Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan Hidup (K3LH) dan budaya kerja
industri
CP : Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan Hidup (K3LH) dan budaya
kerja industri
Pada akhir fase E peserta didik mampu menerapkan K3LH dan budaya kerja industri, antara lain:
praktik praktik kerja yang aman, bahaya-bahaya di tempat kerja, prosedur-prosedur dalam
keadaan darurat, penerapan budaya kerja industri, seperti 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat,
Rajin), dan etika kerja
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini peserta pelatihan diharapkan mampu:
✓ Memahami dan menerapkan Prosedur K3LH
✓ Mengidentifikasi potensi bahaya di Tempat Kerja
✓ Memahami cara mencegah kebakaran dan menerapkan penggunaan APAR
✓ Memahami dan menggunakan Alat pelindug diri
✓ Menerapkan Prosedur dalam penanganan keadaan darurat
✓ Memahami dan menerapkan Budaya kerja dan 5 R
B. Uraian Materi
Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan yang baik pada orang yang bekerja. Mengurangi kecelakaan
dan penyebaran penyakit dengan mematuhi/taat pada hukum dan aturan keselamatan dan
kesehatan kerja tercemin pada sikap menuju keselamatan di tempat kerja
Tempat-tempat kerja tersebar pada segenap kegiatan (ekonomi Industri, pertambangan,
perhubungan, pekerjaan umum, pelayanan jasa, pertanian dan lain-lain) yang menyangkut
proses produksi dan distribusi barang maupun jasa.
Keselamatan kerja berkaitan dengan mesin, peralatan kerja, bahan dan proses
pengolahannya, tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melaksanakan
pekerjaan.
Keselamatan kerja yang tidak baik akan mengundang resiko kecelakaan bagi tenaga kerja,
peralatan/mesin kerja dan orang lain serta lingkungan kerja, oleh karena itu keselamatan
kerja merupakan tanggung jawab semua orang yang terlibat dalam suatu pekerjaan
1
sehingga keselamatan kerja merupakan tugas dari, oleh dan untuk setiap tenaga kerja dan
orang lain.
Keselamatan kerja akan semakin penting artinya terutama untuk penerapan teknologi,
khususnya teknologi yang lebih maju.
Keselamatan dan kesehatan kerja profesi dalam otomotif merupakan usaha pencapaian
keselamatan dan kesehatan kerja dalam suatu profesi pekerjaan keahlian mekanik otomotif
dalam bengkel kerja otomotif.
Tujuan dari keselamatan kerja sesuai dengan NO.1 tahun 1970 pasal 3 adalah sebagai
berikut :
2
• Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
• Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
• Mencegah dan mengurangi peledakan.
• Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau
kejadian lain yang berbahaya.
• Memberi pertolongan pada kecelakaan.
• Memberi alat pertolongan diri pada kecelakaan.
• Mencegah dan mengendalikan timbulnya atau menyebarluasnya suhu, kelembaban,
debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau
getaran.
• Mencegah atau mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja, baik fisik maupun
psikis dan penularan infeksi.
• Memperoleh penerangan yang cukup sesuai.
• Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara yang baik.
• Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
• Memelihara kebersihan kesehatan dan ketertiban.
• Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya.
• Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.
• Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
3
terhentinya proses produksi untuk beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja,
mempengaruhi sikap mental pekerja di tempat tersebut dan lain-lainnya, biaya-biaya
sebagai akibat kecelakaan langsung maupun tidak langsung cukup atau sangat besar.
• Tingkat keselamatan yang tinggi akan menciptakan kondisi-kondisi mendukung
kenyamanan serta kegairahan kerja sehingga faktor manusia bisa diserasikan dengan
tingkat efisiensi sistim yang tinggi.
• Keselamatan kerja yang dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dengan peran serta
Pengusaha dan Buruh/tenaga kerja akan membawa iklim keamanan dan ketenangan
kerja sehingga dapat membantu bagi hubungan Pengusaha (Instansi Pengelola Usaha)
dan Tenaga kerja yang menjadi landasan kuat bagi terciptanya kelancaran produksi.
• Perlindungan tenaga kerja yang meliputi keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral
kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama akan
meningkat, motivasi kerja yang baik dan juga dapat meningkatkan produktifitas kerja.
4
Rambu-rambu Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Yang dimaksudkan dengan rambu-rambu dalam laboratorium adalah semua bentuk
peraturan yang dituangkan dalam bentuk : Gambar-gambar/poster, Tulisan/ logo/
semboyan/motto, Simbol-simbol. Rambu dalam workshop yang sering dipasang adalah :
Rambu Larangan, Rambu Peringatan, Rambu Pertolongan, Rambu Prasyarat. Keempat
rambu tersebut diatas sangatlah penting untuk dipahami dan disosialisasikan, disamping itu
dalam kesehariannya perlu adanya contoh sebelum peserta memasuki areal tempat kerja.
Pemasangan tanda isyarat yang dikenal dengan rambu - rambu di tempat kerja sangatlah
penting karena sebagai fungsi kontrol guna memberikan informasi yang jelas apa yang
harus diketahui dan dipersiapkan pada daerah tersebut.
b. Landasan Hukum
• Undang-undang no 1 Tahun 1970 Pasal 14b.
• “Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja
yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan
kerja “
• Permenaker No. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Kriteria audit 6. 4. 4.
6
perlu adanya penjelasan pengetahuan tentang simbol, kode tentang tanda yang akan
dipasang sebagai rambu-rambu dengan standar internasional.
Pemasangan rambu harus mengikuti etika standar rambu – rambu keselamatan dan
kesehatan kerja yang berlaku, dan dapat dipahami secara internasional, tidaklah asal pasang
karena jika kita salah pasang, bisa saja yang tadinya kita ingin pekerja selamat malah
membuat mereka berada dalam suatu resiko atau bahaya. Untuk memilih rambu yang tepat,
kita perlu melihat kegiatan yang sedang di lakukan dengan memperhitungkan :
• Mengidentifikasi bahaya;
• Menentukan kontrol apa yang dibutuhkan; dan
• Menentukan jenis rambu dan indikator apa yang perlu digunakan.
Rambu – rambu K3 pada umumnya terdiri dari beberapa simbol atau kode yang menyatakan
kondisi yang perlu mendapat atensi bagi siapa saja yang ada dilokasi tersebut. Guna
mempertegas suatu tanda atau rambu, dalam pelaksanaannya dibedakan dalam bentuk
warna-warna dasar yang sangat menyolok dan mudah dikenali. Warna yang dipasang pada
setiap rambu berupa warna :
• Warna Merah - tanda Larangan ( Pemadam Api )
• Warna Kuning - tanda Peringatan atau Waspada atau beresiko bahaya
• Warna Hijau - tanda zona aman atau pertolongan
• Warna Biru - tanda wajib ditaati atau prasyarat
• Warna Putih - tanda informasi umum
• Warna oranye - tanda beracun
Warna – warna tersebut diatas merupakan warna dasar sebagai latarbelakang (background),
sedangkan gambar atau logo/simbol di atas warna dasar tersebut merupakan warna kontras.
Menurut standar yang berlaku secara internasional berupa warna putih atau hitam.
Adapun bentuk – bentuk kombinasi warna dasar dan tulisan dasar rambu K3 yang perlu
dipahami adalah seperti dalam tabel sbb:
7
Penggunaan bentuk rambu yang memuat tanda – tanda atau simbol ada 3 (tiga) bentuk dasar
yaitu :
• Bentuk Bulat - Wajib atau bentuk larangan
• Segitiga - tanda peringatan
• Segi Empat - darurat, informasi dan tanda tambahan
8
Gambar .Rambu – Rambu di Laboratorium/Workshop
Kita ketahui bahwa rambu-rambu keselamatan penting untuk ditaati dan dipatuhi agar kita
semua terhindar dari kecelakaan. http://www.code-knacker.de/sicherheitszeichen.htm.
Berikut ini beberapa gambar dan penjelasan rambu-rambu.
Rambu Larangan
Rambu ini adalah rambu yang memberikan larangan yang wajib ditaati kepada siapa saja
yang ada di lingkungan itu harus mematuhinya, tanpa ada pengecualian. Adapun larangan
yang harus ditaati adalah sesuai dengan rambu gambar atau informasi yang terpasang
(Unfallverhutung – sicherheitzeichen). Ciri-ciri rambu larangan yang sering ditemui yaitu
bentuk bulat, latar belakang berwarna putih, dan logo berwarna hitam, dengan lingkaran
terpotong berwarna merah sebagai berikut.
9
Gambar Rambu - rambu
Rambu Peringatan
Rambu ini adalah rambu yang memberikan peringatan yang perlu diperhatikan kepada siapa
saja yang ada di lingkungan itu karena dapat mengakibatkan kejadian yang tidak
diinginkan. Adapun Peringatan yang perlu diikuti adalah sesuai dengan rambu gambar atau
informasi yang terpasang. Ciri-ciri rambu peringatan yang sering ditemui yaitu bentuk
segitiga, latar belakang berwarna kuning, dan logo/gambar
10
Gambar Rambu Prasyarat/ Wajib Dilaksanakan
Rambu ini adalah rambu yang memberikan persyaratan dilaksanakan kepada siapa saja
yang ada di lingkungan itu karena prasyarat tersebut merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan. Adapun Prasyarat yang perlu dilaksanakan adalah sesuai dengan rambu
tergambar atau informasi yang terpasang. Ciri-ciri rambu prasyarat/kewajiban yang sering
ditemui yaitu bentuk bulat, latar belakang berwarna biru, dan logo/gambar berwarna putih.
11
Gambar Rambu pertolongan
Rambu Pertolongan
Rambu ini adalah rambu yang memberikan bantuan/pertolongan serta arah yang ada di
lingkungan itu karena arah/pertolongan tersebut merupak petunjuk arah yang harus diikuti
siapa saja terutama bila terjadi kondisi darurat.
Adapun rambu pertolongan atau petunjuk arah tersebut dipasang pada tempat yang strategis
dan mudah terlihat dengan jelas. Ciri-ciri rambu pertolongan atau petunjuk arah tersebut
berbentuk segi empat dengan warna dasar hijau dan logo/gambar warna putih
12
13
Strategi Penerapan
Setiap dunia usaha sewajarnya memiliki strategi yang dapat memperkecil bahkan
menghilangkan kejadian kecelakaan dan penyakit akibat kerja sesuai kondisi tempat
kerjanya. Strategi yang perlu diterapkan meliputi
• Manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam menghadapi
kejadian kecelakaan kerja.
• Manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang K3 bersifat formal ataukah
informal.
• Pihak manajemen dapat menggunakan tingkat penerapan K3 yang optimal sebagai
faktor promosi perusahaan kekhalayak luas.
Menurut OSHA, unsur penting dalam setiap program keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
yang efektif adalah melaksanakan identifikasi bahaya dan penilaian risiko yang proaktif dan
berkelanjutan.
Identifikasi bahaya dan penilaian risiko merupakan salah satu tahap perencanaan dalam
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang diwajibkan dalam
standar ISO 45001:2018 maupun standar PP No.50 Tahun 2012 terkait SMK3.
Sesuai ISO 45001:2018, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan pengurus dan
pekerja dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian risiko di tempat kerja, di
antaranya:
• Aktivitas rutin dan non-rutin di tempat kerja.
• Aktivitas semua pihak yang memasuki tempat kerja termasuk kontraktor, pemasok,
pengunjung, dan tamu.
• Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya.
• Bahaya dari luar lingkungan tempat kerja.
• Bahaya yang timbul di tempat kerja, meliputi:
14
Langkah Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Sesuai Standar OSHA
Sistem manajemen K3 yang baik tidak hanya melihat salah satu bahaya dan pengendalian
saja, tapi membuat sebuah sistem atau prosedur yang tepat yang memungkinkan semua
bahaya dan risiko di tempat kerja teridentifikasi dan pengendaliannya dilaksanakan secara
berkelanjutan.
Berikut langkah-langkah identifikasi bahaya dan penilaian risiko berdasarkan standar
OSHA, di antaranya:
a. Kumpulkan semua informasi mengenai bahaya yang ada di tempat kerja
Kumpulkan, atur, dan tinjau segala informasi tentang bahaya di tempat kerja untuk
menentukan potensi bahaya yang mungkin ada atau kemungkinan pekerja terpapar atau
berpotensi terpapar bahaya tersebut.
Informasi terkait bahaya yang tersedia di tempat kerja biasanya meliputi:
• Panduan manual pengoperasian mesin dan peralatan.
• Material Safety Data Sheet (MSDS) yang disediakan oleh produsen bahan kimia.
• Laporan inspeksi langsung di lapangan dan laporan inspeksi dari lembaga pemerintah
atau tim audit.
• Catatan kecelakaan dan penyakit akibat kerja sebelumnya, serta laporan investigasi
kecelakaan kerja.
• Catatan dan laporan kompensasi pekerja yang mengalami kecelakaan atau terkena
penyakit akibat kerja.
• Pola kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang sering terjadi.
• Hasil pemantauan terkait paparan, penilaian kebersihan industri (industrial hygiene),
dan rekam medis pekerja.
• Program K3 yang ada mencakup lockout/tagout, ruang terbatas, proses manajemen
keselamatan, alat pelindung diri (APD) dll.
• Saran dan masukan dari pekerja, termasuk survei atau notulen pada pertemuan komite
K3.
• Hasil analisis Job Hazard Analysis (JHA), juga dikenal sebagai Job Safety Analysis
(JSA).
15
b. Lakukan inspeksi secara langsung untuk menemukan potensi bahaya yang ada di
tempat kerja
Kemungkinan besar bahaya akan muncul seiring dengan adanya perubahan area/proses
kerja, mesin atau peralatan tidak memadai, pengabaian tindakan pemeliharaan/perbaikan,
atau tata graha yang tidak terlaksana dengan baik.
Meluangkan waktu untuk memeriksa area kerja secara langsung dan berkala dapat
membantu Anda mengidentifikasi adanya bahaya baru atau bahaya yang timbul berulang
kali, untuk segera dilakukan pengendalian sebelum terjadi kecelakaan kerja.
• Lakukan inspeksi rutin terhadap semua operasi kerja, peralatan, area kerja, dan segala
fasilitas yang terdapat di area kerja.
• Libatkan pekerja untuk ikut berpartisipasi dalam inspeksi dan lakukan diskusi dengan
para pekerja tentang bahaya apa saja yang mereka temukan di tempat kerja atau yang
mereka laporkan.
• Dokumentasikan setiap inspeksi yang dilakukan untuk mempermudah verifikasi
bahaya yang sudah dikendalikan atau diperbaiki. Hasil dokumentasi dapat berupa form,
foto atau video pada area kerja yang terdapat potensi bahaya.
• Inspeksi yang dilakukan mencakup semua bidang dan kegiatan, seperti penyimpanan
dan pergudangan, pemeliharaan fasilitas dan peralatan, dan kegiatan kontraktor,
subkontraktor dan pekerja sementara di tempat kerja
• Periksa alat-alat berat/ transportasi yang digunakan secara rutin
• Gunakan formulir inspeksi potensi bahaya yang telah disediakan. Inspeksi biasanya
mencakup potensi bahaya yang sering terjadi di area kerja, di antaranya:
❖ Tata graha secara umum
❖ Terpeleset, tersandung, dan jatuh
❖ Bahaya listrik
❖ Bahaya dari peralatan
❖ Kebakaran dan ledakan
❖ Bahaya dari proses/praktik kerja
❖ Kekerasan di tempat kerja
❖ Ergonomi
❖ Prosedur tanggap darurat yang tidak memadai atau bahkan tidak tersedia.
16
• Sebelum mengubah operasi, lokasi kerja, atau alur kerja; membuat perubahan besar
pada organisasi; atau memperkenalkan peralatan, material, atau proses kerja yang baru,
sebaiknya diskusikan dengan pekerja dan lakukan evaluasi perubahan yang
direncanakan dengan mempertimbangkan bahaya dan risiko terkait.
Catatan:
Banyak bahaya yang dapat diidentifikasi menggunakan metode sederhana. Pekerja dapat
menjadi sumber informasi utama dan sangat berguna dalam identifikasi bahaya, terutama
jika mereka dilatih tentang cara mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko.
Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan atau cedera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya.
Risiko adalah kombinasi atau konsekuensi suatu kejadian yang berbahaya dan peluang
terjadinya kejadian tersebut.
Potensi bahaya kesehatan tersebut mencakup faktor kimia (pelarut, perekat, cat, debu
beracun, dll.), faktor fisik (kebisingan, penerangan, getaran, iklim kerja, dll.), bahaya
biologis (penyakit menular), dan faktor ergonomi (tugas monoton/berulang, postur
canggung, angkat berat, dll.).
Meninjau rekam medis pekerja dapat membantu Anda dalam mengidentifikasi bahaya
kesehatan yang terkait dengan paparan di tempat kerja.
• Identifikasi bahaya kimia. Lakukan peninjauan pada MSDS dan label produk untuk
mengidentifikasi bahaya bahan kimia yang digunakan di tempat kerja Anda.
• Identifikasi seluruh aktivitas yang dapat mengakibatkan luka pada kulit akibat paparan
bahan kimia berbahaya/ bahan kimia masuk ke dalam tubuh melalui penyerapan pada
kulit.
17
• Identifikasi bahaya fisik. Mengidentifikasi paparan kebisingan yang berlebihan (di atas
85dB), suhu ekstrem (dalam atau luar ruangan), atau sumber radiasi (bahan radioaktif,
sinar-X, atau radiasi frekuensi radio).
• Identifikasi bahaya biologis. Perhatikan apakah pekerja berpotensi terkena sumber-
sumber penyakit menular, jamur, bersumber dari hewan (bulu atau kotoran) yang
mampu menimbulkan reaksi alergi atau asma akibat kerja.
• Identifikasi bahaya ergonomi. Memeriksa seluruh tahapan aktivitas kerja yang
membutuhkan pengangkatan berat, pengangkatan manual, gerakan berulang, atau
tugas yang berpotensi menimbulkan getaran yang signifikan.
• Lakukan penilaian paparan secara kuantitatif. Bila memungkinkan, gunakan
pemantauan dan pengukuran paparan secara langsung menggunakan alat khusus.
• Lakukan peninjauan rekam medis untuk mengidentifikasi kasus cedera pada
muskuloskeletal, iritasi kulit atau dermatitis, gangguan pendengaran akibat bising
(GPAB), atau penyakit paru-paru yang terkait dengan paparan di tempat kerja.
d. Lakukan investigasi pada setiap insiden yang terjadi
Insiden di tempat kerja termasuk kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, near-misses dan
laporan tentang bahaya lainnya memberikan indikasi yang jelas tentang di mana bahaya
berada.
Dengan menyelidiki insiden dan membuat laporan secara menyeluruh, Anda akan dengan
mudah mengidentifikasi bahaya yang kemungkinan besar akan mengakibatkan sesuatu
yang fatal di masa mendatang. Tujuan investigasi adalah untuk menemukan akar penyebab
insiden atau faktor-faktor yang memengaruhi bahaya, agar kejadian serupa tidak terulang
kembali.
• Kembangkan rencana dan prosedur yang jelas untuk melakukan investigasi insiden,
sehingga penyelidikan dapat dimulai dengan segera ketika terjadi insiden. Rencana-
rencana tersebut harus mencakup ha-hal seperti:
❖ Siapa yang akan terlibat.
❖ Bagaimana alur komunikasinya.
❖ Bahan, peralatan, dan perlengkapan apa saja yang dibutuhkan.
18
❖ Bagaimana dengan formulir dan template laporan investigasinya. Latih tim
investigasi tentang teknik investigasi insiden, pemahaman yang menekankan
objektivitas, dan keterbukaan pikiran selama proses penyelidikan.
• Lakukan investigasi bersama dengan tim yang kompeten, mencakup perwakilan dari
manajemen dan pekerja.
• Lakukan investigasi pada setiap near-misses atau kejadian hampir celaka yang terjadi.
• Identifikasi dan analisis akar penyebab untuk mengetahui kelemahan program K3 yang
menjadi dasar kemungkinan terjadinya insiden.
• Komunikasikan hasil investigasi kepada manajer, supervisor, dan pekerja untuk
mencegah kejadian serupa terulang kembali.
• Investigasi insiden yang efektif tidak berhenti pada identifikasi satu faktor pemicu insiden
saja. Tim investigasi biasanya akan mengajukan pertanyaan, "Kenapa?" dan "Apa yang
menjadi penyebab insiden?"
Misalnya jika ditemukan akar penyebab kecelakaan ada pada peralatan, penyelidikan yang
baik tentu akan menimbulkan pertanyaan: "Mengapa peralatan tidak memadai?", "Apakah
peralatan dipelihara dengan baik?" dan "Bagaimana kecelakaan serupa seharusnya dapat
dicegah?"
Demikian pula, investigasi kecelakaan yang baik bukan mencari siapa yang salah dalam
insiden, tetapi bagaimana memperbaiki kesalahan tersebut agar kejadian serupa tidak
terulang kembali.
Catatan:
Sesuai regulasi PERMENAKER No. PER.03/MEN/1998 tentang tata cara pelaporan dan
pemeriksaan kecelakaan, laporan kecelakaan kerja dari pimpinan unit perusahaan
selanjutnya disampaikan kepada Departemen Tenaga Kerja setempat dalam waktu 2x24
jam. Dapat disampaikan secara lisan sebelum dilaporkan secara tertulis.
e. Lakukan identifikasi bahaya yang terkait dengan situasi darurat dan aktivitas non-
rutin
Perlu Anda pahami, keadaan darurat dapat menghadirkan bahaya yang bisa menimbulkan
risiko serius bagi pekerja. Aktivitas non-rutin, seperti inspeksi, pemeliharaan, atau
perbaikan juga dapat menghadirkan potensi bahaya. Rencana dan prosedur perlu
19
dikembangkan untuk merespons secara tepat dan aman terhadap bahaya yang dapat diduga
terkait dengan keadaan darurat dan aktivitas non-rutin.
Identifikasi kemungkinan bahaya yang dapat timbul dari setiap tahapan aktivitas ketika
keadaan darurat dan aktivitas non-rutin, dengan mempertimbangkan jenis material dan
peralatan yang digunakan serta lokasi kerjanya. Potensi bahaya biasanya timbul ketika:
❖ Kebakaran dan ledakan
❖ Penggunaan bahan kimia berbahaya
❖ Tumpahan bahan kimia berbahaya
❖ Start up (menghidupkan mesin) setelah shut down (mematikan mesin) yang
direncanakan atau tidak direncanakan
❖ Aktivitas-aktivitas non-rutin, seperti jarang melakukan aktivitas pemeliharaan
❖ Wabah penyakit
❖ Keadaan darurat akibat cuaca atau bencana alam
❖ Darurat medis
❖ Kekerasan di tempat kerja.
20
Kebakaran dan pencegahannya
Kebakaran di suatu tempat sangat merugikan, baik secara pribadi, kelompok, umum
maupun nasional, oleh karena itu perlu dihindari terjadinya suatu kebakaran. Hal ini juga
bisa terjadi di tempat kerja kita, di sekolah sehingga setiap warga sekolah harus mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang pengetahuan dan cara pencegahan bahaya kebakaran.
Apabila hal ini tidak mungkin dihindari, maka perlu adanya penanggulangan yang
memerlukan peralatan-peralatan proteksi yang memadai.
Bila kebakaran tersebut menimpa fasilitas publik misalnya sekolah kita, maka kecelakaan
akibat kebakaran memerlukan waktu yang relatif lama, belum lagi kerugian yang mustahil
direcovery seperti arsip, media pembelajaran, peralatan lab/workshop, raport atau mungkin
ijazah dan lain sebagainya. Oleh karena itu mencegah terjadinya kebakaran merupakan
pilihan utama dalam teknologi penanggulangan kebakaran.
Kebakaran adalah proses persenyawaan kimia secara cepat antara zat pembakar (O2)
dengan bahan bakar (padat, cair dan gas ) ditambah dengan panas. Zat pembakar (O2)
diperoleh dari udara di sekeliling kita, dimana udara mempunyai unsur kimia sebagai
berikut : Nitrogen : 71 %, Oxigen : 21 %, Helium atau unsur lain : 1%
Terjadinya kebakaran dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti : kelalaian manusia,
perbuatan sengaja, main-main, akibat panas mekanik, akibat penyalaan yang tiba-tiba dari
gas mudah terbakar, akibat arus listrik, akibat penyalaan sendiri dari sinar matahari yang
difokuskan, akibat petir, dan lain-lain.
Teori Segitiga Api / Triangle of Fire
Teori segitiga api merupakan suatu proses terjadinya pembakaran dimana pada teori ini ada
3 faktor penentu yaitu
HEAT / PANAS
21
Sehingga pada saat terjadinya pembakaran maka ke 3 unsur pokok tersebut menjadi satu
kesatuan dalam jumlah perbandingan yang tertentu untuk dapat terjadi suatu proses yang
disebut pembakaran.
Jenis Kebakaran
Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Per. 04/Men/1980 tanggal 14 April 1980 Tentang syarat-syarat Pemasangan
dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Klasifikasi tersebut adalah sebagai
berikut.
(1) Klas A: Bahan bakar padat (bukan logam)
(2) Klas B: Bahan bakar cair atau gas yang mudah terbakar
(3) Klas C: Instalasi listrik bertegangan
(4) Klas D: Kebakaran logam
Pencegahan kebakaran
Karena Kebakaran merupakan kejadian yang dapat menimbulkan kerugian pada jiwa,
peralatan lab/workshop, arsip, raport, ijazah dan sebagainya serta pencemaran lingkungan
kerja. Khususnya pada kejadian kebakaran yang besar dapat melumpuhkan bahkan
memberikan kerugian yang sangat besar. Untuk mencegah hal ini maka perlu dilakukan
upaya-upaya pencegahan penanggulangan kebakaran.
a. Fire Alarm
Pada umumnya alat ini berbentuk bundar atau persegi empat berwarna merah dan memakai
kaca disertai alat pemukul. Pada alat ini bertulisan IN CASE OF FIRE BREAK GLASS
dan pada umumnya dipasang di setiap bangunan bengkel. Bila kaca penutup bel
22
dipecahkan, maka berderinglah dengan terus-menerus lonceng bahaya ini sebagai tanda
adanya kebakaran.
b. Fire Lock ( Safety Sequrity )
Fire lock berupa papan dari pelat baja. Pada alat ini dapat terlihat dengan jelas tanda-tanda
warna yang disesuaikan dengan bangunan-bangunan bengkel. Bila terjadi kebakaran di
salah satu bengkel, maka menyalalah warna sebagai tanda di bengkel itu. Pemasangan
papan tanda warna atau fire lock ini berdekatan dengan fire alarm.
c. Lonceng Besi
Lonceng ini dapat dibuat dari potongan besi yang digantungkan. Bila terjadi kebakaran
hendaknya dipukul 2 kali berulang-ulang sebagai tanda pemberitahuan.
d. Photoelectric Detector
Photoelectric detector adalah alat untuk mendeteksi adanya api.
e. Dengan lisan atau suara,
Hal ini digunakan untuk meminta pertolongan dari orang yang berada di tempat itu atau
dari petugas-petugas keamanan, berteriak memberitakan adanya kebakaran dan memohon
bantuan.
Pada zaman dahulu sebelum terdapat alat-alat dan bahan-bahan pemadam api kebakaran
hasil penemuan baru, telah digunakan alat-alat dan bahan pemadam api kebakaran yakni :
tangga untuk memanjat dan mencapai bahan yang terbakar, tongkat berkait untuk menarik
dan mendorong agar bangunan yang sedang terbakar runtuh, pasir dengan sekopnya untuk
menimbun sumber nyala api supaya segera padam atau karung goni yang dibasahi air.
Tetapi tidak semua api yang dapat dipadamkan dengan satu jenis pemadam kebakaran. Air
dan pasir/tanah adalah bahan murah dan paling baik untuk memadamkan api, tetapi tidak
dapat digunakan pada segala macam kebakaran, air boleh dipakai untuk memadamkan
kebakaran yang disebabkan kayu, kertas, kain, plastik dan benda-benda sejenisnya.
Sedangkan untuk kebakaran jenis minyak sebaiknya menggunakan bahan kimia yang sudah
tersedia dalam tabung-tabung extinguisher dan dijual di toko-toko alat pemadam kebakaran,
alat ini biasa disebut dengan alat pemadam api ringan (APAR).
23
APAR dapat berupa tabung jinjing, gendong maupun beroda. Berbagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa APAR berhasil menanggulangi sekitar 30 % kejadian kebakaran. Oleh
karena sifatnya yang hanya dapat menanggulangi kebakaran awal dan mudah dipergunaka
oleh satu orang maka APAR biasanya hanya mempunyai durasi semprot yang relatif singkat
(dalam bilangan menit).
Jenis-jenis APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
Berdasarkan Bahan pemadam api yang digunakan, APAR (Alat Pemadam Api Ringan)
dapat digolongkan menjadi beberapa Jenis. Diantaranya terdapat 4 jenis APAR yang paling
umum digunakan, yaitu :
Alat Pemadam Api (APAR) Air / Water
APAR Jenis Air (Water) adalah Jenis APAR yang disikan oleh Air dengan tekanan tinggi.
APAR Jenis Air ini merupakan jenis APAR yang paling Ekonomis dan cocok untuk
memadamkan api yang dikarenakan oleh bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas,
Kain, Karet, Plastik dan lain sebagainya (Kebakaran Kelas A). Tetapi akan sangat
berbahaya jika dipergunakan pada kebakaran yang dikarenakan Instalasi Listrik yang
bertegangan (Kebakaran Kelas C).
24
Alat Pemadam Api (APAR) Busa / Foam (AFFF)
APAR Jenis Busa ini adalah Jenis APAR yang terdiri dari bahan kimia yang dapat
membentuk busa. Busa AFFF (Aqueous Film Forming Foam) yang disembur keluar akan
menutupi bahan yang terbakar sehingga Oksigen tidak dapat masuk untuk proses
kebakaran. APAR Jenis Busa AFFF ini efektif untuk memadamkan api yang ditimbulkan
oleh bahan-bahan padat non-logam seperti Kertas, Kain, Karet dan lain sebagainya
(Kebakaran Kelas A) serta kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan cair yang mudah
terbakar seperti Minyak, Alkohol, Solvent dan lain sebagainya (Kebakaran Jenis B).
APAR Jenis Serbuk Kimia atau Dry Chemical Powder Fire Extinguisher terdiri dari serbuk
kering kimia yang merupakan kombinasi dari Mono-amonium dan ammonium sulphate.
Serbuk kering Kimia yang dikeluarkan akan menyelimuti bahan yang terbakar sehingga
25
memisahkan Oksigen yang merupakan unsur penting terjadinya kebakaran. APAR Jenis
Dry Chemical Powder ini merupakan Alat pemadam api yang serbaguna karena efektif
untuk memadamkan kebakaran dihampir semua kelas kebakaran seperti Kelas A, B dan C,
APAR Jenis Dry Chemical Powder tidak disarankan untuk digunakan dalam Industri karena
akan mengotori dan merusak peralatan produksi di sekitarnya. APAR Dry Chemical
Powder umumnya digunakan pada mobil.
APAR Jenis Karbon Dioksida (CO2) adalah Jenis APAR yang menggunakan bahan Karbon
Dioksida (Carbon Dioxide/ CO2) sebagai bahan pemadamnya. APAR Karbon Dioksida
sangat cocok untuk Kebakaran Kelas B (bahan cair yang mudah terbakar) dan Kelas C
(Instalasi Listrik yang bertegangan).
26
Kita perlu mengetahui kelas-kelas (golongan) kebakaran atau sumber penyebab terjadinya
api supaya jenis APAR yang dipergunakan efektif dalam mengendalikan kebakaran
tersebut. Sesuai dengan Permenaker No. Per-04/MEN/1980, kelas atau golongan kebakaran
dibagi menjadi 4 golongan yaitu Golongan A, B, C dan D seperti yang sudah dijelaskan di
atas.
Berikut ini adalah Kelas atau Golongan Kebakaran beserta Jenis APAR yang efektif untuk
memadamkannya :
– Kebakaran Kelas A
Kebakaran Kelas A merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan padat
non-logam seperti Kertas, Plastik, Kain, Kayu, Karet dan lain sebagainya. Jenis APAR yang
cocok untuk memadamkan kebakaran Kelas A adalah APAR jenis Cairan (Water), APAR
jenis Busa (Foam) dan APAR jenis Tepung Kimia (Dry Powder).
– Kebakaran Kelas B
27
Kebakaran Kelas B merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan cair
yang mudah terbakar seperti Minyak (Bensin, Solar, Oli), Alkohol, Cat, Solvent, Methanol
dan lain sebagainya. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan kebakaran Kelas B
adalah APAR jenis Karbon Diokside (CO2), APAR jenis Busa (Foam) dan APAR jenis
Tepung Kimia (Dry Powder).
– Kebakaran Kelas C
Kebakaran Kelas C merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh Instalasi Listrik
yang bertegangan. Jenis APAR yang cocok untuk memadamkan kebakaran Kelas C adalah
APAR jenis Karbon Diokside (CO2) dan APAR jenis Tepung Kimia (Dry Powder).
– Kebakaran Kelas D
Kebakaran Kelas D merupakan kelas kebakaran yang dikarenakan oleh bahan-bahan logam
yang mudah terbakar seperti sodium, magnesium, aluminium, lithium dan potassium.
Kebakaran Jenis ini perlu APAR khusus dalam memadamkannya.
28
Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri (APD) yaitu suatu alat atau komponen alat yang digunakan untuk
memberikan perlindungan ekstra pada seseorang yang melakukan kegiatan dari risiko
kecelakaan yang lebih besar. APD dalam keselamatan kerja wajib diterapkan bagi siapa
saja yang melakukan kegiatan guna menjamin keamanan dari risiko kecelakaan yang
mungkin terjadi.
Penggunaan APD disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat bahaya serta risiko yang ada
saat melakukan kegiatan oleh pekerja dan orang yang ada di lingkungan kerja, sehingga
proses kerja dapat berlangsung dengan aman dan nyaman oleh semua orang dan
lingkunganya.
Dalam penggunaan APD yang kurang tepat juga dapat mengakibatkan risiko kecelakaan,
sebagai contoh seorang pekerja mengoperasikan mesin bor dengan menggunakan sarung
tangan dari bahan yang dapat terlilit putaran mesin bor tersebut, dengan kata lain
penggunaan APD yang kurang tepat justru dapat menimbulkan risiko kecelakaan.
APD yang sering digunakan pada saat bekerja antara lain seperti ditunjukkan pada gambar
berikut :
29
Respirator Face shield
30
Safety shoes Raincoat
Lifevest Safety
vest
Coverall/Wearpack Masker
Gambar Alat
safety/APD
Pada pelaksanaanya penggunaan APD di lambangkan dengan rambu-rambu pada area atau
lingkungan yang wajib memakai peralatan APD tersebut.
31
Prosedur penanganan keadaan darurat
Prosedur dalam keadaan darurat merupakan tata cara atau pedoman selama melakukan
kegiatan kerja dalam menanggulangi suatu keadaan berbahaya dengan maksud mencegah
atau mengurangi kerugian yang lebih besar.
Setiap instansi atau perusahaan dalam membuat prosedur keadaan darurat memperhatikan
beberapa aspek diantaranya :
1. Mengidentifikasi bahaya dan mengkategorikan jenis- jenis bahaya dari kemungkinan
terjadinya kecelakaan kerja.
3. Membuat tim tanggap darurat K3LH dari seluruh aspek golongan dari karyawan.
Yaitu keadaan darurat yang berpotensi mengancam nyawa manusia dan hilangnya aset
akibat kecelakaan kerja. Kecelakaan pada kategori ini merupakan kecelakaan skala kecil
yang ditimbulkan oleh satu sumber atau kerusakan korban dan benda hanya terbatas.
✓ Keadaan darurat Kategori II
Merupakan keadaan darurat yang di timbulkan karena kecelakaan besar dimana semua
petugas tim dengan peralatan pencegahan tidak mampu mengendalikan keadaan tersebut,
sehingga mengakibatkan banyak korban dan harus meminta bantuan dari luar.
✓ Keadaan darurat Kategori III
Merupakan keadaan darurat yang ditimbulkan karena suatu hal yang sangat besar seperti
bencana yang dahsyat sehingga memerlukan bantuan dan kordinasi pada tingkat nasional
bahkan internasional.
32
Budaya Kerja
Budaya kerja merupakan suatu kegiatan dimana menghilangkan
pemborosan untuk menuju pekerjaan yang lebih produktif dan efesien.
Pemberian kompetensi di dunia kerja industri bukan hanya dalam bentuk
hardskill tetapi juga softskill. Hal tersebut sesuai dengan kriteria keterampilan
siswa SMK yang dibutuhkan pada abad ke-21. Pembelajaran abad ke-21
menuntut lulusan peserta didik agar memiliki life and career skills, learning
and innovation skills, dan informasi, media, dan ketrampilan teknologi (Kuntari
Eri Murti, 2015:5). Life and career skills merujuk agar peserta didik mampu
memiliki keterampilan hidup dan karir. Keterampilan dapat dilihat dari
kemampuan peserta didik untuk menyesuaian diri dengan lingkungan kerja.
Penyesuaian diri peserta didik dalam dunia kerja tidak dapat luput dari
budaya kerja yang diberikan dari lingkungan sekolah. Pembentukan budaya
kerja didasarkan pada tata nilai kerja yang dibutuhkan. Tata nilai tersebut
kemudian terlihat pada peraturan maupun tata tertib dari sekolah. Peraturan
tersebut mengatur tentang tindakan-tindakan positif yang harus dilakukan oleh
warga sekolah, terutama siswa. Tindakan positif yang harus dilakukan oleh siswa
secara terus menerus akan membentuk pola pembiasaan. Pola positif tersebut
akan membentuk karakter peserta didik yang mampu berkembang menjadi
budaya kerja individu.
Penerapan budaya kerja industry di sekolah bisa dimulai dengan menerapkan prinsip-prinsip 5R
Pengertian 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, dan Rajin) ialah suatu cara (metode) untuk mengatur/
mengelola tempat kerja menjadi tempat kerja yang lebih baik secara berkelanjutan. Penerapan 5R
(5S) bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas di tempat kerja. Adapun manfaat
penerapan budaya 5R (5S) di tempat kerja antara lain :
33
4. Menambah penghematan karena menghilangkan berbagai pemborosan di tempat
kerja.
Keuntungan
✓ Lokasi / tempat kerja dapat dihemat.
✓ Gerakan yang tidak bermanfaat berkurang.
✓ Tenaga / biaya perawatan turun.
✓ Dead stock / investasi dapat diturunkan.
✓ Lebih mudah control
▪ Rapi(Seiton), berarti menyimpan barang yang tepat atau dalam tata letak yang benar
sehingga dapat dipergunakan dalam keadaan mendadak. Ini merupakan cara untuk
menghilangkan proses pencarian yang lama. Hal ini dirancang untuk membantu dalam
menemukan segala sesuatu yang diperlukan tanpa kehilangan banyak waktu untuk
mencari dan membongkar.
34
Keuntungan
1. Menghindari pekerjaan mencari.
2. Mudah terlihat bila terjadi penyimpangan.
3. Mempercepat/ mempermudah pengambilan.
4. Mempermudah inventory/ kontrol.
Inti Aktifitas
1. Membuat standarisasi tempat / lokasi dan identifikasi tiap-tiap barang.
2. Menjaga penempatan barang sesuai dengan standar yang telah dibuat.
3. Memperbaiki penempatan barang yang sulit diambil.
Letakkan barang sesuai dengan tempatnya dan mudah diambil.
▪ Resik (Seisou), merupakan kegiatan membersihkan peralatan dan daerah kerja sehingga
segala peralatan kerja tetap terjaga dalam kondisi yang baik. Secara konkrit, langkah ini
berupa membuang sampah, kotoran dan benda-benda asing serta membersihkan segala
sesuatu. Meskipun langkah ini sederhana, namun menjadi sangat penting, terutama
ketika kotoran dilingkungan kerja justru pada akhirnya menjadi sumber kesalahan kerja.
Keuntungan
1. Resik / bersih bererti sehat.
2. Mesin, alat dan sarana lainnya menjadi awet.
3. Mengurangi resiko kecelakaan kerja.
4. Tempat kerja menjadi menyenangkan.
Inti Aktifitas
1. Bebaskan / bersihkan dari kotoran dan debu (Alat, lantai, mesin dll.)
2. Membersihkan berarti menghilangkan kotoran dan pemeriksaan.
3. Jangan menunda aktifitas resik, lakukan saat itu juga.
4. Buat sechedule perencanaan resik secara berkala, khusus untuk barang yang tidak
bisa dibersihkan diwaktu proses produksi.
5. Libatkan semua anggota untuk aktif menjaga kebersihan.
▪ Rawat (Seiketsu), berarti pemantapan terus-menerus dan secara berulang-ulang
memelihara tiga prinsip sebelumnya yaitu: ringkas/pemilahan, rapi/penataan, dan resik/
35
pembersihannya. Dengan demikian, langkah ini merupakan upaya untuk memelihara
langkah-langkah yang sudah dilakukan sebelumnya.
Keuntungan rawat
1. Aktifitas 4R akan semakin ringan.
2. Menjaga kondisi tempat kerja, tetap cerah danmenyenangkan.
3. Mesin, alat dan sarana lainnya selalu bersih.
4. Aktifitas dapat maju keaktifitas berikutnya.
Inti Aktifitas
1. Membuat stadarisasi dan melaksanakan secara konsisten.
2. Aktif melakukan perbaikan dan mengatasi penyimpangan.
3. Menjaga yang sudah baik, agar tetap terjaga.
▪ Rajin (Shitsuke), berarti kemampuan untuk membiasakan diri melakukan sesuatu
dengan benar. Dalam hal ini perlu ditanamkan semangat untuk melakukan sesuatu
dengan cara yang benar. Penekanannya adalah dengan menciptakan kebiasaan dan
perilaku yang baik, yaitu dengan mengajarkan kepada setiap orang sebagai anggota
organisasi untuk melaksanakan dan mematuhi peraturan.
Membentuk karyawan untuk mengikuti disiplin 5R yang baik secara mandiri
Lakukan apa yang harus dilakukan dan jangan melakukan apa yang dilarang
36