Anda di halaman 1dari 12

BAB V

STUDI ANALISIS KARAKTERISTIK HIDROKIMIA DAN IMPLIKASINYA


TERHADAP KUALITAS AIRTANAH DAERAH SAWANGAN
KECAMATAN PATIKRAJA, KABUPATEN BANYUMAS
PROPINSI JAWA TENGAH

5.1 Latar Belakang

Semakin bertambahnya pertumbuhan penduduk di daerah Sawangan,

Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tegah, maka

meningkatkan kebutuhan konsumsi air untuk bertahan hidup dan untuk melakukan

aktivitas sehari-hari seperti air minum, memasak, irigasi, dll. Air dalam

penggunaannya sehari-hari memiliki kriteria kualitas tersendiri yang berdasarkan atas

sifat fisik, kimia dan biologi. Sifat fisik airtanah antara lain warna, bau, rasa, suhu dan

kekeruhan, sedangkan sifat kimia airtanah antara lain total dissolved solid (TDS),

daya hantar listik, pH dan kandungan ion (Todd, 1980).

Dengan mengetahui kondisi dan karakteristik sifat fisik dan hidrogeokimia

airtanah daerah penelitian maka dapat memberikan informasi yang cukup untuk

pengelolaan airtanah secara baik pada daerah penelitian.

5.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik hidrogeokimia

airtanah yang ada pada daerah penelitian yang di mana penelitian ini diambil sebagai

bahan penelitian (studi khusus) bagi penyusun dalam melaksanakan Skripsi Tipe I

19
20

pada Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, Institut Sains &

Teknologi AKPRIND Yogyakarta.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dan kondisi

hidrokimia daerah penelitian beserta kaitannya dengan kondisi geologi setempat.

5.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang ada pada penelitian ini terbatas pada:

1. Bagaimana karakteristik hidrogeokimia airtanah pada daerah Sawangan

Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah dengan

metode Kurlov, metode diagram komposisi dan diagram Trilinear Piper

dan implikasinya terhadap kualitas airtanah pada daerah penelitian.

2. Apakah ada kaitannya antara hidrogeokimia airtanah daerah penelitian

dengan keadaan geologi pada daerah tersebut.

3. Bagaiamana kualitas air daerah penelitian yang telah diuji dengan nomor

pengujian FR/VIII.3/12/Rev 7 dibandingkan dengan Peraturan Menteri

Kesehatan RI No.32 tahun 2017 dan EPA 822-R-94-001 tahun 1994

dalam J.R. Self (2013).

5.4 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan untuk studi kasus ini terdiri dari 2 metode

yaitu:
21

a. Tahap pengambilan sampel

Untuk pengambilan sampel di ambil dari mataair pada daerah Sawangan.

b. Tahap analisis laboratorium

Tahapan selanjutnya adalah analisis kandungan kimia dan sifat fisik air di

Laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit

(BBTKLPP) Yogyakarta, kemudian dianalisis mengunakan metode Kurlov, metode

diagram komposisi dan metode diagram Trilinear Piper.

5.5 Dasar Teori

5.5.1 Airtanah

Pengertian airtanah menurut UU No. 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air

adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.

Sedangkan menurut Todd (1980) airtanah adalah air yang bergerak di dalam tanah

yang terdapat di dalam ruang natar butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan

membentuk lapisan tanah yang disebut dengan akuifer, airtanah kemudian mengalir

melaui retakan dan celah di dalam tanah yang dapat berupa celah kecil sampai gua

bawah tanah. Air tersebut pada akhirnya akan menyembur keluar dari bawah tanah

menuju permukaan dalam bentuk mataair.

5.5.2 Hidrogeokimia

Hidrogeokimia airtanah adalah sebuah metode yang mengkaji proses dan

reaksi yang timbul antara kontak airtanah dengan batuan pada suatu akuifer (water-
22

rock interaction) atau kondisi geologi pada daerah setempat. Menurut Davis dan De

Wiest (1966) dalam Suharyadi (1984) kandungan ion pada airtanah terbagi atas

kation, anion, dan bukan ion. Unsur yang terkandung pada airtanah sebagai hasil dari

proses interaksi airtanah dengan batuan. Proses yang sering terjadi adalah pelarutan.

Selain dengan adanya pelarutan yang terjadi antara airtanah dengan batuan, elemen-

elemen yang ada cenderung bergabung membentuk suatu mineral, terabsorbsi pada

permukaan aktif, atau menjadi endapan. Mobilitas sebuah elemen pada hidrosfer

ditentukan oleh kelarutan dari beberapa senyawanya, kecendrungan ionnya untuk

mengendap pada batuan melalui penyerapan dan pertukaran ion, dan tingkat

terikatnya pada sesuatu dibiosfer (Matthers,1982 dalam Kresna, 2018).

Menurut Suharyadi (1984), sifat kimia air meliputi kesadahan, daya hantar

listrik (DHL), jumlah garam terlarut (TDS), keasaman (pH) dan kandungan ion.

1. Jumlah Garam Terlarut (TDS)

Jumlah total dari padatan dalam milligram per liter, yang masih tertinggal ketika

sampel dievaporasikan hingga kering atau seluruhnya menguap, klasifikasikan air

berdasarkan jumlah garam terlarut (Fetter, 2001 dalam Kresna, 2018). seperti pada

Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Klasifikasi air berdasarkan jumlah garam terlarut (TDS)


(Fetter, 2001 dalam Kresna, 2018).
TDS (mg/l) Kelas
0-1.000 Tawar
1.000-10.000 Payau
10.000-100.000 Asin
>100.000 Air Garam
23

2. Daya Hantar Listrik (DHL)

Daya hantar listik adalah kemampuan air dalam mengantarkan listrik.

Kemampuan air menghantarkan daya listrik akan berbanding lurus dengan kandungan

garamnya. Pengukuran DHL dapat dilakukan dengan menggunakan alat EC Meter,

satuan yang digunakan menggunakan satuan mikrosiemen per sentimeter (μS/cm).

Panitia Ad Hoc Intrusi Air Asin (1986) dalam Kresna (2018) mengklasifikasikan

airtanah berdasarkan nilai TDS, DHL dan kandungan ion klorida (Tabel 5.2).

Tabel 5.2 Klasifikasi airtanah berdasarkan nilai TDS, DHL dan kandungan ion klorida
(Panitia Ad Hoc Intrusi Air Asin, 1986 dalam Kresna, 2018)
Klasifikasi Airtanah TDS (mg/l) DHL (μS/cm) Cl- (mg/l)
Air Tawar <1.000 <1.500 <500
Air Agak Payau 1.000-3.000 1.500-5.000 500-2.000
Air Payau 3.000-10.000 5.000-15.000 2.000-5.000
Air Asin 10.000-35.000 15.000-50.000 5.000-19.000
Air Garam >35.000 >50.000 >19.000

3. Keasaman (pH)

Menurut Suharyadi (1984), derajat keasaman dinyatakan dengan pH yang

berkisar antara 1 – 14. Pengukuran pH dapat menggunakan alat pH Meter. Air pada

umumnya memiliki pH netral yaitu 7. Air yang memiliki pH <7 bersifat asam dan

mengandung CO2 berlebih, air yang memiliki pH asam memiliki kemampuan untuk

melarutkan besi atau membuat karat padanya. Sedangkan air yang memiliki pH >7

mempunyai sifat basa, di mana air mengandung banyak garam Ca atau Mg.

4. Kandungan Ion
24

Kandungan ion berupa kation, anion, atau ion logam dapat diketahui

kandungannya di dalam air dengan cara volumetrik, kalorimetri, fotometri dan

spektometri. Kandungan unsur utama dalam airtanah meliputi Kalsium (Ca 2+),

Potassium (K+), Magnesium (Mg2+), Sodium (Na+), Klorida (Cl-), Bikarbonat

(HCO3-), Nitrat ( NO3) dan sulfat (SO42-). Penyusun airtanah yang dijumpai dalam

bentuk ion dikelompokan menjadi ion positif dan ion negatif, dan hubungan dengan

mineral batuan yang mengandung. Dikemukakan oleh Davis dan De Wiest (1996)

dalam Suharyadi (1984) sebagai berikut:

1. Kation

Kation merupakan ion yang miliki muatan positif sebagai atom kehilangan

electron. Menurut Eby (2004) dalam Y Kresna (2018), kation yang dijumpai pada

airtanah antara lain kalsium, potasium, magnesium dan sodium. Ion-ion tersebut

merupakan kation mayor sehingga semua air yang terdapat di alam bila dianalisis

umumnya mengandung kation-kation tersebut, sedangkan kation lain relatif rendah

(kation minor).

a. Kalsium (Ca2+)

Kalsium merupakan ion dominan yang berada pada mineral batuan yang

mengandung metal. Ca2+ adalah salah satu unsur pneitng dalam mineral-mineral

batuan beku yakni dalam rantai silica, piroksen, amfibol dan feldaspar. Airtanah yang

terdapat di dalam batuan beku dan metamorf, kalsium berasal dari mineral apatit,

wolastonit, beberapa kelompok feldspar, amphibol dan kelompok piroksen. Kalsium


25

pada airtanah umumnya memiliki konsentrasi kurang dari 100mg/L (Todd dan Mays,

2005).

b. Potassium (K+)

Potasium merupakan erlemen mayor yang berperan penting dalam siklus

biologis. Potasium pada batuan beku dan batuan metamorf diperoleh dari pelapukan

ortoklas, mikroklin, biotit, leusit dan nefelin. Jumlah potassium pada batuan beku

lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah natrium. Potassium memiliki solubilitas

yang tinggi, namun secara geokimia memiliki mobilitas yang rendah dalam air tawar

(Davis & DeWiest, 1967 dalam Matthess, 1982).

c. Magnesium (Mg2+)

Konsentrasi magnesium umumnya lebih rendah daripada konsentrasi kalsium

dan akan mengalami penambahan yang berasal dari air hujan. Magnesium dalam

airtanah pada batuan beku berasal dari mineral-mineral ferromagnesium berwarna

gelap, yakni olivin, piroksen, amphibol, hornblend dan augit. (Todd dan Mays, 2005).

d. Sodium (Na+)

Sodium umumnya dijumpai pada air sebagai ion Na+ dalam larutan, sebagai

ion kompleks seperti NaCo3-. Sodium memiliki solubilitas yang tinggi sehingga

mudah larut (Hem,1970 dalam Matthess, 1982). Mineral-mineral lempung merupakan

sumber sodium yang cuku penting. Sumber sodium yang dijumpai dalam batuan beku

dan batuan metamorf antara lain dari mineral nefelin, sodalit, natrolit, jodeit dan

glaukofan (Todd & Mays, 2005). Air yang terjebak dalam sedimen dan tersimpan
26

dalam waktu yang lama akan mempunyai konsentrasi Na+ yang tinggi. Sodium

melimpah dalam grup logam alkali.

2. Anion

Anion merupakan ion yang miliki muatan negatif sebagai atom yang

mendapatkan elektron. Anion yang sering dijumpai dalam air berupa klorida (Cl -),

bikarbonat (HCO3-), nitrat ( NO3) dan sulfat (SO42-).

a. Klorida (Cl-)

Klorida merupakan salah satu ion (anion) negatif terpenting di alam. Klorida

mempunyai muatan negatif berjumlah satu dan merupkan ion konservatif. Ion klorida

sangat mudah terlarut dalam airtanah, konsentrasi ion klorida pada airtanah

cenderung bertambah seiring ke dalaman. Konsentrasi ion klorida pada airtanah

umumnya kurang dari10mg/l pada area lembab hingga 1.000mg/l pada iklim arid

(Todd & Mays, 2005). Pada batuan beku dan batuan metamorf, klorida diperoleh dari

mineral sodalit, apatit, mika dan horblenda.

b. Bikarbonat (HCO3-)

Sumber utama dalam pembentukan bikarbonat adalah karbondioksida yang

berada diatmosfer, tanah dan pelarutan batuan yang mengandung mineral-mineral

karbonat. Airtanah dengan pH di atas 8,2 ion bikarbonat akan lebih mudah

berpengaruh, sedangkan pH di atas 9 ion hidroksida akan lebih efektif. Bikarbonat

pada airtanah berasal dari pelarutan kalsit, dolomit, silika, batu gamping hingga

pengaruh dari karbon dioksida yang berasal dari atmosfer. (Todd dan Mays, 2005).

c. Nitrat (NO3-)
27

Nitrat dalam airtanah bersumber dari bahan anorganik dan bahan organik.

Nitrat dari bahan orgnaik bterbentuk dai hasil aerobik zat-zat yang menganung

nitrogen organic (Suharyadi, 1984). Menurut Todd dan Mays (2005), secara alamiah

nitrat pada airtanah bersumber dari atmosfer, tumbuhan polong, sisa tumbuhan, dan

kotoran hewan. Pada air permukaan, nitrat secara cepat berubah menjadi nitogen

organik karena fotosintesa tumbuh-tumbuhan air. Kandungan nitrat umumnya kurang

dari 10mg/l untuk air tanag dengan komposisi biasa (Todd,1980). Tingginya

konsentrasi nitrat dalam airtanah disebabkan karena adanya aktivitas mikroba nitrat,

kadar nitrat > 5mg/l mengambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang

berasal dari antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan.

d. Sulfat (S042-)

Sulfat tersebar merata pada batuan beku dan lebih banyak ditemukan pada

sedimen yang terevaporasi. Sulfat pada airtanah berasal dari mineral evaporit,

pelapukan pirit, oksidasi bijih sulfid, maupun penambahan air hujan (Todd dan Mays,

2005)

3. Bukan ion

5.5.3 Metode klasifikasi hidrogeokimia

Kontak antara airtanah dengan litologi akan menyebabkan terjadinya reaksi

kimia yang dapat mengakibatkan perubahan dari ion kation dan anion pada komposisi

kimia airtanah tersebut.

Analisa komposisi airtanah dapat menggunakan beberapa metode, yaitu:


28

1. Metode Kurlov

Metode Kurlov dilakukan untuk mengetahui nama airtanah berdasarkan nilai

mol equivalen perliter dari masing-masing ion yang diperoleh dari perkalian

konsentrasi ion (mg/l) dengan valensi dibagi dengan FW dari ion. Kemudian dicari

nilai persentase ion-ion dan nilai tertinggi yang lebih dari 25% pada kation dan

anion digunakan untuk penamaan airtanah.

2. Metode diagram Trilinier Piper

Suharyadi (1984) menyebutkan bahwa metode Diagram Trilinier Pipier ini

merupakan metode yang terpenting untuk studi genetik airtanah, sangat efektif

dalam pemisahan analisis data bagi studi krisis teruatama mengenai sumber unsur

penyususn terlarut dalam airtanah, perubahan atau modifikasi sifat-sifat air yang

melewati suatu wilayah tertentu serta hubungannya dengan masalah geokimia.

Diagram ini terdapat dua segitiga sama sisi yang terletak di bawah kanan dan

kiri. Masing-masing segitiga untuk pengeplotan kation di satu pihak dan anion di

pihak lain. Dengan mengkorelasikan titik-tik pada dua segitiga tersebut, kita dapat

menentukan fasies hidrogeokimia.


29

Gambar 5.1 Klasifikasi hidrogeokimia menurut Furtak dan Langguth (1967)


dalam Kurnia R (2017)

3. Metode diagram Stiff

Diagram Stiff berguna untuk menyajikan data ion mayor secara visual. Kadar

masing-masing ion mayor digambarkan dalam bentuk diagram dengan aplikasi

Aquachem. Dengan demikian, pebandingan kadar ion setiap lokasi sampel dapat

dibandingkan dengan mudah. Metode ion dominan mengklasifikasi airtanah

berdasarkan kandungan masing-masing kation dan anionnya yang paling besar

dalam satuan miliekuivalen per liter (meq/l) (Barapela, 2015 dalam Kurnia R, 2017)

5.6 Standar Kualitas Air Bersih dan Air Minum

Kualitas airtanah merupakan faktor yang penting di samping faktor

kuantitasnya. Permasalahan kualitas airtanah tidak saja penting untuk keperluan

penyediaan air untuk kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk keperluan lain misalnya

penyediaan air untuk pertanian, industri dan lain sebagainya. Sesuai dengan
30

keperluan pemakaian air tersebut diperlukan persyaratan tertentu sebagai standar

kualitasnya (Suharyadi, 1984).

Standar kualitas Air harus memenuhi syarat fisika, kimia dan mikrobiologi di

Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan RI yang telah mengeluarkan standar

kualitas air minum nomor: 416/Menkes/Per/IX/1990, tanggal 3 September 1990 dan

diperbaharui pada Peraturan Menteri Kesehatan RI No.32 tahun 2017. Sedangkan di

Amerika Serikat diatur oleh U.S Environmental Protection Agency yang telah

mengeluarkan regulasi EPA 822-R-94-001 tahun 1994.

Anda mungkin juga menyukai