Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdirinya sebuah rumah sakit dilengkapi dengan bermacam-macam peralatan yang

memerlukan perawatan dan pemeliharaan sedemikian rupa untuk menjaga keselamatan, kesehatan,

mencegah kebakaran dan persiapan penggulangan bencana.

Keselamatan kerja diterapkan di lingkungan kerja yang mana di dalamnya terdapat aspek

manusia, alat, mesin, lingkungan dan bahaya kerja. Upaya keselamatan kerja merupakan upaya

meminimalkan pencegahan terjadinya Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja

(KAK) melaui upaya promotif, prefentif, penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan

lingkungan sehingga setiap pekerja dapat bekerja selamat dan sehat, tanpa membahayakan dirinya

sendirinya maupun masyarakat atau orang lain di sekelilingnya dan tercapai produktivitas kerja

yang optimal. Upaya tersebut dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat

kesehatan dan produktifitas pekerja rumah sakit.

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Sebagai petunjuk semua unit kerja di rumah sakit, khususnya unit kerja yang mempunyai

resiko bahaya keselamatan dan kesehatan kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan agar

diperoleh satu dasar, satu pengertian dan pemahaman tata cara pelaksanaan yang benar.

2. Tujuan

Agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan upaya kesehatan dan

keselamatan kerja secara baik dan benar sehingga tercapai :

a. Kesehatan dan Keselamatan pekerja selama bertugas

1
b. Kegiatan rumah sakit berjalan lancer tanpa adanya hambatan

c. Tingkat produktifitas yang optimal

C. Falsafah

Keselamatan Kerja, Kebakaran, Kewaspanaan bencana (K3) dan Pengendalian Hama di rumah

sakit adalah suatu upaya pengelolaan resiko di lingkungan kerja untuk meminimalkan dampat

tempat kerja sehingga tercipta lingkungan kerja yang sehat dan aman.

D. Pengertian

Dalam pedoman ini ada beberapa pengertian yang mesti diketahui antara lain :

1. Tempat Kerja adalah tempat tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau

tetap diman karyawan atau yang sering dimasuki karyawan untuk melaksanakan tugas

2. Karyawan adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun diluar

hubungan kerja untuk menghasilkan jasa pelayanan kesehatan kepada masyarakat

3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah merupakan suatu upaya untuk menekan atau

mengurangi resiko kecelakaan atau penyakit kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan

antara kesehatan dan keselamatan.

4. Upaya Kesehatan adalah Upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan

kerja agar setiap kerja karyawan dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri

maupun masyarakat sekelilingnya.

5. Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan & proses

pengolahannya, tempat kerja & lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan

6. Kecelakaan Kerja adalah kejadian yang tidak terduga & tidak di harapkan karena peristiwa

tersebut tidak terdapat unsure kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan dan tidak di

harapkan karena peristiwa kecelakaan di sertai kerugian material maupun penderitaan dari

yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.

2
7. Penyakit Akibat kerja adalah penyakit yang ditimbulkan dari sutu pekerjaan yang mengandung

paparan/kontaminasi pada fasilitas penunjang pekerjaan.

3
BAB II

KEBIJAKAN DIREKSI

1. Pembentukan Panitia K3

Bahwa sangat diperlukan adanya pelaksanaan upaya keselamatan kerja, kebakaran, pengendalian

hama dan kewaspadaan bencana di rumah sakit sebagai upaya untuk meminimalkan terjadinya

penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja, sehingga ditetapkan :

 Perlunya untuk membentuk dan mengankat panitia K3RS yang merupakan organisasi non

structural

 Panitia K3RS terdiri dari tenaga staf adalah tenaga yang menjadi anggota Panitia K3

Rumah Sakit, tenaga pendukung dan tenaga/pegawai yang melaksanakan fungsi K3RS.

 Panitia k3RS memiliki system komunikasi internal dan eksternal

 System komunikasi internal menggunakan pesawat intercom nomor dan telepon nomor,

system komunikasi eksternal menggunakan sambungan pesawat telpon nomor langsung

dan pesawat melalui operator serta pesawat telpon lain untuk facsimile

 Bilamana terjadi bencana di rumah sakit maka pesawat dengan nomor tersebut diatas hanya

diperuntukkan penggunaannya oleh Panitia K3RS.

2. Keselamatan Kerja

Pelaksanaan Keselamatan kerja adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat

kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan sehingga dapat mengurangi dan atau

bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan

efisiensi dan produktivitas kerja. Keselamatan kerja bagi pegawai diupayakan melalui kegiatan-

kegiatan seperti :

 pemantauan lingkungan kerja pegawai secara rutin

 penyelenggaraann pemeriksaan Kesehatan Pra pekerjaan terhadap semua calon pegawai

4
 penyelenggaraan pemeriksaaan kesehatan berkala sesuai ketentuan

 ditetapkannya tempat-tempat yang dianggap berisiko di lingkungan rumah sakit

 dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai rumah sakit wajib menggunakan alat

pelindung diri sesuai dengan ketentuan yang berlaku

 diperlukan suatu system pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yaitu suatu

system yang mengatur pelaporan semua jenis penyakit akibat kerja dan kecelakaan

kerjasaat sedang melakukan pekerjaan kedinasan dan disebabkan oleh kondisi tidak aman

dan tindakan tidak aman, system ini dapat terlaksana

 pengadaan barang beracun dan berbahaya dilaksanakan secara terkoordinasi antara

pengguna, panitia K3 dan bagian logistic farmasi. Dalam hal pengadaan barang B3 perlu

disertakan lembar data keselamatan/Material Safety Data Sheet (MSDS) dari rekanan

pemasok

 dilaksanakan kalibrasi untuk alat-alat tertentu sesuai dengan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan

 rumah sakit harus menyediakan fasilitas untuk menangani limbah seperti IPAL untuk

limbah cair dan pengelolaan limbah medis dan non medis yang dikelola oleh pihak kedua

(dari luar rumah sakit)

 rumah sakit wajib menyediakan fasilitas sanitasu

 disediakan fasilitas perlengkapan keamanan pasien yang selalu terpelihara baik dengan

adanya pengecekan dan perbaikan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan

3. Kebakaran

Pencegahan dan pengendalian kebakaran di rumah sakit ditetapkan saat akan membangun rumah

sakit sebagai berikut :

5
 tersedianya alat pemadam api/kebakaran dirumah sakit dengan junlah yang cukup dan

sesuai denga persyaratan yang berlaku

 tersedia rambu-rambu/tanda khusus bagi evakuasi pasien apabila terjadi kebakaran di

rumah sakit

 diadakannya simulasi/latihan secara teratur tentang pencegahan dan pengendalian

kebakaran

 setiap pegawai rumah sakit mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan/simulasi tentang

pencegahan dan pengendalian kebakaran.

Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan factor-faktor yang menjadi

sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah

kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program

pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan karyawan, suatu rencana pemeliharaan yang

cermat dan teratur atas bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan

penempatan yang baik dari peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap

pakainya maupun dari segi mudahnya dicapainya.

4. Kewaspadaan Bencana

Upaya pencegahan dan penanggulangan bencana di rumah sakit ditetapkan sebagai berikut :

 diperlukan pedoman pencegahan dan penanggulangan bencana yang digunakan bagi

seluruh pegawai rumah sakit dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna

mencegah dan menanggulangi bencana di rumah sakit

 organisasi pencegahan dan penanggulangan bencana terdiri dari : perawat UGD, dokter

UGD, Kabid Penunjang Medik, Kabid Keperawatan, Direktur Pelayanan Medis, Direktur

Utama RS

6
 untuk pembekalan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman pegawai dalam

penanggulangan bencana maka perlu di adakan pendidikan dan latihan penanggulangan

bencana

5. Pendidikan dan Pelatihan K3

Pendidikan dan Pelatihan K3 di rumah sakit, ditetapkan sebagai berikut :

 setiap pegawai di rumah sakit di berikan kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan

K3 untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dibidang K3

 rumah sakit melalui bagian diklat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan K3 bagi

pegawai secara berkala dan berkesinambungan

 materi pendidikan dan pelatihan K3 akan selalu disesuaikan dengan kebutuhan, kemajuan

dan perkembangan K3

 pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop, pertemuan ilmiah dll

6. Evaluasi dan Pelaporan

Evaluasi dan pelaporan tentang kegiatan K3 di rumah sakit adalah sebagai berikut :

a. Memuat seluruh aspek K3 yaitu :

 Disaster Program

 Pencegahan dan pengendalian kebakaran

 Keamanan pasien, pengunjung dan pegawai

 Keselamatan dan Kesehatan Pegawai

 Pengelolaan Bahan Bahaya Beracun

 Kesehatan lingkungan kerja

 Sanitasi RS

 Sertifikasi/kalibrasi Sarana, Prasarana dan Peralatan

 Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas


7
 Pendidikan dan Latihan K3

 Pengumpulan, pengolahan dan Pelaporan Data

b. Evaluasi dilakukan untuk jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan jenis kegiatan yang

dilaksanakan, dapat dilakukan 3 bulan, 6 bulan dst

c. Hasil evaluasi dibuatkan laporannya dan pelaporan disampaikan kepada Direktur Utama

Rumah Sakit untuk mendapatkan tindak lanjut untuk jangka waktu 1 (satu) tahun

7. Peningkatan Mutu

Peningkatan Mutu K3 rumah sakit meliputi :

 ada pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan kasus K3

 dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh Panitia K3RS

 hasil analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada Direktur Utama RS

8
BAB III

PEMBENTUKAN ORGANISASI PANITIA K3RS

1. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu badan usaha di bidang jasa yang meliputi komponen

manusia, mesin, peralatan dan energy yang merupakan asset untuk dapat mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja yang lebih baik.

Dengan demikian diperlukan upaya-upaya agar setiap pegawai dapat bekerja secara sehat

tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun pegawai lainnya dan lingkungan rumah sakit.

Upaya tersebut meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan. Oleh karenanya

harus dilakukan identifikasi permasalaha, evaluasi dan tindak lanjut segera dilakukan.

Kegiatan-kegiatan K3 rumah sakit harus dapat meminimalkan terjadinya penyakit akibat

kerja dan kecelakaan kerja serta memberikan rasa aman akan adanya bencana dan kebakaran.

berdasarkan hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk menunjuk dan mengangkat Panitia

K3RS yang merupakan organisasi non structural yang terdiri dari tenaga staf dan tenaga

penunjang.

2. Maksud dan Tujuan

Pembentukan Panitia K3 bermaksud untuk menentukan dan membagi tugas, wewenag dan

tanggung jawab dalam melakukan pengawasan, pengkoordinasian dan pengendalian kegiatan

K3RS terhadap seluruh pegawai, dokter, pasien dan pengunjung lainnya.

Kepanitian K3RS dibentuk bertujuan untuk menciptakan kondisi seha, aman dari

kecelakaan kerja dan lingkunganyang nyaman bagi pegawai sehingga produktivitas kerja

meningkat dan rasa aman dari bahaya kebakaran dan bencana lainnya.

9
3. Prosedur Pembentukan Panitia K3 (PK3RS)

Panitia K3 rumah sakit (PK3RS) ditunjuk dan diangkat langsung oleh Direktur Utama

Rumah Sakit berdasarkan pada usulan-usulan dan pertimbangan dengan tetap memperhatikan

prestasi kerja masing-masing PK3RS, kemudian ditetapkan dalam Surat keputusan Direktur

Utama Rumah Sakit.

4. Organisasi dan Pola ketenagaan

a. Organisasi

Sebagai organisasi non structural, PK3RS memliki sturktur organisasi tersendiri dan

hubungannya dengan organisasi structural rumah sakit. Struktur Organisasi PK3RS terdiri dari

2 bagian besar yaitu:

 tenaga staff yaitu tenaga yang menjadi anggota panitia K3

 tenaga pendukung yaitu pegawai rumah sakit yang melaksanakan fungsi K3

Sebagai pimpinan PK3RS ditetapkan ketua PK3RS ditetapkan ketua PK3RS

bertanggung jawab kepada Direktur Utama Rumah Sakit. Ketua PK3RS membawahi tenaga

staf PK3RS yang terdiri beberapa tim dan membawahi tenaga pendukung PK3RS. Sekretaris

PK3RS membantu ketua dalam menjalankan kegiatan manajemen K3RS.

Secara rinci tergambarkan dalam struktur organisasi PK3RS sebagai berikut :

b. Tugas Pokok dan Fungsi

1) Ketua Panitia K3RS

a) Kualifikasi

 Dokter Umum full timer

 Diutamakan berpengalaman di bidang K3 minimal 1 (satu) tahun

 Mampu melaksanakan pertolongan hidup dasar (Basic Life Support)

10
b) Tupoksi

 memberikan saran dan pertimbangan kepada Direktur Utama mengenai

masalah K3RS

 menghimpun dan mengolah segala data atau permasalahan K3 di

tempat kerja masing-masing bagian/bidang

 mendorong ditingkatkannya penyuluhan, pengawasan, pendidikan dan

latihan serta penelitian K3

 bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama Rumah Sakit

2) Staf Panitia K3RS

a) Kualifikasi

Pegawai rumah sakit dari berbagai unsure bagian rumah sakit sesuai dengan

kedudukan dalam tim seperti :

 Tim Keselamatan Kerja terdiri dari unsure medis (dokter umum),

personalia, kesehatan lingkungan

 Tim Kebakaran terdiri dari unsure manajemen rumah sakit, security,

tekhnisi

 Tim Kewaspadaan bencana terdiri dari unsure perawat, dokter UGD

 Semua staf harus mendapatkan pelatihan K3

b) Tupoksi

 Bertanggung jawab langsung kepada Ketua Panitia K3RS

 Bertanggung jawab menyusun dan menetapkan program PK3RS sesuai

kedudukan dalam tim distaff

 Bertugas melaksanakan kegiatan yang telah tersusun dalam program

PK3RS
11
 Membuat evaluasi pelaksanaan kegiatan program dan disampaikan

kepada Ketua PK3RS

3) Pendukung K3RS

a) Kualifikasi

Anggota pendukung PK3RS adalah seluruh pegawai rumah sakit yang

setingkat dengan Kepala Instalasi/kepala perawat dan penanggung jawab

ruangan dan telah mengikuti pelatihan K3.

b) Tupoksi

 bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan program PK3RS

 bertugas memberikan usulan/saran untuk peningkatan pelaksanaan

program PK3RS

 bertanggung jawab kepada Ketua PK3RS

12
STRUKTUR ORGANISASI

PANITIA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA RUMAH SAKIT (PK3RS)

RUMAH SAKIT KHUSUS BEDAH ROPANASURI

ketua
Dino Okta Dwison.AMTE

Polri RS Rujukan
Dinas Damkar
BNPB

Sekretaris
Dian Novita, SKM, MARS

Kesehatan Kerja Keselamatan Kerja dan Kebakaran &


Ruzaini, SE Kebersihan Lingkungan Kewaspadaan Bencana
Ranti Permata Sari, Amd. KL Irwan, Amd
Al Azhari Putra

13
BAB IV

KESELAMATAN KERJA

1. Latar Belakang

Di era globalisasi menuntut pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap

tempat kerja termasuk sector kesehatan. Untuk itu perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 di

sector kesehatan dalan rangka menekan serendah mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang

timbul akibat hubungan kerja serta meningkatkan produktivitas dan effisiensi.

dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari karyawan/pekerja di sector kesehatan tidak

terkeculai di rumah sakit maupun perkantoran akan terpajan dengan risiko bahaya di tempat

kerjanya. Resiko ini bervariasi mulai dari yang paling ringan sampai yang paling bera tergantung

jenis pekerjaannya.

Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 23 mengenai

kesehatan kerja di sebutkan bahwa upaya kesehatan wajib diselenggarakan pada setiap tempat

kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai resiko bahaya kesehatan yang besar bagi pekerja

agar dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekelilingnya

untuk memperoleh produktivitas kerja yang optimal sejalan dengan program perlindungan tenaga

kerja.

2. Pengertian

Yang dimaksud dengan pemantauan keselamatan kerja adalah sekumpulan kegiatan

yang menganalisa, menilai dan memberikan masukkan dalam upaya menjamin terciptanya

kondisi produktivitas dapat ditingkatkan.

14
3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari pemantauan keselamatan kerja di rumah sakit mengacu pada

perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, meliputi :

a. Penyediaan air bersih dan air minum

Merupakan air yang mempunyai kualitas minimal sebagaiman yang terlampir dalam

PERMENKES No. 416 tahun 1990. Pemantauan air bersih dan air minum dilakukan dengan

cara :

 memeriksa dan menjamin ketersediaan air bersih dan air minum yang dilakukan setiap

hari pada penampungan air bersih dan gudang air minum

 mengirimkan sampel air minum dan air bersih ke laboratorium BTKL dengan frekuensi

pengiriman sebanyak 4 kali setahun dengan parameter bakteriologi dan kimia dan

merujuk pada keputusan Dirjen P2MPLP Nomor : HK.00.06.6.44 tahun 1993 tentang

persyaratan dan petunjuk tekhnis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit dengan

hasil yang segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.

b. Pengelolaan limbah

Pengelolaan terhadap semua air buangan dan tinja hasil kegiatan operasional rumah sakit

sehingga memenuhi persyaratan . Pengelolaan air limbah ini diolah dalam instalasi pengolahan

air limbah dengan system aerob dan anaerob bio filter system. Pemantauan pengelolaan air

limbah dilakukan dengan cara :

 pemeriksaan setiap hari terhadap fungsi IPAL dengan memperhatikan parameter fisik

dan bau

 pemeriksaan setiap hari tempat penyimpanan limbah B3

 mengirimkan smpel air limbah dari outlet IPAL ke BPLHD sebanyak 4 kali setahun

dengan hasil segeran di evaluasi dan di tindaklanjuti.

15
c. Pengelolaan sampah

Pengelolaan terhadap semua sampah baik sampah medis maupun sampah non medis

yang dihasilkan dalam kegiatan operasionan RSK Bedah Ropanasuri sehingga memenuhi

persyaratan yang tercantum dalam SK Dirjen P2MPLP No.281-II/PD.03.04 tahun 1989 tentang

persyaratan kesehatan pengelolaan sampah dan SK Dirjen P2MPLP No. HK.00.06.6.44 tahun

1993 tentang persyaratan dan petunjuk tekhnis tata cara penyehatan lingkungan rumah sakit.

Untuk kategori sampah non medis dilakukan pengelolaan dengan cara di masukkan ke

dalam kantong plastic berwarna hitam.

Untuk kategori medis pengelolaan sampah dimasukkan ked alam kantong plastic

berwarna kuning.

Pemantauan pengelolaan sampah dilakukan dengan cara :

 pemeriksaan kebersihan TPS non medis dan medis setiap hari dengan lembar

control

 pengawasan dan pemeriksaan terhadap proses pemisahan sampah medis dengan

sampah non medis

 wawancara dengan pegawai, pengunjung serta warga sekitar tentang

pengelolaan sampah

d. Pengendalian serangga dan binantang pengganggu

Kegiatan yang bertujuan menekan kepadatan populasi serangga, tikus, kucing, cacing,

rayap atau hewan yang menjadi perantara menularkan penyakit tertentu.

Pemantauan pengendalian serangga dan binatang pengganggu dilakukan dengan cara :

 melakukan pemantauan terhadap kebersihan baik dalam gedung maupun luar gedung

setiap hari dengan alat checklist

16
 melakukan uji sampling kepadatan lalat, kecoa dan nyamuk setiap 3 bulan sekali

dengan parameter : lalat adalah 8 ekor/flygrill (100x100 cm) permenit, parameter

kecoa adalah 2 ekor/plate (20x20 cm) per 24 jam. Parameter nyamuk adalah angka

container index ≤ 5%

 pemantauan tingkat kepadatan tikus dengan parameter tingkat kepadatan tikus

mendekati angka 0 setiap 3 bulan sekali

e. Sanitasi Makanan

Upaya memantau factor makanan, petugas, tempat dan perlengkapan yang mungkin

dapat menimbulkan penyakit terhadap pasien dan pegawai rumah sakit. Kegiatan dilakukan di

dapur sebagai tempat pengolahan dan pengelolaan makanan. Pemantauan terhadap sanitasi

makanan dilakukan dengan cara :

 Pemantauan terhadap pelaksanaan 6 prinsip hygiene sanitasi makanan dengan mengisi

lembar control yang tersedia setiap bulan

 Pemeriksaan kesehatan khusus terhadap tenaga penjamah makanan minimal sekali

dalam setahun yang hasilnya segera di evaluasi dan di tindaklanjuti

 Pemeriksaan sampel makanan ke BTKL setiap 3 bulan sekali dengan hasil segara di

evaluasi dan di tindaklanjuti

 Pengukuran suhu dan kelembaban ruang dapur setiap 1 bulan sekali, segera di evaluasi

dan di tindaklanjuti

f. Penyehatan Ruang Laundry

Upaya penyehatan terhadap tempat dan saran pencucian linen sehingga linen siap di pakai

dalam kegiatan operasional rumah sakit. Pemantauan terhadap ruang laundry meliputi :

 proses pencucian dan penghalusan sesuai standar yang telah ditentukan

 penggunan APD di ruang laundry

17
 pengukuran suhu dan kelembaban setiap bulan dan dilakukan evaluasi serta tindak

lanjut dari hasil pengukuran

g. Infeksi Nosokomial

Kegiatan pemantauan infeksi nosokomial dilakukan dengan cara :

 melaksanakan semua proses tindakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

 pemeriksaan bakteriologis terhadap kualitas udara ruanga, usap peralatan medis, usap

linen, usap tangan dan dilakukan setiap 6 bulan sekali yang kemudian di evaluasi dan di

tindaklanjuti

 penatalaksanakaan terhadap kepadatan serangga dan binatang pengganggu

h. Desinfeksi

Pemantauan proses desinfeksi dilakukan dengan cara :

 usap peralatan medis/instrument setiap 3 bulan sekali BTKL yang hasilnya dievaluasi

dan ditindaklanjuti

 uji sanpling larutan desinfektan setiap 6 bulan sekali ke laboratorium Poltekes

Kemenkes Padang yang hasilnya segera di evaluasi dan ditindaklanjuti

i. Penyuluhan Kesehatan Lingkungan

Upaya memberikan penyuluhan mengenai menyehatkan dan memelihara lingkungan

rumah sakit dan pengaruhnya terhadap masyarakat di sekitar RS dari PK3RS yang

dilaksanakan oleh petugas rumah sakit kepada karyawan, pengunjung, pasien serta msyarakat

setiap 6 bulan sekali dengan materi menyangkut upaya peningkatan kualitas kesehatan dalam

operasional kegiatan rumah sakit.

Pemantuan dilakukan dengan cara :

 wawancara terhadap karyawan, pasien atau pengujung atau pendapat dari instansi

pemerintah tentang upaya penyehatan lingkungan di rumah sakit

18
 pemantauan terhadap frekuensi keluhan masalah kesehatan lingkungan di rumah sakit

j. Pencahayaan Ruangan

Adalah pengaturan jumlah penyinaran pada suatu ruang bidang kerja yang diperlukan

untuk melaksanakan kegiatan secara effektif dan produktif di semua bagian dalam dari gedung

rumah sakit.

Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran kualitas pencahayaan setiap tahun sekali

dengan parameter yang telah ditentukan.

k. Penyehatan Udara

Adalah upaya untuk melakukan penyehatan udara segar yang memadai untuk menjamin

kesehatan pemakai ruangan di seluruh bagian gedung rumah sakit.

Pemantauan dilakukan dengan cara mengukur tingkat suhu dan kelembaban setiap hari dengan

parameter yang telah ditentukan.

l. Kebisingan Udara

Adalah upaya pengaturan tingkat kebisingan yang tidak dikehendaki sehingga

mengganggu dan atau membahayakan kesehatan di semua bagian dalam gedung rumah sakit.

Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran tingkat kebisingan setiap 1 tahun sekali dengan

parameter kebisingan ruangan adalah :

 ruangan perawatan, isolasi, radiologi, ruang operasi maksimal 45 dBA

 poliklinik/poli gigi maksimum 80 dBA

 laboratorium maksimum 68 dBA

 Ruang cuci, dapur maksimum 78 dBA

19
m. Instalasi Listrik

Adalah pusat jaringan pengendalian listrik sebagai sumber tenaga pembangkit untuk

melakukan kegiatan operasional rumah sakit.

Pemantauan instalasi listrik dilakukan dengan cara :

 memeriksa amper, tegangan dan tahanan pada panel induk setiap hari dengan parameter

sesuai dengan daya yang tersedia dari PLN

 pengujian terhadap instalasi listrik secara keseluruhan yang dilakukan oleh petugas

Departemen tenaga Kerja Kota Padang dengan frekuensi setiap 5 tahun sekali.

n. Fasilitas Toilet

Tempat yang disediakan rumah sakit sebagai tempat pembuangan dan keperluan lain yang

diperuntukkan bagi pasien, pengunjung dan karyawan.

Pemantauan terhadap fasilitas toilet dengan cara :

 pemeriksaan terhadap kebersihan toilet dengan frekuensi sebanyak 3 kali dalam 24 jam

 pemeriksaan terhadap fungsi alat bantu yang terdapat dalam fasilitas toilet yang

dilakukan setiap hari

 pemeriksaan terhadap fungsi saluran pembungan dalam fasilitas toilet setiap 3 bulan

sekali

o. Ketenagaan

Upaya manajemen menjamin bahwa semua karyawan yang bekerja di rumah akit aman

terhadap ancaman tertularnya penyakit akibat paparan yang diperoleh selama melaksanakan

20
kegiatan dinas di rumah sakit sehingga karyawan merasa aman bekerja dan tetap terjaga

kesehatannya.

Pemantauan terhadap kesehatan karyawan dilakukan dengan cara :

 pemeriksaan pra pekerjaan bagi calon pegawai yang melamar di rumah sakit meliputi

pemeriksaan fisik, rontgen, laboratorium rutin

 pemeriksaan kesehatan berkala bagi pegawai dengan frekuensi minimal 1 tahun sekali

meliputi pemeriksaan fisik, rotgen dan laboratorium rutin dan evaluasi dan tindak lanjut

untuk karyawan dengan hasil MCU yang bermasalah

 pemeriksaan kesehatan khusus bagi karyawan yang bekerja pada tempat-tempat khusus,

karyawan berusia di atas 40 tahun, karyawan dengan penyakit-penyakit tertentu yang

berisiko tinggi oleh dokter dengan frekuensi pemeriksaan minimal 1 tahun sekali

 pemberian vaksinasi kepada karyawan sesuai dengan unit kerja yang berisiko tinggi

p. Alat Pelindung Diri

adalah alat yang dipergunakan untuk pengamanan bagi pegawai dalam melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya terhadap risiko terkontaminasi diri dari pasien, radiasi penyinaran, bahan

bahaya beracum (b3), penggunaaan peralatan dll

q. Sertifikasi peralatan medic dan umum

Bertujuan untuk menjamin berfungsinya peralatan medic dan non medic sebagaimana mestinya

sehingga tidak merugikan pengguna alat tersebut.

Pemantauan kelayakan alat medic dan non medic dengan cara yang dilakukan oleh lembaga

oleh lembaga pemerintah yang telah di tentukan.

21
r. Penetapan Tempat-tempat beresiko

Agar seluruh pegawai, pasien, keluarga pasien, pengunjung dapat mengetahui tempat-tempat

yang berbahaya di lingkungan rumah sakit maka diberikan petunjuk-petunjuk yang ada pada

tempat-tempat yang telah di tentukan.

Tempat-tempat yang dianggap beresiko ditetapkan oleh direktur rumah sakit yaitu :

a. unit radiologi c. unit farmasi

b. unit laboratorium d. kamar operasi

s. Fasilitas perlengkapan keamanan pasien

Merupakan sarana yang berkaitan dengan phisik gedung atau bangunan rumah sakit dengan

mengutamakan keamanan dan kenyamanan pasien, keluarga pasien dan pengunjung rumah

sakit. Fasilitas perlengkapan tersebut meliputi :

 pegangan pada tepi tangga

 pegangan pengaman pada samping kloset dan bel panggil

 pintu dapat dibuka dari luar

 tempat tidur dilengkapi teralis penahan dibagian tepi

 sumber listrik (stop kontak) mempunyai pengaman

 pasokan oksigen cukup ditempat-tempat penting seperti OK, UGD

 tersedian suction/alat penghisap pada keadaan gawat darurat

 pasokan tenaga listrik 24 jam pengganti listrik PLN bilamana padam

22
23
BAB V

KEBAKARAN

1. Latar Belakang

Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan factor-faktor yang menjadi

sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah

kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan kebakaran membutuhkan suatu program

pendidikan dan pengawasanpegawai, suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan teratur atas

bangunan dan kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik dari

peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap pakainya maupun dari segi

mudah dicapainya.

2. Pengertian

Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besat pada tempat yang tidak kita kehendaki,

merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan.

3. Ruang Lingkup

a. Pencegahan Kebakaran

Pengelolaan pencegahan kebakaran di rumah sakit yaitu dengan mengendalikan sumber panas

seperti listrik, listrik statis, nyala api dan bahan mudah terbakar seperti kertas, karpet, karet dll.

Cara pengendaliannya adalah sebagai berikut :

 menetapkan larangan merokok di rumah sakit

 monitoring inspeksi listrik secara teratur

24
 menyediakan alat pemadam api ringan dengan jumlah cukup sesuai ketentuan yang

berlaku

 inspeksi peralatan pemadam kebakaran secara berkala

 pemasangan tanda-tanda peringatan bahaya kebakaran pada tempat-tempat risiko

b. Penanggulangan Kebakaran

Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan adanya

oksigen dalam kebakaran tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan Alat

Pemadam Api Ringan (APAR) yang fungsinya mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut,

selain itu dapat digunakan air untuk memadamkan kebakaran sebagai media yang dapat

menimbulkan reaksi pendinginan panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.

Agar pegawai dapat melakukan penanggulangan kebakaran secara dini maka

dilakukanlah pelatihan secara berkala menggunakan APAR dan simulasi penggunaan APAR.

Jadi cara penanggunlangan kebakaran di RSK Bedah Ropanasuri adalah sebagai berikut :

 menyediakan dan mengontrol fungsi alat pendeteksian panas agar berfungsi baik

 menyediakan dan mengontrol fungsi alat pendeteksian panas agar berfungsi baik

 alarm kebakaran dengan jumlah cukup

 Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dengan jumlah cukup sesuai dengan

ketentuan yang berlaku

 diklat pemadaman api bagi pegawai rumah sakit yang dilakukan secara berkala 2

kali dalam setahun

25
BAB VI

KAWASPADAAN BENCANA

1. Latar Belakang

Bencana umumnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang datangnya tiba-tiba rumah

sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil menghadapi bahaya ini. Sehubungan dengan

hal tersebut di atas perlu disusun suatu acuan atau pedoman bagi seluruh pegawai rumah sakit

untuk menghadapi suatu bencana yang mungkin akan terjadi di rumah sakit.

2. Pengertian

Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam atau

manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan

lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum yang memerlukan pertolongan dan bantuan

secara khusus.

3. Ruang Lingkup

Ruang lingkuo dari kegiatan kewaspadaan bencana di rumah sakit meliputi :

a. diperlukan pedoman pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat digunakan bagi

seluruh pegawai rumah sakit dalam mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna

mencegah dan menanggukangi bencana di rumah sakit. Oleh karena telah dibuat buku

pedoman penanggulangan bencana yang dapat di evaluasi untuk perbaikan system

penanggulangan bencana

26
b. pembekalan bagi pegawai dalam menghadapi bencana diberikan dalam bentuk pelatihan dan

simulasi penanggulangan bencana yang dilaksanakan sebanyak minimal 2 x setiap satu

tahunnya

c. ditetapkan system komunikasi dalam penanggulangan bencana yaitu tata cara penggunaan

telepon, daftar nomor penting dan kewenangan penggunaan telepon

d. tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien

e. sarana dan prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan perundang-undangan yang

berlaku

27
BAB VII

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

1. Latar Belakang

Dalam upaya untuk meningkakan dan menambah pengetahuan, keterampilan dan

pengalaman pegawai rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan/unsure-unsur K3 maka dipandang

perlu untuk melaksanakan pendidikan dan latihan K3

Tujuan diselenggarakannya diklat K3 adalah untuk membentuk karyawan yang peka,

tanggap dan waspada terhadap K3 sehingga mempunyai kesadaran dan kemauan melakukan

kegiatan K3

2. Pengertian

Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, keterampilan dan pengalaman secara sistemik

dari suatu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang ingin di dapatkan

3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan diklat adalah :

a. Diklat Kelas

Diklat kelas untuk pembahasan teori, diskusi sesuai dengan materi yang di sampaikan dan

berkaitan dengan unsure-unsur K3

b. Simulasi

Dilakukan simulasi K3 yang bermanfaat memberikan pengalaman dan gambaran suatu

peristiwa K3 seperti :

 Pemadaman Api dengan APAR

 Evakuasi Pasien

28
BAB VIII

SISTEM EVALUASI DAN PELAPORAN

1. Latar Belakang

Evaluasi dan pelaporan merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah

kegiatan, baik yang bersifat rutin maupun yang tidak terjadwal.

Evaluasi bertujuan untuk menganalisa hasil kegiatan yang telah dilakukan sekaligus

memberikan penilaian apakah kegiatan yang dilakukan telah mencapai sasaran yang diharapkan

atau hasil kegiatan belum memenuhi harapan sehingga perlu dilakukan tindak lanjut sehingga di

capai sasaran yang diharapkan.

2. Pengertian

Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan-kegiatan yang telah

dibuat. Pelaporan adalah kegiatan membuat analisa dan rekomendasi dari hasil pelaksanaan

kegiatan atau evaluasi

3. Ruang Lingkup

Kegiatan meliputi :

 pengumpulan data dari pelaksanaan kegiatan dari unsure-unsur K3 rumah sakit

 mengadakan pertemuan 6 (enam) bulan sekali guna membahas hasil pelaksanaan

kegiatan K3

 melakukan analisa dan membuat rekomendasi

 membuat laporan hasil evaluasi untuk selanjutnya disampaikan kepada direktur utama

rumah sakit

29
BAB IX

PENUTUP

Dalam pembuatan pedoman ini di sadari bahwa buku pedoman ini tidak sempurna masih

banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu masukkan dan saran untuk perbaikan

peningkatan buku pedoman ini merupakan sesuatu yang sangat berharga.

Semoga buku ini dapat menjadi pegangan bagi setiap orang yang melibatkan diri untuk

berkecimpung di bidang K3 RSK Bedah Ropanasuri

30

Anda mungkin juga menyukai