Anda di halaman 1dari 21

1.

Pengantar Higiene
Industri
RATIH FATIMAH, SKM.,MKM.
Pengertian Higiene Industri
Industrial hygiene is that science and art devoted to the anticipation, recognition, evaluation,
and control of those environmental factors or stresses arising in or from the workplace that may
cause sickness, impaired health and well-being, or significant discomfort among workers or
among the citizens of the community.

Higiene Industri menurut Soeripto (2008) adalah ilmu dan seni yang mampu mengantisipasi,
mengenal, mengevaluasi dan mengendalikan faktor bahaya yang timbul di lingkungan kerja dan
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan dan
ketidakefisienan kepada masyarakat yang berada di lingkungan kerja tersebut maupun kepada
masyarakat yang berada di luar industri.
Industriah Hygienist  Ahli K3 yang fokus untuk mengontrol permasalahan lingkungan atau
bahaya kesehatan kerja yang ditimbulkan saat bekerja
Sejarah
• Pada mulanya, higiene industri berkembang dari kesadaran bahwa bekerja dapat menimbulkan
gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja yang memerlukan upaya pencegahan.
• Pada jaman prasejarah, orang Mesir telah mengenal manfaat cadar bagi perlindungan respirasi
saat menambang cinabar (red mercury oxide) dan di Arabia ada catatan tentang efek sinar
matahari pada pekerja di tambang raja Solomon.
• Pada abad pertengahan sebelum abad ke-19, Georgius Agricola (1494-1555) dari Bohemia
menemukan pekerja tambang dengan gejala silikosis. Untuk mencegah penyakit tersebut, Dia
menganjurkan tentang pentingnya kebersihan udara di lingkungan kerja, dan menulis buku Of
Things Metallic; Theophrastus Bombastus van Hohenheim Paracelsus (1493-1541) dari Austria,
menyadari hubungan dosis-respons antara kejadian penyakit pada pekerja pengecoran logam
dan beratnya penyakit. Hal tersebut telah menjadi dasar perkembangan disiplin ilmu toksikologi.
Sejarah
•Bernardino Ramazini (1633-1714), seorang professor di Modena, menulis buku yang berjudul A Diatribe
on Diseases of Workers yang membahas penyakit yang terdapat di kalangan pekerja.Kepada para dokter ia
menekankan agar selalu bertanya kepada pasien tentang pekerjaan mereka. Dia dikenal sebagai ‘Bapak
Kesehatan Kerja’ karena prestasi dan jasanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan kesehatan kerja.
Pada jaman revolusi industri, Percivall Pott (1766) menyatakan penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan, yaitu kanker skrotum yang banyak ditemukan pada pembersih cerobong asap batubara.
Sekarang diketahui bahwa penyebabnya adalah senyawa PAHs/polinuklear aromatik hidrokarbon yang
terdapat dalam jelaga cerobong.
•Pada tahun 1914, US Public Health Service didirikan oleh Kantor Higiene Industri dan Sanitasi. Organisasi
ini kelak akan mengganti namanya di tahun 1971 menjadi National Institute for Occupational Safety and
Health (NIOSH). Pada tahun 1950, International Labor Organization dan World Health Organization
menetapkan definisi tentang kesehatan kerja. Pada tahun 1970, Undang-undang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Amerika Serikat terbentuk yang menjadi landasan bagi terbentuknya Occupational
Safety and Health Administration (OSHA) yang regulasinya banyak diambil sebagai contoh oleh negara-
negara lain.
Tujuan
•Tujuan higiene industri perusahaan dalam kesehatan kerja adalah sebagai alat untuk mencapai
derajat kesehatan tenaga kerja seoptimal mungkin (dalam hal tertentu mungkin setinggi-tingginya,
seandainya kondidi yang diperlukan cukup memadai), pada pekerja atau buruh petani, nelayan,
pegawai negeri, pengusaha, manager atau pekerja bebas di semua sektor kegiatan ekonomi dan non-
ekonomi formal, informal serta non-formal dengan demikian dimaksudkan untuk tujuan
menyejahterakan tenaga kerja dalam meningkatkan produktivitas, yang berdasarkan kepada perbaikan
daya kerja dan produktivitas faktor manusia dalam produksi (Suma’mur, 2009 :4).
•Dalam situs ILOCIS (ILO encyclopedia & CISILO database), tujuan higiene industri tercantum sebagai:
“The goals of occupational hygiene include the protection and promotion of workers’ health, the
protection of the environment and contribution to a safe and sustainable development.”
•Tujuan dari higiene okupasi (nama lain higiene industri) termasuk perlindungan dan promosi dari
kesehatan pekerja, perlundungan lingkungan dan kontribusi kepada perkembangan yang selamat
dan bertahan lama.
Tanggung jawab Ahli Higiene Industri
Memastikan bahwa peraturan dan prosedur K3 dilaksanakan ditempat kerja
Melaksanakan inspeksi untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan kondisi yang dapat
menyebabkan kesakitan pada pekerja
Mengukur dan mengambil sampel bahan kimia berbahaya dan faktor risiko di tempat kerja
Merekomendasikan untuk emnjamin lingkungan kerja yang aman dan sehat
Kegiatan Higiene Industri
1. Pengenalan lingkungan kerja
2. Evaluasi lingkungan kerja
3. Pengendalian lingkungan kerja
Ruang Lingkup
A  Antisipasi
R  Rekognisi
E  Evaluasi
P  Pengendalian
Antisipasi
Antisipasi  kegiatan memprediksi potensi bahaya yang ada di tempat kerja.
Tujuan  mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi bahaya dan
risiko yang nyata, mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan atau
suatu area dimasuki, meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses
dijalankan atau suatu area dimasuki.
Kunci dalam tahapan antisipasi adalah informasi.
Contoh informasi yang diperlukan antara lain adalah karakteristik bangunan tempat kerja, mesin
yang digunakan, proses kerja, bahan baku, alat yang dipakai, cara kerja yang dilakukan, atau
jumlah dan karakteristik pekerja. Fokus dari semua informasi ini adalah diketahuinya potensi
bahaya serta risiko baik untuk kesehatan ataupun keselamatan kerja.
Antisipasi
Tahapan melakukan antisipasi :
1. pengumpulan informasi melalui studi literatur, penelitian terkait, dokumen perusahaan,
survey lapangan, legislasi yang berlaku, ataupun pengalaman-pengalaman pda masa lalu.
2. Analisis dan diskusi dengan pihak yang terkait yang berkompeten.
3. Pembuatan hasil dari antisipasi.
Hasil dari tahap antisipasi merupakan daftar potensi bahaya dan risiko. Daftar tersebut dapat
dikelompokkan berdasarkan lokasi atau unit, kelompok pekerja, jenis potensi bahaya ataupun
tahapan proses produksi.
Rekognisi
Rekognisi  serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu bahaya lebih detil dan lebih
komprehensif dengan menggunakan suatu metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu
hasil yang objektif dan bisa dipertanggungjawabkan.
Pada tahap rekognisi, kita biasanya melakukan pengukuran untuk mendapatkan informasi
tentang konsentrasi, dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur serta sifat.
Tujuan  mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek, severity,
pola pajanan, besaran, dan lain-lain), mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko, 
mengetahui proses kerja yang berisiko, dan mengetahui pekerja yang berisiko. Apabila di
tahapan antisipasi kita hanya memprediksi bahaya maka di tahap rekognisi ini kita sudah
harus mengetahui detail terkait dengan bahaya serta risiko yang ada.
Rekognisi
Metode yang dapat dilaksanakan dalam tahapan rekognisi adalah:
1. Menyelidiki laporan kecelakaan
2. Melakukan pemeriksaan fisik tentang kondisi kesehatan pekerja
3. Memberikan kesempatan kepada pekerja untuk memberi tahu manajemen ketika ada bahaya
4. Inspeksi baik inspeksi rutin alat, inspeksi harian di tempat kerja, inspeksi manajemen, inspeksi
P2K3, dan inspeksi yang lain
5. Studi literatur dan diskusi dengan profesional yang lain
6. Pengukuran dengan alat dan laboratorium
7. Preliminary hazard analysis untuk sistem oprasi baru
8. Job Safety Analysis
Evaluasi
Evaluasi  proses pengambilan keputusan yang melibatkan penilaian bahaya kepada pekerja
dari pajanan terhadap zat kimia, bahaya fisik dan agen biologis.
Tindakan yang diambil untuk melindungi pekerja berdasarkan kombinasi dari observasi,
interview dan pengukuran dari energi atau kontaminan udara yang muncul dari proses atau
operasi kerja serta efektifitas dari tindakan pengendalian yang dipakai.
Kebutuhan untuk mengevaluasi bahaya didorong dari pengetahuan bahwa zat kimia, agen
biologis, dan elemen fisika dapat menyebabkan luka, penyakit serta kematian dini pada kalangan
pekerja yang terpajan.
Evaluasi dari bahaya, asal bahaya dan pencegahan dari penyakit dan kematian didasari oleh beberapa faktor:
1. Toksisitas yaitu kapasitas inheren dari sebuah zat yang dapat mengakibatkan rasa sakit, asal dari rasa sakit, dan mempengaruhi target organ.
2. Level pajanan atau dosis yaitu jumlah yang diserap oleh pekerja melalui semua rute pajanan selama pekerjaan
3. Analisa proses atau operasi yaitu perhatian terhadap operasi termasuk perubahan dari bahan mentah menjadi energi yang mungkin
menghasilkan pelepasan zat kimia atau energi yang dapat menimbulkan kerugian bagi pekerja.
4. Kecelakaan, tumpahan dan aktivitas pemeliharaan : pengetahuan tentang kecelakaan akut, kejadian yang jarang, kebocoran atau kejadian
lain yang mungkin terlewat dalam evaluasi rutin
5. Epidemiologi dan penilaiuan risiko: review literatur dari riset berdasarkan populasi serta kasus yang dapat menyediakan informasi terkait
dengan efek kesehatan buruk yang tidak diperhatikan dalam kelompok yang lebih kecil
6. Wawancara : informasi yang disediakan oleh pekerja terkait dengan gejala kesehatan, tugas dan perubahan dalam kondisi yang dapat
menyediakan detail penting terkait analisa proses, dampak kesehatan dan stressor lain seperti zat kimia, fisik, ergonomik atau biologis.
7. Distribusi risiko yang tidak sama: perhatian terkait dengan beberapa populasi dari pekerja yang mungkin memiliki risiko lebih tinggi
daripada yang lain. Misalnya pekerja yang lebih tua atau remaja memiliki risiko yang lebih tinggi daripada yang lain.
8. Variabilitas dari respons:  hal ini terkait dengan bagaimana seorang individu berbeda dalam kerentanan karena memiliki faktor yang
berbeda seperti umur, ukuran, rasio pernafasan dan status kesehatan umum.
Pengendalian
Tujuan  untuk memastikan bahwa pekerja yang terpapar stress dari zat kimia berbahaya dan
agen fisika tidak menjadi ppekerja dengan penyakit akibat kerja. Jumlah yang perlu diukur
adalah konsentrasi atau intensitas dari bahaya umum serta durasi dari pajanan.
Prinsip Pengendalian
1. Semua bahaya dapat dikendalikan
2. Biasanya terdapat banyak pilihan metode untuk mengendalikan bahaya
3. Beberapa metode lebih baik dari yang lain
4. Beberapa situasi membutuhkan lebih dari 1 metode pengendalian untuk menjamin hasil
yang optimum.
Metode Pengendalian
Metode pengendalian bahaya dapat mengambil prinsip dalam hierarki pengendalian bahaya:
Rekayasa teknik: Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada faktor lingkungan
kerja selain pekerja
Pengendalian administrative: Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi
pekerja dengan lingkungan kerja
Alat Pelindung Diri: Pengendalian bahaya dengan cara memberikan alat perlindungan yang
digunakan oleh pekerja pada saat bekerja
Program HI
Pengukuran kondisi lingkungan kerja yang dapat meliputi : kebisingan, getaran, industrial air
quality, medan listrik dan lain-lain baik secara periodik ataupun ketika operasional sehari-hari
Komunikasi bahaya lingkungan kerja kepada pekerja yang dapat dilakukan melalui: pemasangan
rambu-rambu, sosialisasi kepada pekerja, safety talk, rapat k3 dan lain-lain
Pengembangan keterlibatan pekerja tentang kondisi lingkungan kerja yang dianggap tidak aman
atau tidak sehat agar bisa dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh tim HSE atau ahli higiene
industri
Pelaksanaan pengendalian bahaya-bahaya yang telah diidentifikasi sebelumnya, misalnya:
memasang peredam kebesingan, pemberian cushion untuk mengurangi getaran, pemilihan alat
pelindung diri yang tepat, dan lain-lain
Evaluasi hasil medical check up dan membandingkan terhadap hasil-hasil pengukuran higiene
industri
Komponen Kunci HI
Menurut Erica Hersh dari Sekolah Kesehatan Masyarakat Universitas Harvard :
Ergonomik : mencakup pengurangan stres dan mengeliminasi luka yang diakibatkan oleh postur yang buruk, penggunaan
otot berlebih, dan tugas yang berulang. Ergonomik berfungsi untuk membuat “fit” pekerjaan kepada pekerja
Kebisingan : kebisingan jangka panjang, baik dikehendaki atau tidak, dapat membuat kehilangan pendengaran bagi
pekerja.
Indoor air quality: Indoor air quality merupakan aspek kualitas udara dalam ruangan yang dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti dari operasi mesin, polusi jalan tol, debu dari proses mekanik dan gas. Higiene industri berkewajiban untuk
setidaknya dapat mengurangi bahaya indoor air quality hingga sampat tingkat yang aman
Chemical reaction : Bahaya kimia dapat berasal dari berbagai macam bentuk seperti cairan hingga asap debu, dan dapat
diserap, dihirup atau ditelan oleh pekerja.
Radiasi : Ada 2 tipe dari radiasi yang radiasi pengion dan radiasi non pengion. Masing-masing jenis radiasi memiliki sumber
dan pengendalian yang berbeda
Bahaya biologi : Organisme hidup seperti jamur, virus dan bakteria dapat masuk ke dalam tubuh dan mengakibatkan
infeksi akut dan kronis.
Standar HI
Setelah melakukan pengukuran higiene industri, kita akan mendapatkan hasil. Untuk
menentukan apakah hasil tersebut berbahaya atau tidak, kita harus membandingkannya dengan
standar pengukuran higiene industri atau biasa disebut sebagai “nilai ambang batas”. Standar
tersebut bisa menggunakan standar dari luar seperti TLV ACGIH atau menggunakan regulasi
Indonesia yang terdapat dalam Permenaker 5 Tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai