Anda di halaman 1dari 9

Nama: Mona Aisyah Hrp

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


A. Pengertian K3

Definisi K3 adalah suatu bidang yang terkait dengan kesehatan, keselamatan, dan
kesejahteraan manusia yang bekerja di suatu indtitusi maupun lokasi proyek.

Dalam ilmu pengetahuan dan penerapannya, K3 adalah usaha mencegah kemungkinan


terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kesimpulannya, K3 adalah suatu upaya guna
mengembangkan kerja sama, saling pengertian, dan partisipasi dari perusahaan dan tenaga kerja
dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang
keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja dalam rangka melancarkan usaha produksi.

1. Keselamatan (Safety)
Keselamatan kerja diartikan sebagai upaya-upaya yang ditujukan untuk melindungi
pekerja, menjaga keselamatan orang lain, melindungi peralatan, tempat kerja dan bahan
produksi, menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melancarkan proses produksi.

2. Kesehatan (Health)
Kesehatan diartikan sebagai derajat/tingkat keadaan fisik dan psikologi individu. Secara
umum, pengertian dari kesehatan yang setinggi-tingginya dengan cara mencegah dan
memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja, mencegah kelelahan kerja, dan
menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Perkembangan pembangunan di Indonesia meningkatkan intensitas kerja yang


mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan kerja. Dalam peraturan perundang-undangan
tentang keselamatan kerja No. 1 tahun 1970 yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan
kerja, baik di darat, di dalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada
dalam wilayah kekuasaan hokum Republik Indonesia, mengatur syarat-syarat keselamatan kerja
dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan,
pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk teknis dan aparat
produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

Manajemen K3 yang baik dapat membantu mengendalikan bahaya-bahaya yang timbul


akibat penggunaan bahan secara teknis dan mekanis dalam aktifitas perusahaan. Ada 3 alasan
perusahaan memerlukan tenaga ahli K3:

a. Alasan Hukum (Legal Complience) Pemerintah Republik Indonesia mengenai


keselamatan kerja di perusahaan yang diatur dalam undang-undang No. 1 tahun 1970,
undang-undang inilah dasar pengelolaan keselamatan kerja.
b. Alasan Ekonomi. Semua perusahaan bisnis adalah profit yang menjadi target utama.
Mengendalikan resiko bahaya berarti mengurangi resiko kecelakaan.
c. Alasan Moral. Dalam undang-undang dasar 1945 dikatakan bahwa tiap-tiap warga
Negara berhak mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

B. Dasar Hukum yang Berhubungan dengan K3


1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Kesehatan Kerja
2. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
3. PP No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Akibat
Hubungan Kerja
5. Permenakertrans RI No. 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi
Dokter Perusahaan.
6. Pemenakertrans RI No. 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta
Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli
Keselamatan Kerja
7. Permenakertrans RI No. 1 Tahun 1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene
Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.
8. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja
Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
9. Permenakertrans RI No. 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan
Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.
10. Pemenakertrans RI No. 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat
Kerja.
11. Permenaker RI No. 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan
Kecelakaan.
12. Kepmenaker RI No. 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di
Tempat Kerja.
13. Kepmenaker RI No. 197 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja.
14. Kepmenaker RI No. 197 Tahun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
15. Kepmenakertrans RI No. 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) No. SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja.

C. Norma Keselamatan Kerja


Yang dimaksud dengan norma perlindungan kerja adalah pembentukan penerapan dan
pengawasannya. Apa yang dimaksud dengan norma adalah “standar” ukuran tertentu
yang harus dijadikan pegangan pokok. Norma keselamatan kerja meliputi: keselamtan
kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya,
keadaan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

D. Norma Kesehatan Kerja dan Hygiene Perusahaan meliputi: pemeliharaan dan


mempertinggi derajat kesehatan tenaga kerja dilakukan dengan mengatur pemberian
pengobatan, perawatan tenaga kerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan
syarat kerja yang memenuhi syarat hygiene perusahaan dan kesehatan kerja untuk
pencegahan penyakit, baik sebagai akibat pekerjaan maupunpenyakit umum serta
menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan untuk tenaga kerja.

E. Norma Kerja Nyata meliputi: perlindungan terhadap tenaga kerja yang bertalian dengan
waktu kerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak dan orang muda,
tempat kerja, perumahan, kebersihan, kesusilaan, ibadah menurut agama dan kepercayaan
masing-masing yang diakui pemerintah, kewajiban sosial/ kemasyarakatan dan
sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja
yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral
agama.

F. Konsep Bahaya Dalam K3


Bahaya (Hazard) adalam semua sumber, kondisi maupun kesibukan yang
memiliki potensi menyebabkan cedera (kecelakaan kerja) serta atau penyakit karena kerja
(PAK).

Pada umumnya ada lima aspek bahaya K3 ditempat kerja, diantaranya:

1. Biomechanical Hazard (Bahaya Mekanik)


Merupakan bahaya yang berasal dari benda-benda tajam, benda yang berukuran
lebih besar dan berat yang dapat menumbulkan resiko pada pekerja seperti tersayat,
tertusuk, terjepit, terhimpit, terpotong, tertabrak dll.

2. Ergonomic Hazard (Bahaya Ergonomi)


Merupakan bahaya yang berasal dari adanya ketidaksesuaian desain kerja (job
task, environtment) dengan kapasitas tubuh pekerja sehingga menimbulkan rasa tidak
nyaman di tubuh, pegal-pegal, sakit pada otot, tulang dan sendi, dll.

Contohnya: gerakan repititif (berulang-ulang), seperti membungkuk-berdiri-


membungkuk, durasi dan frekuensi bekerja melebihi batas, bekerja dengan postur
tubuh yang janggal seperti berputar di area pinggang, menunduk, pekerjaan yang
membutuhkan menjangkau terlalu tinggi, mengangkat beban berat, statis, duduk di
depan computer dalam waktu lama.
3. Physical Hazard (Bahaya Fisik/Mekanik)
Aspek Bahaya Fisik/Mekanik: Ketinggian, konstruksi (infrastruktur),
mesin/alat/kendaraan/alat berat, ruang terbatas (terkurung), desakan, kebisingan,
suhu, sinar, listrik, getaran, radiasi.

Bahaya fisik merupakan potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-


gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar secara terus menerus oleh
factor fisik. Factor fisik adalah factor di dalam tempat kerja yang bersifat fiska.
Faktor-faktor ini dapat berasal dari bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produk
sampingan yang tidak diinginkan.

4. Chemical Hazard (Bahaya Kimia)


Aspek Bahaya Kimia: Bahan/material/cairan/gas/debu/uap beresiko, beracun,
reaktif, radioaktif, gampang meledak, gampang meledak, gampang terbakar/menyala,
iritan, korosif.

Bahaya kimia adalah bahaya yang berasal dari bahan-bahan kimia dari mulai yang
bersubstansi cair, padat, ataupun gas yang berada di tempat kerja. Banyak bahan
kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan
kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya yang dapat masuk ke dalam tubuh
melalui tiga cara:

a. Inhalasi (menghirup)
Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat beracun dapat masuk ke
dalam paru-paru. Saat istirahat orang dewasa menghirup sekitar lima liter udara
per menit yang mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat seperti
fiber/serat dapat langsung melukai paru-paru. Lainnya diserap ke dalam aliran
darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.

b. Pencernaan (menelan)
Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan makanan yang
terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi atau makan di
lingkungan yang terkontaminasi. Zat dari udara juga dapat tertelan saat dihirup,
karena bercampur dengan lender dari mulut, hidung atau tenggorokan.

c. Penyimpanan ke dalam kulit atau bentuk invasive.


Beberapa diantaranya adalah zat yang melewati kulit dan masuk ke
pembuluh darah, biasanya melalui tangan dan wajah.
5. Biological Hazard (Bahaya Biologi)
Bahaya biologi adalah bahaya yang berasal dari tanaman, binatang, organisme
yang kemudian masuk kedalam tubuh kita yang dapat mengancam kesehatan serta
dapat juga dari pekerja yang menderita penyakit tertentu yang dapat menularkan
virusnya kepada pekerja lain seperti TBC, Hepatitis A/B.

Aspek bahaya biologi: Jamur, Virus, Bakteri, Tanaman, Bintang.

6. Psychological Hazard ( Bahaya Psikologi)


Bahaya ini dari beberapa ahli menyebutnya sebagai bahaya dalam
pengorganisasian pekerjaan, merupakan bahaya yang berasal dari konflik batin
dengan lingkungan yang ada di tempat kerja, baik itu dengan rekan kerja maupun
dengan fasilitas yanga da di lingkungan kerja dimana kemudian dapat mengganggu
aspek psikologis pekerja sehingga dapat menyebabkan produktivitas pekerja
menurun.

Aspek bahaya psikologis: aksi bullying, stress, kekerasan, pelecahan, pengucilan,


intimidasi, emosi negative, tekanan, tuntutan deadline pekerjaan, persaingan kerja
tidak sehat, pekerjaan yang monoton, jenjang karir tidak bagus, alat bantu kerja tidak
memadai.

G. Hierarki Pengendalian Resiko


Hierarki pengendalian bahaya pada dasarnya berarti prioritas dalam pemilihan dan
pelaksanaan pengendalian yang berhubungan dengan bahaya K3. Ada beberapa
kelompok control yang dapat dibentuk untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya
K3, yakni:

1. Eliminasi
Memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya, misalnya, memperkenalkan
perangkat mengangkat secara mekanik untuk menghilangkan penanganan bahaya
pengangkatan manual.

2. Substitusi
Penggantian bahan kurang berbahaya atau mengurangi energy sistem misalnya
menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll.

3. Control teknik/Perancangan
Menginstal sistem ventilasi, mesin penjagaan, interlock, dll.
4. Administrasi
Tanda-tanda keselamatan, tanda daerah berbahaya, tanda untuk pejalan kaki di
trotoar, peringatan sirene/ lampu, alarm, prosedur keselamatan, inspeksi peralatan,
control akses, sistem yang aman, penandaan, dan izin kerja, dll.

5. APD
Kacamata safety, pelindung pendengaran, pelindung wajah, respiratory, dan sarung
tangan.

Akan tetapi efek dari kelompok control tidak sama, dan beberapa darinya tidak
benar-benar menghilangkan atau mengurangi resiko bahaya dengan cara yang paling
memuaskan. Oleh karena itu hirarki diperkenalkan untuk mendorong organisasi untuk
mencoba , untuk menerapkan control yang lebih baik dan benar-benar menghilangkan
bahaya jika memungkinkan.

Dalam menerapkan hirarki, harus mempertimbangkan biaya relative, manfaat


pengurangan resiko, dan kendala dari pilihan yang tersedia. Dalam membangun dan
memilih control masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan, diantaranya:
 Kebutuhan untuk kombinasi control , menggabungkan unsur-unsur dari
hirarki di atas (misalnya perancangan, dan control administrasi).
 Membangun praktik yang baik dalam pengendalian bahaya tertentu yang
dipertimbangkan, beradaptasi bekerja untuk individu (misalnya, untuk
memperhitungkan kemampuan mental dan fisik individu)
 Mengambil keuntungan dari kemajuan teknis untuk meningkatkan control.
 Menggunakan langkah-langkah yang melindungi semua orang (misalnya,
dengan memilih control rekayasa yang melindungi semua orang di sekitar
bahaya daripada menggunakan APD)
 Perilaku manusia dan apakah ukuran control tertentu akan diterima dan
dapat dilaksanakan secara efektif.
 Tipe dasar kegagalan manusia/human error (misalnya, kegagalan
sederhana dari tindakan sering diulang, penyimpanan memori atau
perhatian, kurangnya pemahaman atau kesalahan penilaian dan
pelanggaran aturan atau prosedur) dan cara mencegahnya.
 Kebutuhan untuk kemungkinan peraturan tanggap darurat bila
pengendalian resiko gagal.
 Potensi kurangnya pengenalan terhadap tempat kerja, contoh: visitor atau
personil kontraktor.
H. Daftar Benda Wajib Dalam Kotak P3K
Kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) adalah sarana yang harus
disediakan di setiap rumah, mobil maupun ruang kesehatan suatu Instansi. Tujuan
pengadaan kotak P3K adalah sebagai langkah mengantisipasi dan penanganan dini cedera
atau luka. Kotak P3K diletakkan di tempat yang mudah dijangkau orang dewasa namun
jauh dari jangkauan anak-anak. Letakkan di tempat yang aman dan berada di tempat yang
sejuk dan kering.

Peralatan pertolongan pertama biasanya digunakan untuk mengobati cedera atau


luka ringan, seperti teriris, tergores, tersengat, terkilir, dan luka bakar ringan. Alat yang
wajib ada dalam kotak P3K berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (PERMENAKER) PER-15/MEN/VIII/2008 tentang PERTOLONGAN
PERTAMA PADA KECELAKAAN DI TEMPAT KERJA:

No. Isi Kotak A Kotak B Kotak C


1 Kasa Steril Terbungkus 20 40 40
2 Perban (lebar 5 cm) 2 4 6
3 Perban (lebar 10 cm) 2 4 6
4 Perban (lebar 1,25 cm) 2 4 6
5 Plester cepat 10 15 20
6 Kapas (25 gram) 1 2 3
7 Kain segitiga/mittela 2 4 6
8 Gunting 1 1 1
9 Peniti 12 12 12
10 Sarung tangan sekali pakai (Pasangan) 2 3 4
11 Masker 2 4 6
12 Pinset 1 1 1
13 Lampu senter 1 1 1
14 Gelas untuk cuci mata 1 1 1
15 Kantong plastik bersih 1 2 3
16 Aquades (100 ml larutan Saline) 1 1 1
17 Povidon iodin (60 ml) 1 1 1
18 Alkohol 70% 1 1 1
19 Buku panduan P3K di tempat kerja 1 1 1
20 Buku catatan 1 1 1
21 Daftar isi kotak 1 1 1

 Isi kotak A P3K untuk perusahaan yang memiliki 24 orang pekerja atau kurang
 Isi kotak B P3K untuk perusahaan yang memiliki 50 orang pekerja atau kurang
 Isi kotak C P3k untuk perusahaan yang memiliki 100 orang pekerja atau kurang
I. HIRADC (Hazard Identification Risk Assessment and Determining Control)
HIRADC adalah salah satu bagian dari standar ohsas 18001;2007 clause 4.3.1. di
Indonesia biasa disebut sebagai risk assessment atau identifikasi bahaya dan aspek K3L.
di kaluse tersebut menyebutkan bahwa organisasi harus menetapkan, membuat,
menerapkan dan memelihara prosedur untuk melakukan identifikasi bahaya, penilaian
resiko dan menentukan pengendalian bahaya dan resiko yang diperlukan.

Di dalam klausa ini menjelaskan mengenai proses/hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan HIRADC:
1. Hazard/ Bahaya
2. Risk/ Risiko
3. Penentuan untuk pengendalian bahaya dan resiko (harus mempertimbangkan hierarki
dari pengendalian: eliminasi, subtitusi, isolasi, engineering control,
penandaan/peringatan/administrative control, PPE)
4. Perubahan dari management
5. Pencatatan dan dokumentasi dari kegiatan HIRADC (misalnya: HIRADC register)
6. Tinjauan yang berkelanjutan.

Di dalam OHSAS 18001;2007 menerangkan item-item yang harus masuk dalam


membuat HIRADC, karena HIRADC merupakan salah satu dasar dari penerapan
OHSAS:
1. Kegiatan rutin dan non-rutin (keadaan gawat darurat, bencana alam, kegiatan
pemeliharaan yang diluar jadwal, pembersihan, pengoperasian mesin, shut down/start
up, visit dari kontraktor/pelanggan, keadaan lain yang memang tidak rutin dilakukan
oleh organisasi)
2. Semua kegiatan yang memungkinkan seluruh pekerja/orang mempunyai akses masuk
di area kerja (termasuk kontraktor dan juga pengunjung/tamu)
3. Perilaku manusia, kemampuan, dan juga factor manusia (sifat, kesalahan dari pihak
manusia, perilaku, kebiasaan, stress dll)
4. Bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat menimbulkan efek buruk ke
kesehatan dan keselamatan pekerja di organisasi.
5. Hazard/ bahaya yang timbul dari kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan atau
aktivitas yang berada di bawah kendali dilingkungan kerja dan organisasi.
6. Infrastruktur/sarana/prasarana, peralatan dan material di tempat kerja, yang
disediakan oleh pihak organisasi, kegiatannya atau pihak luar
7. Perubahan atau rencana perubahan pada organisasi, kegiatannya dan bahan yang
digunakan.
8. Modifikasi dari SMK3 termasuk yang bersifat sementara dan pengaruhnya terhadap
kegiatan operasi, proses atau aktivitas.
9. Semua peraturan yang mengikat yang berkaitan dengan penilaian resiko dan
pengendalian yang dibutuhkan
10. Desain dari area kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, termasuk kemampuan
adaptasi dari pekerja/manusia.

Di dalam klausa ini juga mengharuskan menentukan metodologi atau cara untuk
melakukan HIRADC dan metodologi yang digunakan berbentuk tindakan yang proaktif:
1. Cara-cara untuk melakukan ini diserahkan kepada organisasi tergantung dari
kebutuhan organisasi untuk melakukan HIRADC, tergantung daru ruang lingkup,
sifat, besar kecil organisasi, waktu, biaya dan ketersediaan metode yang dipilih dapat
mencakup untuk pelaksanaan HIRADC yang ada di organisasi.
2. Orang yang melakukanpun harus kompeten.

SUMBER:
1. OHSAS 18002;2008
2. PER-15/MEN/VIII/2008 tentang PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN
DI TEMPAT KERJA
3. UU No. 13 Tahun 2013
4. UU No. 1 Tahun 1970
5. https://www.manajemenproduksielektronik.com/daftar-isi-kotak-p3k-pertolongan-
pertama-pada-kecelakaan/
6. https://www.klopmart.com/article-82-k3-keselamatan-dan-kesehatan-kerja.html

Anda mungkin juga menyukai