Anda di halaman 1dari 11

769 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

ANALISA KARAKTERISTIK SEDIMEN SUNGAI PANGKAJENE KEPULAUAN DAN TANAH


TAMBAK DI SEKITARNYA (STUDI KASUS KEMATIAN IKAN MASSAL DI
SUNGAI PANGKAJENE KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN)
Mudian Paena, Andi Indra Jaya Asaad, dan Rezki Antoni Suhaimi
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan
E-mail: mudianpaena@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pencemaran di sungai umumnya berasal dari limbah domestik seperti rumah tangga, maupun limbah non-
dometisk seperti limbah dari pabrik, pertanian, tambak, dan industri lainnya. Dampak negatif dari berbagai
kegiatan manusia tersebut adalah terganggunya kestabilan kualitas air dan sedimen baik pada tanah tambak,
sungai, dan laut. Sungai sangat berperan terhadap proses transportasi sedimen dari darat ke laut selain
outlet tambak atau industri lain yang langsung bermuara ke laut. Kematian biota sungai secara massal telah
terjadi di Sungai Pangkajene pada hari Sabtu tanggal 8 November 2014. Jenis biota yang mati adalah ikan,
udang, kepiting, dan jenis lainnya. Berbagai hipotesa berkembang tentang penyebab kematian tersebut
antara lain adalah penurunan kualitas sedimen sungai. Berdasarkan hal tersebut maka telah dilakukan
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik sedimen, konsentrasi organoklorin dan
organofosfat sebagai salah satu bahan aktif pestisida yang terkandung dalam sedimen sungai Pangkajene
Kepulauan. Penelitian dilakukan pada tanggal 11 November 2014 di Sungai Pangkajene tiga hari setelah
kematian massal ikan. Penelitian dilakukan dengan mengambil sedimen sungai dan tambak sekitar sungai.
Pengukuran dan analisa sedimen dan tanah meliputi pH, potensial redoks, total-P, bahan organik, karbon
organik, bahan aktif pestisida (organofosfat dan organoklorin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua
parameter kualitas tanah dan air di dua lokasi yang berbeda yaitu tambak dan sungai masih dalam kondisi
alami. Sedangkan potensial redoks sedimen sungai telah menunjukkan adanya akumulasi bahan organik
yang telah lama terjadi, dan kandungan fosfat sedimen sungai telah berada di atas ambang lingkungan.
Dengan demikian maka keamatian ikan terjadi karena adanya turbulensi sesaat yang menyebabkan
pengadukan sungai sampai ke dasarnya, potensial redoks dasar sungai yang rendah diurai oleh bakteri
menggunakan oksigen yang banyak sehingga oksigen terlarut dalam sungai untuk biota sungai menjadi
tidak tersedia akibatnya biota sungai tersebut mengalami kematian massal.

KATA KUNCI: karakteristik sedimen, tanah tambak, Sungai Pangkajene, Sulawesi Selatan

PENDAHULUAN
Wilayah pesisir merupakan daerah transisi antara ekosistem darat dan laut yang memiliki
karakteristik tersendiri dan sifatnya peka terhadap perubahan kondisi lingkungan sekitarnya. Adanya
usaha pembukaan tambak dan penggunaan lainnya menyebabkan pesisir selalu dalam keadaan
tertekan dari karakteristik alaminya. Laju perubahan fungsi lahan akan menyebabkan perubahan
fisik dan kimia lahan yang bermuara pada perubahan struktur ekosistem yang memengaruhi
produktivitas lahan yang ada di atasnya termasuk tambak. Kondisi demikian terus dialami oleh
semua wilayah pesisir yang padat pemanfaatan termasuk pesisir Kabupaten Pangkajene Kepulauan
(Pangkep).
Perkembangan awal pertambakan di Kabupaten Pangkep dikenal dari Labakkang tetapi kapan
dimulainya sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan. Namun demikian dapat dipastikan
bahwa usaha tambak yang ada di Kabupaten Pangkep telah ada sejak zaman penjajahan Belanda,
dengan demikian umur tambak yang ada di Kabupaten Pangkep umumnya bekisar antara usia 30-
100 tahun, dan tambak-tambak tersebut masih dimanfaatkan sampai saat ini, dan hanya sedikit dari
jumlah yang ada beralih fungsi menjadi permukiman atau pembangunan fasilitas pantai lainnya.
Pemakaian obat-obatan dan pupuk juga telah lama dikenal pembudidaya tambak di Kabupaten
Pangkep dan mengalami peningkatan pesat pada tahun 1990-an di mana saat itu harga udang melonjak
Analisa karakteristik sedimen Sungai Pangkajene ..... (Mudian Paena) 770

drastis. Penggunaan obat-obatan dan pupuk tidak semua dapat terserap baik oleh udang maupun
bandeng melainkan sebagian juga tersuspensi ke dalam air dan terendapkan dalam tanah tambak,
serta sedimen pantai dan sungai. Akumulasi yang terus terjadi sejak puluhan bahkan ratusan tahun
yang lalu telah merubah karakteristik aslinya dan menjadi potensi degradasi lingkungan terutama
kualitas tanah dan air yang berada dalam tambak, sungai, dan laut. Akibatnya adalah produksi tambak
menjadi tidak konsisten dan mengarah pada penurunan produksi. Banyak hal yang dapat menjadi
pemicu penurunan produksi antara lain adalah pengolahan lahan yang tidak optimal, manajemen
kualitas air yang buruk, pemeliharaan yang tidak optimal, serta gangguan akibat kerusakan
lingkungan.
Sampai saat ini upaya peningkatan produksi telah dilakukan pemerintah melalui berbagai pro-
gram dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan sehingga pemahaman pembudidaya semakin
sempurna tentang berbudidaya tambak yang baik dan benar. Sehinga ketika terjadi penurunan produksi
dan masalah lain selama proses budidaya dapat dicurigai adanya ketidakonsistennya pembudidaya
terhadap cara budidaya ikan yang baik dan benar (CBIB), dan telah terjadi degradasi lingkungan
menjadi dua faktor penyebabnya utamanya.Industri tambak dan industri lainnya, serta kegiatan
rumah tangga dalam aktivitasnya selalu memberikan dampak bagi lingkungan sekitarnya antara lain
adalah sungai yang menjadi saluran utama pembuangan limbah ke laut baik organik maupun
anorganik. Yudo (2010) mengatakan bahwa sungai sebagai salah satu komponen lingkungan yang
memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia termasuk untuk menunjang pembangunan
perekonomian. Akan tetapi sebagai akibat peningkatan kegiatan pembangunan di berbagai bidang
maka baik secara langsung atau tidak langsung akan mempunyai dampak terhadap kerusakan
lingkungan termasuk di dalamnya pencemaran sungai. Widianti (2004) menjelaskan bahwa
pencemaran di sungai umumnya berasal dari limbah domestik seperti rumah tangga, maupun limbah
non dometisk-seperti limbah dari pabrik, pertanian, dan industri. Sedangkan menurut Hendrawan
(2005), bahwa pencemaran sungai dan situ dapat berasal dari (1) tingginya kandungan sedimen
yang berasal dari erosi, kegiatan pertanian, penambangan, konstruksi, pembukaan lahan, dan aktivitas
lainnya; (2) limbah organik dari manusia, hewan dan tanaman; (3) kecepatan pertambahan senyawa
kimia yang berasal dari aktivitas industri yang membuang limbahnya ke perairan. Ketiga hal tersebut
merupakan dampak dari meningkatnya populasi manusia, kemiskinan, dan industrialisasi. Penurunan
kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung, dan daya tampung
dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam.
Dampak negatif dari berbagai kegiatan manusia tersebut adalah terganggunya kestabilan kualitas
air dan sedimen baik pada tanah tambak, sedimen sungai dan laut. Tercemarnya perairan sungai
sebagai akibat buangan limbah organik dan anorganik merupakan penyebab penurunan kualitas
sedimen yang secara langsung dapat menurunkan kualitas air sebagai bahan baku untuk pengairan
tambak dan kebutuhan industri lainnya terutama ketika sedimen mengalami pengadukan yang
disebabkan oleh turbulensi, sehingga dalam jangka panjang dapat terjadi kegagalan panen, dan
mewabahnya penyakit dalam budidaya udang di tambak.
Sedimen didefinisikan sebagai material-material yang berasal dari perombakan batuan yang lebih
tua atau material yang berasal dari proses weathering batuan dan ditranportasikan oleh air, udara,
dan es, atau material yang diendapkan oleh proses-proses yang terjadi secara alami seperti precipitasi
secara kimia atau sekresi oleh organisme, kemudian membentuk suatu lapisan pada permukaan
bumi. Proses sedimentasi adalah pengendapan butiran sedimen dari kolam air ke dasar perairan. Di
perairan proses ini meliputi pelepasan (detachment) dalam bentuk tersuspensi (suspension), melompat
(saltasion), berputar (rolling), dan menggelinding (sliding). Selanjutnya butiran-butiran tersebut akan
mengendap bila aliran air tidak dapat mempertahankan gerakannya (Rifardi, 2008). Sedimen
merupakan padatan yang langsung mengendap bila perairan tidak diganggu dalam waktu tertentu
karena partikel-partikel penyusunnya berukuran relatif besar, biasanya berupa pasir dan lumpur.
Sedimen adalah regolith yang telah mengalami perpindahan spatial (Wetzel, 2001).
Ukuran rartikel sedimen umumnya berkisar dari pasir, pasir berlumpur, berpasir-lumpur, untuk
tanah liat, meskipun demikian kerang, dan detritus lainnya mungkin juga memberikan proporsi
yang signifikan. Beberapa spesies menunjukkan preferensi untuk ukuran partikel sedimen tertentu
771 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

sementara ada juga spesies yang senang dan dapat bertahan secara independen pada ukuran partikel
tertentu tersebut. Ukuran partikel juga akan memengaruhi struktur komunitas bentik. Sedimen
merupakan tempat yang paling banyak terkontaminasi. Sebuah kontaminan pada konsentrasi massal
diberikan dalam sedimen berpasir umumnya akan lebih beracun daripada konsentrasi yang sama
dalam sedimen berlumpur, karena partisi pori air akan lebih besar (Simpson et al., 2005). Sungai
sangat berperan terhadap proses transportasi sedimen dari darat ke laut selain outlet tambak atau
industri lain yang langsung bermuara ke laut. Kecepatan sedimentasi di sungai dan laut dipengaruhi
oleh konsentrasi material (organik dan anorganik) yang mengalir dari darat, ukuran material, kecepatan
arus sungai dan laut pada saat terjadi pasang surut, tipe aliran sungai, dan marfologi pantai.
Kematian biota sungai secara massal telah terjadi di Sungai Pangkajene pada hari Sabtu tanggal
8 November 2014. Jenis biota yang mati adalah ikan, udang, kepiting, dan jenis lainnya. Berbagai
hipotesa berkembang tentang penyebab kematian tersebut antara lain adalah penurunan kualitas
sedimen sungai. Berdasarkan hal tersebut maka telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui karakteristik sedimen, konsentrasi organoklorin, dan organofosfat sebagai salah satu
bahan aktif pestisida yang terkandung dalam sedimen Sungai Pangkajene Kepulauan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada tanggal 11 November 2014 di Sungai Pangkajene tiga hari setelah
kematian massal ikan. Penelitian dilakukan dengan mengambil sedimen di sungai dan tambak sekitar
sungai. Pengukuran sedimen meliputi pH, potensial redoks, total-N, total-P, karbon organic, dan
bahan organik yang diukur dari 15 stasiun pengamatan. Pengambilan contoh sedimen pada kedalaman
5-20 cm (Simpson et al., 2005). Dari sampel yang sama juga dianalisa kandungan organoklorin dan
organophosfat (Tabel 1). Posisi stasiun pengambilan sampel air ditetapkan dengan menggunakan
metode purposive sampling (Sugiyono, 2012) yaitu teknik pengambilan sampel/sumber data dengan
pertimbangan tertentu di antaranya lokasi pertama kali ditemukan kematian ikan, jarak yang
memungkinkan masih terpengaruh dengan lokasi kamatian dan kemungkinan terjadi akumulasi
sedimen. Sedimen dikoleksi menggunakan sediment grab. uji karakteristik sedimen dan tanah
dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian dan Pengemabngan Budidaya Air Payau (BPPBAP),
Maros.Uji pestisida (organoklorin dan organofosfat) dilakukan di Laboratorium Pengujian Pestisida
UPTD Balai Penelitian Tanaman Pangan dan Holikultura, Maros. Data hasil analisa laboratorium
selanjutnya dianalisa secara deskriptif untuk memperoleh gambaran sedimen tambak dan sungai,
dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian lainnya.
HASIL DAN BAHASAN

pH dan Potensial Redoks


pH sedimen adalah variabel utama mengendalikan spesiasi dan bioavailabilitas logam. Nilai-nilai
pedoman kualitas air untuk amonia, sianida, dan sulfida (semua yang mengionisasi sebagai fungsi

Tabel 1. Variabel kualitas sedimen dan metode analisa

Variabel kualitas sedimen Metode Referensi


Total fosfor (TP) Bray 1 Balittanah (2005 )
Total nitrogen (TN) Kjeldhal Balittanah (2005)
Total organic matter (TOM) dan Walkley and Black’s Menon (1972)
karbon organik
pH In-situ, pH meter, dan pH probe
HANNA instruments HI 8424
Potensial redoks In-situ, mV meter, dan Eh probe
HANNA instruments HI 8424
Organoklorin dan organofosfat Chromatografi Gas
Analisa karakteristik sedimen Sungai Pangkajene ..... (Mudian Paena) 772

Gambar 1. Sebaran titik pengambilan ampel sedimen

pH) bergantung (ANZECC/ARMCANZ, 2000a dalam Simpson et al., 2005) pH. Hasil pengukuran sedimen
sungai menunjukkan nilai pH antara 6,98-7,42 dengan rerata 7,23. Sedangkan pH tanah tambak
antara 7,23-7,53 dengan rerata 7,37 (Gambar 2). Dengan nilai sebaran pH tersebut dapat dikatakan
bahwa sedimen sungai dan tambak masih berada dalam kondisi di mana proses dekomposisi masih
berjalan dengan baik. Muslow et al. (2006) menjelaskan bahwa proses dekomposisi bahan organik
alami terjadi pada pH sedimen 6,8 hingga 7,0.

7.40
7.37

7.35

7.30

7.25 7.23

7.20

7.15
Sungai Tambak

pH

Gambar 2. Rerata pH sedimen sungai dan tambak


773 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

Potensial redoks sedimen sungai berkisar antara -251-(-127) mV dengan rerata -162,79 mV.
Sedangkan potensial redoks tanah tambak berkisara antara -175-(-50) mV dengan rerata -100,67 mV
(Gambar 3). Stumm & Sulzberger (1992) dalam Simpson et al. (2005) mengatakan bahwa potensial
redoks (Eh) sedimen merupakan faktor penting mengendalikan partisi logam dalam sedimen, terutama
oksidasi besi dan mangan dan oksidasi kimia logam-sulfida dari Ag, Cd, Cu, Fe, Hg, Ni, Pb, dan Zn.
Nilai Eh <-150 mV adalah indikasi dari kondisi reduksi, sementara nilai-nilai Eh dari -50 sampai 100
mV menunjukkan kondisi oksidasi. Namun oksidasi dan reduksi mungkin tumpang tindih pada batas-
batas yang sulit untuk didefinisikan, bergantung pada pH. Secara deskriptif potensial redoks sedimen
sungai lebih rendah dari tanah tambak, hal ini disebabkan karena akumulasi sedimen pada sungai
dipengaruhi oleh material yang dialirkan ke sungai berasal dari berbagai sumber, selain dari tambak.
Di sisi lain proses persiapan dan pembilasan tambak berpotensi untuk menaikan nilai potensial
redoks pada sedimen sungai karena buangan pembilasan dialirkan dan diendapkan dalam sungai.

0.00
Sungai Tambak

-50.00

-100.00
-100.67

-150.00

-162.79

-200.00
Potensial redoks (mV)

Gambar 3. Rerata potensial redoks sedimen sungai dan tambak

Tingginya penumpukan bahan organik memengaruhi variabel kualitas sedimen lainnya. Sebagai
contoh, potensial redoks sedimen dapat menunjukkan dampak input nutrien yang berasal dari
budidaya perikanan di mana nilai potensial redox sedimen cenderung kecil ketika menerima input
nutrien yang tinggi (Hansen et al., 2001). Potensial redoks dengan nilai positif menunjukkan kondisi
oksidasi sedangkan nilai negatif menunjukkan kondisi reduksi (Wu et al., 1994; Karakassis et al.,
2002). Sehubungan dengan akumulasi bahan organik, Pearson & Stanley (1979) menetapkan nilai
potensial redox sebesar -150 mV sebagai indikator periode terjadinya akumulasi bahan organik dalam
sedimen telah terjadi pada kurun waktu yang lama.
Bahan Organik
Peranan bahan organik di dalam ekologi laut menurut Anonim (2010) adalah sebagai berikut: (1),
sumber energi (makanan); (2) sumber bahan keperluan bakteri, tumbuhan maupun hewan; (3) sumber
vitamin; (4) memiliki peranan penting dalam mengatur kehidupan fitoplankton di laut; (5) mengontrol
proses-proses geokimia, memberi pengaruh transpor dan degradasi polutan, serta berperan dalam
reaksi-reaksi disolusi, prespitasi mineral. Madjid (2008) dalam Hutasoit et al. (2014) mengatakan
bahwa bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang
atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-
senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik danototrofik yang
terlibat dan berada di dalamnya.
Analisa karakteristik sedimen Sungai Pangkajene ..... (Mudian Paena) 774

Hasil analisa menunjukkan bahwa kandungan bahan organik sedimen sungai berkisar antara
1,78% (Stasiun 8) -10,06% (Stasiun 11) dengan rerata 4,08%. Sedangkan kandungan bahan organik
tanah tambak berkisar antara 4,33%-5,48% dengan rerata 4,91% (Gambar 4). Berdasarkan nilai tersebut,
secara deskriptif dapat dikatakan bahwa kandungan bahan organik tanah tambak lebih tinggi daripada
sedimen sungai. Hal ini disebabkan karena perairan sungai sangat dinamis sehingga bahan organik
yang terendapkan lebih sedikit, sebaliknya pada air yang ada dalam tambak. Bahan organik tersebut
berasal dari aktivitas organisme dan pembusukan dari berbagai sumber di darat dan sekitar sungai
yang bermuara di badan sungai. Sedangkan bahan organik dari tambak berasal dari aktivitas organisme
yang berasal dari tambak. Total bahan organik sedimen yang optimum bagi hewan moluska bentik
sebesar 6,12%-10,14% (Riena et al., 2012). Dengan demikian bahan organik sedimen sungai dan
tanah tambak masih berada di bawah nilai optimum. Riley & Chester (1971) dalam Anonim (2010)
mengatakan bahwa Semua bahan organik ini dihasilkan oleh organisme hidup melalui proses
metabolisme dan hasil pembusukan. Selanjutnya pertumbuhan didukung oleh banyaknya humic acid
yang secara ekologi penting dalam perairan pantai. Jumlah bahan organik terlarut dalam air laut
biasanya melebihi rata-rata bahan organik tidak terlarut. Hanya berkisar 1/5 bahan organik tidak
terlarut terdiri atas sel hidup.

4.91

4.08

Sungai Tambak

Bahan organik (%)

Gambar 4. Rerata kandungan bahan organik

Bahan organik yang mengalir ke sungai akan memicu peningkatan nutrien sehingga terjadi
pengkayaan pada air Sungai Pangkajene Kepulauan, namun demikian peningkatan tersebut tidak
akan berpengaruh pada biota sungai karena air sungai terus mengalir, kecuali pada daerah cekungan
dalam badan sungai di mana air tidak dapat secara keseluruhan terbilas saat pasang surut maka
terdapat kemungkinan terjadi pengkayaan yang berlebihan. Hutasoit (2014) menjelaskan bahwa
bahan organik dapat menyebabkan terjadinya peningkatan unsur dibutuhkan oleh ekosistem di dalam
air. Satu sisi adalah positif, yaitu berupa peningkatan kesuburan perairan yang berarti pula peningkatan
potensi guna perairan dampak buruk dari peningkatan unsur hara yang berlebihan akan menganggu
keseimbangan ekosistem di perairan.
Bahan organik di perairan termasuk di sungai terus mengalami perubahan karena dalam bahan
organik tersebut mengandung unsur seperti C, P, dan N di mana masing-masing unsur tersebut
memiliki siklus alami yang berlangsung secara terus-menerus di alam. Effendi (2007) mengatakan
bahwa secara normal bahan organik tersusun oleh unsur-unsur C, H, O, dan dalam beberapa hal
mengandung N, S, P, dan Fe. Karbon, yang merupakan penyusun utama bahan organik dan merupakan
elemen atau unsur yang melimpah pada semua makhluk hidup. Senyawa karbon adalah sumber
energi bagi semua organisme. Keberadaan karbon anorganik dalam bentuk CO 2, HCO3-, dan CO3-
mengatur aktivitas biologi perairan. Sedangkan Anonim (2010) menjelaskan bahwa daur bahan organik
775 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

atau disingkat daur organik di laut sama dengan daur organik di lingkungan air tawar dan di darat.
Karbon (C) bersama-sama dengan unsur hara lainnya seperti fosfor (P) dan nitrogen (N) melalui proses
fotosintesis menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan. Keduanya
akan menghasilkan zat organik dan jika mereka mati dan membusuk maka akan dihasilkan bahan
mentah untuk memulai daur bahan organik lagi (Romimohtarto & Juwana, 2001 dalam Anonim
(2010) mengatakan bahwa unsur hara nitrogen (N) tidak mempunyai hubungan tetap dengan unsurk
hara fosfor (P), tetapi bersama-sama dengan karbon (C), N dan P, merupakan unsur-unsur utama
dalam produksi zat organik. Walaupun hara C terdapat dalam jumlah yang banyak, tetapi kedua
unsur hara N dan P menjadi faktor pembatas dalam daur bahan organik di laut.
Karbon Organik
Karbon merupakan bahan dasar dari semua bahan organik. Selain itu, karbon ditemukan sebagai
gas karbondioksida dan sebagai karbonat. Karbon juga terdapat pada bahan bakar fosil (batu bara,
gas alam, dan minyak). Tumbuhan hijau menangkap karbondioksida (CO 2) dan mereduksinya menjadi
senyawa organik (Anonim, 2010). Jumlah karbon organik dari sedimen adalah jumlah partikulat
karbon organik dan karbon organik terlarut. Partikulat detrital bahan organik yang membusuk
didistribusikan dalam sedimen dan merupakan tempat untuk aktivitas bakteri. Karbon anorganik
(misalnya karbonat dan bikarbonat) bisa menjadi proporsi yang signifikan dari total karbon di beberapa
sedimen (Simpson et al., 2005).
Hasil pengukuran karbon organik menunjukkan bahwa kandungan karbon organik yang berada
dalam sedimen sungai berkisar antara 1,04-5,85 mg/L dengan rerata 2,37 mg/L. Sedangkan kandungan
karbon organik yang terdapat pada tanah tambak sekitar sungai antara 2,51-3,18 mg/L dengan rerata
2,85 mg/L (Gambar 5). Secara deskriptif rerata kandungan karbon organik yang terdapat pada sedimen
sungai lebih tinggi dibandingkan dengan dari kandungan karbon yang terdapat pada tanah tambak.

2.85

2.37

Sungai Tambak

Karbon organik (%)

Gambar 5. Rerata kandungan karbon organik

Menurut Riena et al. (2012), bahwa kandungan optimum karbon organik sedimen yang sesuai
dengan kebutuhan moluska bentik berkisar antara 3,55%-5,88%. Mengacu pada hal itu berarti perairan
Sungai Pangkajene Kepulauan dilihat dari kandungan karbon total sedimen berada di bawah nilai
optimum. Canfielda (1994) mengatakan bahwa sebagian besar karbon organik dalam sedimen terurai
secara anaerobik tanpa O2 bawah air. Oleh karena itu, sedikit pengaruh O2 Sedangkan menurut Canfielda
(1993), bahwa O2 respirasi hanya menyumbang antara 3,6%-17,4% dari total oksidasi karbon organik
dalam sedimen (Henrichsa& Reeburgha, 1987). Pentingnya proses anaerobik dalam sedimen laut
terletak pada peran mereka dalam menentukan jumlah karbon organik.
Analisa karakteristik sedimen Sungai Pangkajene ..... (Mudian Paena) 776

Fosfat
Senyawa fosfor yang terikat di sedimen dapat mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri
maupun melalui proses abiotik menghasilkan senyawa fosfor terlarut. Keberadaan fosfor dalam
perairan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Tingginya kadar fosfat
dapat memicu pertumbuhan tanaman air dan juga alga secara berlebihan (McLaughlin, 2007 dalam
Risamasu & Prayitno, 2011). Peranan nitrat dan fosfat yang terkandung di dalam sedimen yang ada
di sungai atau muara adalah sebagai unsur penting bagi pertumbuhan dan sintasan organisme di
dalamnya. Selanjutnya sedimen merupakan tempat penyimpan fosfor yang baik. Tanaman dan hewan
yang mati akan diuraikan oleh bakteri pengurai yang selanjutnya akan mengendap di dasar perairan
(Arizuna et al., 2014). Dengan demikian, sedimen memiliki peranan penting terhadap proses eutrofikasi
karena sedimen pada suatu perairan bertindak sebagai sumber dan sekaligus sebagai penampung
fosfat (Rumhayati, 2010).
Kandungan fosfat yang terkandung dalam sedimen sungai berkisar antara 3,23–61,80 mg/L
dengan rerata 22,42 mg/L; sedangkan kandungan fosfat dalam tanah tambak berkisar antara 2,61-
14,06 mg/L dengan rerata 8,34 mg/L (Gambar 6). Secara deskriptif menunjukkan bahwa kandungan
fosfat sedimen sungai lebih tinggi dari tanah tambak. Tingginya kandungan fosfat pada sedimen
sungai disebabkan adanya akumulasi dari berbagai sumber yang fosfat yang bermuara di sungai.
Kandungan fosfat tersebut dapat dikatakan sebagai perairan yang sangat subur dan berpotensi sebagai
pemicu blomming plankton. Abentin et al. (2000) dalam Arizuna et al. (2014) mengatakan bahwa
kandungan fosfat di dasar perairan berkisar antara 0,05-1,5 mg/L sudah termasuk cukup pekat. Bostrom
et al. (1988) dalam Rumhayati (2010) bahwa kelebihan fosfat di perairan menyebabkan peristiwa
peledakan pertumbuhan alga (eutrofikasi) dengan efek samping menurunnya konsentrasi oksigen
dalam badan air sehingga menyebabkan kematian biota air. Di samping itu, alga biru yang tumbuh
subur karena melimpahnya fosfat mampu memproduksi senyawa racun yang dapat meracuni badan
air. Meskipun konsentrasi fosfat di badan air dikurangi, eutrofikasi masih dapat terjadi karena adanya
mobilisasi fosfat dari sedimen melalui proses fisika, kimia, dan biokimia

22.42

8.34

Sungai Tambak

Fosfat (mg/L)

Gambar 6. Rerata kandungan fosfat

Pestisida
Penggunaan pestisidadi sektor pertanian turut andil dalam meningkatkan beban pencemar. Areal
pertanian menyumbangkan sisa-sisa pupuk dan pestisida dalam jumlah cukup banyak ke perairan.
Pestisida yang sampai ke perairan dapat mematikan ikan. Bahkan dalam kadar sublethal pun bahan
777 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

toksik ini akan mengakibatkan ikan menjadi lebih peka terhadap serangan penyakit (Astirin et al.,
2002). Pada studi epidemiologi ditemukan bahwa keracunan metal dan etil merkuri sebagian besar
disebabkan oleh konsumsi ikan yang di peroleh dari daerah tercemar atau makanan yang berbahan
baku tumbuhan yang disemprot dengan pestisida jenis fungisida alkil merkuri (Sudarji et al., 2006).
Hasil analisis bahan aktif organoklorin dan organofosfat tidak diperoleh adanya kedua bahan
aktif tersebut pada air (air laut, air tambak, dan air sungai), tanah tambak dan sedimen sungai.
Simpson et al. (2005) bahwa batas maksimal organofosfat dalam perairan sebesar 0,1 mg/kg dan
organoklorin sebesar 0,001-0.01 mg/kg. Batas deteksi (batas determinasi, LOD) untuk kontaminan
organik sangat bervariasi dan sering bergantung pada sifat-sifat sedimen dan adanya kontaminan
lainnya (misalnya minyak). Tabel 3 daftar batas deteksi dicapai untuk kontaminan organik yang
paling umum hadir dalam sedimen (Simpson et al., 2005). Hal ini menunjukkan bahwa buangan
limbah dari aktivitas budidaya tambak dan aktivitas lainnya di sekitar Sungai Pangkajene Kepulauan
tidak menggunakan pestisida dengan bahan aktif organoklorin dan organofosfat.
Tabel 2. Batas maksimun kandungan sedimen bergagai unsur dan senyawa (Simpson et al., 2005)
Parameter kualitas tanah dan air di dua lokasi yang berbeda yaitu tambak dan sungai masih
dalam kondisi alami. Sedangkan potensial redoks sedimen sungai telah menunjukkan adanya
akumulasi bahan organik yang telah lama terjadi, dan kandungan fosfat sedimen sungai telah berada
di atas ambang lingkungan. Dengan demikian maka keamatian ikan terjadi karena adanya turbulensi
sesaat yang menyebabkan pengadukan sungai sampai ke dasarnya, di mana potensial redoks sedimen
sungai yang rendah diurai oleh bakteri menggunakan oksigen yang banyak sehingga oksigen terlarut
dalam sungai untuk biota sungai menjadi tidak tersedia akibatnya biota sungai tersebut mengalami
kematian massal.
KESIMPULAN
Nilai potensial redoks menunjukkan telah terjadi akumulasi sedimen yang cukup lama dan
pengadukannya akibat turbulensi menyebabkan oksigen terlarut menjadi rendah walaupun kandungan
fosfatnya tinggi tetapi tidak mampu mengontrol penggunaan oksigen oleh bakteri pengurai. Hal
tersebut menyebabkan kandungan oksigen terlarut sungai menjadi tidak cukup bagi kebutuhan biota
sungai. Akibatnya biota sungai mengalami kematian massal.
DAFTAR ACUAN
Anonim. (2010). https://dhamadharma.wordpress.com/2010/02/11/bahan-organik-di-laut/. Diunduh
pada tanggal 20 april 2015
Arizuna, M., Suprapto, D., & Muskanafola, M.R. (2014). Kandungan nitrat dan fosfat dalam air pori
sedimen di sungai dan muara Sungai Wedung, Demak. Diponegoro Journal of Maquares, 3(1), 7-16.
Astirin, O.P., Setyawan, A.D., & Harini, M. (2002). Keragaman plankton sebagai indikator kualitas
sungai di Kota Surakarta (Plankton diversity as bioindicator of Surakarta Rivers quality). Biodiversitas,
3(2), 236-241.
Canfielda, D.E. (1994). Factors influencing organic carbon preservation in marine sediments. Chemi-
cal Geology, 114(3–4), 315–329.
Canfielda, D.E., Jørgensenb, B.B., Fossingb, H., Gludb,R., Gundersenb, J., Ramsingb, N.B., Thamdrupb,
B., Hansen, J.W., Nielsen, L.P., & Halld, P.O.J. (1993). Marine sediments, burial, pore water chemis-
try, microbiology and diagenesis. Marine Geology, 113(1–2), 27–40.
Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya lingkungan perairan. Kanisius.
Yogyakarta, 243 hlm.
Hendrawan, D. (2005). Kualitas air sungai dan situ di DKI Jakarta. Jurnal Makara, 9(1), 13-19.
Henrichsa, S.M., & Reeburgha, W.S. (1987). Anaerobic mineralization of marine sediment organic
matter: Rates and the role of anaerobic processes in the oceanic carbon economy. Geomicrobiology
Journal, 5(3-4), 191-237.
Hutasoit, S.R., Yulina, S., & Yusuf, M. (2014). Distribusi kandungan organik total (KOT) dan fosfat di
perairan Sayun, Kabupaten Demak. Jurnal Oseanografi, 3(1), 74-80.
Analisa karakteristik sedimen Sungai Pangkajene ..... (Mudian Paena) 778

Riena, N.N., Putri, W.A.E., & Agustriani, F. (2012). Analisis kualitas perairan muara Sungai Way Belau,
Bandar Lampung. Maspari Journal, 4(1), 116-121.
Rifardi. (2008). Tekstur sedimen, sampling dan analisis. Pekanbaru. Unri Press. 101 hlm.
Rumhayati, B. (——). Studi senyawa fosfat dalam sedimen dan air menggunakan teknik diffusive
gradient in thin films (DGT). Jurnal Ilmu Dasar, 11(2), 160-166.
Simpson, S.L., Batley, G.E., Chariton, A.A., Stauber, J.L., King, C.K., Chapman, J.C., Hyne, R.V., Gale,
S.S., Roach, A.C., & Maher, W.A. (2005). Handbook for sediment quality assessment. Environmental
TRUST, 126 pp.
Sudarji, Mukono, J., & Corie, I.P. (2006). Toksiologi logam berat B3 dan dampaknya terhadap kesehatan.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2(2), 129-142.
Wetzel, R.G. (2001). Limnology. 3th Ed. W.B. Sounders College Company Publishing, Philadelphia.
London, 743 pp.
Widiyanti, N.L.P.M., & Ristiati, N.P. (——). Analisa kualitatif bakteri koliform pada depo air minum isi
ulang di Kota Singaraja, Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan, 3(1), 64-73.
Yudo, S. (2010). Kondisi kualitas air Sungai Ciliwung di wilayah DKI Jakarta ditinjau dari parameter
organik, ammoniak, fosfat, deterjen dan bakteri coli. JAI, 6(1), 34-42.
779 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015

DISKUSI

Nama Penanya:
Dewi
Pertanyaan:
Apakah kejadian turbulensi di sungai itu sebagai fenomena atau bagaimana ?
Tanggapan :
Kematian ikan di sungai dan danau sebenarnya kekurangan oksigen sehingga kami mengkaji
kekurangan oksigen tersebut karena apa? Berdasarkan tulisan memang di sungai bisa terjadi
turbulensi.

Nama Penanya:
Taruna Mulia
Pertanyaan:
Saya melihat ada keborosan-keborosan, jadi kehilangan kunci sehingga dalam kesimpulan tidak
terjawab kenapa terjadi kematian masal ?
Tanggapan:
Disebabkan oleh kekurangannya oksigen, oleh karena itu terjadi turbulensi

Anda mungkin juga menyukai