Anda di halaman 1dari 89

P a g e | 1 of 89

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Resiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan akibat aktifitas
yang dilakukan PT. PLN (Persero) sangat mungkin terjadi. Namun, sudah menjadi
sebuah tekat bagi PT. PLN (Persero) untuk selalu memenuhi dan mempertimbangkan
aspek perlindungan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan,
konsumen dan publik. Risiko yang muncul bisa disebabkan oleh pengoperasian alatalat yang digunakan, pengggunaan baha-bahan berbahaya serta aktifitas lain yang
terkait. Lebih lanjut, kesalahan dalam pengendalian operasi dapat menimbulkan
kecelakaan,

penyakit

akibat

kerja,

pencemaran

lingkungan,

dan

gangguan

kelangsungan operasi perusahaan.


Untuk merealisasikan tanggung jawab tersebut, PT. PLN (PERSERO) sangat
memperhatikan healt, safety dan environment (HSE) dengan menerapkan sistem
Managemen HSE Sistem ini diharapkan dapat menjamin kegiatan operasi berjalan
aman, andal, efisien dan berwawasan lingkungan. Lebih spesifik, PT. PLN (PERSERO)
bertekat:

Menjaga keselamatan peralatan dan personil

Menjaga agar proses penyaluran energi listrik berjalan dengan baik, lancar dan
aman

Menjalankan semua program keselamatan dan kesehatan kerja serta


perlindungan lingkungan.

Sistem Manajemen HSE akan dapat dicapai jika filosofi terhadap kesehatan,
keselamatan dan lingkungan (healt, safety and environment, HSE) dipahami. Studi ini
dilakukan untuk memberikan pemahaman terhadap filosofi HSE dalam proyek
pemeliharaan isolator saluran transmisi.

1.2. Ruang Lingkup


Dokumen filosofi HSE ini disusun untuk projek pemeliharaan isolator saluran transmisi.
Pada prinsipnya langkah-langkah yang akan dilakukan dalam manajemen HSE harus
mendasarkan pada hasil identifikasi dan taksiran terhadap bahaya yang muncul dan
berpotensi muncul.

Dengan demikian langkah-langkah yang diambil jika bahaya-

P a g e | 2 of 89

bahaya tersebut terjadi akan cepat, tepat dan akurat. Dokumen ini mencakup studi
identifikasi dan analisis bahaya yang muncul seperti (namun tidak terbatas pada):

Jenis-jenis risiko yang terdapat (berpotensi ada) dalam proses

Berbagai insiden yang telah terjadi dan peristiwa yang dapat menimbulkan
insiden

Berbagai pengendalian secara teknik dan administratif

Macam macam konsekuensi yang dapat timbul akibat kegagalan sistem


pengendalian tersebut

Tata letak alat dan fasilitas pendukung yang lain

Faktor-faktor manusia

Evaluasi efek-efek yang mungkin diterima oleh karyawan, masyarakat luas dan
lingkungan hidup secara kualitatif.

Setelah identifikasi dan analisis terhadap bahaya-bahya dilakukan, perancangan dan


pembangunan fasilitas dapat dilakukan dengan mengikuti petunjuk dari engineers.
Desain yang dibuat harus dapat mengurangi resiko resiko seminimal mungkin sampai
pada tingkat yang bisa ditolerir. Selain itu desain yang dibuat harus dapat memastikan
bahwa cara cara yang ditempuh akan efektif, guna menekan potensi kerugian akibat
kejadian tersebut. Lebih lanjut, pengembangan HSE

dan desain harus didasarkan

pada perundangan, hukum, kode dan standar yang berlaku, serta pedoman praktis
pelaksanaan kerja yang akan digunakan dalam proyek ini.

1.3. Dasar Filosofi


Secara umum, pendekatan atau tahapan yang dapat dilakukan dalam filosofi HSE
mencakup :
a.

Mengidentifikasi HSE proyek dan yang berkaitan dengan resiko resiko sedini
mungkin

dalam

pengembangan

fasilitas

atau

siklus

proyek,

termasuk

pertimbangan HSE ke dalam pemilihan proses, desain proses produk, proses


perencanaan engineer untuk permintaan modal, permintaan kerja engineer,
otorisasi modifikasi fasilitas, atau tata letak dan perubahan rencana.
b.

HSE melibatkan profesional, yang memiliki pengalaman, kompetensi, dan


pelatihan yang diperlukan untuk menilai dan mengelola dampak dan risiko HSE,
dan melaksanakan fungsi khusus manajemen lingkungan termasuk persiapan
proyek atau rencana kegiatan yang spesifik dan prosedur yang menggabungkan
rekomendasi teknis yang disajikan dalamdokumen yang relevan dengan proyek.

c.

Memahami kemungkinan dan besarnya bahaya HSE di dasarkan pada :

P a g e | 3 of 89

sifat kegiatan proyek, seperti apakah proyek akan menghasilkan jumlah emisi
atau
limbah yang signifikan, atau melibatkan bahan berbahaya atau proses;

konsekuensi potensial terhadap pekerja, masyarakat, atau bahaya lingkungan


jika tidak dikelola secara memadai, yang mungkin tergantung pada kedekatan
kegiatan proyek dengan masyarakat atau dengan sumber daya lingkungan

d.

Memprioritaskan strategi manajemen risiko dengan tujuan mencapai pengurangan


keseluruhan risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup, dengan
fokus pada pencegahan yang tak dapat diubah dan atau dampak yang signifikan.

e.

Mendukung strategi yang menghilangkan penyebab bahaya pada sumbernya,.

f.

Ketika menghindari dampak yang tidak layak, menggabungkan kontrol engineer


dan manajemen untuk mengurangi atau meminimalkan kemungkinan dan
besarnya konsekuensi yang tidak diinginkan.

g.

Mempersiapkan pekerja dan masyarakat sekitar untuk merespon kecelakaan,


termasuk memberikan dukungan sumber daya teknis dan keuangan untuk
mengefektifkan dan mengamankan kontrol peristiwa tersebut, dan memulihkan
tempat kerja dan lingkungan masyarakat yang aman dan kondisi yang sehat.

h.

Meningkatkan kinerja HSE melalui kombinasi pemantauan kinerja fasilitas dan


akuntabilitas yang efektif yang sedang berlangsung.

Untuk menekan resiko-resiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta
terhadap lingkungan seperti yang dijelaskan dalam langkah-langkah yang telah
disebutkan di atas perlu disusun suatu strategi yang dapat mencakup tetapi tidak
terbatas pada :
Identifikasi terhadap timbulnya biaya tambahan yang harus dikeluarkan akibat
kecelakaan, seperti:
Biaya pengobatan, pengurusan kecelakaan dsb.
Biaya akibat tertundanya skedul pekerjaan.

Perlindungan

personil

melalui

peralatan

proteksi

diri

(Personil

Protective

Equipment, PPE).

Pencegahan, pengendalian, pembatasan dan penyebaran terjadinya kebakaran.

Rencana kesiapan tangga darurat.

Asesmen konsekuensi akibat kerusakan yang ditimbulkan.

Meminimalkan inventaris

Merancang tata-letak plant atau area proses yang tepat

P a g e | 4 of 89

Mengoptimalkan lokasi dari potensi bahaya yang mungkin terjadi

Pendekatan dan strategi di atas akan dievaluasi dalam studi Penilaian Resiko Kualitatif
(QRA). Kuantifikasi/penilaian bahaya harus mengidentifikasikan ukuran, jangka waktu,
tingkat pelepasan dan intensitas semua kasus kebakaran besar, guna menentukan
filosofi manajemen penanganan resiko bahaya yang sesuai untuk diterapkan di semua
kasus. Secara umum, metode/ perangkat lunak yang sudah disetujui dapat digunakan
untuk tujuan ini.
Identifikasi semua hal yang berpotensi menyebabkan kegagalan dan menggabungkan
antara desain teknis dan prosedur operasional yang tepat dalam menghadapi setiap
resiko harus dilakukan.

Metode untuk mengidentifikasi kegagalan salah satunya

adalah studi Hazard Identification (HAZID). Hasil identifikasi ini, kemudian diverifikasi
menggunakan studi Hazard and Operability (HAZOP). Studi studi tersebut harus
meliputi topik sebagai berikut :

Dampak Kebakaran

Dampak Lingkungan

Dampak Kesehatan

Kelebihan Tekanan

Ledakan

Kegagalan Isolasi

Dokumen ini berisi tentang garis besar tindakan darurat dan strategi pengontrolan
keselamatan secara menyeluruh, beserta ketentuan fungsional, sebagai berikut ini :

marancang tata letak yang aman (sesuai peraturan yang berlaku)

menyediakan sistem pelindung kebakaran yang aktif

P a g e | 5 of 89

BAB II
DASAR HUKUM DAN PERATURAN

Dalam penyusunan HSE harus mempertimbangkan dan mengacu pada pada dasar hukum
dan peraturan-peraturan yang ada dan terkait seperti Undang-Undang dan ketentuan yang
berlaku saat ini seperti spesifikasi PT. PLN (PERSERO), hukum dan regulasi Indonesia,
panduan organisasi buruh internasional (ILO), regulasi administrasi kesehatan dan
keselamatan kerja, serta standard yang relevan.

2.1. Undang-Undang dan Peraturan Nasional


1. Undang-undang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
3. Ketentuan Umum Pemadam Api dan Keselamatan Eksplorasi dan Produksi No.
2518/kpts/DR/DU/1971 tertanggal 3 juli 1971.
4. Keputusan Gabungan Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum, No.
174/MEN/1986, NO. 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
pada tempat kegiatan kontruksi.
5. Peraturan pemerintah provinsi Jawa Tengah No. 1 tahun 1990 tentang
Pengelolaan Lingkungan di Provinsi Jawa Tengah.
6. Undang-undang No. 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
7. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi, No. 103.K/088/M.PE/1994 tentang
Pengawasan Pelaksanaan Rencana Pengolahan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL).
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 tahun 1996 tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
9. Peraturan Pemerintah, No. 4 tahun 2001, tentang Pengendalian Kerusakaan dan
atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan
atau Lahan.
10. Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 8 tahun 2001 tentang Standar Ambien
untuk Jawa Tengah.
11. Hukum dan Perundangan relevan lainnya tentang Kesehatan dan Keselamatan
Kerja

P a g e | 6 of 89

BAB III
TERMINOLOGI

Berikut definisi, istilah-istilah maupun singkatan yang ada yang akan dipakai dalam seluruh
pelaksanaan projek :
1. HSE (health, safety and environment) adalah program dalam pelaksanaan pekerjaan
yang memperhatikan aspek kondisi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan kerja serta aspek perlindungan terhadap lingkungan. Untuk selanjutnya
HSE dalam proyek ini diistilahkan sebagai K3LL (Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dan Lindungan Lingkungan).
ALARP

As Low As Reasonably Practicable

EERA

Escape Evacuation and Rescue Analysis

EIA

Environmental Impact Assessment

ESD

Emergency Shutdown

FGS

Fire & Gas System

FEA

Fire and Explosion Analysis

HAZID

Hazard Identification

HAZOP

Hazard and Operability

HSE

Health, Safety and Environment

LEL

Lower Explosive Limit

NFPA

National Fire Protection Association

PFP

Passive Fire Protection

PRA

Preliminary Risk Analysis

QRA

Qualitative Risk Analysis

P a g e | 7 of 89

BAB IV
TUJUAN DAN SASARAN HSE

Tujuan dan sasaran program HSE (Health, Safety and Environment )dalam proyek
pengadaan WTP dan WIP Lapangan Kawengan Field Cepu dapat dijelaskan

sebagai

berikut:

4.1 Aspek Kesehatan Kerja

Mematuhi perundangan, peraturan dan panduan PT. PLN (PERSERO) dalam hal
kesehatan kerja.

Melakukan aktifitas projek penyediaan WTP dan WIP yang meliputi perancangan,
engineering, pengadaan, pembelian, konstruksi dan penyerahan proyek dengan
memperhatikan apek kesehatan kerja karyawan, dan orang-orang yang terkait
(konsumen dan public).

Membuat dan memperbaruhi berbagai prosedur dan urutan pengoperasian alat /


suatu sistem, sehingga menciptakan lingkungan kerja yang sehat

4.2 Aspek Keselamatan

Mematuhi perundangan, peraturan dan panduan PT. PLN (PERSERO) dalam hal
keselamatan kerja.

Melakukan aktifitas projek pemeliharaan isolator saluran transmisi. yang meliputi


engineering, pengadaan, pembelian, dan konstruksi proyek dengan memperhatikan
apek keamanan kerja karyawan, dan orang-orang yang terkait (konsumen dan
public).

Memberikan petunjuk pengoperian plant yang bertujuan untuk berperilaku aman

Mengidentifkasi dan menganalisa adanya bahaya bahaya untuk menghilangkan


dan atau meminimasi kegiatan-kegiatan yang tidak aman sebelum hal-hal tersebut
terjadi dan dapat mengancam keselamatan.

Untuk memastikan bahwa alat / sistem pengaman yang telah diterapkan telah
sesuai dan cukup untuk membantu mencegah terjadinya kecelakaan serta
mengurangi kemungkinan terjadinya shutdown yang tidak terjadwal.

Menyediakan cara atau metode penyelamatan diri dan evakuasi darurat jika terjadi
bahaya.

P a g e | 8 of 89

4.3

Aspek Lingkungan

Mematuhi perundangan, peraturan dan panduan PT. PLN (PERSERO) dalam hal
perlindungan lingkungan.

Melakukan aktivitas projek pemeliharaan isolator saluran transmisi yang meliputi


engineering, pengadaan, pembelian, dan konstruksi proyek dengan memperhatikan
apek keamanan kerja karyawan, dan orang-orang yang terkait (konsumen dan
publik).

Meminimalkan dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan dari kegiatan operasi

Meminimalkan potensi polusi lingkungan

(udara, air dan tanah) sebakai akibat

kecelakaan operasi seperti tumpahan, venting, atau flaring dari hazardous material.

Mengembangkan kesadaran akan rancang bangun dalam penanganan limbah,


pengendalian polusi dan masalah lingkungan lainnya.

Menghemat dan mengurangi konsumsi sumber daya energi, air dan udara

P a g e | 9 of 89

BAB V
KETENTUAN KETENTUAN

5.1. Ketentuan Umum


5.1.1 Kebijakan PT PT. PLN (PERSERO)
PT. PLN (PERSERO) berkomitmen untuk mematuhi semua Undang-undang dan
peraturan lingkungan yang berlaku, dan akan meningkatkan kepedulian lingkungan
hidup, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, konsumen dan masyarakat sekitar
secara berkelanjutan. memiliki komitmen untuk secara berkelanjutan meningkatkan
kinerja mereka di bidang lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan
melalui kegiatan-kegiatan yang merupakan bagian integral dari sasaran sukses jangka
panjang perusahaan. Lebih lanjut PT. PLN (PERSERO) mengambil semua langkahlangkah praktis untuk menghilangkan atau mengurangi pengaruh negatif karyawan
untuk kondisi yang mempengaruhi keselamatan atau kesehatan mereka di tempat
kerja. Oleh karena itu, PT. PLN (PERSERO) menetapkan kebijakan sebagai berikut:

Mematuhi undang-undang dan standard K3LL.

Menerapkan Sistem Pengelolaan K3LL secara konsisten.

Menjadikannya kinerja K3LL sebagai suatu indikator kinerja karyawan dan


merupakan system remunerasi yang dapat diterapkan ke semua karyawan.

Mengintegrasikan aspek-aspek K3LL dalam aktivitas operasional mulai dari tahap


awal perencanaan/engeneering/konstruksi, operasi, sampai ke pasca operasi.

Mengembangkan perilaku cepat tanggap bertindak dalam mengantisipasi kondisi


darurat dan untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam rangka
mengamankan aset-aset perusahaan.

Mengembangkan dan mempertahankan suatu hubungan yang harmonis dengan


institusi-institusi pemerintah, universitas, para konsumen, dan masyarakat setempat
di sekitar lokasi proyek dalam rangka meningkatkan citra perusahaan.

5.1.2

Metodologi Implementasi HSE


Untuk mengimplemantasikan konsep HSE studi yang digunakan meliputi:

Studi Hazard and Operability (HAZOPS)

Studi Hazard Identification (HAZID)

P a g e | 10 of 89

Studi penilaian resiko kualitatif (Qualitative Risk Assessment, QRA)

Analisa Tentang Dampak Lingkungan

Klasifikasi Area Hazard

5.1.3 Identifikasi dan Penilaian Bahaya


Identifikasi dan penilaian bahaya mendasarkan hal-hal berikut:
Kuantifikasi bahaya harus mengidentifikasi ukuran dan jangka waktu, sebagai dasar
penanganan resiko bahaya untuk diterapkan di semua kasus.
Memeriksa kemungkinan penyimpangan berbagai kondisi operasi dan hazard yang
ada dalam proses dengan menggunakan metodologi identifikasi masalah secara
lebih efektif dengan tujuan yang lebih luas ( tidak hanya memusatkan perhatian
pada berbagai masalah yang berkaitan dengan keselamatan saja).
Identifikasi

hazard

lebih

dimaksudkan

untuk

mencegah

terjadinya

kecelakaan( perlindungan K3LH).


Identifikasi operability dimaksudkan agar proses dapat berjalan normal sehingga
mengurangi / menghilangkan kemungkinan terjadinya kecelakaan serta dapat
meningkatkan plant performance (product quality, production rate).
Untuk memastikan bahwa alat / sistem pengaman yang telah diterapkan telah sesuai
dan cukup untuk membantu mencegah terjadinya kecelakaan serta mengurangi
kemungkinan terjadinya shutdown yang tidak terjadwal.
Untuk penghematan biaya (khususnya pada proses / plant yang baru dibangun ),
sehingga perubahan / improvisasi aliran proses yang dilakukan pada masa yang
akan datang dapat lebih efisien.
Semua yang berpotensi menyebabkan kegagalan dan bahaya harus diidentifikasi
melalui design teknis dan prosedur operasional.
Elemen yang dapat mengakibatkan kegagalan harus diidentifikasi dan dirancang
tindakan preventif yang tepat sesuai standard.
Terdapat berbagai macam kejadian bahaya besar, misalnya ledakan gas dan
kebakaran, yang berpotensi merusak instalasi dan fasilitas di sekelilingnya. Kejadian
tersebut dapat dikelompokan sebagai kecelakaan ekstrim, dimana rancang bangun
fasilitas yang mampu bertahan terhadap kejadian semacam itu tidaklah dianggap
menguntungkan dari sudut pandang analisa ekonomis. Sasaran yang lebih tepat
adalah mengurangi resiko kejadian kecelakaan semacam itu ke tingkat serendah
mungkin yang masih dapat ditolerir (ALARP). ALARP dapat dicapai dengan cara :

Perancangan tata letak plant atau area proses yang tepat:

Mengoptimalkan lokasi dari potensi bahaya yang mungkin terjadi

P a g e | 11 of 89

Dalam dokumen ini, yang digambarkan merupakan tindakan secara garis besar
mengenai tindakan darurat dan metode pengontrolan keselamatan secara menyeluruh,
beserta ketentuan fungsional, diantaranya adalah:

Rancangan tata letak yang aman (sesuai peraturan yang berlaku)

komunikasi untuk keadaan darurat

5.2. Ketentuan Khusus


5.2.1 HAZOPS (Hazard and Operability Studies)
Salah satu metode teknik identifikasi bahaya yang sistematis, teliti dan terstruktur
untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang mengganggu jalannya proses
dan risiko -risiko yang terdapat pada suatu peralatan yang dapat menimbulkan risiko
merugikan bagi manusia/ atau fasilitas plant pada lingkungan atau sistem yang ada.
Dengan kata lain, metode ini digunakan sebagai upaya pencegahan, sehingga proses
yang berlangsung disuatu plant/ sistem dapat berjalan dengan lancar dan aman.
Safety

Enginer

Career

Workshop

(2003),

Phytagoras

Global

Development

mendefinisikan asal kata hazops berasal dari kata hazard dan operability studies
sebagai berikut:

Hazard: Kondisi fisik yang berpotensi menyebabkan kerugian/ kecelakaan bagi


manusia, dan atau kerusakan alat/ bangunan, atau lingkungan.

Operability study: Beberapa bagian kondisi operasi yang sudah ada dan dirancang
namun kemungkinan dapat menyebabkan shutdown dan / menimbulkan rentetan
insiden yang merugikan dan akan dilakukan perbaikan perancangan untuk
mencegah insiden.

Safety

Enginer

Career

Workshop

(2003),

Phytagoras

Global

Development

menyatakan karakteristik metode HAZOPS adalah sebagai berikut:

Sistematis, penilaiannya sangat terstruktur mengandalkan pada penggunaan kata


bantu ( guide words) dan team brainstorming untuk proses peninjauan secara
komprehensif serta memastikan sistem/alat pengaman pencegah kecelakaan
sudah cukup dan terpasang pada tempat yang sesuai.

Dilakukan oleh suatu kelompok yang terdiri dari multidisiplin keahlian dan
pengalaman.

Dapat diterapkan pada setiap sistem atau prosedur.

Kebanyakan digunakan sebagai sistem pemeringkatan teknik penilaian risiko (risk


assesment).

P a g e | 12 of 89

Utamanya menghasilkan kesimpulan laporan yang bersifat kualitatif , meskipun


demikian beberapa dasar kuantitatif juga sangat dimungkinkan

a. Studi HSE
Untuk mencapai konsep HSE, beberapa studi yang telah disebutkan pada sub bab
5.1.2. harus dilakukan oleh operator baik akan dilakukan sendiri atau menujuk
badan independent lain.

b. Studi HAZID
Semua potensi penyebab kegagalan

diidentifikasi dengan studi Hazard

Identification (HAZID) . HAZID adalah suatu teknik untuk mengenali secara dini
setiap resiko dan ancaman bahaya potensial. Teknik ini harus dilakukan sejak fase
engeneering design jika process flow diagram (PFD) sudah tersedia, agar resiko
bahaya

utama

terhadap

Kesehatan,

Keselamatan

Kerja

dan

Lindungan

Lingkungan dapat dikenali dari awal. Dengan demikian mampu memberikan


masukan pada keputusan-keputusan pengembangan proyek. Lebih lanjut, hal ini
memungkinkan dibuatnya suatu desain yang lebih aman dan hemat biaya dengan
resiko minimal akibat perubahan desain.

c. Studi Penilaian Resiko Kualitatif (Qualitative Risk Assessment, QRA)


Studi Penilaian Resiko Kualitatif (QRA) bertujuan untuk mengkaji dampak
keseluruhan pada fasilitas dan area sekelilingnya secara kumulatif dengan
mempertimbangkan kejadian kegagalan individual dan menentukan akibat dan
frekuensi kegagalan semacam itu.
Pada awalnya, proses akan dinilai dan suatu daftar potensi bahaya disusun. Daftar
yang dipilih harus lengkap dengan mengikutsertakan resiko bahaya yang paling
mungkin dan paling buruk. Studi QRA yang lengkap harus dibuat selama fase
engeneering terinci jika semua rincian tentang peralatan dan item vendor/operator
telah tersedia. Hasil dan rekomendasi dari studi QRA harus diterapkan dalam
desain fasilitas proyek.

5.2.2 Klasifikasi Area Berbahaya


Klasifikasi area berhahaya bertujuan untuk mendefinisikan zona berbahaya sesuai
kemungkinan terjadinya ledakan gas/campuran udara. Lebih lanjut, hal ini dapat
digunakan untuk:

Pemilihan peralatan listrik yang sesuai untuk digunakan pada tiap zona

P a g e | 13 of 89

Penentuan

sumber percikan api terpisah lokasinya dari sumber gas mudah

terbakar.

Penentuan lokasi jalan yang diperlukan untuk keluar dari zona berbahaya.

5.2.3 Perancangan dan Pengendalian Bahaya


Secara umum perancangan untuk pengendalian bahaya pada kegiatan pemeliharaan
isolator saluran transmisi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Mengurangi kemungkinan isolator jatuh / patah
Isolator patah dapat dikurangi atau diminimalkan dengan:

Meminimalkan jumlah beban yang terhubung ketika pemeliharaan

Menggunakan komponen penyangga berkualitas tinggi dan sesuai dengan


standar.

Merancang system yang mudah pengoperasiannya.

5.2.4 Analisa Tentang Dampak Lingkungan


Studi

analisa tentang dampak lingkungan yang dilaksanakan untuk proyek ini

mencakup pembahasan topik-topik di bawah ini :

Pembuangan limbah padat

Udara/air/tanah

Lingkungan flora/fauna

Penggunaan Tanah

Aspek social-ekonomi

Studi tersebut harus memenuhi persyaratan pada semua peraturan yang berlaku di
Indonesia

P a g e | 14 of 89

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk :
Memahami persyaratan sistem manajemen lingkungan, keselamatan dan kesehatan
kerja tentang identifikasi bahaya/dampak lingkungan, penilaian dan pengendalian
resiko seperti ISO-14001, OHSAS 18001, SMK3, Process Safety Management
(PSM), dan lainnya.
Memahami prinsip-prinsip dan metode-metode untuk penilaian dan pengendalian
resiko.
Dapat melakukan identifikasi bahaya atau dampak lingkungan, penilaian dan
pengendalian resiko dengan metode-metode yang umum digunakan.
Dapat menggunakan aplikasi komputer (database system) untuk Risk Assessment &
Management, HAZOPS dan Job Safety Analysis.
Operator harus memastikan bahwa prosedur sudah tersedia saat pelaksanaan
pekerjaan untuk kontrol keselamatan dan kesehatan kerja sehingga :
a.

sesuai dengan standar nasional atau internasional yang diakui untuk keselamatan
dan kesehatan yang berlaku untuk proyek ini;

b.

mendorong terciptanya dan terpeliharanya pendekatan yang bertanggung jawab


atas kesejahteraan dan keselamatan pihak PT. PLN (PERSERO) selama
perancangan/desain perencanaan, pengadaan, dan konstruksi proyek.

c.mengizinkan personil PT. PLN (PERSERO) untuk memonitor dan mengaudit


pelaksanaan dan kesuksesan prosedur, dan
d.

melindungi anggota masyarakat umum yang dapat terpengaruh oleh pelaksanaan


Proyek.

P a g e | 15 of 89

e.

memastikan tingkat kematian Serendah Mungkin yang Wajar (ALARP) dengan


target angka kematian nol sebagai sasaran, di mana angka aktual kematian per
satu juta jam kerja tidak boleh melampaui 0,075.

1.2 Dasar Studi


Managemen adalah pencapaian tujuan dari seluruh komitmen dan kebijakan. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka fungsi managemen dibagi menjadi :
a.

Planning (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan
dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b.

Organizing (organisasi)
Perlunya dibentuk suatu komisi K3LL yang tugasnya meliputi :
1. Menyusun garis besar pedoman K3LL
2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksanaan K3LL
3. Memantau pelaksanaan pedoman K3LL
4. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari Proyek WTP
dan WIP.

c.

Actuating (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat
kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai
aktivitas bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua
aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program K3LL sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat.
Untuk itu setiap personil yang bekerja di WTP dan WIP wajib mengetahui dan
memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan
kerja,

serta

memiliki

kemampuan

dan

pengetahuan

yang

cukup

untuk

melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut.


d. Controlling (Pengawasan)
Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaanpekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang
dikehendaki.
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

P a g e | 16 of 89

a. adanya rencana
b. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang
perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya
yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.
Dalam proyek ini perlu dibentuk pengawasan yang tugasnya antara lain :
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek - praktek yang baik,
benar dan aman
2. Memastikan seluruh personil memahami cara cara menghindari risiko bahaya
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau
kecelakaan
4. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan
mencegah meluasnya bahaya tersebut

P a g e | 17 of 89

BAB II
DASAR HUKUM DAN STANDAR

Dalam penyusunan sistem manajemen

HSE harus mempertimbangkan dan

mengacu pada spesifikasi PT. PLN (PERSERO), hukum Indonesia, peraturan dan standar
lain yang relevan, Guidelines of International labour Office (ILO), dan Peraturan Kantor
Keselamatan dan Regulations of Occupational Safety and Health Administration of USA (USOSHA).
a.

Undang-undang No. 1 tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja.

b.

Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum, No.
174/MEN/1986, No.174/KPTS/1986 mengenai Keselamatan di Daerah Konstruksi.

c.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05, 1996 mengenai Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

d.

Ketentuan Umum Pemadam Api dan Keselamatan (KUPAK)

e.

Keputusan Menteri Pertanian, No.54/Kpta/UM2/1972 tentang Pohon-pohon yang


Dilindungi di Cagar Alam.

f. Peraturan Pemerintah, No.14 tahun 1992, tentang Lalu Lintas dan Transportasi Darat
g.

Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi, No.103.K/088/M.PE/1994, tentang


Pengawasan

Penerapan

Rencana

Pengelolaan

Lingkungan

&

Rencana

Pengawasan Lingkungan (RKL-RPL).


h.

Undang-undang No. 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

i. Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999, tentang Eksplotasi Hewan dan Tanaman
Liar.
j. Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999, tentang Perubahan Peraturan
k.

Peraturan Pemerintah, No. 4 tahun 2001, tentang Pengendalian Kerusakan dan


atau Pencemaran Lingkungan karena Kebakaran Hutan atau Lahan.

l. ILO-OSH 2001 Petunjuk Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

P a g e | 18 of 89

m. 29 CFR Part 1904, US-OSHA Pencatatan dan Pelaporan Cedera dan Sakit karena
Kerja.
n.

29 CFR Part 1910, US-OSHA Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja

o.

29 CFR Part 1926.1, US-OSHA Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


untuk Bangunan

p.

Peraturan pemerintah /otoritas yang berlaku yang relevan.


NFPA 68

Standard of Explosion Protection by Deflagrations Venting

NFPA 70

National Electrical Codes

NFPA 77

Recommended Practice on Static Electricity

NFPA 655

Prevention of Sulfur Fires and Explosions

Persyaratan PT. PLN (PERSERO)


(a) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
(b) Standar dan Petunjuk PT. PLN (PERSERO) tentang Keselamatan, Kesehatan Kerja,
dan Lingkungan
(c) Sistem Manajemen Lingkungan, ISO 14001.

P a g e | 19 of 89

BAB III
PEDOMAN LINGKUNGAN

Pihak PT. PLN (Persero) (pekerja langsung) mempunyai resiko lebih besar dalam hal
tingkat fatalitas dan kemungkinan cidera, sementara operator tentu saja bertanggung jawab
penuh untuk keselamatan mereka sendiri, diperlukan adanya tanggung jawab Manajemen
yang lebih jelas untuk menjamin bahwa operator-operator tersebut benar-benar sadar akan
resiko kerja di lapangan dan secara bersama menjamin bahwa operator tersebut melakukan
pekerjaan dengan cara yang aman dan bertanggung jawab.

Sehingga operator harus

menyiapkan EMS yang harus mencakup tapi tidak terbatas pada hal-hal berikut:
a.

Kebijakan Lingkungan

b.

Perencanaan :

c.

d.

Identifikasi aspek lingkungan

Kepatuhan pada Hukum dan Persyaratan Lain

Tujuan dan sasaran lingkungan

Persiapan Program Manajemen Lingkungan

Implementasi :

Struktur dan tanggung jawab

Pelatihan, kesadaran, dan kompetensi

Komunikasi

Dokumentasi

Pengendalian dokumen

Pengendalian operasi

Kesiapan dan respons darurat

Tindakan Korektif dan Pemeriksaan :

Pemantauan dan pengukuran

P a g e | 20 of 89

e.

Ketidaksesuaian serta tindakan korektif dan preventif

Rekaman/ catatan

Audit

Tinjauan Manajemen

3.1 Persyaratan umum tentang program manajemen lingkungan


Berikut masalah masalah lingkungan yang berpotensi terkait dengan proyek
pemeliharaan isolator saluran transmisi :

1.

Daerah yang Dilindungi


Operator harus memastikan bahwa lokasi kerja tidak terletak di daerah yang dilindungi
oleh hukum Indonesia serta perjanjian dan konvensi Internasional (area konservasi).
Operator harus memastikan bahwa proyek tidak akan mempengaruhi daerah yang
dilindungi.

2.

Ekosistem
a.

Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga hutan


perawan, hutan hujan tropis, habitat yang bernilai ekologis.

b.

Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan


habitat yang dilindungi untuk spesies yang dilindungi yang ditentukan oleh Hukum
Indonesia atau perjanjian dan konvensi internasional.

c.

Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dampak


pada satwa liar dan hewan ternak, seperti rusaknya rute mitigasi, dan fragmentasi
habitat satwa liar dan hewan ternak.

d.

Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dampak,


seperti kerusakan hutan, perburuan liar, ketandusan, pengurangan daerah basah,
gangguan ekosistem.

3.

Hidrologi
Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah perubahan
sistem air tanah karena perubahan fitur topografi dan perubahan sistem air permukaan
karena instalasi struktur.

4.

Topografi dan Geologi

P a g e | 21 of 89

Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah perubahan


topografi dan struktur geologi di sekitar lokasi proyek karena pendirian struktur.

a. Perpindahan Penduduk
PT. PLN (PERSERO) harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk
mengelola, menekan, dan mengendalikan perpindahan penduduk yang tidak
dikehendaki. Operator harus segera melapor pada PT. PLN (PERSERO) bila
menemukan masalah.

b. Kehidupan dan Mata Pencarian

Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan dalam berkoordinasi


dengan polisi dan komunitas setempat untuk menekan dampak pada lalu
lintas dan pergerakan penduduk.

Operator harus didorong untuk mempekerjakan masyarakat setempat dan


operator lokal.

Operator harus menghormati tradisi masyarakat setempat, seperti puasa,


upacara, dan sebagainya.

Operator harus memberitahu dan menjelaskan jadwal konstruksi, jadwal


pekerjaan, dan program pengelolaan dan pemantauan lingkungan.

Operator harus memberi pertimbangan yang cukup pada kesehatan


masyarakat untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh imigrasi pekerja.

c. Peninggalan Bersejarah
Operator

harus

mengambil

tindakan

yang

diperlukan

untuk

melindungi

peninggalan arkeologi, bersejarah, budaya, dan religius yang dipengaruhi oleh


proyek sesuai hukum Indonesia.

d. Bentang Alam
Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi bentang
alam yang mengalami pengaruh buruk dari proyek.

e. Etnis Minoritas dan Penduduk Asli

Operator harus mematuhi hukum Indonesia tentang hak etnis minoritas dan
penduduk asli.

Operator harus mengurangi dampak pada budaya dan gaya hidup etnis
minoritas dan penduduk asli.

P a g e | 22 of 89

3.2 Persyaratan umum pada program pemantauan lingkungan


a. Operator harus mengembangkan dan menerapkan program pemantauan untuk
komponen lingkungan yang dianggap memiliki dampak potensial.
b. Operator harus menyertakan metode dan frekuensi dalam program pemantauan
yang dianggap perlu.
c. Operator harus menentukan persyaratan peraturan tentang sistem pelaporan,
seperti format dan kekerapan laporan.
d. Operator

harus

membuat

kontrak

dengan

konsultan

untuk

memastikan

pelaksanaan Program Pemantauan Lingkungan.

3.3 Persyaratan khusus tentang program manajemen dan pemantauan


lingkungan
Operator harus mematuhi minimum persyaratan PT. PLN (PERSERO) dan yang
tertuang dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

3.4 Persyaratan Khusus


1.

Operator harus menyiapkan laporan berikut dan menyerahkannya pada PT. PLN
(PERSERO).

2.

3.

a.

Laporan Harian

b.

Laporan Bulanan

c.

Laporan Kuartal

d.

Laporan Akhir

Laporan di atas harus mencakup:


a.

Kegiatan Konstruksi;

b.

Kegiatan pengelolaan dan pemantauan;

c.

Hasil dan pemeriksaan; dan

d.

Tindakan untuk mengatasi bila perlu.

Operator

harus

disyaratkan

untuk

menyampaikan

hasil

kegiatan

sesuai

permintaan PT. PLN (PERSERO).


4.

Operator harus menyiapkan suatu laporan Ad Hoc, bila menemukan suatu


masalah lingkungan.

3.5

Persyaratan Khusus Dokumentasi


Operator harus menerbitkan dokumen-dokumen Sistem Manajemen Lingkunganoperator yang diberikan pada tabel 1.1 untuk didiskusikan

P a g e | 23 of 89

3.6

Persyaratan Lain
1.

PT. PLN (PERSERO) akan melaksanakan pemeriksaan lokasi kerja dengan


otoritas pemerintahan selama pemeliharaan.

2.

PT. PLN (PERSERO) akan melaksanakan pemeriksaan lokasi kerja tiap bulan.

3.

MIGAS akan melaksanakan pemeriksaan akhir lingkungan sebagai bagian proses


sertifikasi pada akhir pekerjaan pembangunan.

4.

Operator harus berpartisipasi pada program pengembangan masyarakat oleh PT.


PLN (PERSERO).

BAB IV
SISTEM MANAJEMEN HSE

Sistem Manajemen HSE merupakan bagian dari sistem manajemen operator keseluruhan
yang mencakup kebijakan, organisasi, perencanaan, dan penerapan, evaluasi, dan tindakan
perbaikan.

4.1 Kebijakan
4.1.1 Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
a.

Operator harus menetapkan dan memelihara suatu kebijakan keselamatan dan


kesehatan kerja organisasi, yang harus :

b.

tertulis, dan dijadikan komitmen dalam manajemen operator;

dikomunikasikan pada semua orang dalam proyek tersebut;

direvisi untuk kesesuaian secara berkelanjutan.

Kebijakan K3 harus mencakup prinsip-prinsip utama/kunci dan objektif pada


komitmen operator :

melindungi keselamatan dan kesehatan kerja semua anggota organisasi


dengan mencegah cedera akibat kerja, sakit, sumber penyakit, dan insiden ;

mematuhi hukum dan peraturan perundang-undangan K3 Indonesia yang


relevan dan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja PT. PLN
(PERSERO);

P a g e | 24 of 89

memastikan bahwa pekerja dan perwakilannya disarankan dan didorong


untuk berpartisipasi secara aktif dalam elemen K3 dan persyaratan lain yang
dianut operator;

c.

secara terus menerus meningkatkan kinerja sistem manajemen K3.

Sistem manajemen K3 harus kompatibel dengan atau terintegrasi kepada sistem


manajemen lainnya.

4.1.2 Partisipasi Pekerja


Partisipasi pekerja merupakan elemen penting dalam sistem manajemen K3 dalam
suatu organisasi.
para pekerja dan representatif/perwakilan keselamatan dan kesehatan kerjanya telah
dikonsultasikan, diberitahu dan dilatih mengenai semua aspek K3, termasuk
proses persiapan tanggap darurat sesuai dengan pekerjaanya.
Para pekerja dan para representatif/perwakilan keselamatan dan kesehatan kerja
mereka agar mempunyai waktu dan sumber daya untuk berpartisipasi aktif dalam
proses organisasi, perencanaan, implementasi, dan evaluasi, serta tindakan untuk
perbaikan sistem manajemen K3.
komite keselamatan dan kesehatan kerja dan pemahaman berfungsi secara efektif
oleh para pekerja dan wakilnya sesuai dengan hukum nasional dan praktek yang
berlaku.

4.2 Pengorganisasian
4.2.1 Tanggung jawab dan akuntabilitas
Operator bertanggung jawab menyeluruh pada perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja pekerja, dan menyediakan kepemimpinan pada kegiatan K3
dalam organisasi maupun pengawasan di tempat kerja.
Operator harus membagi tanggung jawab, akuntabilitas, dan otoritas untuk
pengembangan, implementasi dan pelaksanaan sistem manajemen K3 dan
pencapaian tujuan K3 yang relevan.
Operator harus menunjuk satu orang atau lebih untuk merencanakan dan
memastikan berjalannya semua aturan keselamatan dan kesehatan kerja.
4.2.2 Kompetensi dan Pelatihan
Operator harus menentukan persyaratan kompetensi K3 yang diperlukan, dan harus
menetapkan serta menjalankan/memelihara prosedur-prosedur untuk memastikan

P a g e | 25 of 89

bahwa semua orang berkompeten untuk melaksanakan aspek keselamatan dan


kesehatan kerja dari tugas dan tanggung jawabnya.
Standar kompetensi kerja keselamatan dan kesehatan kerja dapat dikembangkan
dengan :
a. Menggunakan standar kompetensi kerja yang ada.
b. Memeriksa uraian tugas dan jabatan.
c. Menganalisis tugas kerja.
d. Menganalisis hasil inspeksi dan audit.
e. Meninjau ulang laporan insiden.
Operator harus memiliki kompetensi K3 yang cukup untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan atau mengendalikan hazard dan resiko yang terkait dengan
pekerjaannya.
Operator harus menyiapkan program pelatihan.
Operator harus menyediakan pelatihan untuk semua anggota organisasi.
4.2.3 Sistem Dokumentasi Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a.

Operator

harus

menetapkan

dan

mempertahankan

dokumentasi

sistem

manajemen K3.
b.

Operator harus menetapkan dan mempertahankan prosedur untuk mengendalikan


semua dokumen.

c.

Operator harus menetapkan, mengelola, dan menyimpan catatan K3.

Catatan K3 dapat mencakup :


a.

Persyaratan ekstemal/peraturan perundangan dan internal/indicator kinerja


keselamatan dan kesehatan kerja.

b.

Izin kerja.

c.

Risiko dan sumber bahaya yang meliputi keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat,


alat kerja, serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya, lingkungan kerja,
sifat pekerjaan, cara kerja dan proses produksi.

d.

Kegiatan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja.

e.

Kegiatan inspeksi, kalibrasi dan pemeliharaan.

f.

Pemantauan data.

g.

Rincian insiden, keluhan dan tindak lanjut.

h.

Identifikasi produk termasuk komposisinya.

i.

Informasi mengenai pemasok dan operator.

j.

Audit dan peninjauan ulang Sistem Manajemen K3.

4.2.4 Komunikasi

P a g e | 26 of 89

Operator harus membuat dan mengatur prosedur untuk ;


menerima, mendokumentasikan, dan merespon komunikasi internal dan eksternal
yang berkaitan dengan K3;
Menjamin komunikasi internal mengenai K3 antara tingkat dan fungsi yang relevan
dari suatu organisasi; dan
Menjamin bahwa kepedulian, ide, dan masukan dari pekerja mengenai masalah K3
diterima, dipertimbangkan, dan direspon.

4.3 Perencanaan dan Implementasi


4.3.1 Pembahasan Awal
a.

Operator harus menyediakan pembahasan awal sebagai dasar untuk menetapkan


sistem manajemen K3.

b.

Pembahasan awal harus :

mengidentifikasi hukum dan peraturan perundang - perundangan nasional


yang berlaku, panduan nasional, panduan khusus, program tambahan dan
persyaratan PT. PLN (PERSERO);

mengidentifikasi, mengantisipasi, dan menelaah hazards dan resiko terhadap


keselamatan dan kesehatan kerja yang timbul dari lingkungan kerja dan
organisasi kerja yang diajukan;

menentukan apakah sistem kontrol yang direncanakan cukup untuk


meminimalisasi bahaya atau mengendalikan resiko; dan

c.

menganalisa data yang disediakan dari hasil survey kesehatan karyawan.

Hasil dari pembahasan awal adalah:

didokumentasikan;

menjadi dasar untuk mengambil keputusan mengenai pelaksanaan sistem


manajemen; dan

menyediakan

rona

awal

dimana

peningkatan

berkelanjutan

sistem

manajemen K3 organisasi dapat diukur.


4.3.2 Sistem perencanaan, pengembangan, dan implementasi
a.

Tujuan perencanaan adalah untuk menghasilkan sistem manajemen K3 yang


mendukung:

Sebagai syarat minimum, kesesuaian dengan hukum dan peraturan nasional;

Elemen sistem manajemen K3 dari organisasi; dan

Peningkatan berkelanjutan dalam kinerja K3.

P a g e | 27 of 89

b.

Operator harus mengatur rencana K3, berdasarkan hasil pembahasan awal,


pembahasan berikutnya dan data lain yang tersedia. Pengaturan perencanaan ini
harus terkontribusi pada perlindungan keselamatan dan kesehatan di tempat kerja,
dan harus mencakup :

definisi yang jelas, prioritas dan kuantifikasi, bila perlu, sesuai dengan tujuan
organisasi K3 ;

persiapan rencana untuk mencapai masing-masing tujuan, dengan tanggung


jawab yang ditentukan dan kriteria kinerja yang jelas yang menunjukkan apa
yang harus dilakukan, oleh siapa, dan kapan;

pemilihan kriteria pengukuran untuk memastikan bahwa tujuan telah tercapai ;


dan

penyediaan sumber daya yang memadai, termasuk sumber daya manusia


dan keuangan, dan dukungan teknis, bila diperlukan.

c.

Operator harus mencakup pengembangan dan implementasi pada semua sistem


manajemen K3 dalam merencanakan pengaturan organisasi.

4.3.3Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Penetapan

tujuan K3 harus dapat diukur, konsisten dengan kebijakan K3 dan

berdasarkan pada pembahasan awal atau berikutnya. Tujuan dan sasaran kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan sekurang-kurangnya harus
memenuhi kualifikasi:
a. Dapat diukur.
b. Satuan / Indikator pengukuran.
c. Sasaran Pencapaian
d. Jangka waktu pencapaian.
Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus
dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahli K3, P2K3 dan pihak-pihak lain yang
terkait. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai
dengan perkembangan.
4.3.4 Pencegahan Bahaya
Tindakan pencegahan dan pengendalian
a.

identifikasi hazards dan resiko bagi keselamatan dan kesehatan kerja karyawan,
dan menelaah berdasarkan kondisi saat itu. Operator harus menerapkan tindakan
preventif dan protektif dengan prioritas berikut :

Meminimalkan bahaya /resiko

P a g e | 28 of 89

Mengendalikan bahaya /resiko di tempat, melalui pemakaian kendali PT. PLN


(PERSERO) atau aturan organisasi

Meminimalkan bahaya/resiko dengan merancang sistem kerja yang aman;


serta

Menyediakan peralatan pelindung diri yang sesuai dan menerapkan tindakan


untuk memastikan pemakaian dan pemeliharaannya.

b.

penetapan prosedur pencegahan dan pengendalian bahaya, yang harus :

Sesuai dengan bahaya dan resiko yang dihadapi operator;

dipelajari dan dimodifikasi secara periodik;

mematuhi hukum dan peraturan nasional, dan persyaratan PT. PLN


(PERSERO) dan

mempertimbangkan keadaan ilmu pengetahuan saat ini.

4.3.5 Manajemen Perubahan


a.

evaluasi dampak K3 perubahan internal dan perubahan eksternal dan mengambil


tindakan preventif yang sesuai sebelum perubahan dilaksanakan.

b.

identifikasi

hazard

tempat

kerja

dan

penelaahan

resiko

sebelum

memodifikasi/merubah atau introduksi metode kerja yang baru, material,


proses,atau mesin.
c.

menginformasikan pada semua anggota organisasi terkait mengenai penerapan


keputusan untuk berubah.

4.3.6 Pencegahan keadaan darurat, kesiapan, dan respon


a.

Penetapan prosedur pencegahan, kesiapan, dan respon. Prosedur-prosedur ini


harus mengidentifikasi potensi kecelakaan dan situasi darurat, dan menangani
pencegahan resiko K3 yang terkait dengannya.

b.

Penentuan pencegahan kondisi darurat, pengaturan kesiapan dan respon


bersama dengan pelayanan darurat eksternal dan badan lain sesuai keperluan.

4.3.7 Pengadaan
Operator harus menetapkan dan mempertahankan prosedur untuk menjamin:
kesesuaian dengan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja untuk organisasi,
dievaluasi, dan disertakan dalam spesifikasi pembelian dan penyewaan;
hukum dan peraturan nasional dan persyaratan K3 organisasi sendiri diidentifikasi
sebelum pengadaan barang dan layanan; dan
pengaturan dibuat untuk mencapai kesesuaian dengan persyaratan sebelum
pemakaiannya.
4.3.8 Kontrak

P a g e | 29 of 89

PT. PLN (Persero) harus membuat dan memelihara pengaturan untuk menjamin bahwa
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja organisasi diterapkan pada operator
dan pekerjanya.

4.4 Evaluasi
4.4.1 Pemantauan dan pengukuran kinerja
mengembangkan, menetapkan, dan secara periodik membahas prosedur untuk
memantau, mengukur, dan mencatat kinerja K3.
mempertimbangkan tindakan kualitatif dan kuantitatif yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
4.4.2 Investigasi penyebab cedera
a.

Investigasi sumber dan penyebab cedera, kurang sehat, penyakit, dan insiden
yang terkait dengan pekerjaan harus mengidentifikasi apakah ada kegagalan
dalam sistem manajemen K3 dan harus didokumentasikan.

b.

Hasil investigasi harus dikomunikasikan pada orang yang tepat untuk diambil
tindakan

koreksi,

yang

termasuk

dalam

pembahasan

manajemen

dan

dipertimbangkan untuk aktivitas peningkatan berkelanjutan.


c.

menerapkan tindakan korektif yang berasal dari Investigasi tersebut untuk


menghindari pengulangan cedera kerja, sakit, sumber penyakit, dan insiden.

4.4.3 Audit
b.

menetapkan susunan untuk melaksanakan audit periodik untuk menentukan


apakah sistem manajemen K3 dan elemen-elemennya sudah tersedia, tepat, dan
efektif dalam melindungi keselamatan dan kesehatan kerja pekerja dan mencegah
insiden.

c.

mengembangkan kebijakan audit dan program, yang mencakup kompetensi


auditor, cakupan audit, frekuensi audit, metodologi dan pelaporan audit.

4.4.4 Pembahasan Manajemen


a.

Operator harus pada interval tertentu, membahas sistem manajemen K3 untuk


menjamin kesesuaian, ketepatan, dan efektivitas berkelanjutan.

b.

Operator harus mencatat temuan pembahasan manajemen.

P a g e | 30 of 89

4.5 Tindakan untuk perbaikan


4.5.1 Tindakan preventif dan korektif
Penetapan dan pelaksanaan

prosedur untuk tindakan preventif dan korektif yang

berasal dari sistem manajemen K3, pemantauan dan pengukuran kinerja, dan sistem
audit manajemen K3 dan pembahasan manajemen.
Apabila evaluasi sistem manajemen K3 atau sumber lain menunjukkan bahwa
tindakan-tindakan preventif dan protektif terhadap bahaya dan resiko tidak tepat atau
tidak sesuai, operator harus mempelajari tindakan tersebut sesuai hierarki yang dikenal
dari tindakan pencegahan dan kendali, dan dilengkapi serta didokumentasikan,
sewajar mungkin dengan waktu teratur.
4.5.2 Tinjauan Ulang
Tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 harus meliputi:
a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
b. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3.
d. Evaluasi efektifitas penerapan Sistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk
mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai dengan:
1)

Perubahan peraturan perundangan.

2)

Tuntutan dari pihak yang tekait dan pasar.

3)

Perubahan produk dan kegiatan perusahaan.

4)

Perubahan struktur organisasi perusahaan.

5)

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk epidemologi.

6)

Pengalaman yang didapat dari insiden keselamatan dan kesehatan kerja.

7)

Pelaporan.

8)

Umpan balik khususnya dari tenaga kerja.

4.5.3 Peningkatan Terus Menerus


menetapkan

dan

menjalankan/memelihara

pengaturan

untuk

peningkatan

berkelanjutan dari elemen sistem manajemen K3 yang relevan dan sistem secara
keseluruhan.
membandingkan proses keselamatan dan kesehatan kerja dan kinerja organisasi
dengan yang lain untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

P a g e | 31 of 89

BAB V
KETENTUAN UMUM

5.1 Peralatan Penyelamatan dan Keselamatan


5.1.1 Umum
Perawatan

peralatan keselamatan dan penyelamat yang tepat diperlukan untuk

evakuasi dan penyelamatan darurat. Suplai dan peralatan medis sesuai kebutuhan
pada kondisi darurat harus disediakan, dalam kondisi kerja yang baik setiap waktu.
Operator harus menggunakan semua cara yang wajar untuk mengendalikan dan
mencegah kebakaran dan ledakan yang dapat menyebabkan cedera pada personil dan
kerusakan peralatan, aset dan lingkungan. Tanpa membatasi hal-hal di atas, operator
harus:

memelihara penghalang, guard rail, dan alat pengaman lain yang cukup untuk
meminimalkan bahaya selama pelaksanaan pekerjaan;

menyiapkan dan memelihara rencana darurat tertulis yang berlaku untuk


pekerjaan dan lokasi/daerah kerja, dan mengomunikasikannya ke semua orang di
lokasi kerja, serta mempertahankan dokumentasi rencana tersebut pada semua
orang dimaksud, salinan semu dokumen yang diperlukan harus diserahkan pada
PT. PLN (PERSERO) bila diminta;

melaksanakan

pengujian

peralatan

untuk

memastikan

bahwa

peralatan,

ditempatkan semestinya dan berada dalam kondisi operasi yang baik, dan semua
orang dapat memberi respon pada situasi darurat dan dapat secara efektif
mengoperasikan peralatan darurat yang diperlukan;

melarang merokok, nyala api terbuka, dam membawa korek api dan pemantik
rokok kecuali di daerah yang khusus dinyatakan aman;

P a g e | 32 of 89

memelihara semua peralatan medis dan keselamatan dalam kondisi operasi yang
baik setiap waktu, dan memastikan bahwa peralatan tersebut siap dipakai
sewaktu-waktu;

menerapkan sistem prosedur Lock Out /Tag Out sesuai persyaratan PT. PLN
(PERSERO) untuk semua pekerjaan dan peralatan yang dapat beroperasi secara
tidak sengaja selama perbaikan /pemeliharaan.

menyiapkan laporan proses

5.1.2 Alat Pelindung Diri (APD)

Semua peralatan pelindung, termasuk peralatan pelindung diri untuk mata, muka,
kepala, dan bagian tubuh penting lainnya, pakaian pelindung, alat pernafasan, dan
perisai dan penghalang protektif, harus disediakan, digunakan, dan dijaga dalam
kondisi bersih dan dapat diandalkan bila terjadi kondisi bahaya.

memastikan kecukupan peralatan pelindung diri, termasuk pemeliharaan dan


sanitasi yang baik.

Semua peralatan pelindung diri harus dirancang aman dan dibuat sesuai untuk
pekerjaan yang akan dilaksanakan.

5.1.3 Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran

Potensi bahaya kebakaran dalam daerah konstruksi harus diidentifikasi dengan


baik.

Pemadam api jinjing dalam kondisi baik, harus disediakan untuk semua peralatan
bergerak, seperti kendaraan, truk, cranes, kompresor, mesin lasi, pompa, dan
sebagainya.

Operator harus menyediakan peralatan pemadam api yang cukup untuk


pemakaian di gedung, seperti selang air, nozel, fire boxes, fire blankets, dan
sebagainya.

Operator harus menyediakan peralatan pelindung terhadap api untuk semua


bangunan konstruksi dan fasilitas langsung di bawah kendalinya.

Flash back arrestor harus disediakan untuk semua welding torches yang
menggunakan oksigen dan asetilen untuk menghindari kebakaran dan ledakan
karena flash back.

Semua supervisor operator harus mengerti/mengetahui peraturan terbaru dan


prosedur yang berlaku bagi pencegahan kebakaran dan tindakan darurat,
termasuk prosedur evakuasi/penyelamatan diri.

P a g e | 33 of 89

5.1.4 Bantuan Medis dan P3K


Bila lokasi kerja tidak berada dalam jarak yang cukup dekat dari fasilitas medis,
operator harus menyediakan klinik, dokter, paramedik, dan memberikan pelatihan
yang cukup pada para karyawan mengenai P3K.
Suplai P3K yang disetujui oleh dokter harus selalu tersedia.
Bila terdapat potensi cedera mata atau pada badan siapapun yang disebabkan oleh
bahan kimia korosif atau beracun, harus disediakan fasilitas berupa eyewash dan
safety shower.

5.1.5 Pelaporan dan Investigasi Kecelakaan


Kecelakaan/insiden harus diselidiki dan dilaporkan sesuai kebijakan PT. PLN
(PERSERO).
Operator harus segera memberitahu dengan menggunakan telepon atau radio bila
terjadi kecelakaan /insiden berikut:
1.

Kecelakaan fatal

2.

Cedera di mana si korban masuk rumah sakit

3.

Kejadian kebakaran, walaupun kecil

4.

Kecelakaan lalu lintas

5.

Kerusakan atau kehilangan produksi/hasil akibat kecelakaan, termasuk crane


terbalik atau jatuh, hubungan singkat peralatan listrik atau terputusnya kabel
listrik saat penggalian, kegagalan tali crane atau sling saat mengangkat
beban.

Laporan awal insiden harus diberikan oleh operator ke PT. PLN (PERSERO), dalam
48 jam sejak terjadinya insiden..
Operator akan menanggulangi insiden kecelakaan tersebut dengan akurat,
menyerahkannya laporan dan catatan kebakaran pada PT. PLN (PERSERO),
pada minggu pertama tiap bulan dan memberikan ringkasan insiden yang terdaftar
di bawah ini yang terjadi pada bulan sebelumnya harus dikirimkan kepada PT. PLN
(PERSERO).
1.

Semua cedera yang diikuti hilangnya waktu kerja saat terjadinya cedera.

2.

Semua insiden kerusakan material dengan perkiraan/estimasi kerugian lebih


dari US$ 1,000.00

3.

Semua kejadian kebakaran

4.

Semua kecelakaan kendaraan bermotor dan kapal laut.

5.

Total kehilangan man-hours dalam bulan tersebut.

P a g e | 34 of 89

Pada akhir proyek, operator harus menerbitkan suatu laporan keselamatan umum
kepada PT. PLN (PERSERO).

5.1.6 Komunikasi

Semua peralatan komunikasi yang digunakan di daerah konstruksi harus diperiksa


dan disetujui oleh pihak yang berwenang.

Untuk mencegah gangguan dengan channels/gelombang darurat yang sudah


dialokasikan, hanya frekuensi yang ditetapkan untuk operator yang akan
digunakan.

Operator harus menjamin bahwa semua personil yang menggunakan peralatan


benar-benar paham dengan petunjuk yang dikeluarkan.

Untuk mendukung operasi konstruksi dan persyaratan keselamatan dari PT. PLN
(PERSERO), operator harus menyediakan sistem komunikasi radio yang cukup
dan perangkat komunikasi otomatis.

5.2 Daerah Kerja Konstruksi dan Kendali Akses


5.2.1 Kendali Akses

Pemakaian

kendaraan dalam mengakses setiap lokasi dalam daerah kerja

konstruksi.

Kerapian ruang dan sanitasi dalam daerah kerja konstruksi operator harus selalu
dijaga. Lokasi tempat pembuangan dan pembakaran sampah harus ditentukan
sebelum konstruksi dimulai, proposal lokasi harus diserahkan operator untuk
dipelajari dan disetujui oleh PT. PLN (PERSERO).

Penyediaan nomor identifikasi untuk kendaraan yang dipasang di kedua pintu


kendaraan. Persyaratan ini memberikan identifikasi langsung kendaraan operator
untuk sistem kendali lalu lintas dan keamanan.

Semua daerah kerja yang diperlukan operator untuk melaksanakan pekerjaannya


atau kegiatan proyek harus mempunyai izin khusus atau persetujuan dari otoritas
lokal. Persetujuan atau izin ini harus didapatkan oleh operator. PT. PLN
(PERSERO) harus menyediakan bantuan bila pekerjaan pada permukaan tanah
akan dikembalikan ke kondisi awal/aslinya.

Personil operator harus berjalan di jalan untuk akses fasilitas konstruksi dan
instalasi baru, dan tidak boleh memasuki daerah operasi manapun tanpa izin yang
tepat dan APD.

Kendaraan atau perlengkapan konstruksi tidak boleh diparkir di jalan plant operasi
kecuali di tempat parkir yang telah ditentukan. Kendaraan boleh berhenti di jalan

P a g e | 35 of 89

untuk kegiatan bongkar /muat namun tidak boleh menghalangi jalan, dan
pengemudinya harus selalu bersama dengan kendaraannya.
5.2.2 Daerah Merokok dan Dilarang Merokok

Semua daerah di dalam plant adalah area bebas rokok. Daerah dimana personil
operator diizinkan merokok harus sesuai dengan petunjuk dari personil pengendali
keamanan plant.

DILARANG KERAS merokok saat bekerja di manapun dalam plant

DILARANG KERAS merokok dalam kendaraan manapun, pada saat apapun,di


manapun, di dalam plant yang ada.

Penyediaan tanda bahaya gas beracun

Penyediaan tanda DILARANG MEROKOK di semua daerah berbahaya untuk


mengidentifikasi daerah di mana merokok tidak diizinkan.

Orang yang bertanggung jawab di plant dan lokasi konstruksi yang didukung oleh
personel keamanan, pencegahan kerugian dan pengendalian bertanggung jawab
untuk mengendalikan dan mempertahankan pelaksanaan peraturan secara KETAT
dengan peraturan di atas. PT. PLN (PERSERO) akan langsung mengambil
tindakan pada tiap pelanggaran peraturan ini.

5.2.3 Keselamatan Lalu Lintas


Tujuan prosedur-prosedur ini adalah untuk mengendalikan secara efektif gerakan
kendaraan operator dalam daerah operasi terbatas dan untuk menghindari
timbulnya kecelakaan /insiden.
Operator dalam koordinasi dengan pihak lain yang terlibat bertanggung jawab atas
pengendalian gerakan semua kendaraan dalam daerah terbatas tersebut.
Supervisor operator bertanggung jawab akan kesesuaian dengan prosedur yang
terkait dengan pengendalian kendali dalam daerah terbatas atau tertentu tersebut.
Akses ke daerah yang ditentukan harus melalui pintu tertentu dengan kaitan
pengaman. Akses lain dilarang keras kecuali untuk keadaan darurat atau bila
disetujui PT. PLN (PERSERO).
Semua pengemudi yang mengoperasikan kendaraan untuk tujuan apapun, harus
memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) Indonesia yang berlaku.
Semua pengemudi pesawat angkat harus memiliki sertifikat dari Dirjen Migas
termasuk pesawat angkatnya.
Pengemudi harus selalu mematuhi peraturan lalu lintas yang ada dan peraturan yang
berlaku bagi kendaraan bermotor di lahan publik atau dalam batas daerah plant
operasi.

P a g e | 36 of 89

Semua kecelakaan kendaraan harus dilaporkan langsung kepada PT. PLN


(PERSERO).
Operator harus menjaga catatan semua kecelakaan kendaraan dan menerbitkan
laporan bulanan pada PT. PLN (PERSERO).
Dokumen-dokumen berikut juga harus disiapkan dan disediakan untuk PT. PLN
(PERSERO) dalam bentuk CD-ROM dan foto copy dokumen.
1.

Jadwal tur keselamatan dan kesehatan kerja, inspeksi dan audit

2.

Instruksi Kerja untuk pekerjaan khusus

3.

Dokumentasi:

Tur kesehatan dan Keselamatan

Inspeksi tempat kerja

Penilaian resiko tugas

Catatan pelatihan

Catatan investigasi kecelakaan dan insiden

Laporan audit

Pelaksanaan audit

Daftar tindakan SM-K3 dan

Komponen subkontrak SM-K3 yang relevan

P a g e | 37 of 89

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan
HAZOPS

(hazard

and

operability

studies)

ini

merupakan

alat

untuk

mengidentifikasi berbagai kelemahan (potensi risiko) yang terdapat dalam proses


desain atau operasi suatu sistem / unit plan yang dapat menimbulkan berbagai
konsekuensi yang tidak diinginkan terjadi (misal : personnel injuries, environmental
impacts, atau catastrophic equipment damage); dan menentukan rekomendasi atau
tindakan yang dapat dilakukan untuk eliminasi berbagai risiko / permasalahan yang
mengganggu jalannya proses tersebut atau mengurangi konsekuensi konsekuensi
yang dapat ditimbulkan secara sistematis, terstruktur dan baku.
Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk
1. menentukan metodologi dalam melaksanakan Hazard Identification (HAZID) Study
untuk Water Treatment and Water Injection Plant PT PT. PLN (PERSERO) EP di
Cepu.
Pertimbangan bahaya

meliputi kejadian-kejadian yang berhubungan dengan

proses dan kejadian-kejadian eksternal (misalnya: cuaca buruk, gempa bumi,


gerakan pesawat terbang, dan lain-lain). Kesalahan operator dalam mengendalikan
instalasi tidak diikutsertakan dalam studi ini.

P a g e | 38 of 89

2. untuk menentukan prosedur dalam melaksanakan studi hazard and operability


(Hazop) untuk Water Treatment and Water injection plant PT PT. PLN (PERSERO)
EP di Cepu.
3. Tujuan penggunaan HAZOP adalah untuk meninjau suatu proses atau operasi
pada suatu proses secara sistematis, untuk menentukan apakah proses
penyimpangan dapat mendorong ke arah kejadian atau kecelakaan yang tidak
diinginkan.
1.2 Referensi
Dokumen-dokumen yang diperlukan untuk Studi HAZOP Tradisional adalah:
1. revisi terakhir Diagram Instrumen (referensi dasar untuk studi HAZOP);
2. Matrix Sebab &akibat;
3. Diagram saluran tunggal listrik dan Gambar Pengelompokan Area Berbahaya;
4. Laporan Pemilihan Materi;
5. laporan deskripsi proses untuk semua kasus yang sudah direncanakan;
6. Laporan HAZID;
7. Tata Letak Lapangan,
8. Filosofi K3LL (Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan);
9. Laporan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan;
10. Material Safety Data Sheets (MSDS);
11. Gambaran proyek termasuk semua pilihan, persoalan-persoalan life-cycle dan
fleksibilitas instalasi yang sudah direncanakan.

1.3 Dasar Studi


The hazard and operability studies

atau dikenal sebagai HAZOPS adalah teknik

analisis bahaya yang digunakan dalam persiapan penetapan keamanan dalam sistem
baru atau modifikasi untuk suatu keberadaan potensi bahaya atau operabilitasnya.
Studi HAZOP adalah pengujian secara teliti oleh tim spesialis, dalam bagian sebuah
sistem mengenai apakah yang terjadi jika komponen tersebut dioperasikan melebihi
atau kurang dari normal desain model komponen yang telah ada.
Karakteristik HAZOP yang utama adalah sistematik, menggunakan struktur atau
susunan yang tinggi dengan mengandalkan pada guide words dan gagasan tim untuk
melanjutkan serta memastikan safeguards sesuai atau tidak dengan tempat dan obyek
yang sedang diuji.
1.3.1 Tujuan

P a g e | 39 of 89

HAZOPS bertujuan untuk :

Mengenali

bahaya-bahaya

(hazards)

yang

potential

(terutama

yang

membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan), dan;

Mengenali berbagai macam masalah kemampuan operasional (operability)


pada setiap proses akibat adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap
tujuan perancangan (design intent) proses-proses dalam pabrik yang sudah
beraktifitas maupun pabrik yang baru/ akan dioperasikan.

Untuk mengidentifikasikan

tindakan-tindakan yang bisa dilakukan untuk

mengurangi resiko dari kejadian yang berbahaya sesedikit mungkin dengan


menghilangkan bahaya, meminimalkan akibat hazards atau mengendalikan
akibat dari kejadian tersebut.

1.3.2 Susunan Tim HAZOP


Dalam pelaksanaannya HAZOP dilakukan oleh tim dari berbagai disiplin ilmu.
Semua anggota tim harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang luas
tentang persoalan persoalan yang dioperasikan.
Susunan tim HAZOP adalah sebagai berikut :
1.

Pemimpin HAZOP (Lead Safety/operations)

2.

Penulis HAZOP (Safety engineer)

3.

Anggota :

Lead Process Engineer

Lead Instrument

Lead Electrical

Lead Mechanical

Operations Manager

Pemimpin tim memegang peranan penting untuk keberhasilan Studi tersebut.


Orang tersebut perlu untuk:
a. memfasilitasi tim melalui teknik HAZOP;
b. memimpin diskusi;
c. mencatat persoalan-persoalan utama ketika dibahas oleh tim;
d. mencatat temuan-temuan dan menjamin bahwa catatan tersebut sepenuhnya
menjelaskan hal-hal yang diketahui.
Fasilitator tim harus sudah mendapat pelatihan dan berpengalaman dalam
melakukan studi tersebut dengan menggunakan software/perangkat lunak yang
dianjurkan. Bukti pengalaman harus diberikan kepada dan diterima oleh PT. PLN
(PERSERO).

P a g e | 40 of 89

1.3.3 Metodologi Studi HAZOP


Dalam pelaksanaan studi HAZOP harus mengikuti prosedur utama sebagai
berikut :
1.

Pengumpulan gambaran selengkap-lengkapnya setiap proses yang ada


dalam sebuah pabrik

2.

Pemecahan proses (processes breakdown) menjadi sub-proses - subproses yang lebih kecil dan detail. Untuk memperjelas pemisahan antar subproses, diberikan simpul (node) pada ujung setiap sub-proses. Tidak ada
ketentuan khusus tentang pembatasan rentang proses.

3.

Pencarian kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan pada setiap


proses melalui penggunaan pertanyaan-pertanyaan yang sistematis (modelmodel pertanyaan pada HAZOP dirancang sedemikian rupa/ menggunakan
beberapa kata kunci/ keywords/ guidewords, dimaksudkan untuk
mempermudah proses analisis).

4.

Melakukan penilaian terhadap setiap efek negatif yang ditimbulkan oleh


setiap penyimpangan (bersama konsekuensinya) tersebut di atas. Ukuran
besar kecilnya efek negatif ditentukan berdasarkan keamanan dan
keefisienan kondisi operasional pabrik dalam keadaan normal.

5.

Penentuan

tindakan

penanggulangan

terhadap

penyimpangan-

penyimpangan yang terjadi.


Prosedur tersebut

akan memberi gambaran lengkap mengenai proses,

mempertanyakan secara sistematik setiap bagiannnya untuk menemukan


penyebab terjadinya penyimpangan dari tujuan disain dan menentukan apakah
penyimpangan ini bisa menimbulkan bahaya. Pertanyaan tersebut ditujukan
pada setiap bagian disain. Setiap bagian dikenai sejumlah pertanyaan yang
dirumuskan oleh beberapa guideword. Guideword tersebut digunakan untuk
memastikan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang diajukan untuk
menguji integritas setiap bagian disain, akan menyelidiki penyimpanganpenyimpangan terhadap disain, penyebab-penyebabnya serta konsekuensi yang
bisa ditimbulkan. Beberapa sebab dapat menjadi tidak realistis dan demikian
pula akibat-akibat yang diperoleh akan menjadi tidak berguna. Beberapa akibat
dapat diabaikan dan dianggap tidak berkelanjutan.
Akan tetapi, dapat pula ditemukan penyimpangan-penyimpangan dengan
penyebab yang mungkin ada dan akibat yang berpotensi membahayakan. Untuk
mengurangi konsekuensi yang membahayakan tersebut atau menarik perhatian

P a g e | 41 of 89

operator untuk mengambil tindakan perbaikan, usaha perlindungan yang sudah


tercantum dalam disain harus diperhatikan. Jika usaha perlindungan tidak ada
atau tidak cukup mampu untuk mengatasi bahaya tersebut, tindakan perbaikan
perlu dilakukan.. Tindakan perbaikan ini bisa dalam bentuk persyaratan
hardware atau software/ perangkat lunak, perubahan prosedur atau studi
tambahan

Karakteristik HAZOP :
1. Sistematik, menggunakan struktur atau susunan yang tinggi dengan
mengandalkan pada guidewords dan gagasan tim untuk melanjutkan dan
memastikan safeguards sesuai atau tidak dengan tempat dan obyek yang
sedang diuji.
2. Pengkhususan bentuk oleh berbagai macam disiplin ilmu yang dimiliki oleh
anggota tim.
3. Dapat digunakan untuk berbagai macam sistem atau prosedur.
4. Penggunaannya lebih sebagai sistem pada teknik penafsiran bahaya.
5. Pemikiran awal, sehingga mampu menghasilkan kualitas yang baik meskipun
kuantitas juga mempengaruhi.

Istilah istilah terminologi (key words) yang dipakai untuk


mempermudah pelaksanaan HAZOP antara lain sebagai berikut :
1.

Deviation (penyimpangan) adalah kata kunci kombinasi yang sedang


diterapkan (merupakan gabungan dari guide words dan parameter).

2.

Cause (penyebab) adalah penyebab yang kemungkinan mengakibatkan


suatu penyimpangan.

3.

Consequence (akibat/konsekuensi), dalam menentukan consequence tidak


boleh melakukan batasan karena hal tersebut bisa merugikan pelaksanaan
penelitian.

4.

Safeguards (usaha perlindungan). Adanya perlengkapan pencegahan yang


mencegah penyebab/usaha perlindungan terhadap konsekuensi kerugian
akan didokumentasikan pada kolom ini. Safeguards juga akan memberikan
informasi kepada operator tentang penyimpangan yang terjadi dan juga
untuk memperkecil akibat.

P a g e | 42 of 89

5.

Action (tindakan yang dilakukan). Apabila suatu penyebab dipercaya akan


mengakibatkan konsekuensi negatif, harus diputuskan tindakan tindakan
apa yang harus dilakukan.

6.

Tindakan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu tindakan yang mengurangi atau


menghilangkan penyebab dan tindakan yang menghilangkan akibat
(konsekuensi).

Sedangkan apa yang terlebih dahulu diputuskan, hal ini

tidak selalu memungkinkan, terutama ketika berhadapan dengan kerusakan


peralatan. Namun pertama tama selalu diusahakan untuk menyingkirkan
penyebabnya, dan hanya di bagian mana perlu mengurangi konsekuensi.
7.

Node (titik studi).

Merupakan pemisahan suatu unit proses menjadi

beberapa bagian agar studi dapat dilakukan lebih terorganisir. Titik studi
bertujuan untuk membantu dalam menguraikan dan mempelajari suatu
bagian proses.
8.

Severity.

Merupakan suatu tingkat keparahan yang diperkirakan dapat

terjadi.
9.

Likelihood adalah kemungkinan terjadinya konsekuensi dengan sistem


pengaman yang ada.

10. Risk (resiko) merupakan kombinasi kemungkinan likelihood dan severity.


Hasil studi HAZOP dicatat dalam format dimana setiap penyimpangan
dipertimbangkan, setiap sebab yang mungkin dan akibatnya, setiap tindakan bila
diperlukan, dan alasan bila tindakan tidak perlu diambil.

1.3.4 Dasar Pemikiran HAZOP


Studi HAZOP adalah suatu proses penggagasan. Sulit untuk menghindari
diskusi dan pertentangan yang tidak perlu selama tahap HAZOP dan mengambil
kesimpulan kesimpulan studi dalam kerangka waktu yang terbatas, tanpa
adanya dasar pemikiran HAZOP.
Beberapa dasar Hazop yang umum diberikan di bawah ini.
1.

Beberapa kejadian yang terjadi bersamaan yang dapat mengakibatkan


kecelakaan atau bahaya tidak akan dibahas, jika sebab-sebabnya tidak
berhubungan.

2.

Single check valve dianggap cukup memadai kecuali jika ada kemungkinan
aliran balik dari zat cair bertekanan tinggi yang dapat menciptakan tekanan
yang melebihi tekanan uji peralatan.

P a g e | 43 of 89

3.

Masalah yang terjadi karena kelalaian operator tidak akan dibahas. Namun,
masalah yang berhubungan dengan kesalahan yang bersifat umum dapat
dipertimbangkan.

4.

Sabotase tidak akan dipertimbangkan.

5.

Pekerjaan rancangan tidak akan dilakukan dalam tahap Hazop.

6.

Masalah yang timbul akibat bencana alam seperti badai banjir, gempa bumi
dan lain-lain tidak akan dipertimbangkan.

7.

Dampak dari pelepasan zat cair ke lingkungan karena gangguan


peralatan/gangguan saluran pipa tidak akan dianalisa.

8.

Masalah yang timbul akibat adanya obyek-obyek yang jatuh seperti jatuhnya
komet, kendaraan angkasa misil dan lain-lain tidak akan dibahas.

9.

Peralatan/barang-barang dianggap sesuai dengan kondisi disain yang


ditentukan dalam dokumen disain.

10. Kerja perpipaan dilakukan menurut P&ID dan sesuai dengan spesifikasi
perpipaan.
11. Alat perlindungan mekanikal yang digunakan pada instalasi untuk
keselamatan seperti keretakan cakram pada safety valve, dan lain-lain
diharapkan akan bekerja tanpa penahanan apapun.
12. Semua dokumen yang hendak ditinjau ulang harus merupakan yang terkini.
13. Analisis kuantitatif tidak akan dilakukan.
14. Jika terdapat dua train yang identik, hanya satu train yang akan dianalisa.
15. Gangguan yang bersamaan dengan lebih dari satu alat pelindung yang
independen tidak akan diperhitungkan.
16. Hal-hal

berikut

sebaiknya

dipertimbangkan

sebagai

tindakan

pengamanan /perlindungan:

Interlock/shutdown system/ Trip/ Protection

Sistem alarm untuk tindakan operator

Alat-alat perlindungan mekanikal

Sistem pemantauan sampel.

Instruksi operasi dan buku pedoman.

1.3.5 Catatan dan Laporan


Selama studi dilakukan, semua bahaya yang berhasil diidentifikasi oleh tim,
dicatat dan dideskripsikan pada lembar kerja HAZOP. Anjuran-anjuran
merupakan bagian dari lingkup HAZOP. Isu-isu utama dan tindak lanjutnya

P a g e | 44 of 89

merupakan bagian yang dikirim secara terpisah sebagaimana rangkuman


mengenai tindakan-tindakan, dan biasanya disertai dengan laporan dari ketua
tim.

BAB II
HAZARD & OPERABILITY STUDIES (HAZOPS)

2.1 Identifikasi Bahaya (HAZID -Hazard Identification)


2.1.1 Dasar Study
Identifikasi bahaya (Hazard Indentification) adalah analisa pencegahan terjadinya
bahaya pada instalasi industri/pabrik yang dilakukan dengan memperhatikan
keseluruhan aspek yang ada di dalamnya.
Aspek yang ada meliputi :

Data informasi instalasi industri (PFD, P&ID, Lay Out, data meteorologi, data
sosial kultural masyarakat sekitar, catatan peristiwa)

Lokasi (fasilitas operasi, fasilitas pendukung)

Resiko (SDM, lingkungan, aset, image)

Faktor Pemicu Bahaya

(proses operasi, transportasi, geografis dan

meteorologi, sosial kultural)

Potensi Bahaya (kebakaran dan ledakan besar, tenggelam, pencemaran


lingkungan)

2.1.2 Tujuan

P a g e | 45 of 89

Studi HAZID bertujuan untuk :

Identifikasi kemungkinan ancaman keamanan dan bahaya kecelakaan yang


berpotensi mempengaruhi masyarakat dan lingkungan.

Dokumentasi ancaman dan bahaya yang diidentifikasi yang terkait dengan


keamanan instalasi dan aktivitas operasi yang berpotensi mempengaruhi
masyarakat dan lingkungan.

Identifikasi dan analisa

keprihatinan masyarakat yang dicatat selama

pertemuan dengan masyarakat.

Identifikasi

dan menentukan kecukupan perlindungan dalam situasi kritis

(sistem hardware dan prosedur) yang terkait dengan identifikasi resiko dan
usul rekomendasi untuk meningkatkan sistem keamanan proyek.

Identifikasi

penyebab bahaya yang mungkin terjadi dari kondisi operasi

dengan menggunakan panduan yang ada pada checklist.

Identifikasi dan analisa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghilangkan


atau mengurangi resiko bahaya.

2.1.3 Susunan tim HAZID


Dalam pelaksanaan studi HAZID diperlukan sebuah tim yang anggotanya terdiri
dari berbagai disiplin ilmu yang berpengalaman dalam menaksir potensi bahaya
melalui teknik brainstorming menggunakan checklist issue K3LL yang potensial.
Setiap anggota tim harus mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengenali
dan mengidentifikasi semua persoalan K3LL. Tim meliputi para personil yang
berpengalaman dari disiplin ilmu, yaitu sebagai berikut :
a. Project engineering
b. Process engineering
c. Instrumentasi
d. Perpipaan/Mekanikal
e. K3LL
f.

Kelompok Penilai Resiko PT. PLN (PERSERO)

Selain personil di atas, direkomendasikan adanya fasilitator tim dan fasilitator tim
memiliki sekretaris. Peran fasilitator dalam tim yaitu sebagai berikut :
a. memfasilitasi tim melalui teknik HAZID;
b. memimpin diskusi;
c. mencatat persoalan-persoalan utama ketika dibahas oleh tim

P a g e | 46 of 89

d.

mencatat

temuan-temuan

dan

menjamin

bahwa

catatan

tersebut

sepenuhnya menjelaskan hal-hal yang diketahui.


Fasilitator tim harus sudah mendapat pelatihan dan berpengalaman dalam
melakukan studi menggunakan metodologi yang disetujui oleh perusahaan. Bukti
pengalaman harus diberikan kepada dan diterima oleh PT. PLN (PERSERO).

2.1.4 Metodologi Studi HAZID


Pelaksanaan studi hazard identification (HAZID) dilakukan oleh suatu tim yang
ahli. Teknik identifikasi bahaya adalah sebagai berikut :

Safety Review - Penjelasan secara kualitatif berbagai potensi permasalahan


yang berkaitan dengan keselamatan.

Checklist - Daftar berbagai hal pokok yang tertulis untuk memeriksa keadaan
suatu sistem.

Relative Ranking - Strategi untuk membandingkan berbagai sistem untuk


pemeriksaan lebih lanjut.

Preliminary Hazard Analysis - Metode yang sangat umum untuk fokus pada
sistem.

What-If / Checklist Kombinasi brainstorming dan daftar detail tertulis


berbagai hal pokok

Hazard and Operability Analysis - Metode yang sistematis untuk identifikasi


hazard dan operabilitas.

Failure Modes and Effect Analysis -Tabulasi berbagai jenis kerusakan /


kegagalan suatu alat.

Fault Tree Analysis - Pendekatan secara deduktif dari suatu kejadian untuk
mengetahui penyebab utamanya.

Event Tree Analysis - Pendekatan secara induktif dari suatu kejadian pemicu
sampai seluruh kejadian akhir yang ditimbulkan

Cause consequence Analysis - Kombinasi metode FTA dan ETA.

Human Reliability Analysis - Evaluasi secara sistematis seluruh faktor yang


berkaitan dan mempengaruhi personil manusia.

Waktu Studi
Studi HAZID secara terperinci akan disusun

apabila pekerjaan desain telah

mencapai tahap dimana diagram alir proses (PFD) telah dikembangkan, tata letak
plant awal, perincian inventaris yang berbahaya, dan perincian persyaratan
penggunaan tersedia, dll.

Dokumen-Dokumen yang Diperlukan

P a g e | 47 of 89

Dokumen-dokumen yang diperlukan untuk studi HAZID adalah:


a. diagram alir proses (PFD) yang minimal berisi neraca massa;
b. lay out pembangunan termasuk tata letak lapangan, tata letak kepala sumur,
dan tata letak fasilitas;
c. deskripsi proses termasuk semua kasus operasi yang direncanakan;
d. deskripsi proyek termasuk semua kemungkinan /pilihan, masalah siklus hidup
dan fleksibilitas instalasi yang direncanakan;
e. filosofi keselamatan;
f.

filosofi operasi awal dan kendala pengambilan produk;

g. laporan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL);


h. informasi tambahan dari laporan kunjungan ke lapangan, gambar-gambar dan
lain-lain jika tersedia;
i.

Material Safety Data Sheets, jika tersedia.

2.1.5 Prosedur Studi


Metode studi HAZID meliputi gabungan dari identifikasi, analisis, dan gagasan
yang berdasarkan pada hazards yang diketahui pada checklist (mengacu pada
Lampiran I). Checklist dibagi menjadi dua bagian utama sebagai berikut :
a. Environmental and Health Hazards;
b. Facility Hazards
Bagian Hazards pada Lingkungan dan Kesehatan berisi hazards global yang
tercakup setelah pembangunan secara keseluruhan. Untuk bagian Facility
Hazards, mencakup proses yang akan dibagi menjadi sejumlah node. Hazards
khusus untuk tiap node dapat dituju secara terpisah. Contohnya, satu node dapat
menjadi penyimpan air kondensat dimana kata pemandu dapat digunakan untuk
mempertimbangkan

akibat

dari

pengendalian

atau pelepasan

inventaris,

peningkatan potensial, hazards pemiliharaan dan lain-lain.


Setelah Fasilitator tim mengenal node yang sedang dipelajari yang dapat menjadi
fasilitas secara keseluruhan atau bagian kecil, tujuan dari node itu akan dibahas
dan disetujui oleh tim. Akibat-akibatnya dimasukkan pada Lembar Kerja HAZID
(Lihat Lampiran II).
Fasilitator Tim kemudian akan memindahkan daftar HAZID dan di dalam tiap
bagian daftar memakai prosedur berikut ini :
a. Memilih

kategori

dari

daftar

dan

mempertimbangkan tiap kata pemandu.

kemudian

meminta

Tim

untuk

P a g e | 48 of 89

b. Menganalisis tiap kata pemandu dalam setiap kasus untuk mengenal hazard
apapun dan efek-efeknya yang mungkin untuk kemudian dapat dimasukkan
dalam lembar kerja.
c. Proses brainstorming kemudian akan digunakan untuk mengenali semua
penyebab yang dapat mengakibatkan adanya hazard. Selama proses ini
Fasilitator tim dapat memberi contoh dari bagian expanders pada checklist.
Hal yang penting adalah bahwa expanders ini disarankan sebagai contoh dan
tidak diberikan sebagai daftar tertutup yang membatasi aktivitas brainstorming
dari Tim.
d. Menganalisis kontrol yang sesuai yang seharusnya dilakukan untuk
mencegah atau mengontrol setiap penyebab.
e. Mengenali fase perkembangan yang untuk hal itu hazard ada dan menilai
prioritas K3LL (tinggi, sedang atau rendah).

2.1.6 Penentuan Prioritas


Studi HAZID dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan bahaya umum yang
terjadi dalam plant atau proses. Pelaksanaannya menggunakan sistem kualitatif
untuk memberikan peringkat prioritas yang sederhana terhadap resiko.

Efek

kegagalan digolongkan menurut tingkat keparahannya, yaitu sebagai berikut :

Rendah : resiko tidak serius & aktifitas yang direkomendasi tidak digunakan
untuk major modification. Efek kegagalan ini tidak mengurangi keselamatan
dari instalasi secara signifikan dan yang mungkin melibatkan tindakantindakan operator yang dengan tepat sesuai kemampuannya. Dampak
kegagalan kecil seperti: pengurangan sedikit dalam batas keselamatan atau
kemampuan fungsional, small unignited condensate release dari peralatan
proses dapat termasuk contoh dari efek kegagalan rendah.

Sedang : resiko cukup signifikan & aktifitas yang direkomendasikan perlu


investigasi lanjut untuk dapat solusi terbaik.

Efek kegagalan ini dapat

mengurangi kemampuan pemasangan atau kemampuan dari operator untuk


mengatasi kondisi operasi yang sebaliknya, contohnya, pengurangan yang
berarti dalam marjin keselamatan atau kemampuan fungsional, kenaikan
berarti dalam beban kerja operator atau dalam kondisi yang menghambat
efisiensi operator, yang mungkin menyebabkan luka-luka kecil. Contohnya,
pembentukan unignited clouds karena pelepasan pada peralatan proses, pool
fires dari pelepasan air kondensat yang kecil.

P a g e | 49 of 89

Tinggi : resiko signifikan & berhubungan dengan desain / filosofi


keselamatan. Aktifitas dilakukan segera untuk dapat solusi optimal &
implementasi dilaksanakan secepat mungkin.

Resiko resiko ini antara lain :


a. Dampak kegagalan yang mengurangi kapasitas instalasi atau kemampuan
operator untuk mengatasi kondisi operasi yang sebaliknya :

Pengurangan yang besar dalam marjin keselamatan atau;

Keadaan fisik yang sukar atau beban kerja yang berlebihan sedemikian
sehingga operator tidak dapat melaksanakan tugas mereka dengan tepat
atau sempurna. Atau beban kerja sedemikian sehingga operasi gabungan,
pemeliharaan

dan

pekerjaan

konstruksi

tidak

dapat

dikendalikan

sepenuhnya dan dengan aman oleh managemen lokasi, atau;

Luka-luka yang serius atau fatal terhadap sejumlah pegawai, kerusakan


terhadap fasilitas di lapangan, resiko polusi, atau

Kondisi yang timbul yang memerlukan pengendalian di lapangan.

Contohnya pembakaran nyala api gas dari ignited releases pada peralatan
proses.
b. Akibat gangguan yang memerlukan evakuasi darurat dari para personil di
lapangan, atau yang mungkin menyebabkan luka-luka yang menyebabkan
kematian, kerusakan ekstensif atau kehilangan fasilitas di lapangan atau polusi
utama. Contohnya kabut gas yang besar pada instalasi gas dilanjutkan dengan
ledakan.

2.1.7 Catatan dan Laporan


Selama studi HAZID, semua hazard yang telah diidentifikasi

oleh tim harus

dicatat dan dijelaskan dalam Lembar Kerja HAZID. Rekomendasi untuk tindakan
perbaikan biasanya bukan bagian dari lingkup HAZID walaupun hal-hal utama
atau kelanjutannya seharusnya dicatat dalam laporan Fasilitator Tim. Namun, Tim
tersebut dapat menggunakan bagian kendali dari lembar kerja untuk
mengusulkan

penyelesaian/metode

alternatif

dalam

mengurangi

resiko.

Komentar-komentar ini seharusnya dianggap sebagai saran para ahli dari Tim
HAZID dan bukan rekomendasi yang pasti untuk mengambil tindakan.
Pada akhir studi Fasilitator Tim akan menghasilkan laporan yang membahas
penemuan studi dan perincian tentang persoalan-persoalan kritis dan tindakantindakan yang akan diambil. Untuk catatan dan laporan yang layak dari
Manajemen Keselamatan Proyek, Tindakan Perbaikan dalam Bentuk anjuran

P a g e | 50 of 89

harus diberikan sebagaimana diberikan dalam Lampiran III untuk langkah


berikutnya.

2.1.8 Kesimpulan
Studi HAZID telah menghasilkan desain dari fasilitas yang menyebabkan
sebagian besar situasi dan operasi yang tidak aman dan tidak ada tindakan
pengukuran

khusus

yang

direkomendasikan

kecuali

persyaratan

untuk

HAZID/HAZOP yang terperinci, Analisis Akibat, Analisis sebaran dan studi EIA.

List dibawah ini merupakan hazards utama yang ditemukan melalui pengalaman
Tabel 3.1 HAZID CHECKLIST ( yang disarankan)

Bagian 1

Kategori Utama

hazards
Hazards alam dan lingkungan

Hazards Lingkungan dan Kesehatan

Hazards

yang

diciptakan

sendiri

(dibuat oleh manusia)

Akibat fasilitas di sekelilingnya

Prasarana

Kerusakan lingkungan

Hazards terhadap kesehatan

Bagian 2

Metode/filosofi pengendalian

Hazards Fasilitas

Hazards Kebakaran dan Ledakan

Process Hazards

Sistem peralatan penunjang

Hazards pemeliharaan

Fasilitas konstruksi/yang sudah ada

Konstruksi/pemprosesan

secara

P a g e | 51 of 89

serempak

Tabel 3. 2 : Bahaya Lingkungan


Kategori

Guide Word

Expanders (Examples of guide word

lingkungan dan iklim yang ekstrem

application not exclusive)


Suhu, gelombang, angin, debu, banjir,

kondisi Alam

badai pasir
Petir
Gempa bumi

Ground slide, pesisir

erosi
Bahaya akibat Bahaya keamanan

ancaman

manusia

eksternal

Aktivitas teroris

Kerusuhan,

keamanan

Internal

gangguan

dan
sipil,

pemogokan, aksi militer, kerusuhan


Pengaruh
fasilitas

Infrastruktur Geografis
di Jarak

ke

politik
Lokasi pabrik, layout pabrik, pipa

Penduduk routing, minimisasi area

P a g e | 52 of 89

sekitar lokasi

Terdekat
Penggunaan Lahan

kebakaran lahan, lapangan terbang,


kamp akomodasi

Jarak ke koridor

jalur Pengiriman, jalur udara, jalan, dll

Transportasi
Isu Lingkungan Hidup

penggunaan tanah Sebelumnya, fauna


dan flora yang rentan, dampak visual

Infrastruktur

Masalah Sosial

Penduduk lokal, budaya lokal, sosial /

Komunikasi Normal

budaya daerah signifikansi


Road links, air links, water links

Komunikasi untuk
perencanaan kontingensi
Kerusakan

Supply support
Pengadaan suku cadang
Saluran
pembuangan Suar, ventilasi, emisi buangan, efisiensi

lingkungan

udara

energi

Saluran pembuangan air

ketentuan hukum, fasilitas drainase,

Saluran

buangan

ke minyak / pemisahan air, pencemaran

tanah

laut, dampak pada kehidupan laut

Emergency/upset

Drainase, penyimpanan bahan kimia

Discharges
Lahan

yang Suar, ventilasi, drainase

terkontaminasi
Dampak

terhadap penggunaan lahan sebelumnya, Area

fasilitas

minimisasi, pipa routing, analisis


dampak lingkungan

Pilihan

pembuangan

limbah

Musim, periode signifikansi lingkungan

Lama konstruksi
Tabel 3.3 : Bahaya terhadap kesehatan (Contd.)
Kategori

Guide Word

Expanders (Examples of guide word

Bahaya

Bahaya penyakit

application not exclusive


Penyakit endemik, infeksi,

kesehatan

nyamuk

malaria, kebersihan personal maupun


makanan,

kontaminasi

air

maupun

makanan, genangan air, kondisi hidup


miskin

P a g e | 53 of 89

Bahaya sesak napas

Suasana

sesak,

kegagalan

menggunakan APD yang sesuai, masuk


dalam vessel, bekerja pada ruang
tertutup/ udara terbatas, asap, buangan
gas
karsinogenik

Penggunaan bahan kimia

beracun

Udara

beracun,

suasana

sesak,

penggunaan bahan kimia


fisik

Kebisingan, radiasi (ionisasi ex : skala


radioaktif,maupun non ion ex. flares,
UV, sinar matahari), ergonomics

Mental

Bekerja dalam sistem shift

Bahaya kerja

Bekerja

di

ketinggian,

berbahaya,

permukaan

peralatan
berbahaya,

sistem elektrik
Transport

Perjalanan

yang

berlebihan,

cuaca

buruk, kualitas jalan ( penanganan :


sistem manajemen perjalanan efektif)
Table 3.4: Bahaya proses (Contd.)
Kategori

Guide word

Expanders (Examples of guide word


application not exclusive)

P a g e | 54 of 89

Bahaya proses

Inventarisasi

Kelebihan bahan berbahaya (tindakan


mitigasi meliputi: meminimalkan
persediaan berbahaya, proses alternatif

Persediaan

dan sistem utilitas)


proses stres yang berlebihan, pengaruh
(penetrasi oleh benda asing), proses
pengendalian kegagalan, kegagalan
struktural, erosi atau korosi (tindakan
mitigasi mencakup: mengenali dan
meminimalkan bahaya selama proses

Tekanan berlebihan

desain, keamanan pabrik, penahanan,


dan langkah-langkah pemulihan).
Offsite sumber, proses penyumbatan,

Suhu Atas / bawah

ekspansi termal, sambungan dari proses


untuk sistem utilitas, reaksi kimia

Tingkat nol/

Kondisi atmosfer, blowdown, kebakaran,

excess

permukaan yang panas, reaksi kimia

Fase /Komposisi yang

tangki penyimpanan excess, hilangnya

salah

fungsi di tangki pemisahan, tekanan oleh


tangki hilir
kontaminasi Offsite, kegagalan proses
pemisahan, membangun-up dari fase
yang salah (pasir, hidrat, dll), zat beracun

Table 3.5 : Bahaya fasilitas (Contd.)


Kategori

Guide Word

Sistem utilitas Firewater Systems


Fuel Gas
Power Supply

Expanders (Examples of guide


word application not exclusive)

P a g e | 55 of 89

Drains
Inert Gas
Waste

Storage

and

Treatment
Chemical/fuel storage
Potable water
Maintenance

Sewerage
Access Requirements

Hazards

Override Necessity
Bypasses Required
Commonality of Equipment
Heavy Lifting
Requirements

Construction/

Transport
Tie-ins(shutdown

Existing

requirements)

Facilities

Concurrent Operations
Reuse of Material
Common

Equipment

Capacity
Interface-Shutdown/blow
down/ESD
Skid

Dimensions

(weight

handling/equipment
congestion)
Soil contamination (existing
facilities)
Mobilization /demobilization
Table 3.6 HAZID WORKSHEET
Project

: PT. PLN (PERSERO) EP

Team

Client
Node

:
:

Members

Page No:
Date

Dwg. No.
Category:
Guide Word

Potential

Causes

Controls/

Recommendations Rank

P a g e | 56 of 89

Hazards and

safeguards

Effects

Table 3.7
CORRECTIVE ACTION ON RECOMMENDATION FORM
CORRECTIVE ACTION ON RECOMMENDATION FORM
Project
Name
:
PT.
PLN
Project No

Study

: HAZARD IDENTIFICATION (HAZID)

Recommendation/Action Item :
Problem
Statement:

Recommendation/

(PERSERO)

EP

P a g e | 57 of 89

Action:

Assigned to:
Resolution

Work Completed

By:

Approved by:

Date:

Date

2.2 QRA (Quantitative Risk Assesment)


2.2.1 Studi Quantitative Risk Assesment (QRA)
QRA adalah pendekatan matematis untuk memprediksi risiko kecelakaan dan
memberikan pedoman cara yang tepat untuk meminimalkan bahaya. Meskipun
menggunakan metode ilmiah dan verifikasi data, hasil QRA memiliki tingkat
ketidakpastian yang besar. Meskipun demikian, banyak cabang teknik telah
menemukan bahwa QRA dapat memberikan pedoman yang bermanfaat. Namun,
QRA tidak harus menjadi masukan hanya untuk keputusan-keputusan tentang
keselamatan, seperti teknik lain berdasarkan pengalaman dan penilaian mungkin
sesuai. Penilaian risiko tidak harus kuantitatif, dan pedoman yang

memadai

mengenai bahaya kecil juga dapat diperoleh dengan menggunakan pendekatan


kualitatif.

2.2.2 Komponen Kunci QRA


Struktur klasik penilaian risiko merupakan struktur yang sangat fleksibel, dan
telah digunakan untuk penerapan penilaian risiko untuk banyak kegiatan

P a g e | 58 of 89

berbahaya yang berbeda. Struktur ini juga dapat digunakan untuk penilaian risiko
kualitatif maupun untuk QRA.
Tahapan Quantitative Risk Assesment (QRA)
1. System Definition
Bertujuan mendefinisikan instalasi atau kegiatan beresiko yang akan
dianalisis. Ruang lingkup QRA harus mendefinisikan batas-batas identifikasi,
mengidentifikasi kegiatan yang termasuk dan yang dikecualikan, dan bagian
instalasi yang harus ditangani.
2. Hazard Identification
identifikasi bahaya terdiri dari tinjauan kualitatif kecelakaan yang mungkin
terjadi, berdasarkan pengalaman kecelakaan sebelumnya atau penilaian yang
diperlukan. Ada beberapa teknik formal untuk ini, yang berguna untuk
memberikan apresiasi kualitatif jangkauan dan besarnya bahaya dan
menunjukkan langkah-langkah mitigasi yang tepat. Evaluasi kualitatif ini
dijelaskan dalam buku petunjuk penilaian bahaya. Dalam QRA, identifikasi
bahaya menggunakan teknik yang mirip, namun memiliki tujuan yang lebih
spesifik - memilih daftar kasus kegagalan mungkin yang cocok untuk model
kuantitatif.

3. Frequency analysis.
Setelah bahaya telah diidentifikasi perlu memperkirakan berapa besar
kemungkinan untuk kecelakaan terjadi. Frekuensi biasanya diperoleh dari
analisis pengalaman kecelakaan sebelumnya, atau dengan beberapa bentuk
pemodelan teoritis.
4. Concequence modeling .
analisis frekuensi secara parallel berkaitan dengan pemodelan konsekuensi
(Concequence modeling) dalam mengevaluasi dampak yang dihasilkan jika
terjadi kecelakaan, dan dampaknya terhadap personil, peralatan dan struktur,
lingkungan atau bisnis. Estimasi konsekuensi dari setiap aktivitas yang
mungkin sering memerlukan beberapa bentuk pemodelan komputer, tapi
dapat didasarkan pada pengalaman kecelakaan atau penilaian jika sesuai.
Ketika frekuensi dan permodelan konsekuensi dari setiap aktivitas telah
diperkirakan, mereka dapat dikombinasikan untuk membentuk ukuran risiko

P a g e | 59 of 89

secara keseluruhan. Berbagai bentuk presentasi risiko dapat digunakan.


Risiko hidup sering disajikan dalam dua bentuk yang saling melengkapi:
1. Individu : risiko - risiko yang dialami oleh seorang individu.
2. Kelompok (atau masyarakat) : risiko - risiko yang dialami oleh seluruh
kelompok orang terkena bahaya.
5. Risk Analysis
Tahap selanjutnya adalah memperkenalkan kriteria, sebagai tolok ukur untuk
menunjukkan apakah risiko dapat diterima, atau untuk membuat beberapa
penilaian lain tentang resiko tersebut. Langkah ini mulai memperkenalkan isuisu non-teknis dari risiko penerimaan dan pengambilan keputusan, dan proses
ini kemudian dikenal sebagai penilaian risiko/ analisa resiko.
6. Risk Reduction
Untuk membuat risiko yang dapat diterima, langkah-langkah pengurangan
risiko mungkin diperlukan. Manfaat dari tindakan ini dapat dievaluasi dengan
mengulangi QRA dengan mereka di tempat, sehingga memperkenalkan loop
berulang

dalam

proses.

Biaya

ekonomi

dari langkah-langkah

dapat

dibandingkan dengan manfaat risiko dengan menggunakan analisis biayamanfaat.


Hasil QRA ini adalah beberapa bentuk masukan kepada desain atau manajemen
keselamatan instalasi berlangsung, tergantung pada tujuan proyek.

2.3 Klasifikasi Area Berbahaya


2.3.1 Dasar Studi
klasifikasi Area Berbahaya digunakan untuk mengidentifikasi tempat-tempat di
mana, karena potensi suasana eksplosif, pencegahan khusus atas sumber
pengapian diperlukan untuk mencegah terjadinya kebakaran dan ledakan.
klasifikasi area berbahaya harus dilakukan sebagai bagian integral dari penilaian
risiko untuk mengidentifikasi tempat-tempat (atau daerah) di mana kontrol atas
sumber-sumber bahaya yang dibutuhkan (tempat berbahaya) dan juga tempattempat tidak berbahaya). tempat-tempat berbahaya diklasifikasikan di area yang
membedakan antara tempat-tempat yang memiliki potensi terjadi nya ledakan
atmosfer dan tempat di mana suasana eksplosif mungkin hanya terjadi kadangkadang atau dalam keadaan abnormal. Tindakan pencegahan diperlukan untuk
mengontrol sumber-sumber potensial kebakaran pada daerah daerah berbahaya

P a g e | 60 of 89

, khususnya dalam kaitannya dengan pembangunan, instalasi dan penggunaan


peralatan.
2.3.2 Penilaian Resiko
Mengidentifikasi daerah berbahaya atau tidak berbahaya harus dilakukan dengan
cara sistematis. Penilaian risiko digunakan untuk menentukan apakah ada daerah
berbahaya dan kemudian menetapkan zona ke daerah tersebut. Penilaian ini
harus mempertimbangkan hal-hal seperti:
1. sifat berbahaya dari komponen / peralatan yang terlibat;
Sifat suatu peralatan yang perlu diketahui meliputi

kuat tahanan isolasi,

kekuatan menahan beban suatu pengait, kekuatan tali tambang yang


digunakan.
2. Proses Kerja, Dan Interaksi Mereka, Termasuk Pembersihan, Perbaikan
Atau Kegiatan Pemeliharaan Yang Akan Dilakukan;
Beberapa kegiatan yang rutin seperti pengisian pemeliharaan isolator, atau
penggantian isolator melibatkan pengenalan potensi sumber api pada daerah
bertegangan

maupun

daerah berbahaya lainnya. Dalam situasi seperti ini,

keselamatan dapat

dicapai dengan mengisolasi sumber daya (misalnya mematikan sumber listrik,


dll) selama transfer sedang berlangsung.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk :
1

Memberi perlindungan keselamatan kepada karyawan

Menjaga kesehatan karyawan

Meminimalkan timbulnya resiko kecelakaan

Meminimalkan gangguan terhadap lingkungan sekitar

Upaya penerapan HSE yang diprogramkan dalam fasa perancangan engineering


mempunyai tujuan :

P a g e | 61 of 89

Sebagai wujud tanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan karyawan yang
bekerja pada proyek pembangunan ini, dan orang lain yang berpotensi terkena
dampak secara langsung ataupun tidak langsung oleh kegiatan ini.
Sebagai sumbangan pertimbangan yang wajar menyangkut konservasi lingkungan
alam.
Sebagai cara terbaik menghilangkan/ meminimalkan resiko kejadian sesuai
sekenario resiko bahaya yang dapat berakibat ke cedera, kerusakan lingkungan,
terhentinya kegiatan bisnis, rusaknya citra atau hilangnya asset perusahaan, yaitu
memasukkan unsur keselamatan kerja dalam rancangan.
Untuk meyakinkan lingkungan yang aman bagi pekerja.
Sebagai upaya menghilangkan atau meminimalkan penyebaran tumpahan dan
kebocoran yang tidak terkendali, dengan ketentuan tentang pembatasan dan
drainase yang tepat.
Sebagai upaya meminimalkan resiko konsekuensi suatu kejadian kecelakaan yang
tidak dapat dihilangkan dengan ketentuan tentang isolasi, proses dan shut down
darurat, serta pengurangan tekanan pada peralatan fasilitas sesuai dengan
panduan engineering, kode dan standart.
Sebagai upaya menyediakan system perlindungan terhadap kebakaran, yaitu dengan
cepat mampu mengendalikan api dan memadamkannya jika perlu, serta
mencegah resiko kebakaran sebelum sempat menjadi besar.
Sebagai

upaya

meminimalkan

potensi

terjadinya

polusi

lingkungan,

akibat

kebocoran, penguapan atau terbakarnya material berbahaya

1.2

Ruang lingkup
Dokumen ini berisi persyaratan umum HSE selama perancangan dalam rangka
meminimalisasi dan pencegahan kerugian dalam pemeliharaan PT. PLN (PERSERO).
Semua personel yang bekerja di lingkungan Water Treatment dan Water Injection
Plant diharapkan dapat bertanggung jawab terhadap tindakanya dalam mencapai
tujuan untuk melindungi lingkungan, menjaga kesehatan dan untuk memastikan
keselamatan dirinya sendiri, karyawan lain, operator dan masyarakat umum sejalan
dengan perlindungan dimana kegiatan ini berlangsung.
Program HSE pada fase perancangan keselamatan dalam proyek ini harus
disempurnakan menggunakan hasil Studi Penilaian Resiko Kualitatif (QRA). Studi
Identifikasi Resiko Bahaya (HAZID). Studi Resiko Bahaya dan Kemampuan
Pengoperasian (HAZOP),

dan praktek keselamatan engineering yang baik dalam

P a g e | 62 of 89

industri perminyakan sebagaimana yang dicantumkan dalam kode dan standar


Internasional dan regulasi yang berlaku di Indonesia.

1.3

Terminologi
Istilah istilah berikut akan diterapkan di seluruh bagian dokumen :
1

PT. PLN (PERSERO) EP dalam dokumen ini akan diartikan sebagai pemilik.

OPERATOR diartikan sebagai pihak yang diberi tugas dan wewenang melakukan
pekerjaan proyek untuk Desain, Engineering, Pengadaan, pembelian, dan
konstruksi proyek atas nama PT. PLN (PERSERO) EP.

Vendor/ Pabrik/ Sub-operator diartikan sebagai phak yang membuat dan memasok
peralatan serta jasa yang diperlukan untuk menjalankan proyek yang ditugaskan
oleh operator atau PT. PLN (PERSERO).

HSE (Health, Safety, and Environment) adalah program dalam pelaksanaan


pekerjaan

yang memperhatikan aspek kondisi bahaya yang mengancam

kesehatan dan keselamatan kerjaserta aspek perlindungan terhadap lingkungan.


Untuk selanjutnya

program dalam proyek

ini diistilahkan

sebagai K3LL

(Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan).

1.4

Penyingkatan
Penyingkatan akan diberlakukan pada dokumen yang digunakan dalam proyek
pembangunan Water Treatment dan Injection Plant ini, tersusun sebagai berikut ;
ALARP

As Low As Reasonably Practicable

API

American Petroleum Institute

ASHRAE

American Society of Heating, Refrigeration, Air Condition Engineers

CCR

Central Control Room

CER

Central Equipment Room

CPP

Central Procecing Plant

DCS

Distributed Control System

DOE

Department of Environment

EERA

Escape Evacuation and Rescue Analysis

EIA

Environmental Impect Assessment

ESD

Emergency Shutdown

FEA

Fire & Exsplosion Analysis

HAZID

Hazard Identification

HAZOP

Hazard and Oprability

P a g e | 63 of 89

HSE

Healt, Safety and Environment

IP

Institute of Petroleum

LEL

Lower Explosive Limit

NFPA

National Fire Protection Association

PFP

Passive Fire Protection

PRA

Prellminary Risk Analysis

QRA

Qualitative Risk Analysis

WHP

Welhead Platform

BAB II
REFERENSI DAN REGULASI

2.1

Referensi
Apabila terjadi pertentangan di dalam dokumen-dokumen referensi, guna menghindari
kesalah pahaman (mispresepsi), maka permasalahan tersebut dibawa ke PT. PLN
(Persero) secara tertulis untuk langkah penyelesaian dan persetujuan. Namun
demikian dari dokumen yang tersedia, maka berikut urutan yang menunjukkan
dokumen dengan kewenangan lebih tinggi :
1) Hukum dan Undang-undang Indonesia dan Internasional
2) Dokumen Proyek yang Berhubungan dengan K3LL

P a g e | 64 of 89

3) Kode dan Standard Internasional


4) Kode dan Standard dari OPERATOR

2.2

Regulasi
Persyaratan K3LL dalam proyek WTP dan WIP ini, harus mengikuti regulasi
pemerintah Indonesia yaitu sebagai berikut :
a. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
d. Amandemen Undang-Undang tahun 2000 tentang Rancangan dan Pengaturan
Konstruksi, ISBN 01/0998049
e. Ketentuan Umum Pemadam Api dan Keselamatan Eksplorasi dan Produksi No.
2518/Kpts/DR/DU/1971 tertanggal 3 Juli 1971

BAB III
PERSYARATAN PERSYARATAN

3.1

Persyaratan umum

3.1.1 Prosedur Desain


Prosedur pengembangan yang harus disiapkan oleh OPERATOR harus mengacu
pada standard yang di setujui oleh PT. PLN (PERSERO) agar mencapai tujuan
desain.

Penerapan

prosedur

tersebut

menghindari factor kesalahan manusia.

akan memastikan

konsistensi

dan

P a g e | 65 of 89

Selama tahap engineering, studi HAZID, HAZOP dan QRA harus dijalankan guna
mengidentifikasi semua potensi bahaya dan rekomendasi-rekomendasi sebagai
hasil dari setudi tersebut harus diterapkan.

3.1.2 Perancangan dan Pengontrolan Bahaya


Strategi perancangan yang dimaksud untuk mengontrol bahaya dalam pemeliharaan
diringkas dalam tahapan proses yang minimal memuat aktifitas sebagai berikut;

Mengurangi kemungkinan jatuhnya isolator.

Mengurangi kemungkinan jatuhnya operator.

Mengurangi konsekuensi operator menahan beban isolator yang terlalu berat dan
lama.

3.1.3 Manajemen Perubahan


Kontrol terhadap perubahan harus dilakukan sesuai dengan Sistem Kualitas dan
Rencana Kualitas Proyek dari OPERATOR. Ketika merancang proses, hal yang
penting untuk diperhatikan adalah bahwa setiap perubahan yang berpotensi
mempengaruhi keseluruhan rancangan fasilitas telah tercakup dalam catatan
perubahan dan kajian tentang factor keamanannya telah dilakukan, guna memastikan
perubahan tersebut tidak akan menghasilkan bahaya lanjutan.

3.2 Persyaratan khusus berdasarkan HAZOPS


3.2.1 Ketentuan Khusus HAZOPS
Ada beberapa hal yang menjadi ketentuan khusus pada keamanan desain maupun
pencegahan kerugian, antara lain :
1.

Peralatan/barang-barang dianggap sesuai dengan kondisi disain yang ditentukan


dalam dokumen disain.

2.

Kerja perpipaan dilakukan menurut P&ID dan sesuai dengan spesifikasi


perpipaan.

3.

Peralatan pelindung diri diharapkan masih dalam keadaan laik digunakan, seperti
tali tambang, pengait, helm, sepatu, dan lain-lain.

4.

Semua dokumen yang hendak ditinjau ulang harus merupakan yang terkini.

5.

Hal-hal berikut sebaiknya dipertimbangkan sebagai tindakan pengamanan


/perlindungan:

Interlock/shutdown system/ Trip/ Protection

Sistem alarm untuk tindakan operator

Alat-alat perlindungan mekanikal

P a g e | 66 of 89

Sistem pemantauan sampel.

BAB IV
TATA LETAK

Dalam merancang tata letak hal utama yang perlu dipertimbangkan adalah upaya
mengurangi atau mengecilkan resiko cedera pada masyarakat, personil, dan lingkungan.
Hukum dan peraturan Indonesia tentang rancangan perlindungan terhadap keselamatan
umum dan perlindungan lingkungan, harus diberi prioritas kepentingan.

P a g e | 67 of 89

Tata letak dan rancangan pengembangan harus sesuai dengan Layout Specification dan
haruslah mencerminkan rekomendasi dari Studi QRA dan panduan dasar yang diberikan
dalam dokumen ini.
Klasifikasi area berbahaya dilakukan dengan tujuan :

Untuk membantu dalam seleksi material/ peralatan.

Untuk membantu menentukan lokasi pemasangan peralatan yang memerlukan pondasi


yang tetap.

Untuk membantu menentukan cara yang tepat dalam menaikkan alat bantu dalam
pemeliharaan isolator.

BAB V
5.1

Titik Berkumpul dan Rute Penyelamatan Diri


Titik berkumpul dan rute penyelamatan diri harus ditentukan dalam semua area proses
dan bangunan yang memenuhi persyaratan antara lain;

Harus mempunyai jarak yang cukup aman dari sumber bahaya.

Tidak mengganggu atau terganggu oleh arus lalu lintas

Sedangkan jalur penyelamatan harus memiliki persyaratan:

P a g e | 68 of 89

Jarak tempuh suatu tempat kerja kearah keluar tidak boleh memiliki jarak lebih dari
20 meter

5.2

Area keluar harus terlindung terhadap sumber bahaya.

Keselamatan pada Sistem Kelistrikan


Sistem kelistrikan harus memperhatikan aspek sebagai berikut :

Keselamatan personal dan peralatan

Keandalan layanan

Resiko kebakaran minimal

Daya listrik darurat yang cukup untuk melakukan shutdown secara aman jika
terjadi kecelakaan.

Sistem kelistrikan dan instalasi harus sesuai dengan kode yang berlaku, peraktek
engineering yang aman, serta setandar internasianal, dan harus mengikuti peraturan
pemerintah setempat.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai
temperatur kritis dan bereaksi secara elektris menghasilkan panas, nyala api, cahaya,

P a g e | 69 of 89

asap, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya. Sehingga
PT. PLN (PERSERO) menerapkan sistem perlindungan dan pengendalian kebakaran.

1.2

Tujuan
Tujuan dari dokumen ini adalah menjelaskan mengenai spesifikasi peralatan
perlindungan terhadap kebakaran dan pengendalian kebakaran yang harus
digunakan untuk pemeliharaan isolator saluran transmisi PT. PLN (PERSERO).

1.3

Kode dan standar


Peralatan perlingdungan terhadap harus sesuai dengan kode dan standar yang
berlaku.

Desain

harus

pula

mentaati

Undang-undang

Indonesia,

peraturan

perundangan dan peraturan lokal.


Urutan prioritas dokumen yang akan diberlakukan harus sebagai berikut:
a) Undang-Undang Nasional RI
b) Peraturan Perundangan dan Peraturan Lokal
c) Spesifikasi Desain
d) Kode dan Standar yang diacu

BAB II
PERLINDUNGAN KEBAKARAN

2.1

Sistem Perlindungan Kebakaran


Meskipun perlindungan terhadap kebakaran biasanya diberikan dalam pemasangan,
tindakan perlindungan terhadap kebakaran seperti ditunjukkan di bawah ini harus

P a g e | 70 of 89

dipergunakan bila diperlukan, setelah dikaji-ulang oleh grup Risk Assessment PT. PLN
(PERSERO).
a.

Tahan api (Fire Proofing) dari rangka struktur, ketika terdapat kemungkinan
pengumpulan api (poolfire) hidrokrabon cairan yang menyebabkan

paparan

terhadap api dan kerusakan struktur yang bisa menyebabkan runtuhnya menara
(tower) atau intensifikasi api. Fireproofing dari baja struktur harus dilakukan.
b.

Penangkal Petir dan Arde

c.

Pelapis tahan api dan selotip untuk kabel

d.

Kabel insulasi tahan api

e.

Anti api dan tutup listrik anti api

Fire proofing harus memiliki peringkat ketahanan terhadap api minimal 2 jam menurut
uji UL 109. Disain, fabrikasi dan instalasi fireproofing harus mengikuti API 2218
Industrial Risk Insurers IM 2.5.1 Fireproofing for Hydrocarbon fire exposures.

2.2

Peralatan Perlindungan Terhadap Kebakaran


Alat pemadam kebakaran merupakan salah satu pendukung strategis dalam upaya
menjamin aset bangunan, fasilitas dan peralatan dari bahaya kebakaran yang
ditimbulkan baik faktor eksternal maupun internal.

Keamanan dan keselamatan

manusia maupun aset bangunan perlu dijaga dari bahaya yang mengakibatkan
kerusakan sampai kematian.

Banyak fakta yang membuktikan bahwa kebakaran

merupakan resiko tinggi dan dapat menyebabkan kerusakan bangunan, kematian,


berhentinya proses produksi maupun rusaknya lingkungan. Keamanan, keselamatan
jiwa sangat diperlukan dalam rangka memberikan dan meningkatkan psikologis untuk
menjalankan aktivitas. Tanpa alat pemadam kebakaran manusia selalu dibayangi oleh
rasa kecemasan.

Hal ini disebabkan sebagian besar keutuhan gedung, jiwa dan

fasilitas serta peralatan bergantung dari alat pemadam kebakaran. Dengan kata lain
alat pemadam kebakaran sangat dibutuhkan oleh manusia dalam memberikan
kenyamanan.
Untuk itu masalah pemilihan dan penggunaan jenis bahan serta sistem peralatan
pemadam kebakaran sangat perlu mendapat perhatian utama. Pemilihan yang salah
atas pengunaan jenis dan macam bahan pemadam akan sangat merugikan. Disini
tidak diharapkan adanya penggunaan yang tidak sesuai dan salah penempatan dalam
penentuan kebijakan akan sangat berdampak resiko yang besar terhadap kerugian
akibat kebakaran.
Peralatan kebakaran aktif yaitu sebagai berikut :

P a g e | 71 of 89

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk mendefinisikan kebutuhan akan Alat
Pelindung Diri untuk PT. PLN (PERSERO).

P a g e | 72 of 89

1.2 Kode Dan Standar


Peralatan untuk pelindung diri harus disuplai sesuai dengan Kode dan Standar berikut
ini.
Kode
ANSI Z41

Personnel Protection-Protective Footwear

ANSI Z89.1

Personnel Protection-Protective Headwear for Industrial Workers


Requirements

ANSI Z89.2

Personnel Protection-Protective Headwear for Industrial Workers


Requirements

ANSI Z87.1

Occupational and Educational Eye and Face Protection

NFPA -1971

Protection Clothing, Structural Fire Fighting

NFPA -1976

Protection Clothing - Proximity Fire Fighting

NFPA -1981

Self Contained Breathing Apparatus

NFPA -1982

Personal Alerts Safety Systems for Fire Fighter

NFPA -1991

Vapor - Protective Suits for Hazardous Chemical Emergencies

NFPA -1992

Liquid Splash - Protective for Hazardous Chemical Emergencies

NFPA -1993

Support Function Protective for Clothing for Hazardous Chemical


Operations

OSHA Standard 29 CFR 1910.132

General Requirement - Personnel Protective


Equipment

OSHA Standard 29 CFR 1910.133

Eye and Face Protection

OSHA Standard 29 CFR 1910.134

Respiratory Protection

OSHA Standard 29 CFR 1910.135

Head Protection

OSHA Standard 29 CFR 1910.136

Foot Protection

OSHA Standard 29 CFR 1910.138

Hand Protection

Apabila terjadi perbedaan antara ketentuan dalam spesifikasi proyek, urutan


kewenangan dokumen berikut ini harus mengikuti:
a.

Hukum Nasional Indonesia

b.

Peraturan Perundangan dan Peraturan Kewenangan Pemerintah Setempat

c.

Dasar rancangan dan standar serta spesifikasi proyek yang terkait

d.

Standar dan Kode Internasional

P a g e | 73 of 89

BAB II
RANCANGAN

Alat pelindung diri berdasarkan standar OSHA No.1910.132, meliputi jenis-jenis perangkat
berikut ini :
a.

Pelindung kepala

b.

Pelindung mata dan wajah

P a g e | 74 of 89

c.

Pelindung tangan

d.

Pelindung kaki

e.

Pelindung pendengaran/telinga

Alat pelindung diri yang tercakup dalam spesifikasi ini adalah sebagai berikut:
a.

Alat pelindung kepala

b.

Alat pelindung mata & wajah

c.

Alat pelindung tangan

d.

Alat pelindung kaki

e.

Alat pelindung pendengaran

f.

Baju pelindung umum

g.

Baju pelindung kedekatan dengan panas api

h.

Peralatan tabung pernapasan

i.

Peralatan pelindung untuk keperluan lain

Jumlah barang untuk tiap jenis alat pelindung diri di atas harus disepakati pada tahap
enjinering dasar.

2.1 Alat Pelindung Kepala


Alat pelindung kepala meliputi helm. Desain helm/topi harus berbahan keras untuk
memberi perlindungan dari benda yang bisa mengenai kepala secara langsung. Selain
itu, helm tersebut harus mampu melindungi pemakai dari konduktor bertegangan tinggi.
Helm keselamatan harus diuji dalam berbagai hal yaitu :
a.

Pengujian mekanik

Dengan menjatuhkan benda seberat 3 kg dari ketinggian 1 m, topi tidak boleh


pecah atau benda tak boleh menyentuh kepala.

Jarak antara lapisan luar dan lapisan dalam dibagian puncak ; 4-5 cm

Tidak menyerap air dengan direndam dalam air selama 24 jam. Air yang
diserap kurang 5% beratnya

b.

Tahan terhadap api

Pengujian daya tahan terhadap api


Topi dibakar selama 10 detik dengan pembakar Bunsen atau propan, dengan
nyala api bergaris tengah 1 cm. Api harus padam setelah 5 detik.

c.

Pengujian listrik

P a g e | 75 of 89

Tahan terhadap listrik tegangan tinggi diuji dengan mengalirkan arus bolak-balik
20.000 volt dengan frekuensi 60 Hz, selama 3 menit,kebocoran arus harus
lebih kecil dari 9 mA.
Tahan terhadap listrik tegangan rendah, diuji dengan mengalirkan arus bolakbalik 2200 volt dengan frekuensi 60 Hz selama 1 menit kebocoran arus harus
kurang dari 9mA.
Helm pelindung kepala untuk perlindungan terhadap benda jatuh atau melayang harus
sesuai dengan standar ANSI Z89.1-1986, American National Standard for Personnel
ProtectionProtective Headgear for Industrial Workers Requirements.
Helm pelindung kepala dari resiko kejutan atau terbakar akibat listrik tegangan tinggi
harus sesuai dengan standar ANSI Z89.2.

2.2 Alat Pelindung Mata dan Wajah


Alat pelindung mata dan wajah berupa kacamata google dan tameng wajah. Desain
pelindung mata dan wajah harus sesuai untuk melindungi terhadap partikel/pecahan
yang terlempar, semburan bahan kimia, cairan asam atau kaustik, gas atau uap kimia,
ataupun dari radiasi cahaya yang membahayakan.
Pelindung mata dan wajah harus sesuai dengan standar ANSI Z87.1-1989, American
National Standard Practice for Occupational and Educational Eye and Face Protection.
Untuk melindungi pemakai dari semburan bahan kimia saat menangani amina, asam,
kaustik dll, kacamata goggle, eyecup dan penutup mata harus digunakan untuk
melindungi mata, begitu pula pelindung wajah.
Masker pelindung harus dilengkapi dengan ventilasi yang memadai, namun semburan
ataupun pecahan tidak bisa mengenai wajah dan mata.
Desain pelindung mata dan wajah harus bisa memberikan perlindungan terhadap
semburan cairan sekaligus menyalurkan udara segar.
Welding goggle atau pelindung wajah (welding face shield) dengan kaca gelas berfilter
warna sesuai standar ANSI Z87.1-9189 berfungsi untuk perlindungan terhadap radiasi
ke mata selama pengelasan. Sedangkan helm pengelasan dan pelindung wajah
digunakan jika pemakai hanya memakai pelindung mata (kacamata goggles atau
kacamata las). Lensa kacamata berfilter harus sesuai dengan ketentuan yang tercantum
di dalam OSHA 1910.133 (a) (5).
Spectacle dengan pelindung samping, goggles, dan pelindung wajah harus digunakan
untuk melindungi wajah dari resiko pecahan, benda, partikel kecil dan besar, pasir atau
tanah yang terpental, saat melakukan chipping, grinding, machining, sand blasting dll.

P a g e | 76 of 89

2.3 Alat Pelindung Tangan


Alat pelindung tangan berupa sarung tangan. Sarung tangan berfungsi untuk
melindungi tangan dari resiko terpotong, terbakar, abrasi, ataupun bersentuhan dengan
bahan kimia yang dapat menyebabkan dampak setempat atau sistematik saat terkena
kulit. Sarung tangan harus sesuai dengan standar OSHA 1910.138, Hand Protection.
Sarung tangan harus mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia dan terbuat dari
bahan karet, neoprene, polyvinyl alcohol atau vinyl dll. yang sesuai untuk jenis bahan
kimia tertentu yang ditangani.
Jenis sarung tangan tergantung dari karakteristik kinerja masing-masing sesuai dengan
resiko bahaya tertentu yang diantisipasi, misalnya bahan kimia berbahaya (misalnya
MDEA), resiko terluka/terpotong, resiko terbakar dll, yang harus dikaji menggunakan
prosedur pengujian standar. Produsen

harus memberikan dokumen pendukung

tentang pengujian produk sarung tangan mereka dengan prosedur standar pengujian
untuk jenis resiko tertentu.

2.4

Alat Pelindung Kaki


Alat pelindung kaki berupa sepatu dan boot safety. Sepatu dan boot safety harus
mengikuti SNI dan ANSI Z41-1991, American National Standard for Personnel
Protection Protective Footwear.
Desain Sepatu safety harus diperkuat dengan baja yang berfungsi untuk melindungi kaki
pemakai dari resiko permesinan misalnya obyek yang jatuh atau terguling, juga resiko
terpotong atau berlubang. Keseluruhan bagian ujung sepatu dan alasnya harus diperkuat
dengan baja, dan bagian injakan tumit harus dilindungi baja, aluminium atau plastik yang
kuat. Desain sepatu safety harus berfungsi sebagai insulasi terhadap suhu tinggi dan
dilengkapi dengan sol khusus anti slip, tahan bahan kimia dan resiko tersengat aliran
listrik.

2.5 Alat Pelindung Pendengaran


Alat pelindung pendengaran berupa Ear Muff/Sumbat Telinga. Alat pelindung
pendengaran haruslah sesuai persyaratan OSHA 29 CFR 1910.95, yang mampu
menekan tingkat kebisingan. Pengujian kemampuan Ear Muff untuk menekan kebisingan
harus sesuai dengan standar ANSI S3.19-1974 untuk menentukan rating kemampuan
menekan kebisingan. Nilai NRR suatu perangkat harus tertera pada semua kemasan
perangkat pelindung pendengaran tersebut untuk memudahkan acuan bagi pemakai.

P a g e | 77 of 89

2.6 Baju Pelindung Umum


Baju pelindung umum (overalls) berfungsi untuk bekerja dan maintenance merupakan
jenis yang dapat dipakai ulang, dan terbuat dari bahan kapas tahan api. Baju pelindung
untuk pekerjaan menangani bahan hydrocarbon misalnya amine haruslah jenis Nomex
III tipe A.

2.7 Baju Pelindung Kedekatan Dengan Panas Api


Perancangan baju pelindung kedekatan dengan panas api harus memenuhi
persyaratan rancangan dan kriteria kinerja minimal serta lolos metode pengujian untuk
perlindungan bagi perut / torso pemakai, sesuai dengan standar NFPA 1976. Baju
pelindung menutupi baju pelindung kedekatan dengan panas api, tekstil, pelindung luar,
anti-tembus uap, penghalang panas, benang dan perangkat keras.
Baju pelindung kedekatan dengan panas api terdiri dari lapisan-lapisan kulit terluar,
lapisan anti-tembus uap, dan penghalang panas. Komposit tersebut harus dapat
dibentuk menjadi satu lapisan atau banyak lapisan.

2.8 Peralatan Pernapasan Tabung


Peralatan pernapasan mandiri, sirkuit terbuka, yang digunakan selama operasi
pemadaman kebakaran, pertolongan darurat dan tugas berbahaya lainnya, harus
memenuhi persyaratan rancangan dan kriteria kinerja minimal serta lolos metode
pengujian sebagaimana ditunjukkan dalam standar NFPA 1981. Selain itu, peralatan
pernapasan yang digunakan selama operasi dan maintenance harus memenuhi
persyaratan OSHA, 29 CFR 1910.134, Respiratory Protection.
Kontainer Peralatan Pernapasan (BA) harus dapat digantung di dinding, tahan radiasi
UV GRP IP56 dan tahan cuaca, dirancang untuk cepat dapat dikenakan.
Perlengkapan pernapasan harus diset agar selalu punya cadangan udara untuk 30
menit, dengan pelindung muka dan regulator tekanan, silinder udara ringan dan
harness. Perlengkapan pernapasan harus meliputi :
a.

Alarm yang diset 5 menit sebelum udara habis dikonsumsi 100%.

b.

Tekanan positif otomatis, 2 tahap, lengkap dengan kontainer silinder berkapasitas


1200 liter di isi pada tekanan 300 Barg.

c.

Talley perlengkapan pernapasan dengan dog clip.

P a g e | 78 of 89

d.

Pelindung wajah yang dilengkapi dengan switch penguat, harness model jaring.
Lensa pelindung wajah haruslah tahan gores (tidak akan berkabut sampai 14%).
Selain itu lensa tersebut juga harus tahan panas dan api, yang tidak boleh kurang
daripada ketebalan kolom air 0.0 mm dan tidak boleh lebih besar daripada
ketebalan kolom air 89 mm di atas tekanan atmosfir.

Perangkat berikut ini sebagai bagian dari peralatan pernapasan harus disimpan di
stasiun pemadam kebakaran.

Unit sinyal darurat.

Senter sudut kanan Divisi 1 lengkap dengan batere.

Pensil penanda.

Setiap set Perlengkapan pernapasan harus dilengkapi dengan kontainer silinder


tambahan berkapasitas 1200 liter pada ke tekanan 300 Barg. Perangkat ini harus
dipasang pada kabinet silinder cadangan perlengkapan pernapasan di ruangan kontrol.
Perlengkapan pernapasan ini harus dipasang di gedung sebagaimana dalam gambar
tata letak selama EPC.
Penyimpanan perlengkapan pernapasan dalam kompartemen yang sesuai di stasiun
pemadam kebakaran yang ditempatkan pada titk yang mudah diraih dan aman dicapai
dalam kondisi darurat.
Respirator jenis cartridge yang khusus untuk bahaya gas/kimia harus disediakan untuk
perlindungan pernapasan dan jumlahnya harus ditentukan sesuai kebutuhan CPP.

2.9 Peralatan Pelindung untuk Keperluan Lain


a.

Perlengkapan Penanganan Pertolongan Pertama


perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan dengan kontainer penyimpan
harus disediakan di lokasi yang strategis di seluruh fasilitas plant, dan di ruang
kontrol, di ruang maintenance, laboratorium dan ruang pertolongan pertama.
Kotak peralatan pertolongan pertama harus berisi barang-barang yang disebutkan
dalam tabel berikut ini.
Table 1. Emergency First Aid Boxes Items
Items
Guidance Notes on First Aid
Adhesive Dressings Sterile
Eye Pad No. 16 Sterile
Triangular Bandage Sterile
Safety Pins
Medium Dressing No. 8 Sterile
Large Dressing No. 9 Sterile

1-5
1
10
1
1
6
3
1

Number of Employees
6-10
11-50
51-100
1
1
1
20
20
40
2
4
8
2
4
6
6
12
12
6
8
10
2
4
6

101-150
1
40
8
8
12
12
10

P a g e | 79 of 89

Extra Large Dressing Sterile

Perlengkapan lainnya seperti pembasuh mata, showers dan tandu harus


disediakan, dengan jumlah yang harus disepakati bersama dengan pihak PT. PLN
(PERSERO).
Perlengkapan

Pertolongan Pertama dalam Kecelakaan berikut ini harus juga

disediakan.

b.

a.

Alat pertolongan pertama untuk kondisi darurat.

b.

Oxygen resuscitator lengkap dengan silinder cadangan.

c.

Tandu keranjang.

d.

Tandu paraguard.

e.

Tandu Scoop.

f.

Tandu extrication / rescue

Kontainer Penyimpan Peralatan Pemadam Kebakaran


Perlengkapan baju pelindung setiap personel pemadam kebakaran harus
disimpan pada sebuah kontainer dengan instruksi tertulis di bagian dalam
pintunya. Kontainer harus sesuai untuk menyimpan dua pasang baju pelindung
petugas pemadam kebakaran. Kontainer tersebut berukuran cukup besar dan
sesuai agar tidak ada kemungkinan baju pelindung tersebut rusak selama
penyimpanan setelah digunakan.
Baju Pelindung
Desain baju pelindung tersebut harus dibuat dari bahan yang mampu melindungi
kulit dari panas yang timbul dari api, dan resiko terbakar serta melepuh karena dak
uap (antiflame). Permukaan luar haruslah tahan api. Sepatu boot dan sarung
tangan harus dibuat dari karet atau bahan non-konduktor lainnya. Helm pelindung
haruslah cukup kuat dan mampu memberi perlindungan efektif terhadap benturan.

Tameng pelindung muka harus sesuai persyaratan NFPA dan harus diuji
dengan metode pengujian NFPA.

Sepatu boot haruslah memenuhi persyaratan NFPA.

Pakaian harus disediakan dalam dua ukuran.

Perlengkapan Pernapasan Bantu Mandiri


perlengkapan pernapasan bantu tabung harus mempunyai cadangan tabung
100%.
Lampu Keselamatan

P a g e | 80 of 89

Lampu keselamatan harus mempunyai baterai dapat diisi ulang dan harus
ditempatkan di stasiun pemadam kebakaran. Baterai harus mampu diisi ulang
sampai penuh dalam waktu 10 jam.
Lampu keselamatan harus mampu menerangi untuk periode minimal tiga jam.
Sedangkan, modelnya bisa yang dipegang tangan atau dipasang di helm pemakai.
Lampu keselamatan Kelas 1 Divisi 1 yang boleh digunakan. Semua lampu
keselamatan harus dipasangi perlengkapan untuk memudahkan pemasangan
lampu ke baju pemakai, baik pada pinggangnya ataupun pada helmnya.
Kapak Pemadam Kebakaran
Kapak pemadam kebakaran harus mempunyai pegangan pendek dari kayu ash
atau jenis material lain yang terinsulasi dengan baik. Bagian kepalanya harus
dilengkapi spike sebagaimana di pinggiran pemotongnya; selain itu ikat pinggang
tempat sarungnya harus disertakan.
Tali keselamatan dan Harnes
Harnes keselamatan harus dapat disesuaikan ukurannya, dan dilengkapi gantolan
model snap hook dimana tali temali dapat diikatkan atau mudah dilepaskan
dengan aman oleh pemakai. Snap hook harus dibuat dari perunggu atau bahan
yang sesuai lainnya, dan harus mampu menahan beban 75 kg dalam uji
dijatuhkan dari ketinggian satu meter.
Tali penanda anti api dan sinyal harus paling tidak 3 meter lebih panjang daripada
yang dibutuhkan, dari area terbuka dimana terdapat udara segar, bebas dari
segala halangan dalam bentuk pintu atap atau pintu ruangan, atau bagian
manapun dari tempat kerja, pabrik atau lokasi permesinan.
Tali penanda tersebut harus dibuat dari tali kawat baja digalvanisir atau tembaga
dengan breaking strength tidak boleh kurang daripada beban 500 kg dan harus
terbungkus dengan ketebalan paling tidak 32 millimeter oleh hemp atau sarung
lainnya hingga permukaan tali tersebut dapat dipegang dengan kuat meskipun
basah.
c.

Peralatan Penyelamatan Darurat


Peralatan penyelamatan darurat harus dipasangkan pada sebuah kabinet yang
diletakkan di samping kabinet peralatan personil pemadam kebakaran di stasiun
pemadam kebakaran :
a.

Sarung Tangan Kulit

b.

Tin snips.

c.

Obeng

P a g e | 81 of 89

d.

Pisau pemotong tali Harness

e.

Large crash axe.

f.

Small crash axe.

g.

3' 6" crow bar.

h.

16" crow bar.

i.

24" bolt cropper

j.

Palu

k.

Heavy duty hacksaw (lengkap dengan 6 pisau cadangan)

l.

Plate scissors

m. Wooden wedges

d.

n.

Tali penyelamat (tali anyaman sisal sepanjang 60 kaki)

o.

Selimut Pemadam Kebakaran (jenis fiberglass)

p.

Detektor Gas Jinjing

q.

Grapple hook with line

r.

Quick release safety knife

s.

Dual purpose double edged saw

Selimut Pemadam Api

Selimut pemadam api selebar 2 meter persegi harus dibuat dari bahan nonasbestos tahan api.

Selimut pemadam api haruslah diletakkan di lokasi yang strategis di semua


bagian plat termasuk satu unit di ruangan peralatan elektris atau ruang
switchgear dan satu di dapur.

Selimut pemadam api harus ditempatkan di suatu kontainer yang menempel


di dinding.

Kontainer harus ditandai dengan jelas dengan instruksi pemakaian baik


dalam bahasa Indonesia dalam bahasa Inggris.

e.

Pembasuh Mata dan Pancuran Keselamatan


Pancuran keselamatan yang menyatu dengan pembasuh mata harus disediakan di
dekat area penanganan bahan kimia amine dan caustik area. Unit tersebut
haruslah terbuat dari baja tahan karat 316 atau plastik. Kran pembasuh mata harus
dilengkapi dengan filter (40 mesh) yang lebar guna melindungi mata saat dibasuh
dari kemungkinan terkena bahan asing dari air
Shower keselamatan harus terdiri dari unit berdiri tegak, dan mandiri, yang hanya
membutuhkan sambungan air untuk pengoperasiannya. Dapat juga dipakai suatu
pipa tegak berdiameter besar dan harus yang dapat kosong dengan sendirinya,

P a g e | 82 of 89

agar air tidak menjadi panas karena matahari. Unit tersebut harus secara
permanen dihubungkan dengan jaringan suplai air yang dapat diminum. Suplai air
tersebut harus sesuai standar ANSI.
Cara mengaktifkan pancuran tersebut haruslah dengan klep tangan, sedangkan
unit pembasuh mata menggunakan pedal kaki atau panel. Valve yang sudah
terbuka, harus tetap terbuka sampai jangka waktu tertentu dimana aliran air
dimatikan secara manual.
Unit shower harus terdiri dari dua bagian suatu unit overhead dengan aliran air
20-35 L/min (kira-kira bertekanan 30-50 psig) dan unit eyewash dengan debit
aliran air 5-8 L/min (tekanan kira-kira 30-50 psig). Eyewash harus mampu
membasuh keseluruhan wajah. Eyewash harus ditempatkan di lokasi tempat
strategis di plant, tempat kerja dan area di luar lokasi.
Unit tersebut haruslah sesuai digunakan untuk lokasi di luar ruangan. Unit tersebut
harus dilengkapi instruksi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, pada bahan tahan
air dan diletakkan di bagian yang paling mudah terlihat

BAB III
PERSYARATAN

3.1 Sertifikasi
Semua alat pelindung diri haruslah disertifikasi oleh organisasi pihak ketiga yang
independen, yang akan menentukan bahwa persyaratan keselamatan sudah terpenuhi.
Organisasi sertifikasi harus melakukan uji sebagaimana metode pengujian NFPA
ataupun perubahan terakhirnya.
3.2 Penyelesaian Fabrikasi

P a g e | 83 of 89

Semua peralatan harus terlindung dari kerusakan yang mungkin dapat terjadi selama
transportasi, penyimpanan, instalasi atau pengoperasian.
Persiapan permukaan, penghalusan dan lapisan akhir harus sesuai dengan
persyaratan spesifikasi sistim pengecatan dan pelapisan, dan peralatan haruslah
disesuaikan untuk pemakaian jangka panjang di kondisi iklim tropis.
3.3 Pemberian Label
Vendor harus melengkapi tiap jenis peralatan yang mereka kirimkan dengan tag label
dari bahan stainless steel yang menunjukkan informasi berikut ini.
a.

Nama vendor

b.

Nomor order

c.

Nomor tag peralatan

d.

Nomor telepon vendor

Vendor harus menyediakan manual pengoperasian dan pemakaian yang jelas dalam
bahasa Indonesia dan Inggris, juga tag instrumen beserta label identifikasi komponen.
Instruksi, tag dan label haruslah dibuat dalam traffolyte yang digravir dengan huruf
putih berlatar belakang hitam. Plat label tersebut harus dari bahan baja tahan karat
316.
3.4 Gambar dan Dokumentasi yang Diperlukan
Vendor harus menyerahkan semua gambar dan dokumen yang diperlukan dalam
kaitan dengan Prosedur Tender, Pembelian Peralatan dan Material oleh PT. PLN
(PERSERO).
Pihak manufaktur alat pelindung diri harus memberikan paling tidak informasi instruksi
berikut ini mengenai produk mereka:
a.

Informasi pemakaian

b.

Persiapan pemakaian

c.

Frekuensi Pemeriksaan dan rincian

d.

Memiliki Prosedur Don/Doff

e.

Pemakaian yang benar sesuai standar NFPA 1500

Manufaktur alat pelindung diri harus menyediakan instruksi dan informasi bersama
dengan setiap garment / baju yang disuplai:
a.

Instruksi pembersihan,

b.

Kriteria perawatan,

c.

Metode perbaikan,

P a g e | 84 of 89

d.

Informasi jaminan,

e.

Pertimbangan untuk penghentian pemakaian.

Pihak manufaktur alat pelindung diri harus menyediakan material pelatihan yang
menunjukkan hal-hal berikut, namun tidak terbatas pada:

3.5

a.

Pertimbangan keamanan,

b.

Kondisi penyimpanan,

c.

Prosedur dekontaminasi (Sterilisasi).

Pemeriksaan, Pengujian dan Pengiriman


Pemeriksaan dan pengujian peralatan beserta pengirimannya harus sesuai standar
pihak PT. PLN (PERSERO).

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Untuk mengetahui kesiagaan personel pada saat pe,eliharaan isolator saluran
transmisi PT. PLN (PERSERO) dalam menghadapi situasi darurat yang menyebabkan
kerusakan lingkungan serta kematian manusia dalam jumlah besar.
Kesiagaan dalam situasi darurat hanya dapat dilakukan dengan pelatihan terus
menerus, simulasi simulasi di lapangan, pemeliharaan alat alat secara prima, dan
uji coba alat alat secara periodik.

P a g e | 85 of 89

1.2 Ruang lingkup


Perencanaan Sistem Tanggap Darurat ini berkaitan dengan kesiapsiagaan dan respon
darurat, termasuk sumber daya darurat, tersedia dalam pedoman HSE. Menanggapi
insiden secara efektif dan tanpa penundaan. Potensi kasus terburuk kecelakaan harus
diidentifikasi dengan risiko penilaian dan kesiapsiagaan sesuai persyaratan harus
dirancang dan dilaksanakan. Tim tanggap darurat harus ditetapkan untuk fasilitas yang
dilatih untuk menanggapi potensi keadaan darurat, penyelamatan orang terluka, dan
melakukan tindakan darurat.

1.3 Aplikasi
Tanggap darurat diaplikasikan pada semua lokasi yang beroperasi. Fasilitas evakuasi
harus disediakan dengan peralatan yang cukup dan memadai, serta menyediakan rute
penyelamatan diri untuk mempercepat proses evakuasi ke tempat perlindungan yang
aman. Jalan keluar harus ditandai dengan jelas dan rute alternatif harus tersedia.
Latihan dalam kesiapsiagaan darurat harus dilakukan pada frekuensi sepadan dengan
risiko proyek, setidaknya jadwal latihan berikut harus dilaksanakan :

Latihan triwulan tanpa pengerahan peralatan;

Latihan evakuasi dan pelatihan untuk jalan keluar dari fasilitas dalam kondisi
cuaca , waktu dan hari yang berbeda;

Latihan rekaan tahunan dengan pengerahan peralatan;

Memperbarui pelatihan yang diperlukan, berdasarkan evaluasi yang selanjutnya.

1.4 Tata Cara


Perusahaan harus menyediakan daftar potensi darurat di setiap kantor, sehingga
perusahaan

mengetahui

jenis-jenis

dampak

dan

sumbernya

dan

skenario

penanganannya dapat dibuat.


Rencana darurat merupakan rekaan terhadap keadaan asli yang belum terjadi
sehingga tata cara tersebut mungkin tidak/sulit dijalankan di lapangan. Banyak faktor
yang menentukan keberhasilan rencana tersebut, diantaranya manusia, bahan kimia,
alat, alat komunikasi, tata cara tertulis dan lain lain.
Rencana Tanggap Darurat harus disiapkan yang berisi langkah-langkah berikut :
Penjelasan tentang respon organisasi (struktur, peran, tanggung jawab, dan
pengambil keputusan);
Deskripsi

prosedur

tanggapan

(rincian

persyaratan pelatihan, tugas, dll);

respon

peralatan,

lokasi,

prosedur,

P a g e | 86 of 89

Deskripsi dan prosedur untuk alarm dan sistem komunikasi;


Relief baik pengaturan, termasuk deskripsi peralatan, konsumsi, dan sistem
pendukung yang akan dimanfaatkan;
Deskripsi perlengkapan pertolongan pertama dan dukungan medis;
Deskripsi fasilitas darurat lainnya seperti situs bahan bakar darurat;
Deskripsi peralatan dan perlengkapan bertahan hidup, alternatif fasilitas akomodasi,
dan sumber daya darurat;
Prosedur evakuasi;
Emergency Medical Evacuation (MEDIVAC) prosedur untuk cedera atau sakit
personil;
Kebijakan mendefinisikan langkah-langkah untuk membatasi atau menghentikan
kegiatan, dan kondisi untuk penghentian tindakan.

BAB II
RENCANA TANGGAP DARURAT

2.1 Rencana Tanggap Darurat Lokal


Perusahaan harus memiliki suatu Prosedur Kesiagaan dan Tanggap Darurat dengan
dilengkapi daftar sumber-sumber kondisi darurat seperti tumpahan bahan kimia dalam
jumlah besar, ledakan dari boiler, kebakaran dari tempat penyimpanan bahan kimia,
dan emisi dari reaksi beracun.
Unsur-unsur dasar dari Prosedur Kesiagaan dan Tanggap Darurat yaitu sebagai berikut
:

Administrasi (kebijakan, tujuan, distribusi, definisi, dll)

P a g e | 87 of 89

Organisasi daerah darurat (pusat komando, medis stasiun, dll)

Peran dan tanggung jawab

Sistem Komunikas

Prosedur tanggap darurat

Sumber darurat

Pelatihan dan perbaruan

Daftar-pembanding (peran dan daftar checklist aksi dan peralatan)

Business Continuity dan kontingensi

2.2 Rencana Tanggap Darurat Lokasi Spesifik


Rencana tanggap darurat minimum untuk lokasi spesifik harus meliputi :
a.

Peranan dan tanggung jawab orang orang yang ada di dalam lokasi produksi
pada saat situasi darurat harus didefinisikan dengan jelas.

b.

Bagan dari peralatan darurat yang tinggi untuk fasilitas produksi yang bermasalah
harus digambarkan secara umum.

c.

Informasi yang jelas seperti bagaimana sebuah fasilitas harus memiliki ventilasi
yang baik dalam suatu situasi tak terkendali.

d.

Uraian yang jelas mengenai kejadian yang disebut darurat, mereka termasuk
tetapi tidak dibatasi pada kejadian berikut:

Kebakaran atau ledakan

Kebocoran atau paparan gas atau cairan

Badai besar

Pergerakan dasar laut yang berpengaruh pada kestabilan instalasi (untuk


fasilitas lepas pantai)

Kegagalan pada struktur (lepas pantai)

Tubrukan yang mempengaruhi instalasi (lepas pantai)

Tubrukan helikopter

Manusia di atas board (lepas pantai)

Darurat pada pipeline

Bahaya radiasi

Lepasnya gas beracun

Kematian, cedera serius atau penyakit

Sabotase atau ancaman bom

Pelanggaran daerah aman (lepas pantai)

P a g e | 88 of 89

e.

Kerusuhan lokal

Penyelaman darurat (lepas pantai)

Menyiapkan rencana darurat situasi spesifik untuk semua kasus misalnya sour
gas akan ditemukan dan mungkin diperlukan dalam keadaan lain seperti dianggap
perlu.

2.3 Ekskavasi Darurat


Sistem eskavasi darurat harus disertakan sebagai bagian dari Rencana Tanggap
Darurat lokal atau lokasi spesifik.

2.5 Tanggung Jawab


a.

Karyawan akan menjadi Komadan di lokasi sampai personil lebih senior tiba di
lokasi dan mampu mengambil alih tanggung jawab, dalam keadaan darurat,

b.

Masing-masing departemen bertanggung jawab untuk memastikan bahwa revisi


daftar kontak dikomunikasikan kepada Departemen K3LL, yang kemudian akan
menerbitkan daftar kontak yang ditinjau kembali.

c.

Rencana Tanggap Darurat Lokal harus terus diperbaharui oleh Manajemen Lokal.

BAB III
PENERAPAN DAN PELATIHAN

3.1 Penerapan
1.

Membuat daftar sumber kondisi darurat selengkap mungkin. Semua bagian harus
terwakili.

2.

Mendiskusikan

dengan

seluruh

departemen

untuk

menentukan

tingkatan

bahayanya, termasuk cara penangannya dan sumber daya yang dimiliki saat ini.

P a g e | 89 of 89

Melengkapi sarana-sarana yang belum lengkap, prosedur-prosedur, dan pelatihanpelatihan yang diperlukan. Dalam banyak kasus anda mungkin perlu memanggil
ahli di bidang ini.
3.

Membuat rencana tanggap darurat (atau prosedur) sesuai dengan hasil analisa
gap tersebut di atas berupa struktur komando, jadual latihan, daftar alat darurat
dan perawatannya, serta jalur komunikasi.

3.2 Pelatihan
1.

Uji coba setiap keadaan darurat dan memperbaiki rencana tanggap darurat jika
sesuai. Jika perlu diperlukan audit khusus terhadap kinerja rencana dan tanggap
darurat.Pengenalan terhadap jenis dan penyebab bahaya bahaya yang timbul

2.

Pelatihan Rencana Tanggap Darurat Lokal harus diadakan dalam rentang yang
teratur jika dirasakan perlu; untuk memastikan bahwa semua personil perusahaan
mengetahui bagaimana caranya menggunakan rencana dan bereaksi dalam
keadaan darurat. Para karyawan harus terlatih dalam fungsi-fungsi penting.
Pelatihan khusus harus diberikan kepada orang-orang terpilih yang bertanggung
jawab untuk fungsi khusus.

3.

Pelatihan dan peninjauan ulang harus dilaksanakan tiap tahun kedua atau ketika
terjadi

perubahan-perubahan

yang

penting

dalam

operasi

dan

rencana

keseluruhan.
4.

Semua pelatihan harus didokumentasikan, yaitu meliputi :

Pedoman Lingkungan menjelaskan mengenai pendekatan dalam menangani


keadaan darurat.

Prosedur untuk menangani setiap kondisi darurat.

Rencana Tanggap Darurat yang berisi antara lain: Daftar kondisi darurat,
Daftar peralatan kondisi darurat, Daftar telepon orang-orang penting termasuk
rumah sakit, Rencana pelatihan dan uji coba kondisi darurat termasuk
skenario latihan.

Laporan uji coba Rencana Tanggap Darurat termasuk hasil evaluasinya

Anda mungkin juga menyukai