Anda di halaman 1dari 42

ANALISIS PARAMETER KUALITAS AIR, PLANKTON DAN

SUBSTRAT DASAR PERAIRAN SUNGAI DUA LAUT SEBAGAI


INDIKATOR BAHAN PENCEMAR DI KABUPATEN TANAH
BUMBU

LAPORAN PRAKTEK PENCEMARAN LAUT

Linda Apriliani
1610716120003

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pencemaran merupakan suatu keadaan yang dapat merugikan untuk kehidupan
manusia maupun lingkungan. Pencemaran dapat berawal dari masukan atau berbagai
aktivitas yang berkaitan dengan manusia. Pencemaran saat ini tidak hanya terjadi di
wilayah daratan melainkan hingga ke laut yang juga mengganggu kehidupan sumber
daya hayati yang ada dibawah laut. Sumber daya pesisir dan laut merupakan sumber
daya yang potensial dan melimpah sehingga apabila terjadi pencemaran disekitarnya
dapat menggangu bahkan merusak kehidupan organisme di laut yang ditandai dengan
adanya perubahan lingkungan perairan.
Perubahan lingkungan perairan dapat terjadi karena berbagai aktivitas
khususnya laut dapat dikatakan tercemar apabila lingkungan tersebut mengalami
penurunan fungsi, tidak sesuai peruntukannya dan tidak lagi sesuai dengan
Lingkungan yang tercemar dapat disebabkan karena masuknya polutan atau limbah
yang dapat berasal dari kegiatan manusia maupun secara alami. Tingkat pencemaran
lingkungan laut yang tinggi ditandai dengan terjadinya eutrofikasi atau meningkatnya
jumlah nutrien yang disebabkan oleh polutan. Polutan dapat bersifat merusak
sementara setelah bereaksi dengan zat di lingkungan dapat menjadi tidak merusak,
namun dapat juga merusak dalam waktu yang lama contohnya logam berat yang dapat
terakumulasi di dalam tubuh. Polutan ini dapat berasal dari limbah domestik, limbah
industri atau limbah budidaya dan masih banyak lagi yang berumuara ke laut. Hal ini
tentunya akan membuat laut menjadi tercemar.
Pencemaran di laut tidak hanya merusak habitat organisme serta proses
biologinya namun juga dapat membahayakan kesehatan manusia melalui kontak
langsung dengan perairan yang tercemar. Air laut dikatakan tercemar apabila
kualitasnya menurun dan fungsinya berubah karena perubahan tersebut menyebabkan
keadaan negative terhadap manusia dan lingkungan. Pencemaran di laut salah satunya
dapat ditandai dengan terjadinya bloom algae/plankton (meningkatnya aktivitas alga
atau plankton yang berlebihan). Pengaruh bahan pencemar terhadap lingkungan laut
dapa dilihat dalam beberapa parameter antara lain yaitu parameter fisika, kimia dan
biologi. Sumber pencemaran sendiri bermacam-macam yang jika dilihat dari tempat
berasalnya pencemaran maka akan di bedakan menjadi dua, yakni pencemaran yang
berasal dari laut dan pencemaran yang berasal dari daratan. Keduanya memberikan
masukan yang tidak sesuai bagi lingkungan sehingga fungsi lingkungan tidak dapat
berjalan secara optimal. Pencemaran yang berasal dari laut dapat disebabkan Karena
tumpahan minyak, air ballast kapal dan lain sebagainya. Sedangkan pencemaran dari
daratan dapat disebabkan karena buangan limbah industri, limbah rumah tangga dan
lain sebagainya.
Wilayah perairan Sungai Dua Laut merupakan perairan terbuka yang
menghadap Laut Jawa dan terletak di Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah
Bumbu, Kalimantan Selatan. Hal tersebut membuat pantai ini bersifat dinamis atau
berubah-ubah. Daerah ini juga memiliki keunikan tersendiri dimana terdapat 3 muara
sungai, yakni sungai Bunati, sungai Angsana dan sungai Dua Laut. Sungai-sungai
yang memiliki hulu berbeda akan memberikan masukan dari darat yang bervariasi
sehingga dapat mempengaruhi kondisi perairan. Hal ini ditambah lagi dengan adanya
perusahaan batu bara yang terletak tidak jauh dari perairan Sungai Dua Laut dapat
berpotensi menambah masuknya zat atau polutan ke badan perairan. Sebaran sampah
yang terlihat di sepanjang pesisir Sungai Dua Laut juga dapat memberikan dampak
buruk bagi perairan tersebut. Berbagai aktivitas tersebut dapat merubah kualitas
perairan Sungai Dua Laut. Dari beberapa uraian tersebut maka penting dilakukan
kajian mengenai tingkat pencemaran di perairan Sungai Dua Laut dengan berbagai
parameter baik fisik, kimia, biologi dan substrat perairan di daerah tersebut.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari penelitian lapang ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui cara pengambilan dan penentuan stasiun sampling kualitas air dan
substrat dasar perairan.
2. Mengetahui cara pengukuran dan menganalisis sampel.
3. Mengetahui cara menganalisis data indikator bahan pencemar.
4. Menganalisis hasil analisis data sesuai dengan indikator baku mutu air laut

1.3. Ruang Lingkup


1.3.1. Ruang Lingkup Lokasi
Ruang lingkup lokasi penelitian lapang kali ini bertempat di Desa Sungai Dua
Laut, Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Lokasi perairan yang diteliti berada sekitar 0,5 - 3 mil dari pantai dengan lebar lintasan
sepanjang 5 km.

1.3.2. Ruang Lingkup Materi


Ruang lingkup materi pada penelitian lapang kali ini adalah sebagai berikut:
1. Parameter fisika: suhu, kecerahan, substrat dasar dan kedalaman.
2. Parameter kimia: COD, TSS, logam berat, unsur hara, salinitas, DO dan pH.
3. Parameter biologi: plankton dan bentos
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian

Pencemaran menurut UU No. 23 tahun 1997 adalah masuknya atau


dimasukannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.
PP No 19 tahun 1999 menerangkan bahwa pencemaran laut adalah masuknya
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu
dan/atau fungsinya. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (1991) pencemaran laut
adalah masuknya zat atau energi secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan
manusia ke dalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat
menimbulkan akibat yang merugikan baik terhadap sumberdaya alam hayati,
kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan
penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut
serta menurunkan kualitas tempat tinggal dan rekreasi.
Pencemaran Laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat
dimasukkannya oleh manusia secara langsung maupun tidak bahan-bahan energi ke
dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai) yang menghasilkan akibat yang
demikian buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap kekayaan hayati, bahaya
terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan
dan lain-lain penggunaan laut yang wajar, pemburukan dari kwalitas air laut dan
menurunnya tempat-tempat permukiman dan rekreasi (Kusumaatmadja, 1978).
Pencemaran laut mencakup di dalamnya ancaman dari sumber-sumber daratan,
tumpahan minyak, limbah tak terolah, pengeruhan perairan, pengayaan nutrisi, spesies
invasif, pencemaran organik persisten (POPs), logam berat, pengasaman perairan,
senyawa radioaktif, sampah, penangkapan berlebih dan penghancuran habitat pesisir
(Mukhtasor, 2007).

Gambar 1. Ilustrasi pencemaran di laut

2.2. Jenis dan Sumber Pencemaran


Menurut Mukhtasor (2007) terdapat beberapa macam sumber pencemar yaitu
limbah domestik, limbah industri, aktivitas tambang, limbah pertanian, limbah
budidaya, limbah transportasi laut dan limbah akibat produksi dan ekplorasi lepas
pantai. Menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Bentuk limbah yang
ditimbulkan biasanya mengandung minyak dan logam berat. Hal tersebutlah yang
membuat perairan dan biota di dalamnya mengalami perubahan.
Menurut Ramasita (2011) apabila ditinjau dari sudut dari mana sumber
pencemaran tersebut berasal, maka sumber pencemaran laut dapat dibedakan menjadi,
yaitu :
a. Berasal dari sumber laut itu sendiri :
1. Kapal, dapat berasal dari pembuangan minyak, air tangki, kebocoran kapal dan
dapat juga terjadi karena danya kecelakaan seperti kapal pecah, kapal kandas,
dan tabrakan kapal.
2. Instalasi Minyak.
b. Berasal dari darat :
1. pencemaran melalui udara
2. pembuangan sampah ke laut
3. air buangan sungai
4. air buangan industri.
Jika ditinjau dari sudut sumber yang menyebabkan terjadinya pencemaran laut,
dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut :
1. Pencemaran yang disebabkan oleh zat pencemar yang berasal dari darat;
2. Pencemaran yang disebabkan oleh zat pencemar yang berasal bersumber dari
kapal laut;
3. Pencemaran yang disebabkan oleh dumping atau buangan sampah;
4. Pencemaran laut yang disebabakan oleh zat yang bersumber dari kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi dasar laut serta tanah dibawahnya;
5. Pencemaran laut yang disebabkan oleh zat pencemar yang bersumber dari
udara.
Sedangkan ditinjau dari sudut sebab-sebab terjadinya pencemaran, maka
pencemaran lingkungan laut dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Pencemaran laut yang disebabkan oleh kegiatan atau operasional kapal (kapal,
pengeboran atau pabrik)
b. Pencemaran laut yang disebabkan karena kecelakaan (seperti kecelakaan kapal
tangki karena tabrakan)
c. Pencemaran laut yang disebabkan karena limbah buangan
Pencemaran laut disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang
menyebabkan pencemaran laut antara lain :
1. Pembuangan kotoran dan sampah kota dan industri, serta penggunaan pestisida
di bidang pertanian
2. Pengotoran yang berasal dari kapal-kapal (laut)
3. Kegiatan penggalian kekayaan mineral dasar laut
4. Pembuangan bahan-bahan radio aktif dalam kegiatan penggunaan tenaga
nuklir dalam rangka perdamaian
5. Pengunaan laut untuk tujuan-tujuan militer.
Gambar 2. Limbah dari daratan

2.3. Indikator Pencemaran


Indikator dan parameter pencemar juga sudah tercantum dalam KepMen LH
No. 51 Tahun 2001. Dalam KepMen tersebut terdapat beberapa macam parameter
penentu dalam penentuan kualitas perairan yaitu parameter fisika, kimia, logam
terlarut dan biologi. Indikator dalam parameter fisika antara lain yaitu kecerahan,
kebauan, padatan tersuspensi total, suhu dan lapisan minyak. Indikator dalam
parameter kimia antara lain pH, salinitas, amonia, sulfida, senyawa fenol, TBT,
surfaktan dan sebagainya. Indikator dalam parameter logam terlarut merupakan logam
yang termasuk dalam kandungan logam berat seperti raksa (Hg), kadnium (Cd), timbal
(Pb), seng (Zn) dan lain-lain. Indikator dalam parameter biologi antara lain yaitu
plankton dan coliform.
Pencemaran dapat diamati dari beberapa parameter kualitas air seperti suhu,
warna, pH, kecepatan arus, kecerahan, kekeruhan, TSS, TDS, DO, BOD, COD, fosfat,
NO3, NO2, NH3, bakteri, sianida, logam berat, minyak lemak. Parameter kualitas air
lainnya yang penting untuk diamati adalah alkalinitas, kesadahan, fenol, silika,
fluorida, klorida, besi (Fe), Cr6+, klorin dan surfaktan. Konsentrasi parameter BOD,
COD, TSS, nitrogen, fosfat, fecal coliform dan total coliform yang cenderung
meningkat, serta kecerahan dan DO yang semakin menurun, menunjukkan adanya
pencemaran (Siahaan et al., 2011).
Berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun
2004. Tentang baku mutu air laut untuk wisata bahari dan biota laut, menyatakan baku
mutu air laut adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Baku Mutu Air Laut Untuk Wisata Bahari

No Parameter Satuan Baku Mutu


Fisika
1. Kecerahana m >3
2. Kebauan - Tidak berbau
3. Padatan tersuspensi totalb Mg/l 80
4. Sampah - Nihil 1(4)
5. Suhuc o
C Alami 3(c)
6. Lapisan Minyak - Nihil 1(5)
Kimia
No Parameter Satuan Baku Mutu
1. pHd - 6,5 – 8,5(d)
2. Salinitase %o Alami3(e)
3. Ammonia total (NH3-N) Mg/l 0,3
4. Sulfida (H2S) Mg/l 0,03
5. Hidrokarbon total Mg/l 1
6. Senyawa Fenol total Mg/l 0,002
7. PCB (poliklor bifenil) μg/l 0,01
8. Surfaktan (deterjen) Mg/l MBAS 1
9. Minyak dan Lemak Mg/l 5
10. TBT (tri butyl tin)6 μg/l 0,01
Logam terlarut
1. Raksa (Hg) Mg/l 0,003
2. Kadmium (Cd) Mg/l 0,01
3. Tembaga (Cu) Mg/l 0,05
4. Timbal (Pb) Mg/l 0,05
5. Seng (Zn) Mg/l 0,1
Biologi
1. Coliform (total)f MPN/100 ml 1000 (f)

Keterangan:
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai
dengan metode yang digunakan)
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada,
baik internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,
malam dan musim)
4. Pengamatan oleh manusia (visual).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan
tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01mm
6. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata
musiman.
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata
musiman
f. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata
musiman
Tabel 2. Baku mutu air laut untuk biota laut

No Parameter Satuan Baku Mutu


Fisika
1. Kecerahana m Coral:>5
Mangrove:-
Lamun:>3
2. Kebauan - Alami
3. Kekeruhan NTU <5
4. Padatan tersuspensi totalb Mg/l Coral: 20
Mangrove 80
Lamun: 20
5. Sampah - Nihil 1(5)
6. Suhuc o
C Coral: 28 – 30
Mangrove: 28 – 32
Lamun: 28 – 30
7. Lapisan Minyak - Nihil 1(5)
Kimia
1. pHd - 7 – 8,5(d)
2. Salinitase %o Alami3(e)
Coral: 33 – 34(e)
Mangrove: s/d 34(e)
Lamun: 33-34 (e)
3. Oksigen Terlarut (DO) Mg/l >5
4. BOD5 Mg/l 20
5. Ammonia total (NH3-N) Mg/l 0,3
6. Fosfat (PO4-P) Mg/l 0,015
7. Nitrat (NO3-N Mg/l 0,008
8. Sianida (CN-) Mg/l 0,5
9. Sulfida (H2S) Mg/l 0,01
10. PAH (Poliaromatik hidrokarbon) Mg/l 0,003
11. Senyawa Fenol total Mg/l 0,002
12. PCB (poliklor bifenil) μg/l 0,01
13. Surfaktan (deterjen) Mg/l MBAS 1
14. Minyak dan Lemak Mg/l 1
15. Pestisidaf μg/l 0,01
16. TBT (tri butyl tin)6 μg/l 0,01
Logam terlarut
1. Raksa (Hg) Mg/l 0,001
2. Kromium heksavalen (Cr(VI)) Mg/l 0,005
3. Arsen (As) Mg/l 0,012
4. Kadmium (Cd) Mg/l 0,001
5. Tembaga (Cu) Mg/l 0,008
6. Timbal (Pb) Mg/l 0,008
7. Seng (Zn) Mg/l 0,05
8. Nikel (Ni) Mg/l 0,05
Biologi
No Parameter Satuan Baku Mutu
1. Coliform (total)f MPN/100 ml 1000 (f)
2. Patogen Sel/100 ml Nihil1
3. Plankton Sel/100ml Tidak bloom6
Radio Nuklida
1. Komposisi yang tidak diketahui Bq/l 4

Catatan:
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai
dengan metode yang digunakan)
2. Metode analisa mengacu pada metode analisa untuk air laut yang telah ada, baik
internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang,
malam dan musim).
4. Pengamatan oleh manusia (visual).
5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah lapisan
tipis (thin layer ) dengan ketebalan 0,01mm
6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat
menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi
oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri.
7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal
a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% kedalaman euphotic
b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata2
musiman
c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami
d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <0,2 satuan pH
e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <5% salinitas rata-rata musiman
f. Berbagai jenis pestisida seperti: DDT, Endrin, Endosulfan dan Heptachlor
g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <10% konsentrasi rata-rata
musiman

2.4. Pencemaran di Wilayah Pesisir


Menurut Pramudyanto (2014) perusakan laut adalah tindakan yang
menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau
hayatinya yang melampaui kriteria baku kerusakan laut. Bentuk kerusakan lingkungan
wilayah pesisir di beberapa daerah antara lain berupa hancurnya terumbu karang akibat
pengeboman, rusaknya hutan bakau akibat penebangan liar dan abrasi pantai. Kegiatan
yang berpotensi menimbukan abrasi antara lain adalah penimbunan atau reklamasi
pantai dan pengambilan pasir laut yang tidak terkendali. Beberapa contoh kasus
kerusakan dan pencemaran pesisir, antara lain terjadi di Indramayu, Tegal dan
Semarang yang telah mengalami abrasi pantai. Kerugian yang diderita Kabupaten
Indramayu akibat abrasi pantai juga cukup besar, antara lain di Kecamatan Indramayu,
Balongan dan Juntinyuat. Sedangkan kasus pencemaran laut juga terjadi di perairan
laut Muncar, Banyuwangi. Teluk Jakartapun sudah mulai tercemar dengan
meningkatnya kandungan Amonia dan detergen yang melebihi baku mutu air laut.
Kegiatan wilayah pesisir juga sangat kompleks sehingga rawan terjadi konflik
kepentingan. Misal pembangunan bendungan raksasa di pantai Jakarta Utara (giant sea
wall) mengakibatkan konflik kepentingan antara pemerintah DKI dan nelayan
setempat. Nelayan menganggap pembangunan bendungan tersebut mengganggu
mobilitas nelayan dan jumlah tangkapan ikan dikhawatirkan menurun. Kompleksitas
wilayah pesisir dapat dilihat pada gambar berikut dibawah ini.

Gambar 3. Konflik kepentingan di pesisir


a. Limbah dari Hasil Perikanan
Usaha perikanan selain menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, tetapi juga
ikut berperan dalam menghasilkan limbah. Limbah yang dominan dari usaha
perikanan adalah limbah dan cemaran yang berupa limbah cair yang membusuk
sehingga menghasilkan bau amis/ busuk yang sangat mengganggu estetika
lingkungan. Limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan hasil yang perikanan
umumnya dapat digolongkan menjadi: a. Limbah Padat: limbah padat basah dan
limbah padat kering b. Limbah Cair c. Limbah hasil samping Limbah padat basah yang
dihasilkan oleh usaha perikanan berupa potongan- potongan ikan yang tidak
dimanfaatkan. Limbah ini berasal dari proses pembersihan ikan sekaligus
mengeluarkan isi perutnya yang berupa jerohan dan gumpalan-gumpalan darah. Selain
itu limbah ini juga berasal dari proses cleaning, yaitu membuang kepala, ekor, kulit
dan bagian tubuh ikan yang lain, seperti sisik dan insang. Karena proses ini melibatkan
banyak aktivitas yang lain, maka juga dihasilkan limbah padat yang kering berupa sisa/
potongan karton kemasan, plastik, kertas, kaleng, tali pengemas, label kemasan dan
potongan sterofoam, dan sebagainya. Kondisi limbah padat kering ini dapat dalam
keadaan bersih (belum terkontaminasi oleh bahan lain) maupun sudah dalam keadaan
terkontaminasi oleh bahan lain seperti ikan/ udang, bahan pencuci produk, darah, dan
lendir ikan. Berdasarkan berbagai studi, komposisi limbah padat padat pada usaha
perikanan terdiri dari:
1. Daging merah sebanyak 25%
2. Bone (kepala, duri, ekor) sebanyak 55%,
3. Isi perut (jerohan dan darah) sebanyak 15% dan
4. Karton, plastik dan lain- lain sebanyak 5%.
Limbah tersebut menimbulkan masalah yang serius terhadap lingkungan
apabila tidak dikelola dengan baik. Permasalahan yang mungkin timbul adalah adanya
bau amis dari potongan ikan yang disertai bau busuk karena proses pembusukannya
sehingga mengundang datangnya berbagai vector penyakit diantaranya adalah lalat
dan tikus.

Gambar 4. Limbah Ikan diolah Jadi Pupuk (Limbah Padat)


Limbah cair dari industri ini dapat berupa sisa cucian ikan/ udang, darah dan
lendir ikan, yang banyak mengandung minyak ikan sehingga menimbulkan bau amis
yang menyengat (Dewantoro, 2003). Limbah cair ini merupakan limbah yang dominan
dari usaha perikanan karena secara proses, maka usaha perikanan membutuhkan air
dalam jumlah yang cukup banyak. Limbah cair juga berasal darisanitasi dan toilet pada
lokasi usaha tersebut. Menurut Muflih (2013) limbah cair industri perikanan
mengandung bahan organik yang tinggi dan sangat bervariasi antara satu industri
dengan industri yang lain tergantung pada teknologi yang digunakan, jenis ikan yang
diolah dan jenis produk yang dihasilkan. Kontribusi kandungan beban limbah yang
terbesar berasal dari industri pengalengan dan pengolahan tepung ikan. Pengolahan
limbah cair industri perikanan yang selama ini banyak menggunakan sistem kolam
aerasi perlu ditingkatkan dengan menggunakan teknologi lain, dalam rangka
menyisihkan kandungan nitrogen secara total dalam air limbah tidak hanya
mengkonversi nitrogen organik dan ammonia menjadi nitrat (penurunan beban
organik).
b. Limbah Hasil Pengerukan
Kegiatan pengerukan terhadap lingkungan laut tentunya memberikan dampak
yang beragam baik terjadinya perubahan topografi dasar laut, sedimentasi yang tinggi,
kondisi perairan yang keruh, keseragaman biota yang menurun dan sebagainya. Efek
pengerukan memberikan tekanan langsung pada organisme yang hidup di laut salah
satunya bentik yang dapat musnah atau mati akibat pengerukan tersebut. Kekeruhan
lingkungan perairan menjadikan hal yang serius bagi kelangsungan hidup organisme
karena pengadukan sedimen yang mengandung polutan dan terbawa ke dasar laut atau
sedimen yang mengandung bahan-bahan beracun lainnya yang juga dapat
mempengaruhi kehidupan organisme di laut. Menurut Wardhana (2001) mengatakan
bahwa bahan buangan padat yang larut di dalam air dapat membuat kepekatan air atau
berat jenis cairan akan naik. Adakalanya bahwa pelarutan bahan buangan padat ini
akan disertai perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan berwarna
gelap akan mengurangi penetrasi cahaya matahari yang masuk sehingga proses
fotosintesis organisme laut menjadi terganggu. Jumlah oksigen terlarut di dalam air
juga menurun sehingga kehidupan organisme bentik akan berubah.
Gambar 5. Kegiatan pengerukan di laut
Menurut Sughiri dan Dara (2014) dampak yang ditimbulkan dari kegiatan
pengerukan di lingkungan perairan laut yakni :
a. Kematian biota air, masuknya material pengerukan berupa sedimen dan mineral
lain akan membuat beberapa biota tidak mampu beradaptasi sehingga akan
banyak menyebabkan kematian biota perairan. Sedimen yang juga membuat
perairan menjadi keruh dapat menyebabkan penetrasi cahaya matahari akan
berkurang di kolom perairan dan jika hal ini terjadi maka proses fotosintesis
yang dilakukan oleh tumbuhan air akan menjadi terhambat juga dapat
menyebabkan kematian masal biota perairan. Salah satu contohnya yakni karang
dan lamun yang membutuhkan perairan jernih dan cahaya matahari untuk dapat
hidup.
b. Menurunnya kualitas air, perairan yang keruh akibat adanya pembuangan
material keruk akan membuat kualitas perairan menjadi berkurang. Peralatan
tambang atau kapal keruk juga membuang air ballast dan oli bekas yang juga
dapat masuk ke lingkungan perairan sehingga perairan menjadi tercemar.
Contohnya apabila suatu perairan memiliki pH 6, maka dapat dikatakan perairan
tersebut tercemar karena baku mutu air laut untuk biota laut yakni 7 - 8,6.
c. Rusaknya daerah pemijahan dan daerah asuhan, ini terjadi karena perairan yang
keruh membuat ikan-ikan sulit beradaptasi sehingga akan berpindah ke tempat
yang lebih jauh untuk menghindari pencemaran tersebut.
d. Terjadinya abrasi dan sedimentasi, kegiatan pengurukan akan membuat dasar
laut berubah yang dapat memicu terjadinya abrasi pantai karena kedalaman yag
berbeda dan sedimen yang dikeruk akan ikut terbawa oleh air, saat gelombang
dan arus membawa partikel yang lebih banyak maka akan menyebabkan
sedimentasi yang tinggi di daerah lainnya.

2.5. Upaya Penanggulangan Pencemaran di Wilayah Pesisir

2.5.1. Upaya Penanggulangan Limbah Industri Hasil Perikanan


Dari potensi limbah yang ada maka perlu dilakukan upaya pengelolaan
lingkungan (limbah dan cemaran) yang direncanakan berdasarkan/mengacu kepada
dampak yang berpotensi ditimbulkan oleh limbah-limbah pengolahan hasil perikanan
tersebut. Limbah industri perikanan terbagi menjadi dua yakni limbah padat dan
limbah cair. Limbah padat pada usaha perikanan ini berupa jeroan, gumpalan darah
yang berasal dari proses pembersihan ikan; buangan kepala, ekor dan sisik yang
berasal dari proses cleaning; karton, plastik dan kaleng yang berasal dari aktivitas
lainnya. Dalam mengatasi dampak dan mengelola timbulan limbah ini, perlu dilakukan
upaya pengelolaan langkah-langkah preventif dan produksi bersih sesuai dengan
konsep reuse, recovery, dan recycle. Limbah dari jeroan, kepala, ekor dapat
dimanfaatkan sebagai tepung ikan yang sangat bagus untuk campuran pakan ternak.
Pemanfaatan ini dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pengusaha
tepung ikan dengan perjanjian pengambilan 1 atau 2 kali sehari sesuai dengan produksi
limbah padat. Sedangkan limbah karton, plastic dan kaleng dikumpulkan dan dijual
kepada penadah barang bekas. Agar pengelolaan limbah padat ini dapat berjalan sesuai
dengan yang diharapkan maka perlu usaha desain sedemikian rupa tempat
penampungan limbah padat ini, sehingga mempermudah pihak ketiga ikut mengelola
limbah padat dengan menjalin kerja sama dengan pengusaha tepung ikan dengan
perjanjian pengambilan 1 atau 2 kali sehari sesuai dengan produksi limbah padat.
Sedangkan limbah karton, plastic dan kaleng dikumpulkan dan dijual kepada penadah
barang bekas. Agar pengelolaan limbah padat ini dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan maka perlu usaha desain sedemikian rupa tempat penampungan limbah
padat ini, sehingga mempermudah pihak ketiga ikut mengelola limbah padat.
Pengelolaan terhadap limbah cair limbah cair usaha perikanan ini berupa air
buangan yang berasal dari toilet dan sanitasi, air cucian ikan yang berasal dari proses-
proses pencucian ikan. Pihak pengelola dalam mengatasi dampak timbulan limbah cair
ini perlu menerapkan konsep produksi bersih yaitu mengurangi seminimal mungkin
jumlah limbah cair. Limbah dari bekas cucian ikan dapat dikelola dengan pembuatan
instalasi pengolahan limbah khusus. Air cucian ikan banyak mengandung protein dan
minyak ikan yang dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan minyak ikan diantaranya
adalah dengan mengirimkannya ke pabrik pakan ternak sebagai pengharum aroma
pakan ternak. Oleh karena itu, untuk mempermudah pengambilannya, maka waste
water treatment yang digunakan hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga
minyak ikan dapat dipisahkan. Selain itu pada proses yang bersih sisa air proses ini
juga dapat dipakai sebagai bahan petis ataupun sebagai pengkilap pada industri
genteng, sedangkan endapannya dibakar. Salah satu hal yang tidak boleh terlupakan
adalah karena baunya amis, maka pada sekeliling bangunan pengolahan air limbah
perlu dipasang pohon-pohon buffer untuk mengurangi penyebaran bau yang ada.
Untuk limbah domestic dari toilet dan sanitasi dikelola dengan pembuatan septic tank
yang berfungsi sebagai pengolah limbah domestic dengan proses pengendapan dan
degradasi biologis.

2.5.2. Upaya Penanggulangan Limbah Minyak


Untuk penanggulangan pencemaran minyak menurut Mukhtasor (2007) ada
beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya yaitu in-situ burning,
penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan penggunaan bahan
kimia dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan minyak berbeda dan hanya
efektif pada kondisi tertentu.
1. In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan air sehingga mampu
mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan
pewadahan minyak serta air laut yang terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik
penyisihan secara fisik. Cara ini membutuhkan ketersediaan booms (pembatas
untuk mencegah penyebaran minyak) atau barrier yang tahan api. Beberapa kendala
dari cara ini adalah pada peristiwa tumpahan besar yang memunculkan kesulitan
untuk mengumpulkan minyak dan mempertahankan pada ketebalan yang cukup
untuk dibakar serta evaporasi pada komponen minyak yang mudah terbakar. Sisi
lain, residu pembakaran yang tenggelam di dasar laut akan memberikan efek buruk
bagi ekologi, juga kemungkinan penyebaran api yang tidak terkontrol.

Gambar 6. In-situ Burning


2. Cara kedua yaitu penyisihan minyak secara mekanis (oil skimmer) melalui dua
tahap yaitu melokalisir tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan
pemindahan minyak ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang
disebut skimmer. Upaya ini terhitung sulit dan mahal meskipun disebut sebagai
pemecahan ideal terutama untuk mereduksi minyak pada area sensitif, seperti pantai
dan daerah yang sulit dibersihkan dan pada jam-jam awal tumpahan. Sayangnya,
keberadaan angin, arus dan gelombang mengakibatkan cara ini menemui banyak
kendala.

Gambar 7. Penyisihan minyak secara mekanis (oil skimmer)


3. Cara ketiga adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses yang terjadi secara
alami, misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah
komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2 , air dan biomass.
Selain memiliki dampak lingkunga kecil, cara ini bisa mengurangi dampak
tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa diterapkan pada pantai
jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif untuk
diterapkan di lautan.

Gambar 8. Bioremediasi

4. Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan absorpsi
(penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa
minyak dari cair menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan.
Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik,oleofobik dan mudah disebarkan
di permukaan minyak, diambil kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent
yaitu organik alami (kapas, jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami
(lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen
dan serat nilon).

Gambar 9. Penggunaan sorbent


5. Cara kelima dengan menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan memecah
lapisan minyak menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi kemungkinan
terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan
kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan.

Gambar 10. Penggunaan dispersan kimiawi

2.5.3. Upaya penanggulangan Sampah


Upaya penanggulangan pencemaran laut akibat sampah dapat juga dilakukan
dengan Gerakan Bersih Pantai dan Laut. Pembersihan sampah dilakukan di sekitar
wilayah/ daerag aliran sungai, muara, pantai dan laut serta pemukiman masyarakat
pesisir dan memisahkannya menjadi sampah organik dan non-organik dimana sampah
nonorganik dapat dimanfaatkan lebih lanjut menjadi suatu teknologi pembangkit
listrik tenaga sampah. (Mukhtasor, 2007). Upaya pengendalian limbah domestik
terhadap pesisir dan laut. Seperti melakukan Penataan pesisir pantai mengambil peran
penting dalam penanggulangan limbah. Penentuan lokasi pembuangan harus diatur
sedemikian rupa, sehingga relatif kecil pengaruhnya terhadap lingkungan. Pengaturan
dimana lokasi pemukiman, kawasan indutri, maupun area pariwisata turut mendukung
pengambilan keputusan, dimana lokasi waste treatment sesuai diletakkan. Dengan
perancangan tata ruang yang baik, aliran limbah dapat didesain dan dikendalikan.
Selanjutnya dapat melakukan cara sederhana (Damanhuri, 2010).

2.5. Kondisi Umum Wilayah Studi


Pantai Sungai Dua Laut merupakan salah satu daerah yang berlokasi di
Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan.
Wilayah ini merupakan pemekaran dari Desa Sebamban pada tahun 1950. Menurut
RZWP Kalsel Tahun 2018 wilayah perairan Sungai Dua Laut memiliki beberapa
ekosistem yang masuk dalam kawasan konservasi perairan Sungai Loban yang disebut
KKP 02. Pantai Sungai Dua Laut memiliki perairan yang termasuk dalam zona inti,
zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan dan beberapa gugusan karang
terdapat di wilayah ini diantaranya karang Sungai Dua Laut, karang Bagusung, Karang
Lola termasuk ke dalam. Selain itu daerah ini juga dijadikan sebagai zona pariwisata
bersama dengan beberapa pantai lainnya diantaranya pantai Sungai Cuka, pantai
Angsana, pantai Bunati, pantai Sungai Loban, pantai Mardani, pantai Betung, pantai
Pulau Salak, pantai Beringin, pantai Wiritasi, pantai Pejala, pantai Pagatan dan pantai
Motone.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi


Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan yang dimulai sejak bulan November -
Desember 2019. Pada kurun waktu tersebut meliputi pengambilan data pada tanggal
25 – 28 November 2019 yang berlokasi di wilayah pesisir Desa Sungai Dua Laut,
Kecamatan Sungai Loban, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan
seperti pada Gambar 6. Penelitian ini meliputi pengambilan data secara insitu dan
eksitu yang selanjutnya dianalisis selama 1 minggu setelah pengambilan data. Analisis
sampel insitu dilakukan di lapangan sedangkan analisis sampel eksitu dilakukan di
Laboratorium Kualitas Air, Laboratorium Bio-Ekologi dan Laboratorium Oseanografi
Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat.

Gambar 11. Peta Lokasi Penelitian

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Alat-alat yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Alat yang digunakan pada saat pengambilan data

No. Nama Kegunaan


1. Wind Detector Mendeteksi arah dan mengukur kecepatan angin
2. Secchi disk Mengukur kecerahan
3. Batu duga Mengukur kedalaman
4. Grab sampler Mengambil substrat
5. Water quality checker Mengukur DO dan pH
6. Layang-layang arus Mengukur kecepatan arus
No. Nama Kegunaan
7. Kompas Mengetahui arah
8. GPS Map Sounder Mengetahui titik kordinat stasiun
9. Botol Terang Menyimpan sampel air Insitu
10. Botol Gelap Menyimpan sampel air Eksitu
11. Termometer Mengukur Suhu Perairan
12. Handrefraktometer Mengukur salinitas perairan
13. Stopwatch Menghitung waktu
14. Tiang Gelombang Membantu mengukur data gelombang (puncak,
tinggi, lembah dan periode)
15. Tiang Pasang Surut Mengukur pasang surut
16. Cool box Menyimpan sampel air agar tetap dingin
17. Tranducer Membantu mendeteksi kedalaman
18. Botol Kaca Menyimpan sampel
19. Erlenmeyer Tempat mencampurkan larutan
20. Pipet tetes Mengambil zat cair dalam beberapa tetes
21. Buret Untuk meneteskan reagent
22. Hot plate Tempat memanaskan larutan
23. Plankton net Untuk menyaring plankton
24. Gelas ukur (50 mL dan Mengukur jumlah larutan
25 mL)
26. Water checker Mengukur Kualitas Air
25. Spektrofotometer Mengukur TDS dan Logam Berat
26. Alat tulis Pencatatan hasil pengukuran
27. Kamera Dokumentasi
28. Mikroskop Menganalisis plankton
29. Kaca preparat Untuk meletakan sampel plankton yang
dianalisis

3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Bahan yang digunakan

No. Nama Kegunaan


1. Lugol Mengawetkan sampel plankton
2. Reagent Pentitrasi larutan
3. Aquades Pelarut

3.3. Metode Perolehan Data


3.3.1. Penentuan Lokasi Sampling
Penentuan titik sampling dilakukan sebelum turun ke lapangan dengan
menentukan titik sebaran menggunakan citra di daerah pesisir Angsana.

3.3.2. Pengambilan Sampel


1. Pengambilan Sampel Parameter Fisika
Metode pengambilan data parameter fisika yaitu sebagai berikut:
a) Pengambilan kedalaman perairan menggunakan GPS mapsounder, dengan
menggunakan perangkat transduser yang tersambung yang hasilnya akan terlihat
pada display.
b) Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer batang dengan cara
mencelupkan termometer batang tersebut kedalam air selama beberapa menit/detik.
c) Kecerahan dapat menggunakan sechi disk dengan cara memasukkan kedalam
kolom perairan, mengamati berapa jarak batas sampai alat terlihat samar.
d) Substrat permukaan dasar perairan menggunakan grab sampler, dengan cara
menurunkan alat sampai ke permukaan dasar perairan, lalu mengambil sedikit
substrat, setelah itu substrat diperiksa secara langsung di kapal.

2. Pengambilan Sampel Parameter Kimia


Metode pengambilan data parameter kimia yaitu sebagai berikut:
a) Pengukuran salinitas di permukaan dilakukan menggunakan handrefractometer.
Sebelum melakukan pembacaan terlebih dahulu alat tersebut dikalibrasi dengan
aquades.
b) Untuk pH dan DO menggunakan water quality checker.
c) Mengambil sampel air TSS, TDS, logam berat, unsur hara, BOD dan COD dengan
memasukkan sampel air ke dalam botol sampel selanjutnya akan dianalisis di
laboratorium.

3. Pengambilan Sampel Parameter Biologi


Metode pengambilan data parameter biologi yaitu dengan mengambil sampel
air kemudian disaring menggunakan planktonet dan dimasukan ke botol sampel
selanjutnya akan di analisis di laboratorium.

3.3.3. Metode Analisis Sampel di Laboratorium


1. Metode Analisis Sampel Parameter Kimia
Ada beberapa parameter yang diukur untuk parameter kimia yaitu sebagai
berikut:
a) BOD. Masukkan sampel air ke dalam gelas ukur, lalu hitung DO 5 menggunakan
water checker, lalu tunggu higga nilai keluar.
b) COD, analisis COD dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
A. Sampel
1. Memasukkan sampel 100 ml kedalam botol (+ 1 tetes KMnO4) sampai warna
berubah menjadi merah muda
2. Memasukkan Reagen III (Asam Sulfat 8 N) sebanyak 5 ml
3. Memasukkan KMnO4 10 ml yang telah diencerkan dengan normalitas 0,01 N
4. Memanaskan hingga mendidih selama 10 menit
5. Memberi asam oksalat 0,01 N 10 ml
6. Mentitrasi dengan KMnO4 (0,1) sampai larutan berwarna merah jambu
7. Mencatat nilainya
B. Blank
1. Memasukkan aquadest 100 ml
2. Memberi asam oksalat 10 ml 0,01 N
3. Memanaskan sampai mendidih dan 10 menit sesudahnya
4. Mentitrasi dengan KMnO4 sampai warna pink (tetap)
5. Mencatat nilainya
c) TSS. Analisis TSS dilakukan dengan cara menyiapkan 2 kuvet dan sampel yang
akan dianalisis. Masukkan kedalam 10 ml sampel ke dalam kuvet pertama lalu
kocok hingga homogen, lalu menyiapkan blank untuk kalibrasi dengan memasukan
10 ml sampel ke kuvet kedua. Lalu masukan kuvet blanko yang sudah di lap dengan
tisu bersih ke dalam sprektofotometer. Setelah itu menekan tombol Zero pada alat
dan tunggu hingga terbaca 0 pada alat. Setelah 0, lalu masukan sampel kuvet
pertama dan tekan READ, tunggu beberapa saat dan hasil analisis akan muncul
pada monitor alat.
d) Nitrat. Masukan kode analisis nitrat yaitu 355 pada spektrofotometer. Menyiapkan
2 kuvet untuk analisis nitrat, lalu masukan 10 ml sampel air kedalam kedua kuvet.
Untuk kuvet pertama masukan ke spektrofotometer sebagai blank dan tekan ZERO.
Lalu pada kuvet kedua tambahkan reagent nitrat lalu kocok selama 1 menit dan
diamkan selama 5 menit hingga warna sampel air berubah menjadi kuning. Lalu
masukan ke dalam alat, tekan READ dan tunggu hasilnya.
e) Fospat. Nyalakan alat spektrofotometer lalu cari kode 490. Masukkan sampel air
pada 2 botol kuvet masing-masing 10 ml. Masukkan salah satu botol kuvet pada
alat sebagai blank selama beberapa saat, lalu botol lainnya dimasukkan reagent dan
kocok sampai reagent larut, setelah itu diamkan selama 2 menit. Selanjutnya,
masukkan botol kuvet yang sudah diberi reagent ke dalam alat, tunggu beberapa
saat lalu akan muncul nilainya.
f) Nitrat. Nyalakan alat spektrofotometer lalu masukkan sampel air pada 2 botol kuvet
masing-masing 10 ml. Masukkan salah satu botol kuvet pada alat sebagai blank
selama beberapa saat, lalu botol lainnya dimasukkan reagent lalu kocok sampai
reagent larut, setelah itu diamkan selama 20 menit. Setelah itu masukkan botol
kuvet yang sudah diberi reagent ke dalam alat, tunggu beberapa saat lalu akan
muncul nilainya.
g) Logam berat (Fe). Nyalakan alat spektrofotometer cari kode 8008. Masukkan
sampel air pada 2 botol kuvet masing-masing 10 ml. Masukkan salah satu botol
kuvet pada alat sebagai blank selama beberapa saat, lalu botol lainnya dimasukkan
reagent lalu kocok sampai reagent larut, setelah itu diamkan selama 3 menit.
Setelah itu masukkan botol kuvet yang sudah diberi reagent ke dalam alat, tunggu
beberapa saat lalu akan muncul nilainya.
Gambar 12. Proses analisis sampel di laboratorium

2. Metode Analisis Sampel Parameter Biologi


Parameter biologi yang diukur ialah plankton dan bentos. Untuk bentos
diidentifikasi dan di hitung indeks keseragamannya sedangkan untuk plankton
dilakukan analisis di laboratorium terlebih dahulu. Parameter plankton diukur dengan
cara mengambil sampel air plankton menggunakan pipet setelah itu taruh pada kaca
preparat secara perlahan. Lalu amati dengan menggunakan mikroskop.

3.4. Metode Analisis Data


3.4.1. Baku Mutu Air Laut
Baku mutu air laut untuk biota laut menurut Kepmen LH No. 51 Tahun 2004
adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut
No. Parameter Satuan Nilai Baku Mutu
FISIKA
1. Suhu °C 28-30
KIMIA
1. pH - 7-8,5
2. Salinitas % 33-34
3. Oksigen terlarut (DO) mg/L >5
4. Fosfat (PO4-P) mg/L 0,015
No. Parameter Satuan Nilai Baku Mutu
5. Nitrat (NO3-N) mg/L 0,008
6. Nitrit mg/L 0,008
LOGAM TERLARUT
1. Besi (Fe) mg/L 0,01
BIOLOGI
1. Plankton sel/100 ml Tidak bloom

3.4.2. Sebaran Spasial


Setelah menganalisis sampel air di laboratorium lalu menyusun data hasil
analisis dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Data yang telah disusun
selanjutnya diinput ke dalam aplikasi Surfer 13 untuk didapatkan peta sebaran spasial
berdasarkan parameter-parameter pencemar yang telah dianalisis.

3.4.3. Analisis Indeks Pencemaran


Analisis indeks pencemaran menurut Keputusan Menteri Nomor 115 Tahun
2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air menggunakan rumus sebagai
berikut:

(Ci ⁄Lij)2M + (Ci ⁄Lij)2R


PIJ = √
2

Dimana:
Ci = Konsentrasi parameter kualitas air
Li = Nilai baku mutu
PIJ = Nilai indeks pencemar

Evaluasi terhadap nilai indeks pencemaran adalah sebagai berikut:


• 0 ≤ PIJ ≤ 1,00 = memenuhi baku mutu (tidak tercemar)
1 < PIJ ≤ 5,0 = tercemar
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Faktor Lingkungan Studi


4.3.1. Parameter Fisik
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting di perairan terutama perairan laut.
Suhu perairan menentukan kehidupan biota-biota yang berada di dalam perairannya.
Suhu permukaan laut dinyatakan dalam satuan derajat Celcius (°C). Sebaran suhu di
perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

Gambar 13. Peta sebaran suhu di perairan Sungai Dua Laut


Berdasarkan Gambar 13 diketahui bahwa suhu di perairan Sungai Dua Laut
berkisar antara 29 sampai 37°C. Sebaran suhu di perairan ini tidak merata karena saat
pengambilan data hanya dilakukan selama 2 hari, sehingga mendapat suhu yang
bervariasi. Terlihat pada gambar bahwa suhu yang berada di lepas pantai cenderung
rendah sedangkan di wilayah dekat muara cenderung tinggi.

4.4.2. Parameter Kimia

1. Salinitas
Salinitas merupakan kadar garam dalam satu satuan volume air laut. Kadar
salinitas juga dipengaruhi oleh masukkan air tawar dari sungai maupun air hujan.
Sebaran salinitas di perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Peta sebaran salinitas di perairan Sungai Dua Laut
Berdasarkan Gambar 14 dapat diketahui bahwa salinitas di perairan Sungai
Dua Laut berkisar antara 25-33 ppm, dimana salinitas tinggi ditandai dengan warna
oren tua dan salinitas rendah kuning tua. Pada daerah pesisir Sungai Dua Laut perairan
tersebut dalam memiliki salinitas 25-27 ppm sedangkan di wilayah laut lepas memiliki
kadar salinitas yang tinggi yakni 31-33 ppm.

2. DO
Oksigen terlarut adalah oksigen dalam bentuk terlarut didalam air karena biota
laut tidak dapat mengambil oksigen dalam perairan dari difusi langsung dengan udara.
Satuan pengukuran oksigen terlarut adalah mg/l yang berarti jumlah mg/l gas oksigen
yang terlarut dalam air atau dalam satuan internasional dinyatakan ppm (part per
million). Sebaran DO di perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Peta sebaran DO di perairan Sungai Dua Laut


Berdasarkan Gambar 15 sebaran DO di perairan Sungai Dua Laut berkisar 3,2
– 6,6 mg/L. DO yang tinggi ditandai dengan warna hijau muda dan nilai yang rendah
ditandai dengan warna hijau tua. Wilayah sebaran DO di perairan Sungai Dua Laut
cenderung merata namun di sebelah barat memiliki nilai DO yang tinggi dan sebelah
timur memiliki nilai DO yang cukup rendah. Hal ini dapat dipengaruhi adanya aliran
air dari muara sungai.

3. pH
pH (Potential Hydrogen) merupakan satuan tingkat keasamaan suatu senyawa.
Tinggi rendahnya pH suatu perairan sangat dipengaruhi oleh kadar CO 2 yang terlaut
dalam perairan tersebut. Aktivitas fotosintesis merupakan proses yang sangat
menentukan kadar CO2 yang terkandung dalam suatu perairan. Sebaran pH di perairan
Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 16 berikut:

Gambar 16. Pesa sebaran pH di perairan Sungai Dua Laut


Berdasarkan Gambar 16 sebaran pH di perairan Sungai Dua Laut berkisar 6 –
9,9. pH yang tinggi ditandai dengan warna merah tua dan nilai yang rendah ditandai
dengan krim. Perairan Sungai Dua Laut sebelah barat memiliki nilai yang sedikit lebih
tinggi dibanding dengan perairan yang di sebelah timur.

4. COD
COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar
bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang
dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan
organik tersebut akan dioksidasi oleh kalium bikromat yang digunakan sebagai sumber
oksigen (oxidizing agent) menjadi gas dan gas hydrogen dan oksigen serta sejumlah
ion krom. Sebaran COD di perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Peta sebaran COD di perairan Sungai Dua Laut

Berdasarkan Gambar 17 diketahui bahwa nilai COD yang tertinggi adalah 150
mg/L ditandai dengan warna biru tua, sedangkan nilai terendah 50 mg/L ditandai
dengan warna biru muda. Di wilayah timur niali COD cenderung tinggi sedangkan
dibagian pesisir nilai COD cenderung rendah.

5. Nitrat
Nitrat merupakan salah satu senyawa anorganik essensial yang digunakan oleh
fitoplankton. Pada kondisi aerob (oksigen cukup atau berlebih), nitrat ini menjadi hasil
proses nitrifikasi, namun pada kondisi anaerob (minim oksigen atau bahkan tidak ada)
nitrat mengalami reaksi denitrifikasi. Peta sebaran nitrat dapat dilihat pada Gambar18.

Gambar 18. Peta sebaran Nitrat di perairan Sungai Dua Laut


Berdasarkan Gambar 18 diketahui bahwa nilai nitrat yang tertinggi adalah 3,2
mg/L ditandai dengan warna ungu tua, sedangkan nilai terendah 1,0 mg/L ditandai
dengan warna ungu muda. Terlihat pada gambar bahwa di daerah pesisir memiliki
warna ungu tua yang berarti nilai nitrat cukup tinggi.

6. Nitrit
Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang hanya sebagian teroksidasi. Nitrit tidak
ditemukan dalam air limbah yang segar, melainkan dalam limbah yang sudah basi atau
lama. Nitrit tidak dapat bertahan lama dan merupakan keadaan sementara proses
oksidasi antara amoniak dan nitrat. Nitrit bersumber dari bahan-bahan yang bersifat
korosif dan banyak dipergunakan di pabrik-pabrik. Peta sebaran nitrit di perairan
Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Peta sebaran Nitrit di perairan Sungai Dua Laut


Berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa nilai nitrit yang tertinggi adalah
0,016 mg/L ditandai dengan warna merah, sedangkan nilai terendah 0,001 mg/L
ditandai dengan warna hijau muda yang berada di wilayah pesisir hingga ke tengah
laut lepas.

7. BOD5
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya
bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik.
BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba
yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik
yang dapat diurai. Untuk lebih jelasnya hasil sebaran BOD5 di perairan Sungai Dua
Laut dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Peta sebaran BOD5 di perairan Sungai Dua Laut
Berdasarkan Gambar 20 diketahui bahwa nilai nitrit yang tertinggi adalah 5,6
mg/L ditandai dengan warna ungu tua, sedangkan nilai terendah 0,1 mg/L ditandai
dengan warna ungu terang yang menyebar di perairan.

8. Fosfat
Fosfat merupakan senyawa anorganik yang menjadi nutrien penting kedua
setelah nitrogen, bagi fotosintesis fitoplankton. Keberadaan fosfat yang essensial ini
berupa ortho-fosfat. Fosfat adalah bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh
tumbuhan dan merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga
sehingga dapat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Peta sebaran fosfat di
perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 21 berikut:

Gambar 21. Peta sebaran Fosfat di perairan Sungai Dua Laut


Berdasarkan Gambar 21 tersebut diketahui bahwa nilai fosfat yang tertinggi
adalah 5,6 mg/L ditandai dengan warna hijau tua yang terpusat di daerah peairan dekat
pesisir atau muara sungai, sedangkan nilai terendah 0,02 mg/L ditandai dengan warna
hijau muda yang berada jauh dari pesisir.

9. Logam Berat (Fe)


Logam Fe merupakan logam essensial yang keberadaannya dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah berlebih dapat
menimbulkan efek racun. Tingginya kandungan logam Fe akan berdampak terhadap
kesehatan manusia diantaranya bisa menyebabkan keracunan (muntah), kerusakan
usus, penuaan dini hingga kematian mendadak, radang sendi, diabetes, diare, pusing,
mudah lelah, hepatitis, hipertensi, insomnia (Parulian, 2009). Peta sebaran Fe di
perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 22 berikut:

Gambar 22. Peta sebaran Logam Berat (Fe) di perairan Sungai Dua Laut
Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa nilai logam berat (Fe) yang
tertinggi adalah 1,5 mg/L ditandai dengan warna ungu pekat, sedangkan nilai terendah
0,05 mg/L ditandai dengan warna ungu terang. Di daerah muara kandungan logam
berat (Cu) lebih tinggi dibandingkan perairan yang lebih jauh dari pantai.

10. TSS (Total Suspended Solid)


TSS (Total Suspended Solid) berkaitan dengan residu dari padatan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari
ukuran partikel koloid. TSS menyebabkan kekeruhan pada air yang berakibat padatan
tidak terlarut dan tidak dapat langsung mengendap. TSS terdiri dari partikel-partikel
yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari sedimen, misalnya tanah liat, bahan-
bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme, dan sebagainya. Peta sebaran TSS
disajikan pada Gambar 23.
Gambar 22. Peta sebaran TSS di perairan Sungai Dua Laut
Berdasarkan Gambar 19 diketahui bahwa nilai TSS yang tertinggi adalah lebih
dari 75 mg/L ditandai dengan warna coklat pekat, sedangkan nilai terendah 15 mg/L
ditandai dengan warna coklat terang. Semakin kearah laut sebaran TSS semakin
beragam, dimana bagian timur memiliki warna yang cukup pekat yang menandakan
padatan tersuspensi di wilayah tersebut tinggi.

4.4.3. Parameter Biologi


Pada parameter biologi yang analisis adalah plankton. Dari hasil identifikasi di
dapat nilai berupa indeks keseragaman, indeks keanekaragaman dan indeks dominansi.
Grafik struktur komunitas plankton adalah sebagai berikut:

Gambar 23. Grafik struktur komunitas fitoplankton


Pada Gambar 23 dapat dilihat indeks keseragaman fitoplankton pada stasiun 1
sebesar 0,03, pada stasiun 2 sebesar 0,05. Indeks keseragaman pada stasiun 3 sebesar
0,02 sedangkan untuk stasiun 4 sebesar 0,03. Pada stasiun 5 dan 6 masing-masing
sebesar 0,05 dan 0,04. Dari semua nilai tersebut dapat diketahui bahwa stasiun 2 dan
5 memiliki nilai indeks keseragaman yang tertinggi yakni 0,05 sedangkan indeks
keseragaman terendah berada di stasiun 3 sebesar 0,02.
Indeks keanekaragaman pada 6 stasiun berbeda-beda pula. Pada terlihat pada
gambar 23, stasiun yang memiliki indeks keanekaragaman tertinggi adalah stasiun 6
dengan nilai 0,3678 sedangkan indeks keanekaragaman terendah berada di stasiun 4
dengan nilai 0,1785. Keanekaragaman untuk setiap stasiun menunjukkan
keanekaragaman rendah. Menurut Nontji (2008) kisaran nilai indeks keanekaragaman
0-1 menunjukkan bahwa daerah tersebut terdapat tekanan ekologis yang tinggi dan
indeks keanekaragaman genera rendah. Kisaran 1-3 menunjukkan indeks
keanekaragaman yang sedang, untuk nilai keanekaragaman lebih besar dari 3
menunjukkan keadaan suatu daerah yang mengalami tekanan ekologi rendah dan
indeks keanekaragaman generanya tinggi. Keanekaragaman juga ditunjang oleh
komunitas plankton itu sendiri dimana plankton akan berkumpul disuatu perairan yang
disukai.
Indeks dominansi fitoplankton pada setiap stasiun juga berbeda-beda. Pada
stasiun 4 terlihat memiliki grafik batang yang paling tinggi menandakan indeks
dominansi yang tinggi pula yakni sebesar 0,64. Sedangkan pada stasiun 6 memiliki
indeks dominansi yang rendah dengan nilai sebesar 0,14. Pada stasiun lainnya
memiliki nilai yang beragam diantaranya stasiun 1 dengan nilai 0,29 stasiun 2 sebesar
0,25 dan untuk stasiun 5 sebesar 0,25 pula. Menurut Ludwig dan Reynolds (1988)
yang menyatakan bahwa kisaran nilai dominan 0 – 0,5 menunjukkan bahwa daerah
tersebut dominansinya rendah. Kisaran 0,5 – 0,75 menunjukkan bahwa daerah tersebut
dominansinya sedang dan untuk nilai dominansi 0,75 – 1 menunjukkan keadaan suatu
daerah dengan dominansi tinggi. Dominansi pada stasiun 4 dapat dikatakan dengan
dengan nilai 0,64 namun beberapa stasiun lainnya dapat dikatakan rendah karena
stasiun tersebut memiliki nilai indeks dibawah 0,5.

Gambar 24. Grafik struktur komunitas zooplankton


Pada Gambar 24 dapat diketahui indeks keseragaman di Stasiun 4 merupakan
yang tertinggi dengan indeks sebesar 0,064 diikuti stasiun 2 dan 5 dengan indeks
sebesar 0,057. Sedangkan stasiun 1,3 dan 6 memiliki nilai indeks keseragaman sebesar
0,032, 0,028 dan 0,036. Indeks Keanekaragaman di stasiun 3 merupakan yang tertinggi
dengan indeks sebesar 0,36. Stasun 2 dan 5 memiliki indeks keanekaragaman yang
sama yakni sebesar 0,34 sedangkan stasiun6 memiliki indeks keanekaragaman yang
terendah sebesar 0,29. Menurut Nontji (2008) menyatakan bahwa kisaran nilai indeks
keanekaragaman 0-1 menunjukkan bahwa daerah tersebut terdapat tekanan ekologis
yang tinggi dan indeks keanekaragaman genera rendah. Kisaran 1-3 menunjukkan
indeks keanekaragaman yang sedang, untuk nilai keanekaragaman lebih besar dari 3
menunjukkan keadaan suatu daerah yang mengalami tekanan ekologi rendah dan
indeks keanekaragaman generanya tinggi. Keanekaragaman juga ditunjang oleh
komunitas plankton itu sendiri dimana plankton akan berkumpul disuatu perairan yang
disukai. Dari hasil analisis data dapat dikatakan bahwa indeks keanekaragaman di
semua stasiun tergolong rendah karena indeks keanekaragaman dibawah 1.
Indeks dominansi pada stasiun 6 memiliki nilai tertinggi sebesar 0,39
sedangkan indeks dominansi terendah berada pada stasiun 4 dengan nilai sebesar 0,04.
Pada stasiun 1,2,3 dan 5 memiliki nilai masing-masing sebesar 0,20, 0,25, 0,04 dan
0,25 pula. Indeks dominansi pada setiap stasiun menunjukkan suatu bentuk dominansi
genera yang rendah. Hal ini didasarkan oleh penelitian Ludwig dan Reynolds (1988)
yang menyatakan bahwa kisaran nilai dominan 0 – 0,5 menunjukkan bahwa daerah
tersebut dominansinya rendah. Kisaran 0,5 – 0,75 menunjukkan bahwa daerah tersebut
dominansinya sedang dan untuk nilai dominansi 0,75 – 1 menunjukkan keadaan suatu
daerah dengan dominansi tinggi. Semua stasiun pengambilan merupakan daerah yang
memiliki dominansi yang rendah karena nilai indeks dibawah 0,5. Hal ini
menunjukkan bahwa di semua stasiun memiliki indeks dominansi rendah karena
indeks dominansi berada di bawah 0,75.

4.2. Analisis Indeks Pencemaran


Menurut PP Nomor 19 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
Perusakan Laut, baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Kriteria baku kerusakan laut adalah
ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati lingkungan laut yang dapat
ditenggang. Status mutu laut adalah tingkatan mutu laut pada lokasi dan waktu tertentu
yang dinilai, berdasarkan baku mutu air laut dan/atau kr iteria baku kerusakan laut.
Setelah mengetahui kualitas perairan Sungai Dua Laut, kita dapat menentukan sebaran
daerah perairan yang sesuai dengan baku mutu, yang dapat dilihat sebagai berikut.
Indeks pemcemaran (pollution index) digunakan untuk menentukan tingkat
pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air. Pengelolaan kualitas air atas dasar
Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar
dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan
untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa
pencemar. Kisaran nilai indeks pencemaran di perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat
pada Gambar 25.
Gambar 25. Peta pencemaran berdasarkan indeks pencemaran
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa perairan
Sungai Dua Laut bestatus tercemar sedang. Hal ini dapat dilihat dari Gambar 25 bahwa
perairan lepas dan disekitar muara sungai memiliki indeks pencemaran sedang.
Sedangkan perairan yang memenuhi baku mutu berada di laut lepas yang ditandai
dengan warna biru muda. Wilayah yang berwarna hijau menandakan bahwa wilayah
tersebut memiliki indeks pencemaran sedang dengan nilai antara -11 sampai dengan -
30. Wilayah yang berwarna merah memiliki kelas indeks pencemaran berat dengan
nilai ≥ -31. Rata-rata kondisi perairan Sungai Dua Laut menunjukkan tercemar sedang
sedangkan di wilayah tenggara merupakan wilayah yang tercemar berat hal ini
diperkirakan perairan tersebut mendapat pengaruh dari aktivitas yang berada di laut
seperti alur pelayaran yang ada di sekitarnya. Wilayah pesisir memiliki tingkat
tercemar sedang yang dapat diperkirakan mendapat pengaruh dari akitivitas di darat
seperti limbah rumah tangga, limbah industri perikanan yang terdapat di pesisir Sungai
Dua Laut.

4.3. Analisis Pengaruh Pencemaran Terhadap Biota dan Kualitas Perairan


4.3.1. Parameter Fisik
1. Suhu
Pengukuran suhu di perairan Sungai Dua Laut dilakukan pada saat pagi hingga
siang hari sehingga terjadi sebaran yang cukup beragam. Sebaran suhu di perairan
Sungai Dua Laut disajikan pada Gambar 26.
Gambar 26. Peta sebaran suhu di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Menurut standar baku mutu biota laut untuk suhu adalah 28 – 30°C.
Berdasarkan Gambar 26 dapat dikatakan bahwa kondisi suhu di perairan ini kurang
baik karena tidak memenuhi standar baku mutu. Perairan yang memenuhi baku mutu
ditandai dengan warna biru toska sedangkan perairan yang tidak memenuhi baku mutu
adalah yang berwarna oren. Peningkatan suhu di perairan dapat disebabkan perubahan
iklim yang semakin terjadi saat ini sehingga akan dapat berdampak pada kehidupan
biota di dalamnya. Perubahan suhu yang drastis dapat membuat biota mengalami stres
bahkan kematian. Sedangkan pada ekosistem terumbu karang akan menyebabkan
karang memutih (bleaching) jika terjadi kenaikan suhu secara terus-menerus.

4.3.2. Parameter Kimia


1. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan di lokasi penelitian dengan hasil analisis seperti
yang tergambar pada Gambar 27.
Gambar 27. Peta sebaran salinitas di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Kadar salinitas yang dapat di tolerir untuk biota laut menurut standar baku
mutu ialah 33 – 34 ppm. Berdasarkan Gambar 27 diketahui bahwa perairan tersebut
tidak memenuhi standar baku mutu. Hal ini dapat disebabkan karena pada saat
pengambilan data lapangan terjadi hujan sehingga kadar salinitas rendah. Salinitas
yang beragam juga dipengaruhi masukkan dari air sungai dan air hujan. Pengaruh
perubahan salinitas terhadap biota tidak terlalu signifikan. Namun apabila perubahan
salinitas terlalu besar dari yang seharusnya akan menyebabkan biota bermigrasi lebih
jauh sehingga keanekaragaman biota di perairan tersebut berkurang. Salinitas yang
rendah dapat mempengaruhi ekosistem di laut khusunya ekosistem lamun. Ekosistem
lamun tidak bisa tumbuh jika salinitas perairannya dibawah 33 ppt.

2. DO

Gambar 28. Peta sebaran DO di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Berdasarkan baku mutu air laut nilai DO yang sesuai untuk biota laut adalah
lebih besar dari 5 mg/L. Jika dilihat berdasarkan gambar diatas maka nilai DO di
seluruh perairan Sungai Dua Laut dominan memenuhi baku mutu namun hanya di
daerah sekitar muara sungai dan wilayah barat di laut lepas. Nilai DO yang tidak
memenuhi baku mutu di wilayah muara dapat disebabkan karen tingginya TSS di
wilayah tersebut yang berpengaruh terhadap kadar oksigen terlarut. Untuk wilayah
lepas pantai dapat disebabkan karena adanya aktivitas dilaut seperti pelayaran yang
membuat perairan menjadi teraduk sehingga kadar DO menurun. Perubahan DO yang
signifikan akan berdampak terhadap biota laut yaitu jika kekurangan atau kelebihan
oksigen maka dapat menyebabkan kematian. Oksigen yang terlalu banyak juga akan
menjadi racun di perairan sehingga biota sulit untuk melakukan aktivitas secara
normal. Kadar DO yang tinggi menandakan perairan tersebut masih cocok sebagai
tempat tinggal bagi biota-biota laut.

3. pH
Sebaran pH di perairan Sungai Dua Laut disajikan pada Gambar 28.

Gambar 29. Peta sebaran pH di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Berdasarkan baku mutu air laut nilai pH yang baik adalah 7 – 8,5. Dan jika
dilihat pada gambar diatas bahwa kadar pH di perairan tersebut cukup beragam. Pada
wilayah yang berwarna ungu merupakan daerah yang tidak memenuhi standar baku
mutu sedangkan yang berwarna biru merupakan daerah yang memenuhi standar baku
mutu untuk biota laut. Peningkatan pH dapat disebabkan karena terjadinya
pengasaman air laut atau asidifikasi yang disebabkan oleh meningkatnya karbon di
lautan sehingga karbon tersebut mengikat oksigen yang membuat ion hidrogen
meningkat dan membuat perairan menjadi asam. Peningkatan pH yang tinggi dapat
membuat kematian biota atau migrasi biota ke wilayah yang lebih cocok. Peningkatan
pH di muara sungai dapat disebakan karena masuknya berbagai limbah ke laut
sehingga mempengaruhi kadar pH.
4. Nitrat
Sebaran Nitrat di wilayah perairan Sungai Dua Laut dappat dilihat pada gambar
berikut:

Gambar 30. Peta sebaran Nitrat di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Berdasarkan baku mutu air laut nilai nitrat senilai 0,08 mg/L. Hal ini berarti
kandungan nitrat pada perairan Sungai Dua Laut jauh melebihi nilai baku mutu.
Kandungan nitrat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan blooming algae atau
blooming plankton.

5. Nitrit

Gambar 31. Peta sebaran Nitrit di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Pada Gambar 31 terlihat sebaran nitrit di wilayah perairan Sungai Dua Laut.
Berdasarkan nilai baku mutu untuk biota laut kadar nitrit yang diperbolehkan di laut
ialah senilai 0,06 mg/L. hal ini terlihat pada beberapa wilayah ada daerah yang tidak
memenuhi baku mutu tersebut. kandungan nitrit yang melebihi ambang batas dapat
membuat terjadinya kelimpahan plankton yang berujung pada kematian biota.
6. Fosfat
Sebaran fosfat di perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 32
berikut:

Gambar 32. Peta sebaran Nitrit di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Berdasarkan baku mutu air laut nilai fosfat senilai 0,0015 mg/L. Hal ini berarti
kandungan fosfat pada perarain Sungai Dua Laut tidak memenuhi nilai baku mutu. Hal
ini dapat diindikasikan karena peningkatan fosfat yang terlalu tinggi yang dapat
disebabkan karena adanya masukan dari darat seperti penggunakan pupuk yang
berlebihan sehingga kada fosfat meningkat. Kandungan fosfat yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan blooming algae atau blooming plankton.

7. COD
Sebaran COD di perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 34. Peta sebaran COD di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Berdasarkan gambar diatas COD di perairan tersebut dominan tidak memenuhi
baku mutu karena melebihi ambang batas maksimal yakni sebesar 10 mg/L. Hal ini
berarti nilai COD di perairan Angsana masih termasuk dalam batas yang wajar. Nilai
COD yang tidak sesuai baku mutu dapat menyebabkan biota keracunan bahkan
kematian.
8. BOD5
Sebaran BOD5 dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 35. Peta sebaran BOD5 di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Berdasarkan gambar diatas BOD5 di perairan tersebut dominan memenuhi
baku mutu karena tidak melebihi ambang batas maksimal yakni sebesar 10 mg/L. Hal
ini berarti nilai BOD5 di perairan Sungai Dua Laut masih termasuk dalam batas yang
wajar. Nilai BOD5 yang tidak sesuai baku mutu dapat menyebabkan biota keracunan
bahkan kematian.
9. Logam Berat (Fe)
Sebaran logam berat (Fe) di wilayah perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat
pada Gambar 36.

Gambar 36. Peta sebaran Fe di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Berdasarkan baku mutu air laut nilai logam berat (Fe) senilai 0,01 mg/L. Hal
ini berarti kandungan logam berat (Fe) pada perarain Angsana jauh melebihi nilai baku
mutu. Kandungan logam berat yang tinggi dapat membahayakan biota laut. Logam
berat dapat masuk kedalam darah dan menyebabkan racun atau bersifat toxic dan
bersifat mematikan.

10. TSS
Sebaran TSS di perairan Sungai Dua Laut dapat dilihat pada Gambar 33.

Gambar 37. Peta sebaran TSS di perairan Sungai Dua Laut sesuai baku mutu
Berdasarkan baku mutu air laut nilai TSS dalam baik adalah bernilai di bawah
20 mg/L. Hal ini berarti nilai TSS di perairan Sungai Dua Laut dominan tidak
memenuhi baku mutu. Perairan yang tidak memenuhi baku mutu ditandai dengan
warna merah tua, sedangkan yang memenuhi baku mutu ditandai dengan warna hijau
tua. Kadar TSS yang tinggi akan mengakibatkan kekeruhan yang akan menghalangi
penetrasi cahaya matahari. Sehingga TSS yang tinggi akan mempengaruhi ekosistem
terumbu karang dan lamun yang kehidupannya sangat bergantung pada cahaya
matahari.

4.4. Upaya Penanggulangan Pencemaran di Wilayah Pesisir


Hal yang harus ditanggulangi pada daerah pesisir Sungai Dua Laut ini adalah
hal-hal yang berkaitan dengan pertambangan batubara atau alur pelayaran selain itu
aktivitas penebangan pohon disekitarnya. Sebaiknya alur pelayaran harus diperhatikan
agar tidak mengganggu ekosistem sekitar dan penebangan pohon harus dihentikan
sehingga tidak menimbulkan dampak ekologis yang besar. Pesisir Sungai Dua Laut
yang telah tercemar seharusnya ditindaklanjuti dan dipertanggung jawabkan oleh
pihak-pihak pertambangan dan perkebunan sawit. Dari pihak masyarakat sekitar
seharusnya lebih memperhatikan kegiatan yang berada dilakukan di pesisir Sungai
Dua Laut maupun sekitarnya. Masyarakat berhak dan berkewajiban memonitoring
kegiatan-kegiatan yang terjadi di daerah mereka. Dengan hal tersebut diharapkan
masyarakat memiliki rasa tanggung jawab dan empati lebih tinggi.
Upaya penanggulangan pencemaran di wilayah pesisir Sungai Dua Laut juga
harus didukung oleh pemerintah, masyarakat dan perusahaan yang berada di sekitar
daerah tersebut. Perusahaan yang melakukan aktivitas pelayaran batubara juga turut
berkontribusi dalam menjaga wilayah pesisir Sungai Dua Laut karena turut memegang
peranan penting dalam upaya pencegahan pencemaran laut. Selain itu kesadaran
masyarakat akan pentingnya kebersihan wilayah pesisir juga perlu ditingkatkan,
mengingat Sungai Dua Laut merupakan daerah yang termasuk kawasan konservasi
perairan. Oleh karena itu diperlukan perbaikan yang mendasar di dalam perencanaan
dan pengelolaan pembangunan sumberdaya alam pesisir. Pola pembangunan yang
hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi perlu diganti dengan pembangunan
berkelanjutan (sustainable development). Pendekatan dan praktek pengelolaan
pembangunan wilayah pesisir yang selama ini dilaksanakan secara sektoral dan
terpilah-pilah, perlu diperbaiki melalui pendekatan pengelolaan secara terpadu.
BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan pada penelitian ini adalah:
1. Cara pengambilan dan menganalisis sampel dilakukan secara insitu dan eksitu.
Analisis data insitu langsung dilakukan di lapangan, sedangkan analisis sampel
eksitu dilakukan di laboratorium.
2. Cara menganalisis data yang diambil yaitu menggunakan aplikasi Microsoft Excel,
Surfer 15 dan Arcgis 10.7.
3. Parameter fisika yang dianalisis sebagai indikator pencemar adalah suhu perairan.
Parameter kimia yang dianalisis sebagai indikator pencemar adalah salinitas, DO,
pH, COD, BOD5, nitrat, nitrit, fosfat dan logam berat (Fe). Parameter biologi yang
dianalisis sebagai indikator pencemar adalah plankton.
4. Hasil analisis data yang didapat dengan nilai indikator baku mutu air laut untuk biota
menunjukkan bahwa perairan Sungai Dua Laut berstatus tercemar sedang.

5.2. Saran
Mahasiswa perlu memahami prosedur dan cara pengambilan sampel air yang
benar. Mahasiswa perlu menjaga kondisi kesehatan saat pengambilan sampel
dilapangan sehingga saat pengambilan data menjadi lebih fokus dan benar. Pada saat
analisis sampel di laboratorium mahasiswa harus berhati-hati dan mengikuti prosedur
laboratorium agar data tidak salah.

Anda mungkin juga menyukai