BAB I
PENDAHULUAN
penyakit
akibat
kerja,
pencemaran
lingkungan,
dan
gangguan
Menjaga agar proses penyaluran energi listrik berjalan dengan baik, lancar dan
aman
Sistem Manajemen HSE akan dapat dicapai jika filosofi terhadap kesehatan,
keselamatan dan lingkungan (healt, safety and environment, HSE) dipahami. Studi ini
dilakukan untuk memberikan pemahaman terhadap filosofi HSE dalam proyek
pemeliharaan isolator saluran transmisi.
P a g e | 2 of 89
bahaya tersebut terjadi akan cepat, tepat dan akurat. Dokumen ini mencakup studi
identifikasi dan analisis bahaya yang muncul seperti (namun tidak terbatas pada):
Berbagai insiden yang telah terjadi dan peristiwa yang dapat menimbulkan
insiden
Faktor-faktor manusia
Evaluasi efek-efek yang mungkin diterima oleh karyawan, masyarakat luas dan
lingkungan hidup secara kualitatif.
pada perundangan, hukum, kode dan standar yang berlaku, serta pedoman praktis
pelaksanaan kerja yang akan digunakan dalam proyek ini.
Mengidentifikasi HSE proyek dan yang berkaitan dengan resiko resiko sedini
mungkin
dalam
pengembangan
fasilitas
atau
siklus
proyek,
termasuk
c.
P a g e | 3 of 89
sifat kegiatan proyek, seperti apakah proyek akan menghasilkan jumlah emisi
atau
limbah yang signifikan, atau melibatkan bahan berbahaya atau proses;
d.
e.
f.
g.
h.
Untuk menekan resiko-resiko bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja serta
terhadap lingkungan seperti yang dijelaskan dalam langkah-langkah yang telah
disebutkan di atas perlu disusun suatu strategi yang dapat mencakup tetapi tidak
terbatas pada :
Identifikasi terhadap timbulnya biaya tambahan yang harus dikeluarkan akibat
kecelakaan, seperti:
Biaya pengobatan, pengurusan kecelakaan dsb.
Biaya akibat tertundanya skedul pekerjaan.
Perlindungan
personil
melalui
peralatan
proteksi
diri
(Personil
Protective
Equipment, PPE).
Meminimalkan inventaris
P a g e | 4 of 89
Pendekatan dan strategi di atas akan dievaluasi dalam studi Penilaian Resiko Kualitatif
(QRA). Kuantifikasi/penilaian bahaya harus mengidentifikasikan ukuran, jangka waktu,
tingkat pelepasan dan intensitas semua kasus kebakaran besar, guna menentukan
filosofi manajemen penanganan resiko bahaya yang sesuai untuk diterapkan di semua
kasus. Secara umum, metode/ perangkat lunak yang sudah disetujui dapat digunakan
untuk tujuan ini.
Identifikasi semua hal yang berpotensi menyebabkan kegagalan dan menggabungkan
antara desain teknis dan prosedur operasional yang tepat dalam menghadapi setiap
resiko harus dilakukan.
adalah studi Hazard Identification (HAZID). Hasil identifikasi ini, kemudian diverifikasi
menggunakan studi Hazard and Operability (HAZOP). Studi studi tersebut harus
meliputi topik sebagai berikut :
Dampak Kebakaran
Dampak Lingkungan
Dampak Kesehatan
Kelebihan Tekanan
Ledakan
Kegagalan Isolasi
Dokumen ini berisi tentang garis besar tindakan darurat dan strategi pengontrolan
keselamatan secara menyeluruh, beserta ketentuan fungsional, sebagai berikut ini :
P a g e | 5 of 89
BAB II
DASAR HUKUM DAN PERATURAN
Dalam penyusunan HSE harus mempertimbangkan dan mengacu pada pada dasar hukum
dan peraturan-peraturan yang ada dan terkait seperti Undang-Undang dan ketentuan yang
berlaku saat ini seperti spesifikasi PT. PLN (PERSERO), hukum dan regulasi Indonesia,
panduan organisasi buruh internasional (ILO), regulasi administrasi kesehatan dan
keselamatan kerja, serta standard yang relevan.
P a g e | 6 of 89
BAB III
TERMINOLOGI
Berikut definisi, istilah-istilah maupun singkatan yang ada yang akan dipakai dalam seluruh
pelaksanaan projek :
1. HSE (health, safety and environment) adalah program dalam pelaksanaan pekerjaan
yang memperhatikan aspek kondisi bahaya yang mengancam kesehatan dan
keselamatan kerja serta aspek perlindungan terhadap lingkungan. Untuk selanjutnya
HSE dalam proyek ini diistilahkan sebagai K3LL (Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dan Lindungan Lingkungan).
ALARP
EERA
EIA
ESD
Emergency Shutdown
FGS
FEA
HAZID
Hazard Identification
HAZOP
HSE
LEL
NFPA
PFP
PRA
QRA
P a g e | 7 of 89
BAB IV
TUJUAN DAN SASARAN HSE
Tujuan dan sasaran program HSE (Health, Safety and Environment )dalam proyek
pengadaan WTP dan WIP Lapangan Kawengan Field Cepu dapat dijelaskan
sebagai
berikut:
Mematuhi perundangan, peraturan dan panduan PT. PLN (PERSERO) dalam hal
kesehatan kerja.
Melakukan aktifitas projek penyediaan WTP dan WIP yang meliputi perancangan,
engineering, pengadaan, pembelian, konstruksi dan penyerahan proyek dengan
memperhatikan apek kesehatan kerja karyawan, dan orang-orang yang terkait
(konsumen dan public).
Mematuhi perundangan, peraturan dan panduan PT. PLN (PERSERO) dalam hal
keselamatan kerja.
Untuk memastikan bahwa alat / sistem pengaman yang telah diterapkan telah
sesuai dan cukup untuk membantu mencegah terjadinya kecelakaan serta
mengurangi kemungkinan terjadinya shutdown yang tidak terjadwal.
Menyediakan cara atau metode penyelamatan diri dan evakuasi darurat jika terjadi
bahaya.
P a g e | 8 of 89
4.3
Aspek Lingkungan
Mematuhi perundangan, peraturan dan panduan PT. PLN (PERSERO) dalam hal
perlindungan lingkungan.
kecelakaan operasi seperti tumpahan, venting, atau flaring dari hazardous material.
Menghemat dan mengurangi konsumsi sumber daya energi, air dan udara
P a g e | 9 of 89
BAB V
KETENTUAN KETENTUAN
5.1.2
P a g e | 10 of 89
hazard
lebih
dimaksudkan
untuk
mencegah
terjadinya
P a g e | 11 of 89
Dalam dokumen ini, yang digambarkan merupakan tindakan secara garis besar
mengenai tindakan darurat dan metode pengontrolan keselamatan secara menyeluruh,
beserta ketentuan fungsional, diantaranya adalah:
Enginer
Career
Workshop
(2003),
Phytagoras
Global
Development
mendefinisikan asal kata hazops berasal dari kata hazard dan operability studies
sebagai berikut:
Operability study: Beberapa bagian kondisi operasi yang sudah ada dan dirancang
namun kemungkinan dapat menyebabkan shutdown dan / menimbulkan rentetan
insiden yang merugikan dan akan dilakukan perbaikan perancangan untuk
mencegah insiden.
Safety
Enginer
Career
Workshop
(2003),
Phytagoras
Global
Development
Dilakukan oleh suatu kelompok yang terdiri dari multidisiplin keahlian dan
pengalaman.
P a g e | 12 of 89
a. Studi HSE
Untuk mencapai konsep HSE, beberapa studi yang telah disebutkan pada sub bab
5.1.2. harus dilakukan oleh operator baik akan dilakukan sendiri atau menujuk
badan independent lain.
b. Studi HAZID
Semua potensi penyebab kegagalan
Identification (HAZID) . HAZID adalah suatu teknik untuk mengenali secara dini
setiap resiko dan ancaman bahaya potensial. Teknik ini harus dilakukan sejak fase
engeneering design jika process flow diagram (PFD) sudah tersedia, agar resiko
bahaya
utama
terhadap
Kesehatan,
Keselamatan
Kerja
dan
Lindungan
Pemilihan peralatan listrik yang sesuai untuk digunakan pada tiap zona
P a g e | 13 of 89
Penentuan
terbakar.
Penentuan lokasi jalan yang diperlukan untuk keluar dari zona berbahaya.
Udara/air/tanah
Lingkungan flora/fauna
Penggunaan Tanah
Aspek social-ekonomi
Studi tersebut harus memenuhi persyaratan pada semua peraturan yang berlaku di
Indonesia
P a g e | 14 of 89
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk :
Memahami persyaratan sistem manajemen lingkungan, keselamatan dan kesehatan
kerja tentang identifikasi bahaya/dampak lingkungan, penilaian dan pengendalian
resiko seperti ISO-14001, OHSAS 18001, SMK3, Process Safety Management
(PSM), dan lainnya.
Memahami prinsip-prinsip dan metode-metode untuk penilaian dan pengendalian
resiko.
Dapat melakukan identifikasi bahaya atau dampak lingkungan, penilaian dan
pengendalian resiko dengan metode-metode yang umum digunakan.
Dapat menggunakan aplikasi komputer (database system) untuk Risk Assessment &
Management, HAZOPS dan Job Safety Analysis.
Operator harus memastikan bahwa prosedur sudah tersedia saat pelaksanaan
pekerjaan untuk kontrol keselamatan dan kesehatan kerja sehingga :
a.
sesuai dengan standar nasional atau internasional yang diakui untuk keselamatan
dan kesehatan yang berlaku untuk proyek ini;
b.
P a g e | 15 of 89
e.
Planning (Perencanaan)
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan
dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
b.
Organizing (organisasi)
Perlunya dibentuk suatu komisi K3LL yang tugasnya meliputi :
1. Menyusun garis besar pedoman K3LL
2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksanaan K3LL
3. Memantau pelaksanaan pedoman K3LL
4. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari Proyek WTP
dan WIP.
c.
Actuating (Pelaksanaan)
Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat
kerja bawahan, mengerahkan aktivitas bawahan, mengkoordinasikan berbagai
aktivitas bawahan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron), sehingga semua
aktivitas bawahan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan program K3LL sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat.
Untuk itu setiap personil yang bekerja di WTP dan WIP wajib mengetahui dan
memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan
kerja,
serta
memiliki
kemampuan
dan
pengetahuan
yang
cukup
untuk
P a g e | 16 of 89
a. adanya rencana
b. adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.
Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang
perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya
yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.
Dalam proyek ini perlu dibentuk pengawasan yang tugasnya antara lain :
1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek - praktek yang baik,
benar dan aman
2. Memastikan seluruh personil memahami cara cara menghindari risiko bahaya
3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau
kecelakaan
4. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja
5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan
mencegah meluasnya bahaya tersebut
P a g e | 17 of 89
BAB II
DASAR HUKUM DAN STANDAR
mengacu pada spesifikasi PT. PLN (PERSERO), hukum Indonesia, peraturan dan standar
lain yang relevan, Guidelines of International labour Office (ILO), dan Peraturan Kantor
Keselamatan dan Regulations of Occupational Safety and Health Administration of USA (USOSHA).
a.
b.
Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum, No.
174/MEN/1986, No.174/KPTS/1986 mengenai Keselamatan di Daerah Konstruksi.
c.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05, 1996 mengenai Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
d.
e.
f. Peraturan Pemerintah, No.14 tahun 1992, tentang Lalu Lintas dan Transportasi Darat
g.
Penerapan
Rencana
Pengelolaan
Lingkungan
&
Rencana
i. Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999, tentang Eksplotasi Hewan dan Tanaman
Liar.
j. Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999, tentang Perubahan Peraturan
k.
P a g e | 18 of 89
m. 29 CFR Part 1904, US-OSHA Pencatatan dan Pelaporan Cedera dan Sakit karena
Kerja.
n.
o.
p.
NFPA 70
NFPA 77
NFPA 655
P a g e | 19 of 89
BAB III
PEDOMAN LINGKUNGAN
Pihak PT. PLN (Persero) (pekerja langsung) mempunyai resiko lebih besar dalam hal
tingkat fatalitas dan kemungkinan cidera, sementara operator tentu saja bertanggung jawab
penuh untuk keselamatan mereka sendiri, diperlukan adanya tanggung jawab Manajemen
yang lebih jelas untuk menjamin bahwa operator-operator tersebut benar-benar sadar akan
resiko kerja di lapangan dan secara bersama menjamin bahwa operator tersebut melakukan
pekerjaan dengan cara yang aman dan bertanggung jawab.
menyiapkan EMS yang harus mencakup tapi tidak terbatas pada hal-hal berikut:
a.
Kebijakan Lingkungan
b.
Perencanaan :
c.
d.
Implementasi :
Komunikasi
Dokumentasi
Pengendalian dokumen
Pengendalian operasi
P a g e | 20 of 89
e.
Rekaman/ catatan
Audit
Tinjauan Manajemen
1.
2.
Ekosistem
a.
b.
c.
d.
3.
Hidrologi
Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah perubahan
sistem air tanah karena perubahan fitur topografi dan perubahan sistem air permukaan
karena instalasi struktur.
4.
P a g e | 21 of 89
a. Perpindahan Penduduk
PT. PLN (PERSERO) harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk
mengelola, menekan, dan mengendalikan perpindahan penduduk yang tidak
dikehendaki. Operator harus segera melapor pada PT. PLN (PERSERO) bila
menemukan masalah.
c. Peninggalan Bersejarah
Operator
harus
mengambil
tindakan
yang
diperlukan
untuk
melindungi
d. Bentang Alam
Operator harus mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi bentang
alam yang mengalami pengaruh buruk dari proyek.
Operator harus mematuhi hukum Indonesia tentang hak etnis minoritas dan
penduduk asli.
Operator harus mengurangi dampak pada budaya dan gaya hidup etnis
minoritas dan penduduk asli.
P a g e | 22 of 89
harus
membuat
kontrak
dengan
konsultan
untuk
memastikan
Operator harus menyiapkan laporan berikut dan menyerahkannya pada PT. PLN
(PERSERO).
2.
3.
a.
Laporan Harian
b.
Laporan Bulanan
c.
Laporan Kuartal
d.
Laporan Akhir
Kegiatan Konstruksi;
b.
c.
d.
Operator
harus
disyaratkan
untuk
menyampaikan
hasil
kegiatan
sesuai
3.5
P a g e | 23 of 89
3.6
Persyaratan Lain
1.
2.
PT. PLN (PERSERO) akan melaksanakan pemeriksaan lokasi kerja tiap bulan.
3.
4.
BAB IV
SISTEM MANAJEMEN HSE
Sistem Manajemen HSE merupakan bagian dari sistem manajemen operator keseluruhan
yang mencakup kebijakan, organisasi, perencanaan, dan penerapan, evaluasi, dan tindakan
perbaikan.
4.1 Kebijakan
4.1.1 Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
a.
b.
P a g e | 24 of 89
c.
4.2 Pengorganisasian
4.2.1 Tanggung jawab dan akuntabilitas
Operator bertanggung jawab menyeluruh pada perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja pekerja, dan menyediakan kepemimpinan pada kegiatan K3
dalam organisasi maupun pengawasan di tempat kerja.
Operator harus membagi tanggung jawab, akuntabilitas, dan otoritas untuk
pengembangan, implementasi dan pelaksanaan sistem manajemen K3 dan
pencapaian tujuan K3 yang relevan.
Operator harus menunjuk satu orang atau lebih untuk merencanakan dan
memastikan berjalannya semua aturan keselamatan dan kesehatan kerja.
4.2.2 Kompetensi dan Pelatihan
Operator harus menentukan persyaratan kompetensi K3 yang diperlukan, dan harus
menetapkan serta menjalankan/memelihara prosedur-prosedur untuk memastikan
P a g e | 25 of 89
Operator
harus
menetapkan
dan
mempertahankan
dokumentasi
sistem
manajemen K3.
b.
c.
b.
Izin kerja.
c.
d.
e.
f.
Pemantauan data.
g.
h.
i.
j.
4.2.4 Komunikasi
P a g e | 26 of 89
b.
c.
didokumentasikan;
menyediakan
rona
awal
dimana
peningkatan
berkelanjutan
sistem
P a g e | 27 of 89
b.
definisi yang jelas, prioritas dan kuantifikasi, bila perlu, sesuai dengan tujuan
organisasi K3 ;
c.
berdasarkan pada pembahasan awal atau berikutnya. Tujuan dan sasaran kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan sekurang-kurangnya harus
memenuhi kualifikasi:
a. Dapat diukur.
b. Satuan / Indikator pengukuran.
c. Sasaran Pencapaian
d. Jangka waktu pencapaian.
Penetapan tujuan dan sasaran kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja harus
dikonsultasikan dengan wakil tenaga kerja, Ahli K3, P2K3 dan pihak-pihak lain yang
terkait. Tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan ditinjau kembali secara teratur sesuai
dengan perkembangan.
4.3.4 Pencegahan Bahaya
Tindakan pencegahan dan pengendalian
a.
identifikasi hazards dan resiko bagi keselamatan dan kesehatan kerja karyawan,
dan menelaah berdasarkan kondisi saat itu. Operator harus menerapkan tindakan
preventif dan protektif dengan prioritas berikut :
P a g e | 28 of 89
b.
b.
identifikasi
hazard
tempat
kerja
dan
penelaahan
resiko
sebelum
b.
4.3.7 Pengadaan
Operator harus menetapkan dan mempertahankan prosedur untuk menjamin:
kesesuaian dengan persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja untuk organisasi,
dievaluasi, dan disertakan dalam spesifikasi pembelian dan penyewaan;
hukum dan peraturan nasional dan persyaratan K3 organisasi sendiri diidentifikasi
sebelum pengadaan barang dan layanan; dan
pengaturan dibuat untuk mencapai kesesuaian dengan persyaratan sebelum
pemakaiannya.
4.3.8 Kontrak
P a g e | 29 of 89
PT. PLN (Persero) harus membuat dan memelihara pengaturan untuk menjamin bahwa
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja organisasi diterapkan pada operator
dan pekerjanya.
4.4 Evaluasi
4.4.1 Pemantauan dan pengukuran kinerja
mengembangkan, menetapkan, dan secara periodik membahas prosedur untuk
memantau, mengukur, dan mencatat kinerja K3.
mempertimbangkan tindakan kualitatif dan kuantitatif yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi.
4.4.2 Investigasi penyebab cedera
a.
Investigasi sumber dan penyebab cedera, kurang sehat, penyakit, dan insiden
yang terkait dengan pekerjaan harus mengidentifikasi apakah ada kegagalan
dalam sistem manajemen K3 dan harus didokumentasikan.
b.
Hasil investigasi harus dikomunikasikan pada orang yang tepat untuk diambil
tindakan
koreksi,
yang
termasuk
dalam
pembahasan
manajemen
dan
4.4.3 Audit
b.
c.
b.
P a g e | 30 of 89
berasal dari sistem manajemen K3, pemantauan dan pengukuran kinerja, dan sistem
audit manajemen K3 dan pembahasan manajemen.
Apabila evaluasi sistem manajemen K3 atau sumber lain menunjukkan bahwa
tindakan-tindakan preventif dan protektif terhadap bahaya dan resiko tidak tepat atau
tidak sesuai, operator harus mempelajari tindakan tersebut sesuai hierarki yang dikenal
dari tindakan pencegahan dan kendali, dan dilengkapi serta didokumentasikan,
sewajar mungkin dengan waktu teratur.
4.5.2 Tinjauan Ulang
Tinjauan ulang Sistem Manajemen K3 harus meliputi:
a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja
b. Tujuan, sasaran dan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
c. Hasil temuan audit Sistem Manajemen K3.
d. Evaluasi efektifitas penerapan Sistem Manajemen K3 dan kebutuhan untuk
mengubah Sistem Manajemen K3 sesuai dengan:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Pelaporan.
8)
dan
menjalankan/memelihara
pengaturan
untuk
peningkatan
berkelanjutan dari elemen sistem manajemen K3 yang relevan dan sistem secara
keseluruhan.
membandingkan proses keselamatan dan kesehatan kerja dan kinerja organisasi
dengan yang lain untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.
P a g e | 31 of 89
BAB V
KETENTUAN UMUM
evakuasi dan penyelamatan darurat. Suplai dan peralatan medis sesuai kebutuhan
pada kondisi darurat harus disediakan, dalam kondisi kerja yang baik setiap waktu.
Operator harus menggunakan semua cara yang wajar untuk mengendalikan dan
mencegah kebakaran dan ledakan yang dapat menyebabkan cedera pada personil dan
kerusakan peralatan, aset dan lingkungan. Tanpa membatasi hal-hal di atas, operator
harus:
memelihara penghalang, guard rail, dan alat pengaman lain yang cukup untuk
meminimalkan bahaya selama pelaksanaan pekerjaan;
melaksanakan
pengujian
peralatan
untuk
memastikan
bahwa
peralatan,
ditempatkan semestinya dan berada dalam kondisi operasi yang baik, dan semua
orang dapat memberi respon pada situasi darurat dan dapat secara efektif
mengoperasikan peralatan darurat yang diperlukan;
melarang merokok, nyala api terbuka, dam membawa korek api dan pemantik
rokok kecuali di daerah yang khusus dinyatakan aman;
P a g e | 32 of 89
memelihara semua peralatan medis dan keselamatan dalam kondisi operasi yang
baik setiap waktu, dan memastikan bahwa peralatan tersebut siap dipakai
sewaktu-waktu;
menerapkan sistem prosedur Lock Out /Tag Out sesuai persyaratan PT. PLN
(PERSERO) untuk semua pekerjaan dan peralatan yang dapat beroperasi secara
tidak sengaja selama perbaikan /pemeliharaan.
Semua peralatan pelindung, termasuk peralatan pelindung diri untuk mata, muka,
kepala, dan bagian tubuh penting lainnya, pakaian pelindung, alat pernafasan, dan
perisai dan penghalang protektif, harus disediakan, digunakan, dan dijaga dalam
kondisi bersih dan dapat diandalkan bila terjadi kondisi bahaya.
Semua peralatan pelindung diri harus dirancang aman dan dibuat sesuai untuk
pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Pemadam api jinjing dalam kondisi baik, harus disediakan untuk semua peralatan
bergerak, seperti kendaraan, truk, cranes, kompresor, mesin lasi, pompa, dan
sebagainya.
Flash back arrestor harus disediakan untuk semua welding torches yang
menggunakan oksigen dan asetilen untuk menghindari kebakaran dan ledakan
karena flash back.
P a g e | 33 of 89
Kecelakaan fatal
2.
3.
4.
5.
Laporan awal insiden harus diberikan oleh operator ke PT. PLN (PERSERO), dalam
48 jam sejak terjadinya insiden..
Operator akan menanggulangi insiden kecelakaan tersebut dengan akurat,
menyerahkannya laporan dan catatan kebakaran pada PT. PLN (PERSERO),
pada minggu pertama tiap bulan dan memberikan ringkasan insiden yang terdaftar
di bawah ini yang terjadi pada bulan sebelumnya harus dikirimkan kepada PT. PLN
(PERSERO).
1.
Semua cedera yang diikuti hilangnya waktu kerja saat terjadinya cedera.
2.
3.
4.
5.
P a g e | 34 of 89
Pada akhir proyek, operator harus menerbitkan suatu laporan keselamatan umum
kepada PT. PLN (PERSERO).
5.1.6 Komunikasi
Untuk mendukung operasi konstruksi dan persyaratan keselamatan dari PT. PLN
(PERSERO), operator harus menyediakan sistem komunikasi radio yang cukup
dan perangkat komunikasi otomatis.
Pemakaian
konstruksi.
Kerapian ruang dan sanitasi dalam daerah kerja konstruksi operator harus selalu
dijaga. Lokasi tempat pembuangan dan pembakaran sampah harus ditentukan
sebelum konstruksi dimulai, proposal lokasi harus diserahkan operator untuk
dipelajari dan disetujui oleh PT. PLN (PERSERO).
Personil operator harus berjalan di jalan untuk akses fasilitas konstruksi dan
instalasi baru, dan tidak boleh memasuki daerah operasi manapun tanpa izin yang
tepat dan APD.
Kendaraan atau perlengkapan konstruksi tidak boleh diparkir di jalan plant operasi
kecuali di tempat parkir yang telah ditentukan. Kendaraan boleh berhenti di jalan
P a g e | 35 of 89
untuk kegiatan bongkar /muat namun tidak boleh menghalangi jalan, dan
pengemudinya harus selalu bersama dengan kendaraannya.
5.2.2 Daerah Merokok dan Dilarang Merokok
Semua daerah di dalam plant adalah area bebas rokok. Daerah dimana personil
operator diizinkan merokok harus sesuai dengan petunjuk dari personil pengendali
keamanan plant.
Orang yang bertanggung jawab di plant dan lokasi konstruksi yang didukung oleh
personel keamanan, pencegahan kerugian dan pengendalian bertanggung jawab
untuk mengendalikan dan mempertahankan pelaksanaan peraturan secara KETAT
dengan peraturan di atas. PT. PLN (PERSERO) akan langsung mengambil
tindakan pada tiap pelanggaran peraturan ini.
P a g e | 36 of 89
2.
3.
Dokumentasi:
Catatan pelatihan
Laporan audit
Pelaksanaan audit
P a g e | 37 of 89
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
HAZOPS
(hazard
and
operability
studies)
ini
merupakan
alat
untuk
P a g e | 38 of 89
analisis bahaya yang digunakan dalam persiapan penetapan keamanan dalam sistem
baru atau modifikasi untuk suatu keberadaan potensi bahaya atau operabilitasnya.
Studi HAZOP adalah pengujian secara teliti oleh tim spesialis, dalam bagian sebuah
sistem mengenai apakah yang terjadi jika komponen tersebut dioperasikan melebihi
atau kurang dari normal desain model komponen yang telah ada.
Karakteristik HAZOP yang utama adalah sistematik, menggunakan struktur atau
susunan yang tinggi dengan mengandalkan pada guide words dan gagasan tim untuk
melanjutkan serta memastikan safeguards sesuai atau tidak dengan tempat dan obyek
yang sedang diuji.
1.3.1 Tujuan
P a g e | 39 of 89
Mengenali
bahaya-bahaya
(hazards)
yang
potential
(terutama
yang
Untuk mengidentifikasikan
2.
3.
Anggota :
Lead Instrument
Lead Electrical
Lead Mechanical
Operations Manager
P a g e | 40 of 89
2.
Pemecahan proses (processes breakdown) menjadi sub-proses - subproses yang lebih kecil dan detail. Untuk memperjelas pemisahan antar subproses, diberikan simpul (node) pada ujung setiap sub-proses. Tidak ada
ketentuan khusus tentang pembatasan rentang proses.
3.
4.
5.
Penentuan
tindakan
penanggulangan
terhadap
penyimpangan-
P a g e | 41 of 89
Karakteristik HAZOP :
1. Sistematik, menggunakan struktur atau susunan yang tinggi dengan
mengandalkan pada guidewords dan gagasan tim untuk melanjutkan dan
memastikan safeguards sesuai atau tidak dengan tempat dan obyek yang
sedang diuji.
2. Pengkhususan bentuk oleh berbagai macam disiplin ilmu yang dimiliki oleh
anggota tim.
3. Dapat digunakan untuk berbagai macam sistem atau prosedur.
4. Penggunaannya lebih sebagai sistem pada teknik penafsiran bahaya.
5. Pemikiran awal, sehingga mampu menghasilkan kualitas yang baik meskipun
kuantitas juga mempengaruhi.
2.
3.
4.
P a g e | 42 of 89
5.
6.
beberapa bagian agar studi dapat dilakukan lebih terorganisir. Titik studi
bertujuan untuk membantu dalam menguraikan dan mempelajari suatu
bagian proses.
8.
Severity.
terjadi.
9.
2.
Single check valve dianggap cukup memadai kecuali jika ada kemungkinan
aliran balik dari zat cair bertekanan tinggi yang dapat menciptakan tekanan
yang melebihi tekanan uji peralatan.
P a g e | 43 of 89
3.
Masalah yang terjadi karena kelalaian operator tidak akan dibahas. Namun,
masalah yang berhubungan dengan kesalahan yang bersifat umum dapat
dipertimbangkan.
4.
5.
6.
Masalah yang timbul akibat bencana alam seperti badai banjir, gempa bumi
dan lain-lain tidak akan dipertimbangkan.
7.
8.
Masalah yang timbul akibat adanya obyek-obyek yang jatuh seperti jatuhnya
komet, kendaraan angkasa misil dan lain-lain tidak akan dibahas.
9.
10. Kerja perpipaan dilakukan menurut P&ID dan sesuai dengan spesifikasi
perpipaan.
11. Alat perlindungan mekanikal yang digunakan pada instalasi untuk
keselamatan seperti keretakan cakram pada safety valve, dan lain-lain
diharapkan akan bekerja tanpa penahanan apapun.
12. Semua dokumen yang hendak ditinjau ulang harus merupakan yang terkini.
13. Analisis kuantitatif tidak akan dilakukan.
14. Jika terdapat dua train yang identik, hanya satu train yang akan dianalisa.
15. Gangguan yang bersamaan dengan lebih dari satu alat pelindung yang
independen tidak akan diperhitungkan.
16. Hal-hal
berikut
sebaiknya
dipertimbangkan
sebagai
tindakan
pengamanan /perlindungan:
P a g e | 44 of 89
BAB II
HAZARD & OPERABILITY STUDIES (HAZOPS)
Data informasi instalasi industri (PFD, P&ID, Lay Out, data meteorologi, data
sosial kultural masyarakat sekitar, catatan peristiwa)
2.1.2 Tujuan
P a g e | 45 of 89
Identifikasi
(sistem hardware dan prosedur) yang terkait dengan identifikasi resiko dan
usul rekomendasi untuk meningkatkan sistem keamanan proyek.
Identifikasi
Selain personil di atas, direkomendasikan adanya fasilitator tim dan fasilitator tim
memiliki sekretaris. Peran fasilitator dalam tim yaitu sebagai berikut :
a. memfasilitasi tim melalui teknik HAZID;
b. memimpin diskusi;
c. mencatat persoalan-persoalan utama ketika dibahas oleh tim
P a g e | 46 of 89
d.
mencatat
temuan-temuan
dan
menjamin
bahwa
catatan
tersebut
Checklist - Daftar berbagai hal pokok yang tertulis untuk memeriksa keadaan
suatu sistem.
Preliminary Hazard Analysis - Metode yang sangat umum untuk fokus pada
sistem.
Fault Tree Analysis - Pendekatan secara deduktif dari suatu kejadian untuk
mengetahui penyebab utamanya.
Event Tree Analysis - Pendekatan secara induktif dari suatu kejadian pemicu
sampai seluruh kejadian akhir yang ditimbulkan
Waktu Studi
Studi HAZID secara terperinci akan disusun
mencapai tahap dimana diagram alir proses (PFD) telah dikembangkan, tata letak
plant awal, perincian inventaris yang berbahaya, dan perincian persyaratan
penggunaan tersedia, dll.
P a g e | 47 of 89
akibat
dari
pengendalian
atau pelepasan
inventaris,
kategori
dari
daftar
dan
kemudian
meminta
Tim
untuk
P a g e | 48 of 89
b. Menganalisis tiap kata pemandu dalam setiap kasus untuk mengenal hazard
apapun dan efek-efeknya yang mungkin untuk kemudian dapat dimasukkan
dalam lembar kerja.
c. Proses brainstorming kemudian akan digunakan untuk mengenali semua
penyebab yang dapat mengakibatkan adanya hazard. Selama proses ini
Fasilitator tim dapat memberi contoh dari bagian expanders pada checklist.
Hal yang penting adalah bahwa expanders ini disarankan sebagai contoh dan
tidak diberikan sebagai daftar tertutup yang membatasi aktivitas brainstorming
dari Tim.
d. Menganalisis kontrol yang sesuai yang seharusnya dilakukan untuk
mencegah atau mengontrol setiap penyebab.
e. Mengenali fase perkembangan yang untuk hal itu hazard ada dan menilai
prioritas K3LL (tinggi, sedang atau rendah).
Efek
Rendah : resiko tidak serius & aktifitas yang direkomendasi tidak digunakan
untuk major modification. Efek kegagalan ini tidak mengurangi keselamatan
dari instalasi secara signifikan dan yang mungkin melibatkan tindakantindakan operator yang dengan tepat sesuai kemampuannya. Dampak
kegagalan kecil seperti: pengurangan sedikit dalam batas keselamatan atau
kemampuan fungsional, small unignited condensate release dari peralatan
proses dapat termasuk contoh dari efek kegagalan rendah.
P a g e | 49 of 89
Keadaan fisik yang sukar atau beban kerja yang berlebihan sedemikian
sehingga operator tidak dapat melaksanakan tugas mereka dengan tepat
atau sempurna. Atau beban kerja sedemikian sehingga operasi gabungan,
pemeliharaan
dan
pekerjaan
konstruksi
tidak
dapat
dikendalikan
Contohnya pembakaran nyala api gas dari ignited releases pada peralatan
proses.
b. Akibat gangguan yang memerlukan evakuasi darurat dari para personil di
lapangan, atau yang mungkin menyebabkan luka-luka yang menyebabkan
kematian, kerusakan ekstensif atau kehilangan fasilitas di lapangan atau polusi
utama. Contohnya kabut gas yang besar pada instalasi gas dilanjutkan dengan
ledakan.
dicatat dan dijelaskan dalam Lembar Kerja HAZID. Rekomendasi untuk tindakan
perbaikan biasanya bukan bagian dari lingkup HAZID walaupun hal-hal utama
atau kelanjutannya seharusnya dicatat dalam laporan Fasilitator Tim. Namun, Tim
tersebut dapat menggunakan bagian kendali dari lembar kerja untuk
mengusulkan
penyelesaian/metode
alternatif
dalam
mengurangi
resiko.
Komentar-komentar ini seharusnya dianggap sebagai saran para ahli dari Tim
HAZID dan bukan rekomendasi yang pasti untuk mengambil tindakan.
Pada akhir studi Fasilitator Tim akan menghasilkan laporan yang membahas
penemuan studi dan perincian tentang persoalan-persoalan kritis dan tindakantindakan yang akan diambil. Untuk catatan dan laporan yang layak dari
Manajemen Keselamatan Proyek, Tindakan Perbaikan dalam Bentuk anjuran
P a g e | 50 of 89
2.1.8 Kesimpulan
Studi HAZID telah menghasilkan desain dari fasilitas yang menyebabkan
sebagian besar situasi dan operasi yang tidak aman dan tidak ada tindakan
pengukuran
khusus
yang
direkomendasikan
kecuali
persyaratan
untuk
HAZID/HAZOP yang terperinci, Analisis Akibat, Analisis sebaran dan studi EIA.
List dibawah ini merupakan hazards utama yang ditemukan melalui pengalaman
Tabel 3.1 HAZID CHECKLIST ( yang disarankan)
Bagian 1
Kategori Utama
hazards
Hazards alam dan lingkungan
Hazards
yang
diciptakan
sendiri
Prasarana
Kerusakan lingkungan
Bagian 2
Metode/filosofi pengendalian
Hazards Fasilitas
Process Hazards
Hazards pemeliharaan
Konstruksi/pemprosesan
secara
P a g e | 51 of 89
serempak
Guide Word
kondisi Alam
badai pasir
Petir
Gempa bumi
erosi
Bahaya akibat Bahaya keamanan
ancaman
manusia
eksternal
Aktivitas teroris
Kerusuhan,
keamanan
Internal
gangguan
dan
sipil,
Infrastruktur Geografis
di Jarak
ke
politik
Lokasi pabrik, layout pabrik, pipa
P a g e | 52 of 89
sekitar lokasi
Terdekat
Penggunaan Lahan
Jarak ke koridor
Transportasi
Isu Lingkungan Hidup
Infrastruktur
Masalah Sosial
Komunikasi Normal
Komunikasi untuk
perencanaan kontingensi
Kerusakan
Supply support
Pengadaan suku cadang
Saluran
pembuangan Suar, ventilasi, emisi buangan, efisiensi
lingkungan
udara
energi
Saluran
buangan
tanah
Emergency/upset
Discharges
Lahan
terkontaminasi
Dampak
fasilitas
Pilihan
pembuangan
limbah
Lama konstruksi
Tabel 3.3 : Bahaya terhadap kesehatan (Contd.)
Kategori
Guide Word
Bahaya
Bahaya penyakit
kesehatan
nyamuk
kontaminasi
air
maupun
P a g e | 53 of 89
Suasana
sesak,
kegagalan
beracun
Udara
beracun,
suasana
sesak,
Mental
Bahaya kerja
Bekerja
di
ketinggian,
berbahaya,
permukaan
peralatan
berbahaya,
sistem elektrik
Transport
Perjalanan
yang
berlebihan,
cuaca
Guide word
P a g e | 54 of 89
Bahaya proses
Inventarisasi
Persediaan
Tekanan berlebihan
Tingkat nol/
excess
salah
Guide Word
P a g e | 55 of 89
Drains
Inert Gas
Waste
Storage
and
Treatment
Chemical/fuel storage
Potable water
Maintenance
Sewerage
Access Requirements
Hazards
Override Necessity
Bypasses Required
Commonality of Equipment
Heavy Lifting
Requirements
Construction/
Transport
Tie-ins(shutdown
Existing
requirements)
Facilities
Concurrent Operations
Reuse of Material
Common
Equipment
Capacity
Interface-Shutdown/blow
down/ESD
Skid
Dimensions
(weight
handling/equipment
congestion)
Soil contamination (existing
facilities)
Mobilization /demobilization
Table 3.6 HAZID WORKSHEET
Project
Team
Client
Node
:
:
Members
Page No:
Date
Dwg. No.
Category:
Guide Word
Potential
Causes
Controls/
Recommendations Rank
P a g e | 56 of 89
Hazards and
safeguards
Effects
Table 3.7
CORRECTIVE ACTION ON RECOMMENDATION FORM
CORRECTIVE ACTION ON RECOMMENDATION FORM
Project
Name
:
PT.
PLN
Project No
Study
Recommendation/Action Item :
Problem
Statement:
Recommendation/
(PERSERO)
EP
P a g e | 57 of 89
Action:
Assigned to:
Resolution
Work Completed
By:
Approved by:
Date:
Date
memadai
P a g e | 58 of 89
berbahaya yang berbeda. Struktur ini juga dapat digunakan untuk penilaian risiko
kualitatif maupun untuk QRA.
Tahapan Quantitative Risk Assesment (QRA)
1. System Definition
Bertujuan mendefinisikan instalasi atau kegiatan beresiko yang akan
dianalisis. Ruang lingkup QRA harus mendefinisikan batas-batas identifikasi,
mengidentifikasi kegiatan yang termasuk dan yang dikecualikan, dan bagian
instalasi yang harus ditangani.
2. Hazard Identification
identifikasi bahaya terdiri dari tinjauan kualitatif kecelakaan yang mungkin
terjadi, berdasarkan pengalaman kecelakaan sebelumnya atau penilaian yang
diperlukan. Ada beberapa teknik formal untuk ini, yang berguna untuk
memberikan apresiasi kualitatif jangkauan dan besarnya bahaya dan
menunjukkan langkah-langkah mitigasi yang tepat. Evaluasi kualitatif ini
dijelaskan dalam buku petunjuk penilaian bahaya. Dalam QRA, identifikasi
bahaya menggunakan teknik yang mirip, namun memiliki tujuan yang lebih
spesifik - memilih daftar kasus kegagalan mungkin yang cocok untuk model
kuantitatif.
3. Frequency analysis.
Setelah bahaya telah diidentifikasi perlu memperkirakan berapa besar
kemungkinan untuk kecelakaan terjadi. Frekuensi biasanya diperoleh dari
analisis pengalaman kecelakaan sebelumnya, atau dengan beberapa bentuk
pemodelan teoritis.
4. Concequence modeling .
analisis frekuensi secara parallel berkaitan dengan pemodelan konsekuensi
(Concequence modeling) dalam mengevaluasi dampak yang dihasilkan jika
terjadi kecelakaan, dan dampaknya terhadap personil, peralatan dan struktur,
lingkungan atau bisnis. Estimasi konsekuensi dari setiap aktivitas yang
mungkin sering memerlukan beberapa bentuk pemodelan komputer, tapi
dapat didasarkan pada pengalaman kecelakaan atau penilaian jika sesuai.
Ketika frekuensi dan permodelan konsekuensi dari setiap aktivitas telah
diperkirakan, mereka dapat dikombinasikan untuk membentuk ukuran risiko
P a g e | 59 of 89
dalam
proses.
Biaya
ekonomi
dari langkah-langkah
dapat
P a g e | 60 of 89
maupun
keselamatan dapat
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk :
1
P a g e | 61 of 89
Sebagai wujud tanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan karyawan yang
bekerja pada proyek pembangunan ini, dan orang lain yang berpotensi terkena
dampak secara langsung ataupun tidak langsung oleh kegiatan ini.
Sebagai sumbangan pertimbangan yang wajar menyangkut konservasi lingkungan
alam.
Sebagai cara terbaik menghilangkan/ meminimalkan resiko kejadian sesuai
sekenario resiko bahaya yang dapat berakibat ke cedera, kerusakan lingkungan,
terhentinya kegiatan bisnis, rusaknya citra atau hilangnya asset perusahaan, yaitu
memasukkan unsur keselamatan kerja dalam rancangan.
Untuk meyakinkan lingkungan yang aman bagi pekerja.
Sebagai upaya menghilangkan atau meminimalkan penyebaran tumpahan dan
kebocoran yang tidak terkendali, dengan ketentuan tentang pembatasan dan
drainase yang tepat.
Sebagai upaya meminimalkan resiko konsekuensi suatu kejadian kecelakaan yang
tidak dapat dihilangkan dengan ketentuan tentang isolasi, proses dan shut down
darurat, serta pengurangan tekanan pada peralatan fasilitas sesuai dengan
panduan engineering, kode dan standart.
Sebagai upaya menyediakan system perlindungan terhadap kebakaran, yaitu dengan
cepat mampu mengendalikan api dan memadamkannya jika perlu, serta
mencegah resiko kebakaran sebelum sempat menjadi besar.
Sebagai
upaya
meminimalkan
potensi
terjadinya
polusi
lingkungan,
akibat
1.2
Ruang lingkup
Dokumen ini berisi persyaratan umum HSE selama perancangan dalam rangka
meminimalisasi dan pencegahan kerugian dalam pemeliharaan PT. PLN (PERSERO).
Semua personel yang bekerja di lingkungan Water Treatment dan Water Injection
Plant diharapkan dapat bertanggung jawab terhadap tindakanya dalam mencapai
tujuan untuk melindungi lingkungan, menjaga kesehatan dan untuk memastikan
keselamatan dirinya sendiri, karyawan lain, operator dan masyarakat umum sejalan
dengan perlindungan dimana kegiatan ini berlangsung.
Program HSE pada fase perancangan keselamatan dalam proyek ini harus
disempurnakan menggunakan hasil Studi Penilaian Resiko Kualitatif (QRA). Studi
Identifikasi Resiko Bahaya (HAZID). Studi Resiko Bahaya dan Kemampuan
Pengoperasian (HAZOP),
P a g e | 62 of 89
1.3
Terminologi
Istilah istilah berikut akan diterapkan di seluruh bagian dokumen :
1
PT. PLN (PERSERO) EP dalam dokumen ini akan diartikan sebagai pemilik.
OPERATOR diartikan sebagai pihak yang diberi tugas dan wewenang melakukan
pekerjaan proyek untuk Desain, Engineering, Pengadaan, pembelian, dan
konstruksi proyek atas nama PT. PLN (PERSERO) EP.
Vendor/ Pabrik/ Sub-operator diartikan sebagai phak yang membuat dan memasok
peralatan serta jasa yang diperlukan untuk menjalankan proyek yang ditugaskan
oleh operator atau PT. PLN (PERSERO).
ini diistilahkan
sebagai K3LL
1.4
Penyingkatan
Penyingkatan akan diberlakukan pada dokumen yang digunakan dalam proyek
pembangunan Water Treatment dan Injection Plant ini, tersusun sebagai berikut ;
ALARP
API
ASHRAE
CCR
CER
CPP
DCS
DOE
Department of Environment
EERA
EIA
ESD
Emergency Shutdown
FEA
HAZID
Hazard Identification
HAZOP
P a g e | 63 of 89
HSE
IP
Institute of Petroleum
LEL
NFPA
PFP
PRA
QRA
WHP
Welhead Platform
BAB II
REFERENSI DAN REGULASI
2.1
Referensi
Apabila terjadi pertentangan di dalam dokumen-dokumen referensi, guna menghindari
kesalah pahaman (mispresepsi), maka permasalahan tersebut dibawa ke PT. PLN
(Persero) secara tertulis untuk langkah penyelesaian dan persetujuan. Namun
demikian dari dokumen yang tersedia, maka berikut urutan yang menunjukkan
dokumen dengan kewenangan lebih tinggi :
1) Hukum dan Undang-undang Indonesia dan Internasional
2) Dokumen Proyek yang Berhubungan dengan K3LL
P a g e | 64 of 89
2.2
Regulasi
Persyaratan K3LL dalam proyek WTP dan WIP ini, harus mengikuti regulasi
pemerintah Indonesia yaitu sebagai berikut :
a. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
d. Amandemen Undang-Undang tahun 2000 tentang Rancangan dan Pengaturan
Konstruksi, ISBN 01/0998049
e. Ketentuan Umum Pemadam Api dan Keselamatan Eksplorasi dan Produksi No.
2518/Kpts/DR/DU/1971 tertanggal 3 Juli 1971
BAB III
PERSYARATAN PERSYARATAN
3.1
Persyaratan umum
Penerapan
prosedur
tersebut
akan memastikan
konsistensi
dan
P a g e | 65 of 89
Selama tahap engineering, studi HAZID, HAZOP dan QRA harus dijalankan guna
mengidentifikasi semua potensi bahaya dan rekomendasi-rekomendasi sebagai
hasil dari setudi tersebut harus diterapkan.
Mengurangi konsekuensi operator menahan beban isolator yang terlalu berat dan
lama.
2.
3.
Peralatan pelindung diri diharapkan masih dalam keadaan laik digunakan, seperti
tali tambang, pengait, helm, sepatu, dan lain-lain.
4.
Semua dokumen yang hendak ditinjau ulang harus merupakan yang terkini.
5.
P a g e | 66 of 89
BAB IV
TATA LETAK
Dalam merancang tata letak hal utama yang perlu dipertimbangkan adalah upaya
mengurangi atau mengecilkan resiko cedera pada masyarakat, personil, dan lingkungan.
Hukum dan peraturan Indonesia tentang rancangan perlindungan terhadap keselamatan
umum dan perlindungan lingkungan, harus diberi prioritas kepentingan.
P a g e | 67 of 89
Tata letak dan rancangan pengembangan harus sesuai dengan Layout Specification dan
haruslah mencerminkan rekomendasi dari Studi QRA dan panduan dasar yang diberikan
dalam dokumen ini.
Klasifikasi area berbahaya dilakukan dengan tujuan :
Untuk membantu menentukan cara yang tepat dalam menaikkan alat bantu dalam
pemeliharaan isolator.
BAB V
5.1
P a g e | 68 of 89
Jarak tempuh suatu tempat kerja kearah keluar tidak boleh memiliki jarak lebih dari
20 meter
5.2
Keandalan layanan
Daya listrik darurat yang cukup untuk melakukan shutdown secara aman jika
terjadi kecelakaan.
Sistem kelistrikan dan instalasi harus sesuai dengan kode yang berlaku, peraktek
engineering yang aman, serta setandar internasianal, dan harus mengikuti peraturan
pemerintah setempat.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai
temperatur kritis dan bereaksi secara elektris menghasilkan panas, nyala api, cahaya,
P a g e | 69 of 89
asap, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya. Sehingga
PT. PLN (PERSERO) menerapkan sistem perlindungan dan pengendalian kebakaran.
1.2
Tujuan
Tujuan dari dokumen ini adalah menjelaskan mengenai spesifikasi peralatan
perlindungan terhadap kebakaran dan pengendalian kebakaran yang harus
digunakan untuk pemeliharaan isolator saluran transmisi PT. PLN (PERSERO).
1.3
Desain
harus
pula
mentaati
Undang-undang
Indonesia,
peraturan
BAB II
PERLINDUNGAN KEBAKARAN
2.1
P a g e | 70 of 89
dipergunakan bila diperlukan, setelah dikaji-ulang oleh grup Risk Assessment PT. PLN
(PERSERO).
a.
Tahan api (Fire Proofing) dari rangka struktur, ketika terdapat kemungkinan
pengumpulan api (poolfire) hidrokrabon cairan yang menyebabkan
paparan
terhadap api dan kerusakan struktur yang bisa menyebabkan runtuhnya menara
(tower) atau intensifikasi api. Fireproofing dari baja struktur harus dilakukan.
b.
c.
d.
e.
Fire proofing harus memiliki peringkat ketahanan terhadap api minimal 2 jam menurut
uji UL 109. Disain, fabrikasi dan instalasi fireproofing harus mengikuti API 2218
Industrial Risk Insurers IM 2.5.1 Fireproofing for Hydrocarbon fire exposures.
2.2
manusia maupun aset bangunan perlu dijaga dari bahaya yang mengakibatkan
kerusakan sampai kematian.
fasilitas serta peralatan bergantung dari alat pemadam kebakaran. Dengan kata lain
alat pemadam kebakaran sangat dibutuhkan oleh manusia dalam memberikan
kenyamanan.
Untuk itu masalah pemilihan dan penggunaan jenis bahan serta sistem peralatan
pemadam kebakaran sangat perlu mendapat perhatian utama. Pemilihan yang salah
atas pengunaan jenis dan macam bahan pemadam akan sangat merugikan. Disini
tidak diharapkan adanya penggunaan yang tidak sesuai dan salah penempatan dalam
penentuan kebijakan akan sangat berdampak resiko yang besar terhadap kerugian
akibat kebakaran.
Peralatan kebakaran aktif yaitu sebagai berikut :
P a g e | 71 of 89
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Penyusunan dokumen ini bertujuan untuk mendefinisikan kebutuhan akan Alat
Pelindung Diri untuk PT. PLN (PERSERO).
P a g e | 72 of 89
ANSI Z89.1
ANSI Z89.2
ANSI Z87.1
NFPA -1971
NFPA -1976
NFPA -1981
NFPA -1982
NFPA -1991
NFPA -1992
NFPA -1993
Respiratory Protection
Head Protection
Foot Protection
Hand Protection
b.
c.
d.
P a g e | 73 of 89
BAB II
RANCANGAN
Alat pelindung diri berdasarkan standar OSHA No.1910.132, meliputi jenis-jenis perangkat
berikut ini :
a.
Pelindung kepala
b.
P a g e | 74 of 89
c.
Pelindung tangan
d.
Pelindung kaki
e.
Pelindung pendengaran/telinga
Alat pelindung diri yang tercakup dalam spesifikasi ini adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Jumlah barang untuk tiap jenis alat pelindung diri di atas harus disepakati pada tahap
enjinering dasar.
Pengujian mekanik
Jarak antara lapisan luar dan lapisan dalam dibagian puncak ; 4-5 cm
Tidak menyerap air dengan direndam dalam air selama 24 jam. Air yang
diserap kurang 5% beratnya
b.
c.
Pengujian listrik
P a g e | 75 of 89
Tahan terhadap listrik tegangan tinggi diuji dengan mengalirkan arus bolak-balik
20.000 volt dengan frekuensi 60 Hz, selama 3 menit,kebocoran arus harus
lebih kecil dari 9 mA.
Tahan terhadap listrik tegangan rendah, diuji dengan mengalirkan arus bolakbalik 2200 volt dengan frekuensi 60 Hz selama 1 menit kebocoran arus harus
kurang dari 9mA.
Helm pelindung kepala untuk perlindungan terhadap benda jatuh atau melayang harus
sesuai dengan standar ANSI Z89.1-1986, American National Standard for Personnel
ProtectionProtective Headgear for Industrial Workers Requirements.
Helm pelindung kepala dari resiko kejutan atau terbakar akibat listrik tegangan tinggi
harus sesuai dengan standar ANSI Z89.2.
P a g e | 76 of 89
tentang pengujian produk sarung tangan mereka dengan prosedur standar pengujian
untuk jenis resiko tertentu.
2.4
P a g e | 77 of 89
b.
c.
P a g e | 78 of 89
d.
Pelindung wajah yang dilengkapi dengan switch penguat, harness model jaring.
Lensa pelindung wajah haruslah tahan gores (tidak akan berkabut sampai 14%).
Selain itu lensa tersebut juga harus tahan panas dan api, yang tidak boleh kurang
daripada ketebalan kolom air 0.0 mm dan tidak boleh lebih besar daripada
ketebalan kolom air 89 mm di atas tekanan atmosfir.
Perangkat berikut ini sebagai bagian dari peralatan pernapasan harus disimpan di
stasiun pemadam kebakaran.
Pensil penanda.
1-5
1
10
1
1
6
3
1
Number of Employees
6-10
11-50
51-100
1
1
1
20
20
40
2
4
8
2
4
6
6
12
12
6
8
10
2
4
6
101-150
1
40
8
8
12
12
10
P a g e | 79 of 89
disediakan.
b.
a.
b.
c.
Tandu keranjang.
d.
Tandu paraguard.
e.
Tandu Scoop.
f.
Tameng pelindung muka harus sesuai persyaratan NFPA dan harus diuji
dengan metode pengujian NFPA.
P a g e | 80 of 89
Lampu keselamatan harus mempunyai baterai dapat diisi ulang dan harus
ditempatkan di stasiun pemadam kebakaran. Baterai harus mampu diisi ulang
sampai penuh dalam waktu 10 jam.
Lampu keselamatan harus mampu menerangi untuk periode minimal tiga jam.
Sedangkan, modelnya bisa yang dipegang tangan atau dipasang di helm pemakai.
Lampu keselamatan Kelas 1 Divisi 1 yang boleh digunakan. Semua lampu
keselamatan harus dipasangi perlengkapan untuk memudahkan pemasangan
lampu ke baju pemakai, baik pada pinggangnya ataupun pada helmnya.
Kapak Pemadam Kebakaran
Kapak pemadam kebakaran harus mempunyai pegangan pendek dari kayu ash
atau jenis material lain yang terinsulasi dengan baik. Bagian kepalanya harus
dilengkapi spike sebagaimana di pinggiran pemotongnya; selain itu ikat pinggang
tempat sarungnya harus disertakan.
Tali keselamatan dan Harnes
Harnes keselamatan harus dapat disesuaikan ukurannya, dan dilengkapi gantolan
model snap hook dimana tali temali dapat diikatkan atau mudah dilepaskan
dengan aman oleh pemakai. Snap hook harus dibuat dari perunggu atau bahan
yang sesuai lainnya, dan harus mampu menahan beban 75 kg dalam uji
dijatuhkan dari ketinggian satu meter.
Tali penanda anti api dan sinyal harus paling tidak 3 meter lebih panjang daripada
yang dibutuhkan, dari area terbuka dimana terdapat udara segar, bebas dari
segala halangan dalam bentuk pintu atap atau pintu ruangan, atau bagian
manapun dari tempat kerja, pabrik atau lokasi permesinan.
Tali penanda tersebut harus dibuat dari tali kawat baja digalvanisir atau tembaga
dengan breaking strength tidak boleh kurang daripada beban 500 kg dan harus
terbungkus dengan ketebalan paling tidak 32 millimeter oleh hemp atau sarung
lainnya hingga permukaan tali tersebut dapat dipegang dengan kuat meskipun
basah.
c.
b.
Tin snips.
c.
Obeng
P a g e | 81 of 89
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
Palu
k.
l.
Plate scissors
m. Wooden wedges
d.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
Selimut pemadam api selebar 2 meter persegi harus dibuat dari bahan nonasbestos tahan api.
e.
P a g e | 82 of 89
agar air tidak menjadi panas karena matahari. Unit tersebut harus secara
permanen dihubungkan dengan jaringan suplai air yang dapat diminum. Suplai air
tersebut harus sesuai standar ANSI.
Cara mengaktifkan pancuran tersebut haruslah dengan klep tangan, sedangkan
unit pembasuh mata menggunakan pedal kaki atau panel. Valve yang sudah
terbuka, harus tetap terbuka sampai jangka waktu tertentu dimana aliran air
dimatikan secara manual.
Unit shower harus terdiri dari dua bagian suatu unit overhead dengan aliran air
20-35 L/min (kira-kira bertekanan 30-50 psig) dan unit eyewash dengan debit
aliran air 5-8 L/min (tekanan kira-kira 30-50 psig). Eyewash harus mampu
membasuh keseluruhan wajah. Eyewash harus ditempatkan di lokasi tempat
strategis di plant, tempat kerja dan area di luar lokasi.
Unit tersebut haruslah sesuai digunakan untuk lokasi di luar ruangan. Unit tersebut
harus dilengkapi instruksi dalam bahasa Inggris dan Indonesia, pada bahan tahan
air dan diletakkan di bagian yang paling mudah terlihat
BAB III
PERSYARATAN
3.1 Sertifikasi
Semua alat pelindung diri haruslah disertifikasi oleh organisasi pihak ketiga yang
independen, yang akan menentukan bahwa persyaratan keselamatan sudah terpenuhi.
Organisasi sertifikasi harus melakukan uji sebagaimana metode pengujian NFPA
ataupun perubahan terakhirnya.
3.2 Penyelesaian Fabrikasi
P a g e | 83 of 89
Semua peralatan harus terlindung dari kerusakan yang mungkin dapat terjadi selama
transportasi, penyimpanan, instalasi atau pengoperasian.
Persiapan permukaan, penghalusan dan lapisan akhir harus sesuai dengan
persyaratan spesifikasi sistim pengecatan dan pelapisan, dan peralatan haruslah
disesuaikan untuk pemakaian jangka panjang di kondisi iklim tropis.
3.3 Pemberian Label
Vendor harus melengkapi tiap jenis peralatan yang mereka kirimkan dengan tag label
dari bahan stainless steel yang menunjukkan informasi berikut ini.
a.
Nama vendor
b.
Nomor order
c.
d.
Vendor harus menyediakan manual pengoperasian dan pemakaian yang jelas dalam
bahasa Indonesia dan Inggris, juga tag instrumen beserta label identifikasi komponen.
Instruksi, tag dan label haruslah dibuat dalam traffolyte yang digravir dengan huruf
putih berlatar belakang hitam. Plat label tersebut harus dari bahan baja tahan karat
316.
3.4 Gambar dan Dokumentasi yang Diperlukan
Vendor harus menyerahkan semua gambar dan dokumen yang diperlukan dalam
kaitan dengan Prosedur Tender, Pembelian Peralatan dan Material oleh PT. PLN
(PERSERO).
Pihak manufaktur alat pelindung diri harus memberikan paling tidak informasi instruksi
berikut ini mengenai produk mereka:
a.
Informasi pemakaian
b.
Persiapan pemakaian
c.
d.
e.
Manufaktur alat pelindung diri harus menyediakan instruksi dan informasi bersama
dengan setiap garment / baju yang disuplai:
a.
Instruksi pembersihan,
b.
Kriteria perawatan,
c.
Metode perbaikan,
P a g e | 84 of 89
d.
Informasi jaminan,
e.
Pihak manufaktur alat pelindung diri harus menyediakan material pelatihan yang
menunjukkan hal-hal berikut, namun tidak terbatas pada:
3.5
a.
Pertimbangan keamanan,
b.
Kondisi penyimpanan,
c.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Untuk mengetahui kesiagaan personel pada saat pe,eliharaan isolator saluran
transmisi PT. PLN (PERSERO) dalam menghadapi situasi darurat yang menyebabkan
kerusakan lingkungan serta kematian manusia dalam jumlah besar.
Kesiagaan dalam situasi darurat hanya dapat dilakukan dengan pelatihan terus
menerus, simulasi simulasi di lapangan, pemeliharaan alat alat secara prima, dan
uji coba alat alat secara periodik.
P a g e | 85 of 89
1.3 Aplikasi
Tanggap darurat diaplikasikan pada semua lokasi yang beroperasi. Fasilitas evakuasi
harus disediakan dengan peralatan yang cukup dan memadai, serta menyediakan rute
penyelamatan diri untuk mempercepat proses evakuasi ke tempat perlindungan yang
aman. Jalan keluar harus ditandai dengan jelas dan rute alternatif harus tersedia.
Latihan dalam kesiapsiagaan darurat harus dilakukan pada frekuensi sepadan dengan
risiko proyek, setidaknya jadwal latihan berikut harus dilaksanakan :
Latihan evakuasi dan pelatihan untuk jalan keluar dari fasilitas dalam kondisi
cuaca , waktu dan hari yang berbeda;
mengetahui
jenis-jenis
dampak
dan
sumbernya
dan
skenario
prosedur
tanggapan
(rincian
respon
peralatan,
lokasi,
prosedur,
P a g e | 86 of 89
BAB II
RENCANA TANGGAP DARURAT
P a g e | 87 of 89
Sistem Komunikas
Sumber darurat
Peranan dan tanggung jawab orang orang yang ada di dalam lokasi produksi
pada saat situasi darurat harus didefinisikan dengan jelas.
b.
Bagan dari peralatan darurat yang tinggi untuk fasilitas produksi yang bermasalah
harus digambarkan secara umum.
c.
Informasi yang jelas seperti bagaimana sebuah fasilitas harus memiliki ventilasi
yang baik dalam suatu situasi tak terkendali.
d.
Uraian yang jelas mengenai kejadian yang disebut darurat, mereka termasuk
tetapi tidak dibatasi pada kejadian berikut:
Badai besar
Tubrukan helikopter
Bahaya radiasi
P a g e | 88 of 89
e.
Kerusuhan lokal
Menyiapkan rencana darurat situasi spesifik untuk semua kasus misalnya sour
gas akan ditemukan dan mungkin diperlukan dalam keadaan lain seperti dianggap
perlu.
Karyawan akan menjadi Komadan di lokasi sampai personil lebih senior tiba di
lokasi dan mampu mengambil alih tanggung jawab, dalam keadaan darurat,
b.
c.
Rencana Tanggap Darurat Lokal harus terus diperbaharui oleh Manajemen Lokal.
BAB III
PENERAPAN DAN PELATIHAN
3.1 Penerapan
1.
Membuat daftar sumber kondisi darurat selengkap mungkin. Semua bagian harus
terwakili.
2.
Mendiskusikan
dengan
seluruh
departemen
untuk
menentukan
tingkatan
bahayanya, termasuk cara penangannya dan sumber daya yang dimiliki saat ini.
P a g e | 89 of 89
Melengkapi sarana-sarana yang belum lengkap, prosedur-prosedur, dan pelatihanpelatihan yang diperlukan. Dalam banyak kasus anda mungkin perlu memanggil
ahli di bidang ini.
3.
Membuat rencana tanggap darurat (atau prosedur) sesuai dengan hasil analisa
gap tersebut di atas berupa struktur komando, jadual latihan, daftar alat darurat
dan perawatannya, serta jalur komunikasi.
3.2 Pelatihan
1.
Uji coba setiap keadaan darurat dan memperbaiki rencana tanggap darurat jika
sesuai. Jika perlu diperlukan audit khusus terhadap kinerja rencana dan tanggap
darurat.Pengenalan terhadap jenis dan penyebab bahaya bahaya yang timbul
2.
Pelatihan Rencana Tanggap Darurat Lokal harus diadakan dalam rentang yang
teratur jika dirasakan perlu; untuk memastikan bahwa semua personil perusahaan
mengetahui bagaimana caranya menggunakan rencana dan bereaksi dalam
keadaan darurat. Para karyawan harus terlatih dalam fungsi-fungsi penting.
Pelatihan khusus harus diberikan kepada orang-orang terpilih yang bertanggung
jawab untuk fungsi khusus.
3.
Pelatihan dan peninjauan ulang harus dilaksanakan tiap tahun kedua atau ketika
terjadi
perubahan-perubahan
yang
penting
dalam
operasi
dan
rencana
keseluruhan.
4.
Rencana Tanggap Darurat yang berisi antara lain: Daftar kondisi darurat,
Daftar peralatan kondisi darurat, Daftar telepon orang-orang penting termasuk
rumah sakit, Rencana pelatihan dan uji coba kondisi darurat termasuk
skenario latihan.