Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

EKOLOGI PERAIRAN

Di susun oleh:
INTAN KAIMUDIN (202111019)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH MALUKU
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat dan Hidayah -
Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan ini merupakan hasil pertanggung
jawaban dari praktikum yang penulis lakukan dan sebagai salah satu persyaratan memperoleh nilai
pada mata kuliah Ekologi perairan. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh daripada
kesempurnaan, oleh karena itu, kritik, komentar, dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan laporan ini.

Demikian laporan ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat dan menjadi tambahan ilmu
pengetahuan khususnya dalam mata kuliah Ekologi Perairan.

AMBON, 14 juli 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………… Ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................... Iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar 1
belakang…………………………………………………………………………………………………. 1
2.1 Tujuan 1
praktikum……………………………………………………………………………………………….
1.2. Manfaat praktikum…………………………………………………………………………………………. 2
BAB 2. METODE PRAKTIKUM 2
2.1. Waktu dan Tempat 2
praktikum……………………………………………………………………………….
2.2. Alat dan Bahan…………………………………………………………………………………………………….. 4
2.3. Prosedur Kerja………………………………………………………………………………………………………
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 4
3.1. Deskripsi lokasi praktikum…………………………………………………………………………………….
3.2. Parameter lingkungan perairan (suhu,kecerahan,kedalaman,kecepatan arus
6
dan PH ) yang mempengaruhi
ekosistem……………………………………………………………………………. 8
3.3. Komposisi jenis-jenis biota/hewan yang tergolong sebagai
bentos,periphyton,nekton dan neuston pada lokasi 9
pengamatan………………………………..
3.4. Ancaman dan faktor penyebab serta akar permasalahan kerusakan sumberdaya 11
hayati ekosistem daerah 11
estuari…………………………………………………………………………………..
3.5. Solusi alternatif /kebijakan dan strategi pengelolaan pelestarian
sumberdayahayati ekosistem daerah
estuari………………………………………………………………
BAB 4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………….
4.2. Saran……………………………………………………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang
Ekosistem di bedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan.Ekosistem perairan
dibedakan atas ekosistem daerah estuari dan ekosistem air laut. Ciri-ciri ekosistem daerah
estuari antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya kurang, dan di pengaruhi oleh
iklim dan cuaca. Ekosistem perairan air tawar di bedakan menjadi ekosistem lentik atau perairan
menggenang dan ekosistem lotik atau perairan mengalir. Kualitas suhu perairan dapat di
tentukan oleh sifat kimia dan fisika. Interaksi antara sifat kimia dan fisika di perairan sungai dan
kolam dapat menentukan kemampuan perairan tersebut untuk mendukung kehidupan yang
ada di dalamnya.

Pengelolaan wilayah secara terpadu adalah suatu pendekatan yang melibatkan dua atau
lebih ekosistem , sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu guna
mencapai pembangunan yang berkelanjutan .Dalam konteks ini, keterpaduan mengandung tiga
dimensi, yakni dimensi sektoral ,bidang ilmu dan keterkaitan ekologis . Dengan adanya
praktikum ini, kita dapat menambah wawasan bahwa perlu ada koordinasi tugas, wewenang
dan tanggung jawab antar sektor yang di laksanakan atas dasar interdisiplin ilmu serta harus
memperhatikan segenap keterkaitan ekologis yang dapat memoengaruhi kelangsungan
kehidupan organisme perairan sehingga kita dapat mengaplikasikan hal tersebut ,khususnya di
bidang perikanan dan konservasi alam .

1.2.Tujuan praktikum

Melalui kegiatan praktikum ekologi perairan, khususnya pada ekosistem daerah estuari,
mahasiswa di harapkan mampu:
1. Mengamati dan mencatat parameter lingkungan yang mempengaruhi ekosistem lotik
dan ekosistem lentik (suhu, kecerahan, kedalaman ,kecepatan arus).
2. Mengetahui jenis-jenis biota/hewan yang tergolong sebagai bentos, periphyton, nekton
dan neuston.
3. Mengindentifikasi ancaman dan faktor penyebab kerusakan sumberdaya hayati
ekosistem daerah estuari
4. Mengidentifikasi akar permasalahan kerusakan sumberdaya hayati ekosistem daerah
estuari
5. Mencari solusi alternatif /kebijakan dan strategi pengelolaan pelestarian
sumberdayahayati ekosistem daerah estuari .

1.3.Manfaat praktikum

1. 1.sebagai sarana pendidikan dan latihan bagi mahasiswa dalam rangka menghadapi
pelaksanaan tugas-tugas masa akhir study, berupa penelitian lapangan mandiri untuk
penulisan skripsi.
2. Merupakan satu kewajiban yang harus di penuhi sebagai bagian dari proses evaluasi bagi
mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ekologi perairan

1
BAB II

METODE PRAKTIKUM

2.1.Waktu dan Tempat praktikum


Praktikum mata kuliah ekologi perairan di laksanakan pada akhir perkuliahan semester pada
tanggal 8 juli 2023.Lokasi praktikum dipilih pada daerah estuari (bebas) yaitu di desa waai
ambon, maluku.

2.2.Alat dan bahan


A .Alat :
 Termometer
 Sechi disc
 Meteran
 Tali raffia
 Bola plastik
 Batang kayu/bambu
 Kantong plastic ukuran 7 kg atau 10 kg
 Ph meter (kertas lakmus)
 Stopwatch
 Angket / pedoman wawancara
 Kamera untuk dokumentasi
 Alat tulis menulis

B. Bahan :

 Alkohol 70 %
2.3.Prosedur kerja
 Metode sampling untuk parameter fisik perairan.
 Untuk mengukur suhu di gunakan termometer batang dengan cara termometer
di celupkan ke dalam air dengan sutas tali sampai air raksa tidak bergerak
(+5menit). Selanjutnya suhu di tera dengan cara mengamati bergeraknya air
raksa atau alkohol dalam perairan tersebut.
 Seize disc di gunakan untuk mengukur tingkat kecerahan / kedalaman air laut.
Pengukuran di lakukan dengan cara memasukan secci disc melalui seutas tali
dalam suatu perairan sampai warna hitam putih dari secci dishc tidak kelihatan.
Jarak antara tali yaang memegang tali ( tempat di permukaan air) dengan secci
disc pada saat hilangnya warna tersebut merupakan kecerahan perairan
tersebut.

Hasil pengukuran dapat di klafikasi sbb:


1. Perairan berkecerahan baik : lebih dari 60 cm
2. Perairan berkecerahan sedang : kurang lebih 30 cm
3. Perairan berkecerahan buruk : kurang dari 10 cm

2
 Pengukuran kedalaman suatu perairan dapat di lakukan dengan memasukan
tongkat atau tali ( yang diberi pemberat ) kedalam perairan sampai tongkat
tersebut mencapai dasar.
 Untuk mengukur kecepatan arus, lepaskan penampung pada suatu titik yang
telah di tentukan. Pada saat pelampung di lepas ke dalam perairan , pada saat itu
pula tekan tombol start pada stop watch. Setelah jarak tertentu , matikan stop
wach .lalu ukur jarak dan waktu yang telah di tempuh .Ulangi kegiatan ini selama
3 kali di te di tempat yang berbeda dan hasilnya di rata-ratakan. Kecepatan aliran
air dinyatakan dalam jarak perwaktu (meter/detik).
 Pengukuran pH di lakukan dengan cara mencelupkan kertas lakmus ke dalam air
(_+ 2 menit) kemudian di angkat dan di cocokkan dengan indikator pH sesuai
dengan warna yang di tunjukkan oleh kertas lakmus yang telah di celup..

3
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 . Deskripsi lokasi praktikum

Desa Waai Kecamatan Salahutu, Kabupaten maluku Tengah, di provinsi Maluku, Indonesia.
Di desa ini, terdapat sebuah pantai yang dikenal dengan nama Pantai Manggrove. Pantai ini memiliki
daya tarik yang unik karena keberadaan hutan bakau yang indah di sekitarnya.

Pantai Manggrove Desa Waai terkenal karena keindahan alamnya yang masih asli dan alami.
Hutan bakau di sekitar pantai menciptakan pemandangan yang menakjubkan, dengan akar-akar
pohon yang menjulang tinggi dan menyatu dengan air. Saat air surut, akar-akar ini menciptakan
jaringan yang rumit dan terlihat seperti labirin yang menarik untuk dijelajahi.

Selain keindahan alamnya, Pantai Manggrove juga menawarkan suasana yang tenang dan
damai. Pantai ini relatif sepi dan jarang dikunjungi oleh wisatawan, menjadikannya tempat yang
sempurna untuk bersantai dan menikmati kedamaian alam. Anda dapat menikmati panorama pantai
yang menakjubkan, berjalan-jalan di sepanjang pantai, atau duduk-duduk sambil menikmati
keindahan alam yang mengelilingi Anda.

Pantai Manggrove Desa Waai juga menjadi rumah bagi beragam kehidupan laut, termasuk
berbagai spesies ikan, moluska, dan burung air. Hal ini menjadikannya tempat yang ideal untuk para
penggemar snorkeling dan menyelam, karena Anda dapat menemukan keanekaragaman hayati
bawah laut yang menakjubkan di sekitar hutan bakau.

Untuk mencapai Pantai Manggrove Desa Waai, Anda dapat menggunakan transportasi darat
dari Kota Ambon, ibu kota provinsi Maluku. Perjalanan dari Kota Ambon ke Desa Waai biasanya
memakan waktu sekitar 30 menit – 1 jam tergantung kondisi jalan. Setibanya di Desa Waai, Anda
dapat mengikuti petunjuk arah menuju pantai dan menikmati keindahan alam yang menunggu di
sana.

Pantai Manggrove Desa Waai merupakan destinasi yang ideal bagi mereka yang mencari
ketenangan, keindahan alam, dan pengalaman yang berbeda. Dengan hutan bakau yang indah,
suasana yang tenang, dan kehidupan laut yang kaya, pantai ini menawarkan pengalaman yang tak
terlupakan bagi para pengunjungnya

3.2. Parameter lingkungan perairan ( Suhu, kecerahan, kedalaman ,kecepatan arus dan PH) yang
mempengaruhi ekosistem.

Parameter lingkungan perairan yang mempengaruhi ekosistem meliputi suhu, kecerahan,


kedalaman, kecepatan arus, dan pH. Setiap parameter ini dapat memiliki dampak signifikan pada
organisme hidup dan interaksi dalam ekosistem perairan. Berikut adalah penjelasan singkat tentang
bagaimana masing-masing parameter ini mempengaruhi ekosistem:

 Suhu: Suhu air memengaruhi tingkat metabolisme organisme perairan. Organisme hidup
dalam perairan memiliki kisaran suhu yang optimal untuk bertahan hidup dan berkembang

4
biak. Peningkatan suhu yang signifikan dapat mengakibatkan stres termal pada organisme
dan dapat menyebabkan kematian massal, migrasi, atau perubahan dalam kebiasaan makan.
Selain itu, suhu juga mempengaruhi kelarutan oksigen dan ketersediaan nutrisi dalam air.

 Kecerahan: Kecerahan air dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keberadaan partikel


tersuspensi, alga, atau tumbuhan air lainnya. Penurunan kecerahan dapat menghambat
fotosintesis pada tumbuhan air dan dapat mengurangi tingkat produksi makanan dalam
ekosistem perairan. Hal ini dapat berdampak pada rantai makanan dan keseimbangan
ekosistem secara keseluruhan.

 Kedalaman: Kedalaman air mempengaruhi penyebaran cahaya matahari ke dalam air. Zona
epipelagik (daerah yang terkena cahaya matahari) mendukung tingkat produksi makanan
yang tinggi karena fotosintesis oleh tumbuhan air. Semakin dalam air, tingkat cahaya yang
tersedia menurun, yang dapat mempengaruhi keberadaan organisme fotosintesis dan
berdampak pada sejumlah besar organisme yang bergantung pada makanan ini.

 Kecepatan arus: Kecepatan arus air mempengaruhi transportasi nutrien, dispersi larva, serta
penyebaran makanan dan sisa organisme dalam ekosistem perairan. Kecepatan arus yang
tinggi dapat menghambat pertumbuhan tumbuhan air dan menghancurkan substrat tempat
hidup organisme bentik. Kecepatan arus yang rendah, di sisi lain, dapat menyebabkan
penumpukan nutrien dan polutan.

 pH: pH adalah pengukuran tingkat keasaman atau kebasaan air. pH yang tidak sesuai dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan. Organisme air
memiliki kisaran pH yang optimal untuk bertahan hidup dan berfungsinya enzim dalam
tubuh mereka. Perubahan drastis dalam pH air dapat mengganggu keseimbangan asam-basa
dalam tubuh organisme dan mengganggu fisiologi mereka.

 Perubahan dalam parameter-parameter lingkungan perairan ini dapat menyebabkan


perubahan dalam komposisi spesies, struktur ekosistem, rantai makanan, dan keseimbangan
ekosistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemantauan dan pemahaman yang baik
tentang parameter-parameter ini penting untuk melindungi dan menjaga keberlanjutan
ekosistem perairan.

Tabel 1. Kondisi parameter lingkungan perairan mangrove

Suhu (⁰C)
Kecerahan ( meter)
Kedalaman (meter)
Kecepatan arus ( M/det) 11,93 detik
PH
Sumber: Dok. Pribadi

5
3.3. Komposisi jenis-jenis biota.

1. BENTOS

Organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan.

 Gofrarium sp
Taksonomi

Kingdom : Animalia

Filum : Molusca

Kelas : bivalvia

Ordo :

Famili : veneridae

Genus : Gafrarium

Spesies : Gafrarium sp

Gafrirarium sp merupakan kelompok bivalvia yang memiliki cangkang yang keras serta
berstruktur. Memiliki warna coklat kehijau hijauan pada cangkangnya .Merupakan organisme
pantai tropis yang menempati zona intertidal sebagai habitatnya .Bivalvia ini sering di temukan pada
daerah mangrove bahkan jika terjadi surut yang panjang di temukan berasosiasi dengan ekosistem
lamun.

 Rhinoclavis sinensis

Taksonomi
Kingdom : animalia
Filum : molusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : cerithioidea
Famili : Cerithhiidae
Genus : Rhinoclavis
Spesies : R. Sinensis
Rhinoclavis sinensis memiliki kebiasaan hidup yang sama dengan c.moniliferus karena
merupakan organisme pantai tropis yang mendiami daerah pasang surut. Yang membuat berbeda
adalah warna cangkah dari R.sinensis yang lebih cerah yakni ujungyaa putih ke abu abuan deng
corak garis garis putih di cangkangnya.

6
2.PERIPHYTON

Organisme (hewan atau tumbuhan ) yang hidupnya menempel pada batang dan daun tumbuhan
air ,atau benda lainnya.

 Clypeomorus moniliferus
Clypeomorus moniliferus merupakan gastropoda laut yang banyak di temukan di
sepanjang pesisir maluku. Hal ini di karenakan clypeomorus moniliferus memiliki adaptasi
penyebaran terhadap perairan dangkal yang berbatu ,dekat dengan mangrove dan beriklim
tropis . Pada dasarnya clypeomorus moniliferus hidup di daerah pasang surut. Gastropoda
ini memiliki ciri morfologi berupa tubuh dengan banyak whorl (lekukan) ,terdapat tonjolan -
tonjolan yang berbaris rapi pada cangkang serta memiliki operculum yang oval. Cangkang
clypeamorus moniliferus berwarna hitam kecoklatan .

TAKSONOMI
Kingdom : Animalia
Filum :Molusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Cerithhioidea
Famili : Cerithidae
Genus : Clypeomorus
Spesies : C.moniliferus

7
3.NEKTON

Organisme perairan yang memiliki kemampuan gerak secara aktif dan tidak bergantung
pada arus.

 Ophiuroidea
Ophiuroidea atau di kenal juga sabagai
bintang ular adalah kelompok hewan laut dalam kelas
Echinodermata. Meskipun sering di sebut sebagai
“bintang ular” atau “bintang laut serpentina”, mereka
sebenarnya tidak berhubungan dekat dengan bintang
laut mereka memiliki beberapa perbedaan morfologi
dan perilaku yang membedakan mereka dari bintang
laut.

Klasifikasi ilmiah

Domain : Eukarya
Kingdom : Animalia
Filum : Echinodermata
Subfilum :Asterozoa
Kelas : Ophiuroidea

3.4. Ancaman dan faktor penyebab serta akar permasalahan kerusakan sumberdayahayati
ekosistem daerah estuari

Kerusakan sumber daya hayati ekosistem pesisir dapat disebabkan oleh berbagai ancaman dan
faktor penyebab. Berikut adalah beberapa di antaranya:

1. Pencemaran: Pencemaran adalah salah satu ancaman utama terhadap sumber daya hayati
ekosistem pesisir. Pencemaran air laut oleh limbah industri, limbah domestik, atau bahan
kimia berbahaya dapat merusak kehidupan laut, termasuk hewan, tumbuhan, dan
mikroorganisme. Pencemaran juga dapat merusak habitat pesisir dan mempengaruhi
populasi ikan dan spesies lainnya.

2. Perubahan iklim: Perubahan iklim global berdampak signifikan pada ekosistem pesisir.
Peningkatan suhu air laut, peningkatan tingkat asam laut, dan perubahan pola cuaca dapat
mengganggu keseimbangan ekosistem pesisir. Hal ini dapat menyebabkan pemutihan

8
terumbu karang, banjir pesisir, erosi pantai, dan peningkatan tingkat air laut yang dapat
merusak habitat dan mengancam kelangsungan hidup spesies pesisir.

3. Overfishing: Penangkapan ikan berlebihan atau overfishing adalah masalah serius yang
mengancam sumber daya hayati ekosistem pesisir. Praktik penangkapan ikan yang tidak
berkelanjutan, penggunaan alat tangkap yang merusak, dan penangkapan ikan yang tidak
selektif dapat menyebabkan penurunan populasi ikan dan gangguan pada rantai makanan
pesisir. Hal ini dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan mengancam mata
pencaharian nelayan.

4. Kerusakan habitat: Perubahan dan kerusakan habitat pesisir, seperti penggusuran hutan
mangrove, penggalian pasir pantai, atau reklamasi lahan, dapat merusak ekosistem pesisir.
Habitat pesisir seperti hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang, dan daerah estuari
sangat penting bagi berbagai spesies yang hidup di pesisir. Kerusakan habitat ini dapat
mengganggu siklus kehidupan dan migrasi spesies, serta mengurangi keragaman hayati.

5. Invasi spesies asing: Introduksi spesies invasif ke ekosistem pesisir juga dapat menyebabkan
kerusakan sumber daya hayati. Spesies invasif yang tidak berasal dari wilayah tersebut dapat
mengambil alih habitat, bersaing dengan spesies asli, dan mengganggu rantai makanan lokal.
Ini dapat mengakibatkan penurunan populasi spesies asli dan mengganggu keseimbangan
ekosistem pesisir.

6. Pengembangan pesisir: Pembangunan pantai dan pesisir, seperti pembangunan perumahan,


resor wisata, pelabuhan, atau industri pesisir, dapat mengakibatkan kerusakan habitat,
pendangkalan pantai, dan perubahan kondisi ekosistem pesisir. Penggusuran dan perubahan
tata guna lahan juga dapat menghilangkan habitat penting dan mengganggu fungsi
ekosistem pesisir.

1. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan upaya konservasi dan pengelolaan yang
berkelanjutan, termasuk perlindungan habitat pesisir, pengaturan penangkapan ikan yang
berkelanjutan, pengurangan pencemaran, pengawasan ketat terhadap spesies invasif, serta
perencanaan pembangunan pesisir yang berkelanjutan dan berdasarkan pengetahuan
ilmiah.

3.5. Solusi alternatif /kebijakan dan strategi pengelolaan pelestarian sumberdaya ekosistem
daerah estuari

Kebijakan dan strategi pengelolaan pelestarian sumberdaya hayati ekosistem daerah estuari
didasarkan pada prinsip-prinsip konservasi, restorasi, dan pengelolaan berkelanjutan. Estuari adalah
daerah di mana sungai bertemu dengan laut, menciptakan ekosistem yang unik dan penting karena
merupakan tempat berkembang biak bagi berbagai jenis organisme.

9
Berikut adalah beberapa kebijakan dan strategi umum yang dapat diterapkan dalam
pengelolaan pelestarian sumberdaya hayati ekosistem daerah estuari:

1. Pemetaan dan pemahaman ekosistem: Langkah pertama dalam pengelolaan estuari adalah
melakukan pemetaan dan pemahaman yang mendalam tentang ekosistemnya. Ini
melibatkan survei ilmiah untuk mengidentifikasi spesies yang ada, kualitas air, vegetasi, dan
parameter lingkungan lainnya. Data ini penting untuk menentukan langkah-langkah
pengelolaan yang tepat.

2. Pembentukan kawasan konservasi: Membentuk kawasan konservasi atau cagar alam di


daerah estuari adalah salah satu kebijakan utama. Kawasan ini harus melindungi habitat
kritis, termasuk hutan mangrove, padang lamun, dan hewan yang tergantung pada
ekosistem estuari. Melalui perlindungan habitat ini, keanekaragaman hayati dapat
dipertahankan.

3. Penegakan hukum dan pengawasan: Kebijakan pengelolaan estuari juga harus mencakup
penegakan hukum yang ketat terhadap aktivitas ilegal seperti penangkapan ikan ilegal,
pencemaran air, atau perusakan habitat. Pengawasan yang efektif dan tindakan hukum yang
tegas harus diterapkan untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang lingkungan.

4. Pendidikan dan kesadaran masyarakat: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang


pentingnya pelestarian ekosistem estuari adalah strategi yang penting. Kampanye
penyuluhan dan pendidikan harus dilakukan untuk mengedukasi masyarakat tentang
manfaat ekosistem estuari, ancaman yang dihadapinya, dan bagaimana individu dapat
berkontribusi dalam pelestariannya.

5. Pengelolaan berkelanjutan sumberdaya: Pengelolaan sumberdaya hayati estuari harus


didasarkan pada pendekatan berkelanjutan. Ini mencakup penetapan kuota penangkapan
ikan yang berkelanjutan, pengelolaan pemeliharaan ekosistem seperti pengendalian erosi
pantai, dan pengaturan kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab.

6. Restorasi habitat: Jika habitat estuari telah rusak, strategi restorasi harus dilakukan. Ini
melibatkan kegiatan seperti penanaman kembali mangrove, pengaturan kembali aliran air
sungai, dan pembersihan area yang tercemar. Restorasi habitat yang berhasil dapat
memulihkan ekosistem dan meningkatkan kualitas hidup organisme yang bergantung pada
estuari.

7. Kerjasama lintas sektor: Kebijakan dan strategi pengelolaan estuari harus melibatkan
kerjasama lintas sektor antara pemerintah, LSM, ilmuwan, nelayan, komunitas lokal, dan
sektor swasta. Pendekatan terpadu ini memungkinkan pertukaran pengetahuan dan sumber
daya yang lebih baik untuk mencapai hasil yang optimal dalam pelestarian estuari.

10
Kebijakan dan strategi ini harus disesuaikan dengan kondisi setempat, berdasarkan
penelitian ilmiah dan konsultasi dengan para ahli. Tujuannya adalah untuk menjaga
keberlanjutan ekosistem estuari, melindungi keanekaragaman hayati, dan memastikan
manfaat jangka panjang bagi masyarakat yang bergantung pada ekosistem ini.

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang di dapatkan pada praktikum Ekologi perairan kali ini adalah antara lain:

 Ekologi perairan dapat di artikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari hubungan timbal
balik atau interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya, lingkungan yang di maksud
tidak hanya faktor abiotik saja.
 Dalam praktikum Ekologi perairan di dapatkan hasil bahwa jenis jenis biota /hewan dalam
ekosistem mangrove semuanya termasuk kecuali Neuston.

4.2. Saran

Di harapkan kepada praktikum agar lebih teliti dalam melakukan prosedur kerja sekaligus
amatilah jenis -jenis biota dan kenali organismenya.

11
Daftar pustaka

 Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati laut. Aset pembangunan Berkelanjutan indonesia.
Penerbit PT Gramedia pustaka utama, jakarta.
 Nontji, A., 2005. Laut Nusantara. Cetakan keempat (Edisi Revisi) penerbit Djambatan,jakarta
 Rosmawati ., 2011.Buku Ajar Ekologi perairan . Penerbit Hilliana proses, Bogor.

12
DAFTAR LAMPIRAN

LOKASI /TEMPAT PRAKTIKUM

RANTING POHON /TRANSEK

13
HASIL BIOTA YANG DITEMUKAN

MENGUKUR KECEPATAN ARUS

14
WAWANCARA DENGAN PENDUDUK SEKITAR

DOKUMENTASI LAINNYA

15
16

Anda mungkin juga menyukai