Beberapa contoh jenis pelanggaran di bidang pengendalian pencemaran air adalah tidak
sesuainya standar pemantauan air limbah, proses pengolahan air limbah tidak sesuai
persetujuan teknis, tidak adanya pengukuran debit air limbah, pengelolaan air limbah tidak
memenuhi baku mutu hingga pelanggaran berat yakni tidak melakukan pengolahan air
limbah. Jika pelaku industri tercatat melakukan pelanggaran tersebut, maka industry tersebut
dapat dikenakan sanksi administratif sebagai pembebanan kewajiban kepada industry atau
penanggung jawab usaha atas ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan di bidang lingkungan hidup.
Dalam penerapan sanksi administratif terdapat beberapa susbtansi seperti jenis peraturan
yang dilanggar, sanksi yang diterapkan, perintah yang harus dilaksanakan oleh industry atau
penanggung jawab usaha serta jangka waktu dari pelaksanaan pemenuhan kewajiban sanksi
administrative. Untuk menentukan jangka waktu yang sesuai, sebaiknya pengambil
keputusan merujuk kembali pada teori atau standar yang berlaku pada proses pembuatan
instalasi air limbah industry.
Dalam merencanakan suatu IPAL, perlu ditempuh beberapa langkah pengerjaan yang dimulai
dari survei lapangan yaitu mengumpulkan beberapa informasi mengenai proses produksi atau
pengolahan yang dilakukan dan kondisi eksisting, analisis karasteristik air limbah di
laboratorium, analisa data dan pemilihan teknologi (proses) yang akan digunakan. Jika
langkah-langkah tersebut telah ditempuh baru dilakukan desain IPAL yang direncanakan.
Desain Instalasi Pengolahan Air Limbah ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:
1. Debit dan aliran air limbah
Menurut Metcalf dan Eddy (2003), debit air limbah industry berbeda-beda bergantung
dari jenis dan ukuran industri. Industry kecil umumnya menghasilkan air limbah
industri sebesar 7.5 – 14 m3/ha/hari, industry menengah menghasilkan 15 - 28
m3/ha/hari, sedangkan industry besar umumnya menghasilkan debit air limbah lebih
dari 28 m3/ha/hari. Untuk air limbah domestik di fasilitas industry, debit bervariasi
antara 30 hingga 95 l/kapita/hari.
Dalam proses perencanaan desain IPAL, debit air limbah yang dihasilkan digunakan
sebagai penentuan volume unit-unit pengolahan. Besar kecilnya debit memengaruhi
volume unit untuk menampung air limbah tersebut. Selain itu, apabila nantinya
dibutuhkan unit pengolahan yang membutuhkan waktu tinggal maka volume air
limbah di unit pengolahan dikalikan dengan waktu tinggalnya.
Aliran air limbah dapat bersifat kontinyu (terus-menerus) atau sesaat ditentukan oleh
proses produksi yang dilakukan (Marhadi, 2016). Sehingga perlu diperhatikan waktu-
waktu yang menunjukkan kapan debit air limbah tertinggi dan debit air limbah paling
rendah.
Dalam pemilihan teknologi pengolahan air limbah (IPAL) ada beberapa hal yang harus
dipertimbangkan, antara lain sebagai berikut:
1. Kualitas dan kuantitas air limbah yang akan diolah
2. Kemudahan pengoperasian teknologi IPAL
3. Ketersediaan SDM yang memenuhi kualifikasi untuk pengoperasian jenis IPAL
terpilih.
4. Jumlah akumulasi lumpur
Langkah yang harus diambil oleh industry atau pelaku usaha jika ditemukan melakukan
pelanggaran adalah dengan melakukan pengendalian pencemaran udara. Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 pengertian dari pengendalian pencemaran
udara adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan pencemaran udara serta
pemulihan mutu udara. Dalam hal pengendalian udara, terdapat beberapa pendekatan
yang mungkin dilakukan yaitu:
a) Prevensi
Secara garis besar, prevensi adalah tindakan pencegahan timbulnya emisi atau
pengurangan emisi. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kualitas dari bahan
bakar, berapa kadar ash atau sulfur yang terkandung. Selain itu kondisi operasi
seperti suhu, karena suhu atau temperature memengaruhi emisi NOx. Improvisasi
pada alat juga memiliki pengaruh yang signifikan untuk menghindari fugitive
emission dan menghindari kebocoran gas.
b) Daur ulang
c) Re-design
Agar emisi memenuhi baku mutu, cara lain yang digunakan adalah dengan
melakukan desain ulang. Sehingga sangat memungkinkan adanya proses baru
dalam pengendalian dimana beberapa treatment tidak diperlukan. Namun
pendekatan ini umumnya membutuhkan biaya yang lebih besar.
d) Implementasi Resource Efficient & Cleaner Production (RECP)
Pendekatan RECP adalah sebuat konsep bagaimana menggunakan sumber
material seefisien mungkin. Contohnya efisiensi dalam penggunaan bahan baku,
air dan konsumsi energi. Sehingga diharapkan limbah yang dihasilkan dari proses
produksi akan menjadi lebih sedikit.
e) End of pipe
Pendekatan end-of-pipe adalah pendekatan yang paling sering dilakukan, yakni
penngendalian di bagian hilir dari proses produksi saat emisi telah dihasilkan.