Anda di halaman 1dari 15

EUTROFIKASI : PENGARUH MASUKKAN NUTRIEN BERLEBIH PADA

EKOSISTEM AIR

Penulis :
Indah Lestari, Rahayu Handayani, Setia Devi Kurniasih

1. Pendahuluan

Revolusi Industri adalah sebuah ungkapan yang digunakan untuk menamai perubahan dan
perkembangan pesat yang awalnya terjadi di Inggris setelah ditemukannya mesin uap. Revolusi
ini mengubah cara hidup banyak orang, terutama yang tinggal di perkotaan dan wilayah-wilayah
industri. Kemajuan teknologi mengakibatkan tenaga untuk menggerakkan mesin yang semula
masih menggunakan tangan menjadi penggunaan mesin yang digerakkan oleh tenaga uap.

Semenjak revolusi industri antara tahun 1750-1850, berbagai macam aktivitas manusia
mengalami perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan,
transportasi, dan teknologi. Hal ini memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial,
ekonomi, dan budaya di dunia, serta perubahan yang kuat dalam struktur dan fungsi lingkungan
mereka.

Selain itu, pengaruh revolusi industri juga meningkatkan pertumbuhan populasi. Peningkatan
populasi berpengaruh pada ekosistem air dan terrestrial, karena antara sepertiga hingga setengah
dari permukaan daratan telah diubah dengan bukaan hutan, pertanian, hutan, peternakan hewan
dan urbanisasi, serta perubahan siklus hidrologi. Aktivitas manusia tersebut berdampak pada
siklus biogeokimia global dari karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P).

Pada pertengahan tahun 1800-an, ahli kimia pertanian Justus von Liebig menunjukkan kekuatan
hubungan positif antara persediaan nutrien tanah dan area pertumbuhan tumbuhan terrestrial.
Sejak saat itu, tumbuhan air tawar dan laut dengan kata lain bereaksi pada masukkan nutrien.
Masukkan nutrien antropogenik pada permukaan bumi dan atmosfer sangat meningkat selama
dua abad yang lalu. Masukkan nutrien antropogenik yang terus meningkat menyebabkan
pengkayaan nutrien, atau eutrofikasi, dimana dapat meracuni tingginya perubahan yang tidak
diinginkan pada struktur dan fungsi ekosistem.

Dampak buruk dari eutrofikasi antropogenik adalah adanya penurunan keberlanjutan ekosistem
(khususnya ekosistem air), hilangnya tanaman air tawar dan tanaman bawah laut, penurunan
oksigen, tumbuhnya alga beracun, dan terbentuknya zona kematian (dead-zone). Dampak
tersebut menunjukkan bahwa perlunya pembentukan hukum mengenai batasan beban nutrien
(beban pencemar) sebagai landasan dasar pada untuk pengawasan dan perlindungan ekosistem
air.

2. Penyebab dan Proses Terjadinya Eutrofikasi

Aktivitas manusia secara drastis menaikkan N dan P global dari daratan menuju sungai, danau,
estuari, dan berakhir di laut, sehingga merubah siklus biogeokimia global. Manusia diperkirakan
memberikan dua kali lipat dari rata-rata masukkan N ke dalam siklus N daratan, dan angka ini
masih terus meningkat. Tambahan substansi N diperoleh dari ladang dalam bentuk pupuk hewan,
dimana standar aturan secara jauh lebih ketat daripada limbah manusia. Akan tetapi, ini sedikit
signifikan dari total N pertanian digunakan untuk daratan di tanaman berlebih yang diperlukan
untuk tumbuh, dan penambahan N ini mungkin:

(1) Terakumulasi dalam tanah;


(2) Berpindah dari daratan ke permukaan air;
(3) Berpindah tempat ke air tanah, atau
(4) Masuk atmosfer melalui penguapan amonia dan produksi nitrogen oksida. Penyimpanan
atmosfer pada N dapat memiliki dampak yang kuat pada struktur dan fungsi antara
ekosistem air tawar dan laut.

Aktivitas manusia juga memiliki dampak yang kuat pada aliran P ke daratan. Kuantitas besar
dari mineral P ditambang dan diproses untuk menciptakan P-kandungan pupuk, dan pupuk ini
digunakan dunia untuk tanah yang telah mengandung cadangan P melimpah. Sama seperti N,
kuantitas substansi P juga didapatkan dari darat pada bentuk pupuk hewan.

Selain keadaan diatas, manusia juga menggunakan aliran air sebagai sistem buangan air limbah.
Beban N dan P menuju sungai, danau dan laut dunia, dengan demikian mempengaruhi kepadatan
penduduk manusia, kepadatan penduduk pada peternakan, dan penggunaan lahan. Selain itu,
beban tersebut menumbuhkan gangguan pada alga, sehingga menyebabkan pengaruh tampak
dari eutrofikasi kultur dengan pertumbuhan rata-rata musim pada biomasa fitoplankton secara
langsung bereaksi untuk pengkayaan nutrien.

3. Klasifikasi Batasan Nutrien di Perairan

Konsep batasan nutrien dapat dipertimbangkan sebagai dasar penelitian eutrofikasi. Efeknya
dinyatakan bahwa:

(1) Kunci nutrien seharusnya sebagai faktor batasan untuk pertumbuhan tanaman pada
ekosistem;
(2) Pertumbuhan tanaman pada ekosistem harus seimbang dengan angka persediaan nutrien ini;
(3) Pengawasan eutrofikasi harus diselesaikan dengan batasan beban kunci nutrien ini pada
ekosistem.

Kondisi ekosistem dapat digambarkan dengan menggunakan sebutan yang menunujuk pada
pertumbuhan-batasan masukkan nutrien mereka. Tabel 3-1 adalah karakteristik rata-rata dari air
danau, air sungai, dan pesisir air laut dari perbedaan bagian trofik.

Tabel 3-1. Karakteristik rata-rata dari air danau, sungai, dan pesisir air laut dari perbedaan
bagian trofik.

TN (Total TP (Total
Chlorophil α SD (Secchi Disk)
Bagian Trofik Nitrogen) Phosporus)
(mg/m3) Transparancy (m)
mg/m3 mg/m3
Oligotrofik <350 <10 <3,5 >4
Danau
Mesotrofik 350-650 10-30 3,5-9 2-4
dan
Eutrofik 650-1200 30-100 9-25 1-2
Waduk
Hipertofik >1200 >100 >25 <1
Suspended Benthic Chlorophil
Chlorophil α α (mg/m3)
(mg/m3)
Oligotrofik <700 <25 <10 <20
Sungai Mesotrofik 700-1500 25-75 10-30 20-70
Eutrofik >1500 >75 >30 >70
Chlorophil α SD (Secchi Disk)
(mg/m3) Transparancy (m)
Oligotrofik <260 <10 <1 >6
Estuari Mesotrofik 260-350 10-30 1-3 3-6
dan Laut Eutrofik 350-400 30-40 3-5 1,5-3
Hipertrofik >400 >40 >5 <1,5
Air relatif memiliki masukkan besar dari nutrien yang disebut eutrofik (well nourished) dan
memiliki miskin persediaan nutrien yang disebut oligotrofik (poorly nourished). Air memiliki
persediaan nutrien tengah-tengah yang disebut mesotrofik. Eutrofikasi adalah proses dimana
badan air memiliki eutrofik lebih peningkatan terus menerus pada persediaan nutrient mereka.
Meskipun istilah ini lebh banyak pada danau dan waduk air tawar, hal ini juga berlaku pada
aliran air, estuaria, dan pesisir air laut.

4. Sumber Masukkan Nutrien

Persediaan eksternal N dan P pada ekosistem air diperoleh dari bermacam-macam sumber,
termasuk air tanah, sungai, dan masukkan atmosfer. Jumlah dari 3 sumber dapat disebut beban
luar (external load). Tabel 4-2 menunjukkan persediaan eksternal nutrien pada badan air dapat
berasal antara titik-titik sumber (point sources), dimana dilokasikan dan lebih mudah dipantau
dan diawas, dan tidak memiliki titik sumber (nonpoint sources), dimana tersebar dan lebih
banyak kesulitan untuk dipantau dan diatur. Kontribusi relatif dari 2 tipe sumber ini dapat
dibedakan dengan substansi dari batas air ke batas air, yang berpengaruh pada densitas populasi
manusia lokal dan penggunaan lahan.

Tabel 4-2. Sumber Masukkan N dan P.

Tidak Memiliki Titik Sumber (Nonpoint


Titik-Titik Sumber (Point Sources)
Sources)
1. Aliran air limbah (perkotaan dan industri) 1. Aliran air (runoff) dari pertanian (termasuk
2. Aliran air (runoff) dan larutan dari tempat aliran balik dari irigasi pertanian)
pembuangan limbah 2. Aliran air (runoff) dari padang rumput dan
3. Aliran air (runoff) dan rembesan dari daratan hutan
makanan hewan 3. Aliran air (runoff) kota dari area pipa
4. Aliran air (runoff) dari tambang, lading pembuangan atau bukan dengan populasi
minyak, dan tempat pipa pembuangan >100.000
industri 4. Pelepasan tangki kotoran dan aliran air (runoff)
5. Muara semburan pipa pembuangan dari kota dari kegagalan sistem kotoran.
dengan populasi >100.000 5. Aliran air (runoff) dari tempat konstruksi
6. Banjir yang dikombinasi semburan dan dengan area <2 hektar
pembuangan sanitasi 6. Aliran air (runoff) dari sisa tambang
7. Aliran air (runoff) dari tempat konstruksi 7. Endapan atmosfer berlebih pada permukaan air
dengan area >2 hektar 8. Aktivitas daratan yang menghasilkan
kontaminasi seperti penebangan, konversi lahan
basah, konstruksi dan pengembangan daratan
atau jalan air.
5. Efek Eutrofikasi Ekosistem Air

5.1. Eutrofikasi Danau dan Waduk

Kunci vital untuk manajemen danau dari eutrofikasi danau dan waduk adalah pengembangan
dari kaitan model konsentrasi nutrien badan air pada aspek kualitas air yang dianggap penting
oleh publik dan pengawetan. Pengkayaan nutrien berlebih memiliki efek pada biologi, kimia, dan
penggunaan manusia dari danau dan waduk. Misalnya, eutrofik danau dikarakterisasikan dari
pergeseran terhadap dominasi fitoplankton dari alga hijau-biru (cyanobacteria), beberapa dimana
menghasilkan komponen yang lebih toksik dari bisa kobra. Tabel 5-3 menunjukkan efek
eutrofikasi pada danau dan waduk.

Tabel 5-3. Efek eutrofikasi pada danau dan waduk.

Efek eutrofikasi pada danau dan waduk


1. Peningkatan biomasa fitoplankton air tawar dan perifiton
2. Pergeseran pada komposisi spesies fitoplankton ke taksonomi yang mungkin toksik atau
tidak dapat dimakan (misalnya bloming bentuk cyanobacteria)
3. Perubahan pada produksi vaskular tanaman, biomasa, dan komposisi spesies
4. Penurunan kejernihan air
5. Pengurangan nilai estetika pada badan air
6. Masalah rasa, bau dan persediaan filtrasi
7. Resiko kesehatan pada persediaan air
8. Kenaikan pH dan penipisan oksigen terlarut (dissolved oxygen) pada kolom air
9. Peningkatan produksi dan panen ikan
10. Pergeseran pada komposisi spesies ikan terhadap kekurangan spesies yang diinginkan
11. Kemungkinan peningkatan kematian ikan

Masalah eutrofikasi di danau umumnya disebabkan oleh banyaknya usaha pertanian yang
menggunakan pupuk di sekitar wilayah tersebut. Kondisi eutrofikasi di danau terpilih yang
diteliti oleh Nweze and Onyishi (2011) menginvestigasi eksitu untuk menilai dampak dari
berbagai nutrient pada alga dan dampaknya pada lingkungan akuatik di daerah pengaliran tanah
pertanian di danau Nike, Nigeria. Berbagai nutrient seperti fosfat, nitrat dan kalium yang
terkandung dalam air danau Nike sebelum dan sesudah percobaan dianalisis dengan
menggunakan metode APHA. Fosfat dan nitrat ditentukan menggunakan spektrometri absorpsi
atomic dengan menggunakan berbagai larutan kimia untuk membantu penelitian. Hasil penelitian
yang dilakukan pada 31 alga di air danau Nike menunjukan bahwa dengan level lebih tinggi dari
berbagai kontaminan sangat beracun bagi kebanyakan alga terlebih lagi yang berkembang
memiliki efek meneduhkan pada air yang menyebabkan adanya kompetisi dan aktifitas
pernapasan oleh alga, karena alga yang termasuk tumbuhan air memerlukan oksigen untuk
memproduksi makanannya. Fakta yang ada menunjukan bahwa pupuk dari peternakan dan
pupuk NPK sudah biasa digunakan oleh para petani disekitaran danau menyebabkan
terkontaminasinya danau dan teluk Nike yang membuat berkembangnya pembentukan
Cyanobacteria yang memicu permasalahan bagi flora fauna air serta manusia seperti penipisan
oksigen di air yang meyebabkan anoxia dan berujung pada kematian flora dan fauna di air.
Selain itu berkembangnya Cyanobaacteria dapat mensekresikan berbagai racun, seperti
microcytins, saxitoxin yang bersifat karsinogen, neurotoxic dan lainnya yang merugikan bagi
manusia.

5.2. Eutrofikasi Sungai

Kesuksesan manajemen dan kontrol eutrofikasi adalah bagian dasar dari batas masukkan nutrien
pada badan air, dan batas beban nutrien dapat mencapai tujuan dari variasi luas dari control
internal dan eksternal. Pengkayaan nutrien dari aliran air dapat menyebabkan variasi masalah
kualitas air dan upaya untuk batasan masukkan dari N dan P dari daratan ke sungai yang akan
meningkatkan hubungan kualitas air eutrofikasi pada aliran air. Tabel 5-4 menunjukkan efek
eutrofikasi pada ekosistem sungai.
Tabel 5-4. Efek eutrofikasi pada ekosistem sungai.

Efek eutrofikasi pada ekosistem sungai


1. Peningkatan biomasa dan perubahan pada komposisi spesies endapan alga dan perifiton
2. Penurunan kejernihan air
3. Masalah rasa dan bau
4. Penghalang masuknya penyaringan
5. Pencemaran ke kedalaman air dan jaring
6. Gangguan proses flokulasi dan klorinasi pada tanaman perlakuan air
7. Keterbatasan aliran dasar dan pergerakan air
8. Flokulasi berbahaya pada pH dan pada konsentrasi oksigen terlarut (dissolved oxygen)
9. Penebalan lapisan alga menuruni kualitas pada habitat makroinvertebrata dan pemijahan
ikan
10. Kemungkinan peningkatan kematian ikan

Masalah eutrofikasi di sungai umumnya disebabkan oleh sejumlah besar limbah domestik,
limbah industri dan irigasi pertanian yang dibuang begitu saja ke aliran air yang berada di sekitar
wilayah tersebut. Hal ini menyebabkan berubahnya distribusi komunitas biologis serta sifat
kimia dan fisika dari air di lingkungan sekitar, kemudian berdampak pada siklus ekosistem air
dan konfigurasi berbagai sumber air regional.
Kondisi eutrofikasi di sungai terpilih yang diteliti oleh Yu et al. (2010) membandingkan kualitas
air pada lapisan mikro/ Surface Microlayer (SML) dan lapisan bawah permukaan air/ Subsurface
water (SSW) pada tiga jenis aliran air di kolam Xinchi dan sungai Funan, Provinsi Sinchuan.
Surface Microlayer (SML) adalah interaksi yang terjadi antara udara dan air. SML dapat
dikembangkan menjadi lebih luas secara relatif menjadi Subsurface water (SSW) dengan
berbagai komponen kimia dan mikrobiologi yang bervariasi. Dibandingkan dengan SSW, SML
biasanya memiliki kandungan nutrien yang lebih banyak, karbon organik, fitoplankton dan
bakteri. Hasil pengukuran menunjukkan konsentrasi COD pada SML dan SSW yang berbeda
pada ketiga wilayah sampling.Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan mengacu pada
StandarLingkungan tentang kualitas air permukaan, COD pada SML di kolam Xinchi dan Sungai
Funan melebihi level 3 dari standar air yang ada sedangkan SSW dan SML pada reservoir
Longquan menunjukan secara umum kualitas air masih baik.
Gambar 5-1. Kandungan COD pada SSW dan SML.

Kandungan TP (Total Phospor) di sungai Funan menunjukan tidak ada perbedaan mencolok pada
SSW dan SML. Konsentrasi TP pada sungai Funan melewati batas level 3 dan lebih tinggi
konsentrasinya bila dibandingkan dengan sumber aliran air yang lain. Konsentrasi SML dan
SSW pada reservoir Longquan sebesar 0.096-0.105 mg/L. Kandungan besarnya TN (Total
Nitrogen) pada SML dan SSW pada ketiga tempat melebihi standar level air. Dari keseluruhan
besarnya konsentrasi TN pada SML lebih besar dari SSW, kecuali pada sungai Funan yang
memiliki konsentrasi TN realtif sama pada SML dan SSW. Pengujian klorofil a, konsentrasi total
klorofil a pada SML dan SSW di kolam Xichi dan reservoir Longquan memiliki jumlah yang
lebih tinggi dibandingkan kandungan yang ada pada sungai Funan. Pada data hasil penelitian
tentang pengayaan SML , terlihat bahwa pengayaan SML pada TP dan TN di kolam Xinchi EF n
dan EF p mencapai 2.28 dan 3.51, namun EF klorofil a pada sungai Funan hanya 16.67%.

Penilaian indeks eutrofikasi SML dari ketiga sampel air menunjukan lebih tinggi dari pada SSW.
Dua lapisan pada sungai Funan menunjukan eutrofikasi menengah begitu pual SML di kolam
Xinchi dan 50% SSW untuk eutrofikasi ringan. 75% dari SML dan SSW pada reservoir
Longquan menunjukan situasi eutrofikasi yang ringan yang mengartikan kualitas air di reservoir
Longquan lebih baik dari pada di sungai Funan dan kolam Xinchi.

Berdasarkan data yang telah diperoleh dari penelitian menunjukan bahwa SML dari berbagai
aliran air dapat memperkaya kandungan N dan P. Polusi dari SML menjadi lebih serius karena
SML mengandung lebih banyak polutan. Berdasarkan grafik yang ada, menunjukan bahwa
kebanyakan TN, TP dan COD pada SSW dan SML di kolam Xinchi dan Sungai Funan melewati
ambang batas berdasarkan perbandingan standar level air nasional yang mengindikasikan polusi
untuk zat-zat yang mengandung nitogen,fosfor sangatlah parah dan kualitas air semakin buruk.
Untuk evaluasi kriteria eutrofikasi, SML dan SSW berada pada level eutrofik yang sama
khususnya pada sungai Funan. Pada tabel terlihat adanya perbedaan signifikan E pada SML dan
COD, TP dan TN pada ketiga aliran air yang mengindikasikan eutrifikasi dibatasi oleh nitrogen
dan fosfor.

5.3. Eutrofikasi Estuari dan Laut

Pencemar antropogenik mengalir melalui sungai menuju estuari dan lingkungan pesisir laut.
Misalnya, input N antropogenik banyak berasal dari saluran air yang terbawa menuju samudera.
Masukkan N dari antropogenik sangat memprihatinkan karena keterbatasan nutrien dari produksi
alga dihasilkan atau diambil dari banyak estuari dan air laut. Tabel 5-5 menunjukkan efek
eutrofikasi pada ekosistem estuari dan laut ( , ).

Tabel 5-5. Efek eutrofikasi pada ekosistem estuari dan laut.

Efek eutrofikasi pada ekosistem estuari dan laut


1. Peningkatan biomasa fitoplankton laut dan epifitik alga
2. Pergeseran pada komposisi spesies fitoplankton ke taksonomi yang mungkin toksik
atau tidak dapat dimakan (misalnya bloming bentuk dinoflagelata)
3. Peningkatan pada gangguan blooming dari gelatin zooplankton
4. Perubahan pada produksi makroalga, biomasa dan komposisi spesies
5. Perubahan pada produksi vaskular tanaman, biomasa, dan komposisi spesies
6. Penurunan kejernihan air
7. Kematian dan kehilangan komunitas terumbu karang
8. Pengurangan nilai estetika pada badan air
9. Kenaikan pH dan penipisan oksigen terlarut (dissolved oxygen) pada kolom air
12. Pergeseran pada komposisi terhadap kekurangan spesies hewan yang diinginkan
10. Kemungkinan peningkatan kematian dari pergerakan dan komersil penting spesies
hewan
Masalah eutrofikasi di estuari umumnya disebabkan oleh melimpahnya nutrien dari hasil
aktivitas manusia dan disangkut-pautkan sebagai isu lingkungan global. Hal ini disebabkan nilai
ekologis dan ekonomi sangat melekat dengan ekosistem estuari Lemley et al. (2015).

Lemley et al. melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi eutrofikasi di
estuari disepanjang pantai selatan Afrika Selatan (lihat Gambar 5.1) menggunakan pendekatan
multi-metrik untuk mengklasifikasikan kondisi tersebut. Estuari yang diteliti adalah empat
estuari terbuka dan lima estuari yang semi terbuka. Untuk mengevaluasi status estuari, metode
penilaian juga mengkombinasikan indikator tekanan (beban nutrien) dan indikator respon
(produsen primer). Penentuan status estuari dilakukan dengan beberapa indikator seperti: DO,
nutrien anorganik (N dan P), fitoplankton, epifit dan mikro-fitobentos.

Gambar 5.1 Lokasi Penelitian

Melalui pendekatan ini, estuari diklasifikasikan sebagai oligotrofis (baik), mesotrofis (sedang)
dan eutrofik (buruk). Batasan mengenai klasifikasi tersebut menggunakan system klasifikasi
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Welch et al. (1988); dan Dodds (2006) yang
dijelakan melalui Tabel 5.6. Hasil dari penelitian ini adalah Estuari yang lebih besar
(Duiwenhoks, Goukou, Gouritz dan Klein Brak) umumnya menerima beban nutrien non-organik
harian tertinggi, Estuari semi terbuka didominasi flagellate, Estuari terbuka didominasi diatoms,
cyanobacteria dan chlorophytes, Beberapa spesies fitoplankton teridentifikasi Aulacoseria
granulata var. angustissima, Gymnodinium catenatum (berpotensi alga bloom berbahaya).
Tabel 5.6 Sistem Klasifikasi Tropik Estuari

Beban nutrien harian yang tinggi dan/atau pembilasan (flushing) yang lama diidentifikasi sebagai
penyebab utama kondisi eutrofik. Beberapa spesies fitoplankton tertentu diidentifikasi karena
memiliki potensi sebagai indikator termasuk Aulacoseria granulata var. angustissima,
Gymnodinium catenatum (berpotensi alga bloom berbahaya). Klasifikasi oksigen terlarut (DO)
memiliki rentang antara beroksigen-baik (baik) hingga hypoxic (buruk). Biomasa fitoplankton
dinilai ‘cukup’ di sebagian besar estuari. Epifit dan biomasa MPB diklasifikasikan ‘baik’ atau
‘buruk’ bergantung pada ada/tidaknya nilai mereka yang melebihi ambang batas. Hasil tersebut
dijelaskan pada Tabel 5.7 dengan keterangan hijau=baik, kuning=sedang, merak=buruk dan
merah tua=sangat buruk.

Tabel 5.7 Status klasifikasi estuari dengan multiple factors


Masalah eutrofikasi di ekosistem laut menjadi penting dalam beberapa tahun terakhir akibat
peningkatan dari bloming fitoplankton beracun di banyak wilayah pesisir-dekat-air dunia.
Fitoplankton toksik di laut lebih memprihatinkan dibandingkan ekosistem air tawar.
Keanekaragaman dari spesies toksik lebih banyak, dan kehadiran mereka dapat menimbulkan
dampak secara signifikan pada sumber makanan dan sumber pasar dari bahan makanan laut.
Toksin dari bloming fitoplankton dapat mempengaruhi seluruh ekosistem dan menyebabkan
kematian dari sebagian besar jumlah makroalga, invertebrata dan ikan.

Bloming fitoplankton toksik bukan hanya konsekuensi utama pada eutrofikasi laut. Eutrofikasi
pada air laut juga diiringi (1) dari bloming makroalga pada pendangkalan estuari, (2) dari
pelebaran daerah kolom air anoksik pada waktu yang lama melebihi 6000 mil 2 di area
permukaan, dan (3) kerugian perikanan komersil sirip ikan dan kerang-kerangan di banyak
daerah.

Kondisi eutrofikasi di laut terpilih yang diteliti oleh Govers et al. (2014) mengidentifikasi
ancaman dari eutrofikasi pada padang lamun Curaçao dan Bonaire di Karibia. Padang lamun
merupakan ekosistem kunci dari ekosistem pantai, karena berfungsi sebagai nursery ground
untuk spesies ikan komersial. Selain itu, padang lamun adalah ekosistem pesisir utama, yang
mendukung keanekaragaman hayati yang tinggi dan memberikan jasa ekosistem penting seperti
penyerapan karbon, perikanan, dan perlindungan pantai. (Christianen et al., 2013; Fourqurean et
al., 2012; Heck et al., 2003).

Namun, masalah di padang lamun menurunkan potensi secara drastis, akibat aktivitas
antropogenik di area pesisir (Waycott et al., 2009) seperti booming pariwisata, pertumbuhan
industri, pengeboran dan tumpahan minyak, jejak pencemaran logam dan eutrofikasi mengancam
ekosistem pesisir. Pada penelitian ini Govers et al. (2014) menfokuskan pada (1) status nutrien
lamun di 6 teluk di Curaçao dan Bonaire, (2) nilai indikator konsentrasi nutrien pada daun lamun
, dan (3)ancaman eutrofikasi yang mungkin muncul di teluk Curaçao dan Bonaire. Eutrofikasi
berpotensi dapat menyebabkan degradasi atau hilangnya seluruh padang lamun karena
pertumbuhan berlebih epifit dan/atau pembatasan cahaya.

Metode pengukuran dilakukan di 6 teluk di Curaçao dan Bonaire, dimana lokasi sampling
maksimal 10 m dari pantai dan dicapai baik dari pantai, atau dengan perahu. Untuk setiap teluk,
sampel dikumpulkan di gradien dari sumber pencemaran ke muara teluk. Pada lokasi dengan
lamun, sampel diambil di padang lamun; di lokasi tanpa lamun, sampel air tanah diambil dari
sedimen terbuka. Pada setiap lokasi pengambilan sampel, diambil secara manual minimal 10
tunas pada kedalaman antara 0,5 dan 2,5 m. Kemudian sampel lamun di bagi menjadi akar,
rizoma, kelopak dan daun. Berikutnya dikeringkan pada suhu 60 oC selama 48 jam. Konsentrasi
total fosfor (TP) di lamun diukur dengan spektrometri. Air tanah (porewater) dan ammonia air
permukaan dan konsentrasi ortho-fosfat dilakukan secara kalorimetri. Hasil penelitian dijelaskan
pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Hasil Penelitian

Mean
Surface
Porewater concentrations
Seagrass Water
Bay Island Local disturbance of Tt
species
Total
N PO4 Total N PO4 %N %P

Lac Bay Bonaire Protected, light recreation Tt, Sf, Hw, Rm 25.11 2.16 4.35 0.62 1.78 0.17

Piscadera Bay Curaçao Sewage discharge, boating Tt, Sf 8.05 1.49 6.95 0.83 2.16 0.25

Spanish Water Bay Curaçao Domestic sewage, boating Tt, Sf, Hw, Rm 6.73 2.07 5.63 0.91 1.96 0.19
Plastic pollution, turtle
Boka Ascension Bay Curaçao grazing Tt, Sf, Hw 18.30 4.72 9.88 2.07 2.02 0.18

Santa Anna Bay Curaçao Heavy industry; oil refinery - 26.40 2.54 13.64 1.83 - -

Sint Joris Bay Curaçao Some waste dumping Tt 6.69 2.80 2.30 0.83 1.66 0.18

Konsentrasi nutrien dalam jaringan Thalassia testudinum mencerminkan beban nutrien


terakumulasi lebih dari periode yang lama. Parameter abiotik (konsentrasi nutrien air permukaan
dan air tanah/porewater) memberi indikasi yang sangat terbatas yang mempengaruhi beban
nutrien. Konsentrasi nutrien daun Thalassia untuk padang lamun murni umumnya antara 0,91-
2,4% N dan 0,05-0,18% P, sedangkan konsentrasi nutrien daun yang ditemukan dalam sistem
nutrien yang mengalami eutrofikasi adalah antara 1,87-3,02% N dan 0,14-0,70% P. Perbedaan
akumulasi nutrien dalam daun antara spesies lamun suksesi dan spesies baru adalah sumber
eutrofikasi di sekitar spesies tersebut. Tingkat nutrien di sebagian besar teluk tidak menimbulkan
keprihatinan apapun, tapi tingginya nilai-nilai% P dari Thalassia sp. di Piscadera Bay (0,31%)
dan Spanyol Water Bay (0,21%) menunjukkan bahwa lamun dapat terancam oleh eutrofikasi,
karena darurat luapan air limbah dan perumahan pesisir. Dengan demikian lamun mungkin
terancam dan pengukuran terkait eutrofikasi harus diambil untuk mencegah hilangnya daerah-
daerah pembibitan penting karena eutrofikasi.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai