Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH TENTANG BLOOMING

ALGAE
Add Comment
makalah, sekolah, serbaserbi

BAB I
PENDAHULUAN

Fitoplankton adalah organisme satu sel mikroskopik yang hidup di perairan tawar m

aupun laut perannya sangat penting sebagai produsen utama pada rantai makanan. Fitoplankton
memiliki klorofil yang berperan dalam fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dan
oksigen dalam air yang digunakan sebagai dasar mata rantai pada siklus makanan di laut. Namun
fitoplankton tertentu mempunyai peran menurunkan kualitas perairan laut apabila jumlahnya
berlebih (blooming). (Aunurohim et al, 2006).
Kebanyakan fitoplankton tidak berbahaya selama pertumbuhannya normal dan tidak
mengganggu ekosistem di sekitarnya karena pada dasarnya fitoplankton adalah produsen energi
(produsen primer) pada suatu rantai makanan dalam ekosistem. Tetapi bila pada perairan tertentu
terjadi pertumbuhan alga yang sangat berlimpah yang dikenal dengan nama ledakan alga atau
Blooming Algae dan dikenal juga dengan istilah HABs (Harmful Alga Blooms) karena
berlimpahnya nutrient pada badan air, maka akan berdampak besar terhadap lingkungan perairan
tersebut. Tingginya populasi fitoplankton beracun di dalam suatu perairan dapat menyebabkan
berbagai akibat negatif bagi ekosistem perairan, seperti berkurangnya oksigen di dalam air yang
dapat menyebabkan kematian berbagai makhluk air lainnya. (Aunurohim et al, 2006).
Hasil-hasil penelitian menyebutkan bahwa peledakan alga selain disebabkan karena
buangan domestik yang dibawa aliran air sungai yang masuk ke perairan laut yang
mengakibatkan tingginya konsentrasi nutrien di suatu badan air (seperti Nitrogen, Fosfor dan
Silikat), maka unsur hara yang cukup banyak bisa terkumpul di suatu kawasan laut yang relatif
tenang semisal teluk, akibat pergerakan arus yang memusat dan menuju ke tempat tertentu
(Mardiansyah).
Faktor yang dapat memicu ledakan populasi fitoplankton berbahaya antara lain karena
adanya eutrofikasi adanya upwelling yang mengangkat massa air kaya unsur-unsur hara, adanya
hujan lebat dan masuknya air ke laut dalam jumlah yang besar. Pada tahun 2004 muncul
kematian massal ikan di Teluk Jakarta, banyak pernyataan yang menyalahkan industri ataupun
karena tumpahan minyak, tetapi tidak ada bukti nyata mengenai hal ini. Selain itu, penelitian di
Pulau Pari (bagian gugusan Kepulauan Seribu) pada tahun 2001 juga menunjukkan terjadinya
penurunan kualitas ekologik perairan sebagai dampak kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat
disana, sehingga menyebabkan kematian massal biota dasar perairan seperti karang, larva udang,
dan teripang. Selain itu ada beberapa kejadian fatal yang disebabkan oleh fitoplankton beracun
tercatat di perairan Lewotobi dan Lewouran (Nusa Tenggara Timur), Pulau Sebatik (Kalimantan
Timur), perairan Makassar dan Teluk Ambon. Di beberapa negara maju, ledakan fitoplankton
juga mendapat prioritas penanganan mengingat dampak kerugiannya yang tinggi. Beberapa
penyakit akut yang disebabkan oleh racun dari kelompok fitoplankton berbahaya, racun-racun
tersebut sangat berbahaya karena di antaranya menyerang sistem saraf manusia, pernapasan, dan
pencernaan. (Aunurohim et al, 2006). Hal ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui fitoplankton jenis HABs,
BAB II
Pembahasan

2.1. Definisi Alga Bloom


Alga merupakan salah satu mikroorganisme akuatik yang dapat berperan sebagai
penyebab pencemaran pada air permukaan, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan alga pada air permukaan dan memberikan uraian mekanisme proses pencemaran
air permukaan oleh alga. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan alga adalah nutrien,
salinitas, intensitas cahaya, temperatur dan pH serta aerasi. Konsentrasi nutrien yang terkandung
dalam air permukaan tropis yang menyebabkan pertumbuhan alga yang sangat pesat (algal
bloom) adalah 200 1000 gL-1 untuk fosfat dan 30 40 mgL-1 untuk nitrat (Zulfiyah, 2009)
Keberadaan alga dalam jumlah besar di perairan dalam banyak hal merupakan petunjuk
kesuburan perairan dan petunjuk adanya herbivora dalam jumlah besar pula, dan pada gilirannya
banyak terdapat ikan. Walaupun demikian keberadaan alga dalam jumlah besar tidak selalu
berarti banyak ditemukan ikan. Hal ini bisa terjadi jika banyaknya alga disini merupakan
penggangu (Benidictus and Oseanografi , 1993)
Dilaut kadang kadang terjadi suatu pemandangan yang berupa hamparan luas berwarna
kuning coklat atau merah. Warna tersebut adalah fitoplankton dalam jumlah besar sehingga
menyerupai bubur serbuk gergaji. Warna merah berasal dari pigmen merah yang keluar pada saat
dekomposisi alga. Perubahan warna air laut itu terjadi hanya dalam periode tertentu. Di perairan
tawar juga bisa terjadi hal tersebut teteapi data dari perairan tawar di Indonesia sangat sedikit dan
bahkan hampir tidak ada. Data dari perairan tawar di Eropa menyebutkan bahwa burung-burung
dan beberapa jenis binatang menyusui mati akibat minum air danau yang mengandung
Mycrocystis dan Anabaena yang beracun, juga Prymnesium parvum di perairan payau yang
terah menyebabkan banyak ikan mati (Olson 1951; Shion et al dalam POGG 1962).

2.2. Faktor yang memicu terjadinya Blooming algae


2.2.1 Blooming algae
Blooming Algae merupakan Ledakan populasi alga yang berkaitan erat dengan
kandungan nutrien yang cukup di perairan. Di danau-danau Wisconsin dikatakan bahwa bloom
fitoplankton terjadi jika kandungan posfor dalam fosfat melebihi 0,01 mg/liter, dan kandungan
nitrogen dalam nitrat melebihi 0,3 mg/liter (Boney 1979). Ledakan alga bloom dapat terjadi pada
perairan yang eutrop yaitu perairan yang umurnya relatif tua, airnya lebih keruh, kandungan
hara (N,P) tinggi banyak plankton dan hewan air di dasar danau atau perairan oligotroph yaitu
perairan yang umurnya relatif muda, memiliki kandungan hara sedikit dan kurang produktif air
dalam dan jernih.
Teluk jakarta bagian barat menentukan blooming Noctiluc, mengakibatkan
menurunnya jumlah zooplankton copepod yang merupakan komponen utama zooplankton di
laut. Copepod adalah makanan utama ikan laying (Decapterus sp.), ikan teri. Dengan
menurunnya jumlah copepod sebagai makanan akan berpengaruh pda rantai makanan. Di Teluk
Jakarta juga pernah terjadi kematian ikan-ikan yang disebabkan oleh kandungan amoniak yang
tinggi yang diduga dihasilkan oleh Nocticula. Kandungan Nocticula yang tinggi ini tercermin
dari warna air laut Teluk Jakarta diduga oleh masuknya limbah perkotaan dan industri yang
banyak mengandung bahan organik dan anorganik. Kondisi perairan yang demikian terjadi pada
perairan Pantai Utara Jawa. Kandungan Nocticula yang tinggi menyebabkan air berwarna hijau,
berlendir, bau anyir, serta dijauhi ikan. (Benidictus and Oseanografi , 1993).

2.1 .2Upwelling
Upwelling sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi ledakan alga, dapat didenfinisikan
sebagai peristiwa menaiknya massa air laut dari lapisan bawah ke permukaan (dari kedalaman
150 250 meter) karena proses fisik perairan. Proses upwelling terjadi karena kekosongan massa
air pada lapisan permukaan, akibat terbawa ke tempat lain oleh arus. Upwelling dapat terjadi di
daerah pantai dan di laut lepas. Di daerah pantai, upweling dapat terjadi jika massa air lapisan
permukaan mengalir meninggalkan pantai. Untuk laut lepas, proses upwelling dapat terjadi
karena adanya pola arus permukaan yang menyebar (divergence), sehingga massa air dari lapisan
bawah permukaan akan mengalir ke atas mengisi kekosongan yang terjadi karena menyebarnya
arus. Adanya proses ini ditandai dengan turunya suhu permukaan laut yang cukup mencolok
(sekitar 2C untuk daerah tropis, dan > 2C untuk daerah sub tropis). Upwelling dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu:
Jenis tetap (stationary type), yang terjadi sepanjang tahun meskipun intensitasnya dapat
berubah ubah. Di sini akan berlangsung gerakan naiknya massa air dari lapisan bawah
secara mantap dan setelah mencapai permukaan, massa air bergerak secara horizontal ke
luar, seperti yang terjadi di lepas pantai Peru.
Jenis berkala (periodic type) yang terjadi hanya selama satu musim saja. Selama air naik,
massa air lapisan permukaan meninggalkan lokasi air naik, dan massa air yang lebih berat
dari lapisan bawah bergerak ke atas mencapai permukaan.
Jenis silih berganti (alternating type) yang terjadi secara bergantian dengan
penenggelaman massa air (sinking). Dalam satu musim, air ringan di lapisan permukaan
bergerak ke luar dari lokasi terjadinya air naik dan air lebih berat di lapisan bawah
bergerak ke atas yang kemudian tenggelam (Makmur).

2.2.3 Klorojil-a.
Kandungan klorofil-a juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesuburan dan kondisi
blooming algae. Kandungan klorofil-a dapat memberikan informasi yang standar tentang tingkat
kesuburan perairan dikarenakan klorofil-a merupakan ukuran biomassa fitoplankton. Penilaian
tingkat kesuburan perairan melalui jumlah individu jenis fitoplankton mungkin memberikan hasil
yang berbeda untuk setiap jenis individu fitoplankton karena adanya perbedaan ukuran volume
dari masing-masing jenis fitoplankton (Sulastri, 2004)

2.3. Upaya Pengendalian Blooming Alga


Upaya pengendalian blooming alga memungkinkan untuk dilakukan dengan
memanipulasi variabel-variabel yang mengontrol suksesnya pertumbuhan alga atau fitoplankton
tersebut di perairan. Kondisi lingkungan mengelompokkan masing-masing jenis alga sesuai
untuk pertumbuhannya. Keseimbangan nutrien, faktor fisik seperti stabilitas dan pengadukan
kolom air yang merupakan variable-variabel mengontrol suksesnya pertumbuhan alga di
perairan. Dari hasil pengamatan empiris yang dilaporkan Harris (1986) diketahui bahwa
kehadiran blooming alga merupakan fungsi dari stabilitas kolom air dan keseimbangan nutrien.
Misalnya pada perairan yang stabilitas kolom airnya (M) < 2 dengan rasio TN:TP < 30 maka
komposisi fitoplakton dihuni oleh jenis-jenis alga biru hijau pemfiksasi nitrogen yaitu
Aphanizornenon dan Anabaena. Oleh karena itu melalui penurunan pasokan fosfor akan
merubah komposisi jenis alga dan menurunkan total biomasa alga.
Perubahan komposisi fitoplankton juga dapat dilakukan melalui manipulasi faktor fisik
seperti rasio kedalaman eufotik dan kedalaman teraduk. Adanya siklus musiman menyebabkan
terjadinya fluktuasi rasio, dan berakibat munculnya suksesi musiman jenis-jenis fitoplankton.
Diberikan contoh yakni pada kondisi rasio, tinggi akan tumbuh jenis-jenis kelompok spesies
yaitu jenis- jenis yang memiliki ukuran kecil ditemukan pada kondisi lingkungan yang tidak
stabil, sedikit energi diperlukan untuk reproduksi, siklus hidupnya relatif pendek misalnya
kelompok flagellata. Selanjutnya ketika terjadi pengadukan secara vertikal komposisi
fitoplankton berubah menjadi kelompok W spesies atau disebut kelompok winter diatom untuk
daerah temperate, yakni jenis-jenis diatom yang muncul dominan pada saat terjadi pengadukan
kolom air yang kuat seperti pada musim gugur (autum) dan musim dingin (winter) misanya
Fragilaria, Meosira, Diatoma. Kemudian pada musim panas terjadi stratifikasi kolom air dan
tidak terjadi pengadukan pada kolom air maka kelompok K spesies akan melimpah yakni jenis-
jenis yang memiliki ukuran besar, hidup kondisi lingkungan yang lebih stabil, memiliki siklus
hidup yang lebih panjang, cenderung memiliki sifat kompetitor yang lebih baik, dapat migrasi
secara vertikal yang dapat mengatur dirinya untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-
perubahan kondisi lingkungan misalnya jenis-jenis alga biru hijau atau Microcystis dan
dinoflagelata atau Ceratium (Harris, 1986).
Melalui pemahaman ini maka metode pengendalian blooming alga seperti Microcystis
atau C hirudinella dapat dikendalikan melalui manipulasi rasio kedalaman eufotik dan
kedalaman teraduk yang dapat dilakukan dengan melakukan pengadukan kolom air secara
buatan (artificial mixing) untuk merubah dominansi komposisi jenis dan menurunkan biomasa
fitoplankton. Dilaporkan bahwa perubahan selama 10 sampai 20 hari melalui pengadukan yang
kuat menghasilkan perubahan keragaman fitoplankton dari jenis-jenis W, r dan K species yang
dapat hidup secara bersama dan biomasa fitoplankton menurun (Harris, 1986). Selain itu hal
yang paling sederhana dilakukan agar tidak terjadi blooming alga adalah tidak membuang
sampah ke dalam sungai ataupun perairan yang menyebabkan tumbuhnya fitoplankton-
fitoplankton penyebab HABs.
DAFTAR PUSTAKA
Oseanologi dan Limnologi Indonesia 2004 No. 36 : 51 -67 Blooming Alga Dinoflagelata
Ceralium Ltirudinrlla 1)1 Waduk Kakangkates, Malang, Jawa Timur.
Kabinawa, Nyoman K., Made Sri Prana, Endang S., usep S. 1993. Seminar Nasional
Bioteknologi Mikroalga.Bogor. Februari 1993.
Zulfiyah, E. 2009. Pencemaran Air Permukaan oleh Alga. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan ITS Surabaya.
Benedictus, A dan Puslitbang Oseanografi, 1993. Rantai Makanan Alga Pengganggu dilaut.
Seminar Nasional Bioteknologi Mikroalga. LIPI.

Anda mungkin juga menyukai