Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal.
Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seorang pekerja dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik. Kondisi atau tingkat kesehatan pekerja sebagai (modal)
awal seseorang untuk melakukan pekerjaan harus pula mendapat perhatian.
Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi oleh kondisi tempat kerja,
gizi kerja dan lain-lain. Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat
beban kerja yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat
mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising debu, zat-zat kimia dan lain-lain)
dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban-beban tambahan
tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan
atau penyakit akibat kerja.
Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi
tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja tetapi juga
oleh faktor-faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor lainnya.
Penyakit akibat kerja dan atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan
oleh pemajanan di lingkungan kerja. Untuk mengantisipasi permasalahan ini maka
Langkah awal yang penting adalah :
- Pengenalan/identifikasi bahaya yang bisa timbul di lingkungan kerja
- Evaluasi di Lingkungan Kerja
- Pengendalian di Lingkungan Kerja
Untuk mengantisipasi dan mengetahui kemungkinan bahaya di lingkungan kerja
ditempuh tiga langkah utama, yakni:
1. Pengenalan lingkungan kerja : Pengenalan lingkungan kerja ini biasanya dilakukan
dengan cara melihat dan mengenal (walk through inspection), dan ini merupakan
langkah dasar yang pertama-tama dilakukan dalam upaya kesehatan kerja.
2. Evaluasi lingkungan kerja : Merupakan tahap penilaian karakteristik dan besarnya
potensi-potensi bahaya yang mungkin timbul sehingga bisa untuk menentukan
prioritas dalam mengatasi permasalahan.
3. Pengendalian lingkungan kerja : Dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghilangkan pemajanan terhadap zat/bahan yang berbahaya di lingkungan kerja.
Kedua tahapan sebelumnya yang mana pengenalan dan evaluasi tidak dapat
menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hanya dapat dicapai dengan
teknologi pengendalian yang kuat untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan
di kalangan para pekerja yaitu :
a. Pengendalian lingkungan (Environmental Control Measures):
1.) Desain dan tata letak yang memenuhi syarat
2.) Penghilangan atau pengurangan bahan berbahaya pada sumbernya.
Contohnya : Menggunakan barang-barang hasil industry yang ramah lingkungan
seperti sabun non-deterjen, pupuk kompos.
b. Pengendalian perorangan (Personal Control Measures):
Penggunaan alat pelindung perorangan merupakan alternatif lain untuk melindungi
pekerja dari bahaya kesehatan. Namun, alat pelindung perorangan harus sesuai dan
kuat. Pembatasan waktu selama pekerja terpajang terhadap zat tertentu yang
berbahaya dapat menurunkan risiko terkenanya bahaya kesehatan di lingkungan
kerja.
Contohnya : Kebersihan perorangan dan pakaiannya, merupakan hal yang penting
terutama untuk para pekerja yang dalam pekerjaannya berhubungan dengan bahan
kimia serta partikel lain.
Kesehatan Kerja dalam upaya penanganan dalam industri meliputi:
a. pertolongan pertama pada cedera dan sakit yang terjadi di Tempat Kerja;
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah pertolongan dan perawatan
sementara yang dilakukan kepada korban kecelakaan di tempat kerja menggunakan
peralatan sederhana sebelum korban mendapatkan pertolongan yang sempurna.
Meski hanya menggunakan peralatan sederhana, P3K bisa menjadi salah satu solusi
untuk memberi pertolongan secara cepat dan tepat. Meski pertolongan pertama
bukanlah penanganan yang sempurna, tapi dengan adanya P3K di tempat kerja akan
memiliki banyak manfaat dalam mencegah keparahan cidera, mengurangi
penderitaan dan bahkan menyelamatkan nyawa korban.
b. diagnosis penyakit akibat kerja
terdapat empat langkah diagnosis PAK, di antaranya:
1. Menegakkan diagnosis klinis
Diagnosis klinis harus ditegakkan terlebih dahulu dengan melakukan:
* Anamnesis
* Pemeriksaan fisik
* Bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus.
2. Menentukan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja
Beberapa pajanan bisa mengakibatkan satu penyakit, sehingga dokter di perusahaan
harus mendapatkan informasi semua pajanan yang dialami dan pernah dialami
pekerja.
3. Menentukan hubungan pajanan dengan diagnosis klinis
Pajanan yang teridentifikasi dihubungkan dengan penyakit yang dialami. Waktu
timbulnya gejala setelah terpajan oleh bahan tertentu memengaruhi hubungan
antara pajanan dengan diagnosis klinis.
Penyakit lebih sering timbul apabila berada di tempat kerja dan berkurang saat libur
atau cuti. Hasil pemeriksaan prakerja dan berkala dapat digunakan sebagai salah satu
data untuk menentukan PAK.
4.Menentukan pajanan di luar tempat kerja
Penyakit yang timbul mungkin diakibatkan oleh pajanan yang sama di luar tempat
kerja sehingga perlu informasi tentang kegiatan yang dilakukan di luar tempat kerja
seperti hobi, pekerjaan rumah, dan pekerjaan sampingan.
c. penanganan kasus gawat darurat di area kerja
penanganan kondisi gawat darurat adalah hal yang wajib dikembangkan di area kerja
untuk mengantisipasi kerugian akibat bencana yang karena suatu hal dapat tidak
terkendali. Untuk mengatasi ketiga kejadian di atas seperti teror bom, huru hara dan
bencana alam diperlukan adanya panduan penanganan kondisi gawat darurat yang
tepat. Panduan penanganan kondisi gawat darurat adalah suatu sistem yang
menggabungkan beberapa depertemen mencakup HRD, keamanan (security),
kesehatan, termasuk K3LH (Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Lingkungan
Hidup) itu sendiri untuk menanggulangi kejadian bencana tersebut.
d. rujukan kecelekan kerja
rujukan kecelekan kerja yaitu perusahaan wajib mendaftarkan semua karyawannya
dalam BPJS Ketenagakerjaan. Didalamnya terdapat program yang akan bermanfaat
ketika karyawan mengalami kecelakaan kerja, yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
f. Jika dalam diagnosis dan tata laksana Penyakit Akibat Kerja ditemukan kecacatan,
dilakukan penilaian kecacatan.
g. Hasil penilaian kecacatan digunakan sebagai pertimbangan untuk mendapatkan
jaminan kecelakaan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Tujuan Kesehatan Kerja bagi para pekerja Industri:
* Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik
secara fisik, sosial, dan psikologis.
* Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif
mungkin.
* Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
* Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
* Agar meningkatnya kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
* Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atas
kondisi kerja.
* Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.