A. LATAR BELAKANG
Berdirinya sebuah rumah sakit dilengkapi dengan bermacam-macam peralatan
yang memerlukan perawatan atau pemeliharaan sedemikian rupa untuk menjaga
keselamatan, kesehatan, mencegah kebakaran dan persiapan penanggulangan
bencana.
1.Maksud
Sebagai petunjuk semua unit kerja di Rumah Sakit, khususnya unit kerja
yang mempunyai resiko bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan agar diperoleh satu dasar, satu
pengertian dan pemahaman tata cara pelaksanaan yang benar.
2.Tujuan
D. PENGERTIAN
Dalam Pedoman ini ada beberapa pengertian yang mesti diketahui antara lain :
Tempat tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau
tetap dimana karyawan atau yang sering dimasuki karyawan untuk
melaksanakan tugas.
2. Karyawan, adalah :
atau penyakit kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara
kesehatan & keselamatan.
Kejadian yang tidak terduga & tidak diharapkan, karena peristiwa tersebut
tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan
dan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian
material maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang
paling berat.
7. Penyakit akibat kerja adalah :
KEBIJAKANDIREKSI
1. Pembentukan Panitia K3
Panitia K3 Rumah Sakit terdiri dari tenaga staf adalah tenaga yang menjadi
anggota Panitia K3 Rumah Sakit, dan tenaga pendukung adalah tenaga /
pegawai yang melaksanakan fungsi K3 Rumah Sakit.
2. Keselamatan Kerja
3. Kebakaran
4. Kewaspadaan Bencana
Disaster Program
b. Evaluasi ini dilakuan untuk jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan
jenis kegiatan yang dilaksanakan, dapat dilakukan 3 bulan, 6 bulan, dst.
7. Peningkatan Mutu
I. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan suatu bentuk badan usaha di bidang jasa yang meliputi
komponen manusia, mesin, peralatan dan energy yang merupakan asset untuk
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja yang lebih baik.
Dengan demikian diperlukan upaya-upaya agar setiap pegawai dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun pegawai lainnya dan
lingkungan rumah sakit.
Upaya tersebut diatas meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan
pemulihan, oleh karenanya harus dilakukan identifikasi permasalahan, evaluasi
dan tindak lanjut yang harus segera dilakukan.
Kegiatan-kegiatan K3 rumah sakit harus dapat meminimalkan terjadinya
penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja serta memberikan rasa aman
akan adanya bencana dan kebakaran.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk menunjuk dan
mengangkat Panitia K3 Rumah Sakit yang merupakan organisasi non structural,
yang terdiri dari tenaga staf dan tenaga penunjang.
STRUKTUR ORGANISASI
PK3RS RSUD LAPATARAI
BARRU
DIREKTUR
RUMAH SAKIT
SEKERTASI PK3RS
V. POLA KETENAGAAN
Dalam kepanitiaan K3 dibutuhkan ketenagaan dengan syarat – syarat sebagai
berikut :
A. Ketua PK3RS
Ketua adalah seorang dokter umum purna waktu berpengalaman di bidang
K3 minimal 3 tahun. Mampu melaksanakan pertolongan hidup dasar (Basic
Life Support).
B. Staf PK3RS
Pegawai rumah sakit dari berbagai unsur bagian rumah sakit sesuai kedudukan
dalam tim, seperti :
Tim Keselamatan Kerja terdiri dari unsur medis (dokter umum),
personalia, kesehatan lingkungan.
Tim Kebakaran terdiri dari unsur manajer rumga, satpam, tekhnisi, tata
graha.
Tim Kewaspadaan Bencana terdiri dari unsur
perawat, dokter IGD. Staf ini harus telah mendapatkan
pelatihan K3.
C. Pendukung PK3RS
Anggota Pendukung PK3RS adalah Seluruh Pegawai rumah sakit yang setingkat
dengan Kepala Urusan/instalasi/kepala perawat dan penanggungjawab ruangan.
Pegawai rumah sakit ini telah mengikuti pelatihan K3.
Pelaksanaan kegiatan K3 di Rumah Sakit harus berjalan setiap saat, mengingat
pola kerja di Rumah Sakit pada umumnya yang terbagi menjadi tiga shift kerja
maka ditetapkan pola tenaga K3 agar dapat memenuhi ketenagaan pendukung
K3 disetiap shiftnya, sebagai berikut :
SHIFT pagi disediakan tenaga pendukung sebanyak 24 orang yang terdiri
dari Kepala Instalasi/perawat/urusan yang bertugas saat itu.
SHIFT sore dan SHIFT malam disediakan tenaga pendukung masing-
masing shift sebanyak 18 orang yang terdiri dari Penanggung Jawab shift
disetiap ruangan ditambah dengan seorang dokter IGD dan Kepala jaga. Dengan
demikian dapat dihitung bahwa seluruh tenaga pendukung yang tersedia di
Rumah Sakit adalah 24 + 18 + 18 + 2 = 62 orang.
BAB IV
KESELAMATAN KERJA
I. LATARBELAKANG
Di era golbalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di setiap tempat kerja termasuk di sektor kesehatan. Untuk itu kita perlu
mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam rangka
menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan efesiensi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sektor kesehatan
tidak terkecuali di Rumah Sakit maupun perkantoran, akan terpajan dengan
resiko bahaya di tempat kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling
ringan sampai yang paling berat tergantung jenis pekerjaannya.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23
mengenai kesehatan kerja disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja wajib
diselenggarakan pada setiap tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja agar dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya,
untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program
perlindungan tenaga kerja.
II. PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan pemantauan keselamatan kerja adalah sekumpulan
kegiatan yang menganalisa, menilai dan memberikan masukkan dalam upaya
menjamin terciptanya kondisi produktivitas dapat ditingkatkan.
c. Pengelolaan sampah
Pengelolaan terhadap semua sampah baik sampah medis maupun sampah non
medis yang dihasilkan dalam kegiatan operasional RSUD Lapatarai Barru
sehingga memenuhi persyaratan yang tercantum dalam SK Dirjen P2MPLP NO.
281-II/PD.03.04.LP tahun 1989 tentang persyaratan kesehatan pengelolaan
sampah dan SK Dirjen P2MPLP NO. HK.00.06.6.44 tahun 1993 tentang
persyaratan dan petunjuk teknis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit.
Untuk kategori sampah non medis dilakukan pengelolaan dengan cara
dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam.
Untuk kategori medis, pengelolaan sampah dimasukkan ke dalam kantong
plastik berwarna kuning. Pemantauan pengelolaan sampah dilakukan dengan
cara :
Pemeriksaan kebersihan TPS non Medis dan Medis setiap hari dengan
lembar kontrol.
Pengawasan dan pemeriksaan terhadap proses pemisahan sampah
medis dengan sampah non medis.
Wawancara dengan pegawai, pengunjung serta warga sekitar
tentang pengelolaan sampah.
g. Infeksi nosokomial
Kegiatan pemantauan Infeksi Nosokomial dilakukan dengan cara :
Terhadap proses tindakan bagi pasien dengan standar yang telah
ditentapkan
Pemeriksaan bakteriologis terhadap kualitas udara ruangan, usap
peralatan medis, usap linen, usap tangan dan dilakukan setiap 6 bulan sekali,
yang kemudian dievaluasi dan ditindaklanjuti.
Terhadap kepadatan serangga dan binatang pengganggu.
h. Desinfeksi
Pemantauan proses desinfeksi dilakukan dengan cara :
Usap peralatan medis/instrument setiap 3 bulan sekali ke BTKL yang
hasilnya dievaluasi dan ditindaklanjuti.
Uji sampling larutan desinfektan setiap 6 bulan sekali ke laboratorium
AKL DepKes Jakarta yang hasilnya segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.
i. Penyuluhan kesehatan lingkungan
Upaya memberikan penyuluhan mengenai menyehatkan dan memelihara
lingkungan Rumah Sakit
dan pengaruhnya terhadap masyarakat sekita RS dari PK3RS yang dilaksanakan
oleh petugas kesling rumah sakit kepada karyawan, pengunjung, pasien serta
masyarakat setiap 6 bulan sekali dengan materi menyangkut upaya peningkatan
kualitas kesehatan dalam opersional kegiatan Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara :
Wawancara terhadap karyawan atau pasien atau pengunjung atau
pendapat dari instansi pemerintahan tentang upaya penyehatan lingkungan
di Rumah Sakit.
Pemantauan terhadap frekuensi keluhan terhadap masalah kesehatan
lingkungan di Rumah Sakit.
j. Pencahayaan ruangan
Adalah pengaturan jumlah penyinaran pada suatu ruang bidang kerja yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif dan produktif di semua
bagian dalam dari gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran kualitas pencahayaan setiap
tahun sekali dengan parameter yang telah ditentukan.
k. Penyehatan udara
Adalah upaya untuk melakukan penyehatan udara segar yang memadai untuk
menjamin kesehatan pemakai ruangan, diseluruh bagian gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara mengukur tingkat suhu dan kelembaban
setiap hari dengan parameter yang telah ditentukan.
l. Kebisingan ruangan
Adalah upaya pengaturan tingkat kebisingan yang tidak dikehendaki sehingga
mengganggu dan atau membahayakan kesehatan, di semua bagian dalam
gedung Rumah Sakit.
Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran tingkat kebisingan setiap 1
tahun sekali dengan parameter kebisingan ruangan adalah :
Ruang perawatan, isolasi, radiologi, operasi maksimal 45 dBA.
Poliklinik/poli gigi maksimum 80 dBA.
Laboratorium maksimum 68 dBA.
Ruang cuci, dapur, maksimum 78 dBA.
m. Instalasi listrik
Adalah pusat jaringan pengendalian listrik sebagai sumber tenaga pembangkit
untuk melakukan kegiatan operasional rumah sakit.
Pemantauan instalasi listrik dilakukan dengan cara :
Memeriksa amper, tegangan dan tahanan pada panel induk setiap hari dengan
parameter sesuai dengan daya yang tersedia dari pihak PLN.
Pengujian terhadap instalasi listrik secara keseluruhan yang dilakukan oleh
petugas kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Timur dengan
frekuensi setiap 5 tahun sekali.
n. Instalasi pemadaman kebakaran
Suatu sistem pendeteksian dini terhadap ancaman terjadinya bahaya kebakaran
dengan alat pendeteksi berupa Heat Detector dan Smoke Detector yang
dilengkapi dengan Fire Alarm yang akan berbunyi secara otomatis jika terdeteksi
adanya bahaya kebakaran.
Pemantauan terhadap fungsinya sistem pendeteksian dini ancaman kebakaran
dilakukan dengan cara melakukan simulasi terjadinya ancaman dini bahaya
kebakaran setiap 6 bulan sekali.
o. Fasilitas toilet
Tempat yang disediakan oleh Rumah Sakit sebagai tempat pembuangan da atau
keperluan lain yang diperuntukkan bagi pasien, pengunjung dan karyawan.
Pemantauan terhadap fasilitas toilet dengan cara :
Pemeriksaan terhadap kebersihan fasilitas toilet dengan frekuensi
sebanyak 3 kali dalam 24 jam.
Pemeriksaan terhadap fungsi peralatan bantu yang terdapat dalam
fasilitas toilet yang dilakukan setiap hari.
Pemeriksaan terhadap fungsi saluran pembuangan dalam fasilitas toilet
setiap 3 bulan sekali.
p. Ketenagaan
Upaya manajemen menjamin bahwa semua karyawan yang bekerja di Rumah
Sakit aman terhadap ancaman tertularnya penyakit akibat paparan yang
diperoleh selama melaksanakan kegiatan dinas di rumah sakit sehingga
karyawan merasa aman bekerja dan tetap terjaga kesehatannya.
Pemantauan terhadap Kesehatan karyawan dilakukan dengan cara :
Pemeriksaan pra pekerjaan bagi calon pegawai yang melamar di
Rumah Sakit , meliputi pemeriksaan fisik, rontgen, laboratorium rutin serta
evaluasi psikologi.
Pemeriksaan kesehatan berkala bagi pegawai dengan frekuensi
minimal 1 tahun sekali, meliputi pemeriksaan fisik, dan laboratorium
lengkap.
Pemeriksaan kesehatan khusu bagi karyawan yang bekerja pada
tempat-tempat khusus, karyawan berusia di atas 40 tahun, karyawan
dengan penyakit-penyakit tertentu yang dianggap beresiko tinggi oleh dokter,
dengan frekuensi pemeriksaan minimal 1 tahun sekali.
I. Latar Belakang
Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor
yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil
langkah-langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan.
Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program pendidikan dan
pengawasan beserta pengawasan pegawai, suatu rencana pemeliharaan yang
cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan,
penyediaan dan penempatan yang baik dari peralatan pemadam kebakaran
termasuk memeliharanya baik segi siap-pakainya maupun dari segi mudah
dicapainya.
II. Pengertian
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak
kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan.
b. Penanggulangan Kebakaran
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan
adanya Oksigen dalam kebakran tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Alat pemadam Api Ringan (APAR) yang fungsinya mengisolasi
adanya oksigen dalam api tersebut, selain itu dapat digunakan air untuk
memadamkan kebakaran sebagai media yang dapat menimbulkan reaksi
pendinginan panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
Agar pegawai dapat melakukan penanggulangan kebakaran secara dini maka
dilakukanlah pelatihan secara berkala cara menggunakan APAR dan simulasi
penggunaan APAR.
Jadi cara penanggulangan Kebakaran di RSUD Lapatarai Barru adalah sebagai
berikut :
· Menyediakan dan mengontrol fungsi alat pendeteksian panas agar berfungsi
baik.
· Menyediakan dan mengontrol fungsi Alat pendeteksi asap agar berfungsi
baik.
· Alarm kebakaran dengan jumlah cukup.
· Alat pemadam api ringan (APAR) dengan jumlah cukup sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
· Diklat pemadaman api bagi pegawai Rumah Sakit, yang dilakukan secara
berkala 2 kali dalam satu tahun.
BAB VI
KEWASPADAAN BENCANA
I. Latar Belakang
Bencana umumnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang datangnya
tiba-tiba. Rumah Sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil
menghadapi bahaya ini.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu disusun suatu acuan atau
pedoman bagi seluruh pegawai Rumah Sakit untuk menghadapi suatu bencana
yang mungkin akan terjadi di Rumah Sakit.
II. Pengertian
Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia,
kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan sarana, dan prasarana
umum yang memerlukan pertolongan dan bantuan secara khusus.
I. Latar Belakang
Dalam upaya untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan, Keterampilan,
dan pengalaman pegawai rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan /unsur-
unsur K3 maka dipandang perlu untuk melaksanakan pendidikan dan latihan
K3.
Tujuan diselenggarakankannya diklat K3 adalah untuk membentuk karyawan
yang peka, tanggap dan waspada terhadap K3 sehingga mempunyai kesadaran
dan kemauam untuk melakukan kegiatan-kegiatan K3.
II. Pengertian
Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, ketrampilan dan
pengalaman secara sistimatik dari suatu pengetahuan, ketrampilan, dan
pengalaman yang ingin didapatkan.
2. Simulasi
Dilakukan simulasi K3 yang bermanfaat memberikan pengalaman dan
gambaran suatu peristiwa kejadian K3, seperti :
Pemadaman api dengan APAR
Evakuasi Pasien
BAB VIII
SISTEM EVALUASI DAN PELAPORAN
I. Latar Belakang
Evaluasi dan pelaporan merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari
sebuah kegiatan, baik yang bersifat rutin maupun yang tidak terjadwal.
Evaluasi bertujuan untuk menganalisa hasil kegiatan yang telah dilakukan
sekaligus memberikan penilaian apakah kegiatan yang dilakukan telah
mencapai sasaran yang diharapkan atau hasil kegiatan belum memenuhi
harapan sehingga perlu dilakukan tindak lanjut sehingga dicapai sasara yang
diharapkan.
II. Pengertian
Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan -
kegiatan atau yang telah dibuat.
Pelaporan adalah kegiatan membuat analisa dan rekomendasi dari hasil
pelaksanaan kegiatan atau evaluasi.
Dalam pembuatan buku pedoman ini disadari bahwa buku pedoman ini tidak
sempurna masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Oleh kerena itu
masukkan dan saran untuk perbaikan peningkatan buku pedoman ini,
merupakan sesuatu yang sangat berharga.
Semoga buku ini dapat menjadi pegangan bagi setiap orang yang melibatkan diri
untuk berkecimpung di bidang K3 RSUD Lapatarai Barru.