Anda di halaman 1dari 2

Eutrofikasi

Eutrofikasi adalah proses pengkayaan perairan, terutama oleh nitrogen dan fosfor, juga elemen


lainnya seperti silikon, potassium, kalsium dan mangan yang menyebabkan pertumbuhan tidak
terkontrol dari tumbuhan air yang dikenal dengan istilah blooming.

Kondisi Umum Perairan

Tingkat kesuburan perairan Waduk Jatiluhur menurut kandungan fosfat dan nitrogennya,
perairan telah berubah dari eutrofik pada tahun 2004 menjadi hipereutrofik pada tahun 2005
(Siregar dan Mayasar 2010). Degradasi tersebut cenderung meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah unit Keramba Jaring Apung (KJA) yang dikembangkan di Waduk Cirata dan
Waduk Jatiluhur. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengembangan kegiatan budidaya dalam
KJA telah melampaui daya dukungnya dan cenderung telah mencemari perairan. Beban N dan P
masing-masing telah mencapai 36.531 ton/tahun dan 33.968 ton/tahun, sehingga menyebabkan
waduk dalam keadaan eutrofikasi (Nastiti et al. 2001). Berdasarkan Keputusan Bupati
Purwakarta No.06/2000, jumlah KJA ditetapkan maksimum 2.100 petak. Namun demikian
megacu hasil inventarisasi oleh PJT II pada Desember 2009 ditemukan 19.845 petak (Siregar dan
Mayasari 2010).

Penyebab Eutrofikasi di Waduk Jatiluhur

Akumulasi senyawa nutrien yang tinggi menyebabkan timbulnya proses eutrofikasi yang
merupakan masalah serius pada pengelolaan kualitas air baik waduk maupun danau. Waduk
yang berstatus eutrofik-hipereutrofik akan mengalami berbagai permasalahan, berupa gangguan
estetika terutama bau yang menyengat, gangguan transportasi, rendahnya transparansi,
berkurangnya kadar oksigen terlarut serta munculnya zat-zat beracun, misal: microcystein
(Jorgensen 2003). Beberapa penyebab eutrofikasi di Waduk Jatiluhur antara lain :
1. Beban internal merupakan sisa pakan KJA
2. Beban eksternal dikarenakan waduk paling hilir dari tiga waduk lainnya
Menurut Morse et. al. (1993) sumber fosfor penyebab eutrofikasi 10 % berasal dari
proses alamiah di lingkungan air itu sendiri (background source), 7 % dari industri,
11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia, dan yang
terbesar, 32 %, dari limbah peternakan. Paparan statistik di atas menunjukkan
bagaimana besarnya jumlah populasi dan beragamnya aktivitas masyarakat modern
menjadi penyumbang yang sangat besar bagi lepasnya fosfor ke lingkungan air.
3. Kurangnya pengelolaan waduk
Pembatasan terhadap jumlah KJA, dan upaya lain untuk melakukan pembersihan
waduk secara rutin

Beban pencemar Karbon, Nitrogen dan Fosfor dari sisa pakan ikan maupun dari Waduk Cirata
terakumulasi ke dasar waduk akibat gravitasi. Pada dasar waduk terjadi proses dekomposisi
anaerobik menghasilkan CO2 dan H2S. Selanjutnya, senyawa nutrien terutama fosfor dilepaskan
kembali ke kolom air. Suplai nutrien dari dasar ditambah dengan produksi nutrien dari siklus
nutrien serta adanya transport vertikal ke lapisan epilimnion dan dibantu proses fotosintesis oleh
sinar matahari akan memicu terjadinya alga bloom pada Waduk Jatiluhur.

Proses Eutrofikasi

Proses transport vertikal dipengaruhi oleh parameter fisik (misal: suhu) dan meteorologis (misal:
kecepatan angin danintensitas penyinaran matahari). Selain itu,parameter biokimia (misal: pH,
Oksigen terlarut, Total N, Total P) juga memicu terjadinya proses eutrofikasi terutama akibat
akumulasi beban pencemar dari internal. Suatu perairan disebut eutrofikasi jika konsentrasi total
fosfat ke dalam air berada pada kisaran 35-100µg/L. Eutrofikasi banyak terjadi di perairan darat
(danau, sungai, waduk, dll). Sebenarnya proses terjadinya Eutrofikasi membutuhkan waktu yang
sangat lama (ribuan tahun), namun akibat perkembangan ilmu teknologi yang menyokong
medernisasi dan tidak diiringi dengan kearifan lingkungan maka hanya dalam hitungan puluhan
atau beberapa tahun saja sudah dapat terjadi Eutrofikasi.

Akibat Eutrofikasi di Waduk Jatiluhur.

1. Naiknya tinggi permukaan air, sehingga dapat memperpendek umur waduk.


2. Blooming algae (Cyanobacteria/Green Algae), sehingga meningkatnya, nitrat, fosfat, pH,
COD, BOD yang melebihi batas wajar yang dapat menyebabkan kematian masal ikan.
3. Terjadinya water logging dan salinization pada saluran irigasi.
4. Kandungan nitrat dan fosfor yang tinggi akan mempengaruhi tingkat keasaman pada
tanah yang akan berpengaruh terhadap hasil pertanian.
5. Menurunnya baku mutu air.
6. Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi maupun rekreasi
menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada pariwisata dan industri pariwisata.

Rekomendasi Penanganan Eutrofikasi

Penanganan Beban Eksternal :


1. Pengontrolan jumlah input nitrogen dari lahan pertanian, salah satunya dengan
membuat artificial wetland untuk menangkap nitrogen sepanjang aliran irigasi.
2. Pengelolaan IPAL domestic maupun industry yang terintegrasi sebelum limbah cair
masuk ke aliran sungai yang bermuara di waduk.
Penanganan Beban Internal :
1. Pengurangan sedimen dasar (bottom sediment removal);
2. Inaktifasi persenyawaan biogenik (inactivation biogenic compound);
3. Biooksidasi sedimen dasar (bioxidation bottom sediment);
4. Aerasi waduk (lake aeration); dan
5. Pengeluaran air hipolimnion (evacuation of hipolimnion bottom water).

Anda mungkin juga menyukai