Lamun pada umumnya dianggap sebagai kelompok tumbuhan yang homogen. Lamun
terlihat mempunyai kaitan dengan habitat dimana banyak lamun (Thalassia) adalah substrat
dasar dengan pasir kasar. Menurut Haruna (Sangaji, 1994) juga mendapatkan Enhalus
acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dan
kadang-kadang terdapat pada dasar yang terdiri atas campuran pecahan karang yang telah
mati.
Keberadaan lamun pada kondisi habitat tersebut, tidak terlepas dan gangguan atau
ancaman-ancaman terhadap kelangsungan hidupnya baik berupa ancaman alami maupun
ancaman dari aktivitas manusia. Adapaun ancaman ekosistem lamun secara alami maupun
karena aktivitas manusia antara lain:
2. Pemanasan global
Ancaman yang relatif baru terhadap lamun adalah perubahan iklim yang merupakan
dampak dari pemanasan global. walaupun dampak pada lamun seeara keseluruhan belum
dapat ditentukan. Potensi ancaman terhadap lamun dapat muncul secara tidak langsung dari
proses kenaikan permukaan air laut, perubahan sistem pasang surut, penurunan salinitas
lokal, kerusakan akibat radiasi sinar ultraviolet, serta dampak perubahan distribusi dan
intensitas kejadian ekstrim yang tidak terduga, yang merupakan akibat dari perubahan iklim.
Kenaikan konsentrasi CO2 secara terus menerus dapat mengakibatkan penurunan nilai pH
(pengasaman air laut), sehingga dapat memengaruhi fotosintesis dan pertumbuhan lamun
yang mengakibatkan penurunan padang lamun.
4. Peningkatan Suhu
Peningkatan suhu akan berdampak terhadap pergeseran distribusi lamun, perubahan
pola reproduksi seksual, perubahan tingkat pertumbuhan dan metabolisme, dan perubahan
keseimbangan karbon. Suhu yang tinggi juga dapat meningkatkan pertumbuhan alga dan
epifit, yang tumbuh terlalu cepat lamun dan dapat mengurangi ketersediaan sinar
matahari bagi lamun yang butuhkan untuk bertahan hidup. Di samping itu akibat temperatur
yang tinggi akan mengakibatkan banyaknya daun yang hilang dan akan menaikkan
temperatur sedimen Kenaikan temperatur sedimen akan membuat tanaman mati.
5. Peristiwa Badai
Badai di wilayah pesisir dapat menyebabkan pergerakan sedimen yang besar
dan memiliki efek buruk pada padang lamun seperti tercabutnya atau terbenamnyalamun.
Peningkatan curah hujan dan debit dari sungai dapat meningkatkan luapan sedimen, yang
juga dapat mengakibatkan penurunan tingkat cahaya atau mencekik ekosistem lamun.
6. Peristiwa Banjir
Perubahan ekstrim dari pola cuaca juga dapat menyebabkan banjir, yang
menyebabkan peningkatan kekeruhan perairan dan laju sedimentasi. Hujan lebat juga dapat
mempengaruhi lamun dengan mengencerkan air laut ke salinitas rendah. Dampak dari
peristiwa hujan ekstrem juga menyebabkan proses pemulihan yang lambat. Di sisi
lain, gangguan akibat badai dan banjir kemungkinan akan mengurangi
cahaya untuk fotosintesis dan karenanya produksi O2 berkurang dan distribusi ke akar
semakin berkurang.
5. Kerusakan mekanis
Kerusakan pada padang lamun yang disebabkan secara mekanis dapat berasal dari
berbagai aktivitas, misalnya penangkapan ikan dan perkapalan. Praktek penangkapan ikan
yang mengganggu sedimen dapat menyebabkan penurunan area penutupan lamun, seperti
rusaknya taruk dan rimpang. Penggunaan pukat bahkan dapat merusak lamun secara
keseluruhan dengan cara mencabutnya dari sedimen.
Pemeliharaan jalur perkapalan, seperti pengerukan, menimbulkan dampak mekanis
pada padang lamun, walaupun tingkat kerusakannya relatif kecil dibandiogkan eutrofikasi.
Efek kumulatif dan banyak jangkar perabu, baling-baling, dan perahu kecil juga
menghasilkan penurunan vegetasi lamun yang cukup besar.
Daftar Pustaka
Christanto, J. 2010. Global Warming In Strategy Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil
Berkelanjutan. Jurnal Ekosains. Vol. II. NO. 2
Den Hartog, C.1970. The seagrasses of the world. Dalam: Azkab,M.H. 1999. Pedoman
Invetarisasi Lamun. Oseana 1: 1-16.
Rahmawati, Susi. 2011. Ancaman Terhadap Komunitas Padang Lamun. Jurnal Bidang
Sumberdaya Laut. 36:2, 49-58.
Vatria, Belvi. 2010. Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat Menyebabkan Terjadinya
Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang Ditimbulkannya. Jurnal Belian. 9:1,
47-54.