Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam suatu proses produksi, setiap tenaga kerja selain menanggung
beban kerja fisik dan mental juga berhadapan dengan berbagai potensi bahaya
(potensial hazard) di tempat kerja. Berbagai potensi bahaya tersebut sering
disebut sebagai faktor bahaya lingkungan kerja fisika, kimia, biologis,
fisiologis/ergonomi dan psikologis yang bersumber dari berbagai peralatan,
bahan, proses kerja dan kondisi lingkungan kerja. Beban kerja semakin berat
apabila tenaga kerja juga dituntut untuk bekerja dengan ritme pekerjaan yang
lebih cepat dan target produksi yang lebih tinggi. Sedangkan berat ringannya
dampak potensi bahaya tergantung dari jenis, besar potensi bahaya dan
tingkat risikonya.
Dampak yang dapat ditimbulkan akibat adanya beban kerja dan
potensi bahaya yang dihadapi tenaga kerja antara lain berupa kecelakaan
kerja, penyakit akibat kerja dan gangguan kesehatan lainnya seperti kelelahan
dan ketidaknyamanan. Selain itu, tenaga kerja juga dapat menderita penyakit
dan gangguan kesehatan yang didapat dari lingkungan di luar tempat kerja
sehingga dapat diperberat atau memperberat penyakit atau gangguan
kesehatan akibat kerja. Apabila kondisi tersebut tidak diantisipasi maka
kesehatan tenaga kerja sangat terganggu sehingga produktifitas kerja akan
menurun.
Menurut World Health Report tahun 2002 bahaya lingkungan kerja

merupakan faktor utama timbulnya penyakit akibat kerja (PAK) dan


merupakan urutan kesepuluh sebagai penyebab kesakitan dan kematian.
Sedangkan menurut laporan ILO (2003) setiap tahun ditemukan 2 (dua) juta
orang meninggal, 160 juta kasus PAK/PAHK, 270 juta kasus KAK. Dari 27
negara yang dipantau oleh ILO (2001), data kematian, kesakitan dan
kecelakaan kerja di Indonesia berada pada posisi ke 26.
Untuk mengantisipasi keadaan tersebut di atas dan meminimalkan
dampak yang terjadi apabila tenaga kerja mengalami kecelakaan, penyakit
akibat kerja dan gangguan kesehatan lainnya, maka setiap perusahaan
diwajibkan memberikan pelayanan kesehatan kerja kepada semua tenaga
kerjanya sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Hal ini dapat
diwujudkan dengan cara promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Salah satu upaya preventif yaitu dengan mencegah terjadinya potensi
bahaya yaitu dengan menganalisa, memantau atau mengevaluasi lingkungan
kerja baik lingkungan kerja maupun lingkungan luar tempat kerja sehingga
meminimalkan terjadinya bahaya terhadap kerja. Kegiatannya adalah
melakukan pengukuran setiap akses produksi agar mengetahui bahaya-bahaya
(polutan), faktor-faktor kimia, fisika maupun biologi yang timbul baik secara
kualitatif maupun kuantitatif, serta berusaha melakukan perbaikan dan
pencegahan, serta cara kerja higinie perusahaan.
Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana cara pemantauan dan
evaluasi lingkungan kerja, bahaya risiko yang ditimbulkannya, serta cara
mengendalikannya, akan dibahas lebih dalam pada makalah ini.

1.2. Tujuan dan Manfaat


1.2.1. Tujuan Umum
o Melakukan pemantauan dan evaluasi lingkungan kerja di PT AST
Indonesia.
1.2.2. Tujuan Khusus
o Melakukan identifikasi risiko bahaya di PT AST Indonesia.
o Melakukan penilaian bahaya lingkungan kerja di PT AST Indonesia.
o Mengetahui cara pengendalian bahaya lingkungan kerja di PT AST
Indonesia.
1.2.3. Manfaat
o Bagi penulis
Dapat melakukan identifikasi risiko bahaya, penilaian bahaya,
serta cara pengendalian bahaya lingkungan kerja di PT AST
Indonesia sebagai salah satu kegiatan pelatihan hiperkes bagi
dokter.
o Bagi perusahaan
Mendapatkan pertimbangan dari peserta kegiatan pelatihan
hiperkes bagi dokter mengenai identifikasi risiko bahaya,
penilaian bahaya, serta cara pengendalian bahaya lingkungan
kerja di PT AST Indonesia.
o Bagi dinas terkait
Sebagai bahan evaluasi kegiatan pelatihan hiperkes bagi dokter
mengenai identifikasi risiko bahaya, penilaian bahaya, serta
cara pengendalian bahaya lingkungan kerja di PT AST

Indonesia.

1.3. Rumusan Masalah


o Bagaimana cara melakukan pemantauan dan evaluasi lingkungan
kerja di PT AST Indonesia?
o Bagaimanakah cara pengendalian terhadap lingkugan kerja di PT
AST Indonesia?

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan dan Higiene Tempat Kerja


Tujuan utama higinie perusahaan adalah melindungi pekerja dan
masyarakat sekitar perusahaan dari pengaruh bahaya yang timbul.
Kegiatannya adalah melakukan pengukuran setiap akses produksi agar
mengetahui bahaya-bahaya (polutan) yang timbul baik secara kualitatif
maupun kuantitatif, serta berusaha melakukan perbaikan dan pencegahan, cara
kerja higinie perusahaan adalah masalah teknik.
Pertama-tama yang harus diketahui tentang keberadaan dan peran
higinie perusahaan adalah mengenal keberadaan perusahaan dan macam
produksinya, kemudian bahan baku apa yang diolahnya, bagaimana pula
proses kerja dari unit kerjanya, bahan-bahan penolong macam apa yang
digunakan, berikutnya macam limbah yang dihasilkan apakah limbah padat,
cair dan bau.
Khususnya pemeriksaan terhadap tenaga kerja, secara rutin dilakukan
pemeriksaan kesehatan, monitoring daya kerja, menerima keluhan dari pekerja
apa yang dirasakan selama bekerja.
2.1.1. Analisis Lingkungan Tempat Kerja
Koreksi tempat kerja bagian penting dari peran Hiperkes agar
diketahui kadar faktor penyebab penyakit hubungan terutama gangguan fisik.
Koreksi ini harus dinyatakan oleh seberapa prediksi oleh karyawan yang
terpapar dan kemudian dibuktikan dengan pengukuran di tempat kerja.
Terutama proses produksi yang menggunakan bahan kimia (chemical

hazards). Toksik bahan kimia dalam jumlah relatif kecil dianggap berbahaya
bagi kesehatan.
Toksilogi industri dalam hygiene perusahaan dan kesehatan kerja
sangat penting peranannya. Nilai ambang batas adalah jalan keluar sebuah
pedoman kadar aman sebagai pegangan dalam proses produksi-produksi.
Kegunaan NAB sebagai bimbingan praktek yang dinyatakan sebagai pedoman
perencanaan pengendalian, sebagian kadar standar perbandingan, sebagai
subsitusi bahan-bahan lain untuk mengurangi kadar racun. Dalam kadar
tertentu NAB seseorang menderita gangguan kesehatan bereaksi fisiologis
berdampak kronis, dan seseorang menderita akut berarti bahan kimia diatas
NAB. Jenis debu termasuk berbahaya bagi kesehatan. Penimbunan debu
dalam paru-paru menyebabkan seseorang menderita sesak nafas, batuk.
Karena itu penempatan ventilasi penting untuk mengurangi kadar
debut di udara, pekerja menggunakan pelindung hidung. Bahan-bahan lain
seperti logam dan metaloid juga banyak dipakai dalam industri, timah hitam,
air raksa, arsen, nikel, dan fosfor. Disamping bahan-bahan korosif terdiri asam
dan basa serta proses penggaraman termasuk bahan berbahaya.
Racun berupa gas seperti Karbon Monoksida (CO) hasil pembakaran
tak sempurna, juga berbahaya bagi manusia. Gas in menyebabkan sesak nafas.
Pemahaman

tentang

sick

building

syndrome

adalah

untuk

menyadarkan betapa pentingnya kualitas dan kuantitas sehatnya udara dalam


berbagai aktifitas kerja. Banyak hal yang perlu dipelajari untuk memperkecil
dampak akibat frekuensi pergantian udara dalam ruangan tidak seimbang.
Kedua, pencemaran udara berasal dari aktifitas didalam gedung sendiri seperti

gas CO, mesin fotokopi, asap rokok, bahan pembunuh serangga. Ketiga,
pencemaran oleh mikroorganisme akibat ketidaksengajaan bahan-bahan yang
terbawa kedalam gedung seperti jamur, virus dan bakteri, fiber glass, karpet.
Keempat pencemaran oleh kotoran binatang pengerat dan serangga.
Hal-hal yang disebutkan di atas harus dijawab oleh komitmen dan
kebijakan prinsip dasar SMK3 yaitu setiap perusahaan wajib menerapkan
sistem manajemen tentang K3 yang terintegrasi dengan manajemen makro
perusahaan.
Meningkatnya

perkembangan

industri,

semakin

kuat

pula

meningkatnya pencemaran di tempat kerja yaitu adanya limbah industri yang


keluar dari proses produksi. Usaha mencegah pencemaran di tempat kerja
melalui treatment yang disediakan. Salah satu dampak negatif yaitu
pencemaran baik pencemaran zat cair, zat padat, bau dan gas. Limbah industri
seperti larutan kimia, pewarna bisa merusak kulit, pencemaran udara seperti
asap, debu gas sangat mengganggu pernafasan, pencemaran lainnya bertahan
lama seperti plastik, serat mengganggu kesuburan tanah.
Usaha pencegahan terus dilakukan mengingat limbah tersebut
disamping merugikan tenaga kerja, juga mengganggu lingkungan sekitarnya.
Pencemaran zat cair didesain fasilitas pengelola air limbah industri
(waste water treatment plant), selepas ini dimonitor terus sampai pada batas
toleransi yang ditetapkan. Pencemaran udara sangat mengganggu pernafasan,
karena itu setiap industri harus mematuhi NAB yang ditetapkan, pengujian
emisi dilakukan setiap saat. Desain perlengkapan (safety treatment) dipasang
pembersih debut (dust collector), dan dilepas ke udara bebas.

Pencemaran tanah akibat limbah cair, sampah padat. Pengolahan yang


beraktifitas pengeboran minyak, pembuangan limbah harus dipetakan diluar
area pertanian subur.
Proses pembakaran harus di tempat yang disediakan jauh dari
komunitas penduduk, dan pemusnahan racun dari endapan harus ditanam
dalam area tertentu.
Pedoman tentang baku emisi yang dinyatakan dalam NAB diharapkan
industri harus mematuhi dengan penuh tanggung jawab.
Industri

berwawasan

produktivitas

ramah

lingkungan

(green

productivity) merupakan program yang terpadu, peraturan mengenai


lingkungan mendorong industri mengurangi emisi dengan memasang instalasi
peralatan pengurangan polusi gas dan pengolahan air limbah.
Integrasi pengendalian pencemaran meliputi berbagai basis seperti
sumber produksi, proses produksi, peran informasi, pemulihan memantau
kualitas lingkungan.
Evaluasi masing-masing basis dilakukan menurut karakter masingmasing substansi, misalnya proses produksi bahan baku apa yang diolah,
proses produksi apakah menggunakan bahan kimia serta limbah yang
dihasilkan apakah membahayakan bagi karyawan. Selanjutnya evaluasi
lingkungan dilakukan melalui pengukuran, statistik pengukuran menjadi
andalan untuk dianalisis.
Industri yang maju harus berorientasi pada occupational health and
safety atau Hiperkes dan keselamatan kerja. Hiperkes lebih berorientasi pada
upaya agar tenaga kerja sehat dan produksi, dan keselamatan kerja lebih

ditekankan pada aspek teknis dalam melaksanakan pekerjaan berpedoman


pada undang-undang keselamatan kerja (undang-undang Nomor 1 tahun
1970), bahwa setiap tenaga kerja dan tenaga lainnya berhak mendapat
perlindungan atas keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan untuk
melaksanakan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup, dan sumber produksi
dipergunakan secara aman dan efisien serta melakukan upaya membina
norma-norma perlindungan kerja yang diwujudkan dalam undang-undang
disesuaikan perkembangan masyarakat dan kemajuan teknologi.
2.2 Potensi atau Risiko Bahaya di Tempat Kerja
Suatu bahaya kesehatan akan muncul bila seseorang kontak dengan
sesuatu yang dapat menyebabkan gangguan/kerusakan bagi tubuh ketika
terjadi pajanan (exposure) yang berlebihan. Bahaya kesehatan dapat
menyebabkan penyakit yang disebabkan oleh pajanan suatu sumber bahaya di
tempat kerja.
Potensi bahaya kesehatan yang biasa di tempat kerja berasal dari
lingkungan kerja antara lain faktor kimia, faktor fisik, faktor biologi, faktor
ergonomis dan faktor psikologi.
2.2.1. Bahaya Faktor Fisik
Faktor fisik adalah faktor di dalam tempat kerja yang
bersifat fisika antara lain kebisingan, penerangan, getaran, iklim
kerja, gelombang mikro dan sinar ultra ungu. Faktor-faktor ini
mungkin bagian tertentu yang dihasilkan dari proses produksi atau
produk samping yang tidak diinginkan.

1.

Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alatalat proses produksi dan atau alat-alat kerja
yang

pada

tingkat

tertentu

dapat

menimbulkan

gangguan

pendengaran. Suara keras, berlebihan atau berkepanjangan dapat


merusak jaringan saraf sensitif di telinga, menyebabkan kehilangan
pendengaran sementara atau permanen. Hal ini sering diabaikan
sebagai masalah kesehatan, tapi itu adalah salah satu bahaya fisik
utama. Batasan pajanan terhadap kebisingan ditetapkan nilai ambang
batas sebesar 85 dB selama 8 jam sehari.
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi
bahaya dari kebisingan?
o Identifikasi sumber umum penyebab kebisingan, seperti mesin,
system ventilasi, dan alat-alat listrik. Tanyakan kepada pekerja
apakah mereka memiliki masalah yang terkait dengan kebisingan.
o Melakukan inspeksi tempat kerja untuk pajanan kebisingan. Inspeksi
mungkin harus dilakukan pada waktu yang berbeda untuk
memastikan bahwa semua sumbersumber kebisingan teridentifikasi.
o Terapkan 'rule of thumb' sederhana jika sulit untuk melakukan
percakapan, tingkat kebisingan mungkin melebih batas aman.
o Tentukan sumber kebisingan berdasarkan tata letak dan identifikasi
para pekerja yang mungkin terekspos kebisingan
o Identifikasi kontrol kebisingan yang ada dan evaluasi efektivitas
pengendaliannya

10

o Setelah tingkat kebisingan ditentukan, alat pelindung diri seperti


penutup telinga (earplug dan earmuff) harus disediakan dan dipakai
oleh pekerja di lokasi yang mempunyai tingkat kebisingan tidak dapat
dikurangi.
o Dalam kebanyakan kasus, merotasi pekerjaan juga dapat membantu
mengurangi tingkat paparan kebisingan.
2.

Penerangan
Penerangan di setiap tempat kerja harus memenuhi syarat
untuk melakukan pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting
untuk peningkatan kualitas dan produktivitas. Sebagai contoh,
pekerjaan perakitan benda kecil membutuhkan tingkat penerangan
lebih tinggi, misalnya mengemas kotak.
Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya
terlihat langsung dalam peningkatan produktivitas dan pengurangan
kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai, para pekerja terpaksa
membungkuk dan mencoba untuk memfokuskan penglihatan mereka,
sehingga tidak nyaman dan dapat menyebabkan masalah pada
punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat memperlambat
pekerjaan mereka.
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi

potensial kerugian dari penerangan yang buruk?


o Pastikan setiap pekerja mendapatkan tingkat penerangan yang sesuai
pada pekerjaannya sehingga mereka tidak bekerja dengan posisi
membungkuk atau memicingkan mata,

11

o Untuk meningkatkan visibilitas, mungkin perlu untuk mengubah


posisi dan arah lampu.
3.

Getaran
Getaran adalah gerakan bolak-balik cepat (reciprocating),
memantul ke atas dan ke bawah atau ke belakang dan ke depan.
Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media dengan
arah bolak balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat berpengaruh
negatif terhadap semua atau sebagian dari tubuh. Misalnya,
memegang peralatan yang bergetar sering mempengaruhi tangan dan
lengan pengguna, menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan
sirkulasi di tangan. Sebaliknya, mengemudi traktor di jalan
bergelombang dengan kursi yang dirancang kurang sesuai sehingga
menimbulkan getaran ke seluruh tubuh, dapat mengakibatkan nyeri
punggung bagian bawah.
Getaran dapat dirasakan melalui lantai dan dinding oleh
orang-orang disekitarnya. Misalnya, mesin besar di tempat kerja
dapat menimbulkan getaran yang mempengaruhi pekerja yang tidak
memiliki kontak langsung dengan mesin tersebut dan menyebabkan
nyeri dan kram otot. Batasan getaran alat kerja yang kontak langsung
maupun tidak langsung pada lengan dan tangan tenaga kerja
ditetapkan sebesar 4 m/detik2.
Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi

risiko dari getaran?


o Mengendalikan getaran pada sumbernya dengan mendesain ulang

12

peralatan untuk memasang penyerap getaran atau peredam kejut.


o Bila getaran disebabkan oleh mesin besar, pasang penutup lantai yang
bersifat menyerap getaran di workstation dan gunakan alas kaki dan
sarung tangan yang menyerap kejutan , meskipun itu kurang efektif
dibanding di atas.
o Ganti peralatan yang lebih tua dengan model bebas getaran baru.
o Batasi tingkat getaran yang dirasakan oleh pengguna dengan
memasang peredam getaran pada pegangan dan kursi kendaraan atau
sistem remote control.
o Menyediakan alat pelindung diri yang sesuai pada pekerja yang
mengoperasikan mesin bergetar, misalnya sarung tangan yang
bersifat menyerap getaran (dan pelindung telinga untuk kebisingan
yang menyertainya.)
4.

Iklim kerja
Ketika suhu berada di atas atau di bawah batas normal,
keadaan ini memperlambat pekerjaan. Ini adalah respon alami dan
fisiologis dan merupakan salah satu alasan mengapa sangat penting
untuk mempertahankan tingkat kenyamanan suhu dan kelembaban
ditempat kerja. Faktorfaktor ini secara signifikan dapat berpengaruh
pada efisiensi dan produktivitas individu pada pekerja. Sirkulasi
udara bersih di ruangan tempat kerja membantu untuk memastikan
lingkungan kerja yang sehat dan mengurangi pajanan bahan kimia.
Sebaliknya, ventilasi yang kurang sesuai dapat :

o Mengakibatkan pekerja kekeringan atau kelembaban yang berlebihan.

13

o Menciptakan ketidaknyamanan bagi para pekerja.


o Mengurangi konsentrasi pekerja, akurasi dan perhatian mereka untuk
praktek kerja yang aman.
Agar tubuh manusia berfungsi secara efisien, perlu untuk
tetap berada dalam kisaran suhu normal. Untuk itu diperlukan iklim
kerja yang sesuai bagi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan. Iklim
kerja merupakan hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan
gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat panas dari tubuh
tenaga kerja sebagai akibat dari pekerjaannya.
Iklim kerja berdasarkan suhu dan kelembaban ditetapkan
dalam Kepmenaker No 51 tahun 1999 diatur dengan memperhatikan
perbandingan waktu kerja dan waktu istirahat setiap hari dan
berdasarkan beban kerja yang dimiliki tenaga kerja saat bekerja
(ringan, sedang dan berat).
Apa

yang

dapat

dilakukan

untuk

mencegah

atau

memperbaiki kontrol iklim kerja?


o Pastikan bahwa posisi dinding dan pembagi ruangan tidak membatasi
aliran udara.
o Sediakan ventilasi yang mengalirkan udara di tempat kerja, tanpa
meniup langsung pada mereka yang bekerja dekat itu.
o Mengurangi beban kerja fisik mereka yang bekerja dalam kondisi
panas dan memastikan mereka memiliki air dan istirahat yang cukup.
5.

Radiasi Tidak Mengion


Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari

14

radiasi tidak mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra
ungu (ultra violet). Gelombang mikro digunakan antara lain untuk
gelombang radio, televisi, radar dan telepon. Gelombang mikro
mempunyai frekuensi 30 kilo hertz 300 giga hertz dan panjang
gelombang 1 mm 300 cm. Radiasi gelombang mikro yang pendek <
1 cm yang diserap oleh permukaan kulit dapat menyebabkan kulit
seperti terbakar. Sedangkan gelombang mikro yang lebih panjang (>
1 cm) dapat menembus jaringan yang lebih dalam.
Radiasi sinar ultra ungu berasal dari sinar matahari, las
listrik, laboratorium yang menggunakan lampu penghasil sinar ultra
violet. Panjang felombang sinar ultra violet berkisar 1 40 nm.
Radiasi ini dapat berdampak pada kulit dan mata. Pengendalian dan
pencegahan efek daripada radiasi sinar tidak mengion adalah :
o Sumber radiasi tertutup
o Berupaya menghindari atau berada pada jarak yang sejauh mungkin
dari sumbersumber radiasi tersebut.
o Berupaya agar tidak terus menerus kontak dengan benda yang dapat
menghasilkan radiasi sinar tersebut.
o Memakai alat pelindung diri.
o Secara rutin dilakukan pemantauan.

2.2.2. Bahaya Faktor Kimia


Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia.
Banyak bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran

15

darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya.
Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas, debu,
asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama
antara lain:
o Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung,
zat beracun dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat
istirahat menghirup sekitar lima liter udara per menit yang
mengandung debu, asap, gas atau uap. Beberapa zat, seperti
fiber/serat, dapat langsung melukai paruparu. Lainnya diserap ke
dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain dari tubuh.
o Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika
makan makanan yang terkontaminasi, makan dengan tangan yang
terkontaminasi atau makan di lingkungan yang terkontaminasi. Zat di
udara juga dapat tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan
lendir dari mulut, hidung atau tenggorokan. Zat beracun mengikuti
rute yang sama sebagai makanan bergerak melalui usus menuju perut.
o Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranya
adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya
melalui tangan dan wajah. Kadang-kadang, zat-zat juga masuk
melalui luka dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis).
Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di
lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan
pengendalian lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar bahanbahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui nilai ambang

16

batas (NAB).

1.

Bahan kimia di tempat kerja


Bahan-bahan kimia digunakan untuk berbagai keperluan di

tempat kerja. Bahanbahan kimia tersebut dapat berupa suatu produk akhir
atau bagian bentuk bahan baku yang digunakan untuk membuat suatu
produk. Juga dapat digunakan sebagai pelumas, untuk pembersih, bahan
bakar untuk energi proses atau produk samping.
Banyak bahan kimia

yang digunakan di tempat kerja

mempengaruhi kesehatan kita dengan cara-cara yang tidak diketahui.


Dampak kesehatan dari beberapa bahan kimia bisa secara perlahan atau
mungkin membutuhkan waktu bertahuntahun untuk berkembang.
Apa yang perlu diketahui untuk mencegah atau mengurangi
bahaya faktor kimia?
o Kemampuan bahan kimia untuk menghasilkan dampak kesehatan
negatif (sifat beracun). Semua bahan kimia harus dianggap sebagai
sumber potensi bahaya sampai dampak bahan kimia tersebut
sepenuhnya diketahui.
o Wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini dapat membantu
untuk menentukan bagaimana mereka bisa kontak atau masuk ke
dalam tubuh dan bagaimana paparan dapat dikendalikan
o Bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia
misalnya dengan memasang peralatan pembuangan (exhaust) pada
sumber polutan, menggunakan rotasi pekerjaan untuk mempersingkat

17

pajanan pekerja terhadap bahaya.


o Jenis alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk melindungi
pekerja, seperti respirator dan sarung tangan.
o Bagaimana mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia yang
sesuai melalui lembar data keselamatan (LDK) dan label dan
bagaimana menginterpretasikan LDK dan label tersebut.
2.

Lembar Data Keselamatan dan Pelabelan Bahan Kimia


Pelabelan merupakan pemberian tanda berupa gambar/simbol,

huruf/tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk pernyataan lain yang


disertakan pada bahan berbahaya, dimasukkan ke dalam, ditempelkan,
atau merupakan bagian kemasan bahan berbahaya, sebagai keterangan
atau penjelasan yang berisi nama sediaan atau nama dagang, nama bahan
aktif, isi/berat netto, kalimat peringatan dan tanda atau simbol bahaya,
petunjuk pertolongan pertama pada kecelakaan.
Pelabelan bahan kimia merupakan salah satu cara penting untuk
mencegah penyalahgunaan atau penanganan yang dapat menyebabkan
cedera atau sakit. Dalam transportasi, bila kemungkinan terjadi
kecelakaan, maka sangat penting dalam keadaan darurat untuk
mengetahui risiko dari zat-zat tersebut. Sebagian besar negara memiliki
sistem pelabelan untuk menginformasikan isi yang ada di dalam
wadah/kontainer dan untuk memperingatkan bahaya. Untuk memastikan
bahwa peringatan dimengerti oleh lintas batas dan termasuk bahasanya,
PBB telah mengembangkan Sistem Harmonisasi Global (Globally
Harmonized System - GHS) tentang klasifikasi dan pelabelan bahaya

18

bahan kimia. Idenya adalah bahwa setiap negara akan mengadopsi rambu
yang sama, meskipun hal ini tidak wajib. Ini telah diadopsi di 67 negara
sejauh ini, termasuk negara-negara Uni Eropa, Cina, Amerika Serikat,
Kanada, Uruguay, Paraguay, Vietnam, Singapura, Nigeria, Ghana,
Federasi Rusia dan banyak lainnya.
Gambar 2.1 Contoh Label Bahan Kimia
Sedangkan lembar data keselamatan bahan adalah lembar

petunjuk yang berisi informasi tentang sifat fisika, kimia dari bahan
berbahaya, jenis bahaya yang dapat ditimbulkan, cara penanganan dan
tindakan khusus yang berhubungan dengan keadaan darurat dalam
penanganan bahan berbahaya.

2.2.3. Bahaya Faktor Biologi


Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya.
Seperti pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di
dalam perkantoran yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai
penyakit yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari pertanian,
misalnya tabakosis pada pekerja yang mengerjakan tembakau, bagasosis
pada pekerja - pekerja yang menghirup debu-debu organic misalnya pada
pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit paru oleh
19

jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu organik,


misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang aspergilus paru
pada pekerja gandum. Demikian juga grain asma sporotrichosis adalah
salah satu contoh penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur.
Penyakit jamur kuku sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya
lembab dan basah atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau
kaki di air seperti pencuci. Agak berbeda dari faktor-faktor penyebab
penyakit akibat kerja lainnya, faktor biologis dapat menular dari seorang
pekerja ke pekerja lainnya.
Usaha yang lain harus pula ditempuh cara pencegahan penyakit
menular, antara lain imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau suntikan,
mutlak dilakukan untuk pekerja-pekerja di Indonesia sebagai usaha
kesehatan biasa. Imunisasi tersebut berupa imunisasi dengan vaksin cacar
terhadap variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan para
tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula imunisasi terhadap TBC
dengan BCG yang diberikan kepada pekerja-pekerja dan keluarganya
yang reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi terhadap difteri,
tetanus, batuk rejan dari keluarga-keluarga pekerja sesuai dengan usaha
kesehatan anak-anak dan keluarganya, sedangkan di Negara yang maju
diberikan pula imunisasi dengan virus influenza.
2.2.4. Bahaya Faktor Ergonomi dan Pengaturan Kerja
Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan
produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung

20

berhubungan dgn disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat


memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan
kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin
pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan
dan risiko. Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus
diatur sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi
kesehatan. Tempat tempat duduk yang cukup dan sesuai harus
disediakan untuk pekerja-pekerja dan pekerjapekerja harus diberi
kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.
Prinsip ergonomi adalah mencocokan pekerjaan untuk pekerja.
Ini berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan
kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan
diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan workstation, peralatan
dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk
digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, karena
mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau menghilangkan potensi
bahaya.
Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan
yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain. Risiko potensi
bahaya ergonomi akan meningkat:
o Dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan tinggi.
o Dengan postur tidak netral atau canggung .

21

o Bila terdapat pendukung yang kurang sesuai.


o Bila kurang istirahat yang cukup.
Apa

yang

dapat

dilakukan

untuk

mencegah

atau

meminimalkan bahaya organisasi kerja dan ergonomis?


o Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran,
kursi / bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.
o Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu
pada posisi netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
o Jika

memungkinkan,

pertimbangkan

rotasi

pekerjaan

dan

memberikan istirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini


dapat mengurangi risiko kram berulang dan tingkat kecelakaan dan
kesalahan.

2.3 Fungsi Nilai Ambang Batas (NAB)


Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi
pemaparan terhadap bahan yang berbahaya di lingkungan kerja, teknik
pengendalian adalah untuk mencegah efek kesehatan yang merugikan di
kalangan para pekerja. Betapa kompleksnya bahan-bahan kimia yang
digunakan dalam proses produksi, maka deteksi yang cermat kaitannya
dengan kesehatan kerja secara periodik harus terukur. Betapa pentingnya nilai
ambang batas yang berfungsi sebagai patokan melindungi tenaga kerja
beraktivitas dan proteksi dalam lingkungan kerja. Nilai ambang batas bahan
setidaknya bisa dipakai standar apakah seseorang masih mampu secara tetap 8
jam perhari atau 40 jam setiap minggu, dengan persyaratan tidak

22

mengakibatkan gangguan kesehatan atau berpenyakit akibat kerja.


Mengetahui secara tepat nilai ambang batas sangat penting apakah
toksik berpengaruh terhadap daya kesehatan dana bereaksi secara faali oleh
bahan dengan kadar tertentu. Nilai Ambang Batas (NAB) atau Threshold
Limit Value (TLV) adalah kadar tertentu suatu bahan sehingga seseorang
masih sanggup menghadapinya secara kurun tertentu dengan tidak ada tanda
penyakit kronis.
Nilai ambang batas dapat dipakai pedoman untuk perencanaan
dinyatakan aman (no exposure level), disamping itu nilai ambang batas
sebagai standardisasi perbandingan. Terdapat ukuran yang lain yaitu kadar
tertinggi diperkenankan (KTD) atau maximum allowable concertration
(MAC) adalah dimensi di atas NAB kadar ini kadang-kadang dipergunakan
untuk kepentingan proses produksi tertentu.
Jenis gangguan kesehatan atau penyakit akibat hubungan kerja dari
bahan tertentu dengan gradasi KDT mengakibatkan penyakit akut.
Efek Akut
Perubahan Faali
Dosi
s

NAB
Perubahan Perilaku (efek kronis)
Biokimia tubuh
Beban faali
Gejala Tertentu

Mengingat

kepentingan

eksistensi

industri

gradasi

toksisitas

dibedakan : non toxic, low toxic, moderately toxic, highly toxic dan extremely

23

highly toxic.
Extremely highly toxic - (5)
Highly toxic (4)

Gra
de

Moderately toxic
Low toxic (2)
Non toxic (1)
Gejala Tertentu

Keterangan :
(1) -

Non Toxic

(2) -

Low Toxic, menimbulkan gangguan kesehatan dan gejala klinis,


menyebabkan penyakit kronis.

(3) -

Moderately toxic, mendapatkan perhatian khusus secara medis


menyebabkan teknis akut.

(4) -

Highly toxic, pemaparan tingkat membahayakan.

(5) -

Extremely high toxic, bisa mengakibatkan kematian.


Kemajuan industri banyak memakai bahan yang berisiko tinggi, yaitu

menggunakan bahan berbahaya beracun (B3) seperti alumunium, tembaga


serta udara di tempat kerja harus mendapatkan perhatian terus menerus secara
produk terukur nilai ambang batasnya.
Terdapat sepuluh kelompok besar polutan di udara yang terdaftar dan
terus diwaspadai.
1. Karbon oksida (CO dan CO2).
2. Nitrogen oksida (N2O, NO2, NO).
3. Sulfur oksida (SO2, SO3)

24

4. Hidrokarbon (CH4, C6H6, C4H10).


5. Oksida fotokimia (O3).
6. Kelompok partikulat (debu, minyak, partikel logam, asap, garam sulfat).
7. Senyawa organik (as bestos, hidrogen flourida, hidrogen sulfide, amonia, asam
sulfat, pestisida).
8. Substansi radioaktif (tritium, nuklir).\
9. Kebisingan.
10. Toksik metaloid.

2.4 Pencemaran Lingkungan Kerja


Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau di masuknya zat
omega atau komponen lain ke dalam suatu sistem kehidupan oleh kegiatan
manusia sehingga mempengaruhi kualitas tertentu sampai turun ke tingkat
lebih rendah dan mempengaruhi normalitas kehidupan.
Penurunan kualitas lingkungan hidup oleh perusakan dan tindakan
mengakibatkan lingkungan tidak berfungsi sebagaimana dikehendaki oleh
komunitas pada umumnya menerapkan normalitas lingkungan di perlukan
kriteria tertentu dalam menetapkan baku mutu lingkungan hidup yaitu
menstandarkan ukuran semua zat, bahan, omega, sebagai unsur pencemaran.
Kekuatan hukum tentang pengelolaan lingkungan hidup tertuang dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1997. untuk
menanggulangi masalah pencemaran lingkungan hidup diperlukan upaya
pelestarian daya dukung yang merupakan rangkuman untuk melindungi
terhadap setiap perubahan yang berdaya negatif keluarga bagi kesehatan

25

manusia.
Lebih spesifikasi pencemaran lingkungan untuk mengantisipasi
adanya pencemaran di tempat lingkungan kerja. Bentuk pencemaran tersebut
bisa mengganggu pola komunitas tenaga kerja sehingga bila pencemaran tidak
dikendalikan akan mengakibatkan gangguan kesehatan dan berakhir dengan
daya kerja tidak optimal.
Dalam industri pencemaran lebih banyak diakibatkan pemakaian
bahan-bahan kimia, dan limbah yang diakibatkan atau proses produksi
sehingga penanganan ditempuh melalui tiga langkah utama yaitu pengenalan
bahan pencemar, evaluasi tentang dampak yang ditimbulkannya dan
pengendalian lingkungan kerja dari berbagai resiko kerja, pengenalan bahanbahan pencemar meliputi karakter bahan yang dikemas dalam MSDS, evaluasi
dikembangkan pola analisis seberapa besar pengaruh terhadap kesehatan,
peranan nilai ambang batas menjadi kriteria penting dan diperhitungkan,
sehingga pemantauan biologic menjadi dasar evaluasi.
Pengendalian lingkungan

kerja dimaksudkan untuk mengurangi

pencemaran bahan-bahan yang digunakan, mengurangi pemaparan bahanbahan yang digunakan, mengurangi pemaparan besar ditempuh beberapa
udara segar dalam ruang kerja.
Pencemaran lingkungan kerja terutama melalui media udara diduga
dominan menggunakan kesehatan, terdapat beberapa kelompok polutan udara
antara lain karbon oksida (CO, CO2); Sulfur oksida (SO2, SO3) Nitrogen
oksida (No, NO2); Hidro karbon (CH4, C6H6), Pertikulat (Asap, debu, partikel
logam, minyak), senyawa organik (H 2, SO4, NH3, H2S), substansi radio aktif

26

dan kebisingan).
Semua kelompok polutan tersebut bila digunakan dalam aktifitas kerja
perlu diukur nilai ambang batasnya, polutan udara ini diserap melalui proses
pernapasan, organ tubuh yang terganggu adalah hidung, tenggorokan dan
paru-paru sangat fatal sekali bahwa gangguan paru-paru sudah mengarah pada
kanker paru akibat pemaparan polutan udara.
Masalah penerangan tempat kerja juga menjadi perhatian utama
terutama untuk menghindari kelelahan mata dan penurunan konsentrasi kerja,
karena itu ketajaman penglihatan harus diukur sesuai dengan kebutuhan
obyeknya kelelahan visual timbul sebagai akibat stress intensif pada fungsi
mata, ditandai dengan iritasi pada selaput lendir dan mata merah, penglihatan
menjadi rangkap disertai pusing, menurunnya ketajaman penglihatan.
Desain penempatan lampu penerangan harus disesuaikan dengan
lokasi kerja, untuk lokasi gudang sedikitnya kekuatan 50 lux, untuk
penerangan di lokasi pekerjaan logam, pelapisan perabot sedikitnya 200 lux,
untuk penerangan di lokasi pekerjaan dengan ketelitian sedikitnya 300 lux,
penerangan untuk pekerjaan dengan pengujian ketelitian sedikitnya 1000 lux.

2.5 Analisis Dampak Lingkungan Kerja


Pencemaran lingkungan adalah masuknya zat, energi kedalam
lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga tingkat tertentu
menyebabkan kondisi lingkungan hidup tidak dapat berfungsi baik
sebagaimana layaknya.
Zat dan energi yang masuk harus diukur batas kadarnya yang sering

27

disebut baku mutu lingkungan, karena itu setiap penyelenggara kegiatan di


industri sangat dipengaruhi sangat diharapkan terdapat badan uji karakter
material, dan aneka limbah di dalam industri kaitannya dengan dampak
terhadap kesehatan lingkungan kerja.
Dampak lingkungan berdimensi komplek bersifat lintas sektoral dan
kadang-kadang berdimensi waktu panjang, siklus perubahan lingkungan
diawali oleh aktifitas proses produksi atau aktivitas manusia, dengan berbagai
dampak pengembangan teknologi melahirkan akumulasi bahan pencemar dan
mempengaruhi kualitas lingkungan kerja, berikutnya dan mengganggu
kualitas kesehatan manusia.
Membangun industri adalah membangun kawasan lingkungan usaha
terutama di sektor produk setengah jadi atau barang siap pakai, kegiatan
industri yang berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan teknologi dengan
melibatkan komunitas manusia sebagai pelaku didalamnya. Pencemaran
lingkungan seharusnya diukur setiap perubahan yang dianggap peka seperti
komunitas gangguan kesehatan kronis seperti merosotnya kekebalan tubuh.
Fenomena diatas harus ditandai melalui pengendalian pencemaran melalui
berbagai strategi pencegahan lingkungan sehat dibedakan antara lingkungan
dampak tinggal keluarga (space for general line) dan lingkungan tempat
mencari nafkah (resources for live), keduanya harus memiliki ruang
kesehatan. Menurut definisi kesehatan dunia (WHO) kesehatan dialihkan sehat
fisik, sehat mental, sehat sosial dan sehat spiritual.
Dalam kegiatan manapun lingkungan diharapkan memberikan
dukungan

kesehatan

yang

proporsional

misalnya

kehidupan

makro,

28

lingkungan memberikan pengaruh kesehatan masyarakat, pada kehidupan


mikro lingkungan memberikan dukungan kesehatan keluarga dimana
bertempat tinggal, sedangkan kehidupan maso lingkungan kerja memberikan
pengaruh sehat untuk berkarya dan memiliki spirit kerja.
Pengaruh kesehatan akibat lingkungan (Environmental Agents) seperti
bahan-bahan pencemar harus diukur cermat tingkat toksiknya. Bahan-bahan
yang dianggap bahaya baik fisik atau kimia harus diketahui nilai ambang
batasnya sebenarnya besar pengaruh berperan dalam lingkungan kerja,
peraturan diagnosa patologik besar manfaatnya.
Pengendalian pencemaran terpadu (integrated pollution control
management) merupakan upaya meningkatkan kualitas lingkungan kerja agar
terpenuhi produktivitas kerja optimal.
Dalam pendekatan bahasa hipotetik ditanyakan semakin tinggi tingkat
kelayakan kerja berarti menekan serendah mungkin tingkat kecelakaan kerja,
berarti penyelenggaraan The world day for safety and health at work adalah
indikasi hubungan kerja dengan kesehatan kerja. Dengan demikian secara
konseptual maupun praktikal peranan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) adalah investasi yang sangat berharga dalam upaya
membangun kebiasaan kerja yang baik.
Meningkatnya perkembangan industri semakin kuat meningkatnya
pencemaran dan limbah industri perlu diantisipasi nilai ambang batas
pencemaran yang dilepas sebagai konsumsi komunitas pekerja.

2.6 Penilaian Risiko Bahaya Lingkungan Kerja

29

Terdapat 3 (tiga) sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan


penilaian risiko di tempat kerja yaitu untuk :
o mengetahui, memahami dan mengukur risiko yang terdapat di tempat
kerja;
o menilai dan menganalisa pengendalian yang telah dilakukan di tempat
kerja;
o melakukan penilaian finansial dan bahaya terhadap risiko yang ada.
o mengendalikan

risiko

dengan

memperhitungkan

semua

tindakan

penanggulangan yang telah diambil;


2.6.1. Elemen-elemen dalam penilaian risiko
Keparahan atau tingkat kemungkinan yang ditimbulkan dari
suatu potensi bahaya yang sudah dievaluasi sebelumnya, dapat
diperkirakan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

Sifat dari kondisi dan situasi apa yang akan dilindungi


o Manusia
o Property

(aset

perusahaan

seperti

mesin, pesawat,

bangunan, bahan dsb)


o Lingkungan

Pengaruhnya terhadap kesehatan manusia


o Ringan
o Berat/Serius
o Meninggal

Luasnya kemungkinan bahaya yang ditimbulkan

30

o Satu orang
o Beberapa orang
Probabilitas

atau

kemungkinan

timbulnya

risiko

dapat

diperkirakan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

Kemungkinan kekerapan atau lama pemaparan :


o Kondisi normal operasi
o Sifat pekerjaan : manual atau masinal
o Waktu yang dihabiskan untuk bekerja didaerah berbahaya
o Jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk suatu pekerjaan
o Frekuensi pemaparan

Kemungkinan waktu kejadian kecelakaan


o Reliabilitas dan data statistik lainnya
o Data historis kecelakaan
o Data penyakit akibat kerja
o Komposisi risiko

Kemungkinan menghindarkan dan membatasi bahaya :


o Siapa yang mengoperasian peralatan/mesin :
Skill (terampil)
Unskill (tidak terampil)
Tidak berawak (unmanned)
o Pemahaman dan kesadaran terhadap risiko :
Melalui informasi yang bersifat umum
Melalui pengamatan langsung
31

Melalui tanda peringatan


Melalui indikator peralatan
o Faktor manusia untuk menghindarkan dan membatasi risiko :
Mungkin
Mungkin dibawah kondisi tertentu
Tidak mungkin
o Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
2.6.2. Langkah-Langkah Penilaian Risiko :
Penilaian risiko di tempat kerja dilakukan dengan mengikuti
5 (lima) langkah sistimatis sebagai berikut :
o Mengidentifikasi dan mencari potensi bahaya yang terdapat di
tempat kerja.
o Menetapkan akibat yang ditimbulkan oleh potensi bahaya
tersebut dan
o bagaimana kemungkinan kejadiaannya.
o Melakukan evaluasi terhadap risiko dan menetapkan apakah
persyaratan pencegahan yang ada sudah layak atau masih
diperlukan tambahan persyaratan pengendalian lain.
o Mencatat semua temuan.
o Mengkaji hasil penilaian dan melakukan revisi apabila
diperlukan.
Dalam menentukan suatu risiko apakah dapat diterima atau tidak
akan tergantung kepada penilaian/pertimbangan dari suatu organisasi

32

berdasarkan tindakan pengendalian yang telah ada meliputi :


o Sumber daya (finansial, sumber daya manusia, fasilitas, dll)
o Regulasi atau standard yang berlaku
o Rencana keadaan darurat
o Catatan atau data kecelakaan terdahulu, dll
Dengan catatan bahwa walaupun suatu risiko masih dapat
diterima namun tetap harus dipantau/dimonitor secara terus menerus.
Risiko

dianalisa

dengan

menggabungkan

penilaian

atas

kemungkinan dan konsekuensi.


Tipe analisis terhadap risiko, bisa dilakukan melalui analisa
kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif maupun gabungan dari hal tersebut.
o Kualitatif
Metode ini menganalisa dan menilai suatu risiko dengan cara
membandingkan terhadap suatu diskripsi/uraian dari parameter
(peluang dan akibat) yang digunakan. Umumnya dipakai metode
matriks.
o Semi kualitatif
Metode

ini

pada

prinsipnya

hampir

sama

dengan

analisa

kualitatif, perbedaannya pada metode ini uraian/deskripsi dari


parameter yang ada dinyatakan dengan nilai/skore tertentu.
o Kuantitatif
Metode ini dilakukan dengan menentukan nilai dari masing-masing
parameter yang didapat dari hasil analisa data-data yang representatif
Analisa terhadap nilai peluang atau akibat dilakukan dengan

33

beberapa metode seperti : analisa statistik, model komputer, simulasi,


fault tree analysis, dll.

2.6.3. Pengendalian Risiko Bahaya Lingkungan Kerja


Pengendalian risiko dapat dilakukan melalui tahapan-tahapan
sebagai berikut
Identifikasi beberapa pilihan pengendalian yaitu :
Penurunan Risiko (risk reduction)
Pada prinsipnya dibagi menjadi 2 yaitu :
o Penurunan Likely Hood (Probabilitas)
o Penurunan Konsekuensi
Dengan menggunakan cara yang biasa dinamakan tehnik
segregasi yang terbagi dalam
o Duplikasi : ada cadangan, menurunkan konsekuensi
o Separasi : jangan pernah mengumpulkan suatu benda yang
potensial terjadi kebakaran, menurunkan konsekuensi
Untuk menurunkan Probabilitas dapat dilakukan dengan
beberapa cara sebagai berikut :
o Dengan mengadakan training
o Menggunakan prosedur yang benar terhadap sistem kerja.
o Pengaturan work design.
o Pemeliharaan peralatan/ instalasi.
o Kerapian dan kebersihan lingkungan kerja
34

o Monitoring lingkungan kerja secara rutin

Melakukan transfer terhadap risiko (Transferred Risk)


Semua pekerja/jiwa maupun aset/harta semua ditransfer
dengan melakukan asuransi kepada perusahaan asuransi yang
dapat dipertanggungjawabkan.

Risiko dihindari (Avoidance Risk)


o Penghindaran dari risiko yang ada dengan rotasi pekerjaan
o Penggantian material yang ada

Menerima risiko (acceptable risk)


Risiko dapat diterima apabila berdasarkan penilaian tidak akan
memberikan dampak.

Evaluasi dari option-option pengendali yang didasarkan pada biaya,


resources (internal) yang dimiliki dan faktor eksternal misalnya
pertimbangan politik, ekonomi dan sosial.

Menetapkan pilihan option pengendalian yang akan digunakan.

Persiapan dan perencanaan option pengendalian

Pelaksanaan pengendalian.

Evaluasi tingkat risiko setelah pengendalian

Bila

sisa

risiko

masih

tinggi

dilakukan

lagi

tindakan

pengendalian yang tahapannya sama (retain)


Pengendalian dapat dilakukan dengan hirarki pengendalian risiko sebagai
berikut:

35

1. Eliminasi
Menghilangkan suatu bahan/tahapan proses berbahaya
2. Substitusi
a. Mengganti bahan bentuk serbuk dengan bentuk pasta
b. Proses menyapu diganti dengan vakum
c. Bahan solvent diganti dengan bahan deterjen
d. Proses pengecatan spray diganti dengan pencelupan
3. Rekayasa Teknik
a. Pemasangan alat pelindung mesin (mechin guarding)
b. Pemasangan general dan local ventilation
c. Pemasangan alat sensor otomatis
4. Pengendalian Administratif
a. Pemisahan lokasi
b. Pergantian shift kerja
c. Pembentukan sistem kerja
d. Pelatihan karyawan
5.

Alat Pelindung Diri.

36

BAB III
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

3.1. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


3.1.1. Identitas Perusahaan
Nama Perusahaan

PT AST Indonesia

Jenis Perusahaan

Musical Instrument
dan Wooden Building Material

Alamat

KITW Tecnopark Blok A no.1


Jl. Raya Semarang-Kendal Km. 12
Semarang, Indonesia

Jumlah Tenaga Kerja

Bagian Yang Diperiksa :

1800 orang
1. Bagian Produksi
2. Bagian Gudang
3. Klinik Kesehatan

Tanggal Kunjungan

22 Mei 2015

3.2. Identifikasi Risiko Bahaya Di Lingkungan Kerja dan Pengendalian


Bahaya Lingkungan kerja
3.2.1. Faktor Fisik
Identifikasi bahaya terhadap liongkungan kerja salah

37

satunya yaitu faktor fisik


No
1

Faktor Fisik
Kebisingan

Keterangan
Tingkat Kebisingan di lingkungan kerja PT AST
Indonesia berkisar antara 70 dB 120 dB yaitu

Iklim Kerja dan ventilasi

tingkat kebisingan yang cukup tinggi.


Iklim Kerja dalam PT AST Indonesia kurang dan
ventilasi dalam lingkungan kerja terutama pada
bagian produksi dan bagian sanding kurang
sehingga suhu dalam ruang lingkungan relatif

3
4

Penerangan
Radiasi

tinggi.
Terdapat alat pemantau suhu dan kelembapan
Penerangan dalam Lingkungan Kerja cukup.
Terdapat alat yang memancarkan radiasi ionizing
tetapi tidak secara langsung menimbulkan bahaya

Getaran

bagi pekerja.
Tidak terdapat alat pelindung diri pada para tenaga

kerja yang bekerja dibagian tersebut.


Terdapat Getaran pada bagian sanding atau
pengamplasan.

1. Kebisingan
Tingkat kebisingan pada bagian produksi cukup tinggi
walaupun sudah dilakukan penilaian resiko terhadap mesinmesin yang beroperasi. Batas nilai kebisingan normal yaitu 85
dB untuk pekerja yang bekerja 8 jam sehari. Tingkat kebisingan
pada PT AST Indonesia yaitu berkisar antara 70 120 dB
terutama pada bagian produksi yaitu cutting atau pemotongan
bahan dan bagian sanding top cut. Hal tersebut dapat

38

menimbulkan bahaya berupa gangguan pendengaran pada


tenaga kerja.
Pengendalian resiko bahaya yang dilakukan oleh PT AST
Indonesia yaitu berupa penggunaan alat pelindung diri berupa
penggunaan ear plug. Seharusnya pengendalian tidak hanya
dilakukan dengan penggunaan (APD) saja, namun harus
dilakukan pengendalian secara tehnik dan administrative.
Misalnya dengan mengatur posisi dan lokasi.
2. Iklim kerja dan ventilasi
Ventilasi pada lingkungan kerja PT AST Indonesia dirasa
kurang sehingga menyebabkan suhu ruangan menjadi panas.
Hal tersebut dapat menyebabkan dehidrasi pada tenaga kerja.
Hal ini dapat diatasi dengan penyediaan air minum di dekat
tempat kerja. Selain itu ventilasi yang kurang dapat diberikan
ventilasi tambahan seperti van dan kipas angin pada ruang
produksi.
3. Penerangan
Penerangan pada PT AST sudah cukup dan terdapat penerangan
secara local pada bagian kerja tertentu.
4. Radiasi
Terdapat alat yang memancarkan radiasi ionizing tetapi tidak
secara langsung menimbulkan bahaya bagi pekerja. Seharusnya
para tenaga kerja diberikan alat pelindung diri dari sinar radiasi.
5. Getaran
Terdapat faktor fisik Getaran pada daerah lokal yaitu tangan
terutama

pada

bagian

sanding

atau

pengamplasan.

Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu diberikannya waktu


istirahat di sela sela kerja untuk merefleksikan tangan.
6. Debu

39

Terdapat debu sisa pengamplasan pada bagian sanding.


Seharusnya para memakai masker yang sesuai dan kaca mata
yang sesuai.
3.2.2. Ergonomi
1. Penataan tempat kerja sudah sesuai jenis pekerjaan.
2. Luas ruang kerja dan lebar jalan pada bagian tertentu kurang
memadai.
3. Tempat kerja dapat digunakan untuk semua orang dengan
berbagai ukuran.
4. Cara mengangkat, mengangkut dan mendorong sudah sesuai
karena sebagian besar bahan yang di buat produksi sudah
menggunakan mesin atau alat bantu mekanik yang memadai.
.

3.2.3. Faktor Higiene Perusahaan


Kantin

Ada

Bersih, terpisah dari

Air Minum
Tempat cuci tangan
Toilet
Loker

Ada
Ada
Ada
Ada

tempat kerja
Mudah dijangkau
Tidak setiap bagian ada
Jumlah memadai
Hampir di setiap bagian

Ada

ada
Hampir di setiap bagian

Tempat sampah

ada.
Di PT. AST, penyediaan makan untuk tenaga kerja dilakukan dengan
sistem catering. Catering yang dipilih adalah catering berizin, yaitu prima dan
yukama. Selain itu, PT. AST juga memiliki kantin yang diselenggarakan oleh
koperasi karyawan dan disediakan untuk karyawan maupun umum. Menu
40

makanan setiap karyawan sama baik dari segi jumlah dan porsi. Pengaturan kalori
serta nutrisi untuk makanan dilakukan oleh perusahaan, terutama dokter
perusahaan, dengan mengajukan kebutuhan kalori untuk pekerjaan sedang. Tetapi
untuk pemilihan menu dilakukan oleh pihak catering.
Kantinuntuk karyawan dan umum. Tidak dilakukan standarisasi gizi,
dikarenakan sifatnya komersil. Pihak perusahaan hanya mengatur higiene kantin.
Di beberapa bagian, karyawan juga diberikan susu sebagai tambahan.
Secara umum, perhatian perusahaan terhadap gizi cukup baik, tetapi masih kurang
dalam hal kualitas, terutama penyediaan lauk pauk.
Air minum untuk karyawan tersedia di hampir setiap bagian. Setiap
karyawan membawa tempat minum dan lokasi tempar minum dalam jangkauan.
Tidak setiap bagian memiliki tempat cuci tangan, namun tempat cuci
tangan hampir selalu ada di setiap toilet.
Jumlah toilet memadai, 1 toilet untuk 18 pekerja.
Secara umum higiene perusahaan baik.

3.2.4. Ketatarumahtanggaan dan Managemen Limbah


1. Tempat penyimpanan dan rak tertata cukup rapi, tempat sampah
tersedia memadai di lingkungan kerja
2. Kerapian dan kebersihan lingkungan kerja terpelihara dengan
baik, terdapat tenaga cleaning service yang aktif membersihkan
sisa-sisa proses produksi
3. Managemen pengelolaan limbah cukup baik, terdapat 4 jenis
limbah yang dihasilkan dari proses produksi: limbah B3,
sampah umum, sampah infeksius, dan sisa oli. Pengelolaan

41

limbah berkerja sama dengan beberapa pihak luar untuk


masing-masing jenis limbah. Pembuangan limbah dilakukan
secara rutin tiap bulan.
Pembahasan : Pengelolaan limbah di PT AST Indonesia telah
dilakukan dengan baik.
3.2.5. Kimia
1. Bahan kimia digunakan di bagian produksi dan di bagian
laboratorium
2. Bahan kimia disimpan di ruang penyimpanan dalam wadah
yang sesuai dengan jenis bahan kimia
3. Terdapat lemari asam
4. Belum ada absorben atau bahan penetral lain untuk
membersihkan tumpahan bahan kimia
Risiko tumpahan bahan kimia dapat dikendalikan dengan
menyediakan absorben atau bahan penetral yang sesuai dengan
jenis bahan kimia di lokasi laboratorium, dan ruang penyimpanan.

42

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Identifikasi resiko bahaya yang ada di PT AST Indonesia telah
dilaksanakan dengan mengambil beberapa faktor, yakni
o Faktor Fisik
o Faktor Fisiologi (Ergonomi)
o Faktor Higiene Perusahaan
o Ketatarumahtanggaan dan Managemen Limbah
o Faktor Kimia
Sebagian besar lokasi PT AST Indonesia dirasakan resiko bahaya
sudah cukup di minimalisir oleh tim K3 PT AST Indonesia. Namun di
beberapa lokasi masih di temukan adanya kemungkinan resiko bahaya yang
mengancam tenaga kerja.
Resiko bahaya paling banyak di rasakan adalah dari faktor fisik,
berupa kebisingan, iklim kerja dan getaran. Mengingat PT AST Indonesia
adalah perusahaan yang mayoritas aktivitasnya menggunakan mesin dengan
ukuran cukup besar.

43

Cara pengendalian bahaya lingkungan kerja di PT AST Indonesia.


Mayoritas adalah dengan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri). Namun
pada kunjungan kali ini masih ditemukan tingkat kepatuhan penggunaan APD
masih kurang. Hal ini dapat di maklumi, karena penggunaan APD biasanya
kurang nyaman di gunakan dalam jangka waktu lama.

4.2. Saran
o Bagi perusahaan
Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk eliminasi resiko bahaya
yang ada hendaknya menjadi pilihan terakhir. Karena untuk
mengurangi resiko bahaya di perusahaan dapat menggunakan tehnik
subtitusi ataupun eliminasi dari resiko bahaya tersebut.
o Bagi penulis
Pada kesempatan lain penilaian faktor bahaya dapat dilakukan lebih
lengkap, rinci dan akurat dengan bantuan ceklist.
o Bagi dinas terkait
Melakukan pemantauan berkala dan memberikan masukan agar PT
AST Indonesia menjadi lebih baik, serta karyawan yang bekerja dapat
melaksanakan tugasnya dengan aman.

44

DAFTAR PUSTAKA

1. American conference of governmental hygienist (1993). Threshold Limit


Value and Biological Exposure Indices for 1993-1994. Cincinnati, Ohio.
2. Fuad Amsyari (1996). Membangun Lingkungan Sehat. Airlangga
University Press.
3. Kuntodi.(2009) . Audit hiperkes dan keselamatan kerja. Balai pelatihan
dan pengujian keselamatan kerja dan hiperkes.
4. Haryoto Kusnoputranto (1995). Toksikologi Lingkungan. Universitas
Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat .
5. Haryuti

dan Siswanto (1990).

Kebisingan.

Balai Hiperkes

dan

Keselamatan Kerja Jawa Timur. Departemen Tenaga Kerja.


6. International Labor Organization.(2013) Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di Tempat Kerja Modul Lima. Jakarta : ILO.
7. Lembaga

Informasi

dan

Publikasi

Indonesia

(1995).

Petunjuk

Pelaksanaan Peraturan dan Perundangan di Bidang Ketenagakerjaan,


Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
8. Nico. S. Kalangie (1994). Kebudayaan dan Kesehatan. Pengembangan

45

Pelayanan

Kesehatan

Primer

melalui

Pendekatan

Sosial

Budaya.Universitas Indonesia.
9. Purdon, P.W (1980). Environmental Health. New York. Academic Press.
10. Profil PT AST Indonesia.
11. WHO. Occupational health. Diperoleh dari
http://www.who.int/occupational_health/public.
LAMPIRAN

46

Anda mungkin juga menyukai