Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

2.1.1 Kesehatan Kerja

Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja

dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan

dirinya sendiri maupun masayarakat sekelilingnya (UU RI Nomor 23 Tahun 1992).

Menurut WHO/ILO (1995), kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan

pemeliharaan derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja

di semua jenis pekerjaan, pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan

oleh kondisi pekerjaan; perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat

faktor yang merugikan kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu

lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya.

Secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia

kepada pekerjaan atau jabatannya (Kepmenkes RI No. 432 Tahun 2007). Pengelola tempat

kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan,

peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja (UU RI Nomor 36 Tahun 2009).

2.1.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan

meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan

penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan,

dan rehabilitasi (Kepmenkes RI No. 432 Tahun 2007). Setiap pekerja mempunyai hak untuk

memperoleh perlindungan atas K3; guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal (UU

RI Nomor 13 Tahun 2003). Ada beberapa alasan pentingnya memperhatikan masalah

kesehatan dan keselamatan kerja, yaitu (Sarina, 2011) :


1. Kemanusiaan. Menurut Ridley (1986) bahwa dengan membiarkan terjadinya

kecelakaan kerja, tanpa berusaha melakukan sesuatu untuk memperbaiki keadaan

merupakan suatu tindakan yang tidak manusiawi. Hal ini dikarenakan kecelakaan

kerja yang terjadi tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi korbannya, misalnya

kematian, luka/cedera berat maupun ringan, tetapi juga mengakibatkan penderitaan

bagi keluarga korban jika korban meninggal atau cacat. Oleh karena itu, perusahaan

mempunyai kewajiban untuk melindungi pekerjanya dengan cara menyediakan

lapangan kerja yang aman,serta jaminan kesehatan bagi karyawannya.

2. Ekonomi. Menurut Suma’mur (1989) bahwa adanya kecelakaan kerja akan

menimbulkan kerugian ekonomi seperti kerusakan mesin, peralatan. material, biaya

pengobatan, biaya santunan kecelakaan, dan sebagainya.

3. Nama baik rumah sakit dapat memengaruhi kemampuannya dalam bersaing dengan

rumah sakit lain. Menurut Barrie dan Paulson (1984) menyatakan bahwa perusahaan

yang mempunyai reputasi atau nama baik, akan dapat memberikan keuntungan baik

langsung maupun tidak langsung bagi perusahaan tersebut.

4. Unang-undang dan peraturan yang ada serta akan dikenai sanksi apabila tidak

menjalankan program keselamatan kerja.

2.2 Standar Keselamat dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

2.2.1 Prinsip K3RS

Agar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dapat

dipahami secara utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang saling

berinteraksi, yaitu (Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010):


1. Kapasitas kerja adalah status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta

kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya

dengan baik. Contoh: bila seorang pekerja kekurangan zat besi yang menyebabkan

anemia, maka kapasitas kerja akan menurun karena pengaruh kondisi fisik lemah dan

lemas

2. Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung oleh pekerja dalam

melaksanakan tugasnya. Contoh: pekerja yang bekerja melebihi waktu kerja

maksimum dan lain-lain.

3. Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja. Contoh: Seorang

yang bekerja di bagian instalasi radiologi (Kamar x-ray, kamar gelap, kedokteran,

nuklir dan lain-lain).

2.2.2 Program K3RS

Program K3RS bertujuan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan

pekerja serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien,

pengunjung, dan masyarakat serta lingkungan sekitar rumah sakit. Kinerja setiap

petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen yaitu

kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Program K3RS yang harus

diterapkan adalah (Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010):

1. Pengembangan Kebijakan K3RS

a. Pembuatan atau revitalisasi organisasi K3RS;

b. Merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan (setiap 3 tahun dapat

direvisi kembali sesuai dengan kebutuhan).

2. Pembudayaan Perilaku K3RS

a. Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit, baik bagi pekerjap,

asien serta pengunjung rumah sakit;


b. Penyebaran media informasi dan komunikasi baik b. melalui film, leaflet,

poster, pamflet, dan lain-lain;

c. Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit dir umah Sakit.

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS

a. Pelatihan umum K3RS;

b. Pelatihan intern rumah sakit, seperti pekerja perunit rumah sakit;

c. Pengiriman sumber daya manusia untuk pendidikan formal, pelatihan lanjutan,

seminar dan workshop yang berkaitan dengan K3.

4. Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure (SOP) K3RS

a. Penyusunan pedoman praktek ergonomi di rumah sakit;

b. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja;

c. Penyusunan pedoman pelaksanaan pelayanan keselamatan kerja;

d. Penyusunan pedoman pelaksanaan tanggap darurat di rumah sakit;

e. Penyusunaan pedoman pelaksanaan penanggulangan kebakaran;

f. Penyusunan pedoman pengelolaan penyehatan lingkungan rumah sakit;

g. Penyusunan pengelolaan faktor resiko dan pengelolaan limbah rumah sakit;

h. Penyusunan kontrol terhadap penyakit infeksi;

i. Penyusunan kontrol terhadap bahan berbahaya dan beracun (B3);

j. Penyusunan SOP kerja dan pelatihan di masing-masing unit kerja rumah sakit.

5. Pemantauan dan Evaluasi Kesehatan Lingkungan Tempat Kerja

a. Mapping lingkungan tempat kerja;

b. Evaluasi lingkungan tempat kerja (wawancara pekerja, survei dan kuesioner).


6. Pelayanan Kesehatan Kerja

a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan secara

khusus, dan secara berkala bagi pekerja sesuai pajananya di rumah sakit;

b. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja di rumah sakit yang

akan pensiun atau pindah kerja;

c. Pemeriksaan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang

menderita sakit;

d. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi, mental (rohani) dan kemampuan fisik

pekerja;

e. Melakukan surveilans kesehatan kerja.

7. Pelayanan Keselamatan Kerja

a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana prasarana dan

peralatan kesehatan di rumah sakit;

b. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja di rumah sakit;

c. Pengelolaan dan pemeliharaan serta sertifikasi sarana prasarana dan

pemeliharaan peralatan rumah sakit;

d. Pengadaan peralatan K3RS.

8. Pengembangan Program Pemeliharaan Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan

Gas

a. Penyediaan fasilitas untuk penanganan dan pengelolaan limbah padat, cair dan

gas;

b. Pengelolaan limbah medis dan non medis.

9. Pengelolaan Jasa, Bahan Beracun Berbahaya danBarang Berbahaya

a. Inventarisasi bahan beracun, berbahaya dan barang berbahaya (Permenkes RI

No 427 tahun 1996);


b. Membuat kebijakan prosedur pengadaan, penyimpanan dan penaggulangan

bila terjadi kontaminasi dengan acuan Material Safety Data sheet (MSDS) atau

Lembar Data Pengaman (LDP); lembar informasi dari pabrik tentang sifat

khusus (fisik/kimia) dari bahan, cara penyimpanan, risiko pajanan dan cara

penanggulangan bila terjadi kontaminasi.

10. Pengembangan Manajemen Tanggap Darurat

a. Menyusun rencana tanggap darurat (survei bahaya, membentuk tim tanggap

darurat, menetapkan prosedur penanganan tanggap darurat, pelatihan dan

lainlain);

b. Pembentukan organisasi/tim kewaspadaan bencana;

c. Pelatihan dan uji coba terhadap kesiapan petugas tanggap darurat;

d. Inventarisasi tempat-tempat yang beresiko dan membuat denahnya

(laboratorium, rontgen, farmasi, CSSD, kamar operasi, genset, kamar isolasi

penyakit menular, dan lain-lain);

e. Menyiapkan sarana dan prasarana tanggap darurat/bencana;

f. Membuat kebijakan dan prosedur kewaspadaan, upaya pencegahan dan

pengendalian bencana pada tempat-tempat yang beresiko tersebut;

g. Membuat rambu-rambu/tanda khusus jalan keluar untuk evakuasi apabila

terjadi bencana;

h. Memberikan alat pelindung diri (APD) pada petugas di tempat-tempat yang

beresiko (masker, apron, kaca mata, sarung tangan, dan lain-lain);

i. Sosialisasi dan penyuluhan ke seluruh pekerja rumah sakit;

j. Pembentukan sistem komunikasi internal dan eksternal tanggap darurat rumah

sakit;

k. Evaluasi sistem tanggap darurat.


11. Pengumpulan, Pengolahan, Dokumentasi Data dan Pelaporan Kegiatan K3RS.

a. Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan

kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana (termasuk format pencatatan

dan pelaporan yang sesuai dengan kebutuhan);

b. Pembuatan sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya (alur pelaporan

kejadian nyaris celaka dan celaka serta SOP pelaporan, penanganan dan tindak

lanjut kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka);

c. Pendokumentasian data :

1) Data seluruh pekerja rumah sakit;

2) Data pekerja rumah sakit yang sakit yang dilayani;

3) Data pekerja luar rumah sakit yang sakit yang dilayani;

4) Cakupan MCU bagi pekerja di rumah sakit;

5) Angka absensi pekerja rumah sakit karena sakit;

6) Kasus penyakit umum di kalangan pekerja rumah sakit;

7) Kasus penyakit umum di kalangan pekerja luar rumah sakit;

8) Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja rumah sakit;

9) Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja luar rumah sakit;

10) Kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan (pekerja rumah sakit);

11) Kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan (pekerja luar rumah sakit);

12) Kasus kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan (pekerja rumah sakit);

13) Kasus kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan (pekerja luar rumah sakit);

14) Data sarana, prasarana dan peralatan keselamatan kerja;

15) Data perizinan;

16) Data kegiatan pemantauan keselamatan kerja;

17) Data pelatihan dan sertifikasi;


18) Data petugas kesehatan rumah sakit yang berpendidikan formal kesehatan

kerja, sudah dilatih kesehatan dan keselamatan kerja dan sudah dilatih tentang

diagnosis PAK;

19) Data kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka;

20) Data kegiatan pemantauan kesehatan lingkungan kerja.

12. Review Program Tahunan

a. Melakukan internal audit K3 dengan menggunakan instrumen self assessment

akreditasi rumah sakit;

b. Umpan balik pekerja melalui wawancara langsung, observasi singkat, survei

tertulis dan kuesioner dan evaluasi ulang;

c. Analisis biaya terhadap pekerja atas kejadian penyakit dan kecelakaan akibat

kerja;

d. Mengikuti akreditasi rumah sakit.

2.2.3 Kebijakan Pelaksanaan K3RS

Agar penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS) dapat

dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka perlu disusun hal berikut

ini (Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010) :

1. Kebijakan Pelaksanaan K3RS

Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan teknologi, namun

keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap timbulnya penyakit dan

kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3. Oleh

sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai berikut :

a. Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit

b. Menyediakan organisasi K3 di rumah sakit sesuai dengan Kepmenkes Nomor

432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit


c. Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran rumah sakit

d. Membudayakan perilaku K3 di rumah sakit

e. Meningkatkan sumber daya manusia yang professional dalam bidang K3 di masing-

masing unit kerja di rumah sakit

f. Meningkatkan sistem informasi K3RS.

2. Tujuan Kebijakan Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS Menciptakan

lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk pekerja, aman dan sehat bagi pasien,

pengunjung, masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit sehingga proses pelayanan

rumah sakit berjalan baik dan lancar (Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010).

3. Langkah dan Strategi Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah

Sakit (Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010) :

a. Advokasi ke pimpinan rumah sakit, sosialisasi dan pembudayaan K3RS;

b. Menyusun kebijakan K3RS yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit;

c. Membentuk organisasi K3RS;

d. Perencanaan K3 sesuai standar K3RS yang ditetapkan oleh Departemen

Kesehatan;

e. Menyusun pedoman dan standard operational procedure (SOP) kesehatan dan

keselamatan kerja di rumah sakit (K3RS) diantaranya :

f. Melaksanakan 12 program kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit

(K3RS).

g. Melakukan evaluasi pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja di

rumah sakit (K3RS).

h. Melakukan internal audit program kesehatan dan keselamatan kerja di rumah

sakit (K3RS) dengan menggunakan instrumen self assessment akreditasi rumah sakit

yang berlaku.
i. Mengikuti akreditasi rumah sakit.

2.2.4 Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit

1. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (Kepmenkes RI No. 1087

tahun 2010) :

a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja bagi pekerja antara lain :

1) Pemeriksaan fisik.

2) Pemeriksaan penunjang dasar (foto thorax, laboratorium rutin, EKG).

3) Pemeriksaan khusus sesuai dengan jenis pekerjaannya.

b. Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan

memberikan bantuan kepada pekerja di rumah sakit dalam penyesuaian diri baik fisik

maupun mental terhadap pekerjanya antara lain :

1) Informasi umum rumah sakit dan fasilitas atau sarana yang terkait dengan

kesehatan dan keselamatan kerja.

2) Informasi tentang risiko dan bahaya khusus di tempat kerjanya.

3) SOP kerja, SOP peralatan, SOP penggunaan alat pelindung diri dan

kewajibannya.

4) Orientasi K3 di tempat kerja

5) Melaksanakan pendidikan, pelatihan, ataupun promosi/penyuluhan kesehatan

kerja secara berkala dan berkesinambungan sesuai kebutuhandalam rangka

menciptakan budaya kesehatan dan keselamatan kerja.

c. Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan

pajanan di rumah sakit antara lain :

1) Setiap pekerja rumah sakit wajib mendapat pemeriksaan berkala minimal

setahun sekali.

2) Sedangkan untuk pemeriksaan khusus disesuaikan dengan jenis dan besar


pajanan serta umur dari pekerja tersebut.

3) Adapun jenis pemeriksaan khusus yang perlu dilakukan antara lain :

i. Pemeriksaan audiometri seperti pekerja IPSRS, operator telepon, dll.

ii. Pemeriksaan gambaran darah tepi untuk pekerja radiologi

iii. Melakukan upaya preventif (vaksinasi Hepatitis B pada pekerja yang

terpajan produk tubuh manusia).

iv. Pemeriksaan HIV untuk pekerja yang berhubungan dengan darah dan

produk tubuh (dokter, dokter gigi, perawat, laboratorium, petugas

kesling, dan lain-lain).

v. Pemeriksaan fungsi paru untuk pekerja yang terpajan debu seperti

pekerja incinerator.

d. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik pekerja

antara lain :

1) Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk

pekerja dinas malam, petugas radiologi, laboratorium, kesehatan

lingkungan dll.

2) Olah raga, senam kesehatan dan rekreasi.Pembinaan mental/rohani.

e. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang

menderita sakit antara lain :

1) Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh pekerja.

2) Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk

pekerja yang terkena penyakit akibat kerja (PAK).

3) Menindaklanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan

khusus.

4) Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.


f. Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada peker ja rumah sakit yang akan

pensiun atau pindah kerja antara lain :

1) Pemeriksaan kesehatan fisik

2) Pemeriksaan laboratorium lengkap, EKG, paru (foto toraks dan fungsi

paru)

g. Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien antara lain:

1) Pertemuan koordinasi.

2) Pembahasan kasus.

3) Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial.

h. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja antara lain :

1) Melakukan mapping tempat kerja untuk mengidentifikasi jenis bahaya

dan besarnya resiko.

2) Melakukan identifikasi pekerja berdasarkan jenis pekerjaannya, lama

pajanan dan dosis pajanan.

3) Melakukan analisa hasil pemeriksaank esehatan berkala dan khusus.

4) Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan berkala dan

khusus (di rujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan

pemberian istirahat kerja).

5) Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan pekerja.

i. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan

dengan kesehatan kerja (pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia,

biologi, psikososial, dan ergonomi).

j. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang

disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah
kerja rumah sakit antara lain :

1) Data seluruh pekerja rumah sakit;

2) Data rumah sakit yang sakit yang dilayani;

3) Data pekerja luar rumah sakit yang sakit yang dilayan;i

4) Cakupan MCU bagi pekerja di rumah sakit;

5) Angka absensi pekerja rumah sakit karena sakit;

6) Kasus penyakit umum dikalangan pekerja rumah saki;t

7) Kasus penyakit umum dikalangan pekerja luar rumah saki;t

8) Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja rumah saki;t

9) Jenis penyakit yang terbanyak di kalangan pekerja luar rumah saki;t

10) Kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan (pekerja rumah

sakit;)

11) Kasus penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan (pekerja luar rumah

sakit;)

12) Kasus kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan (pekerja rumah

sakit;)

13) Kasus kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan (pekerja luar

rumah sakit);

2. Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (Kepmenkes RI No. 1087

tahun 2010) : Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan

sarana, prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang

dilakukan :

a. Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan

peralatan kesehatan antara lain :


1) Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta

peralatan kesehatan.

2) Membuat program dan melaksanakan pemeliharaan rutin dan berkala

sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan.

3) Melakukan peneraan/kalibrasi peralatan kesehatan.

4) Pembuatan SOP untuk pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan dan

kalibrasi terhadap peralatan kesehatan.

5) Sertifikasi personil petugas/operator sarana dan prasarana serta

peralatan kesehatan

b Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan b. kerja terhadap pekerja

antara lain :

1) Melakukan identifikasi dan penilaian resiko ergonomi terhadap

peralatan kerja dan pekerja.

2) Membuat program, melaksanakan kegiatan, evaluasi dan pengendalian

risiko ergonomi

c. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja

1) Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yg

memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial.

2) Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi,

ergonomi dan psikososial secara rutin dan berkala.

3) Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk memperbaiki

lingkungan kerja.

d Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja antara lain :

1) Pembuatan rambu-rambu arah dan tanda-tanda keselamatan.

2) Penyediaan peralatan keselamatan kerja dan alatp elindung diri (APD).


3) Membuat SOP peralatan kesehatan kerja dan alat pelindung diri.

4) Melakukan pembinaan dan pemantauan terhadap kepatuhan

penggunaan peralatan keselamatan dan alat pelindung diri.

e Pelatihan/penyuluhan Keselamatan Kerja untuk Semua Pekerja :

1) Sosialisasi dan penyuluhan keselamatan kerja bagi seluruh pekerja.

2) Melaksanakan pelatihan dan sertifikasi K3RS kepada petugas K3RS.

f Memberi Rekomendasi/masukan Mengenai Perencanaan, Pembuatan Tempat

Kerja dan Pemilihan Alat serta Pengadaannya terkait Keselamatan/ Keamanan :

1) Melibatkan petugas K3RS di dalam perencanaan, pembuatan,

pemilihan serta pengadaan sarana, prasarana dan peralatan keselamatan

kerja.

2) Membuat evaluasi dan rekomendasi terhadap kondisi sarana, prasarana

dan peralatan keselamatan kerja.

g Membuat Sistem Pelaporan Kejadian dan Tindak Lanjutnya

1) Membuat alur pelaporan kejadian nyaris celaka dan celaka.

2) Membuat SOP pelaporan, penanganan dan tindak lanjut kejadian

nyaris celaka (near miss) dan celaka.

h Pembinaan dan Pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan Kebakaran (MSPK)

1) Manajemen menyediakan sarana dan prasarana pencegahan dan

penanggulangan kebakaran.

2) Membentuk tim penanggulangan kebakaran.

3) Membuat SOP.

4) Melakukan sosialisasi dan pelatihan pencegahan dan penanggulangan

kebakaran.
5) Melakukan audit internal terhadap sistem pencegahan dan

penanggulangan kebakaran.

i Membuat Evaluasi, Pencatatan, dan Pelaporan Kegiatan Pelayanan Keselamatan

Kerja yang Disampaikan Kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit Teknis Terkait

di Wilayah Kerja Kerja Rumah Sakit :

1) Data sarana, prasarana dan peralatan keselamatan kerja;

2) Data perizinan;

3) Data kegiatan pemantauan keselamatan kerja;

4) Data pelatihan dan sertifikasi;

5) Data petugas kesehatan rumah sakit yang berpendidikan formal

kesehatan kerja, sudah dilatih tentang diagnosis PAK;

6) Data kejadian nyaris celaka (near miss) dan celaka;

7) Data kegiatan pemantauan kesehatan lingkungan kerja.

2.2.5 Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit

Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh

mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan

umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang,

kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangkan prasarana adalah seluruh

jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan yang

diharapkan, antara lain: instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis,

komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain- lain.

Standar manajemen K3 sarana, prasarana dan peralatan rumah sakit meliputi

(Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010) :


1. Setiap sarana dan prasarana serta peralatan rumah sakit harus dilengkapi dengan:

a. Kebijakan Tertulis tentang Pengelolaan K3 yang mengacu minimal pada

peraturan sebagai berikut :

1) Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.

2) Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

3) KepMenKes No. 876/MenKes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis

Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.

4) KepMenKes No. 1405/MenKes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

5) KepMenKes RI No. 1204/MenKes/SK/X/2004 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

6) Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.432/Menkes/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.

b. Pedoman dan Standar Prosedur Operasional K3

c. Perizinan Sesuai dengan Peraturan Yang Berlaku Meliputi :

1) Izin mendirikan bangunan

2) Izin berdasarkan Undang-undang Gangguan.

3) Rekomendasi Dinas Pemadam Kebakaran.

4) Izin pemakaian lift.

5) Izin instalasi listrik.

6) Izin pemakaian diesel.

7) Izin instalasi petir.

8) Izin pemakaian boiler.

9) Pengguna radiasi.
10) Izin bejana tekan.

11) Izin pengolahan limbah padat, cair dan gas.

d. Sistem Komunikasi baik Internal Maupun Eksternal

e. Sertifikasi

f. Program Pemeliharaan

g. Alat Pelindung Diri (APD) yang Memadai, Siap dan Layak Pakai

h. Manual Operasional yang Jelas

i. Sistem Alarm, Sistem Pendeteksi Api/Kebakaran dan Penyediaan Alat

Pemadam Api/Kebakaran

j. Rambu-rambu K3 seperti Rambu Larangan dan Rambu Penunjuk Arah.

k. Fasilitas Sanitasi yang Memadai dan Memenuhi Persyaratan Kesehatan

l. Fasilitis Penanganan Limbah Padat, Cair dan Gas

2. Setiap sarana dan prasarana serta peralatan rumah sakit yang menggunakan bahan

beracun berbahaya maka pengirimannya harus dilengkapi dengan lembar MSDS

(Material Safety Data Sheet) dan disediakan ruang atau tempat penyimpanan khusus

bahan beracun berbahaya yang aman.

3. Setiap pekerja/operator sarana, prasarana dan peralatan harus melakukan

pemeriksaan kesehatannya secara berkala.

4. Setiap lingkungan kerja di dalam sarana, prasarana dan peralatan harus dilakukan

pemantauan atau monitoring kualitas lingkungan kerja secara berkala.

5. Sarana, prasarana dan peralatan rumah sakit harus dikelola oleh tenaga yang

memiliki pengetahuan dan pengalaman K3 yang memadai.

6. Peta/denah lokasi/ruang/alat yang dianggap berisiko dengan dilengkapi simbol-simbol


khusus untuk daerah/tempat/area yang beresiko dan berbahaya terutama laboratorium,

radiologi, farmasi, sterilisasi sentral, kamar operasi, genset, kamar isolasi penyakit

menular, pengolahan limbah dan laundri.

7. Khusus sarana bangunan yang menggunakan bahan beracun berbahaya harus

dilengkapi fasilitas dekontaminasi bahan beracun berbahaya.

8. Program penyehatan lingkungan meliputi penyehatan ruang dan bangunan,

penyehatan makanan dan minuman, penyehatan air, penanganan limbah,

penyehatan tempat pencucian umum termasuk laundri, pengendalian serangga,

tikus dan binatang penggangu lain, pemantauan sterilisasi dan desinfeksi,

perlindungan radiasi dan upaya promosi kesehatan lingkungan.

9. Evaluasi, pencatatan dan pelaporan program pelaksanaan K3 sarana, dan prasarana

dan peralatan rumah sakit.

10. Kalibrasi (internal dan legal) secara berkala terhadap sarana dan prasarana dan

peralatan yang disesuaikan dengan jenisnya.

2.2.6 Pengelolaan dan Pengadaan Jasa dan Barang Berbahaya

Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau

konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan

lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

1. Kategori B3 terdiri dari (Kepmenkes RI No. 1087 tahun 2010) :

a. Memancarkan radiasi,

b. Mudah meledak,

c. Mudah menyala atau terbakar,

d. Oksidator,
e. Racun,

f. Korosif,

g. Karsinogenik,

h. Iritasi,

i. Teratogenik,

j. Mutagenik,

k. Arus listrik.

2. Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3 adalah (Kepmenkes RI No. 1087 tahun

2010) :

a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri dan

karakteristiknya.

b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai

sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi

risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.

c. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan

meliputi :

1) Pengendalian operasional,

2) Pengendalian organisasi administrasi,

3) Inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang aman,

4) Pembatasan keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.

d. Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya antara lain :

1) Upayakan substitusi, yaitu mengganti penggunaan bahan berbahaya dengan

yang kurang berbahaya.

2) Upayakan menggunakan atau menyimpan bahan berbahaya sedikit mungkin


dengan cara memilih proses kontinyu yang menggunakan bahan setiap saat lebih

sedikit. Dalam hal ini bahan dapat dipesan sesuai kebutuhan sehingga risiko dalam

penyimpanan kecil.

3) Upayakan untuk mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang bahan berbahaya

yang menyangkut sifat berbahaya, cara penanganan, cara penyimpanan, cara

pembuangan dan penanganan sisa atau bocoran/tumpahan, cara pengobatan bila

terjadi kecelakaan dan sebagainya. Informasi tersebut dapat diminta kepada penyalur

atau produsen bahan berbahaya yang bersangkutan.

4) Upayakan proses dilakukan secara tertutup atau mengendalikan kontaminan

bahan berbahaya dengan sistem ventilasi dan dipantau secara berkala agar kontaminan

tidak melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan.

5) Upayakan agar pekerja tidak mengalami paparan yang terlalu lama dengan

mengurangi waktu kerja atau sistem shift kerja serta mengikuti prosedur kerja yang

aman.

6) Upayakan agar pekerja memakai alat pelindung diri yang sesuai atau tepat melalui

pengujian, pelatihan dan pengawasan.

7) Upayakan agar penyimpanan bahan-bahan berbahaya sesuai prosedur dan petunjuk

teknis yang ada dan memberikan tanda-tanda peringatan yang sesuai dan jelas.

8) Upayakan agar sistem izin kerja diterapkan dalam penanganan bahan-bahan

berbahaya.

9) Tempat penyimpanan bahan-bahan berbahaya harus dalam keadaan aman, bersih

dan terpelihara dengan baik.

10)Upayakan agar limbah yang dihasilkan sekecil mungkin dengan cara memelihara

instalasi menggunakan teknologi yang tepat dan upaya pemanfaatan kembali atau

daur ulang.
3. Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya

Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang diperlukan.

Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut company profile.

Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk,

kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan serta informasi lain

yang dibutuhkan oleh rumah sakit.

Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola B3 harus

menginformasikan kepada instalasi logistik sebagai unit pengadaan barang setiap kali

mengajukan permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3. Untuk memudahkan

melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat kriteria wajib yang harus

dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing kriteria yang ditentukan.

Hal-hal yang menjadi kriteria penilaian (Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010):

a. Kapabilitas

Kemampuan dan kompetensi rekanan dalam memenuhi apa yang tertulis dalam

kontrak kerja sama.

b. Kualitas dan garansi.

Kualitas barang yang diberikan memuaskan dan sudah sesuai dengan spesifikasi yang

sudah disepakati. Jaminan garansi yang disediakan baik waktu maupun jenis garansi

yang diberikan.

c. Persyaratan K3 dan Lingkungan.

1) Menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).

2) Melaksanakan sistem manajemen lingkungan atau ISO 14001.

3) Kemasan prosuk memenuhi persyaratan K3 dan lingkungan.

4) Mengikuti ketentuan K3 yang berlaku di rumah sakit.


d. Sistem Mutu

1) Metodologi bagus

2) Dokumen sistem mutu lengkap.

3) Sudah sertifikasi ISO 9000.

e. Pelayanan

1) Kesesuaian waktu pelayanan dengan kontrak yang ada.

2) Pendekatan yang dilakukan supplier dalam melaksanakan tugasnya.

3) Penanganan setiap masalah yang timbul pada saat pelaksanaan.

4) Memberikan layanan purna jual yang memadai dan dukungan teknis disertai

sumber daya manusia yang handal.

4. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun

Dalam penanganan (menyimpan, memindahkan, menangani tumpahan,

menggunakan, dll) B3, setiap staf wajib mengetahui betul jenis bahan dan cara

penanganannya dengan melihat SOP dan MSDS yang telah ditetapkan.

a. Penanganan untuk Personil

1) Kenali dengan seksama jenis bahan yang akan digunakan atau disimpan.

2) Baca petunjuk yang tertera pada kemasan.

3) Letakkan bahan sesuai ketentuan.

4) Tempatkan bahan pada ruang penyimpanan yang sesuai dengan petunjuk.

5) Perhatikan batas waktu pemakaian bahan yang disimpan.

6) Jangan menyimpan bahan yang mudah bereaksi di lokasi yang sama.

7) Jangan menyimpan bahan melebihi pandangan mata.

8) Pastikan kerja aman sesuai dengan prosedur dalam pengambilan dan

penempatan bahan, hindari terjadinya tumpahan/kebocoran.

9) Laporkan segera bila terjadi kebocoran bahan kimia atau gas.


10) Laporkan setiap kejadia atau kemungkinan kejadian yang menimbulkan bahaya/

kecelakaan (accident atau near miss) melaui form yang telah disediakan dan alur yang

telah ditetapkan

b. Penanganan berdasarkan lokasi.

Daerah-daerah yang beresiko (laboratorium, radiologi, farmasi dan tempat

penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 yang ada di rumah sakit harus ditetapkan

sebagai daerah berbahaya dengan menggunakan kode warna di area bersangkutan, serta

dibuat dalam denah rumah sakit dan disebarluaskan/disosialisasikan kepada seluruh penghuni

rumah sakit.

c. Penanganan administratif

Di setiap penyimpanan, penggunaan dan pengelolaan B3 harus diberi tanda

sesuai potensi bahaya yang ada dan di lokasi tersebut tersedia SOP untuk menangani

B3 antara lain :

1) Cara penanggulangan bila terjadi kontaminasi.

2) Cara penanggulangan apabila terjadi kedaruratan

3) Cara penanganan B3, dll.

2.2.7 Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan

1. Pembinaan dan pengawasan

Pembinaan dan pengawasan dilakukanmelalui sistem berjenjang. Pembinaan dan

pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan

antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis dan temu konsultasi.

Pengawasan pelaksanaan standar kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit

dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh pimpinan

langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh
Menteri kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya

masing-masing.

2. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis dari

masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang dilakukan

oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan/diinformasikan oleh organisasi

K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah rumah sakit.

Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah menghimpun dan

menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan

kegiatan K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan

melaksanakan pelaporan kegiatan K3.

Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan K3 adalah mencatat dan

melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam : Program K3,

termasuk penanggulangan

a. kebakaran dan kesehatan lingkungan rumah sakit.

b. Kejadian/ kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan

tindak lanjutnya.

Pencatatan dan pendokumentasian pelaksanaan kegiatan K3 dilakukan setiap waktu,

sesuai dengan jadual pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan, dan atau pada saat terjadi

kejadian/ kasus (tidak terjadual). Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester

dan tahunan) dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan pelaporan

sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian atau

terjadi kasus yang berkaitan dengan K3. Setiap kegiatan dan atau kejadian/ kasus sekecil

apapun, yang berkaitan dengan K3, wajib dicatat dan dilaporkan secara tepat waktu kepada

wadah organisasi K3 di rumah sakit. Rumah sakit perlu menetapkan dengan jelas alur
pelaporan baik untuk laporan rutin/berkala, laporan kasus/ kejadian tidak terduga

(Kepmenkes RI No. 1087 Tahun 2010).

2.3 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

2.3.1 Pengertian

Manajemen K3RS adalah suatu proses kegiatan yang dimulai dengan tahap

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian yang bertujuan untuk

membudayakan K3 di RS (Kepmenkes No. 432 Tahun 2007).

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah bagian dari sistem

manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,

tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan

bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan

keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan

dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan

produktif (PP RI Nomor 50 Tahun 2012).

2.3.2 Tujuan dan Manfaat Manajemen K3RS

Tujuan manajemen K3RS adalah terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang

sehat, aman, nyaman dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan

RS (Kepmenkes No. 432 Tahun 2007).

Manfaat manajemen K3RS adalah (Kepmenkes No. 432 tahun 2007) :

1. Bagi RS :

a. Meningkatkan mutu pelayanan.

b. Mempertahankan kelangsungan operasional RS.

c. Meningkatkan citra RS.


2. Bagi karyawan RS :

a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK.)

b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK.)

3. Bagi pasien dan pengunjung :

a. Mutu layanan yang baik

b. Kepuasan pasien dan pengunjung

2.3.3 Langkah Manajemen K3RS

Langkah manajemen K3RS adalah (Kepmenkes No. 432 Tahun 2007):

1. Komitmen dan Kebijakan

Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah

dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan

menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk

terlaksananya program K3 di RS. Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah

K3RS dalam struktur organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3RS,

perlu disusun strategi antara lain :

a. Advokasi sosialisasi program K3RS.

b. Menetapkan tujuan yang jelas.

c. Organisasi dan penugasan yang jelas.

d. Meningkatkan SDM profesional di bidang K3RS pada setiap unit kerja di

lingkungan RS.

e. Sumber daya yang harus didukung oleh manajemen puncak.

f. Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif.

g. Membuat program kerja K3RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan

pencegahan.
h. Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

2. Perencanaan

RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan

penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur.

Perencanaan K3 di RS dapat mengacu pada standar sistem manajemen K3RS

diantaranya self assessment akreditasi K3RS dan SMK3. Perencanaan meliputi :

a. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko. Identifikasi

sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko yang

merupakan tolak ukur kemungkinan terjadinyakecelakaan dan PAK (penyakit akibat

kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada

tidaknya risiko dengan jalanmelakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan

risiko kesehatan dan keselamatan. Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan

melalui 4 tingkatan yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko

dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak

ada risiko sama sekali, administrasi, dan alat pelindung pribadi (APP).

b. Membuat peraturan.

Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar Operasional Prosedur yang harus

dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan

disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.

c. Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian (SMART).

d. Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan sekaligus

merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS. Program K3

ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, e. dievaluasi dan dicatat serta dilaporkan.


3. Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan

petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan

K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian

tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan

disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3RS secara spesifik harus mempersiapkan data

dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta

menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, sehingga dapat

dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program,

untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat

kekurangan maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.

Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3RS adalah :

a. Tugas pokok unit pelaksana K3RS

1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah

masalah yang berkaitan dengan K3.

2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.

3) Membuat program K3RS.

b. Fungsi unit pelaksana K3RS

1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang

berhubungan dengan K3.

2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3,

pelatihan dan penelitian K3 di RS.

3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.

4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.

5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.


6) Memberi nasehat tentang manajemen K3 di tempat kerja, kontrol bahaya,

mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.

7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai

kegiatannya.

8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung

dan proses.

Struktur organisasi K3RS berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

432 tahun 2007 bahwa Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur, bukan kerja

rangkap dan merupakan unit organisasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur

RS. Hal ini dikarenakan organisasi K3 RS berkaitan langsung dengan regulasi, kebijakan,

biaya, logistik dan SDM di rumah sakit.

4. Langkah-Langkah Penyelenggaraan

Untuk memudahkan penyelenggaraan K3 di RS, maka perlu langkah-langkah

penerapannya yaitu :

a. Tahap persiapan

1) Menyatakan komitmen.

Komitmen harus dimulai dari direktur utama/direktur RS (manajemen puncak).

Pernyataan komitmen oleh manajemen puncak tidak hanya dalam kata-kata, tetapi

juga harus dengan tindakan nyata, agar dapat diketahui, dipelajari,dihayati dan

dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas RS.

2) Menetapkan cara penerapan K3 di RS.

Bisa menggunakan jasa konsultan atau tanpa meggunakan jasa konsultan jika RS

memiliki personil yang cukup mampu untuk mengorganisasikan dan mengarahkan

orang

3) Pembentukan organisasi/unit pelaksana K3RS.


4) Membentuk kelompok kerja penerapan K3.

Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap unit kerja,

biasanya manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab dan tugas anggota kelompok

kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai kualifikasi dan jumlah anggota kelompok

kerja disesuaikan dengan kebutuhan RS.

5) Menetapkan sumber daya yang diperlukan.

Sumber daya disini mencakup orang (mempunyai tenaga K3), sarana, waktu dan

dana.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Penyuluhan K3 ke semua petugas RS

2) Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di dalam

organisasi RS. Fungsinya memproses individu dengan perilaku tertentu agar

berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai produk akhir

dari pelatihan.

3) Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranya :

i. Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus).

ii. Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerj.a

iii. Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darura.t

iv. Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan

v. Pengobatan pekerja yang menderita sakit.

vi. Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur, melalui monitoring

lingkungan kerja dari hazard yang ada.

vii. Melaksanakan biological monitoring

viii. Melaksanakan surveilans kesehatan pekerja

c. Tahap pemantauan dan Evaluasi


Pada dasarnya pemantauan dan evaluasi K3 di RS adalah salah satu fungsi

manajemen K3RS yang berupa suatu langkah yang diambil untuk mengetahui dan

menilai sampai sejauh mana proses kegiatan K3RS itu berjalan, dan mempertanyakan

efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu kegiatan K3RS dalam mencapai tujuan

yang ditetapkan. Pemantauan dan evaluasi meliputi :

1) Pencatatan dan pelaporan K3 terintegrasi ke dalam sistem pelaporan RS yaitu

pencatatan dan pelaporan semua kegiatan K3, (kecelakaan akibat kerja) KAK dan

(penyakit akibat kerja) PAK.

2) Inspeksi dan pengujian

Inspeksi K3 merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara berkala oleh petugas

K3RS untuk menilai keadaan K3 secara umum dan tidak terlalu mendalam

sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mungkin. Kegiatan lain

adalah pengujian lingkungan dan pemeriksaan terhadap pekerja berisiko seperti

pemantauan secara biologis.

3) Melaksanakan audit K3

Audit K3 yang meliputi falsafah dan tujuan, administrasi dan pengelolaan,

karyawan dan pimpinan, fasilitas dan peralatan, kebijakan dan prosedur,

pengembangan karyawan dan program pendidikan, evaluasi dan pengendalian.

Tujuan Audit K3:

i. Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan.

ii. Memastikan dan menilai pengelolaan K3 dilaksanakan sesuai ketentua.n

iii. Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta

pengembangan mutu.

Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit, identifikasi,

penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen puncak. Tinjauan ulang dan


peningkatan oleh pihak manajemen secara berkesinambungan untuk menjamin

kesesuaian dan keefektifan pencapaian kebijakan dan tujuan K3.

2.4 Kerangka Pikir

Berdasarkan pada perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dapat

digambarkan kerangka berpikir sebagai berikut :

Analisis Implementasi Standar Analisis Standar Kesehatan Dan


Kesehatan dan Keselamatan Kerja Keselamatn Kerja Rumah Sakit
Di Rumah Sakit Grand Medistra Berdasarkan Keputusan Menteri
Lubuk pakam Kesehatan Republik Indonesia
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan

untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian dengan

cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Moelong, 2013).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Grand Medistra Lubuk Pakam

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan

April 2021.

3.3 Informan Penelitian

Informan penelitian adalah perwakilan yang kompeten dari masing-masing instalasi antara

lain :

1. Bagian K3RS;

2. Bidang pelayanan medik,

3. Bidang pelayanan keperawatan,

4. Bidang pelayanan penunjang,

5. Bagian SDM,
6. Bagian pendidikan dan penelitian,

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Pengumpulan Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam kepada perwakilan yang

kompeten dari masing-masing unit kerja dan unit pelaksana K3RS. Data primer yang

akan digali adalah analisis implementasi standar kesehatan dan keselamatan kerja di RS

Grand Medistra Lubuk Pakam yang diambil dari Kepmenkes RI No. 1087 tahun 2010 tentang

standar kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dalam penelitian kualitatif

ini, instrument utama adalah peneliti sendiri, dengan menggunakan alat bantu atau media

berupa panduan wawancara, sound recoder, dan catatan lapangan. Pengumpulan data

penelitian kualitatif ini dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus-menerus sampai

data menjadi jenuh (homogen).

3.4.2 Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data dokumentasi yang ada di RS Grand Medistra Lubuk Pakam

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualititatif.

Proses analisis data dimulai dengan menelaah dan mempelajari seluruh data yang tersedia

yaitu dari wawancara medalam, catatan lapangan dan dokumentasi. Setelah itu melakukan

reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat

rangkuman yang inti dan pernyatan-pernyataan yang perlu dijaga. Langkah selanjutnya

melakukan kategorisasi dan tahap akhir ialah melakukan pemeriksaan keabsahan data

(Moelong, 2013).

Anda mungkin juga menyukai