Anda di halaman 1dari 6

TUGAS OSEANOGRAFI 1

Priska Deviani Christi

04311940000050

1. Jelaskan peranan ilmu dan rekayasa lautan dalam peradaban manusia!


Kekayaan alam yang terkandung di wilayah lautanbelum diinventarisasi secara
maksimal. Banyak potensi sumber daya kelautan yang tidak dipahami nilai
kemanfaatan dan ekologinya. Penguasaan teknologi kelautan sangat krusial. Tanpa
penguasaan teknologi manusia tidak akan pernah mengetahui secara tepat dan
komprehensif tentang apa dan seberapa banyak sumber daya yang dimiliki.
Rekayasa lautan memberi banyak manfaat dalam keberlangsungan hidup manusia,
yaitu dengan pembangunan bangunan lepas pantai seperti oil rig yang kemudian
menyediakan kebutuhan minyak dan gas dunia, kemudian pemanfaatan IPTEK dalam
budidaya sumber daya hayati lautan yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas
produksi, pemanfaatan gelombang laut dan pasang surut sebagai sumber energi
alternatif konversi energi panas lautan, pemecahan masalah pencemaran lingkungan
laut, dan tentu saja meningkatkan perekonomian manusia.

2. Jelaskan apa pentingnya oseanografi di dalam rekayasa kelautan!


Dengan adanya oseanografi, kita bisa mempelajari tentang sumber daya hayati
laut. Berbagai jenis ikan dan biota laut bisa dijadikan sumber pangan dan bahan obat
– obatan, mengetahui keberadaan sumber daya tersebut, mengetahui potensinya, cara
memperolehnya dan cara mengolahnya, serta bagaimana cara membudidayakannya
agar tidak cepat punah. Selain hayati, dalam laut banyak sekali sumber daya non
hayati yang bisa dimanfaatkan seperti mineral dan bahan galian lainnya, minyak
bumi, gas alam, energi panas, arus laut, gelombang dan pasang surut. Sama seperti
dalam pemanfaatan sumber daya hayati laut, oseanografi juga digunakan sebagai
pencari sumber daya non hayati laut, mengetahui potensi dan karakter sumber daya
tersebut.
Oseanografi juga memanfaatkan laut untuk sarana perdagangan dan transportasi
dengan menentukan jalur – jalur pelayaran, fenomena – fenomena yang terjadi dan
tempat berlabuh yang aman, kemudian menjaga lingkungan laut dari kerusakan
dan pencemaran lingkungan dan dari bencana alam di laut.

3. Jelaskan mengapa air laut asin, dan apa faktor yang mempengaruhinya?
Rasa asin pada air laut itu disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah
pada saat terjadi hujan di daratan, air dari langit jatuh dan meresap ke dalam tanah,
lalu air tersebut mengalir melalui sungai-sungai menuju laut, saat air mengalir menuju
laut air membawa garam-garam mineral terlarut sehingga laut dipenuhi garam-garam
mineral. Selain itu, pada saat air mencapai laut, air mengalami penguapan sehingga
dalam proses penguapan ini lah, air menguap ke udara sedangkan garam mineral tetap
tinggal bersama air laut.
Faktor kedua adalah aktivitas vulkanisme bawah laut dan letusan gunung berapi
yang berada di bawah air. Air laut yang bereaksi dengan batu panas melarutkan
beberapa mineral garam, beberapa garam terlarut bereaksi dengan batu yang panas
dan terpisah dari air. Faktor ketiga dipengaruhi oleh daratan. Ketika terjadi hujan di
daratan, air akan masuk ke dalam tanah sedikit demi sedikit. Ketika tanah sudah
penuh dan tidak dapat menampung lagi, maka air akan keluar sedikit demi sedikit
melalui sungai, dan akhirnya sampai ke laut. Daratan yang mengandung cukup
banyak garam dan juga mineral, akan memberikan dampak pada aliran air yang
menuju laut, sehingga mempengaruhi rasa pada air laut.

4. Bagaimana distribusi salinitas air laut di dunia? secara vertical berdasarkan


kedalaman, dan secara horizontal berdasarkan posisi garis lintang.
Rata-rata salinitas laut dunia adalah 34,6 psu, dengan mengintegrasikan data
klimatologi di Java Ocean Atlas (Osborne & Swift, 2009). Terdapat perbedaan yang
signifikan diantara basin laut. Samudra Atlantik, khususnya Atlantik Utara, adalah
samudra terasin di dunia dan Samudra Pasifik adalah yang tertawar. Distribusi
salinitas merupakan parameter penting dalam mempelajari gerakan massa air dan
kehidupan organisme.
Distribusi Vertikal Salinitas

(Gambar 3.1, Distribusi Vertikal Salinitas)

 Pada lapisan.troposphere, salinitas mengalami penurunan hingga kedalaman


500 m (34,3-34,9 permil), kemudian naik kembali hingga kedalaman 1600-
2000 m (34,8-34,9 permil).
 Pada lapisan atas troposphere yaitu pada lapisan homogen : memiliki salinitas
yang sama = homohaline top layer

Distribusi salinitas secara vertikal di lautan dunia dipengaruhi oleh pembentukan


massa air (formation of water mass) dam proses percampuran (mixing) karena
peredaran (circulation) dan pengadukan (turbulence).
Distribusi Salinitas Horizontal

(Gambar 3.2, Distribusi Horizontal Salinitas )

Salinitas di Samudra Atlantik, Pasifik dan Hindia sangat bergantung pada lintang.
Salinitas minimum terdapat di daerah ekuator dan salinitas maksimum pada daerah
20ºLU dan 20ºLS, kemudian salinitas ini menurun lagi ke arah kutub. Rendahnya
salinitas di daerah ekuator disebabkan tingginya curah hujan, ditambah lagi
banyaknya sungai-sungai bermuara ke laut. Sedangkan di daerah subtropis utamanya
yang beriklim kering dimana evaporasi lebih tinggi daripada presipitasi, salinitasnya
dapat mencapai 45%. Hal ini dapat dijumpai di Laut Merah dan lagoon-lagoon di
Texas Amerika Serikat.
Distribusi salinitas secara horizontal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah
hujan, pengaliran air tawar ke laut secara langsung atau lewat sungai maupun
pencairan es di laut, penguapan, pembentukan es, arus laut, mixing, gelombang, dan
turbulensi.

5. Uraikan mengapa Indonesia yang memiliki daerah pantai sangat Panjang, tetapi masih
mendatangkan garam dari luar negri?
Indonesia adalah salah satu negara kepulauan di dunia yang memiliki garis pantai
terpanjang kedua di dunia dengan panjang 99.093 kilometer. Maka tak heran ketika di
Medio tahun 2017 pemerintah memutuskan untuk mengimpor garam sebesar 75.000
ton dari Australia, masyarakat merasa heran dan terhentak. Ternyata ada beberapa
latar belakang yang membuat Pemerintah memutuskan untuk mengimpor garam dari
Australia.
Berikut adalah beberapa penyebabnya :
 Adanya Ketimpangan Nilai Produksi dan Konsumsi Garam Nasional
Dikutip dari bbc.com, menurut Sekjen Asosiasi Industri Pengguna Garam
Indonesia, Cucu Sutara mengungkapkan bahwa produksi garam nasional pada
tahun 2016 hanya mencapai 144.000 ton dari kebutuhan konsumsi yang
sebanyak 4,1 juta ton. Adapun dari total nilai tersebut, sebesar 780.000 ton
digunakan untuk konsumsi publik, sedangkan sisanya untuk keperluan
Industri.
 Faktor Cuaca
Cucu Sutara mengungkapkan bahwa hujan terus menerus karena pengaruh
La Nina membuat produksi garam terhambat dan nilainya produksi berkurang
secara signifikan.
 Faktor Teknologi
Indonesia menerapkan teknologi evaporasi dalam memproduksi garam yang
sangat bergantung pada cuaca dan sinar matahari, dan masih menggunakan
kincir angin serta pengeruk kayu, yang membuat kapasitas produksi sulit
untuk ditingkatkan. Sedangkan Australia memproduksi garam dengan cara
menciptakan suatu tambang garam, sehingga garam dapat diambil secara
praktis dengan cara dikeruk. Selain itu, garam Indonesia juga memiliki
kualitas yang masih rendah.
 Keterbatasan Lahan
Menurut Sekjen Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia, Cucu Sutara,
anggapan orang awam bahwa tingkat produksi garam selalu berbanding lurus
dengan panjang garis pantai adalah mitos. Pada kenyataannya dari garis pantai
Indonesia yang memiliki panjang 99.093 kilometer, yang memenuhi syarat
sebagai lokasi tambak garam hanyalah sebesar 26.024 hektare saja. Hal ini
karena dalam memproduksi garam, penentuan tambak turut dipengaruhi oleh
sejumlah faktor lain yaitu air laut, serta tanah lokasi tempat garam diproduksi.
 Ketidakberpihakan Pemerintah
Meskipun Pemerintah sendiri sebenarnya sudah memiliki suatu program
yang bernama Pugar (Program Untuk Garam Rakyat) namun hingga saat ini
belum menampakkan hasil yang signifikan. Bhima, selaku pengamat
dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF)
menambahkan bahwa dari jumlah peningkatan produksi saja, Pugar hanya
mencapai target sebesar 50%, karena realisasi bantuan kepada petambak
garam juga tidak pernah mencapai 100%.
Salah satu hal yang menyebabkan hal tersebut adalah rantai penyediaan
garam yang begitu panjang sehingga petani garam tidak pernah merasakan
keuntungan yang melimpah ketika harga garam naik. Hal ini kemudian
memicu beralihnya banyak petani garam ke ladang penghasilan lainnya.
Merujuk data dari KIARA (Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan)
dalam lima tahun terakhir saja, jumlah petani tambak garam terus menurun
drastis. Pada tahun 2012, tercatat terdapat 30.668 jiwa petani garam, namun di
2016 jumlahnya merosot hingga 21.050 jiwa saja. Dalam hal ini, ada sekitar
8.400 petani garam yang kemudian menganggap garam tak indah lagi sebagai
ladang penghasilan sehingga mereka lalu beralih profesi.

Anda mungkin juga menyukai