem alami Pengamatan
3 3 Pengenalan dan analisis eksistem buatan Pengamatan
4 4 Pengenalan pemanenan air untuk air irigasi Pengamatan
dan
pengukuran
5 5 Pembuatan dan perancangan wet land/ Penelusuran
phytoremediasi dan
identifikasi
6 6 pembuatan perancangan wetland/phyoremediasi Project
7 7 Pembuatan dan perancangan Project
wetland/phytoremediasi
8 8 Pembuatan filter air Identifikasi
dan
penulusuran
9 9 Pembuatan filter air project
10 10 Pengujian filter air pengukuran
11 11 kunjungan ke IPAL Unpad fieldtrip

PENJELASAN DAN ATURAN


1. Praktikum merupakan bagian dari perkuliahan
2. Nilai praktikum menjadi komponen penilaian dalam nilai akhir mata kuliah
3. Mahasiswa wajib mengikuti praktikum
4. Mahasiswa hadir paling lambat 10 menit setelah acara dimulai
5. Mahasiswa berperan aktif dalam kegiatan praktikum dan penyusunan laporan
6. Mahasiswa wajib mengikuti ujian praktikum jika di selenggarakan.
7. Mahasiswa mentaati peraturan yang telah ditetapkan di laboratorium.
8. Ketika praktikum berlangsung dan setelah paktikum mahasiswa menjaga kenyaanan
dan kebersihan laboratorium.
ACARA II

PENGENALAN DAN ANALISIS EKOSISTEM ALAMI


I. Pendahuluan
Definition of "Ecosystem": An ecosystem is a combination of two words: "ecological"
and "system." Together they describe the collection of biotic and abiotic components and
processes that comprise and govern the behavior of some defined subset of the biosphere.
Ini adalah jenis ekosistem utama:
1. Ekosistem alam: Ekosistem alami dapat terestrial (berarti padang pasir, hutan, atau padang
rumput) atau perairan, (kolam, sungai, atau danau). Ekosistem alami adalah lingkungan
biologis yang ditemukan di alam (misalnya hutan) daripada diciptakan atau diubah oleh
manusia (peternakan).
2. Ekosistem buatan: Manusia telah memodifikasi beberapa ekosistem untuk keuntungan
mereka sendiri. Ini adalah ekosistem buatan. Mereka bisa terestrial (ladang tanaman dan
kebun) atau perairan (akuarium, bendungan, dan kolam buatan manusia).
Types of Natural Ecosystems

Ada dua tipe utama ekosistem alami:


• Ekosistem alam perairan
• Ekosistem darat terestrial
Dalam ekosistem perairan, organisme berinteraksi dengan air (kata "aqua" berarti air).
Dalam ekosistem terestrial, organisme berinteraksi dengan tanah (kata "terra" berarti
daratan).

Aquatic ecosystems include rivers, ponds and lakes.


Aquatic Ecosystem
Ekosistem perairan pada umumnya mencakup 71% permukaan bumi. Sebagai sejenis,
ekosistem perairan dapat diklasifikasikan kembali menjadi tiga varietas, yang didefinisikan
oleh jenis air dimana organisme berinteraksi.
• Freshwater, Jenis ini mencakup danau, sungai, kolam, sungai, dan lahan basah dan
merupakan persentase terkecil dari ekosistem perairan bumi.
• Transitional communities: Tempat-tempat di mana air tawar dan air asin berkumpul,
termasuk muara dan lahan basah.
• Marine: Lebih dari 70% bumi ditutupi oleh laut, atau air asin, ekosistem. Ini termasuk garis
pantai, terumbu karang, dan laut terbuka.

Mountains, forests, deserts, and grasslands are types of terrestrial ecosystems.

Terrestrial Ecosystems
Ekosistem terestrial diklasifikasikan menurut jenis lahan atau kawasan terestrial.
• Forest: Ekosistem ini memiliki populasi pohon padat dan mencakup hutan hujan tropis.
• Desert: pasir menerima curah hujan kurang dari 25 cm per tahun.
• Grassland: Ekosistem ini meliputi savana tropis, padang rumput sedang, dan tundra Arktik.
• Mountain: Ekosistem mountain meliputi perubahan elevasi curam antara padang rumput,
jurang, dan puncak.
II. Tujuan
Mahasiswa dapat mengenetahui komponen ekosistem alami dan dapat melakukan
analisis peranan komponen ekosistem dalam keberlanjutan ekosistem.
III. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat ukur, alat pengukur karakeristik
ekosisitem
Bahan yang digunakan adalah ekosistem alami yang dipilih untuk dilakukan analisis
IV. Metode
Pengamatan lapangan dan melakukan analisis terhadap komponen ekosistem
lingkungan yang sudah ditentukan
V. Tugas
1. Mahasiswa melakukan pengamatan pada suatu ekosistem alami dan melakukan pendataan
faktor-faktor pembentuk
2. Mahasiswa membuat rantai energy dalam suatu ekosistem
3. Mahasiswa melakukan analisis spesies kunci dalam penentuan keberlangsungan ekosistem
ACARA III

PENGENALAN DAN ANALISIS EKOSISTEM ARTIFISIAL

I. Pendahuluan
Ekosistem buatan tidak menopang dirinya sendiri, dan ekosistemnya akan binasa tanpa
bantuan manusia. Misalnya, peternakan adalah ekosistem buatan yang terdiri dari tumbuhan
dan spesies di luar habitat aslinya. Tanpa manusia, ekosistem ini tidak bisa bertahan sendiri.
Tanaman dan hewan membutuhkan bantuan manusia untuk makan dan bertahan. Perbedaan
utama antara ekosistem alami dan ekosistem buatan adalah keragaman. Ekosistem alami
mengandung lebih banyak faktor alami dan organisme. Hubungan antara organisme, satu sama
lain dan lingkungan di ekosistem ini lebih kompleks daripada ekosistem buatan.
Dinding hidup adalah ekosistem buatan. Semua dinding yang hidup membutuhkan
intervensi manusia agar bisa berkembang, dalam bentuk pasokan air dan nutrisi, dan
pengelolaan hama dan penyakit. Dinding dalam ruangan juga membutuhkan cahaya yang tepat.
Komponen yang direkayasa, seperti sistem irigasi, sangat penting untuk berfungsinya sistem;
Misalnya, jenis geotekstil yang digunakan dalam sistem dinding hidup hidroponik secara
langsung akan mempengaruhi kemampuan tanaman untuk menerima jumlah air yang tepat -
tidak terlalu banyak, dan tidak terlalu sedikit. Komponen yang direkayasa juga mendukung dan
mempengaruhi komponen biologis dari sistem. Oleh karena itu, desain manusia merupakan
faktor penting yang mendasari semua ekosistem buatan. Dinding hidup memiliki desain yang
relatif sederhana, dibandingkan dengan kompleksitas ekosistem alami yang jelas.
Dinding hidup mungkin menampilkan tingkat kebaruan ekologi yang tinggi, seperti
kombinasi spesies yang belum pernah terjadi dalam sejarah evolusioner organisme atau
populasi yang terlibat. Jika hal baru menghasilkan kondisi yang melebihi toleransi organisme
individual, maka stres, berkurangnya kebugaran, perubahan struktur masyarakat dan
konsekuensi fungsi ekosistem dapat terjadi. Penyebab utama kebaruan dalam ekosistem buatan
berasal dari penciptaan mereka dari nol karena terputusnya ekosistem alami, yang seringkali
berakibat pada kurangnya warisan biologis dan memori ekologis yang melekat pada dinamika
ekosistem alami. Dalam ekosistem alami, tanah merupakan reservoir ekologi yang
mengandung biji-bijian dan keseluruhan makanan berbasis aktivitas mikroba, namun tanah
alami jarang membentuk dasar ekosistem buatan tumbuhan buatan. Kurangnya warisan
biologis atau memori ekologis dapat menyebabkan komunitas mikroba depauperate yang dapat
memiliki efek mendalam pada fungsi ekosistem. Termasuk keanekaragaman hayati yang lebih
besar di dinding yang hidup dapat meningkatkan fungsinya.
II. Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan ekosisitem artifisial, komponen ekosistem artifisial
dan rantai makanan dan energy dalam ekosistem artifisial.
III. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alah ukur dan sokumentasi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekosistem artifisial yang dipilih
untuk diamati
IV. Metode
Praktikum dilakukan dengan metode pengamatan dan analisis terhadap komponen
ekosistem serta mengetahui spesies kunci dalam ekosistem tersebut
V. Tugas
1. Mahasiswa melakukan pengamatan terhadap suatu ekosistem artifisiel terpilih
2. Mengidentifikasi komponen pembentuk ekosistem dan melakukan analisis system ekologi
dari ekosistem tersebut
3. Melakukan identifikasi spesies kunci dalam penentuan kualitas ekosistem dan keberanjutan
ekosistem
4. Membuat laporan hasil identifikasi dan analisis
ACARA IV

PENGENALAN PEMANENAN AIR UNTUK AIR IRIGASI

I. Latar Belakang
Eco-teknologi didefinisikan sebagai desain berkelanjutan ekosistem yang
mengintegrasikan makhluk hidup dengan lingkungan alaminya. mencakup pemulihan
ekosistem yang secara substansial telah terganggu oleh kegiatan manusia dan pengembangan
ekosistem berkelanjutan yang memiliki nilai-nilai manusia dan ekologi. Terutama dibutuhkan
sebagai energi konvensional
Prinsip eko-teknologi adalah teknologi yang berbasis kepada kapasitas diri dalam
merancang suatu eco-system, mengandalkan kepada pendekatan sistemik dalam melakukan
konservasi sumberdaya. Eco-technologi mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan manusia
dan kebutuhan alam, eco-technology akan memberikan solusi yang berkelanjutan dengan
mengandalkan kepada ketersediaan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui.
Prinsip eko-technologi
• self-design
Salah satu pilar dasar rekayasa ekologi yang merupakan sebuah aplikasi self-
organisasi dalam desain ekosistem. Ini telah menjadi salah satu prinsip-prinsip
rekayasa yang paling konsisten digunakan ekologi
• acid-test
Membuat atau memulihkan ekosistem biasanya tidak eksperimental ilmu. Jadi
jika ada beberapa prinsip-prinsip ilmiah umum dapat dikembangkan dari
rekayasa ekologi. Tapi ketika sebuah ekosistem dibuat atau dipulihkan, prinsip-
prinsip umum yang sudah ada di bidang ekologi dapat dibantah
• systems thinking
Sistem berpikir diperlukan bila ekosistem diciptakan atau dikembalikan. Ini bukan
waktunya untuk berpikir tentang penyebab linear dan efek melainkan ekosistem
sebagai semua.
• natural energy use, andBerfokus pada energi alam seperti energi surya, energi
angin, dan energi hidrologi yang sudah terwujud dalam ekosistem
• ecosystem conservationPerkembangan ekosistem berkelanjutan dengan rekayasa
ekologi akan memiliki efek yang sama. Oleh karena itu, konsekuensi langsung
dari rekayasa ekologi adalah bahwa hal itu akan menjadi kontraproduktif untuk
menghilangkan atau bahkan mengganggu ekosistem alam kecuali benar-benar
perlu. Pengakuan nilai ekosistem memberikan justifikasi yang lebih besar untuk
konservasi ekosistem dan spesies lainnya.
Kegiatan atau usaha dapat dinyatakan sebagai kegiatan eco-technologi bila memiliki lima
kriteria sebagai berikut:
• Ekosistem digunakan untuk mengurangi atau mengatasi masalah polusi.
• Ekosistem ditiru atau disalin untuk mengurangi masalah sumber daya.
• memulihkan ekosistem didukung setelah gangguan yang signifikan.
• ekosistem yang ada dimodifikasi dengan cara yang ramah lingkungan.
• Ekosistem digunakan untuk kepentingan umat manusia tanpa menghancurkan
keseimbangan ekologi
Salah satu model eco-teknologi adalah pemanfaatan air hujan untuk kegiatan budidaya
pertanian dan kebutuhan domestic dengan melakuka pemanenan air atau rain water harvesting.
Pemanenan Air hujan merupakan upaya pengumpulan air hujan dari permukaan lahan
dan langsung dari air hujan dikumpulkan untuk penggunaan disaat membutuhkan (Sustainable
Earth Technologies, 1999, dalam Charles, 2005). Pengembangan pemanenan air sebagai
sumber alternative harus mempertimbangkan; kualitas air, kuantitas dan peruntukan, serta
dalam pembangunan model pemanenan air harus mempertimbangkan aspek fisik, aspek sosial
dan aspek teknis (Charles, 2005).
II. Tujuan
Mahasiswa dapat mengelompokaan suatu kegiatan termasuk dalam eko-teknologi atau
bukan dengan melihat kriteria-kriteria kegiatan/usaha dinyatakan sebagai eko-technologi
II. . Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum acara ini antara lain, alat ukur, mesin hitung
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah green house penelitian ALG
(academic ledearship grant)
III. Langkah Kerja
1. Mahasiswa mengamati project rain water harvesting hasil penelitian Akademik Leadership
Grant
2. Melakukan identifikasi terhadap kriteria eco-technologi (5 kriteria dasar)
3.Melakukan analisis factor-faktor yang menentukan kegiatan rainwater harversing dinyatakan
sebagai eko-teknologi
4. Membuat sket diagram alur proses rain water harvesting dan menjelaskan kegiatan-kegiatan
yang termasuk dalam eko-teknologi
5. Jelaskan secara rinci aspek fisik, aspek sosial dan aspek teknik dalam konstruksi pemanenan
air hujan,
IV. Tugas
1. Mahasiswa melakukan identifikasi komponen dalam pemanenan air hujan
2. Mahasiswa mengukur dimensi struktur bangunan pemanenan air hujan
3. Mehasiswa melakukan perhitungan air yang tertampung oleh bangunan pemanenan air
hujan
4. Mehasiswa menghitung ketersediaan-kebutuhan air untuk kegiatan budidaya pertanian
dengan jenis tanaman budidaya yang terpilih
5. Membua laporan hasil perhitungan dan anlisis kesetimbangan air untuk budidaya tanaman

Pustaka:
1. Patrick C. Kangas , 2005, Ecological Engineering: Priciples and Practises, Lewis
Publishers London
2. Milagros Jean Charles, Rain Water Harvesting Systems for Communities in Developing
Countries, Thesis, Michigan Technological University, Michigan
ACARA V

PEMBUATAN DAN PERANCANGAN WET LAND/


PHYTOREMEDIASI (1)
I. Pendahuluan
Fitoremediasi adalah penggunaan tanaman untuk membersihkan atau mengendalikan
berbagai jenis polutan termasuk logam, pestisida dan minyak [1]. Tanaman tersebut juga
membantu mencegah angin, hujan, dan air tanah membawa polusi dari tempat ke daerah lain
[2]. Selama dua dekade terakhir, fitoremediasi telah menjadi jalur yang semakin dikenal untuk
pencabutan kontaminan dari air dan tanah dangkal dan merupakan teknik pasif pasif yang pasif
dan bermanfaat untuk remediasi bulu dangkal dengan tingkat kontaminasi yang rendah sampai
sedang [2].
Bulu bawah permukaan bergerak ke bawah gradien dan dapat mengalami remediasi
sepanjang perjalanan terutama melalui reaksi redaman mikroba [3]. Karena bulu-bulu
mencapai kedalaman yang dangkal, mereka menemukan rhizosfer dari komunitas tanaman
dataran tinggi di mana fitoremediasi awal dapat dimulai [4]. Akhirnya, aliran air tanah mengalir
dan mengalirkan air permukaan [5]. Di zona ini, kontaminan bulu yang membaur lebih mudah
dijangkau aktivitas fitoremediasi dan komunitas tanaman mengacu pada lahan basah [6]. Lahan
basah dengan posisi mereka untuk akses dangkal terhadap butiran kontaminan ini dan
produktivitasnya yang khas sangat tinggi [6] mungkin mewakili sistem pembersihan berbiaya
rendah / bernilai tinggi yang dibayangkan oleh EPA [2].
Tanaman di lahan basah alami menyediakan substrat (akar, batang, dan daun) dimana
mikroorganisme dapat tumbuh saat mereka memecah bahan organik dan menyerap logam berat
[1]. Namun, sebagai akibat dari meningkatnya eksploitasi ekspansi dan eksploitasi sumber daya
eksponensial, telah diketahui bahwa ekosistem lahan basah alami tidak dapat selalu berfungsi
secara efisien untuk tujuan yang diinginkan dan standar kualitas air yang ketat [7]. Faktor-
faktor ini dan banyak lainnya telah menyebabkan perkembangan "lahan basah" yang cepat
untuk pengolahan limbah (terutama air limbah) [7]. Tanah basah yang dibangun (CW) adalah
rawa atau rawa buatan, yang telah dirancang dan dibangun untuk memanfaatkan proses alami
yang melibatkan vegetasi lahan basah, tanah, dan kumpulan mikroba terkait untuk membantu
pengolahan limbah [8]. Biasanya terdiri dari sejumlah bilik berbentuk persegi panjang dan /
atau berbentuk tidak beraturan (sel) yang dihubungkan secara seri dan dikelilingi oleh tanah
liat, batu, beton atau bahan lainnya. Tiga jenis sel dapat digunakan dalam sistem lahan basah
yang dibangun (CWS): sel permukaan air bebas (FWS), sel aliran sub-permukaan (SSF), dan
sel hibrida yang menggabungkan aliran permukaan dan bawah permukaan [9]. CWS telah
terbukti berhasil memulihkan berbagai masalah kualitas air, dengan keunggulan di atas lahan
basah alami, namun masih memiliki beberapa kelemahan: kinerja CWS mungkin kurang
konsisten dibandingkan perlakuan konvensional karena perubahan lingkungan pada musim
yang berbeda; komponen biologis sensitif terhadap bahan kimia beracun (mis., amonia dan
pestisida); dan flushes polutan atau lonjakan arus air dapat mengurangi efektivitas pengobatan
secara sementara.
Direkayasa sistem lahan basah (EWSs) dirancang untuk memanfaatkan CWS biasa,
namun melakukannya dengan cara yang lebih terkontrol [11]. Lahan basah yang direkayasa
(Engineered Wetlands / EWs) adalah jenis CW yang khusus, canggih, semi-pasif, di mana
kondisi operasi dipantau, dimanipulasi dan dikendalikan dengan cara yang lebih mudah
sehingga memungkinkan pemindahan kontaminan untuk dioptimalkan [9]. Pada saat yang
sama, operasi cuaca dingin diperbaiki di EWs, seperti kemampuan untuk menghadapi kondisi
buruk dan air limbah yang bandel seperti pembuangan akhir landfill dan drainase tambang.
Semua EW adalah CW, tapi tidak semua CW adalah EW [11]. CWS dapat "direkayasa" dengan
berbagai cara seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Dengan EW, reaksi bersaing yang dilakukan
di sel yang sama (seringkali SSF) dari KLB biasa (misalnya nitrifikasi aerob dan denitrifikasi
anaerob) dapat dilakukan secara terpisah. Sel EW (Dalam kasus reaksi nitrogen, hampir
konversi stoikiometri amonia menjadi nitrat, dan nitrat menjadi gas nitrogen dapat dicapai
dengan lebih efisien dalam EWS yang jauh lebih kecil.) [12]. Dengan EWs, banyak jenis sistem
proses biologis dan kimia (mis., Bioreaktor aerobik dan anaerobik, saluran kapur) dapat
"dinyatakan" sebagai sel sistem. EWs dapat digunakan untuk menjembatani kesenjangan antara
pengobatan aktif dan pengobatan pasif yang akhirnya aktif di PK biasa, yang mengakhiri
kebutuhan akan metode pengobatan yang lebih agresif [12].
Phytoremediasi di EWs telah berhasil diuji di banyak lokasi di seluruh dunia, namun
aplikasi skala penuh masih terbatas karena sejumlah tantangan terkait mekanisme. Misalnya,
menilai potensi fitoremediasi EWs kompleks karena kondisi lingkungan yang bervariasi,
berbagai tindakan tanaman dan bakteri rhizosfer terkait pada kontaminan. Tingkat biodegradasi
dan mineralisasi selama fitoremediasi biasanya dipengaruhi oleh sifat dan konsentrasi
kontaminan yang ada, serta kelembaban tanah / udara di sekitarnya, pH, suhu, kandungan unsur
tanah dan ketersediaan hayati mereka, dan media mikroba pendukungnya [1]. Selain itu,
optimalisasi serapan tanaman kontaminan atribut positif untuk remediasi kontaminan yang
diberikan oleh sifat fisiko-kimia lahan basah, serta penentuan parameter desain teknis terbaik
untuk mencapai penggunaan sumber daya secara maksimal adalah tugas yang menantang bagi
insinyur lingkungan dan peneliti. . Kajian ini berfokus pada mekanisme fitoremediasi di EWS
saat mengurangi banyak kontaminan, serta penerapan fitoremediasi sebagai teknologi ramah
lingkungan di EWS di tingkat laboratorium dan lapangan, diikuti oleh studi kasus penerapan
skala penuh pada Newfoundland, Kanada. Kajian ini diharapkan dapat membantu menambah
kapasitas untuk memahami fitoremediasi di EWS, dan membangun kerangka kerja yang efektif
untuk aplikasi lebih lanjut.
II. Tujuan
Mahasiswa mengetahui dengan benar fungsi wetland dan pengertian phytoremediasi
dalam pembangunan wet land.
III. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah computer yang dapat melakukan
penelusuran dalam laman.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah model wet land
IV. Metode
Pelacakan literasi dan pembuatan analisis beberapa model wetland dalam upaya
penurunan pecemaran menggunakan pendekatan phytoremediasi
V. Tugas
1. Mahasiswa melakukan penelusuran terhadap pustaka yang berkaitan dengan wet land dan
phytoremediasi
2. Mahasiswa menjelaskan bagaimana wet land dibangun, apa keuntungan dan kerugian
pembangunan wet land, persyaratan pembangunan wet land
3. Mahasiswa mendata dan menjelaskan jenis tanaman yang berfungsi sebagai
phytoremediasi, jenis tanaman, jenis cemaran yang mampu diturunkan oleh tanaman
tersebut.
4. Membuat laporan hasil penelusuran dan pendataan mengenai wet land dan phytoremediasi
ACARA VI

PEMBUATAN PERANCANGAN WETLAND/PHYOREMEDIASI


I. Pendahuuan
Definisi wetland sangat beragam diantaranya wetland adalah suatu lahan yang jenuh air
dengan kedalaman air tipikal yang kurang dari 0,6 m yang mendukung pertumbuhan tanaman
air emergent misalnya Cattail, bulrush, umbrella plant dan canna (Metcalf and Eddy, 1991),
pengertian lainnya Constructed wetland merupakan suatu rawa buatan yang di buat untuk
mengolah air limbah domestik, untuk aliran air hujan dan mengolah lindi (leachate) atau
sebagai tempat hidup habitat liar lainnya, selain itu constructed wetland dapat juga digunakan
untuk reklamasi lahan penambangan atau gangguan lingkungan lainnya. Wetland dapat berupa
biofilter yang dapat meremoval sediment dan polutan seperti logam berat. (wikepedia, 2007).
Pada Constructed wetland terdapat tiga faktor utama, yaitu:
• Area yang digenangi air dan mendukung hidupnya aquatic plant jenis hydrophita
• Media tumbuh berupa tanah yang selalu digenangi air
• Media jenuh air
Constructed wetland ada dalam berbagai bentuk dan ukuran, tergantung dari pemilihan dan
evaluasi lokasi. Sistem ini bisa disesuaikan ke hampir semua lokasi dan bisa dibangun dalam
banyak konfigurasi dari unit tunggal kecil yang hanya beberapa meter persegi sampai sistem
dengan luas beratus hektar yg terintegrasi dengan pertanian air atau tambak (USAID, 2006).
Dalam constructed wetland Terdapat tiga sistem yang dikembangkan saat ini yaitu:
Floating Aquatic Plant System
Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta mengambang atau sering disebut
dengan Lahan Basah sistem Tanaman Air Mengambang (Floating Aquatic Plant System).

Gambar 2 Floating Aquatic Plant System Sumber : Victor, et al., 2002


Free Water Surface System (FWS)
FWS disebut juga rawa buatan dengan aliran di atas permukaan tanah. Sistem ini berupa
kolam atau saluran-saluran yang dilapisi dengan lapisan impermeable di bawah saluran atau
kolam yang berfungsi untuk mencegah merembesnya air keluar kolam atau saluran. Sistem
yang menggunakan tanaman makrophyta dalam air (Submerged) dan umumnya digunakan
pada sistem Lahan Basah Buatan tipe Aliran Permukaan (Surface Flow Wetlands). Untuk
sistem FWS dapat dilihat pada Gambar.

(Sumber: Wetland Ecosystem Treatment – a Brief Overview,2000 dalam Wijayanti, 2004)


FWS tersebut berisi tanah sebagai tempat hidup tanaman yang hidup pada air tergenang
(emerge plant) dengan kedalaman 0,1-0,6 m (Metcalf & Eddy, 1993). Pada sistem ini limbah
cair melewati permukaan tanah. Pengolahan limbah terjadi ketika air limbah melewati akar
tanaman, kemudian air limbah akan diserap oleh akar tanaman dengan bantuan bakteri (Crites
and Tchobanoglous, 1998 dalam Wijayanti, 2004).
Sub-surface Flow System (SSF)
SFS disebut juga rawa buatan dengan aliran di bawah permukaan tanah. Air limbah
mengalir melalui tanaman yang ditanam pada media yang berpori (Novotny dan Olem, 1994).
Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam atau sering disebut
juga amphibiuos plants dan biasanya digunakan untuk Lahan Basah Buatan tipe Aliran Bawah
Permukaan (Subsurface Flow Wetlands). Untuk Sub surface Flow System dapat dilihat pada
Gambar

Gambar 4 Subsurface Flow Wetlands


Sistem ini menggunakan media seperti pasir dan kerikil dengan diameter bervariasi antara 3-
32 mm. Untuk zona inlet dan outlet biasanya digunakan diameter kerikil yang lebih besar untuk
mencegah terjadinya penyumbatan (USAID, 2006).
Proses pengolahan yang terjadi pada sistem ini adalah filtrasi, absorbsi oleh
mikroorganisme, dan absorbsi oleh akar-akar tanaman terhadap tanah dan bahan organik
(Novotny dan Olem, 1994). Pada sistem SFS diperlukan slope untuk pengaliran air limbah dari
inlet ke outlet. Tipe pengaliran air limbah pada umumnya secara horizontal, karena jenis ini
memiliki efisiensi pengolahan terhadap suspended solid dan bakteri lebih tinggi dibandingkan
tipe yang lain. Hal ini disebabkan karena daya filtrasinya lebih baik. Penurunan BOD nya juga
lebih baik karena kapasitas transfer oksigen lebih besar (Khiattudin, 2003).
Menurut USAID (2006), SFS adalah sistem yg lebih disukai untuk sistem setempat,
karena sistim FWS berpotensi menjadi tempat nyamuk berkembangbiak (khususnya jika tidak
dipelihara ikan pemakan nyamuk di dalamnya). Sistem SFS ditutup dengan pasir atau tanah,
karenanya tidak ada resiko langsung terhadap potensi timbulnya nyamuk.
II. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami beberapa model wet land dan mampu memilih jenis
wetland dan komposisi tanaman yang mampu menurunkan kadar cemaran.
III. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
IV. Metode
Mahasiswa melakukan penelusuran model wetland dan komposisi konstruksi wetland
kemudian menggunakan hasil penelusuran tersebut untuk memilih wet land dan komposisi
vegetasi yang akan digunakan
V. Tugas
1. Mahasiswa melakukan penelusuran tentang wetland dan komposisi vegetasi
2. Mahasiswa melakukan pendataan jenis wetland, komposisi vegetasi dan kegunaan dalam
penuurnan kadar cemaran
3. Mehasiswa memilih wetlnd yang akan dibangun dengan komponen konstruksi yang akan
dibangun
4. Mahasiswa membuat laporan hasil pemilihan konstruksi wetland disertai kegunaan dan
kelemahan bangunan tersebut
ACARA VII

PEMBUATAN PERANCANGAN WETLAND/PHYOREMEDIASI


I. Pendahuluan
Tujuan desain utama untuk pengolahan air limbah yang dibangun adalah untuk
menyediakan sistem itu:
Mampu memberikan perawatan tingkat tinggi dan pemakaian yang relatif bersih air;
Murah untuk dibangun;
Murah dan mudah dioperasikan; dan
Mempertahankan diri.
Sistem yang paling banyak digunakan di Amerika Utara adalah jenis permukaan bebas
(Emergent macrophyte system). Jenis sistem ini relatif sederhana, mudah untuk dibangun dan
dioperasikan dan ekonomis. Variasi jenis sistem ini telah dikembangkan seperti penambahan
aerasi, media buatan atau sampul tipe rumah kaca. Variasi ini hanya menambahkan ke
kompleksitas dan biaya sistem, sehingga mengorbankan tujuan yang digariskan atas. Namun,
modifikasi alami lainnya, seperti menggabungkan macrophytes yang muncul dengan spesies
terendam dan terapung bebas, mungkin murah dan bermanfaat bagi sistem.
Biasanya ketika seseorang mempertimbangkan lahan basah yang dibangun sebagai
sarana air limbah Pengobatannya, seseorang mencari jenis sistem yang sederhana dan murah.
Berikut pertimbangan desain untuk sistem tipe permukaan bebas, mirip dengan lahan basah
yang alami
Persiapan Lokasi
Lokasi pembangunan wetland harus ditetapkan dan dilakukan pengamanan, sehingga
lokasi yang direncanakan merupakan lokasi yang bebas dari jangkauan masyarakat. Berikan
pagar atau penghalang sementara di sekitar lokasi lapangan penyerapan untuk melarang lalu
lintas dan hindari pemadatan perlu dilakukan. Membersihkan lokasi dari pohon, semak, rumput
dan vegetasi lainnya jika diperlukan agar lokasi mudah dalam pembangunan, penggalian tanah
misalnya. Perlu dilakukan pemadatan tanah terhadap lokasi yang terpilih
Membangun Wetland Cell
Ukuran sel sawah di satu galon per kaki persegi atau lima hari waktu penahanan.
Ukuran ini mengacu pada area antara pipa masuk dan outlet manifold. Jika beberapa sistem
akan dibangun, lakukan uji rasio void pada kerikil untuk menentukan waktu penahanan yang
benar. Rasio panjang terhadap lebar adalah 2: 1 (atau kurang). Misalnya, sebuah rumah dua
kamar tidur akan membutuhkan luas lahan sawah seluas 300 kaki persegi dengan dimensi 25
x 12 kaki. Sel lahan basah yang dibangun untuk rumah tiga kamar tidur mungkin memiliki
dimensi 30 x 15 kaki. (Catatan: Ukuran ini telah dihasilkan dengan menggunakan asumsi yang
hanya berlaku untuk sistem hunian kecil (<750 gal / hari). Ukuran adalah tergantung suhu, dan
persamaan telah dipecahkan untuk kondisi musim dingin Indiana. Ukuran umumnya mengikuti
persamaan aliran plug. Berbagai sistem dapat ditemukan di Reed et al., 1995.)
Lapangan Penyerapan
Persyaratan untuk bidang penyerapan akan ditentukan oleh pemeriksaan tanah. Lahan
penyerapan tanah dapat dirampingkan sampai 1/3-1 / 2 dari ukuran yang dibutuhkan tanpa
pretreatment. Namun, kemungkinan perampingan tergantung pada konduktivitas hidrolik
tanah, kedalaman air tanah, dan faktor lainnya. Perampingan bidang penyerapan tidak
dimungkinkan di semua lokasi.
Membangun Wetland
Septi Tanks
Tangki harus memiliki setidaknya dua kompartemen atau mengandung saringan efluen
untuk mencegah pengangkutan padatan atau sampah ke sistem lahan basah. Tangki harus
berupa polietilena, beton bertulang atau fiberglass yang mampu menahan tekanan lateral
selama periode intermiten antara pengisian pompa dan pengisian cairan. Tangki septik harus
mengandung baffle internal dan menghubungkan tee yang dapat diakses oleh anak tangga akses
permukaan (gambar tiga). Jika menggunakan septic tank yang ada, periksa secara visual tangki
yang ada. Seharusnya minimal 1.000 galon dengan pipa saluran masuk dan saluran keluar
dalam kondisi baik, dan tidak ada tanda-tanda bocor.
Setelah tangki baru dipasang dalam penggalian, dimungkinkan pemasangan insulasi
polistiren 1-2 inci (papan biru) sehingga menutupi sisi tangki. Memotong insulasi sehingga
bisa dilepas untuk memungkinkan akses ke tangki.
Sebelum menyelesaikan penimbunan kembali, dan setelah pemasangan pipa, isilah
tangki dengan air dan periksa kebocorannya. Tangki harus menahan air selama 24 jam. Semua
koneksi masuk dan keluar dari tangki harus disegel untuk menjaga kedap air.
Dosis Pompa/debit alian
Limbah tangki septik dapat mengalir ke sel sawah dengan gravitasi atau dapat dipompa.
Manfaatkan aliran gravitasi bila memungkinkan. Jika diperlukan pompa, pilih pompa untuk
perpipaan distribusi dan elevasi yang terlibat. Pompa harus dilengkapi dengan restart otomatis.
Lindungi pompa terhadap kelebihan beban termal. Cara terbaik adalah dengan menambahkan
limbah tangki septik ke lahan basah dengan dosis kecil. Dosis besar bisa menyebabkan
penyumbatan kerikil.
Membangun Wetland Cell
Rip-rap, berukuran 3-6 inci dapat ditempatkan di sekitar tangki septik dan ada cleanout
dan sumur pemantauan untuk melindungi mereka dari kerusakan akibat kecelakaan lalu lintas
kendaraan. Pastikan air permukaan dialihkan di sekitar dan jauh dari sel lahan basah (gambar
tujuh dan delapan). Satu sampai dua inci isolasi kaku di sisi sel lahan basah direkomendasikan
untuk semua Indiana. Isolasi ini akan membantu menstabilkan lahan basah selama siklus
pembekuan dan pencairan.
Pemipaan/pengaliran dalam pipa
Pemasangan pipa kedap air sejajar lahan yang terbuat dari polyvinylchloride (PVC),
high density polyethylene (HDPE), polypropolene (PPE) atau bahan lain yang disetujui. Liner
biasanya 20-30 mil tergantung peraturan. Lapisan karet butil 45 mil yang telah diolah untuk
ketahanan UV juga dapat diterima. Adalah penting bahwa liner adalah sinar matahari dan tahan
cuaca atau tertutup untuk melindungi dari degradasi UV. Ini harus bebas dari celah dan cacat.
Periksa liner untuk lubang sebelum penempatan dan kebocoran setelah penempatan dengan
meletakkan air di atas kapal sampai kedalaman paling sedikit di atas 30 cm bagian atas saluran
masuk dan outlet
II. Tujuan
Mahasiswa mampu membuat konstruksi wetland dan phytoremediasi secaa sederhana
III. Metode
Melakukan desain dan mambangun wet land dengan memilih jenis wetland, komosisi
wetland dan kegunaan waetland yang dibangun

IV. Tugas
1. Mahasiswa mengumpulkan bahaan penyusun wetland dan pemilihn komposisi tanaman
untuk phytoremediasi
2. Mahasiswa membangun konstruksi wetland
3. Melakukan pengamatan dari hasil konstruki wet land
ACARA VIII

PEMBUATAN FILTER AIR


I. Pendahuluan
Media filter atau penyaring air adalah bagian yang paling menentukan kualitas dan
keberhasilan dari proses penyaringan air. Jenis bahan media filter air yang bagus menentukan
kualitas hasil air. Jenis bahan media filter penyaring air yang digunakan sangat penting karena
merupakan komponen penting yang berfungsi menetralisir atau menghilangkan zat-zat kimia
maupun organik yang ada di dalam air seperti air berbau, keruh, kekuningan, berminyak,
berkarat, atau berlumpur menjadi lebih baik dan layak untuk dikonsumsi.
Biasanya bahan media filter air yang umum adalah menggunakan campuran dengan
sistem berlapis seperti media pasir silika, media zeolite, media pasir aktif, media manganese
green sand, dan media karbon aktif dll.
Media filter air lainnya adalah jenis bahan Active Carbon Purex. Dengan mekanisme
daya serapnya, media Active Carbon Purex mempunyai pori-pori lebih banyak sehingga lebih
mampu menyaring kotoran sekaligus zat kimia dan partikel-partikel kecil dalam air. Sistem
kerjanya yang menyerap kotoran dengan daya serap tinggi akan menghasilkan kualitas air yang
bagus.
Pilihlah media yang tahan lama dengan jangka waktu penggantian lebih lama.
Penentuan media filter penyaring dan penjernih air sangat tergantung dari kondisi sumber air
dan tujuan yang diinginkan dari proses penyaringan apakah untuk air minum atau hanya untuk
air bersih saja atau juga untuk bahan baku air produksi.
Berikut adalah jenis media filter air, yaitu :
Spun;Biasanya berukuran 1, 3, 5 mikron, Cartridge Spun merupakan media untuk menyaring
polutan atau kotoran.
Pasir Silika atau biasa disebut pasir kuarsa atau pasir kwarsa adalah untuk menghilangkan
kandungan lumpur, tanah, partikel kecil dan sedimen pada air. Biasanya difungsikan
sebagai pre-filter untuk diproses dengan filter berikutnya,
Karbon aktif adalah produk olahan dari arang batok kelapa, kelapa sawit atau batu bara
berfungsi untuk menyerap racun, menghilangkan klorin bebas dan senyawa organik yang
menyebabkan bau, rasa dan warna juga meningkatkan kadar oksigen dalam air dan
memperbaiki warna air.
Manganese (Manganese Greensand Plus, Manganese Zeolit, Pasir Zeolit) adalah untuk
menghilangkan kandungan Mangan dan lapisan atas berminyak di dalam air. Air dengan
kandungan mangan bila ditambahkan teh maka airnya berubah menjadi biru, bukan coklat
atau kuning seperti warna teh pada umumnya. Salah satu cara menghilangkan kelebihan
zat besi dan mangan dalam air yaitu dengan menggabungkan proses aerasi dan
penyaringan dengan media filter pasir silika, mangan zeolit dan karbon aktif, atau dengan
media mangan zeolit dan karbon aktif, bila dilengkapi dengan filter cartridge dan
sterilisator Ultra Violet, dapat menghasilkan air yang langsung boleh diminum.
Ferrolite Merupakan produk olahan dari silica sand, Ferrolite berfungsi untuk menghilangkan
kandungan besi tingkat tinggi yang ditandai dengan bau besi yang menyengat, Mangan,
dan warna kuning pada air. Bentuk butiran ferrolite memiliki keunggulan berpori
sehingga mudah menyerap besi dan mangan dan sangat stabil sebagai filter media baik
secara fisik maupun kimia. Ferrolite memiliki banyak kelebihan, salah satunya adalah
waktu cucinya sangat singkat dibanding media filter lainnya, kecepatan air bisa 10-30
m3/h dimana ini merupakan 2x kecepatan rata-rata filter umumnya dan pada periode
tertentu harus dicuci dan tidak perlu dilakukan regenerasi dengan bahan kimia.
Resin Kation untuk menghilangkan kandungan kapur, kalsium, magnesium pada air. Resin
kation biasa digunakan untuk softener (pelembut) terhadap air yang tingkat
kesadahannya tinggi. Air dengan kesadahan tinggi banyak mengandung kapur dan unsur
Kalsium, Magnesium dalam jumlah tinggi. Mencuci baju dengan deterjen dan air dengan
kesadahan tinggi, maka sabun atau deterjen tidak dapat menghasilkan busa yang banyak.
Demikian juga jika digunakan untuk mandi menggunakan sabun mandi maka busanya
sedikit dan terasa licin.
Zeolit adalah produk tambang berfungsi untuk meningkatkan kadar oksigen dan menyerap
zat kapur ringan dalam air.
Mekanisme filtrasi tergantung pada kualitas air, karakteristik flok dari partikulat, media filter
dan kecepatan filter. Adapun mekanisme filtrasi yang penting (Punmia 1979) antara lain :
1. Mekanisme penyaringan
Merupakan proses penyaringan zat padat berukuran besar agar dapat lolos melewati media
berpori yang biasanya terjadi di permukaan media filter.Proses ini terjadi di permukaan filter
dan tidak bergantung pada kecepatanfiltrasi. Clogging (mampet) pada unit filter akan
mengurangi porositas mediasehingga secara teoritis dengan bertambahnya waktu akan
meningkatkan headloss pada filter.
2. Sedimentasi
Sedimentasi merupakan proses pengendapan partikel tersuspensi yang lebih halus
ukurannya daripada lubang pori pada permukaan butiran. Sehingga apabila filtrasi
berlangsung terus menerus maka akan dapat menyebabkan:
- berkurangnya ukuran efektif pori-pori
- kecepatan turunnya air berkurang
- terjadinya endapan
3. Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses penghilangan zat pengotor organik dan anorganik yang tidak
teradsorpsi dalam air karena adanya gaya tarik-menarik antar partikel pengotor dengan
butiran media. Adsorpsi memegang peranan penting dalam proses filtrasi, karena akan
menghilangkan partikel yang lebih kecil daripada partikel tersuspensi seperti partikel koloid
dan partikel pengotor yang terlarut.
Prinsip proses adsorbsi adalah adanya perbedaan muatan antara permukaan butiran dengan
partikel pengotor di sekitarnya. Partikel koloid yang berasal dari organik umumnya
bermuatan negatif tidak akan teradsorbsi pada saat filter masih bersih dan baru beroperasi.
Setelah filtrasi dan banyak partikel bermutan positif yang tertahan di butiran partikel, filter
menjadi terlalu jenuh dan bermuatan positif. Sehingga terjadi adsorpsi tingkat kedua, yaitu
menarik partikel – partikel koloid yang bermuatan negatif yang berasal dari koloidal
organik, seperti anion NO3-, PO4, dan lain – lain. Apabila adsorpsi tingkat kedua ini telah
mencapai kelewat jenuh, maka muatan kembali menjadi negative dan mengadsorpsi muatan
positif dan seterusnya. Semakin lama gaya penyebab adsorpsi menjadi menurun
kekuatannya yang diakibatkan karena semakin tebalnya kotoran yang menempel di
permukaan filter, begitu pula dengan efisiensi filter juga ikut turun. Sehingga hal ini
mengakibatkan banyak kotoran yang melewati filter begitu saja sehingga kualitas effluen
menurun dan diperlukan backwash/pencucian. Proses adsorpsi ini mampu menghilangkan
partikel yang lebih kecil dari partikel tersuspensi seperti partikel koloid dan molekul kotoran
terlarut. Kemampuan adsorpsi hanya terjadi pada jarak yang sangat pendek, tidak lebih dari
0,01–1 mm dari permukaan media.
Dalam air alam (Alaerts, 1987) ditemui dua kelompok zat, yaitu zat terlarut Gambar 2 Skala
ukuran (diameter) partikel-partikel dalam air alam serta efisiensi dari bermacam-macam
jenis filter (Alaerts, 1987) seperti garam dan molekul organis, dan zat padat tersuspensi dan
koloidal seperti tanah liat, kwarts.
Jenis partikel koloid tersebut adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek Tyndall) yang
disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel-
partikel koloid tidak terlihat secara visual sedangkan larutannya (tanpa partikel koloid) yang
terdiri dari ion-ion dan molekulmolekul tidak pernah keruh. Larutan menjadi keruh bila
terjadi pengendapan (presipitasi) yang merupakan keadaan kejenuhan dari suatu. senyawa
kimia.
Partikel-partikel tersuspensi biasa, mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan
dapat menghalangi sinar yang akan menembus suspensi; sehingga suspensi tidak dapat
dikatakan keruh, karena sebenarnya air di antara partikelpartikel tersuspensi tidak keruh dan
sinar tidak menyimpang.
Zat Padat Tersuspensi sendiri dapat diklasifikasikan sekali lagi menjadi antara lain zat padat
terapung yang selalu bersifat organis dan zat padat terendap yang dapat bersifat organis dan
inorganis. Zat padat terendap adalah zat padat dalam suspensi yang dalam keadaan tenang
dapat mengendap setelah waktu tertentu karena pengaruh gaya beratnya. Penentuan zat
padat terendap ini dapat melalui volumnya, disebut analisa Volum Lumpur (sludge volume),
dan dapat melalui beratnya disebut analisa Lumpur Kasar atau umumnya disebut Zat Padat
Terendap (settleable solids).
4. Aktifitas kimia
Didalam filter ada aktifitas kimia, dikarenakan bereaksinya beberapa senyawa kimia dengan
oksigen maupun dengan bikarbonat.
5. Aktifitas biologis
Aktivitas ini disebabkan oleh mikroorganisme yang hidup didalam filter. Secara alamiah
mikroorganisme terdapat didalam air baku dan bila melalui filter dapat tertahan pada butiran
filter. Mikroorganisme ini dapat berkembang biak dalam filter dengan sumber makanan
yang berasal dari bahan organik dan anorganik yang mengendap di butiran media. Makanan
ini sebagian untuk proses hidupnya (disimilasi) dan sebagian lagi digunakan untuk proses
pertumbuhannya (asimilasi). Hasil asimilasi terbawa oleh air dan digunakan lagi oleh
mikroorganisme lain yang terletak lebih dalam. Dalam hal ini kandungan zat organik akan
terurai, misalnya ammonia → nitrit → nitrat yang akhirnya menjadi bahan anorganik seperti
H2O, CO2, nitrat, phosphat, danlainnya (mineralisasi), yang akhirnya sebagian besar keluar
bersama effluen.
Akibat terbatasnya suplai makanan dari air baku, maka populasi bakteri yang dapat
bertahan terbatas pula, dan pertumbuhan seperti ini yang dijelaskan diatas diirngi pula dengan
kematian bakteri. Bakteri yang mati ini akan terbawa keluar pada saat pencucian filter.
VI. Tujuan
Mahasiswa mengetahui jenis-jenis filter penyaring air dan kegunaan jenis-jenis filter
terseut

VII. Metode
Metode pengamatan di dalam lab ditambah dengan penelusuran literature untuk
memperolah informasi mengenai jenis-jenis filter pengolahan air.
VIII. Tugas
1. Mahasiswa mengamati beberapa jenis filter
2. Mahasiswa mengidentifikasi beberapa jenis filter yang ditunjukkan untuk mengenai
kegunaan filter-filter tersebut dalam pengolahan air
3. Melakukan pelacakan informasi untuk memperolah informasi tambahan mengenai jenis-
jenis filter dan kegunaan
4. Membuat laporan
ACARA IX

PEMBUATAN FILTER AIR


I. Pendahuluan
Secaa umum penyaringan air dapat terbagi dalam penyaringan air secara konvensional
dan modifikasi dari system konvensional.
Filter konvensional, seperti media filter atau cartridgefilter. Filter konvensional
menghilangkan zat padat tersuspensi (suspended solid) dengan cara “menangkap” (trapping)
zat padat tersebut pada pori-pori dari media yang terdapat di dalam filter. Filter konvensional
berperan sebagai “penyimpan”/“penampung” dari suspended solids, sehingga harus
dibersihkan (backwash) ataupun diganti secara berkala. Filterkonvensional umumnya
digunakan sebagai treatment pendahuluan (dipasang sebelum sistemmembran) untuk
menghilangkan zat padat terlarut yang berukuran relatif besar (suspended solids), sehingga
sistem membran hanya akan menghilangkan zat pada terlarut yang berukuran jauh lebih kecil
(fine particles dan dissolved solids).
Dewasa ini, telah dikembangkan beberapa sistem membran sebagai modifikasi dari
sistem membran konvensional, antara lain :
1. Mikro filtrasi (MF)
Mikro filtrasi adalah proses yang mengurangi kadar polutan dari fluida (liquid dan gas) dengan
cara melewatkannya pada sebuah microporous membran. Membran mikrofiltrasi berukuran 0.1
sampai 1 mikron. Mikrofiltrasi tidak berbeda secara fundamental dengan reverse osmosis, ultra
filtrasi ataupun nanofiltrasi,kecuali dalam hal ukuran partikel yang dihilangkannya.
2. Ultra Filtrasi (UF)
Ultrafiltrasi adalah variasi dari membran filtrasi dimana terjadi gaya dari liquid terhadap
membran semi permeabel. Suspended solid dan cairan pekat dengan berat molekul yang besar,
dapat tertahan, tetapi air dan cairan pekat dengan berat molekul pencemar yang kecil dapat
melewati membran. Proses pemisahan menggunakan proses ultrafiltrasi biasanya digunakan di
bidang industri dan penelitian untuk penjernihan air karena ukuran yang dapat diolah adalah
air pekat yang mengandung makromolekul yang memiliki berat atom sekitar 103 – 106 Da (1
Da = 0,000714 gram). Pengolahan menggunakan Ultra filtrasi pada umumnya menggunakan
membran berukuran 0.001 mikron – 0.01 mikron.
3. Nano Filtration (NF)
Nano filtrasi adalah proses pemisahan jika ultrafiltrasi dan mikrofiltrasi tidak dapat mengolah
air seperti yang diharapkan. Nanofiltrasi dapat menghasilkan proses pemisahan yang sangat
terjangkau secara ekonomis. Tetapi Nano filtrasi belum dapat mengolah mineral terlarut, warna
dan salinasi air, sehingga air hasil olahan (permeate) masih mungkin mengandung ion
monovalen dan larutan dengan pencemar yang memiliki berat molekul rendah seperti alkohol.
Pengolahan menggunakan Nano filtrasi pada umumnya menggunakan membran berukuran
0.0001 mikron – 0.001 mikron
4. Reverse Osmosis (RO)
Reverse osmosis adalah proses pengolahan yang membutuhkan tekanan relatif tinggi,
walaupun pada beberapa kasus dapat digunakan dalam tekanan rendah, hemat energi ,
menghasilkan air olahan yang dapat menyaring zat dengan molekul terkecil sekalipun yang
tidak dapat diolah oleh proses Mikro filtrasi, ultra filtrasi dan nanofiltrasi. Reverse omosis
memiliki kemampuan untuk mengurangi seluruh pencemar dissolved dan Suspended solid.
Reverse osmosis pada umumnya digunakan pada proses desalinasi air laut.
II. Tujuan
Mahasiswa mamu membuat atau menyusun filter air untuk penurunan cemaran yang
cocok dalam aplikasi penyaringan air.
III. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode praktek untuk membuat
filter air dari bahan-bahan yang telah disediakan
IX. Tugas
1. Mahasiswa memilih bahan yang akan digunakan sebagai filtrair.
2. Mahasiswa menghitung air kualitas air sebelum sumber air disaring menggunakan media
filter
3. Mebuat laporan hasil kegiatan
.
ACARA X

PENGUJIAN FILTER AIR


I. Pendahuluan
Kualitas air hasil filtrasi harus sesuai dengan standar kualitas air untuk peruntukan
tertentu. Salah satu standar kualitas air yang sering digunakan dalam upaya peyaringan air
adalah standar kualitas air untuk air minum atau kualitas air untuk air baku. Permenkes No.
492 tahun 2010 tentang kualitas air minum dan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, menyatakan bahwa air yang layak
dikonsumsi dan dipergunakan sehari-hari adalah air yang mempunyai kualitas yang baik
sebagai air minum maupun sumber air bersih (baku), diantaranya adalah harus memenuhi
syarat secara fisik yaitu tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh, serta tidak berwarna, pH air =
6,5- 8,5, dan kadar Fe ≤ 0,3 mg/l.
Filtrasi
Konsep dasar dari pengolahan air dengan cara penyaringan adalah dengan memisahkan
padatan atau koloid dari air dengan menggunakan alat penyaring. Menurut Aimyaya (2009),
terdapat dua jenis proses penyaringan yang terjadi pada saat melakukan penyaringan, yaitu
secara fisika dan biologi. Partikel-partikel yang ada dalam air yang keruh secara fisik akan
tertahan oleh lapisan pasir pada saringan. Disisi lain bakteri-bakteri dari genus pseudomonas
dan trichoderma akan tumbuh dan berkembang baik, pada saat proses filtrasi pathogen yang
tertahan oleh saringan akan dimusnahkan oleh bakteribakteri tersebut. Terdapat beberapa
faktor yang berpengaruh dalam filtrasi yaitu:
• Besar kecilnya ukuran filter
• Ketebalan filter
• Kecepatan filtrasi
• Temperatur
• Waktu kontak
Salah satu jenis filter penjernihan air adalah penggunaan pasir silica
Pasir Silika Sebagai Media Saring
Pasir silika adalah bahan galian yang terdiri atas kristal-kristal silika (SiO2) dan
mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama proses pengendapan. Pasir silica
mempunyai komposisi gabungan dari SiO2, Fe2O3, Al2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O,
berwarna putih bening atau warna lain tergantung pada senyawa pengotornya, kekerasan 7
(skala Mohs), berat jenis 2,65, titik lebur 17-150 C, bentuk kristal hexagonal, panas spesifik
0,185 (Kusnaedi, 2010 dalam Selintung dan Syahrir, 2012). Pasir silika sering digunakan untuk
pengolahan air kotor menjadi air bersih. Fungsi ini baik untuk menghilangkan sifat fisiknya,
seperti kekeruhan, atau lumpur dan bau. Pasir silika umumnya digunakan sebagai saringan
pada tahap awal.
Pengujian kualitas air
Untuk melakukan analisa di laboraturium, terdapat beberapa persamaan yang
dipergunakan dalam proses perhitunga, diantaranya adalah:
1. Perhitungan kadar pH
Pengujian kadar pH hasil filtrasi dilakukan dengan melihat nilai pH sebelum dan
sesudah filtrasi.Perubahan kadar pH menunjukkan tingkat efisiensi filter dalam menurunkan
ataupun menaikan pH.
2. Kadar Lumpur Tersuspensi
Besarnya kadar lumpur yang tersuspensi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
(𝐵−𝐴)
Total suspense =𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 1000

keterangan:
B= Berat kertas filter oven (mg)
A= Berat kertas filter (mg).
% kandungan lumpur yang tersuspensi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛
% Lumpur= 𝑥 100%
1000

II. Tujuan
Mahasiswa mampu menguji kualitas air hasil penyaringan terutama parameter fisik air
hasil penyaringan
III. Metode
Pengamilan sampel hasil proses penyaringan air menggunakan beberapa filter untuk
mengetahu kualitas air hasil produksi.
IV. Tugas
1. Mahasiswa melakukan pengambilan sampel dari pengujian penyaringan air, pengambilan
sampel dilakukan pada saat sebelum proses pengaringan dan setelah proses penyaringan.
2. Mahasiswa membuat laporan hasil pengamatan
ACARA XI

KUNJUNGAN KE IPAL UNPAD

I. Pendahuuan
Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biologis
Di dalam proses pengolahan air limbah khususnya yang mengandung polutan senyawa
organik, teknologi yang digunakan sebagian besar menggunakan aktifitas mikro-organisme
untuk menguraikan senyawa polutan organik tersebut. Proses pengolahan air limbah dengan
aktifitas mikro-organisme biasa disebut dengan “Proses Biologis”.
Proses pengolahan air limbah secara biologis tersebut dapat dilakukan pada kondisi
aerobik (dengan udara), kondisi anaerobik (tanpa udara) atau kombinasi anaerobik dan aerobik.
Proses biologis aeorobik biasanya digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD
yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerobik digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan beban BOD yang sangat tinggi.
Pengolahan air limbah secara bilogis secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni
proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture), proses biologis dengan biakan
melekat (attached culture) dan proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam. Proses
biologis dengan biakan tersuspensi adalah sistem pengolahan dengan menggunakan aktifitas
mikro-organisme untuk menguraikan senyawa polutan yang ada dalam air dan mikroorganime
yang digunakan dibiakkan secara tersuspesi di dalam suatu reaktor. Beberapa contoh proses
pengolahan dengan sistem ini antara lain : proses lumpur aktif standar atau konvesional
(standard activated sludge), step aeration, contact stabilization, extended aeration, oxidation
ditch (kolam oksidasi sistem parit) dan lainya. Proses biologis dengan biakan melekat yakni
proses pengolahan limbah dimana mikroorganisme yang digunakan dibiakkan pada suatu
media sehingga mikroorganisme tersebut melekat pada permukaan media. Proses ini disebut
juga dengan proses film mikrobiologis atau proses biofilm. Beberapa contoh teknologi
pengolahan air limbah dengan cara ini antara lain : trickling filter, biofilter tercelup, reaktor
kontak biologis putar (rotating biological contactor , RBC), contact aeration/oxidation (aerasi
kontak) dan lainnnya. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan lagoon atau kolam
adalah dengan menampung air limbah pada suatu kolam yang luas dengan waktu tinggal yang
cukup lama sehingga dengan aktifitas mikro-organisme yang tumbuh secara alami, senyawa
polutan yang ada dalam air akan terurai. Untuk mempercepat proses penguraian senyawa
polutan atau memperpendek waktu tinggal dapat juga dilakukan proses aerasi. Salah satu
contoh proses pengolahan air limbah dengan cara ini adalah kolam aerasi atau kolam stabilisasi
(stabilization pond). Proses dengan sistem lagoon tersebut kadang-kadang dikategorikan
sebagai proses biologis dengan biakan tersuspensi. Secara garis besar klasifikasi proses
pengolahan air limbah secara biologis dapat dilihat seperti pada Gambar 2.1, sedangkan
karakteristik pengolahan, parameter perencanaan serta efisiensi pengolahan untuk tiap jenis
proses dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Untuk memilih jenis teknologi atau proses
yang akan digunakan untuk pengolahan air limbah, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara
lain : karakteristik air limbah, jumlah limbah serta standar kualitas air olahan yang diharapkan.
Pemilihan teknologi pengolahan air limbah harus mempertimbangkan beberapa hal yakni
antara lain jumlah air limbah yang akan diolah, kualitas air hasil olahan yang diharapkan,
kemudahan dalam hal pengelolaan, ketersediaan lahan dan sumber energi, serta biaya operasi
dan perawatan diupayakan serendah mungkin Setiap jenis teknologi pengolahan air limbah
mempunyai keunggulan dan kekurangannya masing-masing, oleh karena itu dalam hal
pemilihan jenis teknologi tersebut perlu diperhatikan aspek teknis, aspek ekonomis dan aspek
lingkungan, serta sumber daya manusia yang akan mengelola fasilitas tersebut.
3. Pengolahan limbah secara kimia
Pengolahan air limbah secara KIMIA merupakan pengolahan air limbah dengan
penambahan bahan kimia (padat, cair, dan gas) kedalam air limbah. Beberapa proses
pengolahan air limbah secara kimia seperti Netralisasi, Koagulasi/flokulasi, dan gas
transfer, setiap proses mempunyai tujuan tertentu.

a. Proses Netralisasi
Proses netralisasi bertujuan untuk melakukan perubahan derajat keasaman (pH) air
limbah. Proses ini dilakukan pada awal proses (pengkondisian) air limbah sebelum dilakukan
proses lanjutan atau pada akhir proses sebelum air limbah dibuang kelingkungan dalam rangka
memenuhi standar baku mutu air limbah yaitu pH 6-9.
Beberapa air limbah memiliki derajat keasaman (pH) asam dan basa, dalam proses
netralisasi diharapkan pH air limbah menjadi netral atau berkisar 6-9. Berbagai reaksi yang
terjadi pada proses netralisasi :

YOH + HX → XY + H2O

Y dan X mewakili monovalen kation dan anion, XY merupakan garam yang terbentuk, sebagai
contoh reaksi netralisasi yaitu natrium hidroksida dengan asam clorida seperti berikut.

HCl + NaOH → NaCl + H2O


Dimana Na merupakan Y dan Cl merupakan X, pada reaksi tersebut akan dihasilkan garam
yaitu NaCl. Berbagai reaksi netralisasi seperti berikut :

HCl + NaOH → NaCl + H2O


2 HCl + Mg → MgCl2 + H2
H2SO4 + NaOH → Na2SO4 + H2O

Reaksi yang terjadi pada netralisasi ada yang bersifat eksotermis (the enthalpy of
neutralization)seperti reaksi antara natrium hidroksida dengan asam clorida, dan bersifat
endotermis yaitu natrium karbonat dengan asam asetat.
Pada air limbah yang bersifat asam, dibutuhkan basa untuk netralisasi dan sebaliknya. Pada
netralisasi air limbah dapat pula terbentuk padatan sehingga dibutuhkan proses pemisahan
padatan.

b. Proses Koagulasi-Flokulasi
Koagulasi dan flokulasi merupakan proses pengolahan air dan air limbah secara kimia
yaitu dengan penambahan bahan kimia kedalam air limbah. Air limbah pada umumnya
mengandung padatan tersuspensi, partikel koloid (berukuran < 1 mikron), bahan terlarut
(berukuran < nanometer). Padatan-padatan dalam air pada umumnya bermuatan negatif dan
padatan-padatan tersebut sangat sulit dipisahkan secara fisik (sedimentasi dan filtrasi dengan
media padat) dan dapat dilakukan secara kimia melalui proses koagulasi-flokulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi partikel, sedangakan flokulasi merupakan
proses penggabungan partikel yang telah mengalami proses destabilisasi, mekanisme
destabilisasi partikel seperti terlihat dalam gambar berikut. Proses destabilisasi partikel
dilakukan dengan penambahan bahan kimia yang bermuatan positif yang dapat menyelimuti
permukaan partikel sehingga partikel tersebut dapat berikatan dengan partikel lainnya. Partikel
yang telah berikatan akan mudah untuk dipisahkan secara fisik (sedimentasi, flotasi, dan
filtrasi). Proses flokulasi dibutuhkan untuk penggabungan partikel dengan mennggunakan
bahan kimia sehingga mempercepat waktu pengendapan partikel (flok).

II. Tujuan
Mahasiswa mampu memahami proses pengolahan limbah secara sederhana dengan
benar
III. Metode
Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui model pengolahan limbah yang
ada di kampus UNPAD
IV. Tugas
1. Mahasiswa melakukan pengamatan model pengolahan limbah di UNPAD
2. Mahasiswa mencatat komponen dan fungsinya dalam pengolahan limbah
3. Mahasiswa menganalisis proses yang terjadi dalam setiap tahapan pengolahan limbah

Anda mungkin juga menyukai