Anda di halaman 1dari 33

PEDOMAN PENYELENGGARAAN

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)


Lampiran Surat Keputusan Direktur
Nomor : / / //
Tentang : Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Di RUMAH SAKIT UMUM ISLAM MADINAH

PEDOMAN PENYELENGGARAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


(K3) RUMAH SAKIT UMUM ISLAM MADINAH NGUNUT

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdirinya sebuah rumah sakit dilengkapi dengan bermacam-macam peralatan yang


memerlukan perawatan atau pemeliharaan sedemikian rupa untuk menjaga
keselamatan, kesehatan, mencegah kebakaran dan persiapan penanggulangan
bencana.

Keselamatan Kerja diterapkan di lingkungan kerja yang mana didalamnya terdapat


aspek manusia, alat, mesin, lingkungan dan bahaya kerja.

Upaya Keselamatan Kerja merupakan upaya meminimalkan pencegahan terjadinya


Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) melalui upaya
promotif, prefentif,penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan
sehingga setiap pekerja dapat bekerja selamat dan sehat, tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat atau orang lain disekelilingnya dan tercapai produktivitas
kerja yang optimal. Upaya tersebut dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan produktifitas pekerja rumah sakit.

B. MAKSUD dan TUJUAN

1. Maksud
Sebagai petunjuk semua unit kerja di Rumah Sakit, khususnya unit kerja yang
mempunyai resiko bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam melaksanakan
tugas dan pekerjaan agar diperoleh satu dasar, satu pengertian dan pemahaman
tata cara pelaksanaan yang benar.

2. Tujuan
Agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan upaya kesehatan
dan keselamatan kerja secara baik dan benar sehingga tercapai :
a. Kesehatan dan Keselamatan pekerja selama bertugas
b. Kegiatan rumah sakit berjalan lancar tanpa adanya hambatan
c. Tingkat produktifitas yang optimal

C. FALSAFAH

Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) di rumah sakit,


adalah suatu upaya pengelolaan resiko di lingkungan kerja untuk meminimalkan
dampak tempat kerja sehingga tercipta lingkungan kerja yang aman dan sehat.
D. PENGERTIAN

Dalam Pedoman ini ada beberapa pengertian yang mesti diketahui antara lain :

1. Tempat kerja, adalah :


Tempat tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap
dimana karyawan atau yang sering dimasuki karyawan untuk melaksanakan
tugas.

2. Karyawan, adalah :
Tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar
hubungan kerja, untuk menghasilkan jasa pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.

3. Kesehatan & keselamatan kerja, adalah :


K3 merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko kecelakaan
atau penyakit kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara kesehatan
dan keselamatan.

4. Upaya kesehatan adalah :


Upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar
setiap kerja karyawan dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri
maupun masyarakat disekelilingnya.

5. Keselamatan kerja, adalah :


Keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan & proses
pengolahannya, tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan.

6. Kecelakaan kerja, adalah :


Kejadian yang tidak terduga & tidak diharapkan, karena peristiwa tersebut tidak
terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan dan tidak
diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material maupun
penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.

7. Penyakit akibat kerja adalah :


Penyakit yang ditimbulkan dari suatu pekerjaan yang mengandung paparan /
kontaminasi pada fasilitas penunjang pekerjaan.
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN K3RS

Pelayanan tentang kesehatan dan keselamatan kerja, adalah :

A. Pembentukan Komite K3

Bahwa sangat diperlukan adanya pelaksanaan upaya kesehatan dan keselamatan kerja,
kebakaran dan kewaspadaan bencana di Rumah Sakit, sebagai upaya untuk
meminimalkan terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakan kerja, sehingga ditetapkan
:

1. Perlunya untuk membentuk dan mengangkat Komite K3 di Rumah Sakit yang


merupakan organisasi non struktural.
2. Komite K3 Rumah Sakit terdiri dari tenaga staf adalah tenaga yang menjadi anggota
Komite K3 Rumah Sakit, dan tenaga pendukung adalah tenaga / pegawai yang
melaksanakan fungsi K3 Rumah Sakit.
3. Komite K3 Rumah Sakit memiliki sistem komunikasi internal dan eksternal.
4. Sistem komunikasi internal menggunakan pesawat intercom nomor dan telpon
nomor, system komunikasi ekternal menggunakan sambungan pesawat telpon nomor
langsung dan pesawat melalui operator serta pesawat telpon lain untuk facsimile.
5. Bilamana terjadi bencana di Rumah Sakit, maka pesawat dengan nomor tersebut
diatas hanya diperuntukan penggunaannya oleh Komite K3 Rumah Sakit selain
Komite K3 Rumah Sakit dilarang menggunakan pesawat telpon tersebut.

B. Manajemen Keselamatan dan keamanan

Pelaksanaan Keselamatan Kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan
tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat
mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Keselamatan kerja bagi
pegawai diupayakan melalui kegiatan –kegiatan seperti :

1. Pemenuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang relevan


dengan K3LRS (Kesehatan dan keselamatan kerja lingkungan rumah sakit)
2. Pemetaan resiko – resiko apa saja yang ada pada setiap unit/ruang pelayanan.
3. Pemantauan lingkungan kerja pegawai secara rutin
4. Penyelenggaraan Pemeriksaan Kesehatan Pra Pekerjaan terhadap semua calon
pegawai.
5. Penyelenggaraan pemeriksaan Kesehatan berkala sesuai ketentuan.
6. Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan khusus.

6
7. Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai rumah sakit wajib menggunakan alat
pelindung diri sesuai ketentuan yang berlaku.
8. Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam bidang K3.bila ada partisipasi aktif dari seluruh pegawai dan unit
kerja terkait,
9. Adanya sistem keamanan pasien yang baik,meliputi : Penanganan Pasien Kecelakaan
Lalu-Lintas; Pelayanan Tamu Pembesuk diluar Jam Berkunjung; Pengawasan
CCTV; Pelaksanaan Patroli; Laporan Kejadian Kehilangan; Penanganan Kejadian
Luar Biasa; Pengawalan Tamu VIP; Koordinasi Pasien Khusus; Penanganan Kasus
Pencurian.
10. Penetapan kode untuk seluruh pelayanan K3.

C. Pengelolaan bahan kimia berbahaya dan beracun serta limbah B3 Upaya

Pengelolaan bahan kimia berbahaya dan beracun meliputi kegiatan :

1. Identifikasi seluruh bahan kimia yang ada pada masing-masing bagian/unit.


2. Pengadaan barang beracun, dan berbahaya dilaksanakan secara terkoordinasi antara
pengguna, Komite K3 dan Departemen Logistik, dan dalam hal pengadaan barang
B3 perlu disertakan lembar data keselamatan /Material Safety Data Sheet (MSDS)
dari rekanan pemasok.
3. Pemeriksaan penerimaan bahan kimia berbahaya dan beracun.
4. Penyimpanan bahan kimia berbahaya dan beracun.
5. Tata cara dan lokasi penyimpanan bahan kimia berbahaya dan beracun
6. Penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun.
7. Pelabelan dan pemberian symbol seluruh bahan kimia berbahaya dan beracun yang
ada di seluruh rumah sakit.
8. Penanganan bahan kimia berbahaya dan beracun apabila terjadi
tumpahan/ceceran/kebocoran.
9. Penanganan bahan kimia berbahaya dan beracun apabila terjadi paparan.
10. Diperlukan suatu sistem pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, yaitu
suatu sistem yang mengatur pelaporan semua jenis penyakit akibat kerja dan
kecelakaan kerja saat sedang melakukan pekerjaan kedinasan dan disebabkan oleh
kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman,sistem ini dapat terlaksana.
11. Pemilahan dari berbagai macam limbah yang dihasilkan dari kegiatan dan sarana
pewadahannya.
12. Rumah Sakit harus menyediakan fasilitas untuk menangani limbah seperti IPAL
untuk limbah cair dan pengelolaan limbah medis dan non medis yang dikelolah oleh
pihak kedua (dari luar rumah sakit).
D. Manajemen kegawatdaruratan

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit ditetapkan sebagai


berikut :
1. Diperlukan tata laksana pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat
digunakan bagi seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil langkah-langkah
yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi bencana di Rumah Sakit.
2. Organisasi pencegahan dan penanggulangan bencana ini terdiri dari perawat
jaga,perawat supervise,dokter IGD,kepala keamanan,manajer umum,manajer
diklat,manajer medis,direktur rumah sakit.
3. Ditetapkannya tempat-tempat yang dianggap berisiko di lingkungan rumah sakit.
4. Untuk pembekalan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pegawai dalam
penanggulangan bencana maka perlu diadakan pendidikan dan latihan
penanggulangan bencana.
5. Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien
6. Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan perundang-
undangan yang berlaku.

E. Manajemen penanggulangan Kebakaran

Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor yang


menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah
untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran
membutuhkan suatu program pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan
karyawan, suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan teratur atas bangunan dan
kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik dari
peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap pakainya maupun
dari segi mudah dicapainya.

Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran di Rumah Sakit, sebagai berikut :


1. Menyediakan sistem alarm kebakaran di Rumah Sakit dengan jumlah yang cukup.
2. Tersedia sistem deteksi api dan asap kebakaran di rumah sakit.
3. Tersedia alat pemadam api / kebakaran di rumah sakit dengan jumlah yang cukup
dan sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
4. Tersedia rambu-rambu/tanda-tanda khusus bagi evakuasi pasien apabila terjadi
kebakaran di rumah sakit.
5. Adanya pemeriksaan secara rutin oleh badan pemerintahan ataupun pihak intern
guna memastikan peralatan pencegahan kebakaran dapat berfungsi dengan baik.
6. Diadakannya simulasi / latihan secara teratur tentang pencegahan dan pengendalian
kebakaran.
7. Setiap pegawai rumah sakit mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan / simulasi
tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran.

F. Manajemen peralatan medis

Dalam menunjang pelayanan, perlu adanya kepastian status peralatan yang


dipakai.Upaya yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Adanya pendataan seluruh peralatan non medis ataupun medis yang selalu
diperbaharui.
2. Dilaksanakan sertifikasi untuk alat-alat tertentu sesuai dengan ketetapan dalam
peraturan perundang-undangan..
3. Diperlukannya seseorang yang kompeten guna menanggani,memperbaiki,dan
melakukan monitoring seluruh peralatan yang ada di rumah sakit
G. Manajemen sistem utility

Kegiatan di suatu rumah sakit tidak diperbolehkan terhenti dikarenakan adanya sarana
pendukung yang tidak bekerja.Adapun sarana pendukung meliputi :
1. Sarana penyuplai listrik yang harus selalu tersedia 24 jam tanpa terputus.
2. Sarana penyedia air yang harus tersedia selalu selama 24 jam tanpa terputus.
3. Adanya kerjasama dengan pihak ketiga untuk penyuplai air dan listrik bila seluruh
upaya sudah dilakukan.
4. Pasokan gas medis yang tidak boleh terlambat dan adanya pemantuan secara rutin.

H. Larangan merokok

Larangan merokok diseluruh wilayah rumah sakit


1. Wilayah didalam RSI-SA dinyatakan sebagai kawasan bebas asap rokok.
2. Larangan ini berlaku bagi seluruh civitas hospitilia RSI-
SA,pengunjung,tamu,rekanan yang berada di RSI-SA.
3. Pemasangan tanda-tanda larangan merokok.
4. Pembuatan plamfet / gambar penyuluhan bahaya merokok.
5. Penyuluhan bagi penunggu pasien.

I. Recall/penarikan barang

Adanya penarikan peralatan – peralatan medis yang digunakan dalam pelayanan


dikarenakan sebagai berikut :
1. Peralatan dinyatakan tidak boleh lagi digunakan karena kalibrasi.
2. Peralatan tidak boleh digunakan karena regulasi/peraturan.
3. Peraturan tidak bisa digunakan kembali karena rusak dan tidak ada lagi suku
cadangnya.
4. Peralatan ditarik oleh vendor/supplier karena adanya kesalahan dalam produksi atau
sesuatu hal.
5. Adanya tata cara /aturan penggudangan peralatan yang sudah tidak terpakai kembali.

J. Pendidikan dan Pelatihan K3

Pendidikan dan Pelatihann K3 di Rumah Sakit, ditetapkan sebagai berikut :


1. Setiap pegawai di Rumah Sakit diberikan kesempatan mengikuti pendidikan dan
pelatihan K3 untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dibidang K3.
2. Rumah Sakit melalui urusan diklat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan K3
bagi pegawai secara berkala dan berkesinambungan.
3. Materi pendidikan dan latihan K3 akan selalu disesuaikan dengan kebutuhan,
kemajuan dan perkembangan K3.
4. Pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop, pertemuan ilmiah,
dll.

K. Evaluasi dan Pelaporan

Evaluasi dan Pelaporan tentang kegiatan- kegiatan K3 di Rumah Sakit, adalah sebagai
berikut :
1. Memuat seluruh aspek K3, yaitu :
a) Disaster Program
b) Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
c) Keamanan Pasien, Pengunjung dan pegawai
d) Keselamatan dan Kesehatan Pegawai
e) Pengelolaan bahan dan Barang Berbahaya
f) Kesehatan Lingkungan Kerja
g) Sanitasi Rumah Sakit
h) Sertifikasi/Kaliberasi Sarana, Prasarana dan Peralatan
i) Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas
j) Pendidikan dan Latihan K3
k) Pengumpulan, Pengolahan, dan Pelaporan Data
2. Evaluasi ini dilakuan untuk jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan jenis
kegiatan yang dilaksanakan, dapat dilakukan 3 bulan, 6 bulan, dst.
3. Hasil Evaluasi dibuatkan laporannya dan pelaporan disampaikan kepada direktur
rumah sakit untuk mendapatkan tindak lanjut, untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

L. Peningkatan Mutu

Peningkatan Mutu K3 Rumah Sakit, meliputi :


1. Ada pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan kasus K3.
2. Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh Komite K3 Ruma
Sakit.
3. Hasil Analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada direktur rumah sakit.
BAB III
PEMBENTUKAN ORGANISASI KOMITE K3

A. LATAR BELAKANG

Rumah sakit merupakan suatu bentuk badan usaha di bidang jasa yang meliputi
komponen manusia,mesin, peralatan dan energy yang merupakan asset untuk dapat
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja
yang lebih baik.Dengan demikian diperlukan upaya-upaya agar setiap pegawai dapat
bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun pegawai lainnya dan
lingkungan rumah sakit.

Upaya tersebut diatas meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan,


oleh karenanya harus dilakukan identifikasi permasalahan, evaluasi dan tindak lanjut
yang harus segera dilakukan.

Kegiatan-kegiatan K3 rumah sakit harus dapat meminimalkan terjadinya penyakit akibat


kerja dan kecelakaan akibat kerja serta memberikan rasa aman akan adanya bencana dan
kebakaran.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk menunjuk dan mengangkat
Komite K3 Rumah Sakit yang merupakan organisasi non structural, yang terdiri dari
tenaga staf dan tenaga penunjang.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

Pembentukan Komite K3 bermaksud untuk menentukan dan membagi tugas, wewenang,


dan tanggung jawab dalam melakukan pengawasan, pengkoordinasian dan pengendalian
kegiatan K3 diRumah Sakit terhadap seluruh pegawai, dokter, pasien dan pengunjung
lainnya.
Komite K3 dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan kondisi sehat, aman dari
kecelakaan kerja dan lingkukangan yang nyaman bagi pegawai sehingga produktivitas
kerja meningkat dan rasa aman dari bahaya kebakaran dan bencana lainnya.

C. PROSEDUR PEMBENTUKAN KOMITE K3

Komite K3 rumah sakit (KOMITE K3RS) ditunjuk dan diangkat langsung oleh Direktur
Rumah Sakit berdasarkan pada usulan-usulan dan pertimbangan yang disampaikan oleh
pengurus KOMITE K3RS dengan tetap memperhatikan prestasi kerja masing-masing
KOMITE K3RS, kemudian ditetapkan dalam surat Keputusan Direktur Rumah Sakit.
D. ORGANISASI DAN POLA KETENAGAAN

1. Organisasi

Sebagai organisasi non structural, Komite K3RS memiliki struktur organisasi sendiri
dan hubungannya dengan organisasi structural rumah sakit.

Struktur Organisasi Komite K3RS terdiri dari 2 bagian besar yaitu :


1. Tenaga Staf yaitu tenaga yang menjadi anggota Komite K3.
2. Tenaga Pendukung yaitu pegawai rumah sakit yang melaksanakan fungsi K3.

Sebagai pimpinan Komite K3RS ditetapkan ketua Komite K3RS, ketua Komite
K3RS bertanggungjawab kepada Direktur Rumah Sakit.Ketua Komite K3RS
membawahi tenaga staf Komite K3RS yang terdiri dari beberapa tim dan membawahi
tenaga pendukung Komite K3RS.

Sekertaris Komite K3RS membantu ketua dalam menjalankan kegiatan manajemen


K3RS.

Secara rinci tergambarkan dalam bagan organisasi KOMITE K3RS sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI KOMITE K3RS
RUMAH SAKIT UMUM ISLAM MADINAH NGUNUT

DIREKTUR

KETUA K3

SEKRETARIS

TIM SATGAS ANTI SUB KOMITE SUB KOMITE SUB KOMITE


ROKOK PENANGGULANGAN KESELAMATAN DAN LINGKUNGAN DAN B3
KEBAKARAN KESEHATAN KERJA

2. Uaian Tugas

1) Direktur
Uraian Tugas :
a) Mengadakan pertemuan reguler Direktur dan Komite K3 untuk meninjau
ulang implementasi Sistem Manajemen K3.
b) Membentuk dan menetapkan Komite K3.
c) Menetapkan kebijakan K3.
d) Menetapkan uraian kerja Komite K3.
e) Menetapkan prosedur dan garis panduan maupun peraturan umum dan
lainnya.
f) Menetapkan rencana jangka panjang dan jangka pendek kegiatan K3.
g) Bertanggung jawab penuh atas penerapan K3 di Rumah Sakit.

2) Ketua K3RS
Uraian Tugas
a) Mengkoordinasi semua kegiatan Komite K3.
b) Menindaklanjuti kebijakan yang sudah ditetapkan oleh Dewan Pembina.
c) Mempertanggungjawabkan pelaksanaan K3 kepada Depnaker dan Diereksi
sebagai dewan pembina setiap 3 (tiga) bulan sekali.
d) Memasyarakatan kebijakan dan penerapan K3 ke setiap personil melalui unit
kerja.
e) Mengembangkan strategi perubahan yang jelas.
f) Menetapkan tujuan dan program K3.
g) Mempertanggungjawabkan kesuksesan program K3 dan implementasi sistem
manajemen K3 secara berkelanjutan.

3) Sekretaris K3RS
Uraian Tugas :
a) Mengkoordinasikan semua kegiatan di setiap bidang.
b) Menerima laporan dan memberikan masukan yang diperlukan bidang-bidang
dalam pelaksanaan sistem manajemen K3, termasuk keluhan-keluhan yang
berkaitan dengan Kesehatan keselamatan kerja.
c) Menyiapkan laporan kecelakaan kerja dan laporan KOMITE K3 setiap 3
(tiga) bulan kepada Depnaker.
d) Melaporkan Implementasi Sistem Manejemen K3 serta permasalahan-
permasalahnnya kepada Top Management untuk memastikan persyaratan dan
peraturan telah diimplementasikan secara efektif.
e) Mendesain tingkat pengendalian resiko (Hierarchy of Control)
f) Melakukan penelitian dan pengembangan K3

4) Koordinator K3RS
Uraian Tugas :
a) Mengkoordinir kegiatan di bidang yang berada dibawah tanggung jawabnya.
b) Melaksanakan kebijakan/program kerja yang telah ditetapkan oleh ketua
Komite K3.
c) Membina, memonitor dan mengawasi pelaksanaan program kerja di
bidangnya.
d) Mengadakan koordinasi dengan bidang lain yang terkait dengan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
e) Melakukan koordinasi progress pelaksanan program kerja sehari-hari di
bidangnya dengan sekretaris.
f) Membuat laporan bulanan kepada sekretaris.
g) Ketua bidang dapat saling memberi masukan kepada ketua di bidang lainya.

5) Tim Penggerak / Pendukung K3RS


Uraian Tugas :
a) Mengikuti rapat Komite K3 dan melakukan pembahasan atas persoalan yang
diajukan dalam rapat.
b) Melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan oleh Komite K3 sesuai dengan
dengan bidangnya masing-masing.
c) Melaporkan kepada ketua bidang atas kegiatan yang telah dilaksanakan.
d) Dapat mengusulkan adanya pembahasan dan tindak lanjut yang diperlukan
mengenai masalah K3 yang dianggap perlu.

E. POLA KETENAGAAN
Dalam Komite K3 dibutuhkan ketenagaan dengan syarat – syarat sebagai berikut :

1. Pembina K3RS
Pembina adalah pimpinan/direktur rumah sakit

2. Ketua K3RS
Ketua adalah dan Seorang dokter yang memiliki sertifikasi K3 umum
3. Sekretaris K3RS
Sekretaris adalah seorang yang mempunyai sertifikasi K3 umum.

4. Koordinator K3RS
Pegawai rumah sakit dari berbagai unsur bagian rumah sakit sesuai kedudukan dalam
Komite, seperti :
a. Kewaspadaan Bencana terdiri dari unsur Perawat, Dokter IGD.
b. Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri dari unsur Medis (dokter umum),
Perawat, PPI.
c. Kesehatan Lingkungan terdiri dari unsur Kesehatan Lingkungan, Sanitasi, Sarana
Prasarana.
Staf ini harus telah mendapatkan pelatihan K3.

5. Tim Penggerak K3RS

Anggota Penggerak Komite K3RS adalah Seluruh Pegawai Rumah Sakit yang
dianggap mampu menggerakkan SDM di unit kerjanya.
Pegawai rumah sakit ini telah mengikuti pelatihan K3.

Pelaksanaan kegiatan K3 di Rumah Sakit harus berjalan setiap saat, mengingat pola
kerja di Rumah Sakit pada umumnya yang terbagi menjadi tiga shift kerja maka
ditetapkan pola tenaga K3 agar dapat memenuhi ketenagaan pendukung K3 disetiap
shiftnya, sebagai berikut :
a. SHIFT pagi disediakan tenaga pendukung sebanyak 24 orang yang terdiri dari
Kepala Instalasi/perawat/urusan yang bertugas saat itu.
b. SHIFT sore dan SHIFT malam disediakan tenaga pendukung masing-masing
shift sebanyak 18 orang yang terdiri dari Penanggung Jawab shift disetiap
ruangan ditambah dengan seorang dokter IGD dan Kepala jaga. Dengan
demikian dapat dihitung bahwa seluruh tenaga pendukung yang tersedia di
Rumah Sakit adalah 24 + 18 + 18 + 2 = 62 orang.
BAB IV
KESELAMATAN DAN KEAMANAN

A. LATAR BELAKANG

Di era globalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di


setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu mengembangkan
dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka menekan serendah mungkin
risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan
produktivitas dan efesiensi.

Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan tidak


terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan resiko bahaya di
tempat kerjanya.Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling
berat tergantung jenis pekerjaannya.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai


kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib diselenggarakan pada
setiap tempat kerja,khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan
yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri
sendiri dan masyarakat sekelilingnya, untuk memperoleh produktivitas kerja yang
optimal, sejalan dengan program perlindungan tenaga kerja.

B. PENGERTIAN

Yang dimaksud dengan pemantauan keselamatan kerja adalah sekumpulan kegiatan


yang menganalisa, menilai dan memberikan masukkan dalam upaya menjamin
terciptanya kondisi produktivitas dapat ditingkatkan.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari pemantauan keselamatan kerja di Rumah Sakit mengacu pada
perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, meliputi :

1. Penyediaan air bersih dan air minum

Merupakan air yang mempunyai kualitas minimal sebagaimana yang terlampir dalam
PERMENKES no. 416 tahun 1990.

Pemantauan air bersih dan air minum dilakukan dengan cara :


a. Memeriksa dan menjamin ketersediaan air bersih dan air minum yang dilakukan
setiap hari pada penampungan air bersih dan gudang air minum.

16
b. Mengirimkan sampel air minum da air bersih ke laboratorium kesehatan ndaerah
dengan frekuensi pengiriman sebanyak 4 kali setahun dengan parameter
bekteriologi dan kimia dan merujuk pada keputusan Dirjen P2MPLP Nomor :
HK.00.06.6.44 tahun 1993 tentang persyaratan dan petunjuk teknis tata cara
penyehatan lingkungan rumah sakit dengan hasil yang segera dievaluasi dan
ditindaklanjuti.

2. Pengelolaan limbah

Pengelolaan terhadap semua air buangan dan tinja hasil kegiatan operasional Rumah
Sakit sehingga memenuhi persyaratan yang terdapat dalam PerMenKes RI No. 1204
tahun 2004 tentang penetapan dan baku mutu air sungai / badan air serta baku mutu
limbah cair.

Pengelolaan air limbah ini diolah dalam instalasi pengolahan air limbah dengan
sistem aerob dan anaerob bio filter system.

Pemantauan pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara :


a. Pemeriksaan setiap hari terhadap fungsi IPAL dengan memperhatikan parameter
fisik dan bau serta pencatatan debit air masuk dan keluar.
b. Pemeriksaan setiap hari tempat penyimpanan limbah B3
c. Mengirimkan sempel air limbah dari outlet IPAL ke LABKESDA sebanyak 12
kali setahun dengan parameter sesuai dengan PerMenKes RI No. 1204 tahun
2004 hasil segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.

3. Pengelolaan sampah

Pengelolaan terhadap semua sampah baik sampah medis maupun sampah non medis
yang dihasilkan dalam kegiatan operasional RSI Madinah sehingga memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam SK Dirjen P2MPLP NO. 281-II/PD.03.04.LP
tahun 1989 tentang persyaratan kesehatan pengelolaan sampah dan SK Dirjen
P2MPLP NO. HK.00.06.6.44 tahun 1993 tentang persyaratan dan petunjuk teknis
tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit.

Untuk kategori sampah non medis dilakukan pengelolaan dengan cara dimasukkan
ke dalam kantong plastik berwarna hitam.

Untuk kategori medis, pengelolaan sampah dimasukkan ke dalam kantong plastik


berwarna kuning.
Pemantauan pengelolaan sampah dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan kebersihan TPS non Medis dan Medis setiap hari dengan lembar
kontrol.
b. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap proses pemisahan sampah medis dengan
sampah non medis.
c. Wawancara dengan pegawai, pengunjung serta warga sekitar tentang pengelolaan
sampah.

4. Pengendalian serangga dan binatang pengganggu

Kegiatan yang bertujuan menekan kepadatan populasi serangga, tikus, kucing,


cacing, rayap atau hewan yang menjadi perantara menularkan penyakit tertentu.
Pemantauan pengendalian serangga dan binatang pengganggu dilakukan dengancara:
a. Melakukan pemantauan terhadap kebersihan baik dalam gedung maupun luar
gedung setiap hari dengan alat bantu checklist.
b. Melakukan uji sampling kepadatan lalat, kecoa, dan nyamuk setiap 3 bulan sekali
dengan parameter : lalat adalah 8 ekor/flygrill (100 x 100 cm) per menit,
parameter kecoa adalah 2 ekor/plate (20 x 20 cm) per 24 jam. Parameter nyamuk
adalah angka Container Index ≤ 5 %.
c. Pemantauan tingkat kepadatan tikus dengan parameter tingkat kepadatan tikus
mendekati angka 0 setiap 3 bulan sekali.

5. Sanitasi makanan
Upaya memantau faktor makanan, petugas, tempat dan perlengkapan yang mungkin
dapat menimbulkan penyakit terhadap pasien dan pegawai Rumah Sakit.

Kegiatan dilakukan di dapur dan pantry sebagai tempat pengolahan dan pengelolaan
makanan.
Pemantauan terhadap sanitasi makanan dilakukan dengan cara :
a. Pemantauan terhadap pelaksanaan 6 prinsip hygiene sanitasi makanan dengan
mengisi lembar kontrol yang tersedia setiap bulan.
b. Pemeriksaan Kesehatan khusus terhadap tenaga penjamah makanan minimal
sekali dalam setahun yang hasilnya segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.
c. Pemeriksaan sampel makanan ke LABKESDA setiap 6 bulan sekali dengan hasil
segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.
d. Pengukuran suhu dan kelembaban ruang dapur setiap 1 bulan sekali, segera
dievaluasi dan ditindaklanjuti.

6. Penyehatan ruang laundry


Upaya penyehatan tehadap tempat dan sarana pencucian linen hingga linen siap
dipakai dalam kegiatan operasional Ruamah Sakit.
Pemantauan terhadap ruang laundry meliputi :
a. Proses pencucian dan penghalusan sesuai standar yang telah ditentukan.
b. Penggunaan APD di ruang laundry
c. Pengukuran suhu dan kelembaban setiap bulan dan dilakukan evaluasi serta
tindak lanjut dari hasil pengukuran.

7. Infeksi nosokomial
Kegiatan pemantauan Infeksi Nosokomial dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan bakteriologis terhadap kualitas udara ruangan, usap peralatan medis,
usap linen,usap tangan dan dilakukan setiap 6 bulan sekali, yang kemudian
dievaluasi dan ditindaklanjuti.
b. Terhadap kepadatan serangga dan binatang pengganggu.
8. Desinfeksi
Pemantauan proses desinfeksi dilakukan dengan cara :
a. Usap peralatan medis/instrument setiap 3 bulan sekali ke LABKESDA yang
hasilnya dievaluasi dan ditindaklanjuti.
b. Uji mikro udara ruang setiap 6 bulan sekali ke LABKESDA yang hasilnya
ditindak lanjuti dan dievaluasi

9. Penyuluhan kesehatan lingkungan


Upaya memberikan penyuluhan mengenai menyehatkan dan memelihara lingkungan
Rumah Sakit dan pengaruhnya terhadap masyarakat sekita RS dari KOMITE K3RS
yang dilaksanakan oleh petugas kesling rumah sakit kepada karyawan, pengunjung,
pasien serta masyarakat setiap 6 bulan sekali dengan materi menyangkut upaya
peningkatan kualitas kesehatan dalam opersional kegiatan Rumah Sakit.

Pemantauan dilakukan dengan cara :


a. Wawancara terhadap karyawan atau pasien atau pengunjung atau pendapat dari
instansi pemerintahan tentang upaya penyehatan lingkungan di Rumah Sakit.
b. Pemantauan terhadap frekuensi keluhan terhadap masalah kesehatan lingkungan
di Rumah Sakit.

10. Pencahayaan ruangan


Adalah pengaturan jumlah penyinaran pada suatu ruang bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif dan produktif di semua
bagian dalam dari gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran kualitas pencahayaan setiap tahun
sekali dengan parameter yang telah ditentukan.

11. Penyehatan udara

Adalah upaya untuk melakukan penyehatan udara segar yang memadai untuk
menjamin kesehatan pemakai ruangan, diseluruh bagian gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara mengukur tingkat suhu dan kelembaban setiap
hari pada ruangan khusus dengan parameter yang telah ditentukan.

12. Kebisingan ruangan

Adalah upaya pengaturan tingkat kebisingan yang tidak dikehendaki sehingga


mengganggu dan atau membahayakan kesehatan, di semua bagian dalam gedung
Rumah Sakit. Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran tingkat kebisingan
setiap 1 tahun sekali dengan parameter kebisingan ruangan adalah :
a. Ruang perawatan, isolasi, radiologi, operasi maksimal 45 dBA.
b. Poliklinik/poli gigi maksimum 80 dBA.
c. Laboratorium maksimum 68 dBA.
d. Ruang cuci, dapur, maksimum 78 dBA.

13. Instalasi listrik

Adalah pusat jaringan pengendalian listrik sebagai sumber tenaga pembangkit untuk
melakukan kegiatan operasional rumah sakit.
Pemantauan instalasi listrik dilakukan dengan cara :
a. Memeriksa amper, tegangan dan tahanan pada panel induk setiap hari dengan
parameter sesuai dengan daya yang tersedia dari pihak PLN.
b. Pengujian terhadap instalasi listrik secara keseluruhan yang dilakukan oleh
petugas dengan frekuensi setiap 5 tahun sekali.

14. Fasilitas toilet

Tempat yang disediakan oleh Rumah Sakit sebagai tempat pembuangan dan atau
keperluan lain yang diperuntukkan bagi pasien, pengunjung dan karyawan.
Pemantauan terhadap fasilitas toilet dengan cara :
a. Pemeriksaan terhadap kebersihan fasilitas toilet dengan frekuensi sebanyak 3
kali dalam 24 jam.
b. Pemeriksaan terhadap fungsi peralatan bantu yang terdapat dalam fasilitas toilet
yang dilakukan setiap hari.
c. Pemeriksaan terhadap fungsi saluran pembuangan dalam fasilitas toilet setiap 3
bulan sekali.

15. Ketenagaan
Upaya manajemen menjamin bahwa semua karyawan yang bekerja di Rumah Sakit
aman terhadap ancaman tertularnya penyakit akibat paparan yang diperoleh selama
melaksanakan kegiatan dinas di rumah sakit sehingga karyawan merasa aman
bekerja dan tetap terjaga kesehatannya.
Pemantauan terhadap Kesehatan karyawan dilakukan dengan cara :
a. Pemeriksaan pra pekerjaan bagi calon pegawai yang melamar di Rumah Sakit ,
meliputi pemeriksaan fisik, rontgen, laboratorium rutin serta evaluasi psikologi.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala bagi pegawai dengan frekuensi minimal 1 tahun
sekali,meliputi pemeriksaan fisik, dan laboratorium lengkap.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus bagi karyawan yang bekerja pada tempat-tempat
khusus,karyawan berusia di atas 40 tahun, karyawan dengan penyakit-penyakit
tertentu yang dianggap beresiko tinggi oleh dokter, dengan frekuensi
pemeriksaan minimal 1 tahun sekali.

16. Alat pelindung diri

Adalah alat yang dipergunakan untuk pengaman bagi pegawai dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya terhadap resiko terkontaminasi diri dari pasien, radiasi
penyinaran, bahan berbahaya dan beracun (B3), penggunaan peralatan, dll.

17. Penetapan Tempat-tempat beresiko


Agar seluruh pegawai, pasien, keluarga pasien, pengunjung dapat mengetahui tempat-
tempat yang berbahaya di lingkungan Rumah Sakit maka diberikan petunjuk-petunjuk
yang ada pada tempat – tempat yang telah ditentukan. Tempat-tempat yang dianggap
beresiko ditetapkan oleh direktur rumah sakit, yaitu :
– Instalasi Radiologi
– Instalasi Laboratorium
– Instalasi Farmasi
– Kamar operasi
– IPSRS
– Loundry
– CSSD

18. Fasilitas perlengkapan keamanan pasien

Merupakan sarana yang berkaitan dengan phisik gedung atau bangunan rumah sakit
dengan mengutamakan keamanan dan kenyamanan pasien, keluarga pasien, dan
pengunjung Rumah Sakit.

Fasilitas perlengkapan tersebut meliputi :


– Pegangan pada tepi tangga.
– Pegangan pengaman pada samping kloset dan bel panggil.
– Pintu dapat dibuka dari luar.
– Tempat tidur dilengkapi tralis penahan dibagian tepi.
– Sumber listrik (stop kontak) mempunyai pengaman.
– Pasokan Oksigen cukup di tempat-tempat penting, seperti Kamar Operasi,
ICU/NICU, IGD.
– Tersedia suction/alat penghisap pada keadaan gawat darurat.
19. Keamanan pasien,pengunjung dan staf
Agar terciptanya keadaan yang aman dilingkungan rumah sakit perlu adanya
kegiatan yang dilakukan oleh pihak keamanan. Ruang lingkup kegiatan keamanan
meliputi :
– Kontrol / patroli area.
– Pengamanan barang pasien rawat jalan/rawat inap.
– Pengaturan penerimaan pengunjung umum / khusus.
– Pengamanan tindakan penculikan bayi.
– Pengamanan kejadian-kejadian yang tidak terduga.
BAB V
PENGELOLAAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN BERACUN

A. LATAR BELAKANG

Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses rangkaian kegiatan
yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan
limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Proses pengolahan secara
fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah b3 dan/atau
menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak berbahaya.
Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk mengubah watak fisik
dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat B3 agar pergerakan
senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi dan membentuk massa monolit dengan struktur
yang kekar. Sedangkan proses pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk
menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang tidak
mengandung B3.

Pemilihan proses pengolahan limbah B3, teknologi dan penerapannya didasari atas
evaluasi kriteria yang menyangkut kinerja, keluwesan, kehadalan, keamanan,operasi
dari teknologi yang digunakan, dan pertimbangan lingkungan. Timbunan limbah B3
yang sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi
penimbunan (landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk
mengurangi dampak buruk terhadap lingkungan.

B. PENGERTIAN

1. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;


2. Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau
konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lain;
3. Limbah Bahan Berbahaya Beracun, disingkat Limbah B3 adalah setiap limbah
yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat
membahayakan kesehatan manusia.

C. RUANG LINGKUP :

1. Tatacara Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun


a) Untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat bahan kimia berbahaya maka
bahan kimia berbahaya dan beracun harus disimpan, dipergunakan, dan dibuang
dengan cara yang sesuai ketentuan.

23
b) Setiap Bagian dan setiap personel di rumah sakit harus melakukan secara benar
seluruh ketentuan penyimpanan, penggunaan, dan pembuangan bahan kimia
berbahaya dan beracun.
c) Setiap Bagian yang menyimpan bahan kimia berbahaya dan beracun dalam
jumlah besar dan jenis bahan kimia yang banyak, harus mempunyai ruang
penyimpanan khusus.
d) Semua bahan kimia berbahaya dan beracun harus diberikan label yang benar agar
tidak terjadi pencampuran bahan yang tidak sesuai.
e) Semua bahan kimia berbahaya dan beracun harus diperiksa kondisi fisik secara
teratur untuk mendeteksi kebocoran atau kerusakan wadah
f) Bahan kimia yang menjadi basah akibat kelembapan yang tinggi bisa dikeringkan
sebelum dipergunakan sesuai denga karakteristik dari bahan tersebut dengan
melihat MSDS.
g) Sampah yang berasal dari bahan kimia harus dibuang pada kontener yang telah
disiapkan khusus untuk bahan tersebut, tidak boleh dibuang pada tempat sampah
untuk bahan kimia lain.
h) Tidak diperkenankan mempergunakan lampu spiritus dalam ruang berisi bahan
kimia apabila tidak diinstruksikan.
i) Setiap wadah dari gelas harus diperiksa apakah ada keretakan atau tidak karena akan
menyebabkan cedera serius apabilaterjadi kebocoran bahan kimia.
j) Untuk menghindari terjadinya peledakan bahan kimia maka setiap bahan kimia
dengan konsentrasi yang tinggi harus disimpan dalam ruangan dengan suhu yang
lebih rendah dari titik nyala bahan kimia tersebut.
k) Setiap bahan kimia yang mudah meledak atau terbakar harus diidentifikasi titik
nyala dari bahan tersebut.
l) Setiap karyawan harus memperhatikan bahwa beberapa bahan-bahan padat kimia
berbahaya dan beracun tidak boleh terkena air, terkena pemanasan, terjadi
gesekan atau terkena cahaya/ sinar matahari karena akan mudah terbakar.

2. Identifikasi Bahan kimia berbahaya dan beracun.


a) Menginventaris bahan-bahan berbahaya yang ada di rumah sakit.
b) Buat denah distribusi tempat penyimpanan.
c) Identifikasi potensi bahaya yang dipunyai masing-masing bahan berbahaya.
d) Berilah tanda bahaya sesuai dengan potensi bahaya yang dipunyai oleh bahan
berbahaya yang disimpan dan diletakkan disekitar lokasi dan mudah terlihat.

3. Pengadaan bahan kimia berbahaya dan beracun


a) Pemesanan
– Pemesanan Bahan Berbahaya dan Beracun dapat dilakukan apabila disertai
surat pesanan yang ditandatangani oleh Kepala Bagian atau Kepala Instalasi.

24
– Pemesanan Bahan Berbahaya dan Beracun menggunakan Nota Pemesanan
yang terpisah dengan bahan yang tidak termasuk Bahan Berbahaya dan
Beracun.
– Pemesanan harus disertai dengan motivasi/melampirkan data bahwa bahan
yang dipesan merupakan B3.
– Pemesanan dilakukan melalui Distributor resmi yang terdaftar pada Balai POM
atau Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
– Setiap pemesanan harus mencantumkan dengan jelas nama bahan, nama
dagang, nama kimia, jumlah yang dipesan, nama dan alamat distributor.
– Setiap pemesanan harus mencantumkan pernyataan tertulis bahwa pihak
distributor akan melampirkan MSDS pada saat penyerahan B3.
– Tidak diperkenankan memesan B3 yang terlarang berdasarkan Peraturan
Pemerintah RI No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun.

b) Penyerahan Barang
(1) Pada saat penyerahan B3, faktur pembelian harus mncantumkan dengan jelas
nama bahan, nama dagang, nama kimia, jumlah bahan, nama distributor, dan
nama pengimpor/ produsen.
(2) Setiap B3 yang diserahkan harus disertai dengan Lembar Data Pengamanan
Bahan (Material Safety Data Sheet) yang berisi merk dagang, rumus kimia,
jenis B3, klasifikasi, teknik penyimpanan, dan tatacara penanganan bila
kecelakaan.
(3) Pada saat diserahkan, B3 harus memenuhi syarat sebagai berikut :
– Diserahkan dalam bentuk kemasan yang kompak
– Wadah kemasan tidak bocor
– Tidak berkarat
– Tidak Rusak
– Disertai dengan penandaan nama dagang, nama bahan, berat, yang
sesuai dengan yang tertera pada faktur pembelian.
(4) Setiap B3 yang diserahkan harus telah memiliki tanda peringatan sesuai
dengan jenis dan bahannya, simbol bahaya dan petunjuk P3K yang harus
mudah dilihat

c) Bahan Berbahaya dan Beracun tidak dapat diterima apabila :


– Dokumen tidak lengkap.
– Sudah kadaluarsa.
– Label yang tertera pada bahan dan dokumen tidak cocok.
– Penyerahan B3 harus dilakukan secara langsung kepada petugas penerimaan
dan pemeriksaan barang.
– Penerima dan pemeriksa barang mencocokan jumlah dan jenis barang dengan
surat pesanan.
– Lalu dibuat berita acara penerimaan dan pemeriksaan barang yang
ditandatangani oleh penerimaan / pemeriksaan barang dan distributor.
– Penerima dan pemeriksa barang menyerahkan kepada petugas gudang disertai
tanda tangan pada berita acara penerimaan dan pemeriksaan barang oleh
petugas
– Bahan berbahaya dan Beracun langsung ditempatkan pada ruangan/lemari
penyimpanan khusus B3.

4. Penyimpanan bahan kimia berbahaya dan beracun.


Lokasi penyimpanan bahan berbahaya adalah tempat untuk menyimpan bahan yaitu
bahan yang mempunyai curahan kausatik/bahan kimia yang banyak ,bahan yang
mudah terbakar,peralatan dengan tekanan yang tinggi,bahan radioaktif maupun
infeksius.

Persyaratan Umum Ruang Penyimpanan


a) Ruangan Penyimpanan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
– Kedap air, tidak bocor, ada ventilasi untuk mencegah akumulasi gas, lubang
angin harus dilengkapi dengan kasa penutup agar burung dan binatang tidak
masuk dan dilengkapi penerangan yang mencukupi.
– Instalasi penerangan harus tidak menimbulkan ledakan, dengan memasang
lampu penerangan dengan tinggi minimal 1 meter di atas kemasan dan semua
saklar untuk ruang bahan mudah terbakar harus terpasang dari sisi luar.
– Tersedia sarana pencucian yang dekat lokasi dan memadai misalnyawastafel
untuk membilas mata atau bagian tubuh lainnya yang terpapar bahan
berbahaya dan beracun.
– Tersedia sistem pemadam kebakaran dan deteksi kebakaran yang sesuai dengan
luas ruang dan jenis bahan yang disimpan.
– Tersedia pembangkit listrik cadangan yang berfungsi secara otomatik apabila
terjadi ganguan aliran listrik.
– Tersedia Fasilitas pertolongan pertama pada kecelakaan dalam jumlah dan jenis
yang memadai.
– Tersedia peralatan komunikasi dalam ruang penyimpanan agar memudahkan
komunikasi dengan Bagian lain.
– Tersedia pengontrol suhu dan kelembaban di setiap ruang penyimpanan bahan
berbahaya dan beracun.
– Ruangan penyimpanan tidak boleh terkena cahaya matahari secara langsung
karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia pada bahan-bahan kimia
yang tidal stabil.
– Ruangan penyimpanan bahan berbahaya dan beracun dinyatakan sebagai
“restricted area” sehingga setiap orang yang tidakberkepentingan tidak
diperkenankan masuk.
– Semua sistem pengamanan ruangan dan penyimpanan bahan kimia harus
diperiksa sekurang-kurangnya setiap bulan.
– Setiap hasil pemeriksaan harus didokumentasikan, dilaporkan ke KOMITE
K3RS dan ditindaklanjuti.

b) Penyimpanan bahan berbahaya dan beracun harus mengikuti ketentuan


sebagai berikut:
– Dilakukan dengan sistem blok, terdiri dari 2x2 kemasan sehingga dapat
dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan.
– Jarak antar blok minimum 60 cm agar masih tersisa ruang untuk melakukan
pengawasan rutin.
– Maksimum tumpukan 3 lapis, apabila lebih maka harus dengan memakai rak,
kecuali untuk bahan kimia yang disimpan dalam wadah botol, tidak
diperkenankan untuk disimpan bersusun.
– Jarak kemasan terluar tidak bolehkurang 1 meter dari atap.
– Kemasan B3 yang tidak saling cocok harus disimpan terpisah, tidak dalam 1
blok untuk menghindari terjadinya reaksi kimia yang membahayakan.
– Penempatan kemasan harus dengan syarat tidak ada kemungkinan tumpah ke
kemasan lain.
– Label kemasan harus dapat terlihat dengan jelas.

Persyaratan Berdasarkan Jenis B3

1. Bahan Beracun
– Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
– Jauhkan dari bahan lain yang dapat bereaksi
– Tersedia alat pelindung diri

2. Bahan Korosif
– Ruang penyimpanan harus dingin dan berventilasi
– Bahan disimpan dalam wadah tertutup dan berlabel
– Tersedia alat pelindung diri

3. Bahan Mudah Terbakar


– Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
– Ruangan/bahan harus jauh dari sumber api/panas
– Hindari terjadinya loncatan api listrik atau bara rokok
– Tersedia alat pemadam kebakaran
– Penyimpanan harus dijauhkan dari bahan kimia oksidator
– Tersedia alat pelindung diri
4. Bahan Mudah Meledak
– Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
– Ruangan/bahan harus jauh dari sumber api/panas
– Tersedia alat pemadam kebakaran
– Tempat penyimpanan tidak menimbulkan gesekan atau benturan mekanis
– Tersedia alat pelindung diri

5. Bahan Oksidator
– Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
– Ruangan/bahan harus jauh dari sumber api/panas
– Hindari terjadinya loncatan api listrik atau bara rokok
– Penyimpanan harus terpisah dengan bahan mudah terbakar atau bahan
pereduksi
– Tersedia alat pemadam kebakaran

6. Bahan Reaktif
– Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
– Ruangan/bahan harus jauh dari sumber api/panas
– Ruangan harus kedap air
– Tersedia alat pemadam kebakaran
– Tersedia alat pelindung diri

5. Pengamanan bahan kimia berbahaya dan beracun


a) Makan, minum atau merokok tidak diperkenankan apabila sedang bekerja dengan
bahan kimia berbahaya dan beracun.
b) Diupayakan dalam pengambilan bahan kimia tidak berlibihan,karena apabila
dikembalikan kedalam wadah semula,ini akan dapat menimbulkan suatu reaksi
kimia yang berbahaya. Harus diupayakan pengambilan bahan secara tepat tanpa
berlebihan.
c) Apabila sedang mengerjakan pencampuran bahan kimia, tidak diperkenankan
meninggalkan tempat sehingga proses pencampuran/ reaksi tidak diawasi.
d) Tidak diperkenankan mencicipi/ merasa bahan kimia jenis apapun. Apabila harus
mencium bahan kimia maka lakukan dengan sangat hati-hati dengan
mempergunakan ujung botol sehingga hanya sebagian kecil uap yang masuk ke
hidung.
e) Tidak diperkenankan menyimpan mantel, baju lapis, atau buku dalam ruang yang
berisi bahan kimia karena bisa terkontaminasi oleh bahan kimia.
– Setiap karyawan harus mengetahui lokasi dari Alat Pemadam Api Ringan
(APAR), tempat pembilasan, dan mengetahui cara mempergunakan peralatan
tersebut.
– Setelah kejadian pemaparan, kecelakaan, kebakaran, peledakan atau adanya
tumpahan bahan, karyawan harus segera memberitahukan kepada Kepala
Bagiannya atau atasan langsung.
– Penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun

6. Tatacara Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun


a) Dalam menangani bahan kimia berbahaya dan beracun, setiap karyawan harus
menghindari terjadinya inhalasi bahan, penyerapan melalui kulit, tertelan melalui
mulut, atau kontak langsung dengan peralatan/ bahan .
b) Pengambilan bahan kimia cair dengan mempergunakan pipet,pipet yang disedot
dengan mulut tidak diperkenankan karena dapat menyebabkan tertelannya bahan
kimia tersebut.
c) Dalam menuang bahan kimia cair, tidak boleh dilakukan dengan terburu-buru
yang sampai mengotori label bahan kimia berbahaya dan beracun.

d) Sebelum menuang bahan kimia, pekerja harus membaca dengan teliti label bahan
kimia. Apabila label sudah tidak jelas atau tidak ada maka tidak diperkenankan
mengambil bahan kimia dari kontener.
e) Apabila menuang bahan kimia cair dari kontener yang besar ke dalam gelas ukur
yang kecil maka gelas ukur harus ditahan agar cairan tidak tumpah.

Setiap pekerja yang menangani bahan kimia berbahaya dan beracun harus
mempergunakan sarung tangan, gown, sepatu tertutup dan celana panjang, pekerja tidak
diperkenankan memakai celana pendek, baju lengan pendek dan sepatu yeng terbuka,
apabila bekerja dengan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.

7. Pelabelan/symbol

Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk penyimpanan, pengolahan, pengumpulan,


pemanfaatan limbah B3 wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan
karakteristik dan jenis limbah B3.

Pelabelan bahan kimia berbahaya dan beracun mengacu pada kepada peraturan
menteri lingkungan hidup no 3 tahun 2008 tentang symbol dan label Bahan kimia
berbahaya dan beracun.

8. Penanganan bila terkena bahan kimia berbahaya dan beracun


a) Apabila terkena bahan berbahaya dimata maka lepaskan lensa kontak apabila
memakainya,kemudian basuh mata dengan air yang mengalir sebanyak –
banyaknya sedikitnya selama 15 menit.Upayakan tetap terus membuka mata
mata.Apabila mata merah atau bengkak maka carilah pertolongan medis segera
dengan membawa lembar data keselamatan bahan.
b) Apabila terkena bahan berbahaya dan beracun dikulit segera basuh dengan air
mengalir selam 15 menit dapat pula dengan memberi sabun disinfektan,tutupi
luka yang teriritasi dengan melunakkan, segera lepas baju atau pakian,sepatu dan
cuci peralatan sebelum digunakan kembali.apabila terjadi iritasi atau luka bakar
dapat memberikan krim anti bakteri untuk melunakkan luka dan segera cari
pertolongan medis dan bawa MSDS bahan tersebut.
c) Apabila menelan bahan berbahaya dan beracun dapat mengakibatkan luka bakar
dan korosi pada tenggorokan atau kerongkongan sehingga sakit saat menelan.
Jangan muntahkan apabila posisi masih sadar dan tidak disuruh oleh tenaga
medis,dapat pula memberikan minum 1-2 gelas air atau susu dan hindari pemanis
buatan pada orang yang sadar.Longgarkan pakaian yang ketat seperti kerah,ikat
pinggang,dasi. Segera carilah pertolongan medis dan bawa MSDS bahan tersebut.
d) Apabila menghirup bahan berbahaya dan beracun segera keluar dari ruangan
mencari udara segar,dan apabila tidak bernafas dapat memberikan napas buatan
dari mulut ke mulut apabila tidak membahayakan,apabila sulit bernafas dapat
memberikan oksigen.Carilah pertolongan medis segera dengan membawa MSDS
bahan tersebut.

9. Pembuangan limbah
Limbah yang termasuk dalam kategori limbah B3 dalah :
a) Botol/Wadah bekas kemasan, bekas tumpahan, abu incinerator,bola lampu, abu
incinerator, obat kadaluarsa, batu baterai, dll.
b) Petugas yang menggunakan bahan kimia beracun dan berbahaya mengumpulkan
kedalam kantong plastik merah.
c) Petugas membawa ke TPS limbah B3 setiap hari 2x sehari.
d) Petugas TPS limbah B3 menimbang,mencatat pada neraca limbah, menyimpan dan
melaporkan kepada kepala sanitasi,serta memberi label pada wadah limabah sesuai
Permen LH No 3 Tahun 2008 Tentang symbol dan label B3.
e) Kepala sanitasi melaporkan hasil neraca limbah ke BPLHD setiap 3 bulan sekali.
f) Petugas TPS menghubungi pihak ketiga untuk mengangkut limbah setelah masa
simpan berakhir atau jika volume limbah sudah penuh.
g) Pihak ketiga menimbang limbah dan mencatat pada lembar manifest.
h) Petugas TPS B3 menandatanggani lembar manifest dan memastikan lembar
ketujuh manifest diterima.
i) Pihak ketiga membawa limbah ketempat pengolahan.
BAB VI
KEWASPADAAN BENCANA

A. LATAR BELAKANG
Bencana umumnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang datangnya tiba-tiba.
Rumah Sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil menghadapi bahaya
ini.Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu disusun suatu acuan atau pedoman
bagi seluruh pegawai Rumah Sakit untuk menghadapi suatu bencana yang mungkin
akan terjadi di Rumah Sakit.

B. PENGERTIAN
Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta
benda, kerusakan lingkungan,kerusakan sarana, dan prasarana umum yang memerlukan
pertolongan dan bantuan secara khusus.

C. RUANG LINGKUP
1. Diperlukan tata laksana pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat
digunakan bagi seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil langkah-langkah
yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi bencana di Rumah Sakit, oleh
karena itu telah dibuat buku pedoman penanggulangan bencana yang dapat
dievaluasi untuk perbaikan sistem penanggulangan bencana.
2. Pembekalan Bagi Pegawai dalam menghadapi bencana Untuk pembekalan
pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pegawai dalam penanggulangan bencana
maka diadakan :
3. Pelatihan dan Simulasi Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan sebanyak 1 x
setiap satu tahunnya.
4. Ditetapkan sistem komunikasi dalam penanggulangan bencana yaitu tata cara
penggunaan telepon, daftar nomor penting, dan kewenangan penggunaan telepon.
5. Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien.
6. Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan perundang -
undangan yang berlaku.
BAB VII
KEBAKARAN

A. LATAR BELAKANG

Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor yang


menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah
untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran
membutuhkan suatu program pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan pegawai,
suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan teratur atas bangunan dan
kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik dari
peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap-pakainya
maupun dari segi mudah dicapainya.

B. PENGERTIAN

Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita
hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan.

C. RUANG LINGKUP

1. Pencegahan Kebakaran
Pengelolaan pencegahan kebakaran di Rumah Sakit yaitu dengan mengendalikan
sumber panas seperti Listrik, listrik statis, nyala api dan bahan mudah terbakar
seperti kertas, karpet, karet, dll.

Cara pengendaliannya adalah sebagai berikut :


a) Menetapkan larangan merokok di Rumah Sakit.
b) Monitoring Inspeksi Listrik secara teratur.
c) Menyediakan alat Pemadam Api ringan dengan jumlah cukup sesuai ketentuan
yang berlaku.
d) Inspeksi Peralatan Pemadaman Kebakaran secara berkala.
e) Pemasangan tanda-tanda peringatan bahaya kebakaran pada tempat-tempat
berisiko.
f) Pemasangan tanda-tanda atau jalur evakuasi.
2. Penanggulangan Kebakaran
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan adanya
Oksigen dalam kebakaran tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan
Alat pemadam Api Ringan (APAR) yang fungsinya mengisolasi adanya oksigen
dalam api tersebut, selain itu dapat digunakan air untuk memadamkan kebakaran
sebagai media yang dapat menimbulkan reaksi pendinginan panas dan isolasi oksigen
dari kebakaran tersebut.

Agar pegawai dapat melakukan penanggulangan kebakaran secara dini maka


dilakukanlah pelatihan secara berkala cara menggunakan APAR dan simulasi
penggunaan APAR.

Jadi cara penanggulangan Kebakaran di RSI Madinah Semarang adalah


sebagai berikut :
– Menyediakan dan mengontrol fungsi alat pendeteksian panas agar berfungsi
baik.
– Menyediakan dan mengontrol fungsi Alat pendeteksi asap agar berfungsi baik.
– Alarm kebakaran dengan jumlah cukup.
– Alat pemadam api ringan (APAR) dengan jumlah cukup sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
– Diklat pemadaman api bagi pegawai Rumah Sakit, yang dilakukan secara
berkala 2 kali dalam satu tahun.
BAB VII
MANAJEMEN ALAT KESEHATAN

A. LATAR BELAKANG

Pelayanan di bidang kesehatan RS. Islam Sultan Agung Semarang yang diberikan kepada
masyarakat salah satunya adalah alat kesehatan untuk mendukung tindakan medis dan
penentuan diagnostic yang masing-masing jenis penyakit berbeda-beda standar penggunaan
alat dan proses keluaran data hasil pemeriksaan serta tindakannya.

Keberhasilan suatu tindakan medis dalam menentukan diagnosa sangat dibutuhkan data
pendukung yang dihasilkan oleh alat kerja, alat periksa dan alat tindakan medis yang
baik, standart, dan akurat serta untuk menjaga terjadinya penyimpangan keluaran dari
alat kesehatan tersebut

B. PENGERTIAN

Manajemen alat kesehatan adalah suatu system tata kelola yang dilakukan terhadap
seluruh peralatan medis yang ada di rumah sakit untuk memberikan kepastian bahwa
alat medis yang ada terdeteksi dan terpelihara dengan baik

C. RUANG LINGKUP

Adapun ruang lingkup dari manajemen alat kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Iventarisasi alat – alat kesehatan.
2. Status kalibarasi dari alat kesehatan.
3. Sertifikasi peralatan medik dan umum

D. TUJUAN

Tujuan dari manajemen alat kesehatan adalah untuk menjamin berfungsinya peralatan
medik sebagaimana mestinya sehingga tidak merugikan pengguna alat tersebut.

E. UJI KELAYAKAN

Pemantauan terhadap kelayakan alat kesehatan adalah dengan cara : Uji Kalibrasi yang
dilakukan oleh lembaga pemerintah yang telah ditentukan.
F. SISTEM RECALL

Sangat dimungkinkan sekali adanya recall terhadap alat kesehatan yang sedang/sudah
tidak dipakai. Sehingga sangat diperlukan adanya system penarikan. Berbagai jenis
alas an penarikan adalah sbb:
• Penarikan karena status kalibarasi
• Penarikan karena regulasi/larangan
• Penarikan karena rusak
• Penarikan oleh vendor
BAB VIII
PENDIDIKAN DAN LATIHAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam upaya untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan, Keterampilan, dan


pengalaman pegawai rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan /unsur-unsur K3 maka
dipandang perlu untuk melaksanakan pendidikan dan latihan K3.

Tujuan diselenggarakankannya diklat K3 adalah untuk membentuk karyawan yang


peka, tanggap dan waspada terhadap K3 sehingga mempunyai kesadaran dan kemauam
untuk melakukan kegiatan-kegiatan K3.

B. PENGERTIAN

Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman secara
sistimatik dari suatu pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman yang ingin didapatkan.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup kegiatan diklat adalah :


1. Diklat kelas
Diklat kelas untuk pembahasan teori, dan diskusi sesuai dengan materi yang
disampaikan dan berkaitan dengan unsur-unsur K3.
2. Simulasi
Dilakukan simulasi K3 yang bermanfaat memberikan pengalaman dan gambaran
suatu peristiwa kejadian K3, seperti :
– Pemadaman api dengan APAR
– Evakuasi Pasien
BAB IX
SISTEM EVALUASI DAN PELAPORAN

A. LATAR BELAKANG

Evaluasi dan pelaporan merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah
kegiatan, baik yang bersifat rutin maupun yang tidak terjadwal.

Evaluasi bertujuan untuk menganalisa hasil kegiatan yang telah dilakukan sekaligus
memberikan penilaian apakah kegiatan yang dilakukan telah mencapai sasaran yang
diharapkan atau hasil kegiatan belum memenuhi harapan sehingga perlu dilakukan
tindak lanjut sehingga dicapai sasaran yang diharapkan.

B. PENGERTIAN

Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan - kegiatan atau
yang telah dibuat.

Pelaporan adalah kegiatan membuat analisa dan rekomendasi dari hasil pelaksanaan
kegiatan atau evaluasi.

C. RUANG LINGKUP
Kegiatannya meliputi :
1. Pengumpulan data dari pelaksanaan kegiatan dari unsur – unsur K3 rumah sakit.
2. Mengadakan pertemuan 6 (enam) bulanan guna membahas hasil pelaksanaan
kegiatan K3.
3. Melakukan analisa dan membuat rekomendasi
4. Membuat laporan hasil evaluasi untuk selanjutnya disampaikan kepada direktur
rumah sakit.
BAB X
PENUTUP

Dalam pembuatan buku pedoman ini disadari bahwa buku pedoman ini tidak sempurna
masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Oleh kerena itu masukkan dan saran untuk
perbaikan peningkatan buku pedoman ini, merupakan sesuatu yang sangat berharga.Semoga
buku ini dapat menjadi pegangan bagi setiap orang yang melibatkan diri untuk
berkecimpung di bidang K3 RSI Madinah Semarang.

Ditetapkan Di : Ngunut
Pada Tanggal :

RUMAH SAKIT UMUM ISLAM MADINAH


NGUNUT

dr. FAUZIYAH
Direktur Utama

TEMBUSAN Yth :
1. Semua unit kerja RSI Madinah.
2. Tim K3 RSI Madinah
3. Arsip

38

Anda mungkin juga menyukai