Anda di halaman 1dari 15

Nama : Selvina Widianti

Npm : 09200000125

TUGAS
1. Sebutkan tujuan penerapan k3, Jelaskan?
2. Apa yang anda ketahui tentang k3, Jelaskan?
3. Jelaskan menurut anda apa yang dimkasud dengan pengendalian lingkungan kerja
4. Apa yang disebut bahan kimia yang berbahaya dan sebutkan faktor faktor yang
mempengaruhi tingkat bahaya dari bahaya kimia berbahaya
5. Sebutkan manfaat penerapan SMK 3 di rumah sakit/perusahaan
6. Sebutkan prinsip-prinsip penerapan SMK3 kemudian jelaskan
7. Sebutkan jenis-jenis proses pengolahan limbah secara fisik dan kimia, kemudian
jelaskan?
8. Apa yang dimaksud dengan limbah B3 menurut anda dan bagaimana cara menangani?
9. Sebutkan 4 kategori penyakit akibat kerja menurut WHO dan jelaskan
10. Sebutkan dan jelaskan faktor penyebab penyakit akibat kerja
11. Apa yang harus anda perbuat tehadap HAZARDs
12. Sebutakan singkatan HAZARDS dan pengertiannya
13. Sebutkan dan jelaskan prinsip dasar penyehatan air di rumah sakit
14. Sebutkan pendekatan K3 kemudian uraikan
15. Sebutkan 3 unsur pelaksanaan UU No.1 tahun kemudian jelaskan
Jawaban
1. Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki 3 (tiga) tujuan dalam
pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja. 3 (tiga) tujuan utama penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun
1970 tersebut antara lain :
 Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di
tempat kerja.
 Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
 Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.
2. Setiap perusahaan wajib menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam
kegiatan usahanya. K3 memberikan perlindungan bagi kesehatan dan keselamatan
kerja tenaga kerja, yaitu dengan cara mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat
kerja.Selain itu, penerapan K3 juga akan memberikan perlindungan pada sumber-
sumber produksi sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
perusahaan. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13/2003 Pasal 87
disebutkan, setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
3. Pengendalian lingkungan kerja dapat dilakukan setelah pengukuran dilakukan. Hal ini
dilakukan agar tingkat faktor kimia dan fisik berada di bawah NAB, serta faktor-
faktor seperti faktor biologi, ergonomis dan psikologi dapat memenuhi
standar. Pengendalian lingkungan kerja dapat dilakukan sesuai dengan pengendalian
pengendalian, mulai dari eliminasi, subtitusi, rekayasa teknis, administratif, hingga
penggunaan alat pelindung diri.
4. Pengertian (definisi) bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas
yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat
kerja (PAK) Bahaya kimia : gas, uap, cairan atau debu yang bisa membahayakan
tubuh pekerja seperti produk pembersih, asam baterai atau pestisida.
Faktor bahaya kimia
Bahan / Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya.
 Beracun
 Reaktif
 Radioaktif
 Mudah meledak
 Mudah terbakar/menyala
 Iritan
 Korosif
5. Prinsip pedoman Manajemen K3 Rumah Sakit Kepmenkes No. 432 mengatur
bagaimana rumah sakit mengelola risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Tujuannya yaitu untuk mencegah kecelakaan kerja dan menjaga kesehatan pekerja
dalam lingkup Rumah Sakit.
Manfaat Pedoman K3 bagi Rumah Sakit menurut Kepmenkes No. 432 adalah:
a) Bagi Rumah Sakit:
 Meningkatkan mutu pelayanan
 Mempertahankan kelangsungan operasional Rumah Sakit
 Meningkatkan citra Rumah Sakit
b) Bagi karyawan Rumah Sakit:
 Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)
 Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
c) Bagi pasien dan pengunjung:
 Mutu layanan yang baik
 Kepuasan pasien dan pengunjung

6. 5 Prinsip dasar dalam penerapan SMK3 sesuai dengan kebijakan Nasional yang harus
diterapkan oleh perusahaan adalah:
a) Penetapan kebijakan K3;
Penyusunan Kebijakan K3:Penetapan Kebijakan:Pelaksanaan No.2 diatas
harus dilaksanakanPeninjauan ulang no.3Komitmen tingkatan pimpinanPeran
serta pekerja & orang lain di tempat
b) Perencanaan K3;
Rencana K3 berdasarkan: penelahaan awal, HIRA, peraturan & sumber
dayaRencana K3 memuat: tujuan & sasaran, skala prioritas, upaya
pengendalian bahaya, penetapan sumber daya, jangka waktu pel, indikator
pencapaian, sistem pertanggung jawaban
c) Pelaksanaan rencana K3
Penyediaan SDM : perusahaan berkewajiban untuk memiliki SDM yang
berkompeten dan bersertifikat sesuai peraturan perundanganPenyediaan sarana
& prasarana : Organisasi/unit K3, Anggaran, Prosedur kerja, informasi,
pelaporan, pendokumentasian, Instruksi kerjaKegiatan pelaksanaan
meliputi:Tindakan pengendalian risiko kec. & PAKPerancangan dan
rekayasaProsedur & instruksi kerjaPenyerahan sbg Pelaksana
PekerjaanPembelian/Pengadaan Barang dan JasaProduk AkhirKeadaan
Darurat Kec. dan Bencana IndustriRencana & Pemulihan Keadaan Darurat
d) Pemantauan dan evaluasi kinerja K3;
Pemeriksaan, Pengujian dan Pengukuran Audit Internal SMK3
e) Peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3
Tinjauan ulang secara berkala dengan melakukan Rapat Tinjauan
ManajemenDapat mengatasi implikasi K3
7. Limbah merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang mana limbah
tersebut berasal dari berbagai sumber seperti dari pembuangan rumah tangga, sisa
hasil produksi dan sebagainya. Limbah cair tersebut apabila tidak ditangani sesegera
mungkin maka akan menyebabkan terjadinya pencemaran air yang tentunya akan
menimbulkan dampak bagi lingkungan maupun masyarakat.
Untuk itu limbah cair tersebut perlu diolah lebih lanjut agar tidak memberikan
dampak negatif. Proses pengolahan limbah cair memang sudah dikembangkan
menjadi beragam. Proses pengolahan limbah cair tersebut sudah disesuaikan dengan
kebutuhan ataupun faktor finansial. Adapun pengolahannya terbagi atas 5 macam,
yaitu pengolahan primer, pengolahan sekunder, pengolahan tersier, proses desinfeksi
dan pengolahan lumpur.
a) Pengolahan Primer
Tahap pertama dari pengolahan limbah cair industri adalah pengolahan primer
(primary treatment), pengolahan ini merupakan pengolahan secara fisika.
Adapun tahapan dari pengolahan primer adalah tahap penyaringan, tahap
pengolahan awal, tahap pengendapan dan terakhir adalah tahap pengapungan.
Tahap Penyaringan (Screening) – Limbah cair yang terkumpul harus melewati
proses penyaringan terlebih dahulu melalui saluran pembuangan. Metode ini
dapat dikatakan sebagai metode yang efisien dan tentunya tidak terlalu banyak
mengeluarkan biaya untuk menyaring bahan padat yang terdapat dalam air
limbah.
Tahap Awal (Pretreatment) – Setelah melewati proses penyaringan, maka
limbah tersebut akan disalurkan menuju tangki atau bak yang berfungsi untuk
memisahkan pasir dan partikel padat lain yang berukuran besar. Cara kerja
dari tangki tersebut adalah dengan memperlambat aliran air limbah sehingga
partikel pasir yang ada akan mengendap di dasar tangki, sedangkan air limbah
akan dialirkan untuk diproses lebih lanjut.
Tahap Pengendapan – Setelah melewati proses awal maka air limbah akan
ditampung dalam tangki khusus pengendapan. Metode pengendapan
merupakan metode paling dasar dalam pengolahan untuk mengolah limbah
cair. Dalam tangki pengendapan, limbah cair akan didiamkan dalam jangka
waktu tertentu agar partikel padat yang masih ada dapat mengendap di dasar
tangki. Biasanya endapan partikel tersebut berupa lumpur yang nantinya akan
dipisahkan menuju saluran lain untuk diolah lebih lanjut.
Tahap Pengapungan (Floation) – Metode terakhir dari proses pengolahan
primer adalah tahap pengapungan. Metode ini sangat efektif digunakan untuk
memisahkan polutan seperti minyak dan lemak. Proses pengapungan ini
menggunakan alat yang dapat menghasilkan gelembung udara, dimana
gelembung tersebut akan membawa partikel polutan menuju permukaan air
limbah dan kemudian akan dihilangkan.
b) Pengolahan Sekunder
Pengolahan sekunder (secondary treatment) merupakan pengolahan limbah
cair secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme untuk
menguraikan bahan organik. Salah satu mikroorganisme yang sering
digunakan pada proses ini adalah bakteri aerob. Pengolahan sekunder secara
umum terbagi atas 3 tahapan, yaitu tahap penyaringan dengan tetesan (tricking
filter), tahap lumpur aktif (activated sludge) dan terakhir tahap kolam
(treatment ponds).
Tahap Tricking Filter – Pada tahap ini, bakteri aerob akan digunakan untuk
menguraikan bahan organik yang melekat dan berkembang pada media kasar
yang berupa batuan kecil atau plastik dengan ketebalan 1-3 mili. Limbah cair
akan dialirkan ke media kasar tadi dan dibiarkan agar dapat meresap. Pada
proses peresapan tersebut, bahan organik yang terkandung pada limbah akan
diuraikan oleh bakteri aerob dan selanjutnya hasil resapan tersebut akan
sampai pada dasar lapisan media dan kemudian akan ditampung dalam wadah
yang selanjutnya akan disalurkan pada tangki khusus pengendapan. Endapan
tersebut nantinya akan diproses lebih lanjut.
Tahap Lumpur Aktif – Pada tahap ini limbah cair yang telah melewati
proses filter akan ditampung pada tangki khusus yang didalamnya terdapat
lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Setelah itu limbah akan disalurkan
kembali ke tangki pengendapan yang lainnya sementara itu lumpur yang
mengandung bakteri aerob akan disalurkan pada tangki aerasi.
Tahap Treatment Ponds – Tahap terakhir pada tahap sekunder
adalah treatment ponds atau kolam perlakuan. Pada tahap ini limbah cair akan
ditempatkan pada kolam terbuka dimana didalamnya terdapat alga yang dapat
menghasilkan oksigen. Oksigen inilah yang nantinya akan digunakan bakteri
aero untuk menguraikan bahan organik dalam limbah cair. Apabila limbah
telah mengendap maka air permukaan dapat disalurkan ke lingkungan untuk
diolah dan digunakan lagi.
c) Pengolahan Tersier
Seperti yang telah disinggung diawal bahwa apabila setelah melalui proses
pengolahan primer dan sekunder masih ada zat dalam limbah yang tentunya
berbahaya bagi lingkungan dan juga masyarakat, maka akan dilanjutkan ke
tahap selanjutnya yaitu tertiary treatment. Pengolahan ini umumnya bersifat
khusus yang berarti pengolahan akan disesuaikan dengan kandungan zat yang
tersisa pada lembah cair tersebut.
d) Desinfikasi
Pengolahan limbah cair industri yang berikutnya adalah desinfeksi atau sering
disebut sebagai porses pembunuhan kuman yang tentunya bertujuan untuk
membunuh dan mengurangi mikroorganisme yang ada dalam limbah cair.
Mekanisme pada proses ini bersifat kimia yaitu dengan menambahkan
senyawa pada cairan limbah tersebut.
Perlu diketahui bahwa dalam menambahkan senyawa kimia tersebut harus
memperhatikan hal-hal seperti daya tingkat racun, efektivitasnya, dosis yang
digunakan, tidak boleh membahayakan bagi manusia dan hewan, tahan air dan
tentunya biayanya terjangkau. Salah satu contoh pada proses ini adalah dengan
menambahkan klorin. Apabila benar-benar sudah bersih maka limbah sudah
aman untuk dibuang ke lingkungan.
e) Pengolahan lumpur atau slude treatment adalah tahap pengolahan paling
terakhir yang dilakukan ketika pengolahan limbah cair primer, sekunder dan
tersier yang menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut
tentunya tidak dapat dibuang ke lingkungan begitu saja, karena akan
mencemari lingkungan. Maka dari itu lumpur tadi perlu diolah agar ramah
lingkungan. Proses pengolahan lumpur ini biasanya dengan menguraikannya
dengan cara aerob yang nantinya akan disalurkan ke beberapa alternatif seperti
dibuang ke laut atau dibuang ke lahan pembuangan khusus, bahkan dapat
dijadikan sebagai pupuk kompos.
8. Limbah B3 adalah sisa suatu usaha yang mengandung B3. B3 adalah zat, energi
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan
hidup dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan serta kelangsungan hidup
Cara Penanganan Limbah B3
Ada beberapa cara dalam penanganan limbah B3. Itu selalu terbaik untuk mengurangi
jumlah limbah di sumbernya, atau bahkan mendaur ulang bahan yang dapat
digunakan kembali secara produktif. Namun, langkah-langkah ini tidak
menyelesaikan masalah pembuangan limbah ini.
Beberapa penanganan limbah B3, dengan beberapa metode yang dapat diterapkan:
a) METODE KIMIA
Beberapa perlakuan kimia adalah pertukaran ion, oksidasi dan reduksi,
pengendapan kimia, dan netralisasi . Metode ini digunakan untuk mengubah
limbah berbahaya menjadi gas tidak beracun, dengan memodifikasi sifat
kimianya.
Sebagai contoh, sianida dapat melalui proses oksidasi menjadikan residu
beracun ini sebagai produk tidak beracun. Proses kimia lainnya adalah
pemisahan air, yang memungkinkan air diekstraksi dari beberapa residu
organik, dan kemudian dihilangkan melalui pembakaran.
b) METODE TERMAL
Metode ini menggunakan suhu tinggi untuk pembakaran bahan. Metode termal
tidak hanya dapat mendetoksifikasi beberapa bahan organik, tetapi juga
menghancurkannya sepenuhnya.
Ada peralatan termal khusus yang digunakan untuk pembakaran limbah padat,
cair atau lumpur.
Meskipun efektif dalam metode ini, tetapi, dan itu adalah bahwa pembakaran
limbah berbahaya dengan metode termal dapat menyebabkan polusi udara.
c) METODE BIOLOGIS
Ini digunakan untuk pengolahan limbah organik, seperti yang berasal dari
industri minyak. Salah satu metode pengolahan limbah berbahaya biologis
adalah budidaya tanah.
Teknik ini terdiri dari pencampuran residu dengan permukaan tanah di area
tanah yang cocok. Beberapa jenis mikroba dapat ditambahkan untuk
memetabolisme limbah dan beberapa nutrisi.
Ada kasus di mana bakteri yang dimodifikasi secara genetik digunakan.
Mikroba juga digunakan untuk menstabilkan limbah berbahaya. Proses ini
disebut bioremediasi. Perlu dicatat bahwa tanah ini tidak cocok untuk
menanam.
9. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit akibat kerja diartikan sebagai
gangguan kesehatan yang muncul akibat faktor risiko yang ada pada lingkungan
pekerjaan. Sebagai contoh, konstruksi berisiko lebih tinggi mengalami gangguan
pendengaran.
Ada beragam jenis penyakit akibat kerja yang bisa terjadi, seperti paparan bahan
kimia yang bersifat karsinogenik atau pemicu kanker.
 Asma
Asma bisa menjadi penyakit akibat kerja yang biasa diderita oleh para pekerja
yang sering terpapar asap kimia, gas, dan debu. Beberapa profesi yang rentan
terkena penyakit ini adalah tukang kayu, tukang las, dan penata rambut.
 Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Biasanya penyakit paru kronis diderita oleh para pekerja dengan aktivitas di luar
ruangan dan sering terpapar polusi udara. Selain itu, penyakit akibat kerja ini juga
kerap dialami oleh seorang yang bekerja di tempat tambang batu bara, pabrik
tanah liat, dan pabrik bahan bangunan.
 Penyakit otot dan syaraf
Penyakit saraf adalah gangguan yang terjadi pada sistem saraf tubuh yang
meliputi otak dan sistem saraf pusat. Jika sistem saraf terganggu, bisa
menyebabkan terganggunya seluruh atau sebagian fungsi tubuh, seperti sulit
bergerak, berbicara, dan mengalami gangguan ingatan. Dalam beberapa kasus,
gejala awal sakit saraf meliputi sakit kepala, nyeri punggung, hingga menurunnya
daya ingat. Biasanya, penyakit ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah cedera otak atau tulang belakang. Selain itu, ada beberapa penyebab lain
yang perlu diwaspadai.
 Dermatitis kontak
Salah satu penyakit akibat kerja lainnya adalah dermatitis kontak. Biasanya,
penyakit ini sering dialami oleh para pekerja yang sering bersentuhan dengan zat
kimia, pestisida, nikel, parfum, dan pewarna rambut. Penyakit ini ditandai dengan
ruam yang gatal, kering, dan bersisik.
 Carpal Tunnel Syndrome
Carpal tunnel syndrom merupakan salah satu penyakit yang terjadi karena saraf
median yang terletak di telapak tangan mengalami tekanan berlebih. Gangguan ini
kerap menyebabkan tangan terasa lemah atau kesemutan. Biasanya, seseorang
yang bekerja di dalam ruangan atau perkantoran rentan berisiko mengalami
penyakit ini.
10. Faktor penyebab adanya penyakit akibat kerja
Seseorang yang memiliki sebuah pekerjaan tentu saja harus siap dengan segara resiko.
Baik itu kecelakan kerja ataupu penyakit akibat kerja. Beberapa penyakit kerja yang
bisa timbul diantarana disebabkan oleh beberapa faktor. Berikut ini faktor yang bisa
mengakibatkan timbulnya penyakit akibat kerja:
a) Faktor Biologi
Untuk faktor biologi ini, seseorang bisa terkena penyakit akibat kerja karena
berasal dari virus, bakteri, jamur, parasit dan lainnya. Tentu saja penyakit dari
faktor biologis ini bisa dibilang ringan. Namun meski terlihat ringan, apabila
tidak segara mendapatkan penanganan pun bisa mengakibatkan seseorang
terkena cidera pada tubuhnya. Sedangkan efek yang akan ditimbulkan pada
tubuh ialah kelelahan fisik, nyeri otot atau pegal, deformitas tulang, dislokasi.
b) Faktor Fisik
Faktor fisik penyebab terjadinya penyakit akibat kerja ialah karena adanya
suara yang bising, temperatur suhu yang terlalu tinggi, radiasi sinar
elektromagnetik, tekanan udara tinggi dan juga adanya getaran di lokasi kerja.
Tentu saja faktor fisik ini bisa menyebabkan berbagai penyakit yang bisa
timbul jika terpapar pada waktu yang lama. Mulai dari menyebabkan ketulian,
hyperpireksi atau demam tinggi, serta adanya gangguan terhadap proses
metabolisme tubuh.
c) Faktor Psikologi
Untuk faktor psikologi penyakit akibat kerja ini lebih tertuju pada faktor
hubungan kerja dan juga lingkungan. Pada faktor ini seseorang pun bisa
mengalami stres akibat tekanan lingkungan ataupun kondisi sekitar tempat
kerja.
Penyebab dari faktor psikologi pun beragam, seperti suasana kerja yang
monoton serta tak membuat kamu nyaman, hubungan kerja dengan sesama
rekan yang kurang baik, hingga upah kerja yang dianggap kurang pun bisa
mengakibatkan penyakit akibat kerja loh.
d) Faktor Kimia
Faktor kimia mungkin menjadi faktor terberat yang bisa kamu alami jika
terkena penyakit akibat kerja. Tentu saja faktor ini pun banyak diakibatkan
karena bahan kimia yang ada pada alat atau pun bahan baku kerja. Jika terkena
bahan kimia atau terpapar bahan kimia baik itu zat padat, gas, cair atau pun
uap bisa mengakibatkan kecacatan.
11. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal penting yang harus diterapkan di
semua tempat kerja, baik pada sektor formal maupun sektor informal. Terlebih bagi
tempat kerja yang memiliki risiko atau bahaya yang tinggi, serta dapat menimbulkan
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja.Asuhan keperawatan merupakan
pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan terorganisasi sehingga
setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yanng
diberikan. Upaya perawat yangn dapat dilakukan untuk mencegah dan meminimalkan
risiko dan hazard dalam perencanaan asuhan keperawatan yaitu:
1. Identifikasi sumber bahaya, penilaian, dan pengendalian faktor risiko.
2. Membuat peraturan
3. Tujuan dan sasaran
4. Indikator kinerja
5. Program kerja
6. Pengorganisasian
12. Bahaya ( hazard ) adalah faktor intrinsik yang melekat pada sesuatu (bisa pada barang
ataupun suatu kondisi maupun kondisi).Proses kontak antara bahaya dengan manusia
ini dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu:
a) Manusia yang menghadapi bahaya.
b) Bahaya yang menghampiri manusia melalui proses alami.
c) Manusia dan bahaya saling menghampiri.
Jenis bahaya
jenisnya, bahaya dapat diklasifikasikan atas:
a) Bahaya Utama
b) Bahaya fisik , misalnya yang berkaitan dengan peralatan seperti bahaya listrik.
c) Bahaya kimia , misalnya yang berkaitan dengan bahan/bahan seperti antiseptik,
aerosol, insektisida, dan lain-lain
d) Bahaya biologi , misalnya yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di
lingkungan kerja seperti virus dan bakteri.
e) Bahaya psikososial , misalnya yang berkaitan dengan aspek sosial psikologis
maupun organisasi pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat memberi
dampak pada aspek fisik dan mental pekrja. Seperti misalnya pola kerja yang tak
beraturan, waktu kerja yang diluar waktu normal, beban kerja yang melebihi
kapasitas mental, tugas yang tidak berfariasi, suasana lingkungan kerja yang
terpisah atau terlalu ramai dll.
13. Pengertian
Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan
yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Sumber penyediaan air minum dan untuk keperluan rumah sakit berasal dari
Perusahaan Air Minum, air yang didistribusikan melalui tangki air, air kemasan dan
harus memenuhi syarat kualitas air minum.
Persyaratan
Kualitas Air Minum
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum.
Kualitas Air yang Digunakan di Ruang Khusus
Ruang Operas
Bagi rumah sakit yang menggunakan air yang sudah diolah seperti dari PDAM, sumur
bor dan sumber lain untuk keperluan operasi dapat melakukan pengolahan tambahan
dengan catridge filter dan dilengkapi dengan disinfeksi menggunakan ultra violet
(UV).
Ruang Farmasi dan Hemodialisis
Air yang digunakan di ruang farmasi terdiri dari air yang dimurnikan untuk penyiapan
obat, penyiapan injeksi dan pengenceran dalam hemodialisis.
14. Pendekatan Filosofi :
keselamatan dan kesehatan kerja ( K3) merupakan suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah atau rokhaniah tenaga kerja
pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju
masyarakat adil dan makmur.
 Pendekatan Ilmiah :
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan suatu bidang keilmuan dimana
kajian – kajiannya tidak hanya terbatas pada ilmu kesehatan dan keselamatan
namun juga melakukan pengkajian terhadap ilmu – ilmu lain seperti : Higine
industri, ergonomi, human faktor, epidomologi, statistik, kedokteran, rekayasa ,
kimia, toksikologi, manajemen, hukum, sosial , perilaku dan lain – lain.
 Pendekatan Praktis :
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan kajian – kajian praktis yang
membahas mengenai upaya – upaya yang ditempuh untuk melakukan pencegahan
atau memperkecil timbulnya bahaya – bahaya (Hazard) dan resiko (Risk)
terjadinya penyakit dan juga kecelakaan.
15. NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA
BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH
Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
a) "tempat kerja" ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka,
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tempat
kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-
sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja
ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan
bagian-bagian atau berhubung dengan tempat kerja tersebut;
b) "pengurus" ialah orang yang mempunyai tugas langsung sesuatu tempat kerja
atau bagiannya yang berdiri sendiri;
c) "pengusaha" ialah :
o orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri
dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;
o orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu
usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat
kerja;
o orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan
hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang mewakili berkedudukan
di luar Indonesia.
d) "direktur" ialah pejabat yang ditunjuk oleh Mneteri Tenaga Kerja untuk
melaksanakan Undang-undang ini.
e) "pegawai pengawas" ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.
f) "ahli keselamatan kerja" ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
mengawasi ditaatinya Undang-undang ini.
BAB II RUANG LINGKUP
Pasal 2
a) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara,
b) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di
mana :
o dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, perkakas,
peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan atau peledakan;
o dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut, atau
disimpan atau bahan yang dapat meledak, mudah terbakar, menggigit,
beracun, menimbulkan infeksi, bersuhu tinggi;
o dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
perairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dimana dilakukan pekerjaan persiapan.
o dilakukan usaha: pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan
dan lapangan kesehatan;
o dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau
bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau minieral lainnya, baik
di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;
o dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di darat,
melalui terowongan, dipermukaan air, dalam air maupun di udara;
o dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok,
stasiun atau gudang;
o dilakukan penyelamatan, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam
air;
o dilakukan pekerjaan dalam ketinggian diatas permukaan tanah atau
perairan;
o dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah;
o dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan,
terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau
terpelanting;
o dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;
o terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, suhu, kotoran, api, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;
o dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;
o dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televisi,
atau telepon;
o dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat teknis;
o dibangkitkan, dirobah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air;
o diputar film, pertunjukan sandiwara atau diselenggarakan reaksi lainnya
yang
o memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik.
c) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-
ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan
keselamatan atau kesehatan yang bekerja atau yang berada di ruangan atau
lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).
BAB III SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA
Pasal 3
a. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
untuk :
 mencegah dan mengurangi kecelakaan;
 mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran;
 mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; yang berada di
dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
 memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;
 memberi pertolongan pada kecelakaan;
 memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
 mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,
sinar radiasi, suara dan getaran;
 mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.
 memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
 menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
 menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
 memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
 memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan,
cara dan proses kerjanya;
 mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman atau barang;
 mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;
 mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang;
 mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;
 menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan
yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.
b. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut
dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan
teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.
Pasal 4
a. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan
bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan
dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
b. Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu
kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang
mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan,
perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan,
pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas
bahan, barang, produk teknis dan aparat produk guna menjamin
keselamatan barang-barang itu sendiri, keselamatan tenaga kerja yang
melakukannya dan keselamatan umum.
c. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut
dalam ayat (1) dan (2); dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa
yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan
tersebut.
BAB IV PENGAWASAN
Pasal 5
a) Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini
sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini
dan membantu pelaksanaannya.
b) Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan
kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan
perundangan.
Pasal 6
a) Barang siapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan
permohonan banding kepada Panitia Banding.
b) Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia
Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
c) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi.
Pasal 7
a) Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus
membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan
peraturan perundangan.
Pasal 8
a) Pengurus di wajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.
b) Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya, secara berkala pada Dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur.
c) Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan.
BAB V PEMBINAAN
Pasal 9
a) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja
baru tentang :
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat
kerja;
b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerja;
c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
b) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah
ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di
atas.
c) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja
yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan
pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja,
pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
d) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan
ketentuanketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan
BAB VI PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN
KERJA
Pasal 10
a) Menteri Tenaga Kerja berwenang membertuk Panitia Pembina Keselamatan
Kerja guna memperkembangkan kerja sama, saling pengertian dan partisipasi
efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat
kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha
berproduksi.
b) Susunan Panitia Pembina dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan
lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.
BAB VII KECELAKAAN
Pasal 11
a) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat
kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga
Kerja.
b) Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud
dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.
BAB VIII KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja
untuk:
a) Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan
atau keselamatan kerja;
b) Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan;
c) Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan;
d) Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan;
e) Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan
keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khususditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
BAB IX KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA
Pasal 13
Barang siapa akan memasuki sesuatu tempat kerja, diwajibkan mentaati semua
petunjuk keselamatan kerja dan memakai alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan.
BAB X KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
Pengurus diwajibkan :
a) secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua
syarat
b) keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua
peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan,
pada tempattempat yang mudah dilihat dan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamatan kerja; Memasang dalam tempat kerja yang
dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua
bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
c) Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan
bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan
petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk-petunjuk yang
diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
BAB XI KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP
Pasal 15
a) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan.
b) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman
pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-
lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus
ribu rupiah).
c) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran.
Pasal 16
Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada
waktu Undangundang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di dalam satu
tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-
ketentuan menurut atau berdasarkan Undangundang ini.
Pasal 17
Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-
undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan
kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 18
Undang-undang ini disebut "UNDANG-UNDANG KESELAMATAN
KERJA" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang
dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundanganUndangundang ini
dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai