Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Rumah sakit sebagai badan usaha merupakan tempat berkumpulnya tenaga kerja,
pimpinan, pasien, pengunjung, dan mitra kerja yang lain. Dalam hubungannya antara
pimpinan dan tenaga kerja, ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan, salah satunya
adalah hak tenaga kerja untuk mendapatkan keselamatan dan kesehatan kerja dalam
menjalankan tugasnya. Sedangkan kewajiban tenaga kerja di antaranya adalah
menjalankan atau mematuhi peraturan yang ditetapkan, misalnya tenaga kerja harus
memakai alat pelindung diri pada proses pekerjaan yang memerlukan alat pelindung diri.
Sementara itu, pimpinan berkewajiban untuk menyediakan alat pelindung diri sehingga
pekerja terhindar dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja untuk itu maka perlu di
bentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di RSU Methodist
Medan.

Dalam pelaksanaan K3 diperlukan penanganan yang serius dan dukungan sistem


manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang melibatkan seluruh bidang kegiatan
dan seluruh sumber daya manusia (SDM) yang ada. Dengan adanya komitmen antara
pimpinan, pegawai, dana, dan pengelolaan yang baik disertai pelaksanaan yang
berkesinambungan maka rumah sakit akan dapat melaksanakan kegiatan K3 sesuai
dengan harapan.

Buku Pedoman Pelayanan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(P2K3) RSU Methodist Medan ini diharapkan dapat menjadi acuan yang memberikan
kemudahan bagi pimpinan dan pegawai dalam melaksanakan berbagai program dan
ketentuan K3 yang ditetapkan.
Pelaksanaan K3 yang serius dan baik akan dapat mengurangi timbulnya kecelakaan
maupun penyakit akibat kerja baik bagi pegawai, pekerja, pasien, dan
masyarakat/pengunjung yang berada di RSU Methodist Medan . Sehingga pada akhirnya,
diharapkan segenap pegawai, pekerja, pasien, dan masyarakat/ pengunjung akan merasa
aman dan nyaman berada di RSU Methodist Medan .

B. Tujuan Pedoman.
1. Melindungi setiap orang yang berada di tempat kerja agar selalu dalam keadaan sehat
dan selamat
2. Melindungi bahan dan alat-alat agar dapat digunakan secara aman dan efisien
3. Terbentuknya Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit
melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral
4. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, kebakaran, dan penyakit akibat kerja
5. Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat, dan bahan berbahaya
6. Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan tercipta penyesuaian antara
pekerjaan dengan manusia atau manusia dengan pekerjaan
7. Meningkatkan produktivitas kerja

C. Ruang Lingkup Pelayanan.


Ruang lingkup K3 meliputi aspek-aspek fisik, sarana dan prasarana, serta SDM yang
memadai yaitu:
1. Adanya tenaga terlatih dalam bidang Penanggulangan Kebakaran dan evakuasi
bencana
Di RSU Methodist Medan , sudah ada pengorganisasian dalam bidang
Penanggulangan Kebakaran dan Evakuasi bencana dan dalam pelaksanaannya
mengacu pada Disaster Plan.
Area beresiko di Rumah Sakit
2. Untuk area beresiko dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Resiko jika terjadi kegagalan utilitas (listrik & air tidak dapat operasional) yaitu :
1) Laboratorium
2) Radiologi
3) Farmasi
4) IPI
5) Intalasi Kamar Bedah
6) Laundry
7) Genset
8) Logistik
9) Gizi
Laboratorium, Radiologi, IBS, IPI & Farmasi wajib ada UPS untuk
mengantisipasi jika terjadi listrik PLN mati dan genset mengalami masalah
sehingga tidak ada pasokan listrik di area RS. Untuk air jika ada masalah akan
mendapat pasokan dari PDAM kota Medan
b. Resiko jika terjadi kebakaran yaitu :
1) Instalasi Gizi
2) IPS
3) Instalasi Gas Medis & LPG
4) Genset
5) Farmasi
6) Laboratorium
7) Radiologi
Guna mencegah terjadinya kebakaran maka langkah pertama adalah perlu
dilakukan assesmen kemungkinan kebakaran,pemasangan sign K3 & monitoring
serta evaluasi di daerah-daerah yang rawan untuk terjadi kebakaran.
3. Adanya denah dan tanda-tanda K3 dilingkungan Rumah Sakit.
Untuk jalan keluar bila terjadi bencana diperlukan rambu-rambu/tanda-tanda khusus
sehingga memudahkan untuk evakuasi, antara lain:
a. Rambu-rambu petunjuk arah jalan keluar, alat pemadaman api, tempat-tempat
berbahaya dan tanda-tanda larangan
b. Denah, marka, tempat alat pemadaman api
c. Ram, lorong-lorong, pintu darurat yang cukup lebar untuk brankart
d. Lampu darurat yang menyala otomatis
e. Ruangan untuk lebih dari 60 orang minimal 2 pintu keluar
f. Pintu-pintu dapat dibuka dari luar.
4. Adanya bidang yang menangani penanggulangan kebakaran.
Dalam Struktur organisasi/ kepanitiaan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di
Rumah sakit sudah dibentuk Panitia Pembina Keselamatan dan kesehatan Kerja
(P2K3) yang dibagi menjadi 4 bidang& 2 Satgas, salah satunya yaitu Satgas
Penanggulangan Kebakaran & Bencana yang khusus menangani/ menanggulangi
kebakaran dan bencana yang mungkin terjadi di Rumah sakit.

5. Tersedianya APAR, Hydrant, Alarm dan Alat deteksi kebakaran.


Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang ada di lingkungan
Rumah Sakit maka disediakan Alat pemadam Api ringan (APAR) di seluruh
lingkugan Rumah Sakit yang penempatannya sesuai dengan Permenaker
No.04/Men/1980 tentang syarat -syarat pemasangan dan pemeliharaan APAR yang
dalam penerapannya dikondisikan sesuai dengan keadaan bangunan RSU Methodist
Medan . Sedangkan hydrant digunakan apabila APAR tidak memadai untuk
mengatasi kebakaran. Deteksi kebakaran diadakan agar sedini mungkin bahaya
kebakaran dapat diketahui dan dilakukan penanggulangannya.

Alarm kebakaran sebagai tanda untuk menunjukkan bahwa disuatu tempat tetentu
terjadi kebakaran, memudahkan lokasi yang terjadi kebakaran dapat segera
diketahui sehingga memudahkan tindakan penanggulangannya.
6. Tersedianya alat keamanan pasien
Tingkat ketergantungan dari setiap rumah sakit berbeda-beda, dari tingkat
ketergantungan sebagian kepada perawat sampai tingkat ketergantungan yang total,
misalnya pasien yang tidak sadar.
Dalam penyembuhan penyakit memerlukan tahapan-tahapan dari duduk, berdiri,
sampai dengan jalan yang semuanya itu dibutuhkan lingkungan dan peralatan yang
mendukung keamanan pasien; di dalam ruangan diperlukan adanya:
a. Adanya pegangan sepanjang tangga dan dinding.
b. Toilet dilengkapi pegangan dan bel
c. Pintu dapat dibuka dari luar.
d. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya dengan jarak terali lebih kecild
aripada kepala anak.
e. Sumber listrik dilengkapi dengan penutup dan pengaman.
f. Tersedia oksigen yang cukup pada tempat yang penting.
g. Ada alat penghisap dalam keadaan darurat.
h. Adanya listrik pengganti bagi ruangan dan alat medis vital.
7. Adanya pemeriksaan kesehatan bagi semua calon pegawai
Rumah sakit merupakan tempat dimana kemungkinan sesuatu penyakit dapat
ditularkan baik dari petugas kepada pasien atau sebaliknya. Dengan demikian perlu
dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi para calon pegawai agar tenaga yang diterima
dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak terinfeksi penyakit dan cocok
untuk pekerjaan yang akan menjadi tanggung jawabnya. Pemeriksaan calon pegawai
meliputi;
a. Pemeriksaan fisik diagnostic di poliklinik oleh dokter poliklinik.
b. Pemeriksaan penunjang meliputi
1) Radiologi; Foto Thorax
2) Laboratorium ; darah lengkap, urin lengkap
8. Adanya pemeriksaan khusus bagi pegawai yang bekerja pada tempat yang beresiko
tinggi.
Pemeriksaan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh-pengaruh dari
pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu.
Dilakukan 1 kali dalam setahun. Pemeriksaan kesehatan khusus ini dilakukan
terhadap:
a. Petugas yang bekerja di keperawatan (IPI,PETUGAS RUANG ISOLASI
dilakukan pemeriksaan rutin yang meliputi HBSAg, Anti HBSAb, Foto dada)
b. Petugas yang bekerja di Radiologi
c. Petugas yang bekerja pada bagian Laboratoirum (dilakukan pemeriksaan rutin
yang meliputi HBSAg, Anti HBSAb)
d. Petugas pengelola makanan (dilakukan pemeriksaan meliputi swab dubur,foto
dada)
9. Dilaksanakannya pencegahan, pemantauan dan penatalaksanaan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja.
Rumah sakit sebagi tempat orang memulihkan kesehatannya dari sakit, tetapi juga
sebagai tempat orang sehat bekerja dan beraktivitas. Bagi orang yang bekerja, tentu
ada tempat-tempat dengan resiko tinggi yaitu terjadinya kontaminasi atau tertular
penyakit serta kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Upaya meningkatkan
kesadaran pegawai untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan atau
kecelakaan kerja dilakukan dengan cara mengefektifkan pemakaian alat pelindung
diri bagi pekerja, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan prosedur dan penggunaan alat
sesuai dengan manual yang telah ditetapkan.
Efektivitas pelaksanaan tugas pekerjaan tersebut dapat terjadi, apabila P2K3 selaku
penanggungjawab terselenggaranya Kesehatan kerja di rumah sakit, secara
berkesinambungan memantau pelaksanaan kerja yang sehat sebagaiman telah
ditetapkan dalam ketentuan
Penatalaksanaan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja dilakukan dengan
pencatatan yang dilakukan oleh P2K3, dalam form yang telah disediakan. Hasil
pencatatan dalam pelaksanaan pekerjaan menjadi bahan evaluasi, agar kejadian yang
serupa tidak terjadi lagi dalam proses pekerjaan selanjutnya.
10. Adanya ketentuan tentang pengadaan, penyimpanan dan pengelolaan jasa dan bahan
berbahaya.
Bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara
langsung atau tidak langsung. Mengingat resiko yang ditimbulkan akibat bahan
berbahaya tersebut, maka ketentuan di dalam hal pengadaan dan penyimpanan bahan
berbahaya mengacu kepada Permenkes 472/MENKES/PER/ V/ 1996 tentang
Pengadaan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan.
11. Adanya Pemantauan Kesehatan Lingkungan
Pemantauan kesehatan lignkungan kerja dilakukan terhadap faktor-faktor : fisik,
kimiawi, biologis, dan ergonomis, yang mempengaruhi kesehatan kerja. Hal tersebut
perlu dilakukan karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi kesehatan kerja para
pegawai dalam bentuk kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pemantauan
lingkungan kerja meliputi:
a. Faktor Fisik : Kebisingan, pencahayaan, listrik, panas getaran, suhu, kelembaban
dan radiasi.
b. Faktor Kimiawi : gas anesthetic, cairan anestetic, fromaldehid, mercury, debu.
c. Faktor biologi: pemantauan rutin kadar HbSAg, pemeriksaan angka kuman di
ruangan khusus (IBS,KST,Ruang bayi & IPI), pemeriksaan makanan dan
Pemeriksaan IPAL.
d. Faktor ergonomis: perencanaan tangga, cara mengangkat beban, memindahkan
pasien, memberi makan pasien, pekerjaan yang dilakukan dengan duduk.
12. Pengelolaan Sanitasi Rumah Sakit.
a. Penyehatan Bangunan dan Halaman Rumah Sakit
1) Pemeliharaan ruang dan bangunan :
a) Kegiatan pembersihan ruang dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.
b) Cara membersihkan ruangan yang menebarkan debu harus dihindari,
masing-masing ruang dilengkapi dengan perlengkapan kebersihan sendiri-
sendiri.
c) Petugas kebersihan dalam menjalankan tugasnya harus menggunakan APD
yang telah disediakan.
2) Pencahayaan
a) Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak menimbulkan
silau dan intensitasnya disesuaikan dengan peruntukannya.
b) Jaringan instalasi listrik harus sering diperiksa kondisinya untuk menjamin
keamanan.
3) Penghawaan
a) Untuk penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan system silang
(cross ventilation) dan dijaga kebersihannya agar udara tidak terhalang.
b) Untuk mengurangi kadar udara dalam ruangan (indoor) , 1 kali dalam 1
bulan supaya didesinfeksi dengan menggunakan aerosol atau
disarungdengan electron presipitator/ menggunakan penyinaran ultra
violet.
c) Untuk pemantauan kualitas udara ruang minimal 2 kali setahun.
4) Kebisingan
Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan
ruangan memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan.
5) Lalu lintas antar ruangan
a) Pembagian ruangan dan lalulintas antar ruangan harus didesain sedemikian
rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan, sehingga
memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan serta menghindari
resiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi.
b) Penggunaan tangga dan litf harus dilengkapi dengan sarana pencegahan
kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk penggunaannya yang mudah
dipahami oleh pengguna, atau untuk lift dengan 4 (empat) lantai harus
dilengkapi dengan ARD (Automatic Reserve Divided, yaitu alat yang bisa
mencari lantai terdekat bila listrik mati)
c) Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan mudah bila
terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi dengan
tangga darurat.
d) Fasilitas Pemadam Kebakaran.
Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman
1) Bahan makanan atau makanan jadi yang berasal dari instalasi gizi harus
diperiksa secara fisik dan secara periodik minimal 1 tahun sekali diambil
sampelnya untuk konfirmasi laboratorium.
2) Tempat penyimpanan bahan makanan harus terpelihara dan dalam kondisi
bersih, terlindungi dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan
lainnya.
3) Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran (dengan
menggunakan kereta dorong khusus)
4) Tempat pengolahan makanan;bersih dan bebas debu
5) Asap dikeluarkan melalui cerobong asap yang dilengkapi dengan sungkup
asap.
6) Penjamah makanan harus sehat dan dilakukan pemeriksaan secara berkala.
7) Penjamah makanan harus menggunakan perlengkapan pelindung pengolahan
makanan (celemek/ apron, penutup Rambut dan mulut).
8) Selama melakukan pengolahan makanan harus dilakukan: terlindung kontak
langsung dengan tubuh (menggunakan sarung tangan plastik, penjepit
makanan, sendok, garpu dan sejenisnya)
Penyehatan Air Termasuk Kualitasnya
1) Kualitas air minum harus sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI no:
492/MENKES/PER/IV/2010; tentang syarat-syarat kualitas air minum.
2) Jumlah kebutuhan air bersih harus mencukupi yaitu 500 1/ tt/ hari.
3) Pemeriksaan kualitas air bersih dilakukan setiap bulan sekali (untuk
pemeriksaan mikrobiologis) dan 3 bulan sekali untuk (pemeriksaan kimiawi)
4) Pengambilan sampel air bersih untuk pemeriksaan mikrobiologi diutamakan
pada kran instalasi gizi, kamar bedah, kamar bersalin, kamar bayi, tempat
penampungan (reservoir), ruang makan, secara acak pada kran-kran distribusi,
pada sumber air dan di titik-titik yang rawan menimbulkan pencemaran.
Penanganan Limbah
1) Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat,
kedap air, mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya dan tutup
yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori permukaan tangan.
2) Sampah yang dihasilkan rumah sakit dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
a) Sampah infektius ( warna kantong plastik kuning)
b) Sampah umum(warna kantong plastik hitam)
3) Sampah yang dihasilkan diangkat setiap hari.
4) Harus tersedia incinerator untuk melakukan pembakaran/ pemusnahan sampah
medis rumah sakit.
5) Untuk limbah cair, limbah yang dihasilkan dari seluruh kegiatan pelayanan
rumah sakit harus dialirkan dalam kondisi tertutup, kedap air dan dapat
mengalir dengan lancar.
6) Limbah diolah dalam IPAL
7) Kualitas effluent air limbah yang akan dibuang ke lingkungan harus
memenuhi standard baku mutu lingkungan yang berlaku.
Pengelolaan Tempat Pencucian Linen
1) Di ruang linen harus disediakan ruang yang terpisah sesuai dengan
kegunaannya:
a) R. linen kotor
b) R. linen bersih
c) R. untuk perlengkapan kebersihan.
d) R. pelengkapan cuci
e) Ruang Kereta linen
f) Kamar mandi/WC tersendiri untuk petugas pencucian umum.
g) Ruang peniris/ pengering untuk alat-alat dan linen
2) Ruang-ruang diatur penempatannya sehingga perjalanan linen kotor sampai
linen bersih terhindar dari kontaminasi silang.
3) Harus disediakan tempat cuci tangan petugas, untuk mencegah terjadinya
kontaminasi linen bersih.
4) Bak air yang ada harus selalu dibersihkan, untuk mencegah perindukan
minimal, seminggu sekali.
5) Pengendalian Binatang Pengganggu, Serangga dan Tikus.
a) Konstruksi rumah sakit dibuat sedemikian rupa untuk menghidari
terjadinya perkembangbiakan serangga, tikus dan binatang pengganggu
lainnya, antara lain setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat/
penghalang agar binatang/ serangga/ tikus tidak masuk ke dalam ruangan.
b) Setiap sarana penampungan air harus bersih/ dikuras sekurang-kurangnya
seminggu sekali untuk mencegah berkembangbiakan nyamuk (Aedes
aegepty)
c) Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya dengan
menggunakan pestisida harus dilakukakan dengan hati-hati.
d) Cara lain adalah dengan memasang perangkap.
f. Dekontaminasi Melalui Sterilisasi dan Desinfeksi
Semua peralatan kedokteran/keperawatan dibedakan menurut kreteria Spaulding :
1) Peralatan kretikal :steril
2) Peralatan semi kretikal :minimal desinfeksi tingkat tinggi
3) Peralatan non kretikal :desinfeksi
g. Perlindungan Radiasi
1) Tindakan pencegahan radiasi harus mencakup upaya pemindahan dan
pengamanan bahan yang memancarkan radiasi,mengamankan pekerja yang
bekerja dengan radiasi. Pengawasan kontaminasi udara:

a) Kontaminasi udara ditempat kerja harus diupayakan seminimal mungkin.


b) Perlengkapan proteksi radiasi khusus harus dalam keadaan baik, diperiksa
dan diuji secara berkala.
c) Harus selalu diusahakan agar memenuhi ketentuan keselamatan kerja
terhadap perlengkapan radiasi.
d) Harus dilakukan pemantauan perorangan (minimal 1 bulan sekali) untuk
melihat tingkat paparan radiasi dan selanjutnya membatasi jumlah paparan
dan diusahakan dibawah NAB.
e) Pada saat pemasangan pesawat radiasi, ukuran, bentuk dan intensitas
radiasi dapat diketahui. Karena itu dapat ditentukan daerah yang
menerima/ yang bebas radiasi.

f) Pelayanan pemantauan menjadi tanggung jawab dan wewenang BAT AN.


g) Perlengkapan dan peralatan untuk pengamanan bahan yang memancarkan
radiasi adalah sebagai berikut;
(1) Monitor perorangan
(2) Survey meter
(3) Alat untuk mengangkat dan mengangkut
(4) Pakaian kerja
(5) Dekontaminasi kit
(6) Alat pemeriksa tanda-tanda radiasi.
2) Penyuluhan Kesehatan Lingkungan
a) Pegawai
b) Pasien
c) Pengunjung
d) Masyarakat sekitar
13. Adanya Pengelolaan, pemeliharaan dan sertfikasi sarana dan prasarana serta peralatan
kesehatan.
a. Pemeliharaan dan pengelolaan peralatan rumah sakit dilakukan oleh Bagian
Instalasi Pemeliharaan Sarana yang meliputi:
1) Kalibarasi alat
2) Program dan prosedur pemeliharaan
3) Manual penggunaan alat
4) Prosedur pemeliharaan APD
b. Sarana dan Prasarana Non Medis
1) Program pemeliharaan
2) Manual penggunaan alat
3) Prosedur pemeliharaan APD
c. Sertifikasi dan Prasarana
1) Fisik dan Bangunan
1MB dan HO
2) Perijinan dan Sertifikasi
Rekomendasi dinas kebakaran, ijin pemakaian diesel, ijin instalasi petir, ijin
operasional rumah sakit, ijin instalasi listrik, ijin Penggunaan Radiasi.
14. Pengelolaan limbah padat dan cair
a. Tersedia tempat sampah minimal 1 (satu) buah disetiap kamar atau radius 10
meter dan radius 20 meter pada ruang tunggu terbuka.
b. Sampah rumah sakit dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
1) Sampah umum ; yaitu untuk mengelola sampah umum perlu disediakan
tempat pembuangan akhir, selanjutnya sampah yang sudah terkumpul tersebut
diangkut/ dibuang oleh petugas DPU ke Pembuangan Sampah Akhir.
2) Sampah Medis
Sampah medis yang dihasilkan di rumah sakit, harus dimusnahkan dengan
cara dihancurkan/ dibakar di incinerator, sehingga dihasilkan debu yang tidak
lagi berbahaya/ infektius, tetapi perlu pengelolaan lebih lanjut yaitu dengan
mengumpulkan sampah/ debu ke dalam tempat khusus sehingga mudah dalam
pembuangan.

3) Semua limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan di RS, disalurkan
ke IPAL dengan cara mengalirkan air limbah melalui saluran tertutup. Air
limbah yang telah diproses dalam IPAL dibuang ke lingkungan/ badan air. Air
limbah yang dibuang ke badan air harus memenuhi standard baku mutu
lingkungan.
15. Pengelolaan limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan RSM bersumber dari :
a. Hasil kegiatan instalasi Gizi
b. Gas anestesi di kamar bedah
Gas yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan bedah harus dibuang ke luar agar
tidak mengganggu proses pelayanan di kamar bedah.
16. Adanya program K3 secara periodic
Guna mempersiapkan tenaga terlatih dibidang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)
diperlukan pelatihan berkesinambungan yang dilakukan 1 kali dalam setahun, dengan
materi:
a. Penanggulangan bencana
b. Bahaya kebakaran
c. Evakuasi Bencana
d. Pengelolaan B3
e. Tatalaksana Kecelakaan dan Penyakit Akibat kerja
f. Sistem Informasi
g. Pengorganisasian
17. Adanya system pencatatan dan pelaporan K3
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal atau keadaan yang sering
tidak disadari oleh semua orang/ disemua tempat, khususnya di rumah sakit terbukti
masih banyak kejadian dan data yang diabaikan sehingga diperlukan pengelolaan
secara sistematis. Dasar pengelolaan K3 di RSU Methodist Medan berdasar pada
Surat Keputusan Direktur RS dan Kebijakan RS dalam bidang K3.
Terkumpulnya data sangat diperlukan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi
terhadap penyelenggaraan K3 di RSU Methodist Medan . Tertib administrasi K3 di
RSU Methodist Medan diselenggarakan dengan pencatatan dan pelaporan secara
berkala yang meliputi:
a. Kecelakaan Kerja
b. Penyakit Akibat Kerja
c. Kebakaran
d. Bencana
Untuk memudahkan dalam pencatatan dan pelaporan K3 telah disediakan format
tersendiri.
D. Batasan Operasional.
Dalam pengimplementasian K3 dan perlu dipahami antara lain :
1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah :
Merupakan upaya untuk menekan dan mengurangi resiko kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan
kesehatan.
2. Upaya Kesehatan Kerja adalah :
Upaya penyerasian antara kapasitas kerja dan beban kerja serta lingkungan kerja agar
setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri maupun
orang/masyarakat disekelilingnya, agar diperoleh produktivitas yang optimal.
3. Keselamatan kerja adalah:
Keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan dan proses kerja/
pengolahannya, tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.
4. Kecelakaan Kerja:
Kecelakaan yang tidak diharapkan dan tidak terduga.
Tidak terduga; karena dibelakang kejadian tersebut diharapkan tidak terdapat unsur
kesengajaan dan perencanaan.
Tidak diharapkan; karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material maupun
penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat, tidak
diinginkan.
5. Ergonomi adalah:
Ilmu yang mempelajari perilaku/sikap posisi manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaan mereka.
Beberapa istilah lain yang sering digunakan dalam pengimplementasian K-3 dan perlu
dipahami antara lain :
a. Potensi Bahaya (Hazard)
Keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan bahaya kecelakaan/
kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan atau ketidakmampuan melaksanakan
fungsi yang telah dietetapkan.
b. Tingkat Bahaya (Danger)
Merupakan ungkapan adanya potensi bahaya secara relative. Kondisi bahaya
mungkin saja ada, tetapi menjadi tidak begitu berbahaya karena telah dilakukan
tindakan pencegahan.
c. Resiko (Risk)
Kemungkinan terjadinya kecelakaan/ kerugian pada periode waktu tertentu atau
siklus operasi tertentu.
d. Insiden
Kejadian yang tidak diduga yang mengakibatkan kacaunya proses
pekerjaan/pelayanan yang direncanakan sebelumnya.
e. Kecelakaan
Kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga/tiba - tiba yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.
f. Aman/ selamat
Adalah kondisi tidak ada kemungkinan malapetaka (bebas dari bahaya)
g. Tindakan Tidak Aman/unsafe act
Pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang terhadap
terjadinya kecelakaan
h. Keadaan Tidak Aman/unsafe condition
Kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat berlangsung
mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
i. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Filosofi : suatu pemikiran upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan
baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.
Segi Keilmuan : ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
E . Landasan hukum.
1. Undang-Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
3. Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
4. Undang-undang No36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
6. Peraturan Pemerintah No 72 tahun 1998 tentang Pengamaman Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan.
7. Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan Dan Kesehatan
Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3992);
8. Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen K3
9. Keputusan Presiden No 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja;
10. Keputusan Presiden No 7 Tahun 1999 tentang Wajib Laporan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja;
11. Keputusan Menteri Kesehatan No 876/Menkes/SK/VIII/ 2001 tentang Pedoman
Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan
12. Keputusan Menteri Kesehatan No 1217/Menkes/SK/IX/ 2001 tentang Pedoman
Pengamanan Dampak Radiasi;
13. Keputusan Menteri Kesehatan No 1335/Menkes/SK/X/ 2002 tentang Standar
Operasional Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit;
14. Keputusan Menteri Kesehatan No 1439/Menkes/SK/XI/ 2002 tentang Penggunaan
Gas Medis Pada Sarana Pelayanan Kesehatan;
15. Keputusan Menteri Kesehatan No 351/Menkes/SK/III/2003 tentang Komite
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan;
16. Keputusan Menteri Kesehatan No 1204/Menkes/SK/ X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
17. Keputusan Menteri Kesehatan No 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang standar K3 di
rumah sakit
Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara Kapasitas Kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja tanpa membahayakan dirinya
sendiri maupun masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang
optimal.
Upaya Kesehatan kerja merupakan berbagai upaya kesehatan yang dilaksanakan
secara paripurna dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas kerja
bagi seluruh pekerja di rumah sakit. Upaya tersebut meliputi upaya peningkatan,
pencegahan, pengobatan dan pemulihan dengan penekanan pada upaya peningkatan dan
pencegahan. Selain itu upaya ini dikembangkan untuk mengantisipasi faktor-faktor yang
dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan pengunjung dan masyarakat umum
disekitar rumah sakit.
BAB II
STANDAR K E T E N A G A A N

A. Kualifikasi Sumber Daya manusia


Dalam melaksanakan kegiatan K3 di RSU Methodist Medan dilaksanakan secara
terintegrasi oleh P2K3.
Distribusi tenaga kualifikasi dijabarkan dalam tabel berikut
Tabel pola ketenagaan P2K3 RSU Methodist Medan
NAMA JUMLAH
PENDIDIKAN SERTIFIKASI
JABATAN KEBUTUHAN
Pelatihan K3 umum/RS 1
Ketua P2K3
Pelatihan K3 lanjutan
Pelatihan K3 umum 1
Sekretaris
Pelatihan Ahli K3 umum
Pelatihan K3 umum 2
R
D liUncnUnl icJr, 1
1

Pelatihan K3 lanjutan
Pelatihan K3 umum 1
Bidang 2
Pelatihan K3 lanjutan
Pelatihan K3 umum 2
Bidang 3
Pelatihan K3 lanjutan
Pelatihan K3 umum 1
Bidang 4
Pelatihan K3 lanjutan
Komandan Pelatihan K3 umum 1
Satgas evakuasi Pelatihan K3 lanjutan
Komandan 1
Pelatihan K3 umum
Satgas
Pelatihan K3 lanjutan
kebakaran

B. Distribusi Ketenagaan
Ketua P2K3 dalam menjalankan kegiatan K3 rumah sakit berkoordinasi dengan
sekretarisl P2K3 dan dibantu oleh tim. Kegiatan surveilens, audit, pelaporan K A K
(Kecelakaan Akibat Kerja) & PAK (Penyakit Akibat Kerja) dilakukan oleh HRD melalui
koordinasi dengan Ketua P2K3. Untuk pengumpulan data HRD juga mengumpulkan
dari masing - masing bidang & komandan satgas. Tiap bidang & komandan satgas wajib
membuat program kerja & SPO terkait jobdesknya masing-masing.Dalam
pelaksanaannya dibantu oleh Ketua & Wakil P2K3.
. Pengaturan Jaga
Tim P2K3 terdiri dari Ketua 1 orang, Sekretaris 1 orang, Bidang Satu 2 orang, Bidang
Dua 2 orang, Bidang Tiga 2 orang, Bidang Empat 2 orang, Untuk jadwal P2K3 sesuai
dengan jadwal jaga/jam kerja masing - masing personil atau dipanggil sewaktu-waktu
bila ada masalah tentang K3.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Terlampir

B. Standar Fasilitas
Sarana yang diperlukan adalah :
1. Ruang sekretariat
2. Komputer dengan printer
3. Internet
4. Line telpon dengan nomor khusus (untuk keadaan darurat)
5. Telpon untuk intern & ekstern
6. Rakalat
7. Rak buku
8. APAR & aksesorisnya (fire hose,nozzle,safety shoes,helmet,dll)
BAB IV
T A T A LAKSANA PELAYANAN

Beberapa elemen sistem Manajemen K3 yang digunakan RSU Methodist Medan adalah
sebagai berikut:

A. Kebijakan Kesehatan & Keselamatan


Semua orang yang bekerja di lokasi kami mempunyai hak untuk mendapatkan
lingkungan/kondisi kerja yang aman dan sehat dan mempunyai kewajiban untuk
memberikan kontribusi pada kondisi tersebut dengan berperilaku yang bertanggung
jawab. Kami melihat K3 sebagai nilai bisnis utama yang diintregasikan pada seluruh
kinerja bisnis. Setiap cidera atau kasus sakit akibat hubungan kerja, dapat dihindari
dengan sistem kerja, peralatan, training dan supervisi yang tepat. Manajemen K3 yang
efektif mencakup penilaian resiko dari desain lokasi sejak awal -tahap konstruksi,
komisioning dan perencanaan secara keseluruhan dari suatu organisasi dan
pemeliharaannya. Semua kegiatan operasional kami harus secara kontinyu meningkatkan
kinerja K3.

B. Peran dan tanggung jawab utama


Setiap Manager di semua jenjang, menjamin kesehatan dan keselamatan untuk orang-
orang yang ada di tempat kerja di bawah tanggung jawabnya. Manager harus menerapkan
kebijakan dan sistem dalam area kontrol dan pengaruhnya. Chief Executive officer (CEO)
memikul tanggung jawab ini pada level group, ia mendukung dengan tingkat kepedulian
yang tinggi untuk menjamin bahwa dalam tiap divisi dan unit bisnis manajemen memiliki
otoritas, keahlian dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung
jawabnya.

C. Proses dan Alat Utama pada tingkat perusahaan


Divisi memiliki suatu sistem Manajemen K3 untuk memastikan adanya peningkatan
kinerja secara berkesinambungan. Hal ini didasarkan pada kebijakan K3 yang
merefleksikan kebijakan prusahaan dalam hal prinsip-prinsipnya, kerangka kerja,
tanggung jawab, koordinasi dan pengawasan, kewajiban ini juga mencakup Unit baru
yang bergabung dengan Perusahaan. Sumber daya tertentu seperti manusia, keuangan di
dedikasikan dan di identifikasikan guna mencapai target.
D. Analisa Resiko
Proses manajemen dipastikan tersedia untuk menjamin resiko telah di identifikasikan
secara baik, terkontrol dalam organisasi, dll. Pegawai, kontraktor dan konsumen berhak
dan wajib mendapatkan informasi mengenai resiko yang ada dan langkah-langkah yang
diambil untuk mengeliminasi atau meminimalkannya. Suatu sistem monitoring dan
kesiagaan/alert dipastikan tersedia, yang akan memastikan adanya kontrol pada resiko di
tingkat Manajemen sesuai tingkat keseriusannya.

E . Audit & Inspeksi Keselamatan


Audit dan inspeksi direncanakan dan dilakukan secara reguler. Audit & Inspeksi
dilaporkan dan digunakan untuk tindakan korektif dan preventif, yang dikelola dengan
cara yang sama seperti yang dilakukan saat analisa suatu cidera. Inspeksi dan audit ini
dilakukan oleh Manajemen tingkat lini yang dilatih untuk tujuan tersebut, mencakup juga
tingkat Management Atas. Personil dilibatkan sebanyak mungkin dalam audit dan
inspeksi ini. Sebagai tambahan audit internal ini, diperlukan adanya audit silang antara
lokasi kerja yang berbeda, yang menggunakan apa yang disebut tehnik "fresh view ".

E. Analisa dan Pencatatan Kecelakaan Kerja


Cidera, kejadian hampir celaka/near-miss atau gangguan fungsi apapun merupakan
subyek dari suatu penyelidikan yang mendalam dan metodis, yang dilakukan oleh
Manager (disektor yang menjadi tanggung jawabnya), dengan bantuan dari staff/unit
keselamatan dan personil yang terluka atau terlibat. Laporan harus dibuat dan memuat
detail apa yang yang terjadi dan tindakan yang diambil (atau yang dilakukan dan skala
waktunya) untuk mencegah terulang kembali, usaha investigasi harus proporsional pada
resiko potensial. Pelaporan dan komunikasi mengenai cidera harus sesuai dengan arahan
Group dan Divisi. Komite Manajemen K3 wajib secara reguler memeriksa relevansi
tindakan yang diambil dan menjamin bahwa tindakan tersebut dilakukan.

G. Pencegahan dan Kontrol resiko Peralatan Menetap dan Bergerak


Instalasi baru didesain dan dibangun dengan mempertimbangkan keamanan operasi dan
keamanan personil perawatan. Instalasi dan peralatan yang bergerak harus diperlihara
secara efektif, diuji dan dilakukan inspeksi, merupakan subyek untuk dikontrol secara
rutin

H. Alat Pelindung Diri (APD)


APD guna keperluan kerja harus diidentifikasi, kondisi di mana APD harus dikenakan
harus ditentukan dan direncanakan secara sesuai dan dirancang meliputi training dan
pengawasan untuk menjamin APD dikenakan

I. Instruksi, peraturan dan prosedur


Instruksi, peraturan dan prosedur dibuat sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara aman,
tanpa resiko pada kesehatan, dan sesuai dengan penilaian resiko, akan bersifat:
1. Tertulis
2. Selalu disesuaikan / diperbaharui
3. Sesuai dengan peraturan hukum/regulasi
4. Realistik
5. Diketahui dan dimengerti oleh semua pihak yang terlihat
6. Ditindaklanjuti dan dihargai

J . Program Tanggap Darurat


Semua lokasi kerja harus memiliki rencana tanggap darurat, yang berhubungan dengan
sifat operasi mereka dan resiko yang telah dinilai. Rencana ini harus di perbaharui, jika
diperlukan dikomunikasikan dan dipraktekan secara rutin. Latihan wajib dilakukan dan
dilatih secara rutin mencakup skenario yang direncanakan atas resiko yang berpotensi
tinggi.

K. Pelatihan & Komunikasi Pelatihan


Rencana dan program yang sesuai harus dibuat untuk menjamin semua personil memiliki
kompetensi dalam bidang K3, ini mencakup tersedianya pelatihan & perlunya
pengalaman yang sesuai.
Pelatihan Keselamatan meliputi:
1. Pelatihan perilaku selamat dan mengapa K3 merupakan hal yang penting
2. Pelatihan Manajemen K3
3. Pelatihan penilaian resiko
4. Pelatihan mengenai prosedur dan metode
5. Pelatihan penggunaan peralatan kerja
6. Pelatihan guna mendapatkan otorisasi dan lisensi
Ini menyangkut semua personil seperti:
1. Pegawai baru dan pegawai tidak tetap
2. staff yang telah ada (penempatan kembali, promosi, transfer, mutasi)\
3. Manajemen (audit, investigasi, tindakan pencegahan, rapat untuk memfasilitasi,
dll) kontraktor sesuai keperluan
Semua pelatihan keselamatan terdata, khususnya pada file pribadi secara rutin harus
dikaji ulang.

Pelatihan Komunikasi meliputi


Komunikasi merupakan suatu faktor penting dari program keselamatan, harus mencakup
informasi mengenai program keselamatan khusus setiap lokasi, umpan balik dalam hal
kinerja dan tindakan yang diambil, mempelajari hal penting guna mencegah kecelakaan.
Hal ini akan mendukung arus informasi yang bebas (dari atas ke bawah dan sebaliknya)
BAB V
K E S E L A M A T A N PASIEN

Keselamatan pasien telah menjadi isu global dan merupakan prioritas utama untuk
rumah sakit dan keselamatan pasien juga merupakan prioritas utama karena terkait tuntutan
masyarakat akan pelayanan kesehatan yang mereka terima dan terkait dengan mutu dan citra
rumah sakit, disamping itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi KTD di Rumah Sakit.
Keselamatan pasien dilaksanakan melalui 6 langkah menuju keselamatan pasien,
yaitu:
1. Tepat Identifikasi Pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang efektif.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien operasi.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh.
Keselamatan pasien di K3 meliputi pemeliharaan tempat tidur pasien& pengadaan bel
di semua toilet.Berikut ini adalah standart keselamatan pasien berdasarkan K3 di RSU
Methodist Medan :
NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR
1 Pemeliharaan 100% () Pemeliharaan tempat tidur bed
tempat tidur pasien/Jumlah tt tidur x 100
pasien

2 Pengadaan bel di 100% Pemasangan bel Bel yang terpasang


toilet pasien
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
Pelaksanaan manajemen hiperkes dan K3 RS, berupaya meminimalisasi kerugian
yang timbul akibat PAK dan KAK, perlindungan tenaga kerja serta pemenuhan peraturan
perundangan K3 yang berlaku (law-compliance). Perekonomian global telah menstandarkan
ISO baik seri 9000 maupun seri 14.000, kriteria yang ditetapkan antara lain kualitas produk
atau jasa/pelayanan yang tinggi, keamanan pada tenaga kerja dan konsumen atau pasien serta
ramah akan lingkungan. Fungsi manajemen, yang dikemukakan oleh beberapa ahli, mengacu
kepada tiga fungsi pokok manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan
atau pengendalian.
Fungsi manajemen lainnya disesuaikan dengan falsafah RS yang bersangkutan.
Fungsi perencanaan dalam manajemen Hyperkes dan K3 RS, merupakan bagian integral dari
perencanaan manajemen perusahaan secara menyeluruh, yang dilandasi oleh komitmen
tertulis atau kesepakatan manajemen puncak.

NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR


Kepatuhan Pemakaian APD
1
pemakaian APD 90% sesuai standar Kegiatan yang diaudit
100% Jumlah ketersediaan Standar penyediaan apar
2
Tersedia APAR (APAR, APAR di RS di RS
Tersedia alarm 100% Jumlah ketersediaan Standar penyediaan alarm
3
kebakaran (alarm) alarm di RS di RS
Tersedia alat Jumlah ketersediaan Standar penyediaan alat
4
komunikasi 100% alat komunikasi di RS komunikasi di RS
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU

Pengendalian mutu dalam bidang P2K3 meliputi standart pelayanan yang ditentukan
Kementerian Kesehatan dan indikator kinerja yang telah dibuat.
Berikut ini adalah standart pengendalian mutu dari P2K3

INDIKATOR P2K3
NO INDIKATOR STANDAR NUMERATOR DENUMERATOR

Kepatuhan Pemakaian APD sesuai


1
pemakaian APD 90% standar Kegiatan yang diaudit
Pemeliharaan tempat
2 Pemeliharaan tidur pasien/Jumlah tt
tempat tidur pasien 100% (214) tidur x 100 bed
Pengadaan bel di
3 toilet pasien 100% Pemasangan bel Bel yang terpasang
100% (52 Jumlah ketersediaan Standar penyediaan
4 Tersedia APAR APAR APAR di RS apar di RS
Tersedia alarm 100% (6 Jumlah ketersediaan Standar penyediaan
5 kebakaran alarm) alarm di RS alarm di RS
Tersedia alat Jumlah ketersediaan Standar penyediaan
6 komunikasi 100% alat komunikasi di RS alat komunikasi di RS

Standar Pelayanan Minimal P2K3


NO INDIKATOR STANDAR
1 Adanya anggota tim P2K3 yang terlatih 90%
2 Ketersediaan APD di setiap instalasi/departemen >60 %
3 Rencana program P2K3 Ada
4 Pelaksanaan program P2K3 sesuai rencana 100%
5 Penggunaan APD saat melaksanakan tugas 100%
BAB VIII
PANDUAN K3 KONSTRUKSI

1. Kegiatan Konstruksi merupakan unsur penting dalam pembangunan.


1. Kegiatan konstruksi menimbulkan berbagai dampak yang tidak diinginkan antara lain
yang menyangkut aspek keselamatan kerja dan lingkungan.
2. Kegiatan konstruksi harus dikelola dengan memperhatikan standar dan ketentuan K3
yang berlaku.
3. Karakteristik Kegiatan Proyek Konstruksi:
4. Memiliki masa kerja terbatas
5. Melibatkan jumlah tenaga kerja yang besar
6. Melibatkan banyak tenaga kerja kasar (labour) yang berpendidikan relatif rendah
7. Memiliki intensitas kerja yang tinggi
8. Bersifat multidisiplin dan multi crafts
9. Menggunakan peralatan kerja beragam, jenis, teknologi, kapasitas dan kondisinya.
10. Memerlukan mobilisasi yang tinggi (peralatan, material dan tenaga kerja)

2. Landasan Hukum
1. UU No. 13/2003 : Ketenagakerjaan.
2. UU No. 1/1970 : Keselamatan Kerja.
3. UU No. 18/1999 : Jasa Konstruksi.
4. SKB Menaker & PU No. 174/104/86-K3 Konstruksi
5. Permenaker No. 5/1996 - SMK3
6. Inst Menaker No 01/1992 Ttg Pemeriksaan Unit Organisasi K3

3. Perencanaan konstruksi harus menyertakan laporan


1. Identifikasi bahaya
2. Penilaian resiko dan pengendaliannya
3. Pemenuhan perundang-undangan dan persyaratan lainnya
4. Sasaran dan Program

4. Jenis - jenis bahaya konstruksi


1. Physical hazards
2. Chemical hazards
3. Electrical hazards
4. Mechanical hazards
5. Physiological hazards
6. Biological hazards
7. Ergonomy

Peran K3 dalam proyek konstruksi


1. safety engineering
2. construction safety
3. personel safety
4. pencegahan kecelakaan konstruksi, penyebab kecelakaan konstruksi meliputi:
a. Faktor manusia :
Sangat dominan dilingkungan konstruksi,
Pekerja Heterogen, Tingkat skill dan edukasi berbeda, Pengetahuan tentang
keselamatan rendah. Perlu penanganan khusus
Pencegahan Faktor Manusia meliputi :
1) Pemilihan Tenaga Kerja
2) Pelatihan sebelum mulai kerja
3) Pembinaan dan pengawasan selama kegiatan berlangsung
b. Faktor teknis :
Berkaitan dengan kegiatan kerja Proyek seperti penggunaan peralatan dan alat
berat, penggalian, pembangunan, pengangkutan dsb.
Disebabkan kondisi teknis dan metoda kerja yang tidak memenuhi standar
keselamatan (substandards condition)
Pencegahan Faktor Teknis meliputi :
1) Perencanaan Kerja yang baik.
2) Pemeliharaan dan perawatan peralatan
3) Pengawasan dan pengujian peralatan kerja
4) Penggunaan metoda dan teknik konstruksi yang aman
5) Penerapan Sistim Manajemen Mutu
6) Tersedianya alat pemadam api ringan atau hydrant untuk pencegahan
kebakaran
c. Unsafe act / kecerobohan
d. Material / bahan bangunan
e. Equipment / perlengkapan
Equipment / perlengkapan meliputi:
1) APD meliputi :
a) Kacamata safety, kaca mata safety merupakan peralatan yang paling
banyak digunakan sebagai pelindung mata. Meskipun kelihatannya sama
dengan kacamata biasa, namun kaca mata safety lebih kuat dan tahan
benturan serta tahan panas dari pada kaca mata biasa.
b) Google, Goggle memberikan perlindungan yang lebih baik dibandingkan
safety glass sebab lebih menempel pada wajah.
c) Pelindung wajah, Pelindung wajah memberikan perlindungan menyeluruh
pada wajah dari bahaya percikan bahan kimia, obyek yang beterbangan
atau cairan besi. Banyak dari pelindung wajah ini dapat digunakan
bersamaan dengan penggunaan helm.
d) Helm pengelas, Helm pengelas memberikan perlindungan baik pada wajah
dan juga mata. Helm ini menggunakan lensa penahan khusus yang
menyaring intesnsitas cahaya serta energi panas yang dihasilkan dari
kegiatan pengelasan.
e) Pelindung pendengaran, dan jenis yang paling banyak digunakan:
foam earplugs, PVC earplugs, earmuffs.
f) Pelindung kepala atau helm (hard hat) yang melindungi kepala karena
memiliki hal berikut: lapisan yang keras, tahan dan kuat terhadap benturan
yang mengenai kepala; sistem suspensi yang ada didalamnya bertindak
sebagai penahan goncangan; beberapa jenis dirancang tahan terhadap
sengatan listrik; serta melindungi kulit kepala, wajah, leher, dan bahu dari
percikan, tumpahan, dan tetesan.
g) Pelindung kaki berupa sepatu dan sepatu boot
h) Pelindung tangan berupa sarung tangan, jenis - jenis sarung tangan :
(1) Metal mesh, sarung tangan yang tahan terhadap ujung benda yang
tajam dan melindungi tangan dari terpotong
(2) Leather gloves, melindungi tangan dari permukaan yang kasar.
(3) Vinyl dan neoprene gloves, melindungi tangan dari bahan kimia
beracun
(4) Rubber gloves, melindungi tangan saat bekerja dengan listrik
(5) Padded cloth gloves, melindungi tangan dari sisi yang tajam,
bergelombang dan kotor.
(6) Heat resistant gloves, melindungi tangan dari panas dan api
(7) Latex disposable gloves, melindungi tangan dari bakteri dan kuman
2) Penggunan perancah (scaffolding)
Perancah atau scaffolding adalah peralatan kerja/ platform yang dibuat
sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan - bahan dan
peralatan kerja.
Syarat-Syarat Umum Keamanan Perancah (Scaffoldings)
a) Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat, lantai perancah
harus diberi pagar pengaman, apabila tingginya lebih dari 2 meter
b) Pada perancah dengan tinggi 5 m harus dipasang jaring pengaman dan
untuk melindungi kejatuhan material harus dipasang perisai pengaman
c) Perancah diletakkan pada pondasi yang kuat dan rata. Tanah atau
pondasinya harus mampu menahan berat perancah dan berbagai beban
yang akan diletakkan diatasnya. Berikan pendukung tambahan bila
diperlukan. Jangan menggunakan kotak, drum, batu bata, atau balok beton
untuk mengganjal atau mendukung perancah
d) Perancah harus mampu menahan beban yang akan diletakkan diatasnya.
Perancah harus mampu menahan beban yang akan diletakkan diatasnya.
Rangka, lantai kerja, tangga naik, lantai dasar perancah, harus bersih dari
minyak, gemuk, lumpur dan bahan-bahan lain yang dapat membahayakan
penggunanya.Tenaga kerja / operator perancah / scaffolder harus selalu
menggunakan APD yang disyaratkan (Gunakan safety harness)
e) Rangka, lantai kerja, tangga naik, lantai dasar perancah, harus bersih dari
minyak, gemuk, lumpur dan bahan-bahan lain yang dapat membahayakan
penggunanya. Lebar perancah, lantai kerja, harus cukup untuk bekerja dan
meletakkan bahan-bahan. Bila diatas perancah ada orang yang bekerja,
maka perancah harus diberi pelindung untuk pekerja yang sedang
menggunakannya. Pelindung ini jangan lebih tinggi dari 3 meter diatas
lantai kerja perancah, terbuat dari papan atau bahan lain yang cukup kuat.
f) Alat Angkut, penggunaan alat angkut material seperti katrol baja
hendaknya diinspeksi secara berkala, pekerja konstruksi diharuskan
menjaga jarak dengan area sekitar bila menggunakan traktor, backhoe atau
buldozer, kurang lebih 2 meter dari alat berat tersebut.

Lingkungan kerja
Lingkungan kerja meliputi:
1) Ruang terbatas (confined space)
Ruang terbatas adalah:
a) Ruangan yang cukup luas dan memiliki konfigurasi sedemikian rupa
sehingga pekerja dapat masuk dan melakukan pekerjaan di dalamnya dan
Ruang terbuka di bagian atas yang melebihi kedalaman 1,5 meterseperti
lubang lalu orang yang tidak mendapat aliran udara yangcukup
b) Ruangan yang mempunyai akses keluar masuk yang terbatas. Seperti pada
tanki, tandon, tempat penyimpanan, lemari besi, galian, selokan atau ruang
lain yang mungkin mempunyai akses yang terbatas dan semua jenis tanki
yang mempunyai lubang dan orang didalamnya
c) Ruangan yang tidak dirancang untuk tempat kerja secara berkelanjutan
atau terus-menerus di dalamnya
Persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di ruang terbatas
a) Pekerja tidak boleh memasuki ruangan sebelumudara berbahaya di
dalamnya dibersihkan terlebihdahulu
b) Aliran udara tersebut diarahkan sedemikian rupasehingga dapat mencapai
area dimana pekerja akanberada dan harus berlangsung terus menerus
selamapekerja berada di dalam.Pengaturan aliran udara tersebut harus
diperolehdari sumber yang bersih dan tidak bolehmeningkatkan bahaya
dalam ruangan.
2) Rambu - rambu larangan dan peringatan
Dalam sebuah proyek konstruksi. wajib hukumnya untuk memasang rambu-
rambu. Rambu-rambu sangat penting perannya dalam menginformasikan
sesuatu di dalam proyek tersebut meliputi:
a) Rambu yang tidak berkepentingan dilarang masuk
b) Rambu larangan merokok
c) Rambu larangan parkir
d) Rambu dilarang melintas
e) Rambu dilarang menyalakan api
f) Rambu dilarang menggunakan peralatan
g) Rambu larangan masuk kecuali petugas
h) Rambu jalur evakuasi
i) peringatan bahaya dari atas
j) peringatan bahaya benturan kepala
k) peringatan bahaya longsoran
1) peringatan bahaya api
m) peringatan tersengat listrik
n) penunjuk ketinggian (bangunan yang lebih dari 2 lantai
o) penunjuk jalur instalasi listrik kerja sementara
p) penunjuk batas ketinggian penumpukan material
q) larangan membawa bahan-bahan berbahaya
r) petunjuk untuk melapor (keluar masuk proyek)
s) Dan rambu lainnya.
3) Tempat penyimpanan bahan beracun dan berbahaya
a) Rancang bangunan &luas penyimpanan sesuai jenis, karakteristik
&jumlahB3;
b) Terlindung dari masuknya air hujan secara langsung;
c) Tanpa plafond & mempunyai sistim ventilasi udara, memasang kasa/bahan
lain mencegah masuknya burung/ binatang kecil;
d) Mempunyai penerangan (lampu/cahaya matahari) yang memadai,
dilengkapi dengan sistim penangkal petir;
e) Pada bagian luar diberi penandaan (simbol);
f) Lantai kedap air, tidak bergelombang, kuat & tidak retak, landai minimal
1%. Pada bagian luar bangunan, air hujan dapat mengalir menjauhi
bangunan penyimpana
BAB IX
PENUTUP
Tujuan Manajemen hiperkes dan K3RS adalah melindungi petugas RS dari risiko
PAK/KAK serta dapat meningkatkan produktivitas dan citra RS, baik dimata konsumen
maupun pemerintah. Keberhasilan pelaksaanaan K3RS sangat tergantung dari komitmen
tertulis dan kebijakan pihak direksi. Oleh karena itu, pihak direksi harus paham tentang
kegiatan, permasalahan dan terlihat langsung dalam kegiatan K3RS. Pelaksanaan K3 di
rumah sakit ditujukan pada 3 hal utama yaitu SDM, lingkungan kerja dan pengorganisasian
K3 dengan menggalakkan kinerja P2K3 (Panitia Pembina atau Komite K3) di RS.

Anda mungkin juga menyukai