Anda di halaman 1dari 35

PEDOMAN PENYELENGGARAAN K3 DI

UPT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LA PATARAI KABUPATEN BARRU


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berdirinya sebuah rumah sakit dilengkapi dengan bermacam-macam peralatan
yang memerlukan perawatan atau pemeliharaan sedemikian rupa untuk menjaga
keselamatan, kesehatan, mencegah kebakaran dan persiapan penanggulangan
bencana.

Keselamatan Kerja diterapkan di lingkungan kerja yang mana didalamnya


terdapat aspek manusia, alat, mesin, lingkungan dan bahaya kerja.

Upaya Keselamatan Kerja merupakan upaya meminimalkan pencegahan


terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
melalui upaya promotif, prefentif, penyerasian antara beban kerja, kapasitas
kerja dan lingkungan sehingga setiap pekerja dapat bekerja selamat dan sehat,
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat atau orang lain
disekelilingnya dan tercapai produktivitas kerja yang optimal. Upaya tersebut
dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
produktifitas pekerja rumah sakit.

B. MAKSUD dan TUJUAN

1.Maksud

Sebagai petunjuk semua unit kerja di Rumah Sakit, khususnya unit kerja
yang mempunyai resiko bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan agar diperoleh satu dasar, satu
pengertian dan pemahaman tata cara pelaksanaan yang benar.

2.Tujuan

Agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan upaya


kesehatan dan keselamatan kerja secara baik dan benar sehingga tercapai :

a. Kesehatan dan Keselamatan pekerja selama bertugas

b. Kegiatan rumah sakit berjalan lancar tanpa adanya hambatan


c. Tingkat produktifitas yang optimal
C. FALSAFAH

Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) di rumah sakit,


adalah suatu upaya pengelolaan resiko di lingkungan kerja untuk meminimalkan
dampak tempat kerja sehingga tercipta lingkungan kerja yang aman dan sehat.

D. PENGERTIAN

Dalam Pedoman ini ada beberapa pengertian yang mesti diketahui antara lain :

1. Tempat kerja, adalah :

Tempat tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap dimana karyawan atau yang sering dimasuki karyawan untuk
melaksanakan tugas.
2. Karyawan, adalah :

Tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik


didalam maupun diluar
hubungan kerja, untuk menghasilkan jasa pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.

3. Kesehatan & keselamatan kerja, adalah :

K3 merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko


kecelakaan

atau penyakit kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara
kesehatan & keselamatan.

4. Upaya kesehatan adalah :

Upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan


kerja agar setiap kerja karyawan dapat bekerja secara sehat tanpa
membahayakan diri sendiri maupun masyarakat disekelilingnya.

5. Keselamatan kerja, adalah :

Keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan & proses


pengolahannya, tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan.

6. Kecelakaan kerja, adalah :

Kejadian yang tidak terduga & tidak diharapkan, karena peristiwa tersebut
tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan
dan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian
material maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang
paling berat.
7. Penyakit akibat kerja adalah :

Penyakit yang ditimbulkan dari suatu pekerjaan yang mengandung


paparan / kontaminasi pada fasilitas penunjang pekerjaan.
BAB II

KEBIJAKANDIREKSI

Kebijakan Direksi tentang keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan


bencana adalah :

1. Pembentukan Panitia K3

Bahwa sangat diperlukan adanya pelaksanaan upaya keselamatan kerja,


kebakaran dan kewaspadaan bencana di Rumah Sakit, sebagai upaya untuk
meminimalkan terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakan kerja, sehingga
ditetapkan :

 Perlunya untuk membentuk dan mengangkat Panitia K3 di Rumah Sakit


yang merupakan organisasi non struktural.

 Panitia K3 Rumah Sakit terdiri dari tenaga staf adalah tenaga yang menjadi
anggota Panitia K3 Rumah Sakit, dan tenaga pendukung adalah tenaga /
pegawai yang melaksanakan fungsi K3 Rumah Sakit.

 Panitia K3 Rumah Sakit memiliki sistem komunikasi internal dan eksternal.

 Sistem komunikasi internal menggunakan pesawat intercom nomor dan


telpon nomor, sistem komunikasi ekternal menggunakan sambungan pesawat
telpon nomor langsung dan pesawat melalui operator serta pesawat telpon lain
untuk facsimile.

 Bilamana terjadi bencana di Ruma Sakit, maka pesawat dengan nomor


tersebut diatas hanya diperuntukan penggunaannya oleh Panitia K3 Rummah
Sakit selain Panitia K3 Rumah Sakit dilarang menggunakan pesawat telpon
tersebut.

2. Keselamatan Kerja

Pelaksanaan Keselamatan Kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk


menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Keselamatan kerja bagi pegawai diupayakan melalui kegiatan
– kegiatan seperti :
 Pemantauan lingkungan kerja pegawai secara rutin
 Penyelenggaraan Pemeriksaan Kesehatan Pra Pekerjaan terhadap semua
calon pegawai.

 Penyelenggaraan pemeriksaan Kesehatan berkala sesuai ketentuan.

 Penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan khusus.

 Ditetapkannya tempat-tempat yang dianggap berisiko di lingkungan rumah


sakit.

 Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai rumah sakit wajib


menggunakan alat pelindung diri sesuai ketentuan yang berlaku.

 Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan


pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang K3.ila ada partisipasi aktif dari
seluruh pegawai dan unit kerja terkait,

 Diperlukan suatu sistem pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat


kerja, yaitu suatu sistem yang mengatur pelaporan semua jenis penyakit akibat
kerja dan kecelakaan kerja saat sedang melakukan pekerjaan kedinasan dan
disebabkan oleh kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman, sistem ini dapat
terlaksana.

 Pengadaan barang beracun, dan berbahaya dilaksanakan secara


terkoordinasi antara pengguna, panitia K3 dan Departemen Logistik, dan
dalam hal pengadaan barang B3 perlu disertakan lembar data
keselamatan /Material Safety Data Sheet (MSDS) dari rekanan pemasok.

 Dilaksanakan sertifikasi untuk alat-alat tertentu sesuai dengan


ketetapan dalam peraturan perundang-undangan.

 Rumah Sakit harus menyediakan fasilitas untuk menangani limbah


seperti IPAL untuk limbah cair dan pengelolaan limbah medis dan non medis
yang dikelolah oleh pihak kedua (dari luar rumah sakit).

 Rumah Sakit wajib menyediakan fasilitas sanitasi.

 Disediakan fasilitas perlengkapan keamanan pasien yang selalu


terpelihara baik dengan adanya pengecekan dan perbaikan sesuai jadwal
yang ditetapkan.

3. Kebakaran

Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran di Rumah Sakit dapat ditetapkan saat


akan membangun rumah sakit, sebagai berikut :
 Menyediakan sistem alarm kebakaran di Rumah Sakit dengan jumlah yang
cukup.
 Tersedia sistem deteksi api dan asap kebakaran di rumah sakit.

 Tersedia alat pemadam api / kebakaran di rumah sakit dengan jumlah


yang cukup dan sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

 Tersedia rambu-rambu/tanda-tanda khusus bagi evakuasi pasien apabila


terjadi kebakaran di rumah sakit.

 Diadakannya simulasi / latihan secara teratur tentang pencegahan


dan pengendalian kebakaran.

 Setiap pegawai rumah sakit mendapatkan kesempatan mengikuti


pelatihan / simulasi tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran.

Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor


yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil
langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan.
Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program pendidikan dan
pengawasan beserta pengawasan karyawan, suatu rencana pemeliharaan yang
cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan,
penyediaan dan penempatan yang baik dari peralatan pemadam kebakaran
termasuk memeliharanya baik segi siap- pakainya maupun dari segi mudah
dicapainya

4. Kewaspadaan Bencana

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit ditetapkan


sebagai berikut :

 Diperlukan pedoman pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat


digunakan bagi seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil langkah-
langkah yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi bencana di Rumah
Sakit.

 Organisasi pencegahan dan penanggulangan bencana ini terdiri dari :


perawat dan Ka. Urusan, dokter IGD, Manajer Penunjang Medis, Manajer
Keperawatan, Manajer Pelayanan Medis, Wakil Direktur Medis, Direktur RS.

 Untuk pembekalan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pegawai


dalam penanggulangan bencana maka perlu diadakan pendidikan dan latihan
penanggulangan bencana.
 Ditetapkan sistem komunikasi dalam penanggulangan bencana yaitu tata
cara penggunaan telepon, daftar nomor penting, dan kewenangan penggunaan
telepon.

 Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien

 Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan


perundang-undangan yang berlaku.

5. Pendidikan dan Pelatihan K3

Pendidikan dan Pelatihann K3 di Rumah Sakit, ditetapkan sebagai berikut :

 Setiap pegawai di Rumah Sakit diberikan kesempatan mengikuti


pendidikan dan pelatihan K3 untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan
dibidang K3.

 Rumah Sakit melalui urusan diklat menyelenggarakan pendidikan dan


pelatihan K3 bagi pegawai secara berkala dan berkesinambungan.

 Materi pendidikan dan latihan K3 akan selalu disesuaikan dengan


kebutuhan, kemajuan dan perkembangan K3.

 Pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop, pertemuan


ilmiah, dll.

6. Evaluasi dan Pelaporan

Evaluasi dan Pelaporan tentang kegiatan- kegiatan K3 di Rumah Sakit, adalah


sebagai berikut :

a. Memuat seluruh aspek K3, yaitu :

 Disaster Program

 Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran

 Keamanan Pasien, Pengunjung dan pegawai

 Keselamatan dan Kesehatan Pegawai

 Pengelolaan bahan dan Barang Berbahaya

 Kesehatan Lingkungan Kerja

 Sanitasi Rumah Sakit

 Sertifikasi/Kaliberasi Sarana, Prasarana dan Peralatan


 Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas
 Pendidikan dan Latihan K3

 Pengumpulan, Pengolahan, dan Pelaporan Data

b. Evaluasi ini dilakuan untuk jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan
jenis kegiatan yang dilaksanakan, dapat dilakukan 3 bulan, 6 bulan, dst.

c. Hasil Evaluasi dibuatkan laporannya dan pelaporan disampaikan kepada


direktur rumah sakit untuk mendapatkan tindak lanjut, untuk jangka waktu 1
(satu) tahun.

7. Peningkatan Mutu

Peningkatan Mutu K3 Rumah Sakit, meliputi :

 Ada pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan kasus K3.

 Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh Panitia


K3 Ruma Sakit.

 Hasil Analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada direktur


rumah sakit.
BAB III
PEMBENTUKAN ORGANISASI PANITIA K3

I. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan suatu bentuk badan usaha di bidang jasa yang meliputi
komponen manusia, mesin, peralatan dan energy yang merupakan asset untuk
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja yang lebih baik.
Dengan demikian diperlukan upaya-upaya agar setiap pegawai dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun pegawai lainnya dan
lingkungan rumah sakit.
Upaya tersebut diatas meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan
pemulihan, oleh karenanya harus dilakukan identifikasi permasalahan, evaluasi
dan tindak lanjut yang harus segera dilakukan.
Kegiatan-kegiatan K3 rumah sakit harus dapat meminimalkan terjadinya
penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja serta memberikan rasa aman
akan adanya bencana dan kebakaran.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk menunjuk dan
mengangkat Panitia K3 Rumah Sakit yang merupakan organisasi non structural,
yang terdiri dari tenaga staf dan tenaga penunjang.

II. MAKSUD DAN TUJUAN


Pembentukan Panitia K3 bermaksud untuk menentukan dan membagi tugas,
wewenang, dan tanggung jawab dalam melakukan pengawasan,
pengkoordinasian dan pengendalian kegiatan K3 di Rumah Sakit terhadap
seluruh pegawai, dokter, pasien dan pengunjung lainnya.
Kepanitian K3 dibentuk bertujuan untuk menciptakan kondisi sehat, aman dari
kecelakaan kerja dan lingkukangan yang nyaman bagi pegawai sehingga
produktivitas kerja meningkat dan rasa aman dari bahaya kebakaran dan
bencana lainnya.

III. PROSEDUR PEMBENTUKAN PANITIA K3


Panitia K3 rumah sakit (PK3RS) ditunjukt dan diangkat langsung oleh Direktur
Rumah Sakit berdasarkan pada usulan-usulan dan pertimbangan yang
disampaikan oleh Wakil Direktur Umum dengan tetap memperhatikan prestasi
kerja masing-masing PK3RS, kemudian ditetapkan dalam surat Keputusan
Direktur Rumah Sakit.

IV. ORGANISASI DAN POLA KETENAGAAN


a. Organisasi
Sebagai organisasi non structural, PK3RS memiliki struktur organisasi sendiri
dan hubungannya dengan organisasi structural rumah sakit.
Struktur Organisasi PK3RS terdiri dari 2 bagian besar yaitu :
 Tenaga Staff yaitu tenaga yang menjadi anggota panitia K3.
 Tenaga Pendukung yaitu pegawai rumah sakit yang melaksanakan fungsi
K3.
Sebagai pimpinan PK3RS ditetapkan ketua PK3RS, ketua PK3RS
bertanggungjawab kepada Direktur Rumah Sakit.
Ketua PK3RS membawahi tenaga staf PK3RS yang terdiri dari beberapa tim
dan membawahi tenaga pendukung PK3RS.
Sekertaris PK3RS membantu ketua dalam menjalankan kegiatan
manajemen K3RS. Secara rinci tergambarkan dalam bagan
organisasi PK3RS sebagai berikut :

STRUKTUR ORGANISASI
PK3RS RSUD LAPATARAI
BARRU

DIREKTUR
RUMAH SAKIT

KETUA K3 RUMAH SAKIT

SEKERTASI PK3RS

STAF PK3RS TIM KESELAMATAN KERJA


PENDUKUNGBENCANA
TIM PENANGGULANGAN KEBAKARAN TIM KEWASPADAAN PK3RS

b. Tugas dan Tanggung Jawab


KETUA Panitia K3 Rumah Sakit mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut :
1. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Direktur mengenai masalah
K3.
2. Menghimpun dan mengolah segala data atau permasalahan K3 di tempat
kerja masing-masing bidang / bagian.
3. Mendorong ditingkatkannya penyuluhan, pengawasan, pendidikan dan
latihan serta penelitian K3.
4. Tercapainya sasaran untuk menurunkan tingkat kecelakaan kerja di rumah
sakit.
5. Bertanggungjawab langsung kepada direktur Rumah Sakit.
STAF Panitia K3RS mempunyai tugas sebagai berikut :
1. Bertanggungjawab langsung kepada Ketua Panitia K3 RS.
2. Bertanggungjawab meyusun dan menetapkan program PK3RS sesuai
kedudukannya dalam tim di staf.
3. Bertugas melaksanakan kegiatan yang telah tersusun dalam program PK3RS.
4. Membuat evaluasi pelaksanaan kegiatan program dan disampaikan kepada
ketua PK3RS.

PENDUKUNG PK3RS, mempunyai tugas sebagai berikut :


1. Bertugas melaksanakan kegiatan – kegiatan program PK3RS.
2. Bertugas memberikan usulan / saran untuk peningkatan pelaksanaan
program PK3RS.
3. Bertanggungjawab kepada Ketua PK3RS.

V. POLA KETENAGAAN
Dalam kepanitiaan K3 dibutuhkan ketenagaan dengan syarat – syarat sebagai
berikut :
A. Ketua PK3RS
Ketua adalah seorang dokter umum purna waktu berpengalaman di bidang
K3 minimal 3 tahun. Mampu melaksanakan pertolongan hidup dasar (Basic
Life Support).
B. Staf PK3RS
Pegawai rumah sakit dari berbagai unsur bagian rumah sakit sesuai kedudukan
dalam tim, seperti :
 Tim Keselamatan Kerja terdiri dari unsur medis (dokter umum),
personalia, kesehatan lingkungan.
 Tim Kebakaran terdiri dari unsur manajer rumga, satpam, tekhnisi, tata
graha.
 Tim Kewaspadaan Bencana terdiri dari unsur
perawat, dokter IGD. Staf ini harus telah mendapatkan
pelatihan K3.

C. Pendukung PK3RS
Anggota Pendukung PK3RS adalah Seluruh Pegawai rumah sakit yang setingkat
dengan Kepala Urusan/instalasi/kepala perawat dan penanggungjawab ruangan.
Pegawai rumah sakit ini telah mengikuti pelatihan K3.
Pelaksanaan kegiatan K3 di Rumah Sakit harus berjalan setiap saat, mengingat
pola kerja di Rumah Sakit pada umumnya yang terbagi menjadi tiga shift kerja
maka ditetapkan pola tenaga K3 agar dapat memenuhi ketenagaan pendukung
K3 disetiap shiftnya, sebagai berikut :
 SHIFT pagi disediakan tenaga pendukung sebanyak 24 orang yang terdiri
dari Kepala Instalasi/perawat/urusan yang bertugas saat itu.
 SHIFT sore dan SHIFT malam disediakan tenaga pendukung masing-
masing shift sebanyak 18 orang yang terdiri dari Penanggung Jawab shift
disetiap ruangan ditambah dengan seorang dokter IGD dan Kepala jaga. Dengan
demikian dapat dihitung bahwa seluruh tenaga pendukung yang tersedia di
Rumah Sakit adalah 24 + 18 + 18 + 2 = 62 orang.
BAB IV
KESELAMATAN KERJA

I. LATARBELAKANG
Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu
mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka
menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan
tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan
resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling
ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23
mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib
diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya,
untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program
perlindungan tenaga kerja.

II. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan pemantauan keselamatan kerja adalah sekumpulan
kegiatan yang menganalisa, menilai dan memberikan masukkan dalam upaya
menjamin terciptanya kondisi produktivitas dapat ditingkatkan.

III. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup dari pemantauan keselamatan kerja di Rumah Sakit mengacu
pada perundang- undangan dan peraturan yang berlaku, meliputi :
a. Penyediaan air bersih dan air minum
Merupakan air yang mempunyai kualitas minimal
sebagaimana yang terlampir dalam PERMENKES
no. 416 tahun 1990.
Pemantauan air bersih dan air minum dilakukan dengan cara :
 Memeriksa dan menjamin ketersediaan air bersih dan air minum yang
dilakukan setiap hari pada penampungan air bersih dan gudang air
minum.
 Mengirimkan sampel air minum da air bersih ke laboratorium BTKL
dengan frekuensi pengiriman sebanyak 4 kali setahun dengan parameter
bekteriologi dan kimia dan merujuk pada keputusan Dirjen P2MPLP
Nomor : HK.00.06.6.44 tahun 1993 tentang persyaratan dan petunjuk
teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit dengan hasil yang
segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.
b. Pengelolaan limbah
Pengelolaan terhadap semua air buangan dan tinja hasil kegiatan operasional
Rumah Sakit sehingga memenuhi persyaratan yang terdapat dalam SK Gubernur
DKI No. 528 tahun 1995 tentang penetapan dan baku mutu air sungai / badan
air serta baku mutu limbah cair di wilayah DKI Jakarta.
Pengelolaan air limbah ini diolah dalam instalasi pengolahan air limbah dengan
sistem aerob dan anaerob bio filter system.
Pemantauan pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara :
 Pemeriksaan setiap hari terhadap fungsi IPAL dengan memperhatikan
parameter fisik dan bau.
 Pemeriksaan setiap hari tempat penyimpanan limbah B3
 Mengirimkan sempel air limbah dari outlet IPAL ke BPLHD sebanyak
4 kali setahun dengan parameter sesuai SK Gubernur DKI Jakarta
No. 582 tahun 1995 dengan hasil segera dievaluasi dan
ditindaklanjuti.

c. Pengelolaan sampah
Pengelolaan terhadap semua sampah baik sampah medis maupun sampah non
medis yang dihasilkan dalam kegiatan operasional RSUD Lapatarai Barru
sehingga memenuhi persyaratan yang tercantum dalam SK Dirjen P2MPLP NO.
281-II/PD.03.04.LP tahun 1989 tentang persyaratan kesehatan pengelolaan
sampah dan SK Dirjen P2MPLP NO. HK.00.06.6.44 tahun 1993 tentang
persyaratan dan petunjuk teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit.
Untuk kategori sampah non medis dilakukan pengelolaan dengan cara
dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam.
Untuk kategori medis, pengelolaan sampah dimasukkan ke dalam kantong
plastik berwarna kuning. Pemantauan pengelolaan sampah dilakukan dengan
cara :
 Pemeriksaan kebersihan TPS non Medis dan Medis setiap hari dengan
lembar kontrol.
 Pengawasan dan pemeriksaan terhadap proses pemisahan sampah
medis dengan sampah non medis.
 Wawancara dengan pegawai, pengunjung serta warga sekitar
tentang pengelolaan sampah.

d. Pengendalian serangga dan binatang pengganggu


Kegiatan yang bertujuan menekan kepadatan populasi serangga, tikus, kucing,
cacing, rayap atau hewan yang menjadi perantara menularkan penyakit tertentu.
Pemantauan pengendalian serangga dan binatang pengganggu dilakukan dengan
cara :
 Melakukan pemantauan terhadap kebersihan baik dalam gedung
maupun luar gedung setiap hari dengan alat bantu checklist.
 Melakukan uji sampling kepadatan lalat, kecoa, dan nyamuk setiap
3 bulan sekali dengan parameter : lalat adalah 8 ekor/flygrill (100 x
100 cm) per menit, parameter kecoa adalah 2 ekor/plate (20 x 20
cm) per 24 jam. Parameter nyamuk adalah angka Container Index ≤
5 %.
 Pemantauan tingkat kepadatan tikus dengan parameter tingkat
kepadatan tikus mendekati angka 0 setiap 3 bulan sekali.
e. Sanitasi makanan
Upaya memantau faktor makanan, petugas, tempat dan perlengkapan yang
mungkin dapat menimbulkan penyakit terhadap pasien dan pegawai Rumah
Sakit.
Kegiatan dilakukan di dapur dan pantry sebagai tempat pengolahan dan
pengelolaan makanan. Pemantauan terhadap sanitasi makanan dilakukan
dengan cara :
 Pemantauan terhadap pelaksanaan 6 prinsip hygiene sanitasi
makanan dengan mengisi lembar kontrol yang tersedia setiap bulan.
 Pemeriksaan Kesehatan khusus terhadap tenaga penjamah
makanan minimal sekali dalam setahun yang hasilnya segera
dievaluasi dan ditindaklanjuti.
 Pemeriksaan sampel makanan ke BTKL setiap 3 bulan sekali
dengan hasil segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.
 Pengukuran suhu dan kelembaban ruang dapur setiap 1 bulan
sekali, segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.

f. Penyehatan ruang laundry


Upaya penyehatan tehadap tempat dan sarana pencucian linen hingga linen siap
dipakai dalam kegiatan operasional Rumh Sakit.
Pemantauan terhadap ruang laundry meliputi :
 Proses pencucian dan penghalusan sesuai standar yang telah
ditentukan.
 Penggunaan APD di ruang laundry
 Pengukuran suhu dan kelembaban setiap bulan dan dilakukan
evaluasi serta tindak lanjut dari hasil pengukuran.

g. Infeksi nosokomial
Kegiatan pemantauan Infeksi Nosokomial dilakukan dengan cara :
 Terhadap proses tindakan bagi pasien dengan standar yang telah
ditentapkan
 Pemeriksaan bakteriologis terhadap kualitas udara ruangan, usap
peralatan medis, usap linen, usap tangan dan dilakukan setiap 6 bulan sekali,
yang kemudian dievaluasi dan ditindaklanjuti.
 Terhadap kepadatan serangga dan binatang pengganggu.

h. Desinfeksi
Pemantauan proses desinfeksi dilakukan dengan cara :
 Usap peralatan medis/instrument setiap 3 bulan sekali ke BTKL yang
hasilnya dievaluasi dan ditindaklanjuti.
 Uji sampling larutan desinfektan setiap 6 bulan sekali ke laboratorium
AKL DepKes Jakarta yang hasilnya segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.
i. Penyuluhan kesehatan lingkungan
Upaya memberikan penyuluhan mengenai menyehatkan dan memelihara
lingkungan Rumah Sakit
dan pengaruhnya terhadap masyarakat sekita RS dari PK3RS yang dilaksanakan
oleh petugas kesling rumah sakit kepada karyawan, pengunjung, pasien serta
masyarakat setiap 6 bulan sekali dengan materi menyangkut upaya peningkatan
kualitas kesehatan dalam opersional kegiatan Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara :
 Wawancara terhadap karyawan atau pasien atau pengunjung atau
pendapat dari instansi pemerintahan tentang upaya penyehatan lingkungan
di Rumah Sakit.
 Pemantauan terhadap frekuensi keluhan terhadap masalah kesehatan
lingkungan di Rumah Sakit.

j. Pencahayaan ruangan
Adalah pengaturan jumlah penyinaran pada suatu ruang bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif dan produktif di semua
bagian dalam dari gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran kualitas pencahayaan setiap
tahun sekali dengan parameter yang telah ditentukan.

k. Penyehatan udara
Adalah upaya untuk melakukan penyehatan udara segar yang memadai untuk
menjamin kesehatan pemakai ruangan, diseluruh bagian gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara mengukur tingkat suhu dan kelembaban
setiap hari dengan parameter yang telah ditentukan.

l. Kebisingan ruangan
Adalah upaya pengaturan tingkat kebisingan yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu dan atau membahayakan kesehatan, di semua bagian dalam
gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran tingkat kebisingan setiap 1
tahun sekali dengan parameter kebisingan ruangan adalah :
 Ruang perawatan, isolasi, radiologi, operasi maksimal 45 dBA.
 Poliklinik/poli gigi maksimum 80 dBA.
 Laboratorium maksimum 68 dBA.
 Ruang cuci, dapur, maksimum 78 dBA.

m. Instalasi listrik
Adalah pusat jaringan pengendalian listrik sebagai sumber tenaga pembangkit
untuk melakukan kegiatan operasional rumah sakit.
Pemantauan instalasi listrik dilakukan dengan cara :
Memeriksa amper, tegangan dan tahanan pada panel induk setiap hari dengan
parameter sesuai dengan daya yang tersedia dari pihak PLN.
Pengujian terhadap instalasi listrik secara keseluruhan yang dilakukan oleh
petugas kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Timur dengan
frekuensi setiap 5 tahun sekali.
n. Instalasi pemadaman kebakaran
Suatu sistem pendeteksian dini terhadap ancaman terjadinya bahaya kebakaran
dengan alat pendeteksi berupa Heat Detector dan Smoke Detector yang
dilengkapi dengan Fire Alarm yang akan berbunyi secara otomatis jika terdeteksi
adanya bahaya kebakaran.
Pemantauan terhadap fungsinya sistem pendeteksian dini ancaman kebakaran
dilakukan dengan cara melakukan simulasi terjadinya ancaman dini bahaya
kebakaran setiap 6 bulan sekali.

o. Fasilitas toilet
Tempat yang disediakan oleh Rumah Sakit sebagai tempat pembuangan da atau
keperluan lain yang diperuntukkan bagi pasien, pengunjung dan karyawan.
Pemantauan terhadap fasilitas toilet dengan cara :
 Pemeriksaan terhadap kebersihan fasilitas toilet dengan frekuensi
sebanyak 3 kali dalam 24 jam.
 Pemeriksaan terhadap fungsi peralatan bantu yang terdapat dalam
fasilitas toilet yang dilakukan setiap hari.
 Pemeriksaan terhadap fungsi saluran pembuangan dalam fasilitas toilet
setiap 3 bulan sekali.

p. Ketenagaan
Upaya manajemen menjamin bahwa semua karyawan yang bekerja di Rumah
Sakit aman terhadap ancaman tertularnya penyakit akibat paparan yang
diperoleh selama melaksanakan kegiatan dinas di rumah sakit sehingga
karyawan merasa aman bekerja dan tetap terjaga kesehatannya.
Pemantauan terhadap Kesehatan karyawan dilakukan dengan cara :
 Pemeriksaan pra pekerjaan bagi calon pegawai yang melamar di
Rumah Sakit , meliputi pemeriksaan fisik, rontgen, laboratorium rutin serta
evaluasi psikologi.
 Pemeriksaan kesehatan berkala bagi pegawai dengan frekuensi
minimal 1 tahun sekali, meliputi pemeriksaan fisik, dan laboratorium
lengkap.
 Pemeriksaan kesehatan khusu bagi karyawan yang bekerja pada
tempat-tempat khusus, karyawan berusia di atas 40 tahun, karyawan
dengan penyakit-penyakit tertentu yang dianggap beresiko tinggi oleh dokter,
dengan frekuensi pemeriksaan minimal 1 tahun sekali.

q. Alat pelindung diri


Adalah alat yang dipergunakan untuk pengaman bagi pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terhadap resiko terkontaminasi diri
dari pasien, radiasi penyinaran, bahan berbahaya dan beracun (B3), penggunaan
peralatan, dll.

r. Sertifikasi peralatan medik dan umum


Bertujuan untuk menjamin berfungsinya peralatan medik dan non medik
sebagaimana mestinya sehingga tidak merugikan pengguna alat tersebut.
Pemantauan kelayakan alat medik dan non medik dengan cara :
Uji Kalibrasi yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang telah ditentukan.
s. Penetapan Tempat-tempat beresiko
Agar seluruh pegawai, pasien, keluarga pasien, pengunjung dapat mengetahui
tempat-tempat yang berbahaya di lingkungan Rumah Sakit maka diberikan
petunjuk-petunjuk yang ada pada tempat- tempat yang telah ditentukan.
Tempat-tempat yang dianggap beresiko ditetapkan oleh direktur rumah sakit,
yaitu :
 Instalasi Radiologi
 Instalasi Laboratorium
 Instalasi Farmasi
 Kamar operasi

t. Fasilitas perlengkapan keamanan pasien


Merupakan sarana yang berkaitan dengan phisik gedung atau bangunan rumah
sakit dengan mengutamakan keamanan dan kenyamanan pasien, keluarga
pasien, dan pengunjung Rumah Sakit.
Fasilitas perlengkapan tersebut meliputi :
 Pegangan pada tepi tangga.
 Pegangan pengaman pada samping kloset dan bel panggil.
 Pintu dapat dibuka dari luar.
 Tempat tidur dilengkapi tralis penahan dibagian tepi.
 Sumber listrik (stop kontak) mempunyai pengaman.
 Pasokan Oksigen cukup di tempat-tempat penting, seperti Kamar Operasi,
ICU/NICU, IGD.
 Tersedia suction/alat penghisap pada keadaan gawat darurat.
 Pasokan tenaga listrik 24 jam pengganti listrik PLN bilamana padam.
BAB V
KEBAKARAN

I. Latar Belakang
Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor
yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil
langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan.
Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program pendidikan dan
pengawasan beserta pengawasan pegawai, suatu rencana pemeliharaan yang
cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan,
penyediaan dan penempatan yang baik dari peralatan pemadam kebakaran
termasuk memeliharanya baik segi siap-pakainya maupun dari segi mudah
dicapainya.

II. Pengertian
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak
kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan.

III. Ruang Lingkup


a. Pencegahan Kebakaran
Pengelolaan pencegahan kebakaran di Rumah Sakit yaitu dengan mengendalikan
sumber panas seperti Listrik, listrik statis, nyala api dan bahan mudah terbakar
seperti kertas, karpet, karet, dll.
Cara pengendaliannya adalah sebagai berikut :
· Menetapkan larangan merokok di Rumah Sakit.
· Monitoring Inspeksi Listrik secara teratur.
· Menyediakan alat Pemadam Api ringan dengan jumlah cukup sesuai
ketentuan yang berlaku.
· Inspeksi Peralatan Pemadaman Kebakaran secara berkala.
· Pemasangan tanda-tanda peringatan bahaya kebakaran pada tempat-tempat
berisiko.

b. Penanggulangan Kebakaran
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan
adanya Oksigen dalam kebakran tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Alat pemadam Api Ringan (APAR) yang fungsinya mengisolasi
adanya oksigen dalam api tersebut, selain itu dapat digunakan air untuk
memadamkan kebakaran sebagai media yang dapat menimbulkan reaksi
pendinginan panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
Agar pegawai dapat melakukan penanggulangan kebakaran secara dini maka
dilakukanlah pelatihan secara berkala cara menggunakan APAR dan simulasi
penggunaan APAR.
Jadi cara penanggulangan Kebakaran di RSUD Lapatarai Barru adalah sebagai
berikut :
· Menyediakan dan mengontrol fungsi alat pendeteksian panas agar berfungsi
baik.
· Menyediakan dan mengontrol fungsi Alat pendeteksi asap agar berfungsi
baik.
· Alarm kebakaran dengan jumlah cukup.
· Alat pemadam api ringan (APAR) dengan jumlah cukup sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
· Diklat pemadaman api bagi pegawai Rumah Sakit, yang dilakukan secara
berkala 2 kali dalam satu tahun.
BAB VI
KEWASPADAAN BENCANA
I. Latar Belakang
Bencana umumnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang datangnya
tiba-tiba. Rumah Sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil
menghadapi bahaya ini.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu disusun suatu acuan atau
pedoman bagi seluruh pegawai Rumah Sakit untuk menghadapi suatu bencana
yang mungkin akan terjadi di Rumah Sakit.

II. Pengertian
Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia,
kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, dan prasarana
umum yang memerlukan pertolongan dan bantuan secara khusus.

III. Ruang Lingkup


Ruang lingkup dari kegiatan-kegiatan kewaspadaan bencana di Rumah Sakit,
meliputi :
1. Diperlukan pedoman pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat
digunakan bagi seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil langkah-
langkah yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi bencana di Rumah
Sakit, oleh karena itu telah dibuat buku pedoman penanggulangan bencana yang
dapat dievaluasi untuk perbaikan sistem penanggulangan bencana.
2. Pembekalan Bagi Pegawai dalam menghadapi bencana
Untuk pembekalan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pegawai
dalam penanggulangan bencana maka diadakan :
Pelatihan dan Simulasi Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan
sebanyak 2 x setiap satu tahunnya.
3. Ditetapkan sistem komunikasi dalam penanggulangan bencana yaitu
tata cara penggunaan telepon, daftar nomor penting, dan kewenangan
penggunaan telepon.
4. Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien.
5. Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII PENDIDIKAN
DAN LATIHAN

I. Latar Belakang
Dalam upaya untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan, Keterampilan,
dan pengalaman pegawai rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan /unsur-
unsur K3 maka dipandang perlu untuk melaksanakan pendidikan dan latihan
K3.
Tujuan diselenggarakankannya diklat K3 adalah untuk membentuk karyawan
yang peka, tanggap dan waspada terhadap K3 sehingga mempunyai kesadaran
dan kemauam untuk melakukan kegiatan-kegiatan K3.

II. Pengertian
Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, ketrampilan dan
pengalaman secara sistimatik dari suatu pengetahuan, ketrampilan, dan
pengalaman yang ingin didapatkan.

III. Ruang Lingkup


Ruang lingkup kegiatan diklat adalah :
1. Diklat kelas
Diklat kelas untuk pembahasan teori, dan diskusi sesuai dengan materi
yang disampaikan dan berkaitan dengan unsur-unsur K3.

2. Simulasi
Dilakukan simulasi K3 yang bermanfaat memberikan pengalaman dan
gambaran suatu peristiwa kejadian K3, seperti :
 Pemadaman api dengan APAR
 Evakuasi Pasien
BAB VIII
SISTEM EVALUASI DAN PELAPORAN

I. Latar Belakang
Evaluasi dan pelaporan merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari
sebuah kegiatan, baik yang bersifat rutin maupun yang tidak terjadwal.
Evaluasi bertujuan untuk menganalisa hasil kegiatan yang telah dilakukan
sekaligus memberikan penilaian apakah kegiatan yang dilakukan telah
mencapai sasaran yang diharapkan atau hasil kegiatan belum memenuhi
harapan sehingga perlu dilakukan tindak lanjut sehingga dicapai sasara yang
diharapkan.

II. Pengertian
Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan -
kegiatan atau yang telah dibuat.
Pelaporan adalah kegiatan membuat analisa dan rekomendasi dari hasil
pelaksanaan kegiatan atau evaluasi.

III. Ruang Lingkup


Kegiatannya meliputi :
1. Pengumpulan data dari pelaksanaan kegiatan dari unsur – unsur K3 rumah
sakit.
2. Mengadakan pertemuan 6 (enam) bulanan guna membahas hasil
pelaksanaan kegiatan K3.
3. Melakukan analisa dan membuat rekomendasi
4. Membuat laporan hasil evaluasi untuk selanjutnya disampaikan kepada
direktur rumah sakit.
BAB VIII
PENUTUP

Dalam pembuatan buku pedoman ini disadari bahwa buku pedoman ini tidak
sempurna masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Oleh kerena itu
masukkan dan saran untuk perbaikan peningkatan buku pedoman ini,
merupakan sesuatu yang sangat berharga.
Semoga buku ini dapat menjadi pegangan bagi setiap orang yang melibatkan diri
untuk berkecimpung di bidang K3 RSUD Lapatarai Barru.

Anda mungkin juga menyukai