2. DASAR – DASAR K3
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah Undang-
Undang yang mengatur tentang keselamatan kerja dalam segala tempat
kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air
maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja diatur tentang : Keselamatan Kerja yang di dalamnya antara lain
memuat tentang istilah-istilah, ruang lingkup, syarat-syarat keselamatan
kerja, pengawasan, pembinaan, Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja; kecelakaan; kewajiban dan hak tenaga kerja; kewajiban
bila memasuki tempat kerja; dan kewajiban pengurus. Dalam Undang-
Undang ini diadakan perubahan prinsipil untuk diarahkan menjadi pada
sifat preventif. Peraturan baru ini dibandingkan dengan yang lama,
banyak mendapatkan perubahan-perubahan yang penting, baik dalam isi,
maupun bentuk dan sistimatikanya. Pembaruan dan perluasannya adalah
mengenai:
1. Perluasan ruang lingkup;
2. Perubahan pengawasan represif menjadi preventif;
3. Perumusan teknis yang lebih tegas;
4. Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan
pengawasan;
5. Tambahan pengaturan pembinaan Keselamatan Kerja bagi
management dan Tenaga Kerja;
6. Tambahan pengaturan mendirikan Panitia Pembina Keselamatan Kerja
dan Kesehatan Kerja; dan
7. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.
3. K3 LINGKUNGAN KERJA
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
Syarat K3 Lingkungan Kerja
Syarat-syarat K3 Lingkungan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
Permenaker No. 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Lingkungan Kerja meliputi:
1. Pengendalian Faktor Fisika dan Faktor Kimia agar berada di bawah
NAB.
2. Pengendalian Faktor Biologi, Faktor Ergonomi, dan Faktor Psikologi
Kerja agar memenuhi standar.
3. Penyediaan fasilitas Kebersihan dan sarana Higiene di Tempat Kerja
yang bersih dan sehat.
4. Penyediaan personil K3 yang memiliki kompetensi dan kewenangan
K3 di bidang Lingkungan Kerja.
1. Faktor Fisika
Faktor Fisik atau Fisik terbagi lagi menjadi beberapa faktor turunan di
bawah ini.
1. Iklim Kerja.
2. Kebisingan.
3. Getaran.
4. Gelombang radio atau gelombang mikro.
5. Sinar Ultra Violet.
6. Medan Magnet Statis.
7. Tekanan udara.
8. Pencahayaan.
2. Faktor Kimia
Mudah terbakar
Mudah meledak
Beracun
Korosif
Oksidator
Reaktif
Radioaktif
Selain itu bentuk dari zat kimia mulai dari padat, cair, dan gas di
lingkungan juga harus diperhatikan dengan baik. Apabila zat kimia
berbahaya mengenai seseorang, kemungkinan terjadi masalah akan
besar mulai dari melepuh di kulit hingga memicu masalah yang lebih
kronis lainnya.
5. Faktor Psikologi
1. Ketidakjelasan/ketaksaan peran.
2. Konflik peran.
3. Beban kerja berlebih secara kualitatif.
4. Beban kerja berlebih secara kuantitatif.
5. Pengembangan karir.
6. Tanggung jawab terhadap orang lain.
Dilengkapi Dengan :
LDKB
Label (Pasal 3 bagian a)
2. Komposisi Bahan
3. Identifikasi Bahaya
4. Tindakan P3K
5. Tindakan Penanggulangan Kebakaran
LABEL
berisikan tentang :
1. Nama produk
2. Identifikasi Bahaya
5. Tindakan Pencegahan
7. Instruksi Kebakaran
10. Referensi
11. Nama, Alamat dan No. Telp. Pabrik Pembuat atau Distributor
KRITERIA BAHAN KIMIA BERBAHAYA :
1. Bahan beracun
7. Bahan reaktif
8. Bahan oksidator
a. Senyawa logam dan metaloid : Pb, Hg, kadmium, krom arsen dan
fosfor
Cairan Sangat
Cairan Mudah Mudah Terbakar : Gas Mudah
Terbakar : Berdasarkan Terbakar :
KRITERIA REAKTIF
KRITERIA OKSIDATOR
Apabila reaksi kimia atau penguraiannya menghasilkan Oksigen
yang dapat menyebabkan kebakaran
Terdiri dari :
Kriteria Beracun
Kriteria Reaktif
Dasar Hukum :
• UU No. 1 Tahun 1970
• Undang-Undang Uap 1930 ttg ketel uap
• UU. No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda
• UU. No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
• UU. No. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention
Pengawas Ketenagakerjaan Industridan Perdagangan
• UU. No. 1 Tahun 1970 ttg Keselamatan & Kesehatan Kerja
• PP No. 50 Thn 2012 ttg Penerapan SMK3;
• Permenaker 3 Tahun 1984 Tentang Pengawasan terpadu
• Permenaker 33 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pengawasan Ketenagakerjaan
• UU No. 13 Tahun 2003 Paragraf ke-5
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 86
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas :
a. keselamatan dan kesehatan kerja;
b. moral dan kesusilaan; dan
c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama;
(2) Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan
Pasal 87
(1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan
Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 190
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara ssebagian atau seluruh alat produksi;
h. pencabutan ijin.
(3) Ketentuan mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut oleh Menteri
Kewajiban pengurus perusahaan dalam bidang kesehatan kerja :
1. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuann
fisik tenaga kerja (pasal.8)
2. Menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja baru
(pasal.9) :
Kondisi dan bahaya di tempat kerja
Alat pengaman/pelindung yang diharuskan di tempat kerja
Alat Pelindung Diri
Cara dan sikap kerja yang aman
3. Menyelenggarakan pembinaan K3,
4. Mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan K3 yang berlaku bidang
kesehatan kerja,
5. Melaporkan setiap kejadian penyakit akibat kerja,
6. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja.
Fasilitas K3 :
1. Peralatan Perlindungan,
2. Penyelenggaraan Makanan,
3. Pelayanan Kesehatan Kerja,
4. Ruang P2K3
5. Ruang Klinik P3K
6. Logistik APD
7. Penanganan Limbah
Selain itu juga; melindungi tenaga kerja dari faktor yang membahayakan,
akibat penularan penyakit, penyakit akibat kerja, yang diakibatkan oleh
kondisi fisik yang tidak fit (rentan).
Regulasi :
Berdasarkan UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
dinyatakan bahwa Pengurus (Perusahaan) diwajibkan memeriksa
kesehatan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara
berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha yang dibenarkan oleh
direktur Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan
peraturan perundangan.
Latar Belakang :
Tenaga kerja selalu berhadapan dengan potensi bahaya di tempat kerja
sewaktu waktu dapat terganggu kesehatannya dengan akibat :
1. Penurunan derajat kesehatan,
2. Menderita Penyakit:
- Penyakit umum
- Penyakit Akibat Kerja (PAK) = “Occupational Disease”
- Penyakit Terkait Kerja (PAHK) = “Work Related Disease”
3. Menderita gangguan kesehatan lainnya :
- Kelelahan (Fatigue)
- Ketidaknyamanan
Pasal 5 :
1. Pengusaha atau pengurus dilarang melakukan tes HIV untuk
digunakan sebagai prasarat suatu proses rekrutment atau kelanjutan
status pekerja/buruh atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.
2. Tes HIV hanya dapat dilakukan atas dasar sukarela dengan
persetujuan tertulis dari pekerja/buruh
3. Apabila tes HIV dilakukan, pengusaha atau pengurus wajib
menyediakan konseling
TES HIV
1. DILARANG digunakan untuk tujuan :
a. Persyaratan dalam proses rekrutmen
b. Menentukan kelanjutan status pekerja/buruh
c. Pemeriksaan kesehatan rutin yg diwajibkan.
2. Pemeriksaan Klinis/Medis
Psikis/Mental
a. Pemeriksaan mental
keadaan kesadaran, sikap/tingkah laku, kontak mental,
perhatian, inisiatif, intelegensia dan proses berfikir
b. Pemeriksaan fisik
fisik diagnostik (inspeksi, palpasi, perkusi auskultasi)
Tekanan darah, nadi, pernafasan,
tinggi badan, berat badan,
kesegaran jasmani
ketajaman penglihatan, pendengaran, perabaan, reflek syaraf
c. Pemeriksaan Laboratorium (darah, urine, faeces).
d. Pemeriksaan Penunjang (disesuaikan dg jenis pekerjaan/faktor
risiko yang akan dihadapi)
Rongent dada, tes alergi, spirometri, E.C.G., tes buta warna
dll.
1. Pemeriksaan psikis/kejiwaan
2. Pemeriksaan fisik (fisik diagnostik)
3. Pemeriksaan laboratorium (darah dan urin) rutin
4. Pemeriksaan khusus/penunjang yang berkaitan dengan
keluhan/gangguan kesehatan dan faktor risiko misalnya :
Spirometri (tes fugsi paru),
Audiometri (tes tingkat pendengaran),
Pemeriksaan fungsi organ khusus (fungsi hati/lever, fungsi
ginjal, sumsum tulang dll.),
Pemeriksaan laboratorium khusus (Monitoring biologis).
Fisik
Laboratorium
Pemeriksaan penunjang
LAPORAN HASIL RIKES Tenaga Kerja :
1. Bentuk Laporan.
- Menggunakan bentuk laporan sesuai lampiran Standar Rikes TK.
2. Mekanisme Pelaporan.
- Pengurus wajib membuat laporan dan menyampaikan selambat-
lambatnya 2 (dua) bulan setelah pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja dilakukan.
- Disnaker Kab./Kota membuat rekapitulasi dan melaporkannya
kepada Disnaker Propinsi.
- Disnaker Propinsi membuat rekapitulasi dan melaporkannya
kepada Dirjen Binwasnaker.
3. Alur pelaporan di tingkat perusahan :
- Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja ke pengurus perusahaan
Pengurus perusahaan ke Disnaker.
- Di tingkat Disnaker Kabupaten/Kota maupun Propinsi dilaporkan
oleh petugas/unit yang ditunjuk oleh Kepala Disnaker setempat.
1. Kewajiban Pengurus :
a. Memberikan PKK sesuai kemajuan ilmu & teknologi
b. Memberikan kebebasan profesional kepada dokter yang
menjalankan Pelayanan Kesehatan Kerja.
- Dokter dan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Pelayanan
Kesehatan Kerja diberikan kebebasan untuk memasuki tempat-
tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksan dan
mendapatkan keterangan-keterangan yang diperlukan.
9. MANAJEMEN RISIKO
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
Jawab :
HAZARD (BAHAYA) adalah sumber atau keadaan yang berpotensi
terhadap terjadinya kerugian dalam bentuk cidera atau penyakit akibat
kerja, kerusakan harta benda, kerusakan lingkungan atau kombinasi dari
Keduanya
Risiko/Risk
Kombinasi dari kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang
berbahaya atau paparan dan keparahan dari cidera atau sakit yang
disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut.
Mempunyai 2 dimensi/parameter yaitu
Probability/Likelihood/Frequency/Kemungkinan dan
Severity/Consequences/Keparahan/Impact
Risiko = Likelihood x Consequences
Risiko = Probability x Impact
Risiko = Frequency x Severity
Risiko = Kemungkinan x Keparahan
Risiko = Prob x Hazard x Konsentrasi x lama
Manajemen Risiko
Penerapan secara sistematis dari kebijakan manajemen, prosedur dan
akitivitas dalam kegiatan identifikasi bahaya, analisa, penilaian,
penanganan dan pemantauan serta review risiko.
REFERENSI
Manajemen risiko :
K3
Properti
Finansial
Bisnis
Regulasi
Bencana Alam
Teknologi
Sosial
Lingkungan
RESIKO OPERASIONAL
Risiko kesalahan atau kesalahan operasional
Kesalahan Desain
Perilaku Tidak Aman
Risiko Praktik
Karyawan
Perlengkapan
Peralatan
Kegagalan
Infrastruktur
Kebakaran dan Eksplosi
Polusi
Sabotase
Ini memperhatikan masalah hari demi hari yang terhadap organisasi
sebagaimana berusaha untuk memberikan tujuan strategisnya.
Risiko Bahaya Alam :
Topan
Gempa bumi
Banjir
Badai Es
Gunung berapi
Tsunami
RESIKO REGULASI
1. Risiko Gagal Kepatuhan
Semua operasi bisnis diatur. Risiko utama yang terkait dengan regulasi
adalah perubahan aturan yang tiba-tiba. Karena regulasi (dan kontrol
harga) adalah wajib, bisnis menemukan bahwa menanggapinya harus
menjadi prioritas tinggi.
Contoh:
- Ketidakpatuhan
- Proses pengadilan
- Baik
- Pencabutan izin
Masalah Kesehatan ini seperti kesehatan keselamtan dan lingkungan
keterangan perdagangan perlindungan konsumen, perlindungan data,
praktik ketenagakerjaan dan peraturan isu.
4. Risiko Pasar
Semua bisnis yang menjual barang dan jasa adalah prihatin dengan
risiko pasar :
- Apakah pelanggan menghargai produk atau layanan Anda tinggi
- Produk atau layanan baru atau lama juga menghadapi risiko pasar
- Kualitas dapat menjadi faktor dominan terhadap loyalitas
pelanggan
Contoh:
- Tidak layak untuk digunakan
- Keamanan produk
- Harga terlalu tinggi
5. Risiko Keuangan
- Risiko Gagal Pengendalian Keuangan :
- Risiko Harta kurangnya Negara/Penilaian Kredit
- Penipuan Sophistik
- Kegagalan sistem
- Saham/Recievables buruk
- Rekonsiliasi
- Eksternal (Tukar atau Tingkat Bunga)
Jenis Bahaya :
Bahaya Kimiawi (Chemical Hazards)
Bahaya Mekanis (Mechanical Hazards)
Bahaya Listrik (Electrical Hazards)
Bahaya Statis (Statical Hazards)
Bahaya Physis (Physical Hazards)
Bahaya Biologi (Biological Hazards)
Bahaya Ergonomis ( Ergonomic Hazards)
Bahaya Psikologi ( Psychology Hazards)
1. Bahaya Kimia
Bahaya Kimia adalah jenis bahaya yang bersumber dari senyawa
atau unsur kimia. Di alam terdapat ribuan jenis bahan kimia, baik
berupa unsur murni maupun dalam bentuk ikatan dengan bahan
lainnya.
Menurut standar NFPA setiap bahan kimia diklasifikasikan atas 3
aspek yaitu
1. Bahaya terhadap Kesehatan (Health Hazards),
2. sifat mudah menyala (flamability)
3. sifat reaktifnya (reactivity)
NFPA memberikan indeks dari angka 0-4 untuk setiap klasifikasi
suatu sifat bahaya diatas. Untuk bahan dengan indeks Health
Hazards = 0 berarti tidak berbahaya dan aman bagi manusia,
sedangkan bahan dengan indeks 4 sangat berbahaya.
2. Bahaya Mekanik
Bahaya Mekanik yaitu potensi bahaya yang berasal dari
pergerakan peralatan atau mesin seperti gerakan berputar, berayun,
gesekan, menumbuk dan lain-lain.
Bahaya mekanik dapat diakibatkan penggunaan mesin dan
peralatan mekanik yang menggunakan berbagai jenis tenaga
penggerak seperti penggerak uap, angin (pneumatik), listrik atau
air.
Diakibatkan energi kinetik yang terdapat dalam suatu sistem atau
alat misalnya tabung bertekanan yang dapat mengakibatkan
terjadinya overpressure dan peledakan.
3. Bahaya Listrik
Listrik merupakan sumber energi yang sangat diperlukan bagi
kegiatan manusia pada saat ini, namun dilain pihak listrik juga
merupakan sumber potensi bahaya yang dapat menimbulkan
kecelakaan.
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh energi listrik antara lain:
- Bahaya sengatan/kejutan listrik (electric shock)
- Bahaya hubungan singkat (Short circuit)
- Bahaya petir
- Listrik Statis
- Hubungan singkat (short circuit)
- Kebakaran (fire & explosion)
- Sengatan Listrik (Electric Shock)
- Electric Static
- Petir (lightning)
4. Bahaya Statik
Bahaya Statik yaitu bahaya yang disebabkan oleh benda atau
peralatan kerja yang tidak bergerak atau bersifat statik seperti
bangunan, lantai, jalan, tangga, konstruksi pipa, bords dan lain-
lain.
Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi lingkungan kerja yang
tidak baik, seperti terjatuh dari lantai yang tinggi karena tidak
adanya pagar pengaman, kondisi jalan yang berlubang atau tidak
ada penutup, tenggelam di sungai atau jalan berlumpur dan faktor
lainnya.
5. Bahaya Fisik
- Temperatur
- Suara/Bising
- Tekanan Udara
- Getaran
- Radiasi
6. Bahaya Biologi
Bahaya Biologi merupakan sumber bahaya yang berasal dari unsur
biologi yang terdapat di lingkungan kerja dan dapat
mengakibatkan cedera pada manusia.
Bahaya ini dapat berasal dari flora atau fauna di lingkungan kerja
seperti mikrobiologik, tumbuhan beracun atau berduri dan
binatang berbisa atau buas.
Sumber Bahaya
Pelaksana pekerjaan (Manusia)
Peralatan yang digunakan
Prosedur pekerjaan
Lingkungan Tempat Kerja
Energi yang terlibat
Teknik Tradisionil
Menunggu sampai ada kecelakaan baru melakukan penyelidikan
mencari faktor penyebab.
Bersifat pasif
Kerugian telah terjadi baru ada tindakan
Tidak efektif
Teknik Proaktif
Mencari penyebab kecelakaan sebelum terjadi
Lebih befektif karena kecelakaan dapat dicegah sebelum kejadian.
Bersifat proaktif dan lebih murah
Bersifat terencana dan terarah menuju perbaikan berkesinambungan
Checklist
Preliminary Hazards Analysis
What If
Fault tree Analysis
Event Tree Analysis
Hazops
Failure Mode and Effect Analysis
Layer of Protection Analysis (LOPA)
Checklist
Checklist merupakan daftar pertanyaan yang dibuat untuk memastikan
bahwa secara standard atau persyaratan minimum telah terpenuhi
sehingga risiko dari bahaya yang ada dapat dikurangi.
Pertanyaan dalam checklist dibuat dengan melihat persyaratan standard,
code practices atau expect judgment untuk terciptanya desain atau operasi
yang aman.
- Kelebihan :
Checklist ini merupakan identifikasi yang mudah dilakukan bahkan
oleh pemula, yang penting standard dan code practices tersedia.
- Kelemahan :
Karena ini hanya daftar pertanyaan maka hasil identifikasinya
bahayanya tidak mendalam.
What - If Analysis
Adalah suatu teknik identifikasi bahaya secara sistematis terhadap suatu
kegiatan dengan menggunakan kata dasar What if…
Teknik identifikasi yang sederhana dan bermanfaat karena memiliki
beberapa kelebihan :
- Sangat efektif diaplikasikan pada berbagai kegiatan seperti industri,
jasa, penerbangan, angkutan, konstruksi dan lain-lain.
- Sebagai tahap awal untuk melaksanakan analisa secara mendalam
menggunakan teknik-teknik lainnya
Teknik analisa What If dilaksanakan melalui pemeriksaan secara
sistematis terhadap suatu unit proses atau operasi dengan mengajukan
pertanyaan yang dimulai dengan kata “ What if…..?”, “What if the raw
material is the wrong concentration….?
Lingkup pemeriksaan dapat mencakup bangunan, sistem pembangkit
tenaga, bahan baku, produk, tangki, pabrik dan setersusnya.
Agar hasil analisanya lengkap, maka dibutuhkan tim yang paham akan
unit proses /operasi yang dianalisa.
Analisa Risiko
Ada 3 cara dalam penilaian risiko yaitu :
1. Kualitatif
2. Semikuantitatif
3. Kuantitatif
Kriteria Resiko
25 sangat tinggi : kegiatan harus dihentikan dan perlu perhatian
manajemen puncak
Kecelakaan Kerja
- Kecelakaan kerja adalah Kecelakaan yg terjadi dalam hubungan kerja,
termasuk yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan oleh Lingker.
(UU No. 40 th 2004, ps 1 no. 14).
- Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan
tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau
harta benda (Permenaker No. 03/MEN/1998).
- Kecelakaan kerja adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang
menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan,
kerusakan atau kerugian lainnya (Standar AS/NZS 4801:2001).
- Suma'mur (2009), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia,
merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
- Gunawan dan Waluyo (2015), kecelakaan adalah suatu kejadian yang
(tidak direncanakan) dan tidak diharapkan yang dapat mengganggu
proses produksi/operasi, merusak harta benda/aset, mencederai
manusia, atau merusak lingkungan.
- Heinrich (1980), kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah
suatu kejadian yang tidak terencana dan tidak terkendali akibat dari
suatu tindakan atau reaksi suatu objek, bahan, orang, atau radiasi yang
mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat lainnya.
- Reese (2009), kecelakaan kerja merupakan hasil langsung dari
tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman, yang keduanya dapat
dikontrol oleh manajemen. Tindakan tidak aman dan kondisi tidak
aman disebut sebagai penyebab langsung (immediate/primary causes)
kecelakaan karena keduanya adalah penyebab yang jelas / nyata dan
secara langsung terlibat pada saat kecelakaan terjadi.
- Tjandra (2008), kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi
pada saat seseorang melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja
merupakan peristiwa yang tidak direncanakan yang disebabkan oleh
suatu tindakan yang tidak berhati-hati atau suatu keadaan yang tidak
aman atau kedua-duanya.
Kecelakaan :
1. Kecelakaan Hubungan Kerja
2. Kecelakaan Perjalanan Pulang – Pergi tempat tinggal = Tempat kerja
3. Kecelakaan di tempat kerja
4. Penyakit Akibat Kerja
Unsave Action :
Bekerja tanpa disertai izin kerja
Tidak peduli pada peringatan
Kegagalan untuk bekerja dengan aman
Mengoperasikan peralatan melebihi kecepatan yang ditentukan
Tidak menggunakan perangkat keselamatan
Menggunakan peralatan yang rusak/ tidak layak
Penggunaan peralatan tidak tepat
Menggunakan APD yang tidak layak/ tidak memakai APD
Cara memuat material tidak tepat
Penempatan material/ alat bukan di tempat semestinya
Teknik pengangkatan tidak tepat
Posisi kerja tidak ergonomis
Mengoperasikan peralatan yang sedang diperbaiki/ dipelihara
Di bawah pengaruh alkohol/ obat-obatan terlarang
Bercanda ketika kerja
Unsave Condition
Pengaman/ pembatas di area kerja tidak memadai
APD tidak memadai/ tidak sesuai dengan jenis pekerjaan
Peralatan rusak/ cacat
Ruang kerja sempit/ terbatas
Tanda peringatan/ rambu K3 tidak memadai
Bahaya kebakaran dan ledakan
Tata graha (housekeeping) tidak memadai
Paparan bahan kimia berbahaya dan beracun
Paparan kebisingan
Paparan radiasi
Paparan suhu ekstrem
Kurangnya pencahayaan dan ventilasi
Faktor Individu:
Kemampuan fisik dan mental pekerja tidak memadai
Kurangnya pengetahuan
Kurangnya keterampilan
Stres akibat kerja
Kurangnya motivasi kerja
Faktor Pekerjaan :
Kurangnya pengawasan/ kepemimpinan yang lemah
Rekayasa teknik tidak memadai
Peralatan kerja tidak memadai
Perawatan peralatan yang tidak memadai
Prosedur bekerja aman tidak memadai
Peralatan yang rusak/ aus tetap digunakan
Penyalahgunaan peralatan
Faktor Manajemen:
Program K3 tidak memadai/ tidak efektif
Standar operasional prosedur (SOP) tidak sesuai
Kurangnya pelatihan
Tidak ada inspeksi dan evaluasi atau audit.
Budaya keselamatan yang apatis
Manajemen bersikap acuh tak acuh
Komunikasi K3 yang buruk
Investigasi kecelakaan yang buruk dan dangkal
Data Kecelakaan :
- Konstruksi : 31,9 %
- Industri : 31,6 %
- Transport : 9,3 %
- Pertambangan : 2,6 %
- Kehutanan : 3,8 %
- Lain-lain : 20 %
PEDOMAN :
BAB I : Administrasi ada dua :
1. Kewajiban Kontraktor terhadap K3 Termasuk
biaya yang timbul.
2. Petugas K3 Full Time < 100 Orang
Tenaga Kerja > 100 Orang (P2K3) yaitu
Struktural (6 Bulan) Buat SOP.
BAB II S/D XIV : Teknis
Pembinaan dilakukan oleh pemerintah dan pelaksanaannya
melibatkan secara aktif peran masyarakat jasa konstruksi.
Sanksi :
- Tegoran tertulis
- Penghentian sementara
- Pembatasan kegiatan
- Pembekuan ijin
- Pencabutan ijin
Laporan :
- Nama dan Alamat Perusahaan
- Nama dan Pemilik Perusahaan
- Nama dan Alamat Pelaksana
Konstruksi
- Program K3 Pelaksana Konstruksi
- Kegiatan K3 Pelaksana Konstruksi
- Pesawat / Instalasi / Peralatan yang
digunakan
- Fasilitas K3
- Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Pesawat/Instalasi yang terpasang pada
bagian tempat kerja dan subkontraktor
yang melaksanakan
Buku Akte Pengawasan Ketenagakerjaan konstruksi :
Laporan :
- Nama dan Alamat Perusahaan
- Nama dan Pemilik Perusahaan
- Nama dan Alamat Pelaksana
- Program K3 Pelaksana Konstruksi
- Kegiatan K3 Pelaksana Konstruksi
- Pesawat / Instalasi / Peralatan yang
digunakan
- Fasilitas K3
- Jaminan Sosial Tenaga Kerja
- Pesawat/Instalasi dipasang dan sub
kontraktor yang melaksakannya.
SERTIFIKASI
Alat
- Persyaratan administratif
- Pemeriksaan visual
- Pengujian beban
- Rekomendasi / Ijin
Kompetensi Personil
- Persyaratan peserta
- Pelatihan
- Evaluasi
- Sertifikasi
- Lisensi
- Penunjukan
PERATURAN PELAKSANA :
Ruang Lingkup
Obyek Pengawasan K3 Mekanik meliputi :
- K3 PTP (Pesawat Tenaga dan Produksi)
- K3 PAA (Pesawat Angkat dan Angkut)
Latar Belakang :
Peralatan Mekanik merupakan :
Bagian sarana industri (barang / jasa) yang memegang peranan sangat
penting
Peralatan teknik yang mengandung sumber bahaya yang berpotensi
dapat menimbulkan kecelakaan kerja
Peralatan teknik yang spesifik memerlukan kualitas tinggi baik dari
segi teknik peralatan maupun segi lembaga / SDM yang
menanganinya
Tujuan K3 PTP
1. Melindungi Tenaga Kerja dan orang lain yang berada di Tempat
Kerja dari potensi bahaya Pesawat Tenaga dan Produksi
2. Menjamin dan memastikan keamanan dan keselamatan Pesawat
Tenaga dan Produksi
3. Menciptakan Tempat Kerja yang aman dan sehat untuk meningkatkan
produktivitas.
Pesawat Tenaga dan Produksi / PTP adalah pesawat atau alat yang tetap
atau berpindah-pindah yang dipakai atau dipasang untuk membangkitkan
atau memindahkan daya atau tenaga, mengolah, membuat bahan, barang,
produk teknis, dan komponen alat produksi yang dapat menimbulkan
bahaya kecelakaan.
Personil PTP
Tujuan K3 PAA :
1. Melindungi Tenaga Kerja dan orang lain yang berada di Tempat Kerja
dari potensi bahaya Pesawat Angkat, Pesawat Angkut, dan Alat Bantu
Angkat dan Angkut
2. Menjamin dan memastikan keamanan dan keselamatan Pesawat
Angkat, Pesawat Angkut, dan Alat Bantu Angkat dan Angkut
3. Menciptakan Tempat Kerja yang aman dan sehat untuk meningkatkan
produktivitas.
Pengoperasian
Dilengkapi tanda peringatan operasi yang Efektif
Dilengkapi lampu penerangan dan pencahayaan yang cukup pada
pengoperasian malam hari atau di dalam ruangan
Pandangan Operator tidak boleh terhalang dan harus dapat memandang
luas ke sekeliling lintasan atau gerakan operasi.
Alat pengendali pengoperasian harus dibuat dan dipasang secara aman
dan mudah dijangkau oleh Operator.
Pesawat Uap adalah Ketel uap dan alat-alat lainnya yang dengan
Peraturan Pemerintah ditetapkan demikian, langsung atau tidak langsung
berhubungan (atau tersambung) dengan suatu ketel uap dan diperuntukan
bekerja dengan tekanan yang lebih besar (tinggi) daripada tekanan udara.
Ketel Uap adalah Suatu pesawat, dibuat guna menghasilkan uap atau
stoom yang dipergunakan di luar pesawatnya
Adapun saat ini, ketel uap lebih condong untuk diklasifikasikan lebih
detail lagi sebagai berikut :
Ketel uap pipa air, dimana air akan melewati pipa-pipa di dalam
ketel uap.
(3) Ditinjau dari sudut pandang bahan bakarnya, yaitu :
Bahan Bakar Fosil (minyak, gas alam, batu bara)
Panas Sisa Pembakaran (Gas buang turbin, gas buang mesin)
Bahan Bakar (Biomass, Bagasse, Rise Husk, Wood Pallets,
Forestry Residues, Mill Residues, Agricultural Residues, Chemical
Recovery Fuels, Animal Wastes, Dry Animal Manure, Wet Animal
Manure (Dairy Manure Slurry)
Nuklir (Uranium, Fission)
Penetapan Kebijakan K3 :
a. Melakukan tinjauan awal kondisi K3, meliputi :
Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sector lain
yang lebih baik.
Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakanl
Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan; dan
Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan
b. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus
menerus; dan
c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
Kebijakan K3 paling sedikit memuat :
a. Visi;
b. Tujuan perusahaan;
c. Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan; dan
d. Kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan perusahaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan/ atau operasional.
Perencanaan K3 :
Disusun untuk menghasilkan rencana K3 mengacu pada kebijakan K3
Mempertimbangkan :
a. Hasil penelaahan awal;
b. Identifikasi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko; peraturan
perundang – undangan dan persyaratan lainnya; dan
c. Sumber daya yang dimiliki.
Pelaksanaan Rencana K3
- Di dukung oleh sumber daya manusia di bidang K3, prasarana dan
sarana.
- Sumber daya manusia harus memiliki :
1. Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat; dan
2. Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan surat izin
kerja/operasi dan/ atau surat penunjukan dari instansi yang
berwenang.
- Prasarana dan sarana sebagaimana paling sedikit terdiri dari :
1. Organisasi/unit yang bertanggung jawab di bidang K3;
2. Anggaran yang memadai;
3. Prosedur operasi/kerja, informasi dan pelaporan serta
pendokumentasian; dan
4. Instruksi kerja
Pelaksanaan Rencana K3
Dalam melaksanakan K3 harus melakukan kegiatan dalam pemenuhan
persyaratan perundang- undang.
Kegiatan tersebut :
a. Tindakan pengendalian
b. Perancangan (design) dan rekayasa
c. Prosedur dan instruksi kerja
d. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan
e. Pembelian/pengadaan barang dan jasa
f. Produk akhir
g. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri;
dan
h. Rencana dan pemulihan keadaan darurat.
Kegiatan a-f dilaksanakan berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian dan
pengendalian risiko.
Kegiatan g dan h dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya, investigasi
dan analisa kecelakaan.
Penilaian Kriteria
1. Kategori Kritikal
Temuan yang mengakibatkan fatality/kematian.
2. Kategori Mayor
Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang – undangan
Tidak melaksanakan salah satu prinsip SMK3 dan
Terdapat temuan minor untuk satu criteria audit di beberapa lokasi
3. Kategori Minor
Ketidakkonsistenan dalam pemenuhan persyaratan peraturan
perundang- undangan, standar, pedoman dan acuan lainnya.
Audit eksternal SMK3 juga dapat dijadikan sebuah alat bagi perusahaan
dalam meningkatkan kinerja K3, bukti kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan K3, meningkatkan citra perusahaan, memenuhi
persyaratan mengikuti tender dan meningkatkan daya saing perusahaan.
Sesuai Permenaker No.26 Tahun 2014 Pasal 21, lembaga audit wajib
membuat perencanaan pelaksanaan audit SMK3 dan menyampaikan
kepada Menteri atau Direktur Jenderal dengan salinan disampaikan
kepada Dinas Provinsi.
Pelaksanaan audit SMK3 paling sedikit dilakukan melalui tahapan:
1. Pertemuan pembuka
2. Proses audit SMK3
3. Pertemuan tim auditor SMK3
4. Pertemuan penutup
5. Penyusunan laporan Audit SMK3.
4. Apa yang Dimaksud dengan Kategori Kritikal, Mayor, dan Minor
dalam Penilaian Hasil Audit SMK3?
18. K3 LISTRIK
( Resume Undang – undang, Peraturan Pemerintah,
Kepmenaker/Permenaker dan rangkuman).
.....
.....
.....