ABSTRAK
Semakin banyak kawasan industri berkembang dan berkembang, semakin besar kemungkinan
kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri. Limbah industri ini memiliki berbagai
karakteristik dan, jika terpapar langsung ke lingkungan, sangat berbahaya. Limbah industri dapat
mencemari sungai dan badan air lainnya. Studi laboratorium ini menyelidiki dosis optimum koagulan
dan flokulan pada air limbah kawasan industri dan pergudangan. Untuk memperoleh temuan yang
optimal, penting untuk menentukan tahap optimal dari proses koagulasi-flokulasi selama percobaan.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan operasional instalasi pengolahan air limbah
komunal kawasan industri dan pergudangan memerlukan perencanaan, operasi unit pengolahan, dan
manajemen yang efektif agar IPAL dapat beroperasi secara efektif dan mencapai tujuan yang
diinginkan. Pemantauan dan evaluasi setiap unit pengolahan berdasarkan data perencanaan dan
desain unit pengolahan, hasil uji jar air limbah dilakukan dengan menggunakan variasi dosis koagulan
eksisting konsentrasi 10% PAC cair 100 ppm, 500 ppm, dan 600 ppm dengan dosis flokulan polimer
Konsentrasi 0,1% dapat digunakan untuk mengoptimalkan kinerja instalasi pengolahan air limbah.
Pada PAC 100 ppm, dengan dosis polimer yaitu 2 ppm menghasilkan dosis optimal. Hasil
pembentukan flok dalam injeksi PAC kecil dan injeksi polimer menghasilkan flok besar dengan
waktu pengendapan 10 menit. Koagulan PAC cair yang digunakan di eksisting IPAL komunal
kawasan industri dan pergudangan membutuhkan hingga 1 L PAC cair konsentrasi 10% dengan dosis
pembubuhan 100 ppm setiap hari. Flokulan polimer konsentrasi 0,1% yang ada membutuhkan 0,2
kg per hari.
PENDAHULUAN
Perekonomian, teknologi, dan ilmu pengetahuan Indonesia semuanya berkontribusi
terhadap pertumbuhan industri bangsa dari tahun ke tahun. Seiring pertumbuhan dan
perkembangan sektor tersebut, kawasan industri juga mulai bermunculan. Kawasan industri
adalah tempat untuk memadukan kegiatan industri dengan prasarana dan sarana yang
diperlukan untuk mendukung kegiatan industri. Perusahaan pemerintah dan swasta yang
berspesialisasi dalam administrasi kawasan industri mengelola kawasan industri (Kwanda T.,
2000).
Semakin banyak kawasan industri berkembang dan berkembang, semakin besar
kemungkinan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri. Limbah industri
ini memiliki berbagai karakteristik dan, jika terpapar langsung ke lingkungan sangat
berbahaya. Limbah industri dapat mencemari sungai dan badan air lainnya.
Pencemaran sungai ini dapat menyebabkan kerugian bagi mereka yang tinggal di
dekatnya. Selain itu, limbah industri dapat menyebabkan penurunan kualitas tanah,
penurunan produktivitas tanah, yang berdampak signifikan pada kegiatan pertanian.
Pencemaran lingkungan oleh air limbah industri akan berpengaruh pada faktor ekonomi,
ekologi, dan sosial budaya. Pemulihan dari pencemaran ini akan memerlukan pengeluaran
yang besar melebihi nilai manfaat yang dihasilkan oleh kegiatan pencemar (Aqil NP.,
Rachmawati E., 2017).
Untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, diperlukan pengaturan terhadap
perusahaan skala kecil dan besar serta kegiatan yang berpotensi mencemari lingkungan. Cara
pencegahan pencemaran air oleh limbah industri, khususnya di kawasan industri, telah
76
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
METODE
Studi laboratorium ini menyelidiki dosis optimum pembubuhan koagulan yaitu PAC
dan flokulan yaitu polimer yang terdapat di IPAL Komunal Kawasan Industri dan
pergudangan. Untuk memperoleh temuan yang optimal, penting untuk menentukan tahap
optimal dari proses koagulasi-flokulasi selama percobaan.
Penelitian dilakukan dengan dua tahap penelitian. Pertama melakukan evaluasi unit
lamella clarifier berdasarkan data primer dan sekunder yang digunakan. Data primer diperoleh
dari pengamatan unit pengolahan lamella clarifier yang merupakan unit gabungan koagulasi-
flokulasi dan sedimentasi. Pada bak lamella clarifier dilakukan pengamatan secara visual
mencakup parameter fisik pada air bak lamella clarifier serta kendala-kendala yang terjadi.
Data sekunder diperoleh dari dokumen perencanaan IPAL komunal dan SOP IPAL Komunal.
77
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
Setelah data pada pengolahan unit lamella clarifier sudah didapat maka akan dilakukan studi
literatur dan pengolahan data dengan cara analisis kinerja lamella clarifier yang meliputi :
1. Cek Over Flow Rate (OFR)
2. Waktu detensi bak
3. Kecepatan pengendapan (υs)
4. Kecepatan Horizontal (υh)
5. Bilangan Reynold dan Froud
6. Lumpur yang dihasilkan dalam pengolahan lamella clarifier
7. Optimasi penentuan dosis koagulan dan flokulan
Setelah melakukan evaluasi unit lamella clarifier, penelitian tahap selanjutnya di laksanakan.
Penelitian tahap selanjutnya adalah penentuan dosis koagulan PAC dan flokulan polimer yang
digunakan pada IPAL komunal untuk mengolah air limbah kawasan. Percobaan dilaksanakan
dalam skala lab atau batch dengan melakukan jar tes air limbah.
78
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
• Flokulasi
1. Volume bak
Volume = P x L x H
= 0,3 m x 1,2 m x 3 m
= 1,08 m3
2. Cek Td
V
Td =Q
1,08 m3
= 100 m3/hari
= 0,0108 hari = 933,12 detik
79
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
• Sedimentasi
1. Luas permukaan
A =PxW
= 2,65 meter x 1,2 meter
= 3,18 m2
2. Cek Overflow
Q
OFR = Lx W
100 𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖
= 2,65 m x 1,2 m
= 31,44 m3/m2.hari
3. Waktu detensi (td)
Volume
Td = Q
3,18 𝑚2 𝑥 3 𝑚
= 100 𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖
= 0,095 hari
= 2,28 jam
4. Kecepatan pengendapan
H
υs =
Td
3m
= 2,28 jam
= 1,32 m/jam
= 0,0003 m/detik
5. Kecepatan Horizontal
L
υh = Td
2,65
= 2,28 jam
= 1,16 m/jam
= 0,00003 m/detik
6. Terdapat plate setler pada bak lamella
a. Luas Plate settler = Lebar lamella x jarak plate settler
= 1,2 meter x 0,1 m
= 0,12 m2
Q
b. Cek Vs = Aps
100 m3/hari
= 0,12 m2
= 8333 m/hari
= 0,0096 m/detik
Aps
c. Cek Jari jari Hidrolis =
2(L+B)
0,12 m2
= 2(2,65 m+1,2 m)
= 0,015 m
Vh x R
d. Cek Bilangan Reynold= γ
0,00003 m/detik x 0,015 m
= 0,000008363
= 0,054
Vh
e. Cek Bilangan Froud = (𝑔 𝑥 𝐻)0,5
0,00003 m/detik
= = 5,53 x 10-5
(9,81 𝑥 3)0,5
80
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
Sehingga dari data dan perhitungan di lapangan dapat disajikan dalam tabel berikut:
81
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
0,5 𝑔𝑟𝑎𝑚
Konsentrasi = x 100%
500 𝑚𝑙
= 0,1%
• Variasi dosis koagulan PAC :
a. 100 ppm
100 𝑝𝑝𝑚 𝑥 500 𝑚𝑙
Dosis = 100000 𝑝𝑝𝑚
= 0,5 ml
b. 500 ppm
500 𝑝𝑝𝑚 𝑥 500 𝑚𝑙
Dosis = 100000 𝑝𝑝𝑚
= 2,5 ml
c. 600 ppm
60 𝑝𝑝𝑚 𝑥 500 𝑚𝑙
Dosis = 100000 𝑝𝑝𝑚
= 3 ml
• Dosis flokulan polimer
Menggunakan satu variasi saja yaitu 2 ppm
2 𝑝𝑝𝑚 𝑥 500 𝑚𝑙
Dosis = 1000 𝑝𝑝𝑚
= 1 ml
• Hasil jar test
a. PAC : 100 ppm, Polimer : 2 ppm
Pengadukan dilakukan menggunakan kecepatan paddle 150 rpm untuk
injek 0,5 ml PAC. Kemudian kecepatan diturunkan menjadi 30 rpm
untuk injek 1 ml polimer. Pengadukan cepat dilakuan selama 1 menit
dan pengadukan lambat selama 9 menit. Untuk pembentukan flok pada
proses injek PAC kecil dan pada saat injek polimer pembentuukan flok
cukup besar. Untuk waktu pengendapan flok selama 10 menit. Secara
visual air limbah sudah terlihat jernih dan flok yang mengendap tebal.
Untuk pH air limbah sebelum jar test yaitu 8.01 dengan suhu 29 °C dan
setelah jar tes pH air limbah tetap.
proses injek PAC sangat lembut dan pada saat injek polimer
pembentuukan flok masih kecil-kecil. Untuk waktu pengendapan flok
selama 18 menit. Secara visual air limbah keruh dan flok yang
mengendap tipis. Untuk pH air limbah sebelum jar test yaitu 8.01
dengan suhu 29 °C. Setelah proses jar tes pH air limbah menjadi 7.9.
yaitu pada dosis 100 ppm PAC dengan dosis polimer 2 ppm. Penambahan dosis PAC
dengan dosis berlebih pada air limbah pembentukan flok sangat buruk karena
dimungkinkan partikel koloid tersuspensi menjadi stabil kembali. Dosis optimum juga
dapat menentukan kecepatan pengendapan karena hasil flok yang dihasilkan sangat stabil
dan memiliki massa yang berat sehingga waktu pengendapan sangat singkat.
Kebutuhan PAC dan Polimer eksisting berdasarkan dosis optimum pada test jar test adalah
sebagai berikut :
100 𝑝𝑝𝑚 10%
• PAC = 1000000 𝑝𝑝𝑚 x 100 m3/hari x 100% = 0,001 m3/hari = 1 L/hari = 1 kg/hari
(Liquid)
2 𝑝𝑝𝑚 100%
• Polimer = x 100 m3/hari x = 0,0002 m3/hari = 0,2 L/hari = 0,2
1000000 𝑝𝑝𝑚 100%
Kg/hari
Pembahasan
A. Evaluasi Lamella Clarifier
Salah satu proses kimiawi untuk meningkatkan efisiensi unit sedimentasi dalam pengolahan
air limbah adalah koagulasi dan flokulasi. Koagulasi adalah proses mendestabilisasi partikel-partikel
koloid sehingga tubrukan partikel dapat menyebabkan pertumbuhan partikel. Menurut Ebeling dan
Ogden (2004), koagulasi merupakan proses menurunkan atau menetralkan muatan listrik pada
partikel-partikel tersuspensi atau zeta-potential-nya. Muatan-muatan listrik yang sama pada partikel-
partikel kecil dalam air menyebabkan partikel-partikel tersebut saling menolak sehingga membuat
partikel-partikel koloid kecil terpisah satu sama lain dan menjaganya tetap berada dalam suspense.
Proses koagulasi berfungsi untuk menetralkan atau mengurangi muatan negatif pada partikel
sehingga mengijinkan gaya tarik van der waals untuk mendorong terjadinya agregasi koloid dan zat-
zat tersuspensi halus untuk membentuk microfloc.
Pada IPAL Komunal kawasan Industri menggunakan jenis koagulasi dengan pengadukan
secara hidrolis. Pengadukan hidrolis adalah pengadukan menggunakan gerakan air untuk tenaga
pengadukan. Sistem pengadukan ini memanfaatkan energy hidraulis dari aliran air. Energy hidraulis
ini seperti energy gesek, energy potensial (jatuhan) atau terdapat lompatan hidraulis pada aliran (Al-
Husein et all., 2018). Sistem koagulasi IPAL Komunal Kawasan memanfaatkan energy potensial
atau jatuhan dari air. Untuk tinggi jatuhan sebesat 3 meter dengan panjang bak koagulasi 0,2 meter
dan lebar bak 1,2 meter. Dari hasil perhitungan cek waktu detensi bak koagulasi memiliki waktu
detensi 622 detik. Kemudian untuk cek gradient kecepatan dari pengadukan koagulan dan air limbah
didapat gradient kecepatan sebesar 226,37 s-1. Berdasarkan Reynold tahun 1996 waktu detensi dan
gradient kecepatan beleum memenuhi kriteria perencanaan pengadukan koagulasi. Besar waktu
detensi yang harus dipenuhi yaitu antara 20 detik sampai 60 detik dan besar gradient kecepatan yang
harus dipenuhi yaitu antara 700 s-1 sampai 1000 s-1.
Hal ini dapat berpengaruh terhadap kinerja koagulasi karena gradient yang belum terpenuhi
akan menyebabkan pengadukan menjadi lambat. Pengadukan yang lambat ini akan berpengaruh
terhadap koagulan yang digunakan sehingga pendestabilan partikel tidak berjalan dengan baik.
Partikel koloid tidak bertumbukan dengan cepat yang berakibat pembentukan mikro flok akan
sedikit terhambat. Kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pembentukan flok bila
pengadukan terlalu lambat mengakibatkan lambatnya flok terbantuk dan sebaliknya apabila
pengadukan terlalu cepat berakibat pechnya flok yang terbentuk (Syauqiah I dkk., 2016).
Flokulasi adalah proses berkumpulnya partikel-partikel flok mikro membentuk flok-flok
besar melalui pengadukan fisis atau melalui aksi pengikatan oleh flokulan. Flokulan adalah bahan
kimiawi, biasanya organik, yang ditambahkan untuk meningkatkan proses flokulasi.Istilah flokulasi
digunakan untuk menggambarkan proses ketika ukuran partikel meningkat sebagai akibat tubrukan
antar partikel. Flokulasi dibedakan menjadi:
84
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
1. Mikroflokulasi (flokulasi perikinetik) terjadi ketika partikel teragregasi karena gerakan termal
acak dari molekul-molekul cairan yang disebut Brownian Motion.
2. Makroflokulasi (flokulasi ortokinetik) terjadi ketika partikel teragregasi karena adanya
peningkatan gradien-gradien kecepatan dan pencampuran dalam media. Bentuk lain dari
makroflokulasi disebabkan oleh pengendapan diferensial, yaitu ketika partikel-partikel besar
menarik partikel-partikel kecil membentuk partikel- partikel yang lebih besar. Makroflokulasi
belum efektif sampai partikel-partikel koloid mencapai ukuran 1-10 μm melalui kontak yang
didorong oleh Brownian Motion dan sedikit pencampuran.
Proses flokulasi pada IPAL Komunal Kawasan Industri menggunakan flokulasi baffle channel.
Flokulasi ini menggunakan pengadukan dengan memanfaatkan tenaga hidrolis dari air. Hasil
perhitungan waktu detensi dan gradien kecepatan dari flokulasi IPAL Komunal Kawasan
menghasilkan waktu detensi flokulasi sebesar 15 menit dan gradient kecepatan sebesar 0,989 s-1.
Berdasarkan Reynold tahun 1996, waktu detensi telah memenuhi kriteria perencanaan antara 10
menit sampai 60 menit. Sedangkan gradient kecepatan dari flokulasi belum memenuhi kirteria
perencanaan antara 20 s-1 sampai 100 s-1. Hal ini dapat menyebabkan proses flokulasi tidak berjalan
dengan maksimal, karena kecepatan pengadukan sangat lambat. Kecepatan sangat lambat ini akan
menyebabkan penggabungan flok-flok kecil menjadi flok besar akan berjalan lama. Untuk
membantu proses pengadukan yang relatif lama maka perlu ditambahkan flokulan untuk
merekatkan flok-flok kecil sehingga mudah menjadi besar.
Unit proses koagulasi-flokulasi biasanya terdiri dari tiga langkah pengolahan yang terpisah
yaitu (Metcalf and Eddy, Inc. 1991 dalam Ebeling dan Ogden 2004):
1. Pada proses pengadukan cepat, bahan-bahan kimia yang sesuai ditambahkan ke dalam aliran
air limbah yang kemudian diaduk pada kecepatan tinggi secara intensif, pengadukan cepat ini
akan membuat partikel yang mengalami destabilisasi akan saling bertumbukan satu dengan
lainnya untuk membentuk mikro flok
2. Pada proses pengadukan lambat, air limbah diaduk pada kecepatan sedang supaya membentuk
flok-flok besar sehingga mudah diendapkan. Pengadukan lambat ini sangat berpengaruh
terhadap pembentukan flok. Dengan aliran yang relative lambat maka flok akan bertumbukan
perlahan sehingga flok yang akan terbentuk tidak akan pecah. Pada proses flokulasi juga dapat
ditambahkan bahan kimia pembantu yaitu flokulan yang berfungsi untuk merekatkan flok satu
dengan flok lainnya.
3. Pada proses sedimentasi, flok yang terbentuk selama flokulasi dibiarkan mengendap kemudian
dipisahkan dari aliran effluent. Pengendapan bergantung pada berat massa flok yang terbentuk,
semakin berat flok yang terbentuk maka waktu pengendapan sangat cepat. Oleh karena itu
pembentukan flok dari pembubuhan bahan kimia koagualn dan flokulan sangat berpengaruh
terhadap pengendapan flok.
Sedimentasi berguna mereduksi padatan tersuspensi dalam air limbah, dan juga dapat
mereduksi kandungan BOD dalam air limbah karena pengendapan dari padatan organik. Bak
sedimentasi dirancang berbentuk persegi panjang untuk menghasilkan efisiensi yang tinggi dengan
biaya yang relatif murah dan mudah dalam perawatannya (Kurniawan A, 2014). Bak sedimentasi
IPAL Komunal Kawasan industri dan pergudangan ini dilakukan perhitungan evaluasi. Dilakukan
evaluasi terhadap overflow bak sedimentasi dengan hasil yaitu 31,44 m3/m2/hari. Untuk waktu
detensi diperoleh 2,28 jam, kecepatan pengendapan sebesar 0,0096 m/detik, kecepatan horizontal
sebesar 0,00003 m/detik. Bilangan Reynold sebesar 0,054. Dari hasil berdasarkan Qasim tahun 1985
semua variabel yang di evaluasi sudah memenuhi riteria perencanaan. Overflow bak sedimentasi
sudah memenuhi antara 30 m3/m2/hari sampai 50 m3/m2/hari. Untuk waktu detensi sudah memenuhi
yaitu antara 0,6 jam sampai 3,6 jam. Kecepatan horizontal sudah memenuhi kriteria yaitu harus lebih
keil daripada kecepatan pengendapan. Bilangan Reynold untuk bak sedimentasi sudah memenuhi
yaitu kurang dari 2000.
Dengan perancangan unit sedimentasi yang sudah sesuai dengan kriteria perencanaan maka
85
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
bak sedimentasi dapat bekerja dengan baik dalam melakukan pengendapan padatan tersuspensi
dalam air limbah. Waktu detensi air limbah pada bak sedimentasi mempengaruhi pengendapan dari
partikel flok yang akan mengendap. Jika waktu detensi memenuhi maka terpenuhi juga waktu
pengendapan partikel yang dibutuhkan untuk mengendap sesuai dengan kecepatan pengendapan
partikel. Pengedapan yang maksimal juga didukung oleh kecepatan horizontal air limbah. Partikel
akan mengendap membutuhkan kecepatan aliran air yang sangat lambat lebih lambat dari kecepatan
pengendapan partikel. Kecepatan horizontal yang lambat juga dapat meyebabkan bilangan Reynold
dari bak sedimentasi sangat kecil sehingga aliran bak sedimentasi akan tenang atau laminar. Aliran
yang laminar membuat partiel mudah mengendap tanpa terganggu oleh gaya air yang besar.
B. Penentuan Dosis Koagulan
Senyawa koagulan adalah senyawa yang mempunyai kemampuan mendestabilisasi koloid
dengan cara menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid sehingga koloid dapat bergabung
satu sama lain membentuk flok dengan ukuran yang lebih besar sehingga mudah mengendap.
Penambahan dosis koagulan yang lebih tinggi tidak selalu menghasilkan kekeruhan yang lebih
rendah. Dosis koagulan yang dibutuhkan untuk pengolahan air tidak dapat diperkirakan berdasarkan
kekeruhan, tetapi harus ditentukan melalui percobaan pengolahan. Tidak setiap kekeruhan yang
tinggi membutuhkan dosis koagulan yang tinggi. Jika kekeruhan dalam air lebih dominan
disebabkan oleh lumpur halus atau lumpur kasar maka kebutuhan akan koagulan hanya sedikit,
sedangkan kekeruhan air yang dominan disebabkan oleh koloid akan membutuhkan koagulan yang
banyak.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dalam pengujian dosis polimer 0,1% 2 ppm
dan dosis PAC menggunakan tiga variasi dosis untuk mengetahui dosis PAC optimum pada air
limbah kawasan. Pada PAC dosis 100 ppm pembentukan flok sangat bagus dan air sudah
jernih. Pada PAC dosis 500 ppm pembentukan flok masih kecil dan air masih terlihat keruh.
Pada PAC dosis 600 ppm pembentukan flok sangat kecil dan air berwarna coklat keruh. Hal
ini menunjukkan jika dosis optimum PAC terhadap air limbah pada proses lamella clarifier
yaitu pada dosis 100 ppm PAC dengan dosis polimer 2 ppm. Penambahan dosis PAC dengan
dosis berlebih pada air limbah akan mengakibatkan pembentukan flok sangat buruk karena
dimungkinkan partikel koloid tersuspensi menjadi stabil kembali. Dosis optimum juga dapat
menentukan kecepatan pengendapan karena hasil flok yang dihasilkan sangat stabil dan
memiliki massa yang berat sehingga waktu pengendapan sangat singkat.
Pembubuhan oagulan dan flokulan sesuai dengan kebutuhan akan menyebabkan
pembentukan mikro flok berjalan sempurna. Pembentukan mikro flok ini dapat mempengaruhi
pembentukan flok-flok yang lebih besar pada flokulasi. Pada pembentukan flok-flok menjadi
lebih besar dapat dibantu dengan penambahan flokulan. Penambahan flokulan berlebih ada air
limbah akan meningkatkan kekeruhan pada air limbah. Penambahan flokulan yang berlebih
dapat juga mengakibatkan partikel partikel dalam air limbah akan mengalami restabilisasi
(Hidayati N. dkk,. 2018).
Dari percobaan melakukan pengadukan dengan kecepatan 200 Rpm dan 150 Rpm untuk injeksi
PAC, menunjukkan pada uji jar tes air limbah bahwa pengadukan pada proses koagulasi
mempengaruhi pembentukan flok dimana semakin cepat putaran paddle maka koagulan dapat
tercampur merata dan tumbukan antar partikel juga akan semakin tinggi sehingga akan terbentuk
mikroflok. Pengadukan juga tidak disarankan terlalu cepat karena dapat menyebabkan pecahnya
mikro flok yang sudah terbentuk (Syauqiah I dkk., 2016). Pada proses flokulasi pengadukan harus
dilakukan dengan perlahan pada kurun waktu tertentu untuk memaksimalkan pengabungan flok
menjadi lebih besar. Jika proses flokulasi ini berjalan dengan baik maka akan menghasilkan flok
yang bagus shingga berpengaruh terhadap pengendapan flok.
Pada proses koagulasi dan flokulasi, jenis koagulan dan flokulan dapat berpengaruh juga
terhadap kinerja proses pembentukan flok. Koagulan merupakan senyawa kimia berupa garam-
garam logam (anorganik) atau polimer (organik). Polimer merupakan senyawa-senyawa organik
86
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
sintetis yang disusun dari rantai panjang molekul-molekul yang lebih kecil. Koagulan polimer ada
yang kationik (bermuatan positif), anionik (bermuatan negatif), atau nonionik (bermuatan netral).
Sedangkan koagulan anorganik terdiri dari bahan-bahan kimia umum berbasis aluminium atau besi.
Ketika ditambahkan ke dalam air limbah, koagulan anorganik akan mengurangi alkalinitas sehingga
pH air akan turun. Koagulan organik pada umumnya tidak mempengaruhi alkalinitas dan pH air.
Koagulan anorganik akan meningkatkan konsentrasi padatan terlarut pada air yang diolah (Gebbie
2005).
SIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan pelaksanaan proses kegiatan di salah satu Kawasan Industri dan
Pergudangan terdapat beberapa kesimpulan yang dapat diambil, yaitu :
1. Pada pelaksanaan operasional instalasi pengolahan air limbah komunal memerlukan
perencanaan, operasi unit pengolahan, dan pengelolaan yang baik sehingga kinerja ipal
dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan hasil yang diinginkan.
2. Pengoptimalan kinerja instalasi pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan
melakukan pemantauan dan evaluasi tiap unit pengolahan dengan cara berdasarkan data
perencanaan dan rancang bangun unit pengolahan.
3. Hasil uji jar test air limbah yang dilakukan menggunakan variasi dosis koagulan eksisting
kadar 10% PAC liquid 100 ppm, 500 ppm, dan 600 ppm dengan dosis flokulan polimer
konsentrasi 0,1 % satu variasi yaitu 2 ppm, didapat dosis optimum pada PAC 100 ppm.
Hasil pembentukan flok pada injek PAC kecil dan pada injek polimer flok terbentuk
besar dan waktu pengendapan selama 10 menit.
4. Kebutuhan koagulan PAC liquid untuk eksisting membutuhkan PAC liquid 10%
sebanyak 1 L/hari. Untuk kebutuhan flokulan polimer 0,1% untuk eksisting sebanyak 0,2
Kg/hari.
Saran
Berdasarkan pelaksanaan pemantauan dan optimasi kinerja pengolahan kinerja pengolahan air
limbah komunal kawasan pada unit lamella clarifier terdapat beberapa saran yaitu:
1. Dalam melaukan percobaan optimasi unit lamella clarifier dengan penentuan dosis
optimal koagulan dan flokulan menggunakan metode jar test alangkah baiknya
menambahkan pengecekan kadar TSS pada air limbah dan pada air hasil jar test supaya
dapat mengetahui berapa persen removal TSS dengan variasi dosis yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Layla, 1978, Water Supply Engineering Design, Ann Arbor Science Publisher Inc.
Michigan
Aqil N P., Rachmawati E., 2017. Pengendalian dalam Penertiban Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) Pabrik di Kawasan Industri Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung.
SOSIOHUMANITAS JOURNAL. Vol 19 (2) : 37-49
Badjoeri, M., dan Suryono, T., 2002, “Pengaruh Peningkatan Limbah Cair Organik Karbon
terhadap Suksesi Bakteri Pembentuk Bioflok dan Kinerja Lumpur Aktif Beraliran
Kontinyu”. Jurnal LIMNOTEK, 9,1
Ebeling, J., M., dan Ogden S., R., 2004, Application of Chemical Coagulation Aids for the
Removal of Suspended Solids and Phosphorus from the Microscreen Effluent
Discharge of an Intensive Recirculating Aquaculture System, N. Am. J. Aquacult.,
66,198-207.
Gebbie, P. 2005. A Dummy’s Guide to Coagulants. 68th Annual Water Industry Engineers and
Operators, Conference Schweppes Centre, Bendigo.Hadi, W. 1997. Perencanaan
Bangunan Pengolahan Air Minum. FTSP – ITS. Surabaya
87
Indonesian Journal of
Vol. 3 No. 1. 2022: 76-88
Applied Science and Technology
88