Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lingkungan hidup merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan manusia1.
Perkembangan hukum lingkungan tidak dapat dipisahkan dari gerakan sedunia untuk
memberikan perhatian lebih besar kepada lingkungan hidup, mengingat kenyataan bahwa
lingkungan hidup telah menjadi masalah yang perlu ditanggulangi bersama demi
kelangsungan hidup di dunia ini2.

Pada awal sejarah manusia, sifat dan ragam pencemaran yang dilakukan manusia adalah
sederhana. Jenis zat atau senyawa yang terlihat di dalam masalah ini tidak terlalu kompleks.
Peningkatan jumlah penduduk yang disertai peningkatan kemajuan teknologi, mempengaruhi
juga sifat dan ragam pencemaran. Pencemaran yang dialami manusia. Salah satu pencemaran
lingkungan yang timbukan oleh manusia adalah pencemaran laut.

Pencemaran laut adalah perubahan pada lingkungan laut yang terjadi akibat
dimasukkannya oleh manusia secara langsung ataupun tidak langsung bahan-bahan atau
energi ke dalam lingkungan laut (termasuk muara sungai) yang menghasilkan akibat yang
demikian buruknya sehingga merupakan kerugian terhadap kekayaan hayati, bahaya
terhadap kesehatan manusia, gangguan terhadap kegiatan di laut termasuk perikanan dan
kegiatan lainnya.

Sumber utama pencemaran lebih sering terjadi pada tumpahnya minyak dari kapal tanker.
Hasil ekspoitasi minyak bumi diangkut oleh kapal tanker ke tempat pengolahan minyak bumi
(crude oil). Pencemaran minyak bumi dilepas pantai bisa diakibatkan oleh sistem
penampungan yang bocor, atau kapal yang tenggelam yang menyebabkan lepasnya crude oil
ke badan perairan (laut lepas). Dampak dari lepasnya crude oil di perairan lepas pantai
mengakibatkan limbah tersebut dapat tersebar tergantung kepada gelombang air laut.
Penyebaran limbah tersebut dapat berdampak pada beberapa negara.

1
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1,(Jakarta, Sinar Grafika, 2004) hal. 4
2
ibid(Jakarta, Sinar Grafika, 1999), hal.3
Pencemaran laut memberikan dampak yang cukup berpengaruh bagi lingkungan
sekitar apalagi bila disekitarnya merupakan pemukiman penduduk yang mana penduduk
pada umumnya bermata pencaharian sebagai pelaut atau nelayan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana cara menanggulangi tejadinya tumpahan minyak dilaut?
2. Apa dampak yang ditimbulkan dari adanya kebocoran minyak?
3. Bagaimana upaya dari Pemerintah dan Tanggung Jawab dari pihak pelaku
pencemaran mengenai pencemaran yang terjadi?

CONTOH KASUS MENGENAI KEBOCORAN MINYAK DI LAUT

Kapal Tanker Bocor, Minyak Mentah Genangi Perairan Cilacap

Jum'at, 10 September 2004 | 16:57 WIB

TEMPO Interaktif, Cilacap: Ribuan liter minyak mentah (crude) jenis Seria yang
diangkut kapal tanker Lucky Lady berbendera Malta tumpah di perairan dekat pantai Teluk
Penyu, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat pagi(10/9). Tumpahan minyak menyebar sepanjang
sekitar 3 kilometer, membuat udara sekitar laut beradius sekitar dua kilometer beraroma
minyak menyengat. Menurut hasil penyelidikan awal, minyak itu tumpah setelah lambung
kanan kapal berbobot mati 85 ribu ton itu robek akibat menabrak karang tumbuh, sekitar 6
mil menjelang tempat bertambat di pelabuhan Cilacap. Data Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) Unit Pengolahan (UP) IV Cilacap mengungkap,
ketika kebocoran berlangsung, kapal bernahkoda P Fragkuo itu sedang mengangkut 608
mega barel minyak mentah dari Brunai Shell Petroleum Company Sendirian, Berhad, Brunai
Darussalam.
Muatan itu ditempatkan dalam 15 kompartemen berkapasitas 5 ribu liter tiap
kompartemen. Pada benturan badan kapal dengan batu karang itu, salah satu kompartemen
robek sekitar 1,5 meter dan isinya bocor ke laut.Kebocoran terjadi sejak pukul 05.30 WIB,
Jumat pagi (10/9). Hingga siang, luasan genangan makin luas hingga mencemari pantai di
sekitar Teluk Penyu. Bahan baku minyak jenis Naptha itu sedianya akan diolah oleh UP IV.
Menurut Kepala Humas UP IV M Husni Banser, minyak mentah itu memang pesanan
Pertamina namun secara operasional pengangkutan minyak dijalankan PT Tongkang
Pertamina, salah satu anak perusahaan Pertamina. "Maka yang bertanggungjawab dalam
kasus ini, PT Tongkang," katanya. Dalam hal ini, Pertamina lebih berperan menangani
pencemaran yang semakin meluas di perairan Cilacap.
Manager PT Tongkang Pertamina Cabang Cilacap Sunarno menyatakan, pihaknya
belum menghitung pasti volume minyak mentah yang bocor ke laut, termasuk biaya yang
harus dibayarkan pada Pertamina sebagai ganti Opportunity Cost atau kesempatan mengolah.
"Kami masih menunggu proses penyedotan. Dari sana nanti akan ketahuan berapa volume
minyak mentah yang tumpah," ujarnya. Sunarno menjelaskan, kapal itu memasuki perairan
Cilacap Kamis (9/9) dan sesuai prosedur, menunggu datangnya kapal pandu untuk masuk
pelabuhan. Namun kapal pandu terlambat datang sehingga kapten kapal memutuskan
memasuki alur pelabuhan. "Saat itulah terkena karang tumbuh. Karang itu tidak ada dalam
peta," katanya. Hingga siang ini, PT Tongkang belum bisa memperkirakan total kerugian.
Husni Banser menjelaskan, beberapa langkah penanganan yang dilakukan Pertamina
adalah mengerahkan armada Tugboat untuk melokalisasi luasan laut yang tertumpah minyak.
Kapal-kapal itu lalu memasang oil boom dan melakukan penyemprotan oil dispersant atau
sejenis minyak yang berfungsi menetralisir minyak yang tumpah. Selain itu Pertamina juga
menyedot cairan minyak yang tumpah masuk kembali ke dalam kompartemen yang robek.
Mengenai tingkat pencemaran dan kerusakan biota laut akibat tumpahan minyak ini, Husni
Banser menyatakan, Crude Seria berjenis minyak mentah ringan jadi diharapkan tidak akan
menimbulkan kerusakan biota yang besar. "Kami belum bisa memperkirakan, tapi kami yakin
tidak akan besar. Dalam dua atau tiga hari kami akan bisa membersihkannya," kata dia.
Kejadian ini berdampak besar terhadap kehidupan ribuan nelayan di Cilacap. Ketua II
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Indon Cahyono menyatakan,
diperkirakan 15 ribu nelayan bakal menganggur selama setahun lebih gara-gara tumpahan
minyak ini. "Ini musibah besar bagi kami. Soalnya banyak ikan akan mati dan lainnya pergi
menghindari perairan Cilacap, paling tidak untuk 3 tahun," katanya ketika ditemui di
lapangan. Indon menjelaskan, sekitar 15 ribu nelayan yang memusatkan kegiatan nelayannya
di sekitar Pantai Teluk Penyu Cilacap itu terancam menganggur karena sebagian besar adalah
nelayan tradisional yang mencari ikan dengan kapal kecil. "Kapal seperti itu tidak bisa
berlayar jauh. Jika laut sudah tercemari minyak seperti ini, jelas ikan-ikan semuanya pergi
menjauh," katanya.
Ketua Solidaritas nelayan Cilacap Rasino menyatakan, ini adalah musibah kedua bagi
ribuan nelayan Cilacap tahun ini. "Kami baru saja melewati masa paceklik ikan sejak awal
tahun. Sekarang ini dipastikan kami bakal kena paceklik sekitar 3 tahun," ujarnya. Rasino
menyatakan, baru sekitar satu minggu ini para nelayan mendapatkan banyak ikan. "Kami
akan menuntut ganti rugi pada siapapun yang bertanggungjawab dalam musibah ini,"
tegasnya. Akibat kejadian itu, air laut sepanjang pantai Cilacap hingga 3 mil ke arah laut
menjadi berwarna kuning kemerahan. Bau minyak menyengat menebar ke kawasan
pemukiman penduduk sepanjang pantai hingga radius 2-3 kilometer. Warga nelayan
membawa puluhan drum ember, galon dan sebagainya untuk menampung air laut yang telah
berubah menjadi minyak di sepanjang pantai Teluk Penyu. Untuk mempercepat pemulihan
kondisi laut, Pertamina bersedia membayar Rp 15 ribu untuk satu drum atau gallon berisi
sekitar 180 liter air laut tercemar.
Tahun 2001, perairan ini juga tercemar tumpahan minyak akibat Kapal King Fisher,
juga berbendera Malta, menabrak karang. Saat itu sekitar 25 kilometer persegi perairan
Cilacap tercemar muatan kapal King Fisher. Kejadian itu menyebabkan nelayan Cilacap
harus menerima kenyataan pahit karena ikan-ikan mati dan meninggalkan perairan tempat
nelayan Cilacap menebar jaring tangkapan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DAMPAK YANG DITIMBULKAN DARI ADANYA KEBOCORAN MINYAK.
Gejala pencemaran lingkungan laut (the pollution of marine environment ) dalam
dasawarsa terakhir ini banyak mendapat perhatian dari berbagai pihak. Seperti terlihat dalam
pembahasan melalui seminar dan symposium yang diselenggarakan baik di tingkat nasional,
regional dan internasional, semua perhatian itu membahas dan mengkaji masalah lingkungan
laut, sehingga mempertajam pengertian dan membangkitkan kesadaran tentang masalah
lingkungan laut. Pengertian dan kesadaran ini secara umum mengandung arti bahwa masalah
pencemaran lingkungan laut tersebut mengandung ancaman terhadap perikehidupan baik
kehidupan manusia, hewan (fauna), maupun tumbuh-tumbuhan(flora)3. Ketiga jenis
perikehidupan ini mengisi lingkungan hidup atau “biosphere” diatas bola bumi menjadi
terancam kelangsungan serta kelestariannya, karena terkena racunnya yang menimbulkan
kemusnahan. Oleh karena itu arus angin dan air laut yang tercemar itu disebarkan kemana-
mana secara merata dan mempengaruhi lingkungan laut4.
Dampak dari tumpahnya minyak kelaut sangat membahayakan biota laut. Pengaruh
minyak pada biota laut, dikarenakan tumpahan minyak yang tejadi di laut terbagi kedalam
dua tipe, minyak yang larut dalam air dan akan mengapung pada permukaan air dan minyak
yang tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan
batuan-batuan di pantai. Minyak yang mengapung pada permukaan air tentu dapat
menyebabkan air berwarna hitam dan akan menggangu organisme yang berada pada
permukaan perairan, tentu akan mengurangi intensitas cahaya matahari yang akan digunakan
oleh fitoplankton untuk berfotosintesis, dan dapat memutus rantai makanan pada daerah
tersebut, jika hal demikian terjadi, maka secara langsung akan mengurangi laju produktivitas
primer pada daerah tersebut karena terhambatnya fitoplankton untuk berfotosintesis.
Sementara pada minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai
deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai, akan mengganggu organisme interstitial
maupun organime intertidal, organisme intertidal merupakan organisme yang hidupnya
berada pada daerah pasang surut, efeknya adalah ketika minyak tersebut sampai ke pada bibir
pantai, maka organisme yang rentan terhadap minyak seperti kepiting, amenon, moluska dan

3
Arifin Siregar, Hukum Pencemaran Laut di Selat Malaka (Medan, Kelompok Studi Hukum Dan Masyarakat,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1996) hal.1

4
Ibid.
lainnya akan mengalami hambatan pertumbuhan, bahkan dapat mengalami kematian. Namun
pada daerah intertidal ini, walaupun dampak awalnya sangat hebat seperti kematian dan
berkurangnya spesies, tumpahan minyak akan cepat mengalami pembersihan secara alami
karena pada daerah pasang surut umumnya dapat pulih dengan cepat ketika gelombang
membersihkan area yang terkontaminasi minyak dengan sangat cepat. Sementara pada
organisme interstitial yaitu, organisme yang mendiami ruang yang sangat sempit di antara
butir-butir pasir tentu akan terkena dampaknya juga, karena minyak-minyak tersebut akan
terakumulasi dan terendap pada dasar perairan seperti pasir dan batu-batuan, dan hal ini akan
mempengaruhi tingkah laku, reproduksi, dan pertumbuhan dan perkembangan hewan yang
mendiami daerah tersebut.
Bila terjadi tumpahan minyak ke laut maka senyawa Hidrokarbon yang terkandung
dalam minyak bumi berupa benzene, touleuna, ethylbenzen, dan isomer xylena, dikenal
sebagai BTEX, merupakan komponen utama dalam minyak bumi, bersifat mutagenic dan
karsinogenik pada manusia. Senyawa ini bersifat rekalsitran, yang artinya sulit mengalami
perombakan di alam, baik di air maupun didarat, sehingga hal ini akan mengalami proses
biomagnetion pada ikan ataupun pada biota laut lain. Bila senyawa aromatic tersebut masuk
ke dalam darah, akan diserap oleh jaringan lemak dan akan mengalami oksidasi dalam hati
membentuk phenol, kemudian pada proses berikutnya terjadi reaksi konjugasi membentuk
senyawa glucuride yang larut dalam air, kemudian masuk ke ginjal . Ketika minyak masuk ke
lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami perubahan secara fisik
dan kimia. Diantaran proses tersebut adalah membentuk lapisan ( slick formation ), menyebar
(dissolution), menguap (evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi
(emulsification), emulsi air dalam minyak ( water in oil emulsions ), emulsi minyak dalam air
(oil in water emulsions), fotooksida, biodegradasi mikorba, sedimentasi, dicerna oleh planton
dan bentukan gumpalan.
Hampir semua tumpahan minyak di lingkungan laut dapat dengan segera membentuk
sebuah lapisan tipis di permukaan. Hal ini dikarenakan minyak tersebut digerakkan oleh
pergerakan angin, gelombang dan arus, selain gaya gravitasi dan tegangan permukaan.
Beberapa hidrokarbon minyak bersifat mudah menguap, dan cepat menguap. Proses
penyebaran minyak akan menyebabkan lapisan menjadi tipis serta tingkat penguapan
meningkat.
Hilangnya sebagian material yang mudah menguap tersebut membuat minyak lebih
padat/ berat dan membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam air
laut, akan membuat lapisan lebih tebal dan melekat, dan turbulensi air akan menyebabkan
emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Ketika semua terjadi, reaksi fotokimia dapat
mengubah karakter minyak dan akan terjadi biodegradasi oleh mikroba yang akan
mengurangi jumlah minyak.
Proses pembentukan lapisan minyak yang begitu cepat, ditambah dengan penguapan
komponen dan penyebaran komponen hidrokarbon akan mengurangi volume tumpahan
sebanyak 50% selama beberapa hari sejak pertama kali minyak tersebut tumpah. Produk
kilang minyak, seperti gasoline atau kerosin hamper semua lenyap, sebaliknya minyak
mentah dengan viskositas yang tinggi hanya mengalami pengurangan kurang dari 25%.
Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung yang
menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan
terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai.
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan,
pertumbuhan, dan perilaku biota laut, terutama pada plankton, bahkan dapat mematikan ikan,
dengan sendirinya dapat menurunkan produksi ikan. Proses emulsifikasi merupakan sumber
mortalitas bagi organisme, terutama pada telur, larva, dan perkembangan embrio karena pada
tahap ini sangat rentan pada lingkungan tercemar.
Minyak yang tergenang di atas permukaan laut akan menghalangi masuknya sinar
matahari sampai ke lapisan air dimana ikan berkembang biak. Lapisan minyak juga akan
menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi kelarutan oksigen yang akhirnya
sampai pada tingkat tidak cukup untuk mendukung bentuk kehidupan laut yang aerob.
Lapisan minyak yang tergenang tersebut juga akan mempengarungi pertumbuhan rumput laut
padang lamun dan tumbuhan laut lainnya jika menempel pada permukaan daunnya, karena
dapat mengganggu proses metabolisme pada tumbuhan tersebut seperti respirasi, selain itu
juga akan menghambat terjadinya proses fotosintesis karena lapisan minyak di permukaan
laut akan menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam zona euphotik, sehingga rantai
makanan yang berawal pada phytoplankton akan terputus. Jika lapisan minyak tersebut
tenggelam dan menutupi substrat, selain akan mematikan organisme benthos juga akan terjadi
pembusukan akar pada tumbuhan laut yang ada.
Pencemaran minyak di laut juga merusak ekosistem mangrove. Minyak tersebut
berpengaruh terhadap sistem perakaran mangrove yang berfungsi dalam pertukaran CO2 dan
O2, dimana akar tersebut akan tertutup minyak sehingga kadar oksigen dalam akar
berkurang. Jika minyak mengendap dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan
pembusukan pada akar mangrove yang mengakibatkan kematian pada tumbuhan mangrove
tersebut. Tumpahan minyak juga akan menyebabkan kematian fauna-fauna yang hidup
berasosiasi dengan hutan mangrove seperti moluska, kepiting, ikan, udang, dan biota lainnya.

B. TINDAKAN DARI PIHAK PELAKU PENCEMARAN DAN UPAYA YANG


DILAKUKAN PEMERINTAH.
- TINDAKAN DARI PIHAK PELAKU PENCEMARAN
Pencemaran laut karena tumpahan minyak dari kapal tanker itu telah mengakibatkan
pencemaran laut yang pada akhirnya berdampak juga pada nelayan-nelayan setempat yang
mencari nafkah dari sumber daya laut itu sebagai sumber mata pencaharian utamanya.
“Pencemaran yang disebabkan tumpahnya minyak mentah (crude oil) di Pantai Cilacap
makin meluas. Pasalnya, minyak mentah tersebut terbawa ombak dan mengalir ke
tambakudang, kerapu, kepiting, serta ladang rumput laut di sekitar Segara Anakan dan
sebelah timur Pulau Nusakambangan.
Minyak mentah itu mengancam produksi tambak. Beberapa komoditas ikan milik petani
tambak ditemukan mati. Adapun perihal jumlah kerugian yang diderita, hingga hari Kamis
(16/9) belum diketahui karena masih dalam penghitungan Dinas Perikanan dan Kelautan
Cilacap. Tambak yang tercemar antara lain tambak milik petani di Kecamatan Kampung Laut
Desa Penikel, Karangayar, Ujunggagak, dan Ujungalang, serta tambak yang berada di
sepanjang Kecamatan Jeruklegi.
Menurut Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Pemkab Cilacap, Ir. Gunawan, selain
tambak, ladang rumput laut milik 5 kelompok nelayan di sebelah timur Pulau
Nusakambangan juga terpolusi. Pencemaran tersebut terjadi sejak tiga hari yang silam, yang
mengakibatkan kematian pada ikan atau udang yang dibudidayakan.”
Akibat dari pencemaran tersebut timbul kerugian-kerugian yang diderita oleh masyarakat
sekitar pantai atau para nelayan, petani tambak dan pihak lain yang memanfaatkan air laut
sebagai media produksinya. Pada akhirnya terjadi upaya tuntutan ganti rugi yang diajukan
oleh para nelayan sebagai korban pencemaran.
Dampak lain, diperkirakan 15 ribu nelayan bakal menganggur selama setahun gara-gara
tumpahan minyak ini. Para nelayan yang merupakan nelayan tradisional, yang mencari ikan
dengan menggunakan kapal kecil. Kecelakaan kapal tersebut diperkirakan akan
mengakibatkan matinya ikan-ikan, disamping itu biota laut akan menjauh dari wilayah
perairan teluk penyu cilacap yang tercemar tersebut. Pada akhirnya terjadi upaya tuntutan
ganti rugi yang diajukan para nelayan sebagai korban pencemaran. Dari hasil pertemuan
dengan DPC HNSI Kabupaten Cilacap dan Koperasi Unit Desa (KUD) Mino Saroyo dengan
wakil-wakil dari ketua kelompok rukun nelayan, maka disepakati tuntutan ganti rugi kerugian
dibedakan atas :
a. Tuntutan Jangka Pendek
Komponen dimasukkan kedalam tuntutan jangka pendek dari hasil
kesepakatan adalah :
- Pembersihan pencemaran minyak
- Jaring yang terkena dampak pencemaran
- Kapal yang kotor terkena dampak pencemaran
- Biaya operasional tim
- Kematian induk udang, noplius, banding dan krapu
- Penurunan pendapatan sektor lain
- Penurunan retribusi
b. Tuntutan Jangka Panjang
Komponen-komponen yang dimasukkan ke dalam tuntutan jangka panjang dari hasil
kesepakatan tersebut adalah :
- Kerugian kerusakan lingkungan
- Kerugian nelayan tidak mendapat hasil akibat kerusakan habitat ikan
- Biaya penelitian
- Biaya pemulihan lingkungan
- Biaya penghitungan Krisis dan konflik PT. Pertamina UP IV Cilacap dengan nelayan
Teluk Penyu ini menunjukan bahwa hubungan antara institusi dengan stakeholders,
dalam hal ini masyarakat belum cukup amendapatkan perhatian.
Oleh karena itu diperlukan strategi untuk menangani dan meminimalisir dampak yang
lebih luas serta membina hugungan harmonis antara PT. Pertamina UP IV Cilacap dengan
masyarakat sekitar Teluk Penyu.
- UPAYA DARI PEMERINTAH MENGENAI PENCEMARAN LINGKUNGAN
LAUT
Kekayaan alam yang melimpah ini membutuhkan suatu pengelolaan yang baik agar tidak
ada konflik mengenainya. Hal ini menyebabkan pemerintah membuat berbagai macam
undang-undang yang dapat mengatur sumber daya alam tersebut. Tahun 1999 telah
diresmikan dan dilaksanakan Undang-Undang Otonomi Daerah yang kemudian
diamandemen menjadi UU RI Nomor 32 Tahun 2004. Landasan pelaksanaannya didasarkan
pada PP Nomor 129 Tahun 2000. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan mengenai
pemekaran daerah, yaitu suatu proses membagi satu daerah administratif yang sudah ada
menjadi dua atau lebih daerah otonomi baru5. Dalam UU No.32 Tahun 2004 Pasal 18 telah
diatur batas kewenangan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota terhadap perairan
laut, namun dalam pelaksanaannya masih terjadi tumpang tindih kewenangan6.
Tiga tahun kemudian, pemerintah mengeluarkan undang-undang yang berhubungan
dengan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dalam Undang-Undang No.27 Tahun 2007
tersebut dijelaskan mengenai sistem zonasi. Sistem Itu berhubungan dengan pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya alam pesisir di suatu wilayah. Hak zonasi tersebut merupakan
bagian dari rencana pembangunan jangka panjang setiap daerah. Didalam undang-Undang
tersebut diatur pula mengenai Hak Pengusahaan Perairan Pesisir serta alokasi pemanfaatan
sumber daya pesisir. Selain Undang-Undang No.27 Tahun 2007, terdapat pula undang-
undang yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah,yaitu Undang-Undang No. 26 Tahun
2007. Dalam undang-undang ini dijelaskan mengenai tata kelola ruang baik di tingkat
nasional, provinsi, maupun kabupaten dan kota. Selain itu pengelolaan tata ruang ini juga
mencangkup wilayah perkotaan dan perdesaan7.
Ketiga Undang -Undang tersebut merupakan pedoman bagi pemerintah pusat, pemerintah
provinsi, dan pemerintah daerah untuk menata wilayah mereka yang berkaitan dengan
sumber daya alam. Hal ini penting untuk meminimalisir terjadinya konflik atas sumber daya
alam di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Cilacap,Jawa Tengah.Kabupaten Cilacap
merupakan daerah terluas di Jawa Tengah. Wilayah ini berbatasan dengan Samudera
Indonesia disebelah selatan, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten
Kuningan di sebelah utara, Kabupaten Kebumen di sebelah timur, dan Kabupaten Ciamis
serta Kota Banjar di sebelah barat.
Suatu peraturan yang baik adalah peraturan yang tidak saja memenuhi persyaratan formal
sebagai suatu peraturan, tetapi menimbulkan rasa keadilan dan kepatutan dan
dilaksanakan/ditegakkan dalam kenyataan 8. Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur jelas aspek-aspek pengelolaan dan sanksi bagi
pelaku polusi di laut 9. Namun pada kenyataan dilapangan, aparat hukum sangat sulit mencari
bukti untuk dibawa ke pengadilan. Selain peraturan tentang lingkungan hidup juga tentang
5
Djoko Harmantyo, 2007, Pemekaran daerah dan konflik keruangan, kebijakan otonomi daerah dan
implementasinya di Indonesia.
6
UU No 32 Tahun 2004 Pasal 18
7
Undang-Undang No 26 Tahun 2007
8
Husseyn Umar, 2003, Masalah Pembangunan dan Penegakan Hukum Kelautan di Indonesia, Seminar
Pemberdayaan Perhubungan Laut Dalam Abad XXI, Jakarta.
9
Undang-undang No. 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
keselamatan dan pelayaran kapal diatur dalam UU No 21 tahun 1992 yang menyebutkan
bahwa setiap kapal yang beroperasi untuk melayani seluruh kegiatan transportasi laut harus
10
berada dalam kondisi laik laut . Dalam lingkup internasional, pada tahun 1954 badan
maritim internasional (IMO, International Maritime Organization) menghasilkan konvensi
internasional mengenai Pencegahan Pencemaran di Laut oleh Minyak (International
Convention for the Prevention of Pollution of the Sea by Oil 1954), konvensi ini lalu
diperbaharui pada tahun 1973 yang merupakan upaya awal dalam mengatasi dampak
pencemaran di laut. Indonesia yang masuk dalam keanggotaan organisasi ini turut pula wajib
melaksanakan aturan-aturan yang ditetapkan oleh IMO. Menjadi tugas pemerintah dan
segenap komponen masyarakat untuk menegakkan peraturan-peraturan tersebut. Tugas
pemerintah ini harus juga diimbangi dengan dua faktor yaitu pertama adanya fasilitas yang
memungkinkan untuk bergerak dinamis, dalam hal ini mencari dan mengumpulkan data
lapangan tentang penyebab-penyebab terjadinya suatu kasus pencemaran lingkungan akibat
tumpahan minyak di laut dan kedua adalah ketersediaan sumber daya manusia yang
memadai.
Kita tahu bahwa pembersihan laut akibat tumpahan minyak sangat sulit dilakukan, baik
dalam hal waktu, kerja yang terus menerus, maupun dalam hal segi biaya yang dibutuhkan.
Tiga teknik yang direkomendasikan untuk penanggulangan tumpahan minyak ini yaitu
penggunaan spraying chemical dispersants, pengoperasian slick-lickers, dan floating boom.
Sementara langkah selanjutnya adalah pembersihan total sisa-sisa minyak baik di permukaan
laut ataupun di daerah pantai yang tercemar adalah dengan bioremediation seperti
menyemprotkan nitrat dan phosphate ke tumpahan minyak untuk mempercepat kerja bakteri
pengurai minyak serta menyemprotkan air/uap tekanan tinggi ke bagian tebing batu karang
yang terkena tumpahan. Berkaitan dengan perlengkapan kapal, UU No 21/92 menyebutkan
pula tentang perlengkapan kapal baik dalam operasi maupun penanggulangan kecelakaan
(termasuk tumpahan minyak). Para produsen minyak dan gas bumi pun sudah memiliki
protap (prosedur kerja) dan fasilitas penanggulangan tumpahan minyak yang cukup memadai
untuk digunakan dalam penerapan Tier 1 (penanggulangan bencana tumpahan minyak yang
terjadi dalam lingkup pelabuhan) dan Tier 2 (penanggulangan bencana tumpahan minyak
yang terjadi diluar lingkungan pelabuhan). Penerapan Tier 2 dilakukan secara inter-
connection dibawah koordinasi ADPEL (Administrasi Pelabuhan). Hal yang tidak kalah

10
Undang-undang No. 21 Tahun Tentang Pelayaran
penting dalam aspek ini juga adalah pentingnya penguasaan prosedur dan teknik-teknik
penanggulangan tumpahan minyak oleh pelaksana lapangan.
Dalam hal penanggulangan polusi tumpahan minyak di laut, seluruh departemen/instansi
terkait seperti yang disebutkan sebelumnya, LSM, dan unsur masyarakat harus dapat
berkoordinasi untuk menanggulangi bahaya pencemaran ini. Koordinasi ini sangat penting
dilakukan agar pencemaran yang terjadi dapat selesai diatasi sampai tuntas, dimana segenap
komponen bahu membahu saling mengisi kekurangan dan saling tukar informasi. Beberapa
tahun yang lalu Departemen Kelautan dan Perikanan memulai Gerakan Bersih pantai dan
Laut (GBPL) sejak September 2003. Gerakan ini bertujuan untuk mendorong seluruh lapisan
masyarakat untuk mewujudkan laut yang biru dan pantai yang bersih pada lokasi yang telah
mengalami pencemaran. Dengan gerakan ini diharapkan bukan hanya didukung oleh
pemerintah dan masyarakat, namun juga didukung oleh para pengusaha minyak dan gas bumi
yang beroperasi di Indonesia.

C. CARA MENANGGULANGI TERJADINYA TUMPAHAN MINYAK DILAUT.


Lingkungan laut selain merupakan sumber kekayaan alam, juga merupakan sarana
penghubung, media rekreasi dan lain sebagainya, karena itu sangat penting untuk melindungi
lingkungan laut, misalnya perlindungan terhadap lingkungan laut dari pencemaran yang
bersumber dari kapal, hal ini dilakukan agar pemanfaatan sumber-sumber kekayaan dapat
dinikmati secara berkelanjutan11.7
Menyadari akan besarnya bahaya pencemaran minyak di laut, maka timbulah upaya-
upaya untuk Menanggulangi bahaya tersebut oleh negara-negara di dunia. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi adanya dampak yang ditimbulkan akibat dari pencemaran minyak tersebut.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam penangannan tumpahan minyak (oil spill)
di laut adalah dengan cara melokalisasi tumpahan minyak menggunakan pelampung
pembatas (oil booms), yang kemudian akan ditransfer dengan perangkat pemompa (oil
skimmers) ke sebuah fasilitas penerima "reservoar" baik dalam bentuk tangki ataupun
balon. Langkah penanggulangan ini akan sangat efektif apabila dilakukan di perairan yang
memiliki hidrodinamika air yang rendah (arus, pasang-surut, ombak, dll) dan cuaca yang
tidak ekstrem.

11
Mochtar kusumaatmadja, Perlindungan dan Pelertarian Lingkungan Laut Dilihat dari Sudut Hukum
Internasional, Regional, dan Nasional, (Jakarta, Sinar Grafika dan Pusat StudiWawasanNusantara, 1992), hal.
7-8.
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya in-situ burning,
penyisihan secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent dan penggunaan bahan kimia
dispersan. Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan minyak berbeda dan hanya efektif pada
kondisi tertentu.

In-situ burning
In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan air sehingga mampu
mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan
minyak serta air laut yang terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik penyisihan secara fisik.
Cara ini membutuhkan ketersediaan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran minyak)
atau barrier yang tahan api. Beberapa kendala dari cara ini adalah pada peristiwa tumpahan
besar yang memunculkan kesulitan untuk mengumpulkan minyak dan mempertahankan pada
ketebalan yang cukup untuk dibakar serta evaporasi pada komponen minyak yang mudah
terbakar. Sisi lain, residu pembakara yang tenggelam di dasar laut akan memberikan efek
buruk bagi ekologi. Juga, kemungkinan penyebaran api yang tidak terkontrol.

Cara kedua yaitu penyisihan minyak secara mekanis


Penyisihan minyak secara mekanis melalui dua tahap yaitu melokalisir tumpahan
dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah dengan
menggunakan peralatan mekanis yang disebut skimmer. Upaya ini terhitung sulit dan mahal
meskipun disebut sebagai pemecahan ideal terutama untuk mereduksi minyak pada area
sensitif, seperti pantai dan daerah yang sulit dibersihkan dan pada jam-jam awal tumpahan.
Sayangnya, keberadaan angin, arus dan gelombang mengakibatkan cara ini menemui banyak
kendala.

Cara ketiga adalah bioremediasi


yaitu mempercepat proses yang terjadi secara alami, misalkan dengan menambahkan
nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah komponen menjadi produk yang kurang
berbahaya seperti CO2 , air dan biomass. Selain memiliki dampak lingkunga kecil, cara ini
bisa mengurangi dampak tumpahan secara signifikan. Sayangnya, cara ini hanya bisa
diterapkan pada pantai jenis tertentu, seperti pantai berpasir dan berkerikil, dan tidak efektif
untuk diterapkan di lautan.
Sorbent
Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan absorpsi
(penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari
cair menjadi padat sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki
karakteristik hidrofobik,oleofobik dan mudah disebarkan di permukaan minyak, diambil
kembali dan digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas, jerami,
rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung, vermiculite, pasir) dan sintetis
(busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan serat nilon).

Dispersan kimiawi
Cara kelima dengan menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan memecah lapisan
minyak menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya
hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia dengan zat aktif yang
disebut surfaktan (berasal dari kata : surfactants = surface-active agents atau zat aktif
permukaan).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dampak pencemaran di laut akibat tumpahan minyak di laut dapat menimbulkan polusi
dengan bahaya yang beragam. Dan jenis polutan dari minyak bumi itu bisa bersumber dari
fraksi ringan, fraksi berat dan logam berat. Dan ini semua memberi ancaman bagi ekosistem
kelautan, misalnya terganggunya kehidupan fitoplankton, terumbu krang, mangrove, rumput
laut dan padang lamun, kehidupan ikan dan spawning ground. Bagi masyarakat, lanjut
Rompas, dampaknya berupa pendapatan nelayan menurun, kehilangan pekerjaan, gangguan
kesehatan, estetika perairan rusak, dan ekonomi keluarga terganggu.
Sumber daya alam harus dijamin kelestariannya antara lain dengan tetap mempertahankan
lingkungan laut, kondisi yang menghubungkan bagi hakikat laut, juga sistem pengelolaan
dalam mengupayakan sumber daya alam yang ada. Tumbuhnya kesadaran yang diciptakan
mengordinasikan laut ataupun dalam memenuhi kebutuhan dari laut, merupakan langkah
untuk mewujudkan pelestarian lingkungan laut, sekalian sumber yang terkandung dalam laut
tidak terbatas.
Adanya peraturan yang dibuat oleh pemerintah adalah upaya penanggulangan yang
diakibatkan oleh kerusakan lingkungan tersebut, bukan cara mencegah. Kita tahu bahwa
pembersihan laut akibat tumpahan minyak sangat sulit dilakukan, baik dalam hal waktu, kerja
yang terus menerus, maupun dalam hal segi biaya yang dibutuhkan.
Tuntutan yang diajukan oleh para warga disekitar wilayah laut cilacap adalah tuntutan
yang hanya bersifat sementara, tuntutan tersebut belum tentu mengembalikan kondisi atau
keadaan laut seperti semula, bukan berarti setelah adanya upaya ganti rugi dari pihak pelaku
pencemaran pemerintah diam saja, tetapi justru pemerintah harus lebih waspada dan
mencegah adanya kejadian serupa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

B. SARAN
Pemerintah harus lebih mempertegas peraturan-peraturan secara khusus mengenai
penerapan ganti rugi dan yang berisi sanki-sanki yang akan di terapkan terhadap pelaku
pencemaran lingkungan laut guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan mengingat
banyaknya kecelakaan dan kandasnya kapal berakibat tumpahnya minyak ke laut. Sehingga
pihak korban tidak merasa di rugikan yang diakibatkan karena pencemaran laut.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber UU :

UU No 32 Tahun 2004 Pasal 18


Undang-Undang No 26 Tahun 2007

Undang-undang No. 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup


Undang-undang No. 21 Tahun Tentang Pelayaran

Sumber Internet :

https://id.wikipedia.org/wiki/Limbah_minyak

http://galuhadhitiaputra.blogspot.co.id/2011/10/pencemaran-air-laut-karena-limbah.html

http://www.maritimeworld.web.id/2011/08/pencegahan-dan-penanggulangan.html

http://www.maritimeworld.web.id/2014/04/cara-menanggulangi-tumpahan-minyak-di-
laut.html
Harmantyo D. 2007. Pemekaran daerah dan konflik keruangan, kebijakan otonomi daerah
dan implementasinya di Indonesia. Jurnal Makara, Sains. [Internet]. [Dikutip 30 Maret 2017].

Sumber Buku :
Fakhruddin.2004.Dampak Tumpahan Minyak Pada Biota Laut. Jakarta : Kompas
H Umar. 2003. Masalah Pembangunan dan Penegakan Hukum Kelautan di Indonesia,
Seminar Pemberdayaan. Perhubungan Laut Dalam Abad XXI, Jakarta.
Kusumaatmadja M. 1992. Perlindungan dan Pelertarian Lingkungan Laut Dilihat dari Sudut
Hukum Internasional, Regional, dan Nasional, Jakarta. Sinar Grafika dan Pusat
StudiWawasanNusantara.
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta : PT Pradnya Paramita.
Siregar A. 1996. Hukum Pencemaran Laut di Selat Malaka (Medan, Kelompok Studi Hukum
Dan Masyarakat, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara)
Starke J. G. 2004. Pengantar Hukum Internasional 1. Jakarta. Sinar Grafika.

Anda mungkin juga menyukai