Anda di halaman 1dari 81

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TEORI
1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam perusahaan tidak
terlepas dari adanya masalah yang berkaitan dengan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3). Hal ini merujuk pada perlindungan tenaga kerja
dari bahaya, penyakit dan kecelakaan akibat kerja maupun lingkungan
kerja.
Secara umum, keselamatan dan kesehatan kerja karyawan
menunjukkan kondisi fisiologis fisik dan psikologis tenaga kerja yang di
akibatkan oleh lingkungan kerja perusahaan. Apabila sebuah perusahaan
melaksanakan tindakan-tindakan keselamatan dan kesehatan yang efektif,
maka penderita cidera atau penyakit-penyakit jangka pendek maupun
jangka panjang akan makin berkurang. Namun, pada kenyataannya masih
banyak dijumpai perusahaan-perusahaan yang kurang memperhatikan
tentang faktor keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga sering dijumpai
kasus-kasus kecelakaan kerja yang merugikan pihak karyawan.
Keselamatan dan kesehatan kerja merujuk pada kondisi fisiologis-fiskal
dan psikologis tenaga kerja yang di akibatkan oleh lingkungan kerja yang
di sediakan oleh perusahaan.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan
sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu
pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan
proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan
setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan
intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan
di lingkungan kerja.
Keselamatan kerja adalah melindungi para karyawan dari luka-luka
akibat kecelakaan yang di sebabkan pekerjaan. Berbagai penyebab
kecelakaan kerja dapat terjadi baik pemberi kerja yang bertanggung jawab
akan memerhatikan untuk memberikan perlindungan bagi karyawannya
atas risiko kecelakaan kerja.kesehatan kerja pekerja biasa terganggu
karena penyakit, stres, maupun karena kecelakaan. Pelaksanaan program
keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan sangatlah penting karena
bertujuan untuk meciptakan keselamatan dan kesehatan kerjadengan
melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja
yang terintegrasi dalam mengurangi kecelakaan.
Kesehatan kerja menyangkut kesehatan fisik dan mental kesehatan
mencangkup seluruh aspek kehidupan manusia termasuk lingkungan kerja.
Jika suatu perusahaan keselamatan dan kesehatankerha dari para karyawan
tidak diperhatikan maka timnul hal-hal yang merugikan si pekerja maupun
kepada perusahaan. Salah satu dampak pada perusahaan yaitu adanya
kecelakaan, sehingga akan timbul dampak bagi para pekerja yaitu dapat
menurunya kinerja karyawan tersebut.
Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih
tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk
maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan
pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14
tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya
mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga
kerjaan.
Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap
pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah
peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan
kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids
Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai
menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.
Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang
keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan
kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun
udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat
keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan,
peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan,
pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat
produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.
Walaupun sudah banyak peraturan yang diterbitkan, namun pada
pelaksaannya masih banyak kekurangan dan kelemahannya karena
terbatasnya personil pengawasan, sumber daya manusia K3 serta sarana
yang ada. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk memberdayakan
lembaga-lembaga K3 yang ada di masyarakat, meningkatkan sosialisasi
dan kerjasama dengan mitra sosial guna membantu pelaksanaan
pengawasan norma K3 agar terjalan dengan baik.

2. Tujuan K3
Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat
dan produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman,
1990) :
a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam
keadaan sehat dan selamat.
b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa
adanya hambatan.

3. Dasar Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Sumber hukum sumber hukum penerapan K3 adalah sebagai berikut:
a. UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
b. UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
c. PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial Tenaga Kerja.
d. Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena
Hubungan Kerja.
e. Permenaker No. Per-05/MEN/1993 tentang Petunjuk Teknis
Pendaftaran Kepesertaan, pembayaran Iuran, Pembayaran Santunan,
dan Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

4. Ruang Lingkup K3
Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman,
1990):
1) Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja
yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja,
bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.
2) Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :
1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian
2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan
3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.
4) Proses produksi
5) Karakteristik dan sifat pekerjaan
6) Teknologi dan metodologi kerja
3) Penerapan Hiperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan
hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.
4) Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut
bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

5. Trias Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Tempat kerja dan pekerja merupakan populasi, bila menggunakan
pendekatan trias epidemiologi bahwa dengan berfokus pada kesehatan dan
keselamatan populasi pekerja, host digambarkan sebagai manusia yang
rentan, karena terkait dengan sifat bahaya kerja, sehingga diasumsikan
bahwa semua individu pekerja dan kelompok beresiko terkena bahaya
kerja. Agent adalah faktor yang berhubungan dengan penyakit dan cedera,
diklasifikasikan menjadi biologi, kimia, ergonomi, fisik, atau psikososial.
Environment, berhubungan dengan kondisi eksternal yang berpengaruh
terhadap interaksi host dan agents.
a. Agent
 Agen Fisik
1. Suara yang keras dapat menyebabkan tuli.
2. Suhu tinggi dapat menyebabkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia.
3. Suhu rendah menyebabkan chilblains, trench foot, atau frostbite.
4. Penerangan yang kurang atau yang terlalu terang (menyilaukan)
menyebabkan kelainan penglihatan dan memudahkan terjadinya
kecelakaan.
5. Penurunan tekanan udara (dekompressi) yang mendadak dapat
menyebabkan caisson disease.
6. Radiasi dan sinar Roentgent atau sinar radio aktif menyebabkan
penyakit-penyakit darah, kemandulan, kanker kulit dan
sebagainya.
7. Sinar infra merah dapat menyebabkan catharfact lensa mata.
8. Sinar ultra violet dapat mnyebabkan konjungtivitis photo
electrica.
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan
masalah kesehatan kerja meliputi :
1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan
ketulian.
2. Pencahayaan yang kurang dapat menyebabkan gangguan
penglihatan dan kecelakaan kerja.
3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja.
4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
5. Terkena radiasi. Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya
teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam
dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang
menangani.

Pencegahan :
1. Pengendalian cahaya di ruang kerja
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup
memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi.
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser
6. Filter untuk mikroskop
 Agen Kimiawi
1. Gas yang menyebabkan keracunan misalnya: CC, HCN, H2S,
SQ2.
2. Uap dan logam dapat menyebabkan “metal fume fever”, ataupun
keracunan logam misalnya karena Hg, Pb.
3. Larutan ataupun cairan misalnya H2S04, HC1 dapat
menyebabkan keracunan ataupun dermatosis (penyakit kulit).
4. Debu-debu misalnya debu silica, kapas, asbest ataupun debu
logam berat bila terhirup ke dalam paru-paru menyebabkan
pneumoconiosis.
5. Awan atau kabut dan insectisida ataupun fungisida pada
penyemprotan serangga dan hama tanaman dapat menyebabkan
keracunan.
Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan
bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan
solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik,
desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan
cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan
mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis
kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton).
Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan,
trhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut
atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar. Pencegahan :
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang
ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan,
celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara
mata dan lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
 Agen Biologi
Misalnya penyakit anthrax yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis
pada penyamak kulit atau pengumpul wool. Penyakit-penyakit infeksi
pada karyawan yang bekerja dalam bidang mikrobiologi ataupun dalam
perawatan penderita penyakit menular. Lingkungan kerja pada
Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman
yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan
staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang
terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan
darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi
pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena
tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Pencegahan :
1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang
kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk
memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan
alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan
imunisasi.
3. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
4. Kebersihan diri dari petugas.
 Agen Mekanik
Penyakit yang disebabkan karena sikap badan yang kurang baik; karena
konstruksi mesin yang tidak cocok, ataupun karena tempat duduk yang
tidak sesuai. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan
Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis,
misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang
digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai
dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan
dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi
kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan
fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah
nyeri pinggang kerja (low back pain).
 Agen Psikososial
Penyakit yang timbul karena hubungan yang kurang baik antara sesama
karyawan, antara karyawan dengan pimpinan, karena pekerjaan yang
tidak cocok dengan psikis karyawan, karena pekerjaan yang
membosankan ataupun karena upah (imbalan) yang terlalu sedikit
sehingga tenaga pikirannya tidak dicurahkan kepada pekerjaannya
melainkan kepada usaha-usaha pribadi untuk. menambah
penghasilannya. Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat
menyebabkan stress
1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan
menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di
laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan
yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-
tamahan.
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan
atau sesama teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor
formal ataupun informal.
b. Host
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit pada host adalah
1. Daya tahan tubuh terhadap penyakit, apabila daya tubuh host baik
maka virus tidak dapat masuk ke dalam tubuh,apabila daya tahan
tubuh jelek dan host tidak memelihara personal hygiene yang baik
maka virus dengan mudah masuk dalam tubuh host.
2. Umur, usia menentukan kemampuan seseorang untuk bekerja, usia
yang ekstrem seperti terlalu muda atau terlalu tua akan
menghambat dalam pekerjaan. Menurut UU No. 13 tahun 2003
Bab I Pasal 1 Ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap
orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia
adalah berumur 15 tahun – 64 tahun.
3. Jenis kelamin, jenis kelamin laki-laki mendominasi dalam
pekerjaan karena lebih produktif dalam bekerja dibandingkan jenis
kelamin wanita.
4. Adat kebiasaan, bila host kurang biasa memelihara personal
hygiene maka sangat mudah virus masuk dalam tubuh. Gaya hidup
yang terkait pola makan, pola istirahat, aktivitas fisik, keadaan
kesehatan host saat ini sangat mempengaruhi kinerja dari host.
c. Environment
Faktor lingkungan yang mempengaruhi host dan agent seperti sistem
dan kebijakan di tempat kerja yang meliputi gaji, cuti, hari libur, beban
kerja, dll. Berdasarkan Pasal 77 ayat 1, UU No. 13/2003 mewajibkan
setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Ketentuan
jam kerja ini telah diatur dalam 2 sistem seperti yang jelas disebutkan
diatas yaitu:
1. 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu unuk 6
hari kerja dalam 1 minggu: atau
2. 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5
hari kerja dalam 1 minggu.

Apabila interaksi antara host, agent dan environment tidak dapat


dikendalikan, maka timbulah penyakit atau cedera. Ketiga faktor
timbulnya penyakit tersebut ada dalam lingkungan pekerja, dengan
demikian maka diasumsikan bahwa semua pekerja yang ada dalam
lingkungan kerja maka mempunyai resiko untuk sakit atau cedera, dengan
demikian proaktif dari perawat menjadi hal yang penting dalam upaya
mencegah terjadinya penyakit atau cedera akibat kerja melalui design yang
efektif melalui 3 level prevensi; primer, sekunder dan tersier. Lingkup
Kegiatan Program Keperawatan Kerja:
a. Riwayat kesehatan terutama para pekerja dan keluarga pekerja
b. Pengkajian atau screening
c. Surveillance atau monitoring
d. Primary health care
e. Konseling
Program Pelayanan Kesehatan Kerja adalah program pelayanan
paripurna, terdiri dari 3 level prevensi yaitu prevensi primer, sekunder dan
tersier yang dilaksanakan dalam suatu system yang terpadu.
a. Pelayanan prevensi primer, kegiatannya antara lain:
1) Pemeriksaan kesehatan awal, berkala dan khusus
2) Imunisasi
3) Kesehatan lingkungan kerja
4) Perlindungan diri terhadap bahaya-bahaya perkerjaan
5) Penyerasaian manusia dengan mesin dan alat kerja (ergonomik)
6) Pengendalian bahaya lingkungan kerja
7) Pendidikan dan penyuluhan tentang kesehatan kerja
8) Pemeliharaan berat badan ideal
9) Perbaikan gizi, menu seimbang dan pemilihan makanan yang sehat
dan aman
10) Olah-raga
b. Pelayanan Prevensi sekunder
Pelayanan diberikan kepada pekerja yang sudah mengalami
gangguan pekerjaan. Pelayanan meliputi pengobatan terhadap penyakit
umum maupun penyakit akibat kerja, kegiatannya antara lain:
1) Konseling
2) Screening adanya gangguan akibat kerja
3) Penatalaksanaan kasus
4) Penanganan kegawat daruratan baik fisik maupun psikologis akibat
kerja
5) Rujukan
6) Home Visite terhadap pekerja yang mengalami gangguan akibat
kerja
c. Pelayanan Prevensi tersier
Pelayanan diberikan kepada pekerja yang telah menderita cacat
sehingga menyebabkan ketidakmampuan bekerja secara permanent baik
sebagian maupun seluruh kemampuan bekerjanya. Kegiantannya antara
lain:
1) Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan
kemampuannya yang masih ada secara maksimal.
2) Penempatan kembali pekerja yang secara selektif sesuai
kemampuannya.

6. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja


Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa
dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.
a. Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya
belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran
bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30%
menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia.
Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja
untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat
lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar
masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai
banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya
mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah
PAHK dan kecelakaan kerja.
b. Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat
teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan
pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja
bergilir dan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat
menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan
pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat
beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang
masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja
tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan stres.
c. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat
mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja
(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
7. Tinjauan Tentang Tenaga Kesehatan
a. Pengertian Tenaga Kesehatan.
1) Jenis Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau
ketermpilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya
kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-;
pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan
khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah
yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya
mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang
boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa
dan fisik manusia, serta lingkungannya. Jenis tenaga kesehatan
terdiri dari perawat, perawat gigi, bidan, fisioterapis, refraksionis
optisien radiographer, apoteker, asisten apoteker, dokter umum,
dokter gigi.

2) Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan


Kerja
Kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat saling
berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit
akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja.
Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja
sudah sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian
ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara akibat suatu
kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan
dapat ditekan dengan upaya-upaya di bidang kesehatan dan
keselamatan kerja.
Kecelakaan kerja adalah salah satu dari sekian banyak masalah
di bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan
kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan
tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai
dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku.
Penyelenggaraan P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi
di tempat kerja. P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga
kesehatan yang professional.
Dasar pengadaan P3K di tempat kerja adalah UU No. 1 Tahun
1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban manajemen dalam
pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang ketenagakerjaan,
Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.03/Men/1982
tentang Pelayanan Kesehatan Kerja ; tugas pokok meliputi P3K dan
Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
b. Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control) yaitu
upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara
mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang
dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan
dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap
pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi
dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi
penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas
masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk
menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat
(prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui
pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1) Pemeriksaan Awal adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non
kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan
calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau
dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan
ditugaskan kepadanya. Anamnesa umum Pemeriksaan kesehatan
awal ini meliputi: anamnese pekerjaan, penyakit yang pernah
diderita, alrergi, imunisasi yang pernah didapat, pemeriksaan badan,
pemeriksaan laboratorium rutin, pemeriksaan tertentu :
 Tuberkulin test
 Psiko test
2) Pemeriksaan Berkala adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang
disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin
besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan
umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan
bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan
resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3) Pemeriksaan Khusus yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan
dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu
kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan
K3 tidak hanya untuk intern laboratorium kesehatan, dalam hal
memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi
panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan
promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar
tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat
disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act
dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

8. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia
kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan
pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan
kerja, yaitu:
a. Teori Heinrich (Teori Domino) : Teori ini mengatakan bahwa suatu
kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada lima faktor yang
terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu: lingkungan, kesalahan
manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan
cedera atau kerugian (Ridley, 1986).
b. Teori Multiple Causation: Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa
kemungkinan ada lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan.
Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman.
Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja
tersebut perlu diteliti.
c. Teori Gordon: Menurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat
dari interaksi antara korban kecelakaan, perantara terjadinya
kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan
hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat.
Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab
terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan,
perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus
dapat diketahui secara detail.
d. Teori Domino terbaru: Setelah tahun 1969 sampai sekarang, telah
berkembang suatu teori yang mengatakan bahwa penyebab dasar
terjadinya kecelakaan kerja adalah ketimpangan manajemen.
Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori Domino Heinrich
untuk memperlihatkan pengaruh manajemen dalam mengakibatkan
terjadinya kecelakaan.
e. Teori Reason: Reason (1995,1997) menggambarkan kecelakaan kerja
terjadi akibat terdapat “lubang” dalam sistem pertahanan. Sistem
pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan
mengenai keselamatan kerja,
f. Teori Frank E. Bird Petersen: Penelusuran sumber yang mengakibatkan
kecelakaan. Bird mengadakan modifikasi dengan teori Domino
Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai
berikut (M.Sulaksmono,1997) :
1) Manajemen kurang kontrol
2) Sumber penyebab utama
3) Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar)
4) Kontak peristiwa ( kondisi di bawah standar )
5) Kerugian gangguan ( tubuh maupun harta benda )
Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai
dari memperbaiki manajemen tentang keselamayan dan kesehatan
kerja.Kemudian, praktek dan kondisi di bawah standar merupakan
penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala penyebab
utama akibat kesalahan manajemen.
9. Potensi Hazard Di Lingkungan Kerja Produksi Kerupuk (Cemilan)
Usaha produksi kerupuk biasanya selalu dikaitkan dengan paparan
panas di area tempat penggorengan, namun pada praktiknya banyak
potensi hazard yang lain yang dapat membahayakan bagi pekerja yang
dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan pekerja. Setiap harinya,
para pekerja kebanyakan menggunakan sikap atau posisi pada saat
memasak yang terkadang membungkukkan bagian belakang badan dengan
waktu yang cukup lama sesuai dengan proses memasak yang ada karena
setiap dalam proses memasak membutuhkan ketelatenan dan keterampilan
khusus. Hampir seluruh pekerja produksi kerupuk juga tidak menggunakan
atau memperhatikan alat pelindung diri selama bekerja. Hal ini dapat
menimbulkan salah satu kecelakaan kerja apabila tidak memperhatikam
hal-hal tersebut.
Pada dasarnya, terdapat ruang lingkup dalam penentuan bahaya atau
hazard di tempat kerja. Yakni mencakup pengenalan, evaluasi, dan
pengendalian. Pada kondisi lingkungan kerja usaha produksi
krupuk(cemilan) dapat dikenali potensi hazard yang ada, yaitu :
a. Potensi Hazard Fisik
Potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang dapat menyebabkan
gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar,
misalnya : terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim (panas
& dingin).
Proses produksi suatu barang didalam industri sering memerlukan
suhu yang tinggi, yang diperoleh dari suatu sumber panas (dapur
peleburan baja, dapur peleburan gelas, dapur pembakaran keramik dan
lain-lain (Soeripto, 2008).

Umumnya di dalam industri sering kita jumpai adanya perbedaan suhu


yang besar antara satu tempat dengan tempat yang lain, dan hal ini
mengakibatkan terjadinya perbedaan panas yang besar pula. Energi
panas yang berasal dari sumber (dapur, motor atau dari sumber yang
lain) akan dipancarkan secara langsung atau melalui permukaan dapur
dan masuk ke lingkungan tempat kerja yang bersuhu dingin dan
menyebabkan suhu udara di tempat kerja naik, dengan demikian iklim
atau cuaca ditempat kerja berubah dan menimbulkan tekanan panas
yang akan diterima oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai beban
panas tambahan.

Panas mempunyai pengaruh yang buruk terhadap tubuh. Dalam kaitan


ini, ada satu hal yang sangat penting untuk diketahui dari tenaga kerja
yang bekerja di lingkungan tempat kerja yang panas yaitu; tentang
sumber panas (Soeripto, 2008).

Menurut Santoso (2004) tekanan panas (heat stress) adalah beban


iklim kerja yang diterima oleh tubuh manusia.Tekanan panas adalah
kombinasi dari suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan
udara dan suhu radiasi yang dihubungkan dengan produksi panas oleh
tubuh (Suma’mur, 2009).

Tekanan panas (heat stress) adalah batasan kemampuan penerimaan


panas yang diterima pekerja dari kontribusi kombinasi metabolisme
tubuh akibat melakukan pekerjaan dan faktor lingkungan (seperti
temperatur udara, kelembaban, pergerakan udara, dan radiasi
perpindahan panas) dan pakaian yang digunakan. Pada saat heat stress
mendekati batas toleransi tubuh, risiko terjadinya kelainan kesehatan
menyangkut panas akan meningkat (ACGIH, 2001).

b. Potensi Hazard Mekanik


Potensi bahaya bahaya yang berasal atau yang disebabkan oleh
penerapan ergonomi yang tidak baik atau tidak sesuai dengan norma-
norma ergonomi yang berlaku, dalam melakukan pekerjaan serta
peralatan kerja, termasuk sikap dan cara kerja yang tidak sesuai,
pengaturan kerja yang tidak tepat, beban kerja yang tidak sesuai
dengan kemampuan pekerja ataupun ketidakserasian antara manusia
dan mesin.
Potensi hazard lingkungan fisiologis meliputi ergonomis. Pada saat
melakukan service pekerja yang melakukan pekerjaan tersebut pada
posisi berdiri tanpa kursi.Posisi duduk dapat mengakibatkan sakit
punggung karena terlihat pada posisi duduk pekerja tersebut
membungkuk tanpa kursi.
c. Potensi Hazard Lingkungan Kimia
Potensi bahaya kimia yaitu potensi bahaya yang berasal dari bahan-
bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi. Potensi bahaya
ini dapat memasuki atau mempengaruhi tubuh tenaga kerja melalui:
inhalation (melalui pernafasan), ingestion (melalui mulut ke saluran
pencernaan), skin contact (melalui kulit). Terjadinya pengaruh potensi
kimia terhadap tubuh tenaga kerja sanagat tergantung dari jenis bahan
kimia atau kontaminan, bentuk potensi bahaya debu, gas, uap, asap,
daya racun (toksisitas); cara masuk dalam tubuh. Potensi bahaya yang
timbul pada saat membuat makanan yang menggunakan pengawet dan
pewarna makanan dan tidak menggunakan sarung tangan kemudian
terjadi ingestion (melalui mulut ke saluran pencernaan) dan terjadi
kontaminasi pada jenis kimia tersebut (pewarna dn pengawet
makanan).
10. Strategi Kesehatan Kerja
a. Mengembangkan kebijakan dan pemantapan manajemen program
kesehatan kerja.
b. Meningkatkan SDM Kesehatan Kerja.
c. Surveilans epidemiolog PAK dan PAHK.
d. Intensifikasi Penatalaksanaan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan
Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK)
e. Mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Kerja (SIM-KK)
f. Pengembangan model lingkungan kerja sehat berbasis wilayah
g. Meningkatkan kemitraan dan promosi kesehatan kerja
11. Promosi Kesehatan Di Tempat Kerja
a. Pengertian
Merupakan komponen kegiatan pelayanan pemeliharaan/perlindungan
kesehatan pekerja dari suatu pelayanan kesehatan pekerja dari suatu
pelayanan kesehatan kerja.
b. Tujuan
Tujuan promosi kesehatan di tempat kerja adalah untuk
mempengaruhi sikap masing-masing pekerja mengenai kesehatannya
secara individu, sehingga dapat menentukan keputusan atas pilihan
secara personal menuju gaya hidup yang sehat dan lebih positif.
Tujuan khusus promosi kesehatan di tempat kerja adalah sebagai
berikut:
1) Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara gaya
hidup yang sehat dan positif
2) Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara
kebiasaan makan makanan dengan kandungan gizi yang optimal
3) Memepengaruhi pekerja untuk berhenti merokok
4) Mempengaruhi pekerja untuk mengurangi / menurunkan /
menghilangkan penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol
5) Mempengaruhi pekerja untuk terbiasa mengatasi stress yang
dialami dalam kehidupannya
6) Mempengaruhi pekerja manajemen kemampuan P3K dan CPR
7) Mempengaruhi pekerja mengenai penyakit umum dan penyakit
yang berhubungan dengan pekerjaannya serta bagaimana
mencegah serta meminimalisasi akibatnya
8) Mengadakan penilaian menyeluruh secara medis
c. Manfaat
1) Bagi pihak manajemen tempat kerja
a) Meningkatkan dukungan terhadap program K3
b) Citra positif (tempat kerja yang maju dan peduli kesehatan)
c) Meningkatnya moral staff
d) Menurunnya angka kemungkinan karena sakit
e) Meningkatnya produktivitas
f) Menurunnya biaya kesehatan
b. Bagi pekerja
1) Meningkatnya percaya diri
2) Menurunnya stress
3) Meningkatnya semangat kerja
4) Meningkatnya kemampuan mengenai dan mencegah penyakit
5) Meningkatnya kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat
sekitar

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu proses tindakan
untuk mengenal komunitas. Mengidentifikasi faktor positif dan negative
yang berbenturan dengan masalah kesehatan dari masyarakat hingga
sumber daya yang dimiliki komunitas dengan tujuan merancang strategi
promosi kesehatan. Pada tahap pengkajian ini perlu didahului dengan
sosialisasi program perawatan kesehatan komunitas serta program apa saja
yang akan dikerjakan bersama–sama dalam komunitas tersebut.
Pengkajian dilakukan dengan teknik survey atau sensus terhadap tiap
responden / tiap keluarga, kemudain hasil pengkajian tersebut dituangkan
kedalam tiap-tiap dimensi diatas dalam bentuk pengklasifikasian
data/tabulasi data sehingga akan terlihat bagaimana distribusi datanya.
Pada tahap pengkajian ini terdapat beberapa kegiatan yaitu mulai
dari pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau
penentuan masalah perioritas. Kumpulan individu/keluarga di komunitas
merupakan “Core“ dari asuhan keperawatan komunitas. Demografi,
populasi, nilai- nilai, keyakinan dan riwayat individu termasuk riwayat
kesehatannya, serta dipengaruhi pula oleh delapan sub sistem: fisik dan
lingkungan perumahan, pendidikan, keselamatan dan transportasi, politik
dan kebijakan pemerintah, kesehatan dan pelayanan sosial, komunikasi,
ekonomi dan rekreasi.
Yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
a. Inti (core)
1) Histori
a) Kapan mulai bekerja
b) Usia mulai bekerja
c) Alasan bekerja
d) Pengalaman pekerja
2) Demografi : Distribusi pekerja berdasarkan jenis kelamin, usia,
pendidikan, jenis pendidikan, kecelakaan kerja, keamitian akibat
kerja jumlah tanggungan, pekerjaan sampingan pekerja, kebiasaan
pekerja, jenis olahraga
b. Sub sistem
1) Lingkungan Fisik
a) Iklim/cuaca
b) Suhu ruangan
c) Tingkata kebisingan, paparan zat kimia
d) Penataan ruangan kerja
e) Penataan eksterior perusahaan
f) Pengaruh penataan terhadap pekerja
g) Dampak lingkungan fisik terhadap pekerja
2) Pendidikan
a) Program pendidikan bagi pekerja dan keluarga
b) Jenjang karir dan pendidikan
c) Penghargaan terhadap pendidikan pekerja dan keluarga
d) Fasilitas pendidikan di perusahaan
e) Jenis pendidikan yang diberikan
3) Keamanan dan Transportasi
a) Jenis fasilitas keamanan dan transportasi pekerja dan keluarga
b) Pemanfaatan fasilitas keamanan dan transportasi bagi pekerja
c) Dampak fasilitas keamanan dan transportasi bagi pekerja dan
keluarga
4) Politik dan Pemerintahan
a) Jenis aturan perusahaan bagi pekerja dan keluarga
b) Efektifitas aturan perusahaan bagi pekerja dan keluarga
c) Perlindungan pemerintah terhadap pekerja dan keluarga
d) Situasi politik dan pengaruh terhadap pekerja dan keluarga
5) Pelayanan Umum dan Kesehatan
a) Jenis pelayanan umum dan kesehatan bagi pekerja dan keluarga
(sarana olahraga, klinik, RS, sarana penyaluran hobi/bakat)
b) Kondisi sarana umum dan kesehatan
c) Pemanfaatan fasilitas umum dan kesehatan bagi pekerja dan
keluarga
d) Dampak pelayanan umum dan kesehatan terhadap pekerja dan
keluarga
6) Komunikasi
a) Jenis sarana komunikasi yang diberikan perusahaan
b) Cara pemanfaatan sarana komunikasi
c) Acara yang berhubungan dengan pertemuan direksi, pekerja dan
keluarga (formal/informal)
d) Dampak sarana komunikasi bagi pekerja dan keluarga
7) Ekonomi
a) Penghasilan pekerja (berdasarkan UMR/kelayakan hidup)
b) Efektifitas penghasilan dalam mengatasi keuangan keluarga
pekerja
c) Bentuk bonus, atau tambahan penghasilan yang diberikan
perusahaan
d) Tingkat kesejahteraan pekerja dan keluarga

8) Rekreasi
a) Jenis rekreasi yang diberikan perusahaan
b) Pemanfaatan rekreasi perusahaan bagi pekerja dan keluarga
c) Jenis rekreasi yang dilakukan oleh pekerja dan keluarga selain
dari perusahaan
d) Jadwal rekreasi/frekuensi rekreasi
e) Dampak rekreasi terhadap motivasi bekerja

1. Analisis Data

Prioritas :
a. Masalah (aktual, resiko, potensial)
b. Ketersediaan sarana
c. Kemauan pekerja dan keluarga
d. Kemauan perusahaan
Analisa masalah berdasarkan data fokus, anatara lain :
a. Kecelakaan kerja yg sering terjadi
b. Perilaku yang tidak sehat
c. Lingkungan yang tidak sehat
d. Penyakit akibat kerja
e. Pengetahuan yang kurang
f. Kurangnya fasilitas pendukung

2. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari,
maka kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang
mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul pada
masyarakat tersebut. Berdasarkan hal tersebut diatas dapat disusun diagnose
keperawatan komunitas.
a. Merumuskan diagnosa keperawatan komunitas memerlukan pemikiran
yang kritis dalam mengambil keputusan.
b. Ini sebuah tantangan dan tugas utama
c. Komplet dan validnya diagnosa akan berdampak pada tahap selanjutnya
dari proses keperawatan dan dasar dari perencanaan program kesehatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
a. Defisiensi kesehatan komunitas
b. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
c. Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan
d. Ketidakefektifan koping komunitas
e. Kesiapan meningkatkan koping komunitas
f. Kontaminasi
g. Risikon kontaminasi
3. Intervensi
Tahap ketiga dari proses keperawatan merupakan tindakan
menetapkan apa yang harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Langkah pertama dalam
tahap perencanaan adalah menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk
mengatasi masalah yang telah ditetapkan sesuai dengan diagnosis
keperawatan. Dalam menentukan tahap berikutnya yaitu rencana
pelaksanaan kegiatan maka ada dua faktor yang mempengaruhi dan
dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat masalah dan
sumber/potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga yang tersedia.

4. Implementasi
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan yang sifatnya:
a. Bantuan dalam upaya mengatasi masalah-masalah.
b. Mendidik komunitasi tentang perilaku sehat.
c. Sebagai advokat komunitas, untuk sekaligus menfasilitasi
terpenuhinya kebutuhan komunitas.
Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat
pencegahan, yaitu:
1. Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada
populasi sehat, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum serta
perlindungan khusus terhadap penyakit. Contoh: 1) promosi kesehatan
yang melipuiti kegiatan pendidikan kesehatan, perbaikan gizi, istirahat
dan olah raga bagi pekerja, pemberian ANC bagi pekerja wanita yang
sedang hamil, 2) pencegahan penyakit yang meliputi mengurangi factor
resiko, pemberian imunisasi, manajemen stress, 3) Pencegahan injuri,
yang meliputi pendidikan keselamatan, penggunaan alat pelindung diri
(APD), penanganan zat bahaya, menurunkan bahaya yang mengancam
keselamat, meningkatkan kesehatan ergonomis.
2. Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat clan ditemukan masalah
kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan
tindakan untuk mnghambat proses penyakit, Contoh: 1) pemeriksaan
(screening) kepada calon pekerja, 2) pemeriksaan kesehatan secara
berkala, 3) pemeriksaan terhadap aspek lingkungan, 4) penatalaksanaan
kasus (case management), 5) penanganan kegawatan yang meliputi
kegawatan fisik, 6) psikologis mauipun kecelakaan akibat kerja.
3. Pencegahan tertier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian
individu pada tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan
keluarga, Contoh: 1) pencegahan penyebaran penyakit menular, 2)
pencegahan kekambuhan, 3) pencegahan komplikasi, 4) rehabilitasi
pekerja.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan konsep evaluasi struktur, proses, hasil.
Fokus:
a. Relevansi antara kenyataan dengan target
b. Perkembangan/ kemajuan proses, kesesuaian dg perencanaan, peran
pelaksana, fasilitas dan jumlah peserta
c. Efisiensi biaya, bagaimana mencari sumber dana
d. Efisiensi kerja, apakah tujuan tercapai, apakah masyarakat
puas. Proses Evaluasi:
a. Menilai respon verbal dan nonverbal
b. Mencatat adanya kasus baru yg dirujuk ke RS
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PADA KELOMPOK KHUSUS PEKERJA USAHA KECIL
BATU BATA RT.02 DESA GUDANG TENGAH
KECAMATAN SUNGAI TABUK

Asuhan keperawatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Program Studi


Ners STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin dilaksanakan pada kelompok khusus
pekerja usaha kecil Batu Bata RT 02 Desa Gudamg Tengah, Kecamatan Sungai
Tabuk.
Pengkajian data inti dan data subsistem K3 dilaksanakan pada tanggal 24
Januari 2020, pengkajian untuk kuesioner K3 dilakukan juga pada tanggal 24
Januari 2020 dan observasi cara kerja para pekerja saat melakukan pekerjaan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik usaha Ibu... pada tanggal 23 Januari
2020, diketahui jumlah pekerja yang berada di lokasi tempat usaha berjumlah 5
orang, bagian pencetakan batu bata 5 orang yang berada disekitar tempat usaha.
A. Pengkajian
1. Data Inti
a. Sejarah Dan Profil Umum Usaha Batu Bata
Tempat usaha Batu Bata RT 02 Desa Gudang Tengah, Kecamatan
Sungai Tabuk. Jumlah pekerja sebanyak 5 orang berdiri di daerah
RT.02 Desa Gudang Tengah berdiri sejak tahun 2017. Usaha ini
dibangun Ibu Hj.Rukiyah.Awalnya Ibu Hj.Rukiyah dan sampai
sekarang ini jumlah karyawan tetapnya berjumlah 6 orang.
b. Batas wilayah
Data yang didapatkan dari observasi dan data batas wilayah pada usaha
Batu Bata
Sebelah Utara : Desa Lok Buntar
Sebelah Timur : Desa Penjambuan
Sebelah Selatan : Desa Pematang Panjang
Sebelah Barat : Desa Sungai Tabuk Kota
Keadaan Topografi : Secara umum merupakan daerah pertanian
Iklim : Mempunyai iklim tropis (dua musim)
c. Struktur Bangunan Usaha Batu Bata

Tempat Penjemuran Batu Bata

Batu Bata

Batu
Bata Pemba
karan
Rumah pemilik usaha batu bata
Tanah
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada pemilik usaha
Batu Bata ” tempat usaha ini memiliki ukuran dengan panjang 10 meter
dan lebar 6 meter. Adapun alat yang digunakan cetakan bata,tempat
pembakaran,kayu bakar,abu bakar.

Data Demografi

Saat dilakukan pendataan melalui kuesioner pekerja yang terkaji


sebanyak 6 orang pekerja yang berada pada Usaha Batu Bata

1) Distribusi Pekerja Berdasarkan Usia

1 OrangUmur Pekerja
80.0% ([VALUE])
70.0%
60.0%
50.0%
40.0% 5 Orang
([VALUE])
30.0%
20.0%
10.0% 0.0% 0.0%
0.0% ≤ 17 18-38 39-59 ≥ 60
thn thn thn thn
Umur Pekerja 0.0% 16,0 % 84% 0.0%
Gambar 1. Distribusi Jumlah Pekerja Berdasarkan Usia
Berdasarkan Gambar 1 diketahui dari hasil kuesioner bahwa
pekerja pada usaha Batu Bata sebanyak 6 orang
Pekerja berusia 18-38 tahun berjumlah 1 orang (16%), tidak ada pekerja
di bawah umur, pekerja umur 39-59 tahun berjumlah 5 orang (84%) dan
tidak ada pekerja dengan umur diatas 60 tahun.

2) Distribusi Pekerja Berdasarkan Agama

Agama Pekerja

100% Islam
6 orang
Gambar 2. Distribusi Pekerja Berdasarkan Agama
Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui dari kuesioner bahwa
seluruh pekerja pada usaha Batu Bata
beragama Islam sebanyak 6 orang dengan persentase 100%.

3) Distribusi Pekerja Berdasarkan Suku

Suku Pekerja0%

100% Banjar
6 Orang
Sunda
Jawa

Gambar 3. Distribusi Pekerja Berdasarkan Suku

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui dari hasil kuesioner dan


wawancara bahwa di Usaha Batu Bata pekerja dengan suku banjar 6
orang (100%) suku banjar.

4) Distribusi Pekerja Berdasarkan Jenis kelamin

Jenis Kelamin Pekerja

Perempuan

Gambar 4. Distribusi jumlah pekerja berdasarkan jenis kelamin


Berdasarkan Gambar 4 diketahui dari hasil kuesioner jumlah
pekerja sebanyak 6 orang (100%) dengan jenis kelamin perempuan.
5) Distribusi Pekerja Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir Pekerja


SD SMP
17%

83%

Gambar 5. Distribusi Pekerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui dari hasil kuesioner


bahwa tingkat pendidikan 6 pekerja di Usaha Batu Bata mayoritas
mayoritas lulusan SD dengan persentase 83% (5 orang), dan 1 orang
(17%) lulusan SMP.
6) Distribusi Pekerja Berdasarkan Riwayat Kesehatan

Riwayat Kesehatan
Sehat Sakit
33%

67%

Gambar 6. Distribusi pekerja berdasarkan riwayat kesehatan

Berdasarkan gambar 6 diketahui dari hasil kuesioner bahwa di


pekerja di Usaha Batu Bata dalam 6 bulan terakhir pernah
mengalami sakit 2 orang (33%) dan sehat 4 orang (67%), keluhan
yang didapatkan dari kuesioner pada pekerja yang mengalami sakit
adalah batuk dan pilek. Ketika dilakukan observasi tidak didapatkan
adanya pekerja yang mengalami sakit.

A. Pemeriksaan Fisik
1) Distribusi Pekerja Berdasarkan Berat Badan

Pekerja Berdasarkan Berat Badan


50-59 Kg 60-69 Kg 70-79Kg

33% 33%

33%

Gambar 7. Distribusi pekerja berdasarkan Berat Badan

Berdasarkan gambar 7 diketahui dari hasil kuesioner mayoritas


pekerja di Usaha Batu Bata berada pada rentang berat badan 50-59
kg yaitu sebanyak 2 orang (33%), berat badan 60-69 Kg yaitu
sebanyak 3 orang (33%), Berat badan 70-79 kg (34%).
2) Distribusi Pekerja Berdasarkan Tinggi Badan

Pekerja Berdasarkan Tinggi Badan


140-150 cm 151-160 cm

33%

67%

Gambar 8. Distribusi pekerja berdasarkan Tinggi Badan


Berdasarkan gambar 8 diketahui dari hasil kuesioner mayoritas
pekerja di Usaha Batu Bata berada pada rentang tinggi badan 140-
150 cm yaitu sebanyak 4 orang (67%), Tinggi badan 151-160 cm
yaitu 2 orang (33%).

3) Distribusi Pekerja Berdasarkan Tekanan Darah

Berdasarkan Tekanan Darah


Normal Hipertensi

33%

67%

Gambar 9 Distribusi Pekerja Berdasarkan Tekanan Darah


Berdasarkan gambar 9 diketahui dari hasil pemeriksaan tekanan
darah, mayoritas pekerja di Usaha Batu Bata berada pada rentang tekanan
darah normal ( 110/70-120/80 mmHg) yaitu sebanyak 4 orang (67%).
Dan Tekanan darah tinggi/ hipertensi pekerja sebanyak 2 orang ( 33 %).
B. Kebiasaan
1) Distribusi mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja

Mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja


150%

100%
100%
50% 6 0%
0%
Ya Tidak

Gambar 12. Distribusi pekerja berdasarkan mencuci tangan sebelum dan


sesudah bekerja

Dari hasil kuesioner dan wawancara dengan pekerja diketahui


bahwa mayoritas pekerja menjawab mencuci tangan sebelum dan
sesudah bekerja yaitu sebanyak 6 pekerja (100%). Bersadarkan
observasi terdapat tempat cuci tangan di tempat kerja tetapi tidak ada
tersedia sabun untuk cuci tangan. Dari hasil wawancara yang
dilakukan dengan pekerja didapatkan hasil bahwa tempat mereka
bekerja menyediakan keran air untuk mencuci tangan. Bagi pekerja
yang membungkus dirumah menyediakan tempat penampuangan air
maupun keran air sendiri untuk mencuci tangan.

2) Kebiasaan merokok

Kebiasaan Merokok
Merokok Tidak merokok

100%

Gambar 10. Distribusi pekerja berdasarkan kebiasaan merokok.


Dari hasil kuesioner diketahui bahwa pekerja tidak ada yang
merokok saat bekerja sebanyak 6 orang (100 %).

3) Kebiasaan sarapan sebelum bekerja

Kebiasaan Sarapan
Sarapan Tidak sarapan

100%

Gambar 11. Distribusi pekerja berdasarkan kebiasaan sarapan


sebelum bekerja.

Dari gambar 11 yang didapatkan dari hasil kuesioner diketahui


bahwa semua pekerja sarapan sebelum memulai bekerja yaitu
sebanyak 6 orang (100%).
4) Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat saat bekerja

Perilaku hidup bersih dan sehat

100%
6 Ya

Gambar 12. Distribusi pekerja menerapkan perilaku hidup


bersih dan sehat saat bekerja
Dari hasil kuesioner diketahui bahwa pekerja mempunyai
kebiasaan menerapkan hidup bersih dan sehat saat bekerja
sebanyak 100%.

B. Informasi Umum
1) Rata-Rata per hari bekerja

Rata-rata per hari bekerja


< 6 jam 6-8 jam > 8 jam

100%

Gambar 13. Distribusi pekerja berdasarkan lama bekerja

Dari gambar 13 yang didapatkan dari hasil kuesioner diketahui


mayoritas rata-rata pekerja bekerja dalam sehari yaitu 6-8 jam sebanyak
6 orang (100%) Pekerja beristirahat kurang lebih 1 jam pada
siang hari
digunakan untuk sholat dan makan siang dan pekerja mendapatkan libur
pada hari minggu. Dan mendapatkan libur apabila sakit atau kondisi
kesehatan lagi tidak fit.

Lama Bekerja
< 5 tahun 5-10 tahun > 10 tahun

100%

2) Lama Bekerja

Gambar 14. Distribusi pekerja berdasarkan lama bekerja

Dari gambar 14 yang didapatkan dari hasil kuesioner diketahui


semua pekerja bekerja > 10 tahun yaitu sebanyak 6 orang (100%)

Mulai usia bekerja


12-25 tahun 26-45 tahun 46-65 tahun

100%

3) Usia Bekerja
Gambar 15. Distribusi pekerja berdasarkan usia mulai bekerja

Dari hasil kuesioner diketahui pekerja mulai bekerja di Usaha


Aneka Cemilan “NR Sabila&Rahayu” yaitu pada rentang usia 26-45
tahun sebanyak 12 orang (60%), pada rentang usia 46-65 tahun
sebanyak 6 orang (30%), dan pada rentang usia 12-25 tahun
sebanyak 2 orang (10.
4) Alasan Bekerja

Alasan Bekerja

Menambah
15% Penghasilan
3
45% Mencari nafkah
9
40%
8Mencari Pengalaman

Gambar 19. Distribusi pekerja berdasarkan alasan bekerja


Dari hasil kuesioner diketahui 9 orang (45%) pekerja memiliki
alasan bekerja untuk menambah penghasilan keluarga karena
mayoritas pekerja juga wanita.

5) Pengalaman Bekerja

Pengalaman Bekerja

0%

<5 tahun

100% 5-10 tahun


20 >10 tahun

Gambar 20. Distribusi pekerja berdasarkan pengalaman bekerja

Dari gambar 20 yang didapatkan dari hasil kuesioner diketahui


semua pekerja, 20 orang (100%) memiliki pengalaman bekerja
kurang dari 5 tahun bekerja dibidangnya saat ini.
2. Data Subsistem
a. Lingkungan fisik
Hasil winsheild survey Usaha Batu Bata tanggal 24 Januari 2020
merupakan bangunan semi permanen yang memiliki dua buah ruangan
utama, yaitu ruangan depan dan belakang dimana didalam ruangan
belakang terdapat tempat penggorengan, pengovenan dan pembumbuan
bahan makanan. Terdapat alat 2 alat pembumbuan namun penggunaan
disesuaikan dengan kebutuhan. Pada ruang depan terdapat ruang
pembungkusan dan pengepakan juga penempatan bahan
makanan yang sudah dibungkus dan siap
didistribusikan.

Gambar 21. Dokumentasi lingklungan fisik

1) Kebersihan lingkungan tempat kerja


Lingkungan Tempat Kerja
0%

Bersih

Tidak

100%
20

Gambar 22. Distribusi kebersihan lingkungan kerja

Hasil kuesioner, untuk kebersihan lingkungan kerja di Usaha


Batu Bata sebanyak 100% menyatakan bahwa keadaan lingkungan
tempat kerja mereka bersih. Berdasarkan winsheild survey pada
tanggal 23 januari 2020, tampak lingkungan
tempat kerja di Usaha Batu Bata tersebut cukup bersih dan tertata,
walaupun masih banyak terdapat tumpukan karung kerupuk didalam
ruangan namun sudah diletakkan dengan rapi, kemudian masih ada
sampah yang berserakan diluar ruangan dikarenakan tidak adanya
bak sampah, limbah air untuk mencuci kerupuk masih dengan
resapan, belum menggunakan septec tank.

Gambar 23. Dokumentasi Kebersihan Lingkungan Kerja

2) Keadaan Udara

Keadaan Udara
10%
2

Bersih
Tidak

90%
18

Gambar 24. Distribusi kebersihan udara pada usaha Batu Bata

Dari Gambar 24 diketahui berdasarkan kuesioner bahwa


sebanyak 18 orang (90%) pekerja menyatakan kualitas udara di
tempat kerja Usaha Batu Bata bersih. Hasil pengamatan di Usaha
Batu Bata pada tanggal 16 Oktober 2019 didapatkan tidak adanya
tercium aroma tidak enak, hanya saja ketika mulai dilakukan
pembumbuan dan penggorengan akan ada debu-debu dan asap yang
berterbangan
dari proses tersebut. Dari hasil wawancara kepada pekerja, walaupun
ada debu maupun asap akibat pembumbuanan dan penggorengan,
pekerja tidak merasa terganggu dan mengganggap itu adalah hal
yang biasa.
3) Sarana Kerja yang digunakan membahayakan Kesehatan

Sarana kerja yang membahayakan kesehatan

35%
7
65%
13 Ya
Tidak

Gambar 25. Distribusi sarana kerja yang digunakan dapat


membahayakan kesehatan.

Dari gambar 25 hasil kuesioner didapatkan bahwa sebanyak 13


orang (65%) pekerja mengatakan tidak terdapat sarana kerja yang
digunakan dapat membahayakan kesehatan. Sarana kerja yang dapat
membahayakan kesehatan adalah Percikan minyak goring, asap,
panas api, debu bumbu yang bertebaran akibat proses pembumbbuan
kerupuk. Dari hasil observasi pekerja tidak menggunakan APD
masker untuk mencegahnya bahaya debu serat tersebut.

4) Tempat bekerja bising dan mengganggu pendengaran


Tempat bising dan mengganggu pendengaran

0%
Ya
Tidak
100%

Gambar 26. Tempat bekerja bising dan mengganggu


Berdasarkan Gambar 26. Diketahui dari kuesioner bahwa
semua pekerja, 20 orang (100%) pekerja mengatakan bahwa tempat
kerja tidak bising dan tidak mengganggu pendengaran. Saat
observasi lingkungan kerja Usaha Batu Bata suara bising memang
tidak terdengar dari mesin pembumbuan dan pembungkus.
5) Penataan Tempat Kerja membuat mudah bekerja dan kenyamanan
kondisi kerja

Penataan tempat kerja membuat mudah bekerja


dan Kenyamanan kondisi kerja

Ya
100%
Tidak

Gambar 27. Distribusi penataan tempat kerja membuat mudah


bekerja.
Dari gambar 27 diatas diketahui hasil dari kuesioner bahwa 20
orang (100%) pekerja mengatakan penataan tempat kerja membuat
mudah bekerja serta pekerjapun merasa nyaman. Dari hasil observasi
alat pembumbuan kerupuk terdiri dari 2 alat, alat pembungkus mesin
1, oven 1, penggorengan 2, penirisan 1 dimana letak alat tersebut
saling berdekatan, sehingga proses kerja cepat. Untuk mesin
pembungkus terpisah dengan penggorengan dan pembumbuan.
hanya saja banyaknya tumpukan kerupuk yang memakan banyak
ruang membuat gerak pekerja sedikit terhambat. Dari hasil
wawancara pada pekerja walaupun banyak tumpukan kerupuk yang
ada diruangn, hal tersebut tidak mengganggu, namun memberikan
rezeki pada pekerja.
6) Kecelakaan Kerja

Kecelakaan Kerja

Ya

100% Tidak

Gambar 28. Distribusi kecelakaan kerja

Dari gambar 28 diatas diketahui hasil dari kuesioner bahwa 20


orang (100%) pekerja tidak pernah mengalami kecelakaan kerja.

7) Jenis Pekerjaan Terpapar Dengan Getaran

Paparan dengan Getaran

0%
Ya
Tidak
100%

Gambar 29 Distribusi kecelakaan kerja

Dari gambar 29 diatas diketahui hasil dari kuesioner bahwa 20


orang (100%) pekerja mengatakan jenis pekerjaan tidak pernah
terpapar dengan getaran.

8) Jenis pekerjaan terpapar dengan panas

Paparan dengan panas

40% Ya
60% 8
12 Tidak

Gambar. 30 Distribusi kecelakaan kerja


Dari gambar 30 diatas diketahui hasil dari kuesioner bahwa 8
orang (40%) pekerja mengatakan jenis pekerjaan terpapar dengan
panas. Berdasarkan wawancara dengan pekerja, yang sering terpapar
dengan panas yaitu pada bagian kerja penggorengan dan
pembungkusan karena selalu berhadapan dengan panas api dan
berdasarkan hasil observasi pada bagian penggorengan percikan
minyak goreng yang panas saat melakukan penggorengan sangat
berisiko mengenai bagian tubuh para pekerja.

b. Pendidikan
1) Menjelaskan pentingnya keselamatan saat bekerja dan Pelatihan
Berdasarkan hasil kuisioner diketahui bahwa 14 pekerja (70%)
pekerja menjawab tidak pernah mendapatkan penjelasan mengenai
pentingnya keselamatan dalam menyelesaikan pekerjaan dan 18
pekerja (90%) tidak pernah mendapatkan pelatihan secara khusus
dalam bekerja. Dari hasil wawancara, usaha Usaha Aneka Cemilan
“NR Sabila & Rahayu” tidak memiliki prosedur tertulis tentang
penggunaan alat.

c. Pelayanan Kesehatan dan Sosial


1) Pernah mengalami gangguan kesehatan selama bekerja
Dari hasil kuesioner bahwa 5 orang pekerja (25%) pekerja
pernah mengalami gangguan kesehatan selama bekerja di usaha
aneka cemilan “NR Nabila&Rahayu”. Dari gambar 25 diketahui
bahwa 3 orang pekerja (60%) gangguan kesehatan yang pernah
dialami ISPA, 1 orang pekerja (20%) mengalami diare dan 1 orang
pekerja (20%) mengalami sakit gigi. Dari hasil wawancara, pekerja
sakit hanya berkisaran 2-3 hari saja, gejala yang dirasakan pekerja
adalah batuk filek biasa dan gejala hilang dengan membeli obat di
luaran.
Dari hasil observasi, pada saat dilakukan pengkajian, seluruh
pekerja tersebut dalam keadaan sehat.
Gangguan kesehatan
20%
ISPA
Diare
20% 60%
Sakit Gigi

Gambar 31 Gangguan kesehatan yang pernah dialami

2) Batuk lebih dari 3 bulan dalam 1 tahun terakhir


Dari gambar 32 dibawah diketahui melalui kuesioner bahwa
100% pekerja tidak pernah mengalami batuk lebih dari 3 bulan
dalam 1 tahun terakhir. Dari hasil observasi tidak ditemukan pekerja
mengalami batuk-batuk.
Batuk > 3 Bulan

YaTidak

100%

Gambar 32. Batuk >3 bulan

3) Gangguan kesehatan kulit

Gangguan Kesehatan Kulit


5%

Ya
95%
Tidak

Gambar 33. Pernah mengalami gangguan kesehatan kulit


Dari gambar. Seperti yang diketahui dari kuesioner didapatkan
bahwa 95% (19 orang) pekerja mengatakan tidak pernah mengalami
gangguan kesehatan kulit dan hanya 1 orang pekerja (5%) yang
mengatakakan mengalami gangguan kesehatan kulit.

4) Jaminan Kesehatan
Diketahui melalui kuesioner bahwa 20 orang pekerja (100%)
pekerja mengatakan tempat kerja tidak menyediakan tunjangan
kesehatan, namun bila ada karyawan yang sakit pemilik usaha akan
memberikan dana untuk bantuan berobat namun jumlahnya tidak
bisa ditentukan. Bagi pekerja lepas (bagian pembungkusan) tidak ada
jaminan bantuan dana apabila sakit, namun apabila sakit pemilik
usaha memberikan dukungan dengan menjenguk dan memberi dana
untuk sedikit meringankan beban pekerja yang sakit..

5) Konflik kerja
Hasil kuesioner bahwa 18 pekerja (90 %) pekerja tidak pernah
mengalami konflik dengan pekerja lainnya di tempat kerja dan hanya
2 pekerja (10%) yang menyatakan pernah mengalami konflik dari
hasil observasi juga menunjukkan tidak ada terlihat perkelahian
anatara pekerja, pekerja saling berinteraksi dan membantu dalam
pekerjaan.

6) Stress dalam bekerja dalam 1 tahun terakhir


Hasil kuesioner bahwa 100% pekerja mengatakan tidak pernah
mengalami stress dalam bekerja selama 1 tahun terakhir. Hasil
wawancara dengan para pekerja, dimana beliau mengatakan tidak
pernah terbebani dengan pekerjaan, sehingga tidak pernah
mengalami stess saat bekerja.
d. Keamanan dan Transportasi
1) Jarak tempat tinggal dan transportasi yang digunakan

Jarak Tempat Kerja dengan Tempat Tinggal


0%

<1 Km
100%
1-10 Km

Gambar 34 Jarak tempat kerja dan transportasi pekerja

Berdasarkan kuesioner diketahui bahwa 100 % menjawab jarak


tempat kerja dengan tempat tinggal adalah kurang dari 1 km. Pekerja
rata-rata tinggal di dalam lingkungan Usaha Aneka Cemilan “NR
Sabila&Rahayu”.
2) Keamanan tempat kerja
Dari hasil kuesioner pada semua pekerja (100%) menyatakan
bahwa tempat kerja mereka aman. Lantai tidak licin, stop kontak
listrik ditempat yang aman. Namun berdasarkan observasi pada
tanggal 16 Oktober 2019 tampak kabel stop kontak berada di lantai,
tidak diletakan dengan aman sehingga beresiko sekali terinjak
maupun tersandung oleh pekerja.

Gambar 35 . Stop konntak yang beraada di lantai


3) Kondisi Peralatan Kerja

Kondisi peralatan kerja


BaikTidak

100%
Gambar 36. Kondisi Peralatan Kerja dalam Keadaan Baik

Dari 20 pekerja yang mengisi kuesioner, 100 % pekerja


menjawab bahwa peralatan kerja mereka dalam kondisi baik dan dari
hasil wawancara para pekerja juga mengatakan bahwa masih layak
untuk digunakan.

4) Pemberian Petunjuk Kerja


Hasil kuesioner diketahui bahwa 17 pekerja (85%) menjawab
tidak ada petunjuk penggunaan alat saat bekerja. Dari hasil observasi

memang tidak tampak adanya petunjuk penggunaan alat dan


tanda bahaya pada alat/bahan yang berbahaya yang tertempel pada
dinding maupun pada alat.

Gambar 37 . Alat yang tidak memiliki petunjuk kerja


5) Bekerja sesuai dengan petunjuk penggunaan alat
Hasil kuesioner diketahui 100% mengatakan bekerja sesuai
dengan petunjuk penggunaan alat, namun hasil observasi tidak
tampak petunjuk / SOP penggunaan alat. Hasil wawancara pada
pekerja mereka melakukan penggunaan alat sesuai dengan
pengalaman dan apa yang diajarkan pemilik usaha maupun
karyawan yang sudah dulu bekerja. Sehingga dari awal dibangun
usaha ini tidak pernah ada petunjuk tertulis mengenai penggunaan
alat.

6) Ketersediaan alat pemadam kebakaran, kotak P3K dan bahan P3K


Dari hasil kuesioner didapat hasil 100% pekerja mengatakan
bahwa di tempat bekerja tidak terdapat alat pemadam kebakaran dan
kotak P3K. Dari hasil observasi tidak tampak adanya alat pemadam
kebakaran, kotak P3K maupun obat-obatan untuk pertolongan
pertama bila terjadi kecelakaan kerja di tempat Usaha Aneka
Cemilan “NR Sabila&Rahayu”. Dari hasil wawancara dengan
pekerja, membenarkan bahwa alat pemadam kebakaran dan kotak
P3K tidak tersedia.

7) Kebiasaan mengobrol saat menggunakan peralatan tajam


Kebiasaan mengobrol saat bekerja
50%

YaTidak
50.0%

Gambar 38. Kebiasaan mengobrol saat bekerja

Dari gambar 38. diketahui berdasarkan kuesioner terdapat


pekerja 10 pekerja (50%) menjawab tidak mengobrol dan 10 pekerja
(50%) menjawab mengobrol dengan sesama pekerja. Berdasarkan
observasi yang dilakukan pada tanggal 16 oktober 2019 nampak
pekerja ngobrol saat melakukan pekerjaan.
8) Penggunaan APD saat bekerja

Penggunaan APD
15%

85% Ya Tidak

Gambar 39. Penggunaan APD

Berdasarkan gambar 39. diketahui dari hasil kuesioner ada 17


pekerja (85%) yang tidak menggunakan APD apapun. Terdapat 3
pekerja (15%) yang menyatakan menggunakan APD. adalah
menggunakan Masker , namun berdasarkan hasil observasi tampak
semua pekerja tidak menggunakan APD. Dari hasil kuesioner 13
pekerja (65%) tidak menggunakan APD karena memang tidak
disedikan pemilik usaha dan 2 pekerja (10%) mengatakan
mengganggu pekerjaan/merepotkan dan 2 pekerja lainnya (10%)
mengatakan dengan alas an keduanya.Dari hasil wawancara
pada pekerja, tidak pernah pekerja mendapatkan masker dari petugas
kesehatan dan tidak pernah dijelaskan apa tujuan maupun manfaat
dari masker tersebut. Dari hasil observasi pada pekerja, pekerja
memang tidak menggunakan APD pada saat melakukan pekerjaan,
tidak menggunakan APD ini bisa saja dikarenakan kurangnya
pemahaman atau pengetahuan pekerja mengenai kegunaan alat
pelindung diri saat melakukan pekerjaan.

Gambar 40 . pekerja yang tidak menggunakan APD


9) Posisi saat bekerja
Berdasarkan kuesioner diketahui posisi tubuh yang sering
digunakan saat bekerja 12 pekerja (60%) menjawab posisi duduk, 3
pekerja (15%) dengan posisi berdiri (15%) 2 pekerja (10%) dengan
poisi duduk, jongkok dan berdiri, dan 2 pekerja (10%) pekerja
dengan posisi lainya. semua pekerja (100%) menjawab merasa
nyaman dengan posisinya saat bekerja selama ini. Berdasarkan
wawancara dengan pekerja pembungkus bahwa awalnya memang
badan terasa sakit dan pegal namun lama kelamaan sudah terbiasa.

Posisi saat bekerja

100% Nyaman

Gambar 41. Posisi saat bekerja

Gambar 42. Dokumentasi Posisi tubuh para pekerja

Gambar 43 . Dokumentasi posisi pekerja bagian pembungkusan dan


pengepakan
10) Beban Kerja
Beban kerja yang diutarakan pekerja melalui kuesioner dimana
12 pekerja (60%) mengatakan beban kerja yang mereka lakukan
adalah ringan dan 8 pekerja (40%) mengatakan sedang. Dari hasil
wawancara yang dilakukan, alasan kenapa beban kerja dirasakan
ringan karena pada pekerja pembungkus di rumah mereka tidak
dibebankan oleh target namun berdasarkan kemampuan mereka
saja..

e. Ekonomi
1) Penghasilan rata-rata dalam sebulan
Dari gambar 44 Di bawah diketahui berdasarkan kuesioner 20
pekerja (100%) rata-rata di atas Rp. 1.000.000-, Dan gaji tersebut
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari data
wawancara para peekrja pembungkus yang ada disekitar area tempat
usaha merasa sangat terbantukan dengan pekerjaannya ini, karena
bagi mereka sangat membantu sekali dan bisa buat menabung.

Penghasilan rata-rata 1
120% bulan
100%
80%
60%
40%
20%
0%
<500rb 500 rb - 1 jt > 1 Juta
Gambar 44. Penghasilan rata-rata dalam sebulan.

f. Komunikasi
1) Ketersediaan alat komunikasi
Dari data kuesioner diketahui tempat bekerja tidak menyediakan
alat komunikasi maupun menyediakan radio dan koran. Hasil
observasi menunjukkan terdapat 1 televisi.
2) Komunikasi antar pekerja
Berdasarkan wawancara dengan pekerja Usaha Aneka Cemilan
“NR Sabila&Rahayu” pada tanggal 16 Oktober 2019 didapatkan
hasil bahwa komunikasi antar pekerja berjalan lancar, karena para
pekerja merupakan teman dan tetangga, jika mendesak maka bisa
menggunakan alat komunikasi HP.

g. Politik dan Kebijakan


1) Dispensasi tempat bekerja untuk beristirahat saat sedang sakit
Berdasarkan kuesioner diketahui bahwa 20 pekerja (100%)
menjawab tempat bekerja memberikan dispensasi untuk beristirahat
saat sakit, dan 12 pekerja (60%) menjawab mendapat santunan jika
jatuh sakit. Dari hasil wawancara, didapatkan bahwa 100% pekerja
mengatakan waktu yang diberikan untuk bekerja sudah sesuai.

Mendapat dispensasi 100%

Gambar 45 dispensasi waktu saat sakit.


h. Rekreasi
1) Rekreasi bersama pekerja
Hasil kuesioner kegiatan rekreasi bersama seluruh karyawan 20
pekerja (100%) mengatakan pemilik kerja penah memberikan
rekreasi bersama. Berdasarkan wawancara terakhir seluruh pekerja
dibawa rekreasi wisata religi oleh pemilik usaha.
2) Rekreasi untuk melepas penat

Rekreasi melepas penat


10%
1 kali/minggu
25%
1 kali/bulan
65%
1 kali/ tahun

Gambar. 46 Rekreasi melepas penat


Gambar 46, yang didapatkan dari hasil kuesioner menunjukkan
bahwa 13 pekerja (65%) melakukan rekreasi untuk melepas penat
pekerjaan adalah 1x/tahun, 5 pekerja (25%) melakukan rekreasi 1
kali/bulan dan 2 pekerja (10%) 1 kali/minggu..

3) Kegiatan diwaktu luang


Hasil kuesioner menunjukkan bahwa 12 pekerja (60%)
mengatakan bersantai bersama keluarga ketika diwaktu luang. 3
pekerja (15%) menyelesaikan pekerjaan dirumah dan 5 pekerja (25%)
mengatakan melakukan kegiatan lainnya seperti nonton tv dan
berselancar di dunia maya dengan menggunakan android.
B. ANALISA DATA

Tabel 1. Analisa Data Pengkajian Pada Usaha Aneka Cemilan “ NR Sabila & Rahayu “
No. Data Subyektif Data Objektif Etiologi Masalah Kesehatan
1 1. Hasil wawancara dengan beberapa 1. Berdasarkan data windshield Kurang pemahaman Perilaku kesehatan
pekerja bahwa pemilik usaha tidak survey tampak para pekerja tidak pekerja mengenai cenderung beresiko pada
menggunakan alat pelindung diri pentingnya penggunaan pekerja usaha aneka
menyediakan APD
seperti masker dan sarung APD saat bekerja cemilan “NR Sabila &
2. Berdasarkan hasil kuesioner 35% (7 tangan kerja. Dan sepatu(sandal Rahayu”
orang) mengatakan sarana kerja bertutup)
2. Dari hasil observasi terdapat
yang dapat membahayakan
asap yang mengepul di ruangan
kesehatan adalah panas api, percikan penggorengan dan terasa begitu
minyak goreng, asap dan percikan panas saat pekerja melakukan
penggorengan.
bumbu.
3. Dari hasil kuesioner diketahui bahwa
pekerja 5% (1 pekerja) menjawab
mempunyai kebiasaan merokok saat
bekerja
4. Berdasarkan hasil kuisioner 8
pekerja (40%) mengatakan jenis
pekerjaanya terpapar dengan
pencahayaan terang ( penggorengan
dan pembungkusan)
5. Berdasarkan hasil kuestioner 85%
(17 orang) pekerja mengatakan tidak
menggunakan APD .
6. Dari hasil kuesioner bahwa 25%
pekerja pernah mengalami gangguan
kesehatan selama bekerja diketahui
bahwa gangguan kesehatan yang
pernah dialami ISPA dan diare.
7. Dari hasil kuesioner diketahui bahwa
pekerja 5% (1 pekerja) menjawab
mempunyai kebiasaan merokok saat
bekerja
8. Berdasarkan hasil kuesioner 100%
(20 orang) mengatakan tidak ada
petunjuk secara tertulis dalam
mengoperasikan alat dalam bekerja.
2 1. Berdasarkan hasil kuesioner 45% (9 1. Berdasarkan data windshield Ketidakcukupan sumber Defisiensi kesehatan
orang) berpendidikan akhir lulusan survey tampak pada usaha aneka daya (pengetahuan) komunitas pekerja pada
SD. cemilan “NR Nabila & Rahayu” pekerja usaha aneka cemilan “NR
2. Dari 20 orang pekerja pada usaha tidak tersedia petunjuk untuk Nabila & Rahayu”
aneka cemilan “NR Nabila & mencegah kecelakaan kerja.
Rahayu” 14 pekerja (70%) 2. Hasil observasi tampak stop
mengatakan tempat kerja tidak kontak yang berasda di lantai.
pernah memberikan penjelasan 3. Hasil observasi tidak adanya
tentang pentingnya keselamatan tersedia alat-alat seperti APAR,
kerja. kotak P3K beserta obatnya.
3. Berdasarkan wawancara dengan 4. Berdasarkan hasil observasi
pekerja mengatakan pada awalnya pada bagian penggorengan
sering mengalami keluhan sakit percikan minyak goreng yang
pinggang dan pegal pada selurh panas saat melakukan
badan,karena posisi kerja duduk penggorengan sangat berisiko
yang terlalu lama, namun sekarang mengenai bagian tubuh para
sudah terbiasa jadi keluhan sakit pekerja.
pinggang dan pegal-pegal sudah
tidak ada lagi.
4. Berdasarkan kuisioner 18 pekerja
(90%) menjawab tidak pernah
mendapatkan pelatihan secara
khusus di bidang mereka bekerja.
5. Berdasarkan hasil wawancara pada
pemilik usaha, pekerja tidak pernah
terpapar mengenai tentang kesehatan
dan keselamatan kerja.
6. Dari kuesioner bahwa 8 orang (40%)
pekerja mengatakan jenis pekerjaan
terpapar dengan panas.
7. Berdasarkan wawancara dengan
pekerja, yang sering terpapar dengan
panas yaitu pada bagian kerja
penggorengan dan pembungkusan
karena selalu berhadapan dengan
panas api.
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Tabel 2. Rencana Asuhan Keperawatan Kelompok Pekerja pada Usaha Aneka Cemilan “ NR Nabila & Rahayu”

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Dan Kriteria Hasil Rencana Keperawatan


1 Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada NOC : Kontrol Risiko NIC : Identifikasi Risiko
pekerja pada usaha aneka cemilan “NR Nabila & Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi agens sebagai faktor
Rahayu” di RT.05 Rw.02 Kelurahan Landasan dalam 1x pertemuan pekerja dapat mengerti, risiko
Ulin Tengah berhubungan dengan Kurang mencegah dan mengurangi ancaman 2. Pertimbangkan kualitas sumber
pemahaman kelompok kerja kesehatan, dengan kriteria hasil: daya manusia yang ada (tingkat
1. Pekerja usaha aneka cemilan “NR Sabila pendidikan)
& Rahayu” mampu mengidentifikasi
faktor risiko dengan level 2 akan di NIC : Pendidikan Kesehatan
tingkatkan menjadi level 4 1. Identifikasi sumber daya
Keterangan: (peralatan) untuk mengurangi
Level 1 : Tidak pernah menunjukkan faktor risiko cedera
Level 2 : Jarang menunjukkan 2. Berikan pendidikan kesehatan
Level 3 : Kadang-kadang menunjukkan mengenai K3 berupa pentingnya
Level 4 : Sering menunjukkan penggunaan alat pelindung diri
Level 5 : Secara konsisten menunjukkan (APD) saat bekerja untuk
2. Tingkat partisipasi pekerja dalam mengurangi faktor risiko cidera.
program kesehatan di tempat kerja 3. Memberikan advokasi SPO
dengan level 1 akan ditingkatkan pengguaan alat.
menjadi level 3 4. Penyediaan alat/kotak P3K, serta
Keterangan : stiker tanda bahaya hazard dan
Level 1 : buruk penggunaan APD pada lingkungan
Level 2 : cukup baik yang beresiko .
Level 3 : baik 5. Penyediaan Alat APD (minimal
Level 4 : sangat baik masker dan sarung tangan).
Level 5 : sempurna
NIC : Manajemen Lingkungan :
Keselamatan Pekerja
1. Identifikasi risiko kesehatan
dilingkungan kerja
2. Anjurkan penggunaan APD ketika
bekerja (masker, sarung tangan, dan
sepatu) minimal di tempat yang
berpotensi tinggi terpapar hazard.
2 Defiseinsi kesehatan komunitas pekerja pada NOC : Pengetahuan : promosi kesehatan NIC : Peningkatan Kesadaran
usaha aneka cemilan “NR Nabila & Rahayu” di Kesehatan
RT.05 Rw.02 Kelurahan Landasan Ulin Tengah Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Gunakan bahasa sederhana saat
berhubungan dengan ketidakcukupan sumber dalam 1x pertemuan tingkat pemahaman memberikan pendidikan kesehatan
daya (pengetahuan) pekerja pekerja meningkat untuk mendapatkan dan 2. Berikan informasi penting secara
mempertahankan kesehatan yang optimal, tertulis pada pekerja melalui leflet
dengan kriteria hasil: tentang penanganan luka bakar dan
1. Pekerja menunjukkan perilaku yang posisi ergonomi yang baik dan
meningkatkan kesehatan dari level 2 benar saat bekerja.
menjadi level 3 3. Berikan informasi tentang penyakit
Keterangan yang disebabkan oleh posisi yang
Level 1 : Tidak ada pengetahuan salah dalam bekerja
Level 2 : Pengetahuan terbatas
Level 3 : Pengetahuan sedang NIC : Manajemen Lingkungan :
Level 4 : Pengetahuan banyak Keselamatan Pekerja
Level 5 : Pengetahuan sangat banyak 1. Identifikasi bahaya di lingkungan
kerja (bahaya fisik, biologi,
2. Tingkat partisipasi pekerja dalam program kimiawi dan ergonomik)
kesehatan di tempat kerja dengan level 1 2. Informasikan pekerja terkait faktor
akan ditingkatkan menjadi level 3 risiko yang mungkin mengenai
Keterangan : mereka
Level 1 : buruk 3. Gunakan tanda untuk
Level 2 : cukup baik memperingati para pekerja terkait
Level 3 : baik bahaya di tempat kerja.
Level 4 : sangat baik 4. Lakukan program edukasi untuk
Level 5 : sempurna kelompok kerja berisiko
(Penyuluhan kesehatan mengenai
penyakit yang disebabkan oleh
posisi kerja/ergonomi dan
penangan luka bakar)
D. IMPLEMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK KERJA
PADA USAHA ANEKA CEMILAN “NR SABILA & RAHAYU”
Tabel 3. Implementasi Keperawatan Masalah Kesehatan pada Kelompok pekerja Usaha Aneka Cemilan “NR Sabila & Rahayu”

Waktu/
No Diagnosis Kegiatan Peserta Pelaksana Hambatan Solusi
Tempat
1. Perilaku kesehatan Melakukan Kamis, 14 Pekerja usaha Mahasiswa PSIK Waktu pelaksanaan Menunggu
cenderung beresiko pada pendidikan Nopember 2019 aneka cemilan FK ULM, Pihak tidak sesuai dengan peserta datang
pekerja usaha aneka kesehatan mengenai 20.00–22.00 “NR Sabila & Puskesmas rencana, terlambat sampai batas
cemilan “NR Sabila & K3 berupa Wita Rahayu” Landasan Ulin 20 menit karena waktu yang telah
pentingnya Di rumah Pak menunggu peserta ditetapkan yaitu
Rahayu” berhubungan
Yana (Pemilik yang lain 30 menit
dengan kurang penggunaan alat
Usaha Aneka berdatangan
pemahaman pekerja pelindung diri
Cemilan “NR
mengenai pentingnya (APD) saat bekerja
Sabila &
penggunaan APD saat untuk mengurangi
Rahayu”
bekerja faktor risiko cidera

2 Defisiensi kesehatan 1. Melakukan Kamis, 14 Pekerja usaha Mahasiswa PSIK Waktu pelaksanaan Menunggu
komunitas pekerja pada pendidikan Nopember 2019 aneka cemilan FK ULM, Pihak tidak sesuai dengan peserta datang
usaha aneka cemilan “NR kesehatan 20.00–22.00 “NR Sabila & Puskesmas rencana, terlambat sampai batas
Nabila & Rahayu” mengenai Wita Rahayu” Landasan Ulin 20 menit karena waktu yang telah
berhubungan dengan penanganan luka Di rumah Pak menunggu peserta ditetapkan yaitu
ketidakcukupan sumber bakar Yana (Pemilik yang lain 30 menit
daya (pengetahuan) Usaha Aneka berdatangan.
Cemilan “NR
Sabila &
Rahayu”

2. Melakukan Kamis, 14 Pekerja usaha Mahasiswa PSIK Waktu pelaksanaan Menunggu


pendidikan Nopember 2019 aneka cemilan FK ULM, Pihak tidak sesuai dengan peserta datang
kesehatan tentang 20.00–22.00 “NR Sabila & Puskesmas rencana, terlambat sampai batas
Posisi Ergonomis Wita Rahayu” Landasan Ulin 20 menit karena waktu yang telah
Di rumah Pak menunggu peserta ditetapkan yaitu
Yana (Pemilik yang lain 30 menit
Usaha Aneka berdatangan
Cemilan “NR
Sabila &
Rahayu”
D. EVALUASI ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA KELOMPOK KERJA
PADA USAHA ANEKA CEMILAN “NR SABILA & RAHAYU”

No. Diagnosa Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf


1. Perilaku kesehatan Kamis, 14 Nopember 1. Memberikan edukasi S:
cenderung beresiko pada 2019 tentang 1. Para pekerja mengatakan mau saja menggunakan
pekerja usaha aneka 20.00–22.00 Wita pengidentifikasian agen masker namun saat ini APD belum tersedia ditempat
cemilan “NR Sabila & Di rumah Pak Yana yang ada di tempat kerja
(Pemilik Usaha Aneka kerja sebagai faktor 2. Para pekerja mengatakan menggunakan sarung
Rahayu” berhubungan Kusuma
Cemilan “NR Sabila risiko. tangan sangat sulit karena menyulitkan pada saat
dengan kurang ……..
& Rahayu” 2. Memberikan merendam, mengambil, meniriskan dan
pemahaman pekerja Mahmuddin
penyuluhan kesehatan memindahkan bahan ke mesin pembumbuan
mengenai pentingnya ……..
dengan mengenai APD 3. Para pekerja berterima kasih diberikan pengetahuan
penggunaan APD saat Farid
a. Pengertian mengenai apa itu APD dan manfaatnya.
……..
bekerja b. Manfaat 4. Pemilik usaha dan pekerja berterima kasih
Fatmawati
mendapatkan bantuan P3K
penggunaan ……..
5. Para pekerja mengatakan akan menggunakan APD
c. Jenis-jenis APD Nunung
sederhana masker apabila nantinya sudah tersedia
……..
d. Bahaya tidak di tempat kerja.
Asih
menggunakan ……..
APD O:
Muhibbah
3. Menyediakan kotak 1. Pekerja mampu mengidentifikasi faktor risiko yang ……..
P3K, serta stiker tanda ada di tempat kerja seperti api, minyak, asap, serbuk Dhesi
bahaya hazard dan bumbu ……..
penggunaan APD di 2. Para pekerja mengetahui tentang Pengertian, Dwi Hartatik
area penggorengan dan manfaat, jenis dan bahaya tidak menggunakan APD ……..
pembumbuan.
(Skala 4 : baik )

3. Berdasarkan hasil observasi tanggal 18 Nopember


2019 stiker tanda bahaya sudah tertempel di area
yang berpotensi terpapar hazard dan Kotak P3K
sudah terpasang di area tempat kerja.

4. Dari hasil observasi pada tanggal 18 Nopember


2019 pekerja tidak menggunakan masker, sarung
tangan, namun hanya menggunakan penutup kepala.

(Skala 2 : cukup baik)

A: Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi
1. Berkolaborasi dengan Puskesmas Landasan Ulin
terkait pengawasan penggunaan APD pada pekerja
usaha aneka cemilan “NR Sabila & Rahayu”
2. Momotivasi para pekerja usaha aneka cemilan
“NR Sabila & Rahayu” untuk selalu menggunakan
APD saat bekerja
3. Anjurkan kepada pemilik usaha untuk pengadaan
APD di tempat kerja (Masker, sarung tangan dan
sepatu).
2 Defisiensi kesehatan Kamis, 14 Nopember  Memberikan penyuluhan S: Kusuma
komunitas pekerja pada 2019 kesehatan mengenai 1. Pekerja mengatakan paham dan mengerti tentang apa ……..
usaha aneka cemilan “NR 20.00–22.00 Wita penanganan luka bakar, yang sudah disampaikan pemateri mengenai Mahmuddin
Nabila & Rahayu” Di rumah Pak Yana posisi ergenomi dan penanganan luka bakar, posisi ergonomi dan Low ……..
berhubungan dengan (Pemilik Usaha Aneka Farid
Low Back Pain (LBP) Back Pain (LBP)
ketidakcukupan sumber Cemilan “NR Sabila ……..
2. Pekerja mengatakan akan mencoba menerapkan
daya (pengetahuan) & Rahayu” Fatmawati
posisi ergonomi pada saat bekerja ……..
Nunung
O: ……..
1. Pekerja tampak antusias saat mengikuti penyuluhan Asih
kesehatan dan mampu mendemontrasikan posisi yang ……..
baik pada saat bekerja (posisi ergonomi) Muhibbah
……..
Dhesi
2. Pekerja mampu menyebutkan kembali tentang ……..
penanganan luka bakar, posisi ergonomi dan low Dwi Hartatik
back pain (LBP) sesuai dengan apa yang sudah ……..
disampaikan oleh penyuluh.

( Skala level 3 : Sedang)

3. Berdasarkan observasi pada tanggal 18 Nopember


2019 pekerja pada bagian pengangkatan barang ke
dalam mobil tampak sudah melakukan posisi yang
baik dan benar (posisi ergonomi)
4. Berdasarkan observasi pada tanggal 18 Nopember
2019 pada pekerja pembungkus di rumah tampak
mereka sudah membiasakan melakukan perubahan
posisi duduk minimal 1 jam sekali dan memberi
ganjalan/bantal pada punggung (pada pekerja yang
tidak menggunakan kursi)

(Skala level 3 : Baik)


A: Masalah teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Berkolaborasi dengan Puskesmas Landasan Ulin
untuk melakukan pengkajian maupun pengawasan
mengenai Kesehatan & Keselamatan Kerja
2. Motivasi para pekerja untuk selalu memperhatikan
keselamatan kerja dan perilaku sehat ditempat kerja
BAB IV
PEMBAHASAN

Asuhan keperawatan oleh mahasiswa kelompok A Profesi Ners Angkatan


XV PSIK FK ULM pada kelompok pekerja pada Usaha Aneka Cemilan “NR
Sabila & Rahayu” yang bertempat di wilayah RW.2 RT.05 Kelurahan Landasan
Ulin Tengah. Praktik komunitas ini berlangsung dari tanggal 07 Oktober 2019 dan
berakhir tanggal 30 Nopember 2019. Pengkajian keperawatan komunitas
kelompok kerja yang dilakukan pada pekerja usaha cemilan dilakukan pada
tanggal 16 Oktober 2019 dengan total jumlah pekerja 40 orang.
Pengkajian keperawatan dilakukan dengan menggunakan metode
pemeriksaan fisik, teknik observasi, windshield survey, kuisioner dan wawancara
dengan jumlah 20 orang. Tanggal 16 Oktober 2018 dilakukan pengambilan data
dengan pemeriksaan fisik dan winsheld survey. Tanggal 18-20 Oktober 2019
dilakukan input data dan analisa data, konsultasi laporan serta koordinasi dengan
pemilik usaha untuk menentukan implementasi yang akan dilaksanakan sehingga
didapatkan hasil bahwa permasalahan yang terdapat pada Usaha Aneka Cemilan
“NR Sabila & Rahayu” adalah Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada
pekerja usaha aneka cemilan “NR Sabila & Rahayu” berhubungan dengan kurang
pemahaman pekerja mengenai pentingnya penggunaan APD saat bekerja dan
Defisiensi kesehatan komunitas pekerja pada usaha aneka cemilan “NR Nabila &
Rahayu” berhubungan dengan ketidakcukupan sumber daya (pengetahuan).
Tindakan yang dilakukan berupa kemitraan dengan puskesmas Landasan
Ulin dan pekerja pada Usaha Aneka Cemilan “NR Sabila & Rahayu” tentang
pentingnya penggunaan APD saat bekerja dan pemberian pendidikan kesehatan
mengenai penanganan luka bakar, posisi ergonomis dan Low Back Pain (LBP)
pada tanggal 14 Nopember 2019.
A. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
1. Pendidikan Kesehatan Alat Perlindungan Diri (APD)
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena
tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai
sebab kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan.
Setiap hari rata-rata 6000 orang meninggal akibat sakit dan kecelakaan
kerja atau 300.000 orang pertahun, diantaranya meninggal akibat sakit
atau kecelakaan kerja (ILO, 2003). Diantara kondisi yang kurang aman
salah satunya adalah pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan
gas, layout yang berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung
mesin yang tak sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang
tak mencukupi, seperti helm dan gudang yang kurang baik.
Dari hasil wawancara pekerja tidak pernah mendapatkan penjelasan
menggunai penggunaan APD maupun terpapar pendidikan kesehatan
tentang kesehatan dan keselamatan kerja dan di tempat kerjapun tidak
menyediakan APD. Hal ini diperkuat dari Berdasarkan hasil kuesioner
85% (17 orang) pekerja mengatakan tidak menggunakan APD
.Berdasarkan hasil wawancara pekerja mengatakan bahwa tidak
tersedianya obat-obatan untuk kecelakaan kerja yang ada di tempat kerja.
Dan juga berdasarkan observasi pada tanggal 16 Oktober 2019 tampak
kabel stop kontak berada di lantai, tidak diletakan dengan aman sehingga
beresiko sekali terinjak maupun tersandung oleh pekerja.
Berdasarkan hasil observasi tampak semua pekerja tidak
menggunakan APD (sarung tangan, masker, dan sepatu both) namun pada
bagian penggorengan 2 orang pekerja nampak menggunakan penutup
kepala yang terbuat dari handuk dan topi biasa saja. hasil kuesioner ada
17 pekerja (85%) yang tidak menggunakan APD apapun. Terdapat 3
pekerja (15%) yang menyatakan menggunakan APD adalah menggunakan
Masker, namun berdasarkan hasil observasi tampak semua pekerja tidak
menggunakan APD. Dari hasil kuesioner 13 pekerja (65%) tidak
menggunakan APD karena memang tidak disedikan pemilik usaha dan 2
pekerja (10%) mengatakan mengganggu pekerjaan/merepotkan dan 2
pekerja lainnya (10%) mengatakan karena alasan keduanya.. Dari hasil
observasi pada pekerja, pekerja memang tidak menggunakan APD pada
saat melakukan pekerjaan, tidak menggunakan APD ini bisa saja
dikarenakan kurangnya pemahaman atau pengetahuan pekerja mengenai
kegunaan alat pelindung diri saat melakukan pekerjaan.
Proses yang didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersikap langgeng. Sebaliknya
apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran
maka tidak akan berlangsung lama. Tingkat pendidikan juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang atau lebih
mudah menerima ide-ide dan teknologi. Pendidikan meliputi peranan
penting dalam menentukan kualitas manusia. Pendidikan manusia
dianggap akan memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi
pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena pendidikan
yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik yang menjadikan
hidup yang berkualitas (Notoatmojo, 2007).
Sikap kepatuhan (compliance) akan menghasilkan perubahan tingkah laku (behaviourchange)
yang bersifat sementara dan individu yang berada di dalamnya akan cenderung kembali ke
perilaku atau pandangannya yang semula jika pengawasan kelompok mulai mengendur dan
perlahan memudar atau jika individu tersebut dipindahkan dari kelompok asalnya (Ramdayana,
2009). Oleh karena itu, kelompok memberikan pendidikan kesehatan mengenai manfaat APD
dimana didalamnya juga dijelaskan mengenai jenis-jenis APD yang digunakan, selain itu juga
memberikan motivasi kepada para pekerja untuk memiliki alat APD dan selalu menggunakan
APD saat bekerja
A. Defiseinsi Kesehatan Komunitas (Pekerja)
1. Pendidikan Penangan Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan
jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis
trauma dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Biaya yang dibutuhkan
untuk penanganannya pun tinggi
Berdasarkan hasil pengkajian keperawatan komunitas kesehatan
kerja pada tanggal 16 Oktober 2019, ditemukan beberapa permasalahan
tentang paparan panas pada pekerja aneka cemilan. Dari kuesioner bahwa
8 orang (40%) pekerja mengatakan jenis pekerjaan terpapar dengan panas.
Berdasarkan wawancara dengan pekerja, yang sering terpapar dengan
panas yaitu pada bagian kerja penggorengan dan pembungkusan karena
selalu berhadapan dengan panas api. Pekerja juga mengatakan, mereka
belum pernah mendapatakan pendidikan kesehatan mengenai penanganan
luka bakar. Berdasarkan hasil observasi tidak adanya tersedia alat-alat
seperti APAR, kotak P3K beserta obatnya dan pada bagian penggorengan
percikan minyak goreng yang panas saat melakukan penggorengan sangat
berisiko mengenai bagian tubuh para pekerja.
Oleh karena itu, kelompok melakukan penyuluhan untuk
mengintervensi aspek pengetahuan pekerja terkait penanganan luka bakar
karena berdasarkan kuesioner tingkat pendidikan para pekerja sebanyak
45% (9 orang) berpendidikan akhir lulusan SD sehingga pekerja dapat
melakukan pertolongan pertama pada kejadian luka bakar dengan benar
dan tepat.
Menurut Awaji (2016) menyatakan bahwa pendidikan, usia dan
lama bekerja dapat mempengaruhi pengetahuan tentang kesehatan dan
keselamatan kerja. Semakin tinggi pendidikan, hidup manusia akan
semakin berkualitas karena pendidikan yang tinggi akan membuahkan
pengetahuan yang baik yang menjadikan hidup yang berkualitas
(Notoatmojo, 2007). Hal ini didukung oleh penelitian Hanifa, dkk (2017)
bahwa pengetahuan memiliki hubungan terhadap penerapan kesehatan
dan keselamtan kerja
Penyuluhan dilakukan pada tanggal 14 Nopember 2019 pukul
20.00 WITA dan berlangsung lancar selama 90 menit. Peserta yang hadir
berjumlah 22 orang. Adapun pelaksanaan pendidikan kesehatan mengenai
penanganan luka bakar.
Penangan luka bakar yang benar dan tepat merupakan hal yang
sangat penting diketahui oleh para pekerja terutama pekerjaan yang sering
terpapar oleh panas seperti api, minyak, bahan kimia dan tegangan tinggi
sehingga yang menjadi tujuan dari program kesehatan dan keselamatan
kerja dalam meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja dapat
terlaksana dengan baik. Ners Komunitas berperan tidak hanya sebagai
edukator, namun juga berperan sebagai motivator terhadap pemilik usaha
dan karyawan untuk lebih memperhatikan pentingnya pengetahuan
penangan luka bakar yang benar dan tepat.

2. Pendidikan Posisi Ergonomis dan Low Back Pain (LBP)


Posisi ergonomis adalah Posisi yang baik dan benar saat bekerja
(ergonomi) adalah aspek anatomis, fisiologi dan psikologis manusia dalam
lingkungan kerjanya dengan tujuan mengoptimalkan keamanan, kesehatan,
kenyamanan dan efisiensi yang menekankan pada kemudahan yang
dilakukan oleh manusia.
Menurut WHO melaporkan MSDSs adalah penyakit akibat kerja
yang paling banyak terjadi dan diperkirakan mencapai 60% penyakit
akibat kerja yang disebabkan oleh kesalahan dalam posisi saat bekerja
(ergonomi).
Menurut jurnal medicine di inggris, 180 juta waktu kerja hilang
karena sakit pinggang yang disebabkan duduk pada kursi yang tidak
memenuhi standar, LBP merupakan keluhan kedua setelah influenza
(Ariawan dan Darmad , 2000). Berdasarkan profil Depkes 2005 sebanyak
40,5% penyakit disebabkan oleh pekerjaannya.
Berdasarkan kuesioner diketahui posisi tubuh yang sering
digunakan saat bekerja 12 pekerja (60%) menjawab posisi duduk, 3
pekerja (15%) dengan posisi berdiri (15%) 2 pekerja (10%) dengan poisi
duduk, jongkok dan berdiri, dan 2 pekerja (10%) pekerja dengan posisi
lainya. Berdasarkan penelitian Widya sari,dkk tahun 2014 mennyatakan
terdapat hubungan antara posisi kerja statis dengan keluhan low back pain
(LBP), Posisi kerja statis (tidak berubah) saat bekerja yang dilakukan
selama 15-20 menit dapat menyebabkan otot –otot punggung terasa lelah
sehingga menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang dirasakan oleh para
pekerja pada daerah punggung.
Berdasarkan wawancara dengan pekerja mengatakan pada awalnya
sering mengalami keluhan sakit pinggang dan pegal pada selurh
badan,karena posisi kerja duduk yang terlalu lama, namun sekarang sudah
terbiasa jadi keluhan sakit pinggang dan pegal-pegal sudah tidak ada lagi.
Posisi ergonomik yang salah dapat beresiko menyebabkan low back
pain (LBP) sehingga mahasiswa perlu memberikan pendidikan kesehatan
mengenai pentingnya posisi ergonomis yang benar dan LBP yang
merupakan salah satu kondisi kesehatan yang bisa disebabkan oleh
kesalahan dalam posisi bekerja.
Pendidikan kesehatan mengenai posisi ergonomis dan low back
pain dilakuakan pada kamis 14 Nopember 2019 Jam 20.30 Wita kepada
para peekerja Usaha aneka cemilan “NR Sabila & Rahayu”, penyuluhan
juga ditambah dengan video dan simulasi langsung oleh peraga tentang
cara menganggkat barang/benda yang benar sesuai dengan kaidah
ergonomi tubuh.
BAB V
PENUTU
P

A. Simpulan
Simpulan dari kegiatan asuhan keperawatan pada keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) Pada Usaha Aneka Cemilan “NR Sabila&Rahayu”
1. Metode yang digunakan pada pengkajian keperawatan untuk
mengumpulkan data terdiri dari teknik observasi, windshield survey,
wawancara, membagikan kuesioner dan pemeriksaan fisik/screenning
pada pekerja sebanyak 20 orang dari anggota Pekerja Usaha Aneka
Cemilan “NR Sabila&Rahayu”
2. Dari hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa masalah yang muncul
adalah Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada pekerja usaha aneka
cemilan “NR Sabila & Rahayu” dan Defiseinsi kesehatan komunitas pekerja
usaha aneka cemilan “NR Sabila & Rahayu” di wilayah RW.02 RT.5
Kelurahan Landasan Ulin Tengah.
3. Perencanaan tindakan keperawatan yang dibuat berdasarkan masalah yang
muncul tersebut adalah melakukan koordinasi dengan pemilik usaha aneka
cemilan “NR Sabila & Rahayu” dan melakukan koordinasi dengan
pemegang program terkait K3 di Puskesmas, kemudian melakukan
pendidikan kesehatan tentang Manfaat penggunaan APD, Penanganan
luka bakar , Posisi ergonomis dan low back Pain (LBP)
4. Hasil dari koordinasi adalah berupa implementasi. Implementasi
keperawatan yang dapat dilakukan sesuai dengan yang direncanakan yaitu
melakukan koordinasi dengan pihak pemilik usaha, melakukan koordinasi
dengan pemegang program terkait K3 di Puskesmas, dan melakukan
pendidikan kesehatan tentang Manfaat penggunaan APD, Penanganan
luka bakar , Posisi ergonomis dan low back Pain (LBP).
5. Evaluasi yang didapat setelah pendidikan kesehatan kepada pekerja usaha
aneka cemilan “NR Sabila & Rahayu” adalah dari 6 pertanyaan yang
diberikan mampu dijawab semuanya dengan baik dan benar, peserta
memahami mengenai Manfaat penggunaan APD, Penanganan luka bakar ,
Posisi ergonomis dan low back Pain (LBP).
6. Dari hasil wawancara dan observasi pada tanggal 19 Nopember 2018 para
pekerja belum menggunakan APD berupa masker dan sarung tangan
dengan alasan belum tersedia masker dan sarung tangan ditempat kerja.
Namun berdasarkan wawancara dengan pemilik usaha untuk pengadaan
APD akan diusahakan .

B. Saran
1. Kelompok Pekerja Usaha Aneka Cemilan “NR Sabila & Rahayu”
Kepada Pemilik Usaha Aneka Cemilan “NR Sabila&Rahayu”
dapat menganjurkan anggota kelompok pekerja untuk selalu menerapkan
pentingnya penggunaan APD pada saat bekerja, menerapkan
kewasapadaan dalam bekerja untuk mencegah kecelakaan kerja.
2. Pihak Puskesmas
Kepada pihak Puskesmas Landasan Ulin adalah mengoptimalkan
koordinasi lintas program dalam rangka pembinaan bidang K3 serta
kinerja program yang terkait pembinaan pada kelompok pekerja dalam
bidang K3, dengan cara melakukan promosi kesehatan terkait masalah
kesehatan. Pihak Puskesmas juga diharapkan dapat membantu dalam
penyelesaian masalah-masalah yang muncul agar terjadi peningkatan
status kesehatan kelompok pekerja.
3. Pihak Akademik
Kepada Pihak Akademik dapat meningkatkan program Ners
khususya Stase Keperawatan Komunitas bagi mahasiswa pada kelompok
pekerja dalam memberikan informasi mengenai kesehatan pekerja dan
permasalahan-permasalahan keperawatan yang terjadi pada kelompok
pekerja. Diharapkan dari laporan ini dapat memberikan informasi tentang
penerapan asuhan keperawatan kelompok khusus yaitu pada kelompok
pekerja sehingga dapat dijadikan masukan sebagai pertimbangan dalam
menyusun kurikulum selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aditya, 2012. Mengenal Dasar Hukum K3 Indonesia. http : // training sinergi. blogspot.
Com / 2012 / 07 / dasar-dasar-hukum-k3.html.

Evin, 2012. Undang-Undang dan Dasar Hukum K3. http : // k3 corner. blogspot..com /
2012 / 03 / undang-undang-dan-dasar-hukum-k3.html.

Husni, L. 2004. Hukum Ketenagaan Kerja Indonesia. Jakarta: Rajawali Press Indrawati, R.
2011. http : // ners. unair. ac.id / materi kuliah / Asuhan % 20
Keperawatan % 20 Kesehatan % 20 Kerja. pdf.

Unimed. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. http: // digilib. unimed. ac. Id /.../ UNIMED –
Non Degree – 22832 - BAB% 202011_fero.pdf

Murwani Anita, S.Kep. 2003. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan.


Yogyakarta: Fitramaya.

Silalahi, Benet dan Silalahi Rumondang. 1985. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo

Efendi, Ferry dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Iqbal Mubarak, Wahit (2005). Pengantar Keperawatan Komunitas. Jakata : Penerbit


Sagung Seto

Sugeng, B. 2005. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Haji Masagung

Suma’mur,P.K 1996. Higene perusahaan dan keselamatan kerja. Jakarta: PT. Toko
Gunung Agung

Notoatmodjo, Prof. Dr. Soekidjo.2010.Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Anda mungkin juga menyukai