Anda di halaman 1dari 109

RESUME MATERI HARIAN

PESERTA PEMBINAAN SERTIFIKASI AHLI K3 UMUM


PT SAFETY FIRST INDONESIA
“YEHEZKIEL IMAI SINAGA”

1. UNDANG – UNDANG NO. 1 TAHUN 1970


( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
UNDANG – UNDANG NO. 1 TAHUN 1970 tentang KESELAMATAN
KERJA :
1. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas
keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan
meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional,
2. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu
terjamin pula keselamatannya
3. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara
aman dan effisien
4. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya – upaya
untuk membina norma – norma perlindungan kerja
5. bahwa pembinaan norma – norma itu perlu diwujudkan dalam
Undang – Undang yang memuat ketentuan – ketentua umum tentang
keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat,
industrialisasi, teknik dan teknologi

2. DASAR – DASAR K3
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah Undang-
Undang yang mengatur tentang keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja diatur tentang : Keselamatan Kerja yang di dalamnya antara lain
memuat tentang istilah-istilah, ruang lingkup, syarat-syarat keselamatan
kerja, pengawasan, pembinaan, Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja; kecelakaan; kewajiban dan hak tenaga kerja; kewajiban
bila memasuki tempat kerja; dan kewajiban pengurus. Dalam Undang-
Undang ini diadakan perubahan prinsipil untuk diarahkan menjadi pada
sifat preventif. Peraturan baru ini dibandingkan dengan yang lama,
banyak mendapatkan perubahan-perubahan yang penting, baik dalam isi,
maupun bentuk dan sistimatikanya. Pembaruan dan perluasannya adalah
mengenai:
1. Perluasan ruang lingkup;
2. Perubahan pengawasan represif menjadi preventif;
3. Perumusan teknis yang lebih tegas;
4. Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan
pengawasan;
5. Tambahan pengaturan pembinaan Keselamatan Kerja bagi
management dan Tenaga Kerja;
6. Tambahan pengaturan mendirikan Panitia Pembina Keselamatan Kerja
dan Kesehatan Kerja; dan
7. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.

3. K3 LINGKUNGAN KERJA
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
Syarat K3 Lingkungan Kerja
Syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja meliputi:
1. Pengendalian Faktor Fisika dan Faktor Kimia agar berada di bawah
NAB.
2. Pengendalian Faktor Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi
Kerja agar memenuhi standar.
3. Penyediaan fasilitas Kebersihan dan sarana Higiene di Tempat Kerja
yang bersih dan sehat.
4. Penyediaan personil K3 yang memiliki kompetensi dan kewenangan
K3 di bidang Lingkungan Kerja.

Di Pasal 4, pelaksanaan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja bertujuan


untuk mewujudkan Lingkungan Kerja yang aman, sehat, dan nyaman
dalam rangka mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

Pelaksanaan syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja dilakukan melalui


kegiatan:
1. Pengukuran dan pengendalian Lingkungan Kerja.
2. Penerapan Higiene dan Sanitasi.

Berdasarkan Pasal 5, Permenaker No. 5 Tahun 2018, pengukuran dan


pengendalian Lingkungan Kerja meliputi faktor:
1. Fisika.
2. Kimia.
3. Biologi.
4. Ergonomi.
5. Psikologi.

Penerapan Higiene dan Sanitasi pada K3 Lingkungan Kerja meliputi:


1. Bangunan Tempat Kerja.
2. Fasilitas Kebersihan.
3. Kebutuhan udara.
4. Tata laksana kerumahtanggaan

Faktor Utama dalam K3 Lingkungan Kerja :

Berdasarkan Pasal 5, Permenaker No. 5 Tahun 2018, pengukuran dan


pengendalian Lingkungan Kerja meliputi faktor fisika, faktor kimia,
faktor biologi, faktor ergonomi, dan faktor psikologi. Berikut ulasan
lengkap tentang faktor utama dalam K3 Lingkungan Kerja dan
turunannya.

1. Faktor Fisika

Faktor Fisik atau Fisik terbagi lagi menjadi beberapa faktor turunan di
bawah ini.
1. Iklim Kerja.
2. Kebisingan.
3. Getaran.
4. Gelombang radio atau gelombang mikro.
5. Sinar Ultra Violet.
6. Medan Magnet Statis.
7. Tekanan udara.
8. Pencahayaan.

Penanganan faktor fisika ini cukup kompleks karena setiap faktor


turunan memiliki cara yang spesifik. Secara umum cara penanganan
yang dilakukan adalah mengendalikan pemicu yang membuat pekerja
tidak nyaman. Informasi lengkap terkait penanganan bisa dilihat pada
Permenaker No. 5 Tahun 2018, Pasal 8-19.

2. Faktor Kimia

Faktor Kimia ini berhubungan dengan hal-hal berbau kimia dan


perlindungan pada pekerja atau masyarakat umum di sekitar
perusahaan. Beberapa bahan kimia yang dianggap berbahaya biasanya
akan diklasifikasikan menjadi beberapa jenis yang terdiri dari:

 Mudah terbakar
 Mudah meledak
 Beracun
 Korosif
 Oksidator
 Reaktif
 Radioaktif

Selain itu bentuk dari zat kimia mulai dari padat, cair, dan gas di
lingkungan juga harus diperhatikan dengan baik. Apabila zat kimia
berbahaya mengenai seseorang, kemungkinan terjadi masalah akan
besar mulai dari melepuh di kulit hingga memicu masalah yang lebih
kronis lainnya.

Pengendalian faktor kimia ini bisa dilakukan dengan membuat


ventilasi udara, mengisolasi, penggunaan bahan yang lebih aman, dan
lainnya. Informasi lengkap terkait pengendalian faktor kimia bisa
dilihat pada Permenaker No. 5 Tahun 2018, Pasal 21 angka 2.
3. Faktor Biologi
Pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Faktor Biologi harus
dilakukan pada Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Faktor
Biologi. Potensi bahaya Faktor Biologi meliputi:
1. Mikroorganisme dan/atau toksinnya.
2. Arthropoda dan/atau toksinnya.
3. Hewan invertebrata dan/atau toksinnya.
4. Alergen dan toksin dari tumbuhan.
5. Binatang berbisa.
6. Binatang buas.
7. Produk binatang dan tumbuhan yang berbahaya lainnya

Pengendalian Faktor Biologi bisa dilakukan sesuai dengan


Permenaker No. 5 Tahun 2018, Pasal 22 angka 7. Beberapa cara yang
bisa dilakukan meliputi.

1. Mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber bahaya


Faktor Biologi.
2. Menggunakan baju kerja yang sesuai.
3. Menggunakan alat pelindung diri yang sesuai.
4. Memasang rambu-rambu yang sesuai.
5. Memberikan vaksinasi apabila memungkinkan.
6. Meningkatkan Higiene perorangan.
7. Memberikan desinfektan.
4. Faktor Ergonomi
Pengukuran dan pengendalian Faktor Ergonomi harus dilakukan
pada Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Faktor Ergonomi.
Potensi bahaya Faktor Ergonomi meliputi:
1. Cara kerja, posisi kerja, dan postur tubuh yang tidak sesuai saat
melakukan pekerjaan.
2. Desain alat kerja dan Tempat Kerja yang tidak sesuai dengan
antropometri Tenaga Kerja.
3. Pengangkatan beban yang melebihi kapasitas kerja

Potensi bahaya di atas bisa dikendalikan dengan beberapa cara


sesuai dengan Pasal 23 angka 4, Permenaker No. 5 Tahun 2018 di
bawah ini.
1. Menghindari posisi kerja yang janggal.
2. Memperbaiki cara kerja dan posisi kerja.
3. Mendesain kembali atau mengganti Tempat Kerja, objek kerja,
bahan, desain Tempat Kerja, dan peralatan kerja.
4. Memodifikasi Tempat Kerja, objek kerja, bahan, desain Tempat
Kerja, dan peralatan kerja.
5. Mengatur waktu kerja dan waktu istirahat.
6. Melakukan pekerjaan dengan sikap tubuh dalam posisi netral atau
baik.
7. Menggunakan alat bantu.

5. Faktor Psikologi

Pengukuran dan pengendalian Faktor Psikologi harus dilakukan


pada Tempat Kerja yang memiliki potensi bahaya Faktor Psikologi.
Potensi bahaya Faktor Psikologi meliputi.

1. Ketidakjelasan/ketaksaan peran.
2. Konflik peran.
3. Beban kerja berlebih secara kualitatif.
4. Beban kerja berlebih secara kuantitatif.
5. Pengembangan karir.
6. Tanggung jawab terhadap orang lain.

Pengendalian faktor psikologi bisa dilakukan melalui manajemen


stress dengan :

1. Melakukan pemilihan, penempatan dan pendidikan pelatihan


bagi Tenaga Kerja.
2. Mengadakan program kebugaran bagi Tenaga Kerja.
3. Mengadakan program konseling.
4. Mengadakan komunikasi organisasional secara memadai.
5. Mmberikan kebebasan bagi Tenaga Kerja untuk memberikan
masukan dalam proses pengambilan keputusan.
4. K3 BAHAN BERBAHAYA
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
PENGENDALIAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA
DI TEMPAT KERJA Kepmenaker No. KEP.187/MEN/1999
Latar belakang:
Kegiatan industri yang mengolah, menyimpan, mengedarkan,
mengangkut dan mempergunakan bahan-bahan kimia berbahaya akan
terus meningkat sejalan dengan perkembangan pembangunan sehingga
berpotensi untuk menimbulkan bahaya besar bagi industri, tenaga kerja,
lingkungan maupun sumberdaya lainnya.
Pengurus yang :
 Menggunakan
 Menyimpan
 Memakai
 Memproduksi
 Mengangkut bahan kimia berbahaya, wajib melakukan
pengendalian (Pasal 2)

Dilengkapi Dengan :

 LDKB
 Label (Pasal 3 bagian a)

Bahwa LDKB dan Label di letakan di tempat yang mudah


diketahui oleh Tenaga Kerja dan Pegawai Pengawas
Ketenagakerjaan (Pasal 6)

Lembar Data Keselamatan Bahan


(LDKB) berisikan keterangan :

1. Identitas Bahan dan Perusahaan

2. Komposisi Bahan

3. Identifikasi Bahaya

4. Tindakan P3K
5. Tindakan Penanggulangan Kebakaran

6. Tindakan Mengatasi Kebocoran & Tumpahan

7. Penyimpanan & Penanganan Bahan

8. Pengendalian Pemajanan & APD

9. Sifat Fisika dan Kimia

10. Stabilitas dan Reaktifitas Bahan

11. Informasi Toksikologi

12. Informasi Ekologi

13. Pembuangan Limbah

14. Pengangkutan Bahan

15. Informasi Peraturan Per-uu-an yang berlaku

16. Informasi Lain yang Diperlukan.

LABEL
berisikan tentang :

1. Nama produk

2. Identifikasi Bahaya

3. Tanda Bahaya dan Artinya

4. Uraian Risiko dan Penanggulangannya

5. Tindakan Pencegahan

6. Instruksi apabila Terkena atau Terpapar

7. Instruksi Kebakaran

8. Instruksi Tumpahan atau Bocoran

9. Instruksi Pengisian dan Penyimpanan

10. Referensi

11. Nama, Alamat dan No. Telp. Pabrik Pembuat atau Distributor
KRITERIA BAHAN KIMIA BERBAHAYA :

1. Bahan beracun

2. Bahan sangat beracun

3. Cairan mudah terbakar

4. Cairan sangat mudah terbakar

5. Gas mudah terbakar

6. Bahan mudah meledak

7. Bahan reaktif

8. Bahan oksidator

Bahan Kimia Beracun adalah bahan kimia yang dapat


menyebabkan bahaya kesehatan atau kematian bila terserap oleh
tubuh melalui 3 cara :

1. Menganggu Organ Tubuh / Bahaya


2. Langsung
3. Akumulasi (Tulang, darah, cairan dan limfa)

KRITERIA BAHAN BERACUN :


Ditetapkan dengan memperhatikan sifat toksikologi sbb. :
 Mulut :
LD50: > 25 atau < 200 mg/kg berat badan
 Kulit :
LD50: > 25 atau < 400 mg/kg berat badan
 Pernafasan :
LC50: > 0.5 atau < 2 mg/l

Bahan-bahan beracun dalam industri dapat dibagi dalam beberapa


kelompok:

a. Senyawa logam dan metaloid : Pb, Hg, kadmium, krom arsen dan
fosfor

b. Bahan pelarut organik : kloroform, etanol, metanol

c. Gas-gas beracun : N2, CO2, HCN, H2s


d. Bahan karsinogenik : Benzena, benzidin, vinil klorida

e. Pestisida : organoklorin, organo fosfat

KRITERIA SANGAT BERACUN :


Ditetapkan dengan memperhatikan sifat toksikologi sbb. :
 Mulut :
LD50: < 25 mg/kg berat badan
 Kulit :
LD50: < 25 mg/kg berat badan
 Pernafasan :
LC50: < 0.5 mg/l
KRITERIA Cairan Mudah Terbakar, Cairan Sangat Mudah Terbakar
dan Gas Mudah Terbakar

Cairan Sangat
Cairan Mudah Mudah Terbakar : Gas Mudah
Terbakar :  Berdasarkan Terbakar :

 Berdasarkan sifat fisika :  Berdasarkan


sifat fisika :  Titik nyala : sifat fisika :

 Titik nyala: < 21ºC  Titik didih :

>21ºC dan < 55ºC  Titik didih : > < 20ºC

 Pada tek. 1 20ºC  Pada tek. 1


atm  Pada tek. 1 atm
atm

Bahan Mudah terbakar dapat dibagi dalam 3 kelompok :

 Zat padat mudah terbakar : Belerang, fosfor, kertas/rayon,


kapas
 Zat cair mudah terbakar : eter, alkohol, aseton, benzena,
Formaldehyde
 Gas mudah terbakar : hidrogen, asetilen, etilen oksida,
ammonia

KRITERIA MUDAH MELEDAK

Apabila Reaksi Kimia Bahan tsb menghasilkan :

 Gas dalam jumlah yang besar

 Tekanan yang besar

 Suhu yang tinggi


 Menimbulkan kerusakan disekelilingnya

Beberapa contoh bahan mudah meledak :

 Bahan kimia eksplosif/Sifat peka terhadap panas dan terhadap

pengaruh mekanis: Trinitrotoluen (TNT), nitrogliserin

 Debu eksplosif : debu karbon, zat warna diazo, magnesium

 Campuran eksplosif : Campuran bahan oksidator dan reduktor


(as.nitrat + etanol + KCLO3+ Al nitrat + K. Permanganat)

KRITERIA REAKTIF

Apabila bahan tsb. bereaksi dengan :

 Air mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar

Contoh : Alkali, alkalitana, logam halida, oksida anhidrat, oksida non


logam halida

(Lithium, Sodium, Potasium, Calcium, Cobalt, Nitrat, Sulfid, Carbid,


Asam pekat, dll.)

 Asam mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar atau


beracun atau korosif

Seperti : kalium klorat, kalium permanganat, asam kromat, Lithium,


Sodium, Potasium, Calcium Sulfida, Cyanida, Asam pekat

KRITERIA OKSIDATOR
 Apabila reaksi kimia atau penguraiannya menghasilkan Oksigen
yang dapat menyebabkan kebakaran

Terdiri dari :

a. Oksidator anorganik : permanganat, perklorat dikromat

b. Peroksida organik : bensil peroksida, eter oksida, asam


perasetat organik dan anorganik nitrat, Bromat, Dicromat.

Nilai Ambang Kuantitas/NAK : Standar kuantitas bahan kimia


berbahaya untuk menetapkan potensi bahaya bahan kimia di tempat
kerja.

 Kriteria Beracun

 Kriteria Sangat Beracun

 Kriteria Mudah Meledak

 Kriteria Reaktif

Ditetapkan dalam Lampiran III Kep.Mennaker No.


Kep.187/MEN/1999
5. K3 KEBAKARAN
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
TUJUAN PELATIHAN AHLI K3 KEBAKARAN:
Adapun tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan Pelatihan Ahli K3
Kebakaran ini yaitu untuk menyiapkan personil yang memiliki
kompetensi sebagai berikut:
1. Melaksanakan inspeksi pencegahan kebakaran.
2. Memeriksa dan memelihara sarana alat pelindung kebakaran.
3. Memadamkan kebakaran tingkat lanjut.
4. Menyelamatkan dan memberi pertolongan pada korban.

Adapun dasar hukum yang melandasi dilaksanakannya pelatihan Ahli K3


Kebakaran adalah:
1. Undang-Undang No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
2. Kepmenaker RI No. 186/Men/1999 tentang Unit Penanggulangan
Kebakaran di Tempat Kerja.
Permenaker RI No. 02/Men/1992 tentang Tata Cara Penunjukkan,
Wewenang & Kewajiban Ahli K3.

Refrensi K3 Penanggulangan Kebakaran yaitu :


1. UU No.1 Tahun 1970
2. Kepmenaker No.186 Tahun 1999 => Unit penanggulangan kebakaran,
klasifikasi bahaya kebakaran
3. Permenaker No.04 Tahun 1980 => Penggunaan & Pemeliharaan
APAR
4. Permenaker No.02 Tahun 1983 => Persyaratan Alarm Kebakaran
5. Instruksi Menaker No. INS.11/M/BW/1997 => Pengujian Alarm,
Hidran dan Sprinkler
6. SNI dan Standar Internasional (NFPA)
7. NFPA 704 National Fire Protection Association dr AS
Prinsip Pencegahan Kebakaran :

Klasifikasi Tingkat Potensi Bahaya Kebakaran adalah :


 Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran ringan
 Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang I
 Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang II
 Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran sedang III
 Klasifikasi tingkat resiko bahaya kebakaran Berat

 Bahaya Kebakaran Ringan ialah jenis hunian yang mempunyai jumlah


dan kemudahan terbakar rendah, dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas rendah sehingga menjalarnya api lambat, antara lain
hunian :
1, Ibadat 7. Perkantoran
2. Pendidikan 8. Perumahan
3. Perawatan 9. Rumah makan
4. Lembaga 10. Perhotelan
5. Perpustakaan 11. Rumah sakit
6. Museum 12. Penjara

 Bahaya Kebakaran Sedang terdiri dari :


1. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok I
2. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok II
3. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok II

1. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok I


Jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
sedang, Sebagai menjalarnya api sedang. Contoh nya sebagai berikut :
1. Parkir mobil 5. Pabrik susu
2. Pabrik roti 6. Pabrik elektronika
3. Pabrik minuman 7. Pabrik barang gelas
4. Pengalengan 8. Pabrik permata

2. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok II


Jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar
sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi tidak
lebih dari 4 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang,
sebagai menjalarnya api sedang. Contoh nya sebagai berikut :

1. Penggilingan padi 9. Pabrik bahan makanan


2. Pabrik kimia 10. Pertokoan dengan pramuniaga <50 orang.
3. Gudang pendinginan 11. Perakitan barang kayu
4. Gudang perpustakaan 12. Pengolahan logam
5. Pabrik tembakau 13. Pabrik barang kelontong
6. Penyulingan 14. Pabrik tekstil
7. Pabrik barang kulit 15. Percetakan dan penerbitan
8. Bengkel mesin 16. Pabrik perakitan kendaraan bermotor
3. Bahaya Kebakaran Sedang Kelompok III
Jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi
dan apabila terjadi kebakaran melepaskan tinggi, shg menjalarnya api
cepat.
1. Pameran 11. Pabrik permadani
2. Pabrik makanan 12. Pabrik sikat
3. Pabrik Ban 13. Pabrik karung
4. Bengkel mobil 14. Pabrik sabun
5. Studio dan pemancar 15. Pabrik lilin
6. Pergudangan 16. Toko > 50 orang Pramuniaga
7. Pabrik makanan kering dari 17. Pabrik plastik
bahan tepung. 18.Penggergajian kayu
8. Pabrik peswat terbang kecuali hanggar 19.Pabrik tepung terigu
9. Pabrik minyak nabati
10. Pabrik pakaian

 Bahaya Kebakaran Berat


Jenis hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi
dan apabila terjadi kebakaran melepaskan tinggi, penyimpanan cairan
yang mudah terbakar, apinya cepat menjadi besar dengan melepaskan
panas tinggi, sebagai menjalarnya api menjadi cepat. Contohnya sebagai
berikut :
1. Pabrik kimia
2. Pabrik kembang api
3. Pabrik korek api
4. Pabrik cat
5. Pabrik bahan peledak
6. Pemintalan benang atau kain
7. Studio film dan TV
8. Pabrik karet buatan
9. Hanggar
10. Penyulinganan minyak bumi
Pabrik karet busa atau plastik busa
ALAT PEMADAM API RINGAN terdapat Refrensi dari: Pert. Menaker
No.04 Tahun 1980 :
1. Dapat dioperasikan satu orang,
2. Untuk pemadaman mula kebakaran,
3. Sebatas Volume api kecil.

Harus siap dipakai pada waktunya :


1. Mudah dilihat dan mudah diambil,
2. Kondisi baik,
3. Setiap orang dapapt mengoperasikan dengan benar, tidak membahayakan
dirinya.
Jenis Media Pemadam yaitu :
1. Jenis basah : Air dan Busa
2. Jenis Kering : Dry Powder dan CO2
Penempatan APAR :
1. Ditempatkan pada posisi yang mudah dilihat dengan jelas,
2. Mudah dicapai dan dilihat,
3. Dilengkapi dengan tanda Pemasangan,
4. Cocok / sesuai dengan golongan kebakarannya.
Cara Penempatan APAR :

1. Dipasang menggantung pada dinding dengan penguat/ditempatkan pada


box yang tidak terkunci,
2. Bila box dikunci maka bagian depan box diberi kaca yang mudah
dipecahkan bila digunakan,
3. Tebal kaca box tersebut max. 2mm, agar mudah dipecahkan,
4. Tinggi penempatan APAR 1,2 m dari dasar lantai, sedangkan untuk jenis
gas dan dry chemical tidak kurang dari 15cm dari permukaan lantai

Pemeriksaan APAR (2X SETAHUN)


1. Pemeriksaan dalam jangka 6 bulan
2. Pemeriksaan dalam jangka 12 bulan
6. KEBIJAKAN K3
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :

Dalam Kebijakan dan Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)


memiliki 3 (tiga) tujuan dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang-
Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 3 (tiga) tujuan
utama penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970
tersebut antara lain :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang
lain di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan
efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.

Dari penjabaran tujuan penerapan K3 di tempat kerja berdasarkan


Undang-Undang nomor 1 Tahun 1970 tersebut, maka terdapat harmoni
mengenai penerapan K3 di tempat kerja antara Pengusaha, Tenaga Kerja
dan Pemerintah/Negara. Sehingga di masa yang akan datang, baik dalam
waktu dekat ataupun nanti, penerapan K3 di Indonesia dapat dilaksanakan
secara nasional dari Sabang sampai Meraoke. Seluruh masyarakat
Indonesia sadar dan paham betul mengenai pentingnya K3 sehingga dapat
melaksanakannya dalam kegiatan sehari-hari baik di tempat kerja maupun
di lingkungan tempat tinggal.

Dasar Hukum :
• UU No. 1 Tahun 1970
• Undang-Undang Uap 1930 ttg ketel uap
• UU. No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda
• UU. No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
• UU. No. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention
Pengawas Ketenagakerjaan Industridan Perdagangan
• UU. No. 1 Tahun 1970 ttg Keselamatan & Kesehatan Kerja
• PP No. 50 Thn 2012 ttg Penerapan SMK3;
• Permenaker 3 Tahun 1984 Tentang Pengawasan terpadu
• Permenaker 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pengawasan Ketenagakerjaan
• UU No. 13 Tahun 2003 Paragraf ke-5
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 86
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama;
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan

Pasal 87
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan
Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah

Pasal 190
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara ssebagian atau seluruh alat produksi;
h. pencabutan ijin.
(3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri
Kewajiban pengurus perusahaan dalam bidang kesehatan kerja :
1. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuann
fisik tenaga kerja (pasal.8)
2. Menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja baru
(pasal.9) :
 Kondisi dan bahaya di tempat kerja
 Alat pengaman/pelindung yang diharuskan di tempat kerja
 Alat Pelindung Diri
 Cara dan sikap kerja yang aman
3. Menyelenggarakan pembinaan K3,
4. Mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan K3 yang berlaku bidang
kesehatan kerja,
5. Melaporkan setiap kejadian penyakit akibat kerja,
6. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja.

Kewajiban dan hak tenaga kerja bidang kesehatan kerja :


1. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
pengawas dan AHLI K3
2. Memenuhi dan mentaati semua syarat K3 yang diwajibkan (bidang
kesehatan kerja)
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan kerja
4. Mendapatkan pembinaan kesehatan kerja
5. Mendapatkan kompensasi kecelakaan dan penyakit akibat kerja

Fasilitas K3 :
1. Peralatan Perlindungan,
2. Penyelenggaraan Makanan,
3. Pelayanan Kesehatan Kerja,
4. Ruang P2K3
5. Ruang Klinik P3K
6. Logistik APD
7. Penanganan Limbah

Fasilitas Kesra Prakerja :


1. Klinik Kespro/KB
2. TPA
3. Perumahan Pekerja/Karyaawan
4. Fasilitas Ibadah
5. Fasilitas Olahraga
6. Ruang Laktasi
7. Fasilitas Rekreasi
8. Armada Penjemputan dan Pengantaran
9. Ruang Merokok
10. Fasilitas Kesenian

7. PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA


( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
Tujuan dilakukannya Pemeriksaan Kesehatan (MCU) Tenaga Kerja atau
MCU Medical Check Karyawan antara laian adalah : meningkatkan &
memelihara derajat kesehatan fisik, mental & sosial sehingga bekerja
lebih efisien dan produktivitas yang tinggi dapat dicapai.

Selain itu juga; melindungi tenaga kerja dari faktor yang membahayakan,
akibat penularan penyakit, penyakit akibat kerja, yang diakibatkan oleh
kondisi fisik yang tidak fit (rentan).

Regulasi :
Berdasarkan UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
dinyatakan bahwa Pengurus (Perusahaan) diwajibkan memeriksa
kesehatan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara
berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha yang dibenarkan oleh
direktur Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan
peraturan perundangan.

Didalam Peraturan Menakertrans No Per.02/Men/1980 dijelaskan


sebagai berikut :

 Pemeriksaan Kesehatan Berkala dimaksudkan untuk


mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada
dalam pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-
pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin yang perlu dikendalikan
dengan usaha-usaha pencegahan.
 Pemeriksaan Kesehatan Berkala meliputi pemeriksaan fisik
lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana
mungkin) dan laboratoriuin rutin serta pemeriksaan lain yang
dianggap perlu.
 Dalam hal ditemukan kelainan-kelainan atau gangguan-gangguan
kesehatan pada tenaga kerja pada pemeriksaan berkala, pengurus
wajib mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-
kelainan tersebut dan sebab-sebabnya untuk menjamin
terselenggaranya keselamatan dan kesehatan kerja.
 Agar pemeriksaan kesehatan berkala mencapai sasaran yang luas,
maka pelayanan kesehatan diluar perusahaan dapat dimanfaatkan
oleh Pengurus (Perusahaan) menurut keperluan.

Penjelasan tentang mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja


sesudah berada dalam pekerjaannya, adalah menilai kemungkinan adanya
pengaruh dari pekerjaan seawal mungkin dan upaya pencegahan, deteksi
dini gangguan kesehatan baik oleh faktor di luar maupun dari pekerjaan
dan lingkungan kerja.

Latar Belakang :
Tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya di tempat kerja
sewaktu waktu dapat terganggu kesehatannya dengan akibat :
1. Penurunan derajat kesehatan,
2. Menderita Penyakit:
- Penyakit umum
- Penyakit Akibat Kerja (PAK) = “Occupational Disease”
- Penyakit Terkait Kerja (PAHK) = “Work Related Disease”
3. Menderita gangguan kesehatan lainnya :
- Kelelahan (Fatigue)
- Ketidaknyamanan

Keselamatan kerja yang setinggi - tingginya dapat dicapai bila al.


kesehatan tenaga kerja berada pada taraf yg sebaik - baiknya.

Gangguan kesehatan tenaga kerja akan mengakibatkan penurunan


produktifitas kerja, karena :

 Gangguan kerja/konsentrasi kerja


 Motivasi kerja menurun
 Absenteisme meningkat
 Biaya pengobatan/perawatan meningkat
 Kehilangan waktu kerja
 Turn over pekerja meningkat
 Kualitas dan kuantitas produksi menurun

Gangguan kesehatan tenaga kerja dapat dicegah atau diminimalisir


dengan upaya preventif dan promotif

Salah satu cara (preventif) yang efektif untuk mencegah gangguan


kesehatan tenaga kerja adalah melalui pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja

Peraturan Perundangan terkait Pemeriksaan Kesehatan Tenaga


Kerja

 Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


 Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan
Kesehatan Tenaga Kerja
 Permenakertrans No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor
Penyakit Akibat Kerja
 Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja
 Kepmennakertrans No. Per 68/Men/2004 tentang Pencegahan &
Penanggulagan HIV/AIDS di Tempat Kerja
 Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE. 07/BW/1997 tentang Pengujian
Hepatitis B Dalam Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja.
 Kepmenakertrans No. 187 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan
Kimia Berbahaya Di Tempat Kerja
 Permenaker No. 03 Tahun 1985 tentang K3 Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes
 Permenaker No. 03 Tahun 1986 tentang Syarat - syarat Keselamatan
dan Kesehatan di Tempat Kerja yang Mengelola Pestisida
 Standar Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Depnakertrans
UNDANG-UNDANG NO. 1 TAHUN 1970
Pasal 8, kewajiban pengurus :
1. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan,
sesuai dengan sifat pekerjaan yang akan diberikan kepadanya.
2. Memeriksakan kesehatan dari semua tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh
pengusaha dan dibenarkan oleh Direktur.

PERMENNAKERTRANS NO. PER. 02/MEN/1980

1. Peraturan pelaksanaan Pasal 8 UU No. 1/1970


2. Ketentuan mengenai pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal,
berkala dan khusus

KEPMENNAKERTRANS NO. KEP. 68/MEN/IV/2004

Pasal 5 :
1. Pengusaha atau pengurus dilarang melakukan tes HIV untuk
digunakan sebagai prasarat suatu proses rekrutment atau kelanjutan
status pekerja/buruh atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.
2. Tes HIV hanya dapat dilakukan atas dasar sukarela dengan
persetujuan tertulis dari pekerja/buruh
3. Apabila tes HIV dilakukan, pengusaha atau pengurus wajib
menyediakan konseling

TES HIV
1. DILARANG digunakan untuk tujuan :
a. Persyaratan dalam proses rekrutmen
b. Menentukan kelanjutan status pekerja/buruh
c. Pemeriksaan kesehatan rutin yg diwajibkan.

2. DAPAT DILAKUKAN apabila :


a. Bersifat sukarela & dijamin kerahasiaannya
b. Ada persetujuan tertulis
c. Tersedia konseling sebelum & sesudah tes
d. Dilakukan oleh dokter yang mempunyai keahlian khusus.
e. Tidak digunakan untuk sebagaimana poin (1)
SEDIRJEN BINAWAS NO. SE 07/BW/1997 Tentang Pengujian
HEPATITIS B Dalam Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dianjurkan kepada semua perusahaan/instansi untuk tidak melakukan
pengujian serum HBsAg sebagai alat seleksi pada pemeriksaan kesehatan
awal maupun berkala, karena berdasarkan studi kepustakaan dan
konsultasi dengan pakar penyakit hati disimpulkan :
a. Dengan HBsAg (+) dalam darah belum tentu menderita hepatitis,
selama fungsi hati normal seseorang tidak dinaggap Hepatitis.
b. Prevalensi HBsAg di Indonesia cukup tinggi (5-15 %)
c. Penularan virus Hepatitis B di tempat kerja tidak mudah karena
penularan hanya mungkin melalui kontak erat, misalnya transfusi
darah, suntikan dan ibu ke bayi yang dilahirkan

Tujuan Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja


1. Menilai kemampuan TK melaksanakan pekerjaan tertentu, ditinjau
dari aspek kesehatan tenaga kerja;
2. Mendeteksi gangguan kesehatan yang mungkin berkait dengan
pekerjaan dan lingkungan kerja;
3. Identifikasi penyakit akibat kerja :
 Deteksi sedini mungkin PAK
 Menemukan/mendiagnosis PAK
 Menilai kecacatan akibat PAK

Jenis Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja


1. Pemeriksaan kesehatan awal/sebelum kerja
- Termasuk pemeriksaan kesehatan sebelum dipindahkan ke tempat
kerja dengan risiko bahaya yang berbeda
2. Pemeriksaan kesehatan berkala
3. Pemeriksaan kesehatan khusus
4. Pemeriksaan kesehatan purna bakti

Pemeriksaan Kesehatan Awal


- Pemeriksaan kesehatan yg dilakukan oleh dokter sebelum seorang
tenaga kerja diterima untuk melakukan pekerjaan.
- Tujuan sebagai Tenaga kerja yang diterima yaitu :
 Sehat
 Tidak mempunyai penyakit menular
 Cocok untuk pekerjaan yang akan diberikan

Pemeriksaan Kesehatan Berkala/Periodik


- Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja yg dilakukan pada waktu2
tertentu/secara berkala oleh dokter, minimal 1x/tahun
- Tujuan sebagai :
 Mempertahankan derajat kesehatan TK
 Menilai kemungkinan pengaruh dari pekerjaan terhadap kesehatan
tenaga kerja
 Untuk pengendalian Lingkungan kerja.

Pemeriksaan Kesehatan Khusus


a. Pemeriksaan kesehatan yg dilakukan oleh dokter secara khusus
terhadap tenaga kerja tertentu
b. Tujuan adalah
- Menilai adanya pengaruh dari pekerjaan/kondisi kerja tertentu thd
kesehatan tenaga kerja, misalnya :
 Pekerja terpajan asbes, pestisida, zat radioaktif
 Sewaktu terjadi kebocoran bahan kimia berbahaya
- Menilai thd. TK atau golongan TK tertentu :
 Pekerja wanita
 Pekerja yang mengalami gangguan kesehatan tertentu (penyakit
kronis, baru sembuh dari penyakit yang lama atau parah dll)

Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja terpajan asbes


1. Dilakukan pemeriksaan kesehatan minimal 1 x/tahun, meliputi :
 Foto Ro dada yg pembacaan hasilnya diserahkan kpd seorang
radiolog
 Riwayat pekerjaan
 Riwayat merokok
 Pengujian kimia
 Tes fugsi paru-paru
2. Dokter yang melakukan pemeriksaan membuat laporan beserta
masukan tindak lanjut (rekomendasi) kepada pengurus.
3. Hasil pemeriksaan termasuk foto Ro dada disimpan dg baik oleh
pengurus selama masa kerja TK ybs.
4. Pengurus melaporkan hasil pemeriksaannya paling lama 2 bulan
setelah dilaksanakan kpd Menakertrans.

Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja terpajan pestisida


1. Tenaga kerja dimana terdapat pestisida harus mendapatkan
pemeriksaan kesehatan berkala 1 x/tahun dan pemeriksaan khusus
minimal 1x/6 bulan.
2. Pemeriksaan khusus dilakukan sesuai dengan jenis pestisida yang
digunakan.

Pemeriksaan Kesehatan Purna Bakti


1. Pemeriksaan kesehatan terhadap tenaga kerja yang akan memasuki
masa pensiun atau berhenti bekerja.
2. Tujuan :
a. Mengetahui kondisi terakhir status kesehatan tenaga kerja yang
akan berhenti bekerja.
b. Memperoleh data pendukung bila dalam waktu 3 tahun setelah
berhenti bekerja menderita penyakit yang diduga PAK.

Syarat-Syarat Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja:


Mengacu pada ps 8 UU No 1 th 1970 dan Permenaker No 02 Th 1980
- Dilaksanakan oleh dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja
(penunjukan dari Dirjen Binwasnaker-Depnakertrans), baik dokter
yang ada di perusahan tsb maupun yang ada di luar perusahaan
(provider)
- Apabila dilakukan oleh dokter pemeriksa di luar perusahaan maka
harus dilakukan oleh lembaga PJK3 di bidang pemerikasaan
kesehatan tenaga kerja (penunjukan dari Dirjen Binwasnaker-
Depnakertrans)
- Dibuat pedoman pelaksanaan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
oleh dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja ybs
- Hasil pelaksanaan pemeriksaan dilaporkan ke Depnakertrans dan
disnaker setempat
Mekanisme Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja :
1. Pengusaha/Dokter Pemeriksa Kesehatan TK membuat perencanaan :
 Waktu dan tempat pelaksanaan
 Pihak pelaksana
 Pedoman pelaksanaan
 Tenaga kerja yang akan diperiksa (jumlah, lokasi kerja)
2. Dokter pemeriksa yg ditunjuk, melaksanaan pemeriksaan kesehatan
tenaga kerja sesuai perencanaan.
3. Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja menyampaikan laporan hasil
pemeriksaan dan rekomendasi kepada pengusaha.
4. Pengusaha melaporkan hasil pemeriksaan dan rencana tindak lanjut
(kpd pemerintah) berdasarkan laporan dan rekomendasi dokter
pemeriksa.
Teknis Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja:
1. Anamnesa (wawancara) :
 Umum
- Umur
- Pendidikan
- Riwayat pekerjaan
- Riwayat penyakit
- Kecelakaan yang pernah diderita
- Riwayat keluarga dan lain-lain.
 Khusus
- Alergi
- Epilepsi
- Kelainan jantung
- Tekanan darah
- TBC
- Kencing manis
- Penyakit paru (Asma, bronchitis, pneumonia dll.)
- Gangguan jiwa
- Penyakit kulit
- Penyakit pendengaran
- Panyakit pinggang
- Penyakit kelainan pada kaki
- Hernia
- Hepatitis/penyakit hati
- Ulkus peptikum
- Anemia
- Tumor
- Dan lain-lain.

2. Pemeriksaan Klinis/Medis
 Psikis/Mental
a. Pemeriksaan mental
 keadaan kesadaran, sikap/tingkah laku, kontak mental,
perhatian, inisiatif, intelegensia dan proses berfikir
b. Pemeriksaan fisik
 fisik diagnostik (inspeksi, palpasi, perkusi auskultasi)
 Tekanan darah, nadi, pernafasan,
 tinggi badan, berat badan,
 kesegaran jasmani
 ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan, reflek syaraf
c. Pemeriksaan Laboratorium (darah, urine, faeces).
d. Pemeriksaan Penunjang (disesuaikan dg jenis pekerjaan/faktor
risiko yang akan dihadapi)
 Rongent dada, tes alergi, spirometri, E.C.G., tes buta warna
dll.
1. Pemeriksaan psikis/kejiwaan
2. Pemeriksaan fisik (fisik diagnostik)
3. Pemeriksaan laboratorium (darah dan urin) rutin
4. Pemeriksaan khusus/penunjang yang berkaitan dengan
keluhan/gangguan kesehatan dan faktor risiko misalnya :
 Spirometri (tes fugsi paru),
 Audiometri (tes tingkat pendengaran),
 Pemeriksaan fungsi organ khusus (fungsi hati/lever, fungsi
ginjal, sumsum tulang dll.),
 Pemeriksaan laboratorium khusus (Monitoring biologis).
 Fisik
 Laboratorium
 Pemeriksaan penunjang
LAPORAN HASIL RIKES Tenaga Kerja :
1. Bentuk Laporan.
- Menggunakan bentuk laporan sesuai lampiran Standar Rikes TK.
2. Mekanisme Pelaporan.
- Pengurus wajib membuat laporan dan menyampaikan selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan setelah pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja dilakukan.
- Disnaker Kab./Kota membuat rekapitulasi dan melaporkannya
kepada Disnaker Propinsi.
- Disnaker Propinsi membuat rekapitulasi dan melaporkannya
kepada Dirjen Binwasnaker.
3. Alur pelaporan di tingkat perusahan :
- Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja ke pengurus perusahaan
Pengurus perusahaan ke Disnaker.
- Di tingkat Disnaker Kabupaten/Kota maupun Propinsi dilaporkan
oleh petugas/unit yang ditunjuk oleh Kepala Disnaker setempat.

Manfaat Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja :


a. Bagi pekerja :
 Mengetahui kondisi kesehatannya sejak mulai kerja dan secara
berkala
 Memahami bagaimana cara mencegah gangguan kesehatan akibat
faktor bahaya di tempat kerja
 Mendapat perlindungan dari gangguan kesehatan di tempat kerja
khususnya PAK
 Memperoleh hak berupa jaminan (pengobatan/perawatan) dan
kompensasi (santunan uang) apabila diketahui menderita PAK,
baik sewaktu masih bekerja maupun sampai 3 tahun setelah
berhenti bekerja
b. Bagi pengusaha :
 Mengetahui kondisi kesehatan pekerja sejak mulai kerja dan secara
berkala. dapat menempatkan pekerja secara tepat sesuai kondisi
kesehatan pekerja,
 Menjadi dasar yang akurat dalam perencanaan dan evaluasi
program pencegahan/pengendalian faktor bahaya di tempat kerja,
 Mengurangi biaya pengobatan/perawatan dan biaya terkait lannya
(efisiensi),
 Meningkatkan kuantitas dan kualitas produk,
 Memenuhi peraturan perundangan dalam melindungi kesehatan
tenaga kerja dan memenuhi hak pekerja yang mengalami PAK,
 Meningkatkan rasa aman dan motivasi kerja.
c. Bagi pemerintah (Pegawai pengawas dan doker penasehat Jamsostek):
 Tersedianya data pendukung untuk mempermudah dan
mempercepat proses penetapan/diagnosis PAK,
 Mengurangi perdebatan/dispute dalam penetapan PAK.

8. PELAYANAN KESEHATAN KERJA


( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
Pelayanan Kesehatan Kerja (Occupational Health Services).
- Suatu pelayanan kesehatan yang dilakukan dalam rangka pembinaan,
pencegahan, diagnosa, pengobatan, perawatan dan rehabilitasi terhadap
kasus kecelakaan kerja dan atau penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan. melalui upaya kesehatan preventif, promotif, kuratif &
rehabilitatif di tpt kerja
- Pelayanan Kesehatan Kerja merupakan salah satu lembaga K3/unit kerja
yang ada di perusahaan, sebagai sarana perlindungan tenaga kerja
terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau
lingkungan kerja.

Tujuan Pelayanan Kesehatan Kerja (PKK) Permennakertrans No.


03 Tahun 1982 :
 Memberikan bantuan kepada TK dalam penyesuaian diri dengan
pekerjaannya,
 Melindungi TK thd. gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan
atau lingkungan kerja,
 Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan
kemampuan fisik tenaga kerja,
 Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi TK yang
sakit.

Kewajiban-Kewajiban Dalam Pelayanan Kesehatan Kerja :

1. Kewajiban Pengurus :
a. Memberikan PKK sesuai kemajuan ilmu & teknologi
b. Memberikan kebebasan profesional kepada dokter yang
menjalankan Pelayanan Kesehatan Kerja.
- Dokter dan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Pelayanan
Kesehatan Kerja diberikan kebebasan untuk memasuki tempat-
tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksan dan
mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan.

Menyampaikan laporan pelaksanaan PKK secara rutin kpd Dinas


Tenaga Kerja setempat dengan tembusan kpd Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi up. Direktur Pengawasan Norma
K3.

2. Kewajiban dokter dan paramedis perusahaan :


- Memberikan keterangan2 tentang PKK kepada Pegawai Pengawas
Keselamatan dan Kesehatan Kerja jika diperlukan

Tugas Pokok PKK (Pasal. 2 Permenakertrans No 3 Tahun 1982)


Tentang penyelenggaraan Pelayanan kesehatan kerja secara
komprehensif
1. Pemeriksaan kesehatan TK (awal, berkala, khusus)
2. Pembinaan & pengawasan atas penyesuaian pekerjaan thd. TK.
3. Pembinaan & pengawasan terhadap lingkungan kerja.
4. Pembinaan & pengawasan perlengkapan sanitair.
5. Pembinaan & pengawasan perlengkapan kesehatan TK.
6. Pencegahan dan pengobatan thd. penyakit umum & PAK
7. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
8. Pendidikan kesehatan untuk TK dan latihan untuk petugas P3K
9. Memberikan nasehat mengenai :
 perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
 pemilihan alat pelindung diri yang diperlukan dan
 gizi serta penyelenggaraan makan di tempat kerja.
10. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau PAK.
11. Pembinaan dan pengawasan thd. TK dg. kelainan tertentu dalam
kesehatannya.
12. Memberikan laporan berkala tentang PKK kepada pengurus.
Penanggung jawab teknis yang di atas dari Dokter Perusahaan sesuai
Permen 01 Tahun 1976

Fungsi Pelayanan Kesehatan Kerja :


a. Sebagai sarana perlindungan kesehatan tenaga kerja melalui
b. Menekan angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja (dengan upaya
promotif dan preventif)
c. menangani/mengatasi kasus kecelakaan, penyakit akibat kerja dan
gangguan kesehatan lainnya (melalui upaya kuratif dan rehabilitatif)
d. Mencegah/mengurangi kehilangan jam kerja
e. Meningkatkan produktivitas kerja.

Pelaporan Pelayanan Kesehatan Kerja:


1. Hasil penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dibuat laporan
sesuai format yg berlaku (lampiran 4 Kepdirjen PPK no. 22 th 2008)
2. Laporan disampaikan kepada instansi yang berwenang di bidang
ketenagakerjaan setiap tiga (3) bulan sekali
3. Fungsi dan manfaat pelaporan :
- Bagi perusahaan : masukan yang sangat berharga untuk
mengevaluasi program kesehatan kerja dan kaitannya dengan
produktifitas kerja.
- Bagi pemerintah : masukan dalam membuat kebijakan nasional
dalam pengawasan ketenagakerjaan umumnya dan kesehatan kerja
khususnya.

Kesehatan kerja merupakan bagian spesifik dari segi kesehatan


umumnya, yang lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada
peningkatan kualitas hidup tenaga kerja melalui penerapan upaya
kesehatan. Di tempat kerja, kesehatan dan kinerja seorang
tenaga kerja dipengaruhi oleh :
1. Beban kerja, berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya
penempatan
tenaga kerja sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan
2. Kapasitas kerja yang banyak bergantunng pada pendidikan,
keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan
sebagainya
3. Beban Tambahan/Lingkungan kerja (fisik, kimia, biologik, ergonomic
& psikososial)

A. Batasan Sistem Pelayanan Kesehatan Kerja

Pelayanan Kesehatan Kerja menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja &


Transmigrasi No. 01/MEN/1982 adalah pelayanan kesehatan yang di
selenggarakan untuk melindungi pekerja dari kemungkinan mengalami
gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerja dan lingkungan kerja
serta mengupayakan peningkatan kemampuan fisik pekerja.

B. Tujuan Sistem Pelayanan Kesehatan Kerja

1. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik


fisik maupun mental terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan
tenaga kerja.
2. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang
timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik
tenaga kerja.
4. Memberi pengobatan, perawatan dan rehabilitasi bagi tenaga kerja

9. MANAJEMEN RISIKO
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
HAZARD (BAHAYA) adalah sumber atau keadaan yang berpotensi
terhadap terjadinya kerugian dalam bentuk cidera atau penyakit akibat
kerja, kerusakan harta benda, kerusakan lingkungan atau kombinasi dari
Keduanya

Risiko/Risk
 Kombinasi dari kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang
berbahaya atau paparan dan keparahan dari cidera atau sakit yang
disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut.
 Mempunyai 2 dimensi/parameter yaitu
Probability/Likelihood/Frequency/Kemungkinan dan
Severity/Consequences/Keparahan/Impact
 Risiko = Likelihood x Consequences
 Risiko = Probability x Impact
 Risiko = Frequency x Severity
 Risiko = Kemungkinan x Keparahan
 Risiko = Prob x Hazard x Konsentrasi x lama

Analisa Risiko/Risk Analysis


Kegiatan analisa suatu risiko dengan cara menentukan besarnya
kemungkinan/probability dan tingkat keparahan dari akibat/consequences
suatu risiko.

Penilaian Risiko/Risk Assessment


Penilaian suatu risiko dengan cara membandingkannya terhadap
tingkat/besaran/level risiko yang telah ditetapkan.

Manajemen Risiko
Penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan
akitivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian,
penanganan dan pemantauan serta review risiko.

REFERENSI

PP No. 50 Tahun 2012


ISO 45001:2018
YANG MELAKUKAN PENILAIAN RISIKO yaitu :
 Dapat dilakukan oleh manager/supervisor/ ahli K3 di perusahaan ybs.
 Dapat dilakukan oleh pihak ketiga.
 Memahami MSDS/Label/informasi tempat kerja.
 Kualifikasi yang melakukan :
 Memahami perat.-peruu. K3
 Memiliki keahlian di bidang K3

Manajemen risiko terintegrasi :


 risiko regulasi
 resiko keuangan
 risiko operasi
 risiko proyek
 risiko pasar

Manajemen risiko :
 K3
 Properti
 Finansial
 Bisnis
 Regulasi
 Bencana Alam
 Teknologi
 Sosial
 Lingkungan

RESIKO OPERASIONAL
 Risiko kesalahan atau kesalahan operasional
 Kesalahan Desain
 Perilaku Tidak Aman
 Risiko Praktik
 Karyawan
 Perlengkapan
 Peralatan
 Kegagalan
 Infrastruktur
 Kebakaran dan Eksplosi
 Polusi
 Sabotase
Ini memperhatikan masalah hari demi hari yang terhadap organisasi
sebagaimana berusaha untuk memberikan tujuan strategisnya.
Risiko Bahaya Alam :
 Topan
 Gempa bumi
 Banjir
 Badai Es
 Gunung berapi
 Tsunami

RESIKO REGULASI
1. Risiko Gagal Kepatuhan
Semua operasi bisnis diatur. Risiko utama yang terkait dengan regulasi
adalah perubahan aturan yang tiba-tiba. Karena regulasi (dan kontrol
harga) adalah wajib, bisnis menemukan bahwa menanggapinya harus
menjadi prioritas tinggi.
Contoh:
- Ketidakpatuhan
- Proses pengadilan
- Baik
- Pencabutan izin
Masalah Kesehatan ini seperti kesehatan keselamtan dan lingkungan
keterangan perdagangan perlindungan konsumen, perlindungan data,
praktik ketenagakerjaan dan peraturan isu.

2. Risiko Kegagalan Pelaksanaan Proyek

Keharusan yang mengatur manajemen proyek adalah menyelesaikan


pekerjaan tepat waktu, sesuai anggaran, dan sesuai dengan spesifikasi.

Manajemen risiko proyek mengatasi ancaman bahwa proyek tidak akan


selesai, atau mungkin mengalami selip jadwal, atau mungkin mengalami
pembengkakan biaya atau mungkin tidak mencapai spesifikasi yang
ditentukan.
Contoh:
- Kelebihan biaya
- Jadwal dibanjiri
- Di luar spesifikasi
3. Risiko HSE
Kegiatan perusahaan mengandung risiko yang yang berkaitan dengan
K3 dan Lingkungan seperti kecelakaan, kebakaran, pencemaran
lingkungan dan kerusakan.
Risiko K3 dan Lingkungan dapat terjadi baik dari internal maupun
eksternal operasi perusahaan.
Kecelakaan di Indonesia
- Kebakaran Tanki Cilacap (1995)
- Kecelakaan/kebakaran kapal Tampomas
- Kebakaran Pertokoan Ramayana
- Kebakaran Gedung Sarinah
- Kebakaran Gedung Bank Indonesia
- Kecelakaan Jembatan Layang Grogol
- Kecelakaan Kereta Api di Bintaro
- Kecelakaan kabel PLN Selat Madura
- Ledakan reaktor di LNG Bontang
- Kecelakaan KA Cirebon
- Ledakan Pabrik Kimia PT Petrowida-Gresik
- Lapindo Brantas Sidoardjo

4. Risiko Pasar
Semua bisnis yang menjual barang dan jasa adalah prihatin dengan
risiko pasar :
- Apakah pelanggan menghargai produk atau layanan Anda tinggi
- Produk atau layanan baru atau lama juga menghadapi risiko pasar
- Kualitas dapat menjadi faktor dominan terhadap loyalitas
pelanggan
Contoh:
- Tidak layak untuk digunakan
- Keamanan produk
- Harga terlalu tinggi

5. Risiko Keuangan
- Risiko Gagal Pengendalian Keuangan :
- Risiko Harta kurangnya Negara/Penilaian Kredit
- Penipuan Sophistik
- Kegagalan sistem
- Saham/Recievables buruk
- Rekonsiliasi
- Eksternal (Tukar atau Tingkat Bunga)

Ini tentang pengelolaan dan pengendalian yang efektif atas keuangan


organisasi serta pengaruh factor eksternal seperti ketersediaan kredit,
tarif valuta, gerakan tarif bunga dan eksposur pasar lainnya.

Jenis Bahaya :
 Bahaya Kimiawi (Chemical Hazards)
 Bahaya Mekanis (Mechanical Hazards)
 Bahaya Listrik (Electrical Hazards)
 Bahaya Statis (Statical Hazards)
 Bahaya Physis (Physical Hazards)
 Bahaya Biologi (Biological Hazards)
 Bahaya Ergonomis ( Ergonomic Hazards)
 Bahaya Psikologi ( Psychology Hazards)

1. Bahaya Kimia
Bahaya Kimia adalah jenis bahaya yang bersumber dari senyawa
atau unsur kimia. Di alam terdapat ribuan jenis bahan kimia, baik
berupa unsur murni maupun dalam bentuk ikatan dengan bahan
lainnya.
Menurut standar NFPA setiap bahan kimia diklasifikasikan atas 3
aspek yaitu
1. Bahaya terhadap Kesehatan (Health Hazards),
2. sifat mudah menyala (flamability)
3. sifat reaktifnya (reactivity)
NFPA memberikan indeks dari angka 0-4 untuk setiap klasifikasi
suatu sifat bahaya diatas. Untuk bahan dengan indeks Health
Hazards = 0 berarti tidak berbahaya dan aman bagi manusia,
sedangkan bahan dengan indeks 4 sangat berbahaya.

2. Bahaya Mekanik
Bahaya Mekanik yaitu potensi bahaya yang berasal dari
pergerakan peralatan atau mesin seperti gerakan berputar, berayun,
gesekan, menumbuk dan lain-lain.
Bahaya mekanik dapat diakibatkan penggunaan mesin dan
peralatan mekanik yang menggunakan berbagai jenis tenaga
penggerak seperti penggerak uap, angin (pneumatik), listrik atau
air.
Diakibatkan energi kinetik yang terdapat dalam suatu sistem atau
alat misalnya tabung bertekanan yang dapat mengakibatkan
terjadinya overpressure dan peledakan.

3. Bahaya Listrik
Listrik merupakan sumber energi yang sangat diperlukan bagi
kegiatan manusia pada saat ini, namun dilain pihak listrik juga
merupakan sumber potensi bahaya yang dapat menimbulkan
kecelakaan.
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh energi listrik antara lain:
- Bahaya sengatan/kejutan listrik (electric shock)
- Bahaya hubungan singkat (Short circuit)
- Bahaya petir
- Listrik Statis
- Hubungan singkat (short circuit)
- Kebakaran (fire & explosion)
- Sengatan Listrik (Electric Shock)
- Electric Static
- Petir (lightning)

4. Bahaya Statik
Bahaya Statik yaitu bahaya yang disebabkan oleh benda atau
peralatan kerja yang tidak bergerak atau bersifat statik seperti
bangunan, lantai, jalan, tangga, konstruksi pipa, bords dan lain-
lain.
Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi lingkungan kerja yang
tidak baik, seperti terjatuh dari lantai yang tinggi karena tidak
adanya pagar pengaman, kondisi jalan yang berlubang atau tidak
ada penutup, tenggelam di sungai atau jalan berlumpur dan faktor
lainnya.
5. Bahaya Fisik
- Temperatur
- Suara/Bising
- Tekanan Udara
- Getaran
- Radiasi

6. Bahaya Biologi
Bahaya Biologi merupakan sumber bahaya yang berasal dari unsur
biologi yang terdapat di lingkungan kerja dan dapat
mengakibatkan cedera pada manusia.
Bahaya ini dapat berasal dari flora atau fauna di lingkungan kerja
seperti mikrobiologik, tumbuhan beracun atau berduri dan
binatang berbisa atau buas.

Sumber Bahaya
 Pelaksana pekerjaan (Manusia)
 Peralatan yang digunakan
 Prosedur pekerjaan
 Lingkungan Tempat Kerja
 Energi yang terlibat

Teknik Identifikasi Bahaya


 Tradisional – Tunggu sampai kecelakaan terjadi
 Belajar dari pengalaman orang lain
 Prediksi Bahaya sebelum ada kejadian

Teknik Tradisionil
 Menunggu sampai ada kecelakaan baru melakukan penyelidikan
mencari faktor penyebab.
 Bersifat pasif
 Kerugian telah terjadi baru ada tindakan
 Tidak efektif

Teknik Proaktif
 Mencari penyebab kecelakaan sebelum terjadi
 Lebih befektif karena kecelakaan dapat dicegah sebelum kejadian.
 Bersifat proaktif dan lebih murah
 Bersifat terencana dan terarah menuju perbaikan berkesinambungan
 Checklist
 Preliminary Hazards Analysis
 What If
 Fault tree Analysis
 Event Tree Analysis
 Hazops
 Failure Mode and Effect Analysis
 Layer of Protection Analysis (LOPA)

Checklist
Checklist merupakan daftar pertanyaan yang dibuat untuk memastikan
bahwa secara standard atau persyaratan minimum telah terpenuhi
sehingga risiko dari bahaya yang ada dapat dikurangi.
Pertanyaan dalam checklist dibuat dengan melihat persyaratan standard,
code practices atau expect judgment untuk terciptanya desain atau operasi
yang aman.
- Kelebihan :
Checklist ini merupakan identifikasi yang mudah dilakukan bahkan
oleh pemula, yang penting standard dan code practices tersedia.
- Kelemahan :
Karena ini hanya daftar pertanyaan maka hasil identifikasinya
bahayanya tidak mendalam.

Fault tree analysis


Fault Tree Analysis atau analisis pohon kegagalan merupakan metode
analisis yang sifatnya deduktif, dimulai dengan perumusan kejadian yang
tidak diinginkan misalnya ledakan atau kebakaran sebagai kejadian
puncak (top event). Selanjutnya disususn suatu pohon logika ke arah
bawah untuk menyatakan semua rangkaian penyebab dari kejadian.

Dalam identifikasi ini dimulai dengan membuat kejadian (event) yang


tidak diinginkan sebagai kejadian puncak (top event). Dari top event ini
diuraikan apa saja yang dapat menyebabkan top event itu terjadi, bila
diperlukan semua kondisi ada baru dapat terjadi maka digunakan pintu
dan (and gate) tapi bila ada salah satu bisa terjadi maka digunakan pintu
atau (or gate).
- Kelebihan :
Dari FTA ini kita akan tahu apa saja hal-hal yang dapat menyebabkan
suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi. Hasilnya sangat
sistematik sehingga kita dapat dengan mudah hal apa yang perlu
dihindari agar kecelakan tidak terjadi.
- Kelemahan :
Tidak semua semua kejadian dapat dibuat FTA dengan baik atau secara
detail, karena keterbatasan pengetahuan. Untuk kejadian yang
diakibatkan adanya reaksi kimia mungkin akan mudah menggunakan
FTA ini.

What - If Analysis
Adalah suatu teknik identifikasi bahaya secara sistematis terhadap suatu
kegiatan dengan menggunakan kata dasar What if…
Teknik identifikasi yang sederhana dan bermanfaat karena memiliki
beberapa kelebihan :
- Sangat efektif diaplikasikan pada berbagai kegiatan seperti industri,
jasa, penerbangan, angkutan, konstruksi dan lain-lain.
- Sebagai tahap awal untuk melaksanakan analisa secara mendalam
menggunakan teknik-teknik lainnya
Teknik analisa What If dilaksanakan melalui pemeriksaan secara
sistematis terhadap suatu unit proses atau operasi dengan mengajukan
pertanyaan yang dimulai dengan kata “ What if…..?”, “What if the raw
material is the wrong concentration….?
Lingkup pemeriksaan dapat mencakup bangunan, sistem pembangkit
tenaga, bahan baku, produk, tangki, pabrik dan setersusnya.
Agar hasil analisanya lengkap, maka dibutuhkan tim yang paham akan
unit proses /operasi yang dianalisa.

Preliminary Hazards Analysis


Penggunaan PHA :
1. Dikembangkan Tahun 1984 oleh militer AS untuk identifikasi bahaya
pada system pertahanannya.
2. Merupakan review awal yang hasilnya merupakan rekomendasi bagi
perancang atau desainer untuk mengantisipasi dan mengurangi bahaya
yang timbul pada tahap berikutnya.
3. PHA memfokuskan pada bahaya-bahaya utama, karena informasi dari
proses masih minim/belum rinci.
4. Merupakan tahap “saringan” untuk menentukan analisa lebih detail

Hazards & Operability Study (HazOpS)


Hazard and operability study merupakan teknik identifikasi bahaya
dengan mempelajari atau mengamati bahaya bahaya yang mungkin
terjadi bila suatu kondisi atau kriteria operasi tidak sesuai dengan yang
seharusnya, atau untuk identifikasi penyimpangan dari tujuan rancangan
proses.
Dengan diawali kata kunci tersebut dibuat prakiraan kondisi yang
mungkin bisa terjadi, dan melihat bahaya yang akan terjadi bila
kondisinya seperti itu.
Umumnya hazop dilaksanakan pada tahap preliminary engineering
ketika gambar desain telah ada atau bila ada perubahan dari suatu plant.

Failure Mode & Effect Analysis (FMEA)


Mentabulasikan jenis kegagalan dari peralatan-peralatan termasuk
dampaknya terhadap sistem atau instalasi.
Tujuannya adalah Mengidentifikasi jenis kegagalan dari peralatan tunggal
dan sistem, serta akibat-akibat potensial dari setiap jenis kegagalan pada
suatu sistem atau instalasi. Jenis analisa ini secara khusus menghasilkan
rekomendasi untuk peningkatan keandalan peralatan, sehingga dapat
meningkatkan keselamatan proses.

Job Safety Analysis


Metode analisa bahaya / potensi bahaya pada setiap langkah kerja atau
prosedur kerja dan menentukan rekomendasi perbaikan atau cara
pencegahan bahaya agar pekerjaan dapat dilakukan dengan aman
Prioritas dari Job Safety Analysis:
1. Pekerjaan Baru
2. Pekerjaan yang tidak rutin
3. Potensi Keparahan
4. Pernah terjadi Kecelakaan Parah/cacat
5. Tingkat Kekerapan dari Kecelakaan

Analisa Risiko
Ada 3 cara dalam penilaian risiko yaitu :
1. Kualitatif

2. Semikuantitatif
3. Kuantitatif

Level of Risk adalah perhitungan antara konsekuensi/dampak yang


mungkin timbul dan probabilitas, yang biasanya disebut tingkat resiko
Tingkat Resiko
Tingkat resiko sangat tinggi = 25
Tingkat resiko tinggi = 16 s/d 20
Tingkat resiko Substansial = 8 s/d 15
Tingkat resiko Menengah = 6 s/d 3
Tingkat resiko diterima = 1 s/d 2

Kriteria Resiko
 25 sangat tinggi : kegiatan harus dihentikan dan perlu perhatian
manajemen puncak

 16 s/d 20 tinggi : perlu perhatian manajemen puncak dan tindakan


perbaikan segera dilakukan

 8 s/d 15 substansial : lakukan perbaikan secepatnya dan tidak


diperlukan keterlibatan manajemen puncak

 3 s/d 6 menengah : tindakan perbaikan dapat dijadwalkan kemudian


dan penanganan cukup dilakukan dengan prosedur yang ada

 < 2 rendah : resiko dapat diterima

Matrix Level Of Risk


Pengenalan Risiko

Gambar Herarchy Of Risk Control :


Herarchy Of Controls :

Hirarki Pengendalian Risiko K3 :


Pemantauan dan Tinjauan Ulang :

Komunikasi Dan Konsultasi


10. ANALISA KECELAKAAN KERJA
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
Dasar Hukum
 UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran
Negara th 1970 No. 1, Tambahan Lembaran Negara No. 1981).
 UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN
 UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS
 PP. No. 44 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Jaminan Kematian
 Permenaker No. 3 tahun 1998 tentang tatacara pelaporan dan
pemeriksaan kecelakaan
 Permenakertrans RI No. Per 25/Men/XII/2008 tentang Pedoman
Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit
Akibat Kerja.
 Surat Keputusan Dirjen Binawas No. Kep. 84/BW/1998 tentang
Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik
Kecelakaan.

Kecelakaan Kerja
- Kecelakaan kerja adalah Kecelakaan yg terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh Lingker.
(UU No. 40 th 2004, ps 1 no. 14).
- Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan
tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau
harta benda (Permenaker No. 03/MEN/1998).
- Kecelakaan kerja adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang
menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan,
kerusakan atau kerugian lainnya (Standar AS/NZS 4801:2001).
- Suma'mur (2009), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia,
merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
- Gunawan dan Waluyo (2015), kecelakaan adalah suatu kejadian yang
(tidak direncanakan) dan tidak diharapkan yang dapat mengganggu
proses produksi/operasi, merusak harta benda/aset, mencederai
manusia, atau merusak lingkungan.
- Heinrich (1980), kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah
suatu kejadian yang tidak terencana dan tidak terkendali akibat dari
suatu tindakan atau reaksi suatu objek, bahan, orang, atau radiasi yang
mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat lainnya.
- Reese (2009), kecelakaan kerja merupakan hasil langsung dari
tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman, yang keduanya dapat
dikontrol oleh manajemen. Tindakan tidak aman dan kondisi tidak
aman disebut sebagai penyebab langsung (immediate/primary causes)
kecelakaan karena keduanya adalah penyebab yang jelas / nyata dan
secara langsung terlibat pada saat kecelakaan terjadi.
- Tjandra (2008), kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi
pada saat seseorang melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja
merupakan peristiwa yang tidak direncanakan yang disebabkan oleh
suatu tindakan yang tidak berhati-hati atau suatu keadaan yang tidak
aman atau kedua-duanya.

Kecelakaan :
1. Kecelakaan Hubungan Kerja
2. Kecelakaan Perjalanan Pulang – Pergi tempat tinggal = Tempat kerja
3. Kecelakaan di tempat kerja
4. Penyakit Akibat Kerja

Investigasi Kecelakaan Kerja


Accident investigation atau Investigasi Kecelakaan adalah suatu
rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencari penyebab utama
terjadinya suatu kecelakaan dan menentukan dengan tepat tindakan
perbaikan yang dilakukan setelah ditemukan fakta sebenarnya dari
kecelakaan yang terjadi dan penyebab kecelakaan tersebut.

Tujuan Investigasi Kecelakaan


1. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan kejadian sebenarnya (apa, di
mana, dan kapan)
2. Mengidentifikasi penyebab langsung dan akar/ faktor penyebab
kecelakaan (mengapa)
3. Membantu manajemen untuk mengidentifikasi tindakan perbaikan
yang efektif dan praktis
Manfaat Investigasi Kecelakaan
1. Memperbaiki sistem manajemen K3 perusahaan.
2. Mencegah kecelakaan kerja yang sama terulang kembali.
3. Menciptakan lingkungan kerja yang selamat dan aman bagi pekerja.

Tim Investigasi Kecelakaan :


 Safety committee members/P2K3
 Immediate/Line supervisor
 Department manager
 Safety officer
 Other safety & health professional

Pengawas Lini (Lini Supervisor)


 Banyak berkepentingan , yaitu :
 Banyak tahu tentang orang dan kondisi
 Paham bagaimana & dimana sumber info
 Adalah pengambil tindakan
 Memperoleh manfaat dari analisa kecelakaan , al :
- penunjukan peran serta
- meningkatkan produktivitas
- menekan biaya produksi
- menunjukan adanya kontrol

Karyawan enggan melaporkan kecelakaan umumnya karena :


1. Takut tindakan disiplin
2. Khawatir catatan penilaian negatif (koduite)
3. Khawatir akan reputasi
4. Takut diobati
5. Tidak menyukai petugas medik
6. Menghindari terhentinya pekerjaan
7. Ingin menjaga catatan pribadi yang bersih
8. Menghindari pertanyaan
9. Melindungi tingkah laku orang lain
10. Tidak memahami pentingnya laporan kecelakaan
Agar karyawan lebih berani melaporkan insiden / kecelakaan :
 Diskusikan perlunya melaporkan semua kecelakaan / insiden melalui
penyuluhan/training/rapat K3.
 Bereaksi positif
- Segera selidiki laporan insiden tanpa menyalahkan siapapun selama
proses penyelidikan.
- Ambil tindakan antara sebelum mampu mengoreksi semua
kelemahan.
- Berikan lebih banyak perhatian terhadap usaha mengurangi
kerugian
- Akui usaha individu dan kembangkan informasi menjadi sesuatu
yang lebih bernilai.
- Bersama dengan pegawai lain – kaji ulang kecelakaan yang baru
terjadi.
 Jelaskan bahwa tidak melaporkan kecelakaan adalah melanggar
peraturan K3.

Partisipasi manajemen dalam penyelidikan kecelakaan :


Tergantung besarnya resiko kerugian / angka potensi kecelakaan
(accident potensial rating ).
Menyediakan prosedur penyelidikan kecelakaan yang diketahui oleh
karyawan.

Prosedur Penyelidikan kecelakaan memuat


 Tindakan pada tiap tahap proses penyelidikan
 Siapa yang harus melakukan penyelidikan
 Jalur komunikasi dan organisasi
 Batas waktu penyelesaian laporan
 Garis panduan (Guidelines) yang mencakup :
- Pembentukan anggota tim penyelidik
- Mengamankan bukti, kondisi dan posisi alat, instruksi pengawas,
ijin kerja, charts, dll.
- Bagaimana menilai potensi kecelakaan.
- Mengevaluasi tindakan darurat, rescue dan pengendalian kerusakan
- Pelatihan penyelidikan kecelakaan.
-
Ishikawa (Fishbone) Diagrams

Ishikawa atau diagram tulang ikan membantu mengidentifikasi faktor


potensial yang berkontribusi terhadap insiden tersebut.

Diagram memungkinkan Anda memecah organisasi Anda menjadi


beberapa kategori, termasuk peralatan yang digunakan dan prosedur yang
diikuti. Kemudian Anda dapat melakukan brainstorming kemungkinan
penyebab insiden untuk setiap kategori.

Teknik Analisis Penyebab Sistematis (SCAT):


Metode SCAT diperkenalkan pertama kali Internaltional Loss Control
Institute (ILCI) yang mengambil model dari F. Bird & German (1982)
Canadian Center for Occupational Health and Safety (CCOHS). Agar
dapat dilakukan secara bersama-sama, baik manajemen maupun
perwakilan dari tenaga kerja atau pihak-pihak yang relevan.

Tahapan Metode SCAT Meliputi :


1. Deskripsi atau gambaran suatu kejadian. Misalnya, keracunan gas,
defisiensi oksigen, terjepit mesin bergerak, atau jatuh dari ketinggian.
2. Faktor pemicu timbulnya kecelakaan atau berbagai hal yang
menyebabkan kecelakaan. Misalnya, pekerja (korban) kontak dengan
gas beracun atau kontak dengan peralatan bertenaga.
3. Penyebab langsung, terdiri dari perilaku tidak aman (unsafe action)
dan kondisi tidak aman (unsafe condition).

Unsave Action :
 Bekerja tanpa disertai izin kerja
 Tidak peduli pada peringatan
 Kegagalan untuk bekerja dengan aman
 Mengoperasikan peralatan melebihi kecepatan yang ditentukan
 Tidak menggunakan perangkat keselamatan
 Menggunakan peralatan yang rusak/ tidak layak
 Penggunaan peralatan tidak tepat
 Menggunakan APD yang tidak layak/ tidak memakai APD
 Cara memuat material tidak tepat
 Penempatan material/ alat bukan di tempat semestinya
 Teknik pengangkatan tidak tepat
 Posisi kerja tidak ergonomis
 Mengoperasikan peralatan yang sedang diperbaiki/ dipelihara
 Di bawah pengaruh alkohol/ obat-obatan terlarang
 Bercanda ketika kerja

Unsave Condition
 Pengaman/ pembatas di area kerja tidak memadai
 APD tidak memadai/ tidak sesuai dengan jenis pekerjaan
 Peralatan rusak/ cacat
 Ruang kerja sempit/ terbatas
 Tanda peringatan/ rambu K3 tidak memadai
 Bahaya kebakaran dan ledakan
 Tata graha (housekeeping) tidak memadai
 Paparan bahan kimia berbahaya dan beracun
 Paparan kebisingan
 Paparan radiasi
 Paparan suhu ekstrem
 Kurangnya pencahayaan dan ventilasi

4. Penyebab dasar, terdiri dari faktor individu, faktor pekerjaan, dan


faktor manajemen.

Faktor Individu:
 Kemampuan fisik dan mental pekerja tidak memadai
 Kurangnya pengetahuan
 Kurangnya keterampilan
 Stres akibat kerja
 Kurangnya motivasi kerja

Faktor Pekerjaan :
 Kurangnya pengawasan/ kepemimpinan yang lemah
 Rekayasa teknik tidak memadai
 Peralatan kerja tidak memadai
 Perawatan peralatan yang tidak memadai
 Prosedur bekerja aman tidak memadai
 Peralatan yang rusak/ aus tetap digunakan
 Penyalahgunaan peralatan

Faktor Manajemen:
 Program K3 tidak memadai/ tidak efektif
 Standar operasional prosedur (SOP) tidak sesuai
 Kurangnya pelatihan
 Tidak ada inspeksi dan evaluasi atau audit.
 Budaya keselamatan yang apatis
 Manajemen bersikap acuh tak acuh
 Komunikasi K3 yang buruk
 Investigasi kecelakaan yang buruk dan dangkal

5. Tindakan perbaikan/ pencegahan yang dapat dilakukan untuk


mengendalikan kecelakaan. Misalnya, menyediakan APD yang
memadai, prosedur kerja diperjelas, atau menyediakan peralatan kerja
yang memadai.

Keuntungan menggunakan metode SCAT:


- Metode yang tepat dan sederhana untuk memeriksa efektivitas
investigasi kecelakaan
- Sebuah sistem untuk menganalisis dan mengevaluasi penyebab
kecelakaan
- Sebuah sistem untuk mengembangkan efektivitas pengendalian
kecelakaan
- Sebagai pengingat akan penyebab dan pengendalian terhadap
kecelakaan.
Tata Cara Pelaporan
Permenaker No.3 Tahun 1998
1. Pengurus/pengusaha wajib melaporkan tiap kecelakaan yang
terjadi di tempat kerja yang dipimpinnya baik yang telah
mengikutsertakan pekerjanya kedalam program Jamsostek maupun
yang belum.
2. Kecelakaan yang dilaporkan terdiri dari :
 Kecelakaan kerja
 Penyakit akibat kerja
 Kebakaran, Peledakan dan Bahaya Pembuangan Limbah
 Kejadian berbahaya lainnya
3. Melaporkan secara tertulis kepada Dinas Ketenagakerjaan setempat
dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak terjadi kecelakaan
dengan menggunakan formulir bentuk 3 KK2 A.
4. Pelaporan dapat dilakukan secara lisan sebelum secara tertulis.
11. K3 KONSTRUKSI DAN BANGUNAN
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
Pengertian dari Konstruksi dan Bangungan
1. Konstruksi Bangunan
Kegiatan yang berhubungan dengan seluruh tahapan pekerjaan
konstruksi yang dilakukan pada tempat kerja.
2. Sarana Konstruksi Bangunan
Semua Instalansi/peralatan/sarana pendukung dari kegiatan tahapan
konstruksi bangunan mulai dari kegiatan pelaksanaan, serah terima
sampai dengan masa pemeliharaan dan perawatan.
3. Masa Konstruksi
Suatu tahapan pekerjaan yang dilaksanakan kontraktor/pelaksana yang
menghasilkan produk teknis bangunan.
4. Masa Serah Terima Pekerjaan Konstruksi
Suatu tahapan pekerjaan yang dilaksanakan kontraktor/pelaksana
dalam penyelesaian produk teknis bangunan dan menyerahkan kepada
pemilik/pengelola bangunan tempat kerja.
5. Masa Pemeliharaan/Perawatan
Suatu tahapan pekerjaan yang dilakukan pemilik/pengelola bangunan
dengan tujuan bangunan tempat kerja memenuhi syarat K3.

Latar Belakang Permasalahan Konstruksi dan Bangunan :


 Kegiatan konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan.
 Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak
diinginkan, antara lain yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan
lingkungan.
 Kegiatan konstruksi harus dikelola dengan memperhatikan standar
dan ketentuan K3 & L yang berlaku.

Karakteristik Kegiatan Proyek Konstruksi :


 Melibatkan banyak tenaga kerja kasar berpendidikan relatif rendah
(Non Skill)
 Memiliki masa kerja terbatas
 Memiliki intensitas kerja yang tinggi
 Bersifat multi disiplin dan multi crafts
 Menggunakan peralatan kerja beragam (jenis, teknologi, kapasitas dan
kondisinya)

Unsur Terkait Dalam Proyek Konstruksi :


1. Pemilik Proyek
2. Kontraktor
3. Sub Kontraktor
4. Pekerja Proyek
5. Pekerja Subkontraktor
6. Pemasok dll
7. Masyrakat
8. Instansi Teknis

Data Kecelakaan :
- Konstruksi : 31,9 %
- Industri : 31,6 %
- Transport : 9,3 %
- Pertambangan : 2,6 %
- Kehutanan : 3,8 %
- Lain-lain : 20 %

Peraturan Perundangan K3 Bidang Konstruksi Bangunan :


1. UNDANG UNDANG NO. 1 TAHUN 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
Ruang lingkup K3 Konstruksi

Bab II Pasal 2 Ayat (1) :


K3 di segala tempat kerja di darat, di dalam tanah, permukaan air, di
dalam air, maupun di udara dalam wilayah RI.

Ket, Pasal 2 Ayat (2) c :


Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk
bangunan2 pengairan, saluran atau persiapan
Ket, Pasal 2 Ayat (2) i :
Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian, di atas permukaan tanah atau
perairan.

Ket, Pasal 2 Ayat (2) k :


Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut
atau terpelanting

Ket, Pasal 2 Ayat (2) m:


Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran

2. PERMENAKER NO.01/MEN/1980 tentang K3 Pada Konstruksi


Bangunan.
tentang K3 Pada Konstruksi Bangunan, di dalamnya telah ditetapkan
berbagai prosedur K3 yang harus dilaksanakan di sektor kegiatan
konstruksi, antara lain :
1. Adanya kewajiban melapor keadaan proyek konstruksi ke
pemerintah dengan syarat untuk dilakukan langkah-langkah
antisipasi di bidang K3.
2. Adanya kewajiban membentuk organisasi/kepanitiaan K3 dalam
proyek a.l. dalam bentuk P2K3 (Panitia Pembina K3) perusahaan
atau bentuk kepanitiaan lainnya.
3. Adanya kewajiban melakukan identifikasi K3 sebelum proyek
dimulai dan segera disiapkan syarat-syarat K3 sesuai ketentuan.
4. Dibuatkan Akte Pengawasan K3 Proyek Konstruksi, untuk
melihat hasil-hasil temuan bidang K3 oleh pengurus maupun Ahli
K3 perusahaan
5. Diadakan pelatihan bagi para teknisi sebagai Ahli Muda K3, Ahli
Madya K3 dan Ahli Utama K3 Bidang Konstruksi untuk Petugas
K3 di proyek yang bersangkutan.
6. Disiapkan bahan pedoman K3 yang meliputi :
a. Catatan identifikasi kecelakaan kerja yang ada.
b. Rekomendasi persyaratan K3 atas temuan identifikasi di atas.
c. Dibuatkan Prosedur Kerja Aman yang menyangkut seluruh
jenis kegiatan.
d. Dibuatkan Instruksi Kerja Aman untuk langkah-langkah
kegiatan yang bersifat khusus.
e. Dibuat rencana kerja K3 yang komprehensip terkendali oleh
pimpinan proyek.
7. Dibuatkan Pedoman Teknis K3 yang khusus melaksanakan K3
untuk pekerjaan yang bersifat spesifik.
8. Dilakukan inspeksi oleh Ahli K3 khususnya oleh Pegawai
Pengawas K3 (Pemerintah).
9. Dilakukan audit oleh ahli-ahli audit independe

3. Kep. Dirjen PPK No Kep 20/DJPKK/VI/2004 Tentang Sertifikasi


Kompetensi K3 Bid Konst Bangunan

Jenis Kompetensi Personil :


- Ahli K3 Utama,
- Ahli K3 Madya
- Ahli K3 Muda
- Teknisi Scaffolding

4. SERTIFIKASI KOMPETENSI PERSONIL K3 Pada Kegiatan


Konst Bangunan Kep. Dirjen PPK No Kep 20/DJPKK/VI/2004
A. Proyek > 6 bulan atau TK > 100 org
- Min. 1 org Ahli Utama
- Min. 1 org Ahli Madya
- Min. 2 org Ahli Muda
B. Proyek < 6 bulan atau TK < 100 org
- Min. 1 org Ahli Madya
- Min. 1 org Ahli Muda
C. Proyek < 3 bulan atau TK < 25 org
- Min. 1 org Ahli Muda
D. Teknisi perancah harus memiliki SIO

5. KEP.DIRJEN NO.74/PPK/XII/2013 LISENSI K3 Bidang


Supervisi Perancah 31 DESEMBER 2013
6. SKB MENAKER DAN MENTERI PU No. 174/MEN/1986
DAN No. 104/KPTS/1986 tentang K3 Pada Tempat Kegiatan
Konstruksi Beserta Pedoman Pelaksanaan K3 Pada Tempat
Kegiatan Konstruksi.
 Pasal 2 : Konstraktor Wajib Penuhi Syarat – syarat K3
 Pasal 3 : Menteri Pekerjaan Umum Memberi Sanksi Administrasi
 Pasal 4 : Koordinasi Depnakertrans Dan Pekerjaan Umum
 Pasal 5 : Ahli K3 Konstruksi
 Pasal 6 : Pengawasan Depnaker Dan Pekerjaan Umum

PEDOMAN :
BAB I : Administrasi ada dua :
1. Kewajiban Kontraktor terhadap K3 Termasuk
biaya yang timbul.
2. Petugas K3 Full Time < 100 Orang
Tenaga Kerja > 100 Orang (P2K3) yaitu
Struktural (6 Bulan) Buat SOP.
BAB II S/D XIV : Teknis
Pembinaan dilakukan oleh pemerintah dan pelaksanaannya
melibatkan secara aktif peran masyarakat jasa konstruksi.
Sanksi :
- Tegoran tertulis
- Penghentian sementara
- Pembatasan kegiatan
- Pembekuan ijin
- Pencabutan ijin

Pidana dilakukan oleh Kemenakertrans. Sedangkan Administratif


dilakukan oleh Dep PU.

RUANG LINGKUP PENGAWASAN K3 KONSTRUKSI &


SARANA BANGUNAN
1. Serah Terima Pekerjaaan Konstruksi
2. Masa Konstruksi yang di kerjakan yaitu :
- Pembangunan.
- Perbaikan.
- Perawatan.
- Pembersihan, pembongkaran rumah, gedung, bangunan
pengairan, bangunan lainnya, saluran atau terowongan di
bawah tanah.
- Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah
atau perairan.
- Dilakukan pekerjaan mengandung bahaya tertimbum tanah,
kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau
terperosok,hanyut atau terpelanting.
3. Perawatan/Pemeliharaan Bangunan

WAJIB LAPOR PEKERJAAN KONSTRUKSI/PROYEK


SURAT DIRJEN BINAWAS NO. 147/BW/KK/IV/1997 BAB I
PASAL 2 :

Laporan :
- Nama dan Alamat Perusahaan
- Nama dan Pemilik Perusahaan
- Nama dan Alamat Pelaksana
Konstruksi
- Program K3 Pelaksana Konstruksi
- Kegiatan K3 Pelaksana Konstruksi
- Pesawat / Instalasi / Peralatan yang
digunakan
- Fasilitas K3
- Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Pesawat/Instalasi yang terpasang pada
bagian tempat kerja dan subkontraktor
yang melaksanakan
Buku Akte Pengawasan Ketenagakerjaan konstruksi :

Laporan :
- Nama dan Alamat Perusahaan
- Nama dan Pemilik Perusahaan
- Nama dan Alamat Pelaksana
- Program K3 Pelaksana Konstruksi
- Kegiatan K3 Pelaksana Konstruksi
- Pesawat / Instalasi / Peralatan yang
digunakan
- Fasilitas K3
- Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Pesawat/Instalasi dipasang dan sub
kontraktor yang melaksakannya.

Prosedur Standar Operasi


PENYELENGGARAAN K3 PADA PROYEK KONSTRUKSI :
- Dimulai pada tahap perencanaan
- Unsur yang terlibat
- Komitmen manajemen
- Pembentukan organisasi P2K3
- Kerangka dan penjabaran tugas
- Pembinaan / sosialisasi, awal, rutin, dan khusus
- Aktivitas kegiatan
- Pengawasan internal dan eksternal
- Reward & Punishment

OBYEK-OBYEK SPESIFIK PADA PROYEK KONSTRUKSI


- Tempat dan lingkungan kerja
- Alat, mesin, instalasi
- Perancah
- Tangga
- Alat angkat
- Alat konstruksi / alat berat
- Konstruksi bawah tanah
- Penggalian
- Pemancangan
- Pekerjaan beton
- Pekerjaan peledakan
- Pekerjaan penunjang / finishing

SERTIFIKASI
Alat
- Persyaratan administratif
- Pemeriksaan visual
- Pengujian beban
- Rekomendasi / Ijin
Kompetensi Personil
- Persyaratan peserta
- Pelatihan
- Evaluasi
- Sertifikasi
- Lisensi
- Penunjukan

PERATURAN PELAKSANA :

1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.01 Tahun 1976, tentang


Wajib Latihan Hiperkes bagi Dokter Perusahaan.
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.01 Tahun 1978, tentang
Keselamatan dan kesehatan Kerja Dalam Penebangan dan
Pengangkutan Kayu
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.01 Tahun 1979, tentang
Wajib Latihan Hiperkes bagi Paramedis Perusahaan.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.01 Tahun 1980, tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.02 Tahun 1980, tentang
Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.04 Tahun 1980, tentang
syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api
Ringan.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.01 Tahun 1981, tentang
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.
8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.01 Tahun 1982, tentang
Bejana Tekanan.
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.02 Tahun 1982, tentang
klasifikasi juru las .
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.03 Taahun 1982, tentang
Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.
11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No . 02 Tahun 198, tentang
Instalasi Alarm Kebakaran Otomatik.
12. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 Tahun 1980, tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.
13. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 Tahun 1985, tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Tenaga dan Produksi.
14. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 1985, tentang
K3 Pesawat Angkat dan Angkut.
15. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03 Tahun 1986, tentang
syarat - syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja di tempat kerja
yang mengelola pestisida.
16. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 tahun 1987, tentang
Tata Cara Pembentukan P2K3 dan Pengangkatan Ahli K3.
17. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 01 Tahun 1988, tentang
Syarat – syarat dan kualifikasi Operator Pesawat Uap.
18. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02 Tahun 1989,
Pengawasan Instalasi Penyalur Petir.
19. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 02 Tahun 1992, tentang
Tata Cara Penunjukan Kewajiban dan Kewenangan Ahli K3
20. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 Tahun 1995, tentang
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
21. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05 Tahun 1996, tentang
Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
22. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per 01/Men/1998, tentang
Program Jaminan Pemeliharaan dengan Manfaat Lebih Baik.
23. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/Per/1998, tentang Tata
Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.
24. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 03/Men/1999, tentang
Syarat – syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk
Pengangkutan Orang dan Barang.
25. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per
11/Men/2007, tentang Pencegahaan dan Penanggulangan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba Di Tempat Kerja.
26. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi No. Per
01/Men/2007, tentang Pedoman Pemberian Penghargaan K3.
27. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
Kep.12/Men/2007, tentang Petunjuk Teknis Pendaftaran
Kepersertaan, Pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan dan
Pelayanan Jamsostek.
28. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep
.15/Men/2008, tentang Pertolongan pertama Pada Kecelakaan di
tempat Kerja.
29. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per
18/Men/2008, tentang Penyelenggaraan Audit SMK3.
30. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep
25/Men/2008, tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat
karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat kerja.
31. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per
08/Men/2010, tentang alat pelindung diri.
32. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per
09/Men/2010, tentang Petugas dan operator Pesawat Angkat dan
Angkut.
33. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Per
13/Men/2011, tentang NAB Faktor fisika dan Kimia di tempat
Kerja.
34. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep
245/Men/1990, tentang hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Nasional.
35. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Kep 186/Men/1999,
tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.
36. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Kep 187/Men/1999,
tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya Di Tempat Kerja.
37. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep
75/Men/2002, tentang Perlakuan SNI No.04-0225-2000 Mengenai
Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 ( PUIL 2000 ) di tempat
Kerja.
38. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep
68/Men/2004, tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/Aids
di Tempat kerja.

Jenis Bahaya Konstruksi :


1. Physical Hazards
2. Chemical Hazards
3. Electrical Hazards
4. Mechanical Hazards
5. Biological Hazards
6. Psychological Hazards

Accident Prevention Program

K3 dalam Proyek Konstruksi


Pengawasan Pelaksanaan K3
Meliputi kegiatan-kegiatan, antara lain:
1. Safety Patrol (team 2/3 orang)
2. Safety Supervisor (petugas ditunjuk PM)
3. Safety Meeting (bahasan hasil temuan supervisor)

SAFETY INDUCTION & TOOLBOX MEETING


- Safety Induction yaitu Program Pendekatan K3 dan Housekeeping
bagi orang baru di Proyek (termasuk Karyawan dan Pekerja).
- Tool Box Meeting yaitu Pengarahan tentang K3 & Housekeeping
yang ditujukan kepada para Pekerja dan Karyawan yang akan
berada di Area Kerja.
12. K3 MEKANIK
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :

Ruang Lingkup
Obyek Pengawasan K3 Mekanik meliputi :
- K3 PTP (Pesawat Tenaga dan Produksi)
- K3 PAA (Pesawat Angkat dan Angkut)

Latar Belakang :
Peralatan Mekanik merupakan :
 Bagian sarana industri (barang / jasa) yang memegang peranan sangat
penting
 Peralatan teknik yang mengandung sumber bahaya yang berpotensi
dapat menimbulkan kecelakaan kerja
 Peralatan teknik yang spesifik memerlukan kualitas tinggi baik dari
segi teknik peralatan maupun segi lembaga / SDM yang
menanganinya

Type Kecelakaan Kerja


Terkait Dengan Peralatan Mekanik :
- Terjungkit/terguling
- Terjepit/terpotong
- Peledakan
- Roboh
- Tertimpa/tertimbun
- Terkena radiasi
- Penyakit akibat kerja
- Sentuhan listrik

Dasar Hukum Pengawasan K3 Mekanik


1. Undang-Undang No.1 Tahun 1970
2. Permenaker No.38 Tahun 2016 K3 PTP (PESAWAT TENAGA
DAN PRODUKSI )
Permenaker No.4 Tahun 1985
3. Permenaker No.8 Tahun 2020 K3 PAA ( PESAWAT ANGKAT
DAN ANGKUT )
Permenaker No.5 Tahun 1985
Permenaker No.9 Tahun 2010
Kepmenaker No.452 Tahun 1996

Tujuan K3 PTP
1. Melindungi Tenaga Kerja dan orang lain yang berada di Tempat
Kerja dari potensi bahaya Pesawat Tenaga dan Produksi
2. Menjamin dan memastikan keamanan dan keselamatan Pesawat
Tenaga dan Produksi
3. Menciptakan Tempat Kerja yang aman dan sehat untuk meningkatkan
produktivitas.

Pesawat Tenaga dan Produksi / PTP adalah pesawat atau alat yang tetap
atau berpindah-pindah yang dipakai atau dipasang untuk membangkitkan
atau memindahkan daya atau tenaga, mengolah, membuat bahan, barang,
produk teknis, dan komponen alat produksi yang dapat menimbulkan
bahaya kecelakaan.

KRITERIA PESAWAT TENAGA DAN PRODUKSI


RUANG LINGKUP : Pasal 4 ayat 2
1. Penggerak Mulai adalah suatu pesawat yang mengubah suatu bentuk
energi menjadi tenaga mekanik dan digunakan untuk menggerakan
pesawat atau mesin antara lain:
- Motor Bakar
- Turbin Air
- Kincir Angin
- Motor Penggerak Lainnya
2. Mesin Perkakas dan Produksi.
Mesin perkakas dan produksi ialah pesawat atau alat untuk membuat,
menyiapkan, membentuk, memotong, mengepres, menarik, menempa,
menghancur, menggiling, menumbuk, merakit, dan/atau
memproduksi barang, bahan, dan produk teknis.
Meliputi mesin-mesin konvensional dan berbasis komputer kontrol
numerik (CNC) antara lain :
mesin asah, mesin poles dan pelicin, mesin tuang dan cetak, mesin
tempa dan pres, mesin pon, mesin penghancur, penggiling dan
penumbuk (crusher machine), mesin bor, mesin frais, mesin bubut,
mesin gunting/potong plat, mesin rol dan tekuk plat, mesin potong
dan belah kayu, mesin ayak dan mesin pemisah, mesin penyaring
pasir, mesin pintal dan
mesin tenun, mesin jahit, mesin pengisi, mesin pengungkit, mesin
perapat tutup, mesin pengampuh kaleng, mesin penutup botol, mesin
pak dan pembungkus, serta mesin lain yang sejenis.
3. Transmisi Tenaga Mekanik.
- Transmisi sabuk, rantai, dan roda gigi yang dikonstruksi menyatu
dengan Pesawat Tenaga dan Produksi dan merupakan komponen
dari Pesawat Tenaga dan Produksi harus memenuhi ketentuan
- Poros transmisi yang melintasi jalan dengan ketinggian < 2 m
diatas titik tertinggi dari muatan kendaraan harus dilengkapi
dengan alat perlindungan
- Ujung poros transmisi harus diberi alat perlindungan yang tidak
ikut berputar.
4. Tanur (Furnace).
Tanur (furnace) merupakan pesawat yang bekerja dengan cara
pemanasan dan digunakan untuk mengolah, memperbaiki, atau
mengubah sifat logam, barang atau produk teknis.
antara lain:
blast furnace, basic oxygen furnace, electric arc furnace, refractory
furnace, tanur pemanas (reheating furnace), kiln, oven dan furnace
lain yang sejenis.
Tanur (furnace) harus dilengkapi:
a. sistem pendinginan yang efektif;
b. sistem proteksi terhadap pencemaran lingkungan;
c. pelataran Tempat Kerja atau jembatan yang sesuai pada semua titik
ketinggian untuk dilintasi Tenaga Kerja atau melakukan tugas
sehari-hari;
d. perlengkapan berupa tangga permanen dengan bahan tahan api
yang kuat dan aman atau alat bantu angkat lainnya.
Semua instalasi tanur (furnace) harus dapat dikendalikan secara
sentral dari jarak jauh untuk menghindarkan Tenaga Kerja dari
bahaya.
Pemakaian / Pengoperasian PTP

- Sebelum digunakan dilakukan pemeriksaan pengujian


(Pemeriksaan berkala 1 tahun sekali Dokumen, Visual ,
Pengukuran Teknis.
- dan Pengujian berkala 5 tahun sekali berupa Pengujian Alat
pelindung. NDT. Uji Beban).

Bentuk Pemeriksaan PTP


A. Pertama
Sebelum dipakai / Belum pernah Riksa Uji
B. Berkala
Pemeriksaan 1 tahun sekali
Pengujian 5 tahun sekali
C. Khusus
Setelah terjadi Kecelakaan Kerja
D. Ulang
Hasil pemeriksaan di dapat keraguan
Semua dilakukan oleh Pengawas Spesialis PTP dan Ahli K3 Spesialis
PTP

Personil PTP
Tujuan K3 PAA :
1. Melindungi Tenaga Kerja dan orang lain yang berada di Tempat Kerja
dari potensi bahaya Pesawat Angkat, Pesawat Angkut, dan Alat Bantu
Angkat dan Angkut
2. Menjamin dan memastikan keamanan dan keselamatan Pesawat
Angkat, Pesawat Angkut, dan Alat Bantu Angkat dan Angkut
3. Menciptakan Tempat Kerja yang aman dan sehat untuk meningkatkan
produktivitas.

Pesawat Angkat dan Angkut


Ruang Lingkup
1. Pesawat Angkat
Pesawat Angkat adalah pesawat atau peralatan yang dibuat, dan di
pasang untuk mengangkat, menurunkan, mengatur posisi dan/atau
menahan benda kerja dan/atau muatan
2. Pesawat Angkut
Pesawat Angkut adalah pesawat atau peralatan yang dibuat dan
dikonstruksi untuk memindahkan benda atau muatan, atau orang
secara horisontal, vertikal, diagonal, dengan menggunakan kemudi
baik di dalam atau di luar pesawatnya, ataupun tidak menggunakan
kemudi dan bergerak di atas landasan, permukaan maupun rel atau
secara terus menerus dengan menggunakan bantuan ban, atau rantai
atau rol.
3. Alat Bantu Angkat dan Angkut
Alat Bantu Angkat dan Angkut adalah alat yang berfungsi untuk
mengikat benda kerja atau muatan ke Pesawat Angkat dan Pesawat
Angkut pada proses pengangkatan, pengangkutan, pemindahan, dan
penurunan benda keija atau muatan.

Pengoperasian
 Dilengkapi tanda peringatan operasi yang Efektif
 Dilengkapi lampu penerangan dan pencahayaan yang cukup pada
pengoperasian malam hari atau di dalam ruangan
 Pandangan Operator tidak boleh terhalang dan harus dapat memandang
luas ke sekeliling lintasan atau gerakan operasi.
 Alat pengendali pengoperasian harus dibuat dan dipasang secara aman
dan mudah dijangkau oleh Operator.

Larangan dalam mengoperasikan PAA


 mengangkat dan mengangkut melebihi beban maksimum
 melakukan gerakan secara tiba-tiba
 membawa atau mengangkut penumpang melebihi jumlah kursi yang
tersedia.
13. LAPORAN KECELAKAAN KERJA
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :

Landasan kebijakan perlindungan tenaga kerja


1. Landasan Filosofis :
 Setiap pekerja membutuhkan perlindungan dari risiko kerja dan
pasca kerja
 Pelaksanaan K3 mempunyai dimensi perlindungan dan dimensi
produktivitas & kesejahteraan
 Program Jamsos meminimalisir risiko selama bekerja dan pasca
bekerja
 Pekerja harus sehat agar produktif dan sejahtera
2. Landasan Konstitusionil :
 UUD 1945 (Psl 27, 34)
 UU No. 3 Tahun 1951 & 21 Th 2003 ttg Pengawasan Naker
 UU No. 13 Tahun 2003 ttg Ketenagakerjaan
 UU No. 1 Tahun 1970 Ttg Keselamatan Kerja
 UU No. 36 Tahun 2009 ttg Kesehatan
 UU 40 Th 2004 Ttg SJSN & UU 24 Th 2011 ttg BPJS
 Ratifikasi Konvensi ILO (C.81/UU 21 Th 2003, C.187/Perpres
34 Th 2014, MLC 2016/UU 15 Th 2016)
3. Landasan Operasionil
 PP 50 Th 2012 ttg Penerapan SMK3
 PP 88 Th 2029 ttg Kesehatan Kerja
 PP 44/2015, PP45/2015, PP 46/2015 ttg JKK, JKM, JHT, JP
 PP 86/2013 ttg Sanksi Administratif TMP2T program Jamsos
 Peraturan pelaksanaan lainnya

Tujuan pelaporan kecelakaan kerja dan PAK :


 Perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja beserta
kompensasinya.
 Diperoleh data kecelakaan kerja dan PAK.
 Memudahkan identifikasi dan analisis guna menemukan factor
penyebab.
 Dapat memberikan syarat perbaikan agar kecelakaan tidak terulang
kembali.
 Mengendalikan kerugian dari kecelakaan.

Kecelakaan kerja terdiri dari :


 Kecelakaan hubungan kerja
 Kecelakaan Perjalanan Pulang - pergi tempat tinggal – tempat kerja.
 Kecelakaan di tempat kerja.
 Penyakit akibat kerja.

Permen Tenaga Kerja No 3/Men/1998, mengatur tentang cara


pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan.
Laporan Kecelakaan kerja harus meliputi :
1. Data Umum
a. Identitas Perusahaan
b. Informasi Kecelakaan.
c. Keterangan Lain.
2. Data Korban
a. Jumlah
b. Nama
c. Akibat Kecelakaan
d. Bagian tubuh yang cidera.
3. Fakta yang Dibuat
 Kondisi yang berbahaya
 Tindakan yang berbahaya.
4. Uraian Terjadinya kecelakaan
 Kronologis kejadian kecelakaan.
 Hal-hal yang dapat mempengaruhi korban dalam melakukan
pekerjaan.
 Mengungkapkan kejadian sesaat sebelum, saat terjadi, sesaat
setelah kejadian kecelakaan.
5. Sumber kecelakaan
 Pilihlan, Benda , bahan , zat / pemapar lainya yang tidak aman di
tkp.
 Pilihlah benda/zat/alat yang kontak langsung dengan korban.
6. Type Kecelakaan
 Berdasarkan Proses terjadi hubungan kontak lsumber kecelakaan
dengan luka atau sakit yang di derita korban.
7. Penyebab Kecelakaan.
 Menganalisa dan menemukan :
 Tindakan tidak aman
 Kondisi tidak aman.
8. Syarat – Syarat yang diberikan
 Dapat dilakukan / dikerjakan
 Efektif dalam mencegah kecelakaan.
 Tidak mengganggu Proses Produksi.
9. Tindakan lebih lanjut
 Rekomendasi
 Tindakan berkaitan dengan jaminan social.
 Penyelidikan / penyidikan.
 Pembinaan.
10. Hal-hal yang perlu dilaporkan :
 Tindakan yang telah diambil oleh pihak managemen.
 Dampak Terhadap lingkungn,perlatan atau tenaga,
 Dll.
Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Ilo
1. Tipe kecelakaan
2. Sumber kecelakaan
a. Mesin
b. Pesawat angkut dan angkat
c. Peralatan lainnya
d. Material, bahan dan radiasi
e. Lingkungan kerja
f. Sebab-sebab lainnya (yang tidak tergolong dalan klasifikasi
tersebut diatas)
g. Lain-lain yang tidak masuk dalam klasifikasi karena tidak
cukupnya data
h. Akibat kecelakan
3. Bagian tubuh yang cidera

Klasifikasi di Indonesia di terangkan dengan menggunakan kode :


Kode A1 – A17 menerangkan :
I. : Data korban yang terdiri dari data umum
II. : Akibat Kecelakaan
III. : Bagian tubuh yang cidera
Kode B1 – B18 Menerangkan Sumber Kecelakaan.
Kode C1 – C10 Menenerangkan Type Kecelakaan.
Kode D1 – D12 Menerangkan Kondisi yang berbahaya
Kode E1 – E10 Menerangkan Tindakan yang berbahaya.
14. K3 UAP DAN BEJANA TEKAN
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
Jenis – Jenis Pesawat uap :
 Ketel uap
 Pesawat Uap selain ketel uap :
a. Pemanas uap (Economizer)
b. Pengering Uap.
c. Penguap-penguap / Sulingan.
d. Bejana Uap.
 Pemanfaatan Uap
a. Pabrik gula, Pabrik CPO
b. Pabrik Textil, Konveksi
c. Pengolahan minyak bumi
d. Pabrik makanan/minuman
e. Hotel-hotel , Rumah Sakit
f. POWER PLAN (PLTU/PLTN)
 Klasifikasi Ketel Uap terbagi berdasarkan 7 jenis, diantaranya :
a. Working Pressure
b. Menurut Konstruksi
c. Menurut Kapasitasnya
d. Menurut Tempat kedudukan nya
e. Berdasarkan aliran gas panas / air yang dipanaskan.
f. Berdasarkan bahan bakarnya
g. Berdasarkan suhu/ tekanan Uap.

 Akibat Kecelakaan Pesawat uap diantaranya :


- Menimbulkan Peledakan
- Menimbulkan Kebakaran
- Terkena Semburan air panas
- Terkena Semburan uap air
- Terkena Semburan api
- Runtuhan Bangunan
Unsafe Condition merupakan penyebab kecelakaan pada pesawat
uap yang diantaranya :

- Bahan/ Material yang digunakan tidak sesuai ketentuan


Contoh :
a. ASME SA 516 Gr 70
b. DIN 17115 H II
c. BS 1501
d. JIS 3103 SB.42
- Ketebalan pelat kurang/ berkurang
- Mutu las rendah
- Apendages tidak lengkap / tidak berfungsi.
- Mutu Air Umpan boiler rendah.

Unsafe Action merupakan penyebab kecelakaan pada pesawat uap


yang diantaranya :
- Pemakai menggunakan secara tidak sah/ilegal
- Operator
a. Mengoperasian tidak sesuai Prosedur
b. Membuat alat pengaman tidak berfungsi
c. Lalai / Meninggalkan tempat pengoperasiannya
- Riksa Uji
a. Pelaksana tidak berwenang
b. Prosedur tidak sesuai ketentuan
c. Peralatan uji .

Regulasi yang mengatur tentang pengawasan K3 Pesawat Uap ;


1. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang Uap 1930
3. Peraturan Uap 1930
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja :
a. No. Per.02/Men/1982
b. No. Per.01/Men/1988
5. Keputusan / Edaran Dirjen
6. Standar2 Internasional yang diterima di Indonesia :
a. NEN ( Nederlandse Norm)
b. DIN (Deutsches Institut fur Normug)
c. cBS ( British Standards)
d. ASME (American Society of Mechanical Engineer)
e. JIS ( Japanese Industrial Standard)

Perbaikan Dan Modifikasi Tangki Timbun


- Harus sesuai dg prosedur yang berlaku.
- Pekerjaan tangki timbun harus sesuai prosedur K3 confined space
- Ruang tempat pemasangan di bawah permukaan tanah yang > 50
cm, harus mempunyai dinding yg tdk mudah terbakar dan lantai
dasar yang kuat.
- Lantai dasar tdk rembes jika tangki timbun bocor.
- Pondasi kuat, lantai mampu menahan resapan .
- Rangka baja tangki timbun harus kuat dengan beban penuh.
- Tangki timbun dikeliling tanggul, tembok tanah atau tembok batu.
- Tanggul atau rembok tsb harus mampu menahan dan menampung;
a. Sebesar 80 % dari jumlah isi tangki, untuk 1 tangki.
b. Sebesar 60 % dari jumlah isi tangki, untuk 2-4 buah tangki.
c. Sebesar 50 % dari jumlah isi tangki, untuk lebih dari 4 tangki.

Yang harus diperhatikan dalam pengangkutan bejana tekan.


 Bejana tekanan isi atau kosong tidak boleh dilempar/dijatuhkan.
 Pemindahan harus memakai alat bantu.
 Dilarang digunakan sebagai rol pengangkut atau sebagai alat
lainnya
 Bejana tekanan selalu dalam posisi berdiri Pengangkutan dilakukan
oleh operator yang memiliki lisensi K3.

Yang harus diperhatikan dalam alat pengamanan tangka timbun


uang berisi cairan mudah terbakar :
a. plat nama;
b. alat pendingin tangki;
c. gas scrubber,
d. tirai air;
e. sistem alarm;
f. katup pengaman;
g. indikator volume atau berat;
h. indikator suhu;
i. alat petunjuk tekanan gas beracun;
j. alat penyalur petir/pembumian;
k. alat perlengkapan lainnya untuk pemeriksaan dan pemeliharaan.

Pesawat Uap adalah Ketel uap dan alat-alat lainnya yang dengan
Peraturan Pemerintah ditetapkan demikian, langsung atau tidak langsung
berhubungan (atau tersambung) dengan suatu ketel uap dan diperuntukan
bekerja dengan tekanan yang lebih besar (tinggi) daripada tekanan udara.

Ketel Uap adalah Suatu pesawat, dibuat guna menghasilkan uap atau
stoom yang dipergunakan di luar pesawatnya

Pesawat uap selain ketel uap adalah :


1. Pemanas air diperuntukkan guna mempertinggi temperatur dari air
pengisi untuk ketel-ketel uap dengan jalan pemanasan dengan hawa
pembakaran
2. Pengering uap diperuntukkan guna mempertinggi temperatur dari
uapnya dengan jalan pemanasan dengan hawa pembakaran
3. Penguap-penguap diperuntukkan guna membuat air sulingan dengan
jalan pemanasan dengan uap; dan
4. Bejana uap kedalam mana langsung atau tidak langsung dimasukkan
uapnya dari ketel uapnya, terkecuali pesawat-pesawat penguap.

Jenis-Jenis Ketel Uap

Jenis-jenis Ketel uap menurut Peraturan Uap 1930 dapat dikelompokkan


sebagai berikut :

(1) Ditinjau dari sudut pandang tekanannya, yaitu :


 Ketel uap tekanan rendah, memiliki tekanan maksimum ≤ 0,5
Kg/cm2 melebihi tekanan udara atmosfer,
 Ketel uap tekanan tinggi, memiliki tekanan > 0,5 Kg/cm2 melebihi
tekanan udara atmosfer
(2) Menurut tempat pengunaannya, yaitu :
 Ketel uap darat tetap, ialah semua pesawat uap yang ditembok atau
berada dalam tembokan.
 Ketel uap darat berpindah, ialah semua ketel uap atau pesawat uap
yang tidak ditembok dan dapat dipindah-pindahkan.
(3) Menurut bangunan letak sumbu silinder ketel, yaitu :
 Ketel uap tegak, dimana letak sumbu silinder tegak lurus dengan
tempat kedudukan ketel uap.
 Ketel uap darat, dimana letak sumbu silinder sejajar dengan
permukaan tempat kedudukan ketel uap.

Adapun saat ini, ketel uap lebih condong untuk diklasifikasikan lebih
detail lagi sebagai berikut :

(1) Ditinjau dari sudut pandang tekanannya, yaitu :


 Ketel uap tekanan rendah, memiliki tekanan <20 Kg/cm2 melebihi
tekanan udara atmosfer,
 Ketel uap tekanan sedang, memiliki tekanan 20 - 75 Kg/cm2
melebihi tekanan udara atmosfer,
 Ketel uap tekanan tinggi, memiliki tekanan >75 Kg/cm2 melebihi
tekanan udara atmosfer.

(2) Ditinjau dari media yang melalui pipa (tube), yaitu :


 Ketel uap pipa api, dimana api akan melewati pipa-pipa di dalam
ketel uap.

 Ketel uap pipa air, dimana air akan melewati pipa-pipa di dalam
ketel uap.
(3) Ditinjau dari sudut pandang bahan bakarnya, yaitu :
 Bahan Bakar Fosil (minyak, gas alam, batu bara)
 Panas Sisa Pembakaran (Gas buang turbin, gas buang mesin)
 Bahan Bakar (Biomass, Bagasse, Rise Husk, Wood Pallets,
Forestry Residues, Mill Residues, Agricultural Residues, Chemical
Recovery Fuels, Animal Wastes, Dry Animal Manure, Wet Animal
Manure (Dairy Manure Slurry)
 Nuklir (Uranium, Fission)

(4) Ditinjau dari sudut pandang sirkulasi air, yaitu :


 Natural,
 Forced

(5) Ditinjau dari sudut pandang ruang bakar, yaitu :


 Natural,
 Pressurized,
 Induced,
 Balance

(6) Ditinjau dari sudut pandang metode pembakaran, yaitu :


 Eksternal,
 Internal,
 HRSG.
Jenis-Jenis Pesawat Uap selain Ketel Uap
Selain Ketel uap, terdapat pesawat uap selain Ketel Uap. Dimana menurut
Peraturan Uap 1930 dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Pemanas air (economiser) diperuntukkan guna mempertinggi
temperatur dari air pengisi untuk ketel-ketel uap dengan jalan
pemanasan dengan hawa pembakaran.
2. Pengering uap (Superheater) yang berarti sendiri terlepas ketel
uapnya. Alat ini di peruntukkan guna memanaskan uap basah atau
uap jenuh menjadi uap kering (Superheated Steam) sebagai fluida
pemanasnya adalah gas panas hasil pembakaran.
3. Penguap-penguap diperuntukkan guna membuat air sulingan
dengan jalan pemanasan dengan uap.
4. Bejana uap kedalam mana langsung atau tidak langsung
dimasukkan uapnya dari ketel uapnya, terkecuali pesawat-pesawat
penguap sebagai contoh :Steam Header, Back Pressure Vessel,
Dearator, Sterillizer, Digister, Autoclave dan sebagainya.

Sumber-sumber Bahaya dan Akibatnya:


Adapun sumber-sumber bahaya yang dapat disebabkan oleh Pesawat Uap
1. Mamometer tidak berfungsi dengan baik akan mengakibatkan
ledakan.
2. Safety valve tidak berfungsi mengakibatkan tertahannya tekana yang
berlebihan.
3. Gelas duga tidak berfungsi mengakibatkan jumlah air tidak terkontrol.
4. Air pengisi ketel tidak berfungsi mengakibatkan terjadinya
pembengkaan bejana karena tidak adanya transfer panas.
5. Boiler tidak dilakukan blow down dapat menimbulkan scall
6. Terjadi pemanasan lebih Karena kekelebihan produksi uap.
7. Tidak berfungsinga pompa air pengisi ketel.
8. Karena perubahan tidak sempurna.
9. Karena boilernya sudah tua sehingga sudah tidak memenuhi syarat.
10. Tidak teraturnya tekanan inspeksi sesuai peraturan yang berlaku.
Akibat yang Dapat Ditimbulkan oleh KecelakaanPesawat Uap

1. Kebakaran Gas yang mudah terbakar yang dikemas dalam bejana


tekan, bila tercampur dengan udara serta sumber panas dapat
menimbulkan kebakaran atau ledakan.
2. Keracunan dan iritasi Beberapa jenis gas tertentu mempunyai sifat-
sifat beracun yang sangat membahayakan bagi makluk hidup karena
dapat meracuni darah dalam tubuh melalui sistem pernapasan maupun
jaringan tubuh lainya.
3. Pernapasan tercekik (Aspisia). Sejumlah gas tertentu yang
tampaknya tidak berbahaya karena tidak beracun dan tidak dapat
terbakar. tetapi dapat mengakibatkan kematian apabila gas tersebut
telah memenuhi ruangan tertutup sehingga oksigen dalam ruangan
tersebut tidak cukup lagi memenuhi kebutuhan pernapasan.
4. Peledakan. Semua jenis gas betekanan yang tersimpan di dalam botol
baja maupun tangki gas mempunyai bahaya meledak karena
ketidakmampuan kemasan dalam menahan tekanan gas yang ada
didalamnya.

5. Terkena cairan sangat dingin (Crygenic). Apabila terkena cairan


yang sangat dingin, maka cairan tersebur seketika akan menyerap
panas tubuh yang terkena sehingga mengakibatkan luka seperti
terkena luka bakar dan merusak jaringan tubuh, dan luka yang parah
dapat menyebabkan kematian bila tidak mendapatkan pertolongan
segera
15. SMK3
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
Kebijakan Perusahaan untuk menyediakan tempat kerja yang sehat, aman
dan nyaman bagi karyawannya guna mencegah kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja, hal ini merupakan tanggungjawab, bersama antara
perusahaan dan karyawan dimana keberhasilan kebijakan ini terletak
sepenuhnya pada keterlibatan dan kepedulian seluruh karyawan dengan
cara menjaga, dan menjalankan kebiasaan kerja yang baik dalam bidang
keselamatan dan kesehatan kerja. Dan kami akan :
 Berkomitmen untuk taat terhadap semua peraturan dan persyaratan
lain yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
 Mendorong dan melengkapi karyawan untuk mengenali dan bertindak
pada setiap kesepakatan untuk meningkatkan perbaikan yang terisi
terus menerus dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
 Menggembangkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja yang terstruktur dan terpadu, secara teratur akan meminjam
kembali dan menjamin kesesuaiannya terhadap praktek kerja terbaik
yang diakui.
 Mewajibkan para pemasok dan kontraktor untuk mematuhi standar
keselamatn dan kesehatan kerja yang telah kita tegakkan.

Penetapan Kebijakan K3 :
a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3, meliputi :
 Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
 Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sector lain
yang lebih baik.
 Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakanl
 Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan; dan
 Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus
menerus; dan
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
Kebijakan K3 paling sedikit memuat :
a. Visi;
b. Tujuan perusahaan;
c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan
d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan/ atau operasional.

Pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan


kepada seluruh pekerja/buruh, orang lain selain pekerja/buruh yang
berada di perusahaan, dan pihak lain yang terkait.

Perencanaan K3 :
Disusun untuk menghasilkan rencana K3 mengacu pada kebijakan K3
Mempertimbangkan :
a. Hasil penelaahan awal;
b. Identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko; peraturan
perundang – undangan dan persyaratan lainnya; dan
c. Sumber daya yang dimiliki.

Rencana K3 paling sedikit memuat :


a. Tujuan dan sasaran;
b. Skala prioritas;
c. Upaya pengendalian bahaya;
d. Penetapan sumber daya;
e. Jangka waktu pelaksanaan;
f. Indicator pencapaian; dan
g. Sistem pertanggungjawaban.

Pelaksanaan Rencana K3
- Di dukung oleh sumber daya manusia di bidang K3, prasarana dan
sarana.
- Sumber daya manusia harus memiliki :
1. Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat; dan
2. Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin
kerja/operasi dan/ atau surat penunjukan dari instansi yang
berwenang.
- Prasarana dan sarana sebagaimana paling sedikit terdiri dari :
1. Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3;
2. Anggaran yang memadai;
3. Prosedur operasi/kerja, informasi dan pelaporan serta
pendokumentasian; dan
4. Instruksi kerja

Pelaksanaan Rencana K3
Dalam melaksanakan K3 harus melakukan kegiatan dalam pemenuhan
persyaratan perundang- undang.
Kegiatan tersebut :
a. Tindakan pengendalian
b. Perancangan (design) dan rekayasa
c. Prosedur dan instruksi kerja
d. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
e. Pembelian/pengadaan barang dan jasa
f. Produk akhir
g. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri;
dan
h. Rencana dan pemulihan keadaan darurat.
Kegiatan a-f dilaksanakan berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko.
Kegiatan g dan h dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya, investigasi
dan analisa kecelakaan.

Agar seluruh kegiatan bisa berjalan. Maka harus :


a. Menunjuk SDM yang kompeten dan berwenang di bidang K3
b. Melibatkan seluruh pekerja/ buruh
c. Membuat petunjuk K3
d. Membuat prosedur informasi
e. Membuat prosedur pelaporan
f. Mendokumentasikan seluruh kegiatann
Pelaksanaan kegiatan di integrasikan dengan kegiatan manajemen
perusahaan.
Pemantauan dan Evaluasi Kinerja
- Melalui pemeriksaan, pengujiann, pengukuran dan audit internal
SMK3 dilakukan oleh sumber daya manusia yang kompeten
- Dalam hal perusahaan tidak mempunyai SDM dapat menggunakan
pihak lain.
- Hasil pemantauan dilaporkan kepada pengusaha
- Hasil tersebut digunakan untuk melakukan tindakan pengendalian.
- Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi dilakukan bersarkan peraturan
perundang – undang

Peninjauan dan Peningkatan kinerja SMK3


- Menjamin kesesuaian dan efektifitas penerapan SMK3
- Dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi.
- Hasil peninjauan digunakan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja,
- Perbaikan dan peningkatan kinerja dilaksanakan dalam hal:
1. Terjadi perubahan peraturan perundang- undangan
2. Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar.
3. Adanya perubaahan produk dan kegiatan perusahaan
4. Terjadi perubahan struktur organisasi perusahaan
5. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk
epidemiologi
6. Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja
7. Adanya pelaporan dan/atau
8. Adanya masukan dari pekerja/buruh

Kriteria AUDIT SMK3 :


1. Penilaian tingkat awal sebanyak 64 kriteria;
2. penilaian tingkat transisi sebanyak 122 kriteria;
3. penilaian tingkat lanjutan 166 kriteria

Penilaian Kriteria
1. Kategori Kritikal
Temuan yang mengakibatkan fatality/kematian.
2. Kategori Mayor
 Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan
 Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3 dan
 Terdapat temuan minor untuk satu criteria audit di beberapa lokasi
3. Kategori Minor
Ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan
perundang- undangan, standar, pedoman dan acuan lainnya.

16. AUDIT SMK3


( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
AUDIT SMK3 adalah pemeriksaan secara sistemati dan independen
terhadap pemenuhan criteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu
hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam
penerapan SMK3 di perusahaan (Permenaker 26 Tahun 2014 BAB I
Pasal 1 No.2).

Proses yang sistematik independen dan terdokumentasi untuk


memperoleh bukti audit dan tujuan nya audit yaitu mengevaluasi secara
objektif untuk menentukan sampai sejauh mana criteria audit dipenuhi.
Kemudian memastikan pelaksanaan K3 sesuai dengan peraturan
perundang.

Audit Eksternal SMK3 adalah audit SMK3 yang diselenggarakan oleh


lembaga audit dalam rangka penilaian penerapan SMK3 di perusahaan
(Permenaker 26 Tahun 2014 BAB I Pasal 1 No.5).

Audit Internal SMK3 adalah audit SMK3 yang dilakukan oleh


perusahaan sendiri dalam rangka pembuktian penerapan SMK3 dan
persiapan audit eksternal SMK3 dan/atau pemenuhan standar nasional
atau internasional atau tujuan – tujuan lainnya.

4 Poin Penting Audit Eksternal SMK3 Menurut Regulasi :


Audit eksternal SMK3 sangat penting dilaksanakan perusahaan untuk
mengukur efektivitas dan efisiensi penerapan SMK3.

Audit eksternal SMK3 juga dapat dijadikan sebuah alat bagi perusahaan
dalam meningkatkan kinerja K3, bukti kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan K3, meningkatkan citra perusahaan, memenuhi
persyaratan mengikuti tender dan meningkatkan daya saing perusahaan.

1. Perusahaan Seperti Apa yang Wajib Melaksanakan Audit Eksternal


SMK3?

Perusahaan yang telah melaksanakan penerapan SMK3, di mana


perusahaan tersebut mempekerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100
orang atau memiliki tingkat potensi bahaya tinggi wajib melakukan audit
eksternal SMK3.

Sesuai Permenaker No.26 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Penilaian


Penerapan SMK3 Pasal 3 Ayat (2), penilaian penerapan SMK3 dilakukan
terhadap:

Perusahaan yang secara sukarela mengajukan permohonan audit SMK3


Perusahaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi antara lain
perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, minyak, dan gas
bumi
Perusahaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi berdasarkan
penetapan Direktur Jenderal dan/atau Kepala Dinas Provinsi. Penetapan
dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengujian di perusahaan
oleh pengawas ketenagakerjaan.

2. Apa Saja Kategori Penilaian Audit Eksternal SMK3?

Sesuai PP No.50 tahun 2012 dan Permenaker No.26 Tahun 2014,


pelaksanaan penilaian penerapan SMK3 melalui audit eksternal SMK3
dilakukan berdasarkan kategori:
 Tingkat awal dengan pemenuhan terhadap 64 kriteria audit SMK3
 Tingkat transisi dengan pemenuhan terhadap 122 kriteria audit SMK3
 Tingkat lanjutan dengan pemenuhan terhadap 166 kriteria audit
SMK3.
Adapun kriteria penilaian SMK3 yang tercantum dalam PP No.50 Tahun
2012 Pasal 16, meliputi:
1. Pembangunan dan terjaminnya pelaksanaan komitmen
2. Pembuatan dan pendokumentasian rencana K3
3. Pengendalian perancangan dan peninjauan kontrak
4. Pengendalian dokumen
5. Pembelian dan pengendalian produk
6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3
7. Standar pemantauan
8. Pelaporan dan perbaikan kekurangan
9. Pengelolaan material dan perpindahannya
10. Pengumpulan dan penggunaan data
11. Pemeriksaan SMK3
12. Pengembangan keterampilan dan kemampuan.
Catatan: Penilaian penerapan SMK3 tertuang dalam pedoman yang
tercantum dalam Lampiran II pada PP No.50 Tahun 2012.

3. Apa Saja Tahapan-tahapan yang Harus Dilaksanakan Perusahaan Pada


Saat Audit Eksternal SMK3?
Perusahaan yang secara sukarela mengajukan permohonan audit SMK3
dan perusahaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi (bidang
pertambangan, minyak dan gas bumi) harus mengajukan permohonan
audit SMK3 kepada lembaga audit SMK3 yang telah ditunjuk oleh
Menteri.

Sementara, perusahaan yang mempunyai potensi bahaya tinggi


berdasarkan penetapan Direktur Jenderal dan/atau Kepala Dinas Provinsi
mengajukan permohonan audit SMK3 berdasarkan penetapan Direktur
Jenderal dan/atau Kepala Dinas Provinsi.

Sesuai Permenaker No.26 Tahun 2014 Pasal 21, lembaga audit wajib
membuat perencanaan pelaksanaan audit SMK3 dan menyampaikan
kepada Menteri atau Direktur Jenderal dengan salinan disampaikan
kepada Dinas Provinsi.
Pelaksanaan audit SMK3 paling sedikit dilakukan melalui tahapan:
1. Pertemuan pembuka
2. Proses audit SMK3
3. Pertemuan tim auditor SMK3
4. Pertemuan penutup
5. Penyusunan laporan Audit SMK3.
4. Apa yang Dimaksud dengan Kategori Kritikal, Mayor, dan Minor
dalam Penilaian Hasil Audit SMK3?

Berdasarkan PP No.50 Tahun 2012 dan Permenaker No.26 Tahun 2014,


penilaian terhadap tingkat pencapaian penerapan SMK3 ditetapkan
sebagai berikut:

1. Untuk tingkat pencapaian penerapan 0-59% termasuk tingkat


penilaian penerapan kurang.
2. Untuk tingkat pencapaian penerapan 60-84% termasuk tingkat
penilaian penerapan baik.
3. Untuk tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat
penilaian penerapan memuaskan.

Penghargaan Audit Eksternal SMK3


Bentuk penghargaan atau apresiasi dari pemerintah terhadap perusahaan
yang telah menerapkan SMK3 berdasarkan PP Nomor 50 Tahun 2012
adalah sertifikat dan bendera. Berdasarkan Permenaker No.26 Tahun
2014, pemberian sertifikat dan bendera diatur sedemikian rupa sesuai
tingkat penerapan SMK3 yang dilakukan.
Penghargaan yang diberikan kepada perusahaan yang melakukan audit
SMK3 hanya memiliki masa berlaku paling lama tiga tahun.

17. KELEMBAGAAN DAN KEAHLIAN K3


( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
.....
.....
.....

18. K3 LISTRIK
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
.....
.....
.....

Anda mungkin juga menyukai