Siklus-siklus dari banyak nutrien sangat erat terkait secara kimiawi dan biologis. Hal ini
1. Siklus Nutrien
Arus energi utama yang membantu membentuk kondisi pada permukaan Bumi berasal
dari ruang angkasa' dan ketika pekerjaan energi di bumi tersebut sudah selesai, ia
kembali keruang angkasa. Oleh sebab itu, berkaitan dengan energi, Bumi merupakan
sebuah sistem yang terbuka. Tetapi, berkaitan dengan sumbangan kimia, Bumi
merupakan sebuah sistem tertutup. Yakni, jumlah karbon, hidrogen, oksigen, besi,
perjalanan waktu, tanah kimiawi dan distribusi fisik dari unsur-unsur ini bisa dan
memang berubah-ubah, tetapi pada dasarnya tidak ada yang memasuki dan tidak ada
yang meninggalkan sistem tersebut. Unsur-unsur di dalam sistem tertutup ini yang
2. Angina,
3. Arus lautan,dan
Agen perpindahan fisik kelima yang penting dalam beberapa keadaan adalah gerakan
daratan memberikan jalan penting dengannya nitrogen dan fosfor ditransfer dari laut
ke daratan. Ikan-ikan seperti salmon, yang sebagian besar mencair makan di laut
tetapi bermigrasi naik kesungai air tawar untuk bertelur dan mati, melakukan fungsi
yang sama, sebagaimana ikan yang ditangkap di lautan dikonsumsi oleh manusia yang
tinggal di daratan.
Di perairan unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen,
melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan
senyawa organik yang berupa partikulat. Senyawa fosfor membentuk kompleks ion besi dan
kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut, dan mengendap pada sedimen sehingga tidak
Fosfat dalam air laut berbentuk ion fosfat. Ion fosfat dibutuhkan pada proses fotosintesis dan
proses lainnya dalam tumbuhan (bentuk ATP dan Nukleotid koenzim). Penyerapan dari fosfat
dapat berlangsung terus walaupun dalam keadaan gelap. Ortofosfat (H3PO4) adalah bentuk
fosfat anorganik yang paling banyak terdapat dalam siklus fosfat. Distribusi bentuk yang
beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses biologi dan fisik. Dipermukaan air,
fosfat di angkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis. Konsentrasi fosfat di atas 0,3 µm
akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies fitoplankton. Untuk
konsentrasi dibawah 0,3 µm ada bagian sel yang cocok menghalangi dan sel fosfat kurang
diproduksi. Mungkin hal ini tidak akan terjadi di laut sejak NO3 selalu habis sebelum PO4
jatuh ke tingkat yang kritis. Pada musim panas, permukaan air mendekati 50% seperti
organik-P. Di laut dalam kebanyakan P berbentuk inorganik. Di musim dingin hampir semua
P adalah inorganik. Variasi di perairan pantai terjadi karena proses upwelling dan kelimpahan
fitoplankton. Pencampuran yang terjadi dipermukaan pada musim dingin dapat disebabkan
oleh bentuk linear di air dangkal. Setelah musim dingin dan musim panas kelimpahan fosfat
Banyak sumber fosfat yang di pakai oleh hewan, tumbuhan, bakteri, ataupun makhluk hidup
lain yang hidup di dalam laut. Misalnya saja fosfat yang berasal dari feses hewan (aves). Sisa
tulang, batuan, yang bersifat fosfatik, fosfat bebas yang berasal dari proses pelapukan dan
erosi, fosfat yang bebas di atmosfer, jaringan tumbuhan dan hewan yang sudah mati. Di
dalam siklus fosfor banyak terdapat interaksi antara tumbuhan dan hewan, senyawa organik
dan inorganik, dan antara kolom perairan, permukaan, dan substrat. Contohnya beberapa
Fosfat merupakan unsur yang penting dalam daur organik suatu perairan karena
tumbuhan. Jaringan yang terbentuk menjadi makanan bagi organisme herbivora di perairan.
Apabila tumbuhan tersebut mati akan menghasilkan zat organik, melalui proses dekomposisi,
Menurut Chaniago (1994) sumber utama fosfat terlarut dalam perairan adalah
hasil pelapukan, mineral yang mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran
tumbuh-tumbuhan.
Danau Rawa Pening merupakan danau alami yang multi fungsi yaitu sebagai
pembangkit listrik, irigasi, perikanan, air baku dan pariwisata. Aktivitas antropogenik
fitoplankton dan tumbuhan air terapung merupakan indikasi terjadinya eutrofikasi di danau
ini.
Kondisi perairan umum pada beberapa danau dan waduk mengalami penurunan atau
terdegradasi, seperti di Danau Rawa Pening. Degradasi ini disebabkan oleh eksploitasi dan
komersial atau rekreasi perikanan, tingkat eksploitasi untuk memenuhi kebutuhan protein
ikan atau jasa estetika, serta aspek sosial ekonomi (Cowx, 2002). Haryani (2013)
menyimpulkan setidaknya ada 6 permasalahan yang terjadi di perairan umum daratan, seperti
sedimentasi dan pencemaran, degradasi lebar sungai dan konversi badan air, ancaman
keanekaragaman hayati, ancaman perikanan darat seperti adanya aktivitas Karamba Jaring
Apung (KJA), pariwisata serta banjir dan kekeringan. Sedimentasi dan pencemaran
merupakan masalah yang sering terjadi di perairan danau, seperti di Danau Limboto,
Maninjau, Singkarak, Rawa Pening, Tempe, Kerinci dan Rawa Taliwang (Soeprobowati et
al., 2005; Krismono et al., 2009; Suryono et al., 2010; Chrismadha et al., 2011; Anonim,
2011). Permasalahan yang juga sering terjadi adalah pengkayaan unsur hara akibat dari
peningkatan jumlah KJA. Umumnya terjadi di waduk dan danau, seperti Waduk Saguling,
Cirata, Jatiluhur, Lahor, Cirata, Karangkates, Sengguruh, Danau Limboto, Maninjau, Toba
listrik, irigasi, perikanan, air mengalami sedimentasi tingkat ringan dan pengurangan luasan
perairan akibat tutupan tanaman air eceng gondok yang mencapai hingga 30% (Anonim,
2011). Berdasarkan konsentrasi nitrat dan fosfat, kecerahan perairan serta kelimpahan
fitoplankton dan komunitas bentik, menunjukkan adanya perubahan status trofik perairan ini,
dari eutrofik (Putra, 1987; Wibowo, 2004; Soeprobowati et al., 2005; Anonim, 2011)
mesotrofik hingga oligotrofik (Wibowo, 2004; Zulfia dan Umar, 2009; Jayanti, 2009). Status
trofik merupakan indikator tingkat kesuburan suatu perairan yang dapat diukur dari unsur
hara (nutrien) dan tingkat kecerahan serta aktivitas biologi lainnnya yang terjadi di suatu
badan air (Shaw et al., 2004; Leitão, 2012). Penggolongan status trofik meliputi hipertrofik,
eutrofik, mesotrofik, oligotrofik serta distrofik (Welcomme, 2001, Wetzel, 2001, Jorgensen,
1980). Namun secara garis besar dikenal 3 kategori yaitu eutrofik, mesotrofik dan oligotrofik.
Perairan dikatakan eutrofik jika memiliki nutrien tinggi dan mendukung tumbuhan dan
hewan air yang hidup di dalamnya. Perairan tipe oligotrofik pada umumnya jernih, dalam dan
tidak dijumpai melimpahnya tanaman air serta alga. Kondisi tersebut menggambarkan nutrien
yang rendah sehingga tidak mendukung populasi ikan yang relatif besar. Perairan tipe
mesotrofik berada di antara tipe eutrofik dan oligotrofik, dengan kondisi nutrien sedang.
Selain danau, siklus nutrien juga terjadi di waduk. Ekosistem akuatik memegang peranan
penting untuk menyedaiakan sumber air bagi kehidupan organisme atau makhluk hidup.
air yang terdiri dari parameter fisika, kimia dan biologi. Salah satu parameter biologi yang
berperan dalam menentukan mata rantai kehidupan organisme di dalam air yakni plankton.
Pada musim hujan konsentrasi nutrien akan lebih rendah dibandingkan dengan musim
kemarau sehingga densitas planktonnya juga rendah (Moyle, dalam Krismono & Yayuk
2007: 108). Kondisi ini disebabkan musim penghujan dengan kadar curah hujan yang tinggi
memiliki penetrasi cahaya, salinitas, suhu yang rendah, serta kekeruhan yang tinggi
dibanding musim kemarau. Kelimpahan plankton di musim hujan maupun di musim kemarau
berbeda, karena sifat fisik dan kimia dalam perairan mengalami perubahan akibat perbedaan
musim. Pada musim hujan konsentrasi nutrien akan lebih rendah bila dibandingkan dengan
musim kemarau sehingga densitas planktonnya juga rendah (Moyle, dalam Krismono &
Yayuk 2007: 111). Musim berkaitan erat dengan curah hujan yang turun sepanjang tahun.
Menurut BMG (dalam Aang, dkk., 2008: 3) musim penghujan dimulai jika intensitas curah
hujan lebih dari 150 mm per bulan. Musim kemarau didefinisikan sebagai periode dimana
jumlah curah hujan bulanan kurang dari 50 mm (BMG, dalam Bayong, dkk., 2009: 4).
Penelitian yang dilakukan Henry di danau Jurumirim (dalam Nogueira, 2000: 126)
dengan interaksi alga dan unsur hara. Pertumbuhan fitoplankton musim dingin terkait dengan
retensi air lebih lama (cuaca kering), maupun sirkulasi internal nutrisi karena tidak adanya
termoklin (Nogueira, 2000: 127). Diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Zeng et al (2006:
1001) pada tiga jenis danau yang berbeda. Jenis fitoplankton di musim hujan terdiri dari
Dengan demikian peranan nutrien dangat penting dalam suatu perairan. Karena
menjadi sumber nutrisi utama untuk plankton. Plankton sendiri keberadaannya di perairan
Fitoplankton sendiri menjadi makann utama organisme diperaian. Jika tidak ada fitoplankton,
maka organisme diperairanpun tiak ada karena fitoplankton berperan sebagai rantai utama
Hal yang sama pada sungai cantingi, salah satu fauna yang terdapat dipulau ini
serta kualitas perairan. Makrozoobenthos berperan penting dalam siklus nutrien di dasar
perairan karena berfungsi sebagai salah satu mata rantai penghubung aliran energi dan siklus
dari algae planktonik sampai konsumen tingkat tinggi (Montgna dkk., 1989 dalam suartini,
2006).
Fosfor merupakan elemen yang terdapat dalam protein, dan dalam ekosistem air
Fosfor terdapat dalam bentuk organik terlarut (soluble organic), organik tidak terlarut
(insoluble organic) biasanya terdapat pada biota danau, dan anorganik yang tidak terlarut.
Limbah Fosfor 10 % berasal dari proses alamiah di lingkungan air itu sendiri, 7 % dari
industri, 11 % dari detergen, 17 % dari pupuk pertanian, 23 % dari limbah manusia, dan yang
Tahun 2010).
Zat-zat organik terutama protein mengandung gugus Fosfor yang terdapat dalam sel
makhluk hidup dan berperan penting dalam penyediaan energi. Dalam suatu ekosistem,
Fosfor akan membentuk suatu rangkaian interaksi yang kompleks seperti terlihat pada
Gambar 1. Dalam perairan Danau, keberadaan Fosfor dalam badan air ditentukan oleh 3(tiga)
faktor yaitu : (1) faktor eksternal yaitu yang berasal dari luar dimana masuknya Fosfor
melalui aliran air (water inflow), (2) faktor internal yaitu yang berasal dari sedimen, (3)
faktor siklus nutrien yaitu Fosfor dilepas oleh biota danau (Sigee, 2004).
Walaupun dibutuhkan oleh organisme danau, keberadaan jumlah Fosfor dalam danau
sangat dibatasi, dimana jumlah Fosfor harus sangat kecil jika dibandingkan dengan
perbandingan antara Partikulat Karbon (PC), Partikulat Fosfor (PP) dan Partikulat
Nitrogen (PN), dimana pembatasan jumlah konsentrasi Fosfor dalam badan air
diindikasikan oleh rasio PC/PN > 106 dan PN/PP > 16.
Keberadaan Fosfor merupakan salah satu elemen kunci dalam penetapan status kualitas
air danau, karena keberadaan unsur ini pada air danau sangat sedikit,sehingga penambahan
atau masuknya Fosfor ke perairan danau sedikit saja akan dengan cepat mencetuskan
terjadinya penetrasi cahaya, menurunkan tingkat DO,juga akan menyebabkan penurunan nilai
estetika perairan, bahkan penyuburan tanaman perairan (algal bloom ) (Mylaparavu, 2008).
Bahkan efek yang lebih serius adalah jika alga yang mati turun ke dasar danau akan
mengakibatkan peningkatan jumlah bakteri di dalam air untuk kebutuhan penguraian alga
yang mati dan bakteri pengurai tersebut akan membutuhkan oksigen yang banyak untuk
kebutuhan respirasi dan akibatnya akan menurunkan kadar oksigen dalam air (Ministry of
Faktor dominan dalam pengendalian kualitas air danau untuk mencegah terjadinya
danau (Antasch, 2009). Dibanding dengan Nitrogen, umumnya konsentrasi Fosfor meningkat
lebih besar dari konsentrasi Nitrogen selama terjadinya eutrofikasi (Bachman dan J.R. Jones,
1974; Guk An, K dan Park, S.S. 2002). Bahkan hasil penelitian menyatakan bahwa peledakan
meningkatkan nilai pH, tingkat fiksasi Carbon (Carbon fixation) seperti ditunjukkan pada