Anda di halaman 1dari 10

CHAPTER VIII

HEALTH, SAFETY, AND ENVIRONMENT (HSE) & CORPORATE SOCIAL


RESPONSIBILITY (CSR)

Dalam konteks pembangunan saat ini, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada
tanggungjawab yang berpijak pada aspek keuntungan secara ekonomis semata, yaitu nilai
perusahaan yang direfleksikan dalam kondisi keuangan, namun juga harus memperhatikan
aspek sosial dan lingkungannya. Perusahaan bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk
menciptakan profit demi kelangsungan usahanya, melainkan juga bertanggungjawab terhadap
aspek sosial dan lingkungannya. Dasar pemikirannya adalah menggantungkan semata-mata
pada kesehatan finansial tidak menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan
(sustainable). Kegiatan pengembangan Blok Natuna yang dilakukan perusahaan ini yang
dilakukan meliputi pemboran, komplesi dan pembangunan fasilitas produksi. Operasi
produksi ini mempunyai resiko tinggi sehingga berpotensi menimbulkan kerugian serta
dampak negatif terhadap manusia dan lingkungan. Operasi yang berpotensi menimbulkan
kerugian antara lain perencanaan pembuatan fasilitas pemboran dan produksi, pemboran
sumur, transportasi material dan tenaga kerja, konstruksi fasilitas produksi, serta penyaluran
hasil produksi. Kerugian atau dampak negatif dapat timbul dalam bentuk kecelakaan,
kebakaran, peledakan, atau pencemaran lingkungan. Berdasarkan pengamatan, dampak
negatif dapat terjadi sebagian besar disebabkan oleh faktor manusia, lemahnya sistem
pengawasan, serta rendahnya budaya peduli aspek HSE.
Masalah sosial global pada proses pengembangan lapangan yang terjadi saat ini
adalah kemiskinan sebagai akibat dari bagi hasil penerimaan yang tidak seimbang. Masalah
lingkungan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan yaitu masalah lingkungan hidup seperti
bencana alam dan global warming. Masalah-masalah tersebut apabila tidak tertangani dengan
baik dapat menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu justru dapat merusak eksistensi
perusahaan. Di sisi lain dalam era demokrasi saat ini, masyarakat semakin mengerti dan
berani menyuarakan asirasinya. Masyarakat menuntut perusahaan agar menjalankan
usahanya secara bertanggung jawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan
sekitarnya. Tuntutan tersebut meningkatkan kesadaran dan kepekaan perusahaan sehingga
melahirkan konsep tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dan
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pertumbuhan dan kelangsungan hidup
perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga CSR merupakan investasi masa depan
perusahaan untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development).
HSE
Dalam melakukan kegiatan MIGAS perlu dilakukan upaya untuk menjaga
keselamatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan dalam bekerja. Segala peraturan tentang
keselamatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan diterapkan dalam HSE (Health Safety
and Environment). Penerapan HSE bertujuan untuk menciptakan tempat kerja yang aman,
nyaman, sehat, nihil kecelakaan, bebas penyakit dan ramah lingkungan. Adanya bahaya dan
resiko pada kesehatan, keselamatan kerja, dan lingkungan (HSE yang akan berdampak pada
pekerja, perlengkapan/peralatan, material, dan lingkungan hidup di sekitar area operasi.
Di Indonesia telah diatur perundang-undangan yang mengatur keselamatan kerja, di tambah
lagi dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih di bidang keselamatan kerja maka
angka kecelakaan kerja terutama dibidang MIGAS dapat diminimalisir. Pembahasan
mengenai HSE akan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. SMK3 (Sistem Manajemen Kesehatan Keselamatan Kerja)
(Sistem ManajemenKesehatan dan Keselamatan Kerja) yang menerangkan bahwa
setiap perusahaan wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya. SMK3 adalah bagian
dari sistem manajemen secara keseluruhan meliputi struktur organisasi. Sistim
Manajamen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) ini adalah dalam rangka :
 Untuk meningkatkan efektifitas perlindungan K3 dengan cara : terencana,
terukur, terstruktur, terintegrasi.
 Untuk mencegah kecelakaan kerja dan mengurangi penyakit akibat kerja,
dengan melibatkan : manajemen, tenaga kerja/pekerja dan serikat pekerja.
SMK3 diwajibkan bagi perusahaan, mempekerjakan lebih dari 100 orang dan
mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi. Untuk itu perusahaan diwajibkan
menyusun rencana K3, dalam menyusun rencana K3 tersebut pengusaha melibatkan.
ahli K3, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), wakil pekerja
dan pihak lain yag terkait.
Adapun tahapan dan langkah-langkah, penerapan sistem manajemen K3, yaitu:
 Tahap Persiapan
 Tahap Pengembangan dan Penerapan
2. HSE Pemboran
Kegiatan pengeboran adalah membuat lubang sumur untuk membuktikan adanya
hidrokarbon dan sebagai sarana pengangkat gas bumi dari dasar sumur ke permukaan.
Pengeboran dilakukan di laut ( offshore). Adapun yang akan dibahas pada HSE
mengenai kegiatan pemboran diantaranya :
 Tahap Pemboran: Persiapan Pemboran, Pelaksanaan Pemboran, Penyelesaian
dan reklamasi sumur
 Simulasi Pemboran
 Drilling Waste Management
 Kesimpulan dan Saran Pemboran.
3. HSE Produksi
4. HSE dalam lingkungan kerja
5. Tanggap Darurat K3
Berdasarkan skenario ini aspek HSE yang penting untuk diperhatikan yaitu pada proses
pemboran dan juga proses produksi.
1. Landasan Hukum
Dasar hokum berupa peraturan-peraturan dan perundang - undangan yang menjadi
acuan serta penerapan dalam bidang HSE antara lain :
 PP No 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan
 UU No.32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
 UU No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang
 PP No.35 Tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
 UU No.22 Tahun 2001 tentang Undang-Undang Minyak dan gas Bumi
 PP No.42 Tahun 2001 tentang badan pelaksanaan kegiatan usaha hula minyak
dan gas bumi
 UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan
 UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
 PP No.29 Tahun 1997 tentang analisis mengenai dampak lingkungan
 UU No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
 Undang-undang No. 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya
 Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 dari Republik
Indonesia untuk Seluruh Indonesia (lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 4)
 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan dan Keschatan Kerja
(Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor
1981);
 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1 992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 14);
 Keputusan Presiden RI Nomor 96/M/Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet
Pembangunan VI;
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.04/MEN/1 993 tentang Jaminan
Kecelakaan Kerja:
 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER.05/MEN/1993 tentang Petunjuk
/Teknis Pendaftaran Kepesertaan, Pembayaran Turan, Pembayaran Santunan,dan
Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
2. Iklim
3. Studi Lingkungan
4. Studi Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup
5. Lingkungan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
6. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL)
7. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Manajemen dan Monitoring Lingkungan
Manajemen lalu lintas dilakukan untuk mengantisipasi keluhan dari masyarakat
berkaitan dengan kegiatan transportasi baik saat pengangkatan pipa ke lokasi, pemindahan

alat berat, maupun pengangkutan material. Upaya manajemen lingkungan diterapkan pada
kegiatan yang berpotensi memiliki dampak bahaya lingungan seperti limbah B3, kualitas air,
kualitas udara, dan kebisingan.
1. Penanganan, Pemisahan, dan Penyimpanan Limbah
Ketika suatu akan dibuang ,maka material tersebut dapat dikasifikasikan
sebagai limbah. Anda harus mengidentifikasi limbah tersebut, mulai dari
sumber fase limbah, dan sifatnya (limbah B3 atau limbah Non B3) untuk
mempermudah proses pengelolaanya.
Lakukan pelatihan kepada seluruh pekerja bagaimana mengidentifikasi,
mengurangi limbah denga baik.
Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi jenis limbah gunakan
klasifikasi berikut ini :
a. Sumber Limbah
 Kegiatan Operasional ( misal : dari area proses, area tangki, area
laboratorium, dll)
 Kegiatan Domestik/penunjang (misal : kantin, dapur, toilet,dll)
b. Bentuk Limbah
 Padat = kemasan produk, drum pelumas
 Cair = cairan kimia, solvent, air limbah
 Gas
c. Klasifikasi limbah
 Non B3
 B3
Semua limbah yang dihasilkan dari setiap area kerja harus dipisahkan
terlebih dahulu sesuai dengan karakteristik khusu setiap limbah. Terdapat 2
pembagian limbah yaitu:
a. Limbah Non B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Limbah non B3 padat harus ditampung terlebih dahulu pada
temapt yang sudah dipersiapkan, Jumlah limbah yang terkumpul akan
dicatat dalam table pengiriman limbah
Limbah non B3 cair harus disiapkan septic tank pada setiap
wilayah kerja. Air limbah harus dikelolah untuk mengurangi pencemaran
lingkungan sehingga tidak meninggalkan kotoran ataupun bau.
Pengelolaan limbah non B3 dimulai dengan memisahkan jenis
limbah yaitu:
 Limbah Organik
Limbah organik merupakan limbah yang dapat diurai dan mudah
membusuk seperti makanan, sayuran, daun – daun kering, dan
sebagainya.
 Limbah Anorganik
Limbah anorganik yaitu limbah yang susah terurai seperti plastik,
kaleng, gelas, dan sebagainya. Limbah anorganik dibagi menjadi:
o Recyclable : Limbah yang dapat diolah dan digunakan kembalik
karena memiliki nilai secara ekonomi seperti plastic, kertas,
pakaian, dan lain – lain
o Non-recyclable : Limbah yang tidak memiliki nilai ekonomi
dan tidak dapat diolah atau diubah kembali seperti carbon
paper, rokok, dan lain – lain
b. Limbah B3 (Bahan Berbahaya dna Beracun)
Limbah hasil B3 dikumpulkan pada wadah khusus dan disimpan
di gudang sementara limbah B3 untuk kemudian diberikan pada pihak
pengelola limbah B3 yang sudah bersertifikat dari kementrian
Lingkungan Hidup dan Dishub.
Ketentuan dalam penyimpanan sementara limbah B3 adalah:
 Limbah B3 disimpan maksimal 90 hari ditempat penyimpanan
sementara. Apabila limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg
perhari, limbah B3 dapat disimpan lebih dari 90 hari sebelum
diserhakan kepada pengelola B3 (Sumber: PPRI No. 101 Tahun
2014)
 Limbah harus dilindungi dari sinar matahari dan air hujan
 Limbah harus dibedakan berdasarkan karakteristiknnya
 Lantai dan dinding harus kedap terhadap air dan dilengkapi dengan
bund wall untuk menampung tumpahan
 Tidak terhubung dengan saluran perairan
 Dilakukan pemasangan Material Safety Data Sheet (MSDS) dan
mensosialisaikan kepada seluruh pekerja yang terlibat
 Bagian luar tempat penyimpanan harus diberi tanda limbah B3
sesuai PERMEN No. 14 Tahun 2013
 Adanya perekaman dan pencatatan keluar masuknya limbah B3
 Inspeksi limbah B3 harus dilakukan minimal satu minggu oleh HSE
officer bersama dapartemen terkait.
Karakteristik Limbah B3
 Mudah terbakar
o Jika berdekatan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber
nyala akan mudah terbakar dan apabila telah menyala akan terus
terbakar dalam waktu lama
o Cairan dengan titik nyala (flash point) kurang dari 140 F,
contoh : thinner,BBM
 Mudah meledak
Melalui rekasi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan
tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan
sekitarnya. Contoh :Gas LPG, Gas Hidrogen
 Beracun
o Mengandung racun yang yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungan
o Dapat meneyebabkan kematiaan dan sakit yang serius, apabila
masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau
mulut.Contoh : benzene, lead
 Korosif
Cairan dengan pH < 2.0 atau >12.5 , Contoh : Asam kuat atau basa
kuat, asam sulfat E.
 Reaktif
o Tidak stabil pada keadaan normal
o Dapat bereaksi dengan mudahdan menghasilkan panas, ledakan
atau gas beracun, contoh : Gas asetin
 Infekfius
Mengandung kuman penyakit, contoh : bekas suntikan,kapas/perban
dll
Untuk mengurangi limbah yang dihasilkan harus dilakukan hal – hal
berikut:
a. Reduce adalah kegiatan mengurangi pemakaian suatu barang atau pola
perilaku manusia yang dapat mengurangi produksi sampah serta tidak
melakukan pola konsumsi berlebihan
b. Reuse adalah kegiatan menggunakan barang kembali yang masih layak
pakai
c. Recycle adalah kegiatan mengolah kembali barang – barang bekas sehingga
dapat digunakan kembali
d. Replace adalah kegiatan mengganti barang dengan barang alternative yang
lebih ramah lingkungan
e. Replant adalah kegiatan penanaman kembali tumbuhan untuk pelestarian
lingkungan
2. Kualitas Air
Kualitas air permukaan adalah untuk mengetahui kecenderungan perubahan
kualitas air permukaan di sekitar lokasi kegiatan, yang dipengaruhi oleh aktivitas
pada wilayah kerja. Untuk limbah yang dibuang ke sungai, pemantauan dilakukan
di badan sungai.
Jenis Dampak yang akan dipantau terhadap kualitas air permukaan adalah:
 Kualitas badan air sugai dan aktivitas pembukaan lahan, pembangunan,
dan instalasi pipa
 Limbah cair dari kegiatan limbah domestik

3. Pengelolaan Emisi Udara


Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi,
dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia,
sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya (PP No.
41 Tahun 1999, Sekertaris Negara PROF. DR. H. Muladi S.H.).
Sumber utama emisi:
 Kompresor turbin
 Generator turbine
 Boiler/heater
 Well testing
 Drilling dan peralatan atau transportasi yang berkaitan dengan
logistic
 Venting vii. Oily Water Treatment Unit (OWTU)
 Figitve emissions
 Oil Spill incidents dan Bioremediasi
Gas H2S merupakan gas beracun yang berasal dari formasi bawah permukaan dan sering
dijumpai pada lokasi pemboran. Gas ini sangat berbahaya karena sangat beracun dan sangat
mudah terbakar. Gas ini dapat membunuh apabila dijumpai pada konsentrasi yang tinggi dan
tidak melaksanakan SOP yang tepat. Gas CO2 juga berasal dari bawah permukaan dan sangat
sensitif terhadap isu polusi udara secara global. Walaupun tidak terlalu berbahaya, namun gas
CO2 juga merupakan salah satu poin dari HSE yang paling penting. Flaring dapat dilakukan
dengan mengacu pada PERMEN ESDM Nomor 31 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan
Pembakaran Gas Suar Bakar (Flaring) Pada Kegiatan Usaha Minyak Dan Gas Bumi

Program CSR
Corporate Social Responsibility (CSR) dibentuk untuk mengeliminir bebagai
permasalan yang mungkin timbul seperti ketidaksetujunya masyarakat setempat terhadap
pertambangan, maka dibentuklah melalui program community development (CD). Hal ini
sangat penting untuk meyakinkan masyarakat bahwa kehadiran perusahaan perminyakan
yang akan menguasai sumber alam di wilayah itu akan memberi kompensasi pada mereka
dalam bentuk program-program yang akan meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi
penduduk. Program community development  industri migas difokuskan pada upaya
pemberdayaan masyarakat lokal dan program kemitraan yang melibatkan segenap
stakeholder. Kegiatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sejalan dengan program
pembangunan daerah. Pengembangan CSR pada Lapangan Sembilang dilakukan pada
wilayah Onshore karena lapangan ini merupakan Offshore field.
CSR and Sustainable Development Goal terdiri dari:
1. Pembangunan berkelanjutan memiliki pemahaman sebagai “Pembangunan yang
memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang
untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri” (Majelis Umum PBB, 1987, hlm. 43)
2. ISO 26000 menyatakan bahwa tujuan dari CSR adalah untuk berkontribusi pada
pembangunan berkelanjutan.
3. CSR adalah model bisnis yang mempromosikan kontribusi bisnis untuk pembangunan
berkelanjutan yaitu, ia menciptakan keseimbangan antara kepentingan ekonomi,
kebutuhan lingkungan dan harapan sosial dengan mengintegrasikan semangat
Pembangunan Berkelanjutan ke dalam strategi bisnis.
4. Tanggung jawab perusahaan dan keberlanjutan perusahaan dapat digunakan sebagai
sinonim (United Nations Global Compact, 2013).
Prinsip dalam pelaksanaan CSR terdiri dari:
1. Kesinambungan. CSR berbeda dengan donasi bencana. Dampak yang diharapkan dari
CSR diharapkan dapat terus berlanjut bahkan ketika donasi sudah tidak berjalan
2. Program jangka panjang. CSR bukan dilakukan sekali dua kali untuk mendongkrak
popularitas
3. Berdampak positif pada masyarakat
4. Dana CSR tidak berasal dari komponen harga produk yang dibebankan kepada
konsumen
Program CSR yang dilakukan oleh perusahaan, antara lain:
1. Rehabilitasi Alam
Contoh program CSR yang pertama adalah rehabilitasi alam. Beberapa bisnis dikenal
oleh masyarakat menghasilkan limbah yang tidak ramah lingkungan. Oleh sebab itu,
kegiatan rehabilitasi alam dapat dilakukan sebagai tangungg jawab sosial. Kegiatan
yang dapat dilakukan misalnya adalah reboisasi hutan, hibah bibit tanaman produktif,
penanaman bakau, dan sebagainya.
2. Kegiatan Kemanusiaan atau Filantropi
Filantropi menjadi contoh kegiatan CSR yang dapat dilakukan. Bentuk kontribusinya
dapat dilakukan dengan beragam, misalnya penggalangan dana untuk didonasikan,
membuka kampung wirausaha, bantuan dana UMKM, dan sebagainya.
3. Pengolahan Limbah Berwawasan Lingkungan
Contoh program CSR berikutnya adalah pengelolaan limbah berwawasan lingkungan.
Pengelolaan ini penting untuk mengurangi toksisitas limbah saat dibuang sehingga
nantinya meminimalisir kerusakan ekosistem. Misalnya, suatu perusahaan dapat
memilah terlebih dulu jenis limbahnya (organik, anorganik, dan beracun). Setelah
pemilahan, perusahaan dapat mengolah limbah-limbah sesuai dengan teknik tertentu
agar dapat dibuang nantinya.
4. Penggunaan Sumber Energi Terbarukan
Contoh program CSR lainnya adalah pemanfaatan sumber energi terbarukan, seperti
angin, air, uap alam, dan tenaga surya. Penggunaan energi terbarukan membuat
perusahaan turut andil dalam melestarikan sumber daya terancam punah seperti
minyak bumi dan gas alam.

Anda mungkin juga menyukai