Anda di halaman 1dari 34

Lampiran

Keputusan : DIREKTUR RSU UKI


Nomor : 136/SK/DIR/RSUUKI/03.2018
Tentang : Panduan Manajemen Fasilitas
Kesehatan (MFK)

BAB I
DEFINISI

Keamananan dan keselamatan bagi pengguna jasa (customer) menjadi prioritas


penyelenggaraan usaha dewasa ini. Penyelenggaraan lingkungan kerja yang aman juga
merupakan kewajiban perusahaan yang tertuang dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja. Pelayananan dan operasional rumah sakit hendaknya juga tidak
mengabaikan aspek keamananan keselamatan baik bagi pasien, pengunjung, maupun karyawan.
Upaya menunjang keamananan dan keselamatan diwujudkan salah satunya melalui kegiatan
manajemen risiko. Manajemen risiko menekankan pada keamananan keselamatan pasien,
pengunjung dan karyawan yang pada hakikatnya merupakan tanggung jawab bersama, baik
direksi, manajemen, hingga staff. Adanya jaminan keamananan keselamatan mencerminkan
kualitas pelayanan yang profesional sesuai dengan motto rumah sakit. Adapun jaminan
keselamatan dalam bekerja memastikan kelancaran operasional pelayanan rumah sakit dengan
memudahkan karyawan dalam bekerja. Memprioritaskan keamananan keselamatan berarti
mempertahankan loyalitas baik pelanggan maupun karyawan yang harapannya akan
mempertahankan pula income yang kontinue bagi eksistensi rumah sakit.
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah merupakan
tempat berkumpulnya karyawan/tenaga kerja, pasien, pengunjung, penunggu pasien & mitra
kerja rumah sakit. Maka Keselamatan dan Kesehatan Kerja jelas sangat diperlukan guna
menjamin keselamatan tenaga kerja/karyawan & orang di sekitarnya. Menjaga agar proses
pelayanan berjalan lancar serta memelihara sarana & prasarana agar selalu siap untuk digunakan.
Untuk itu maka ada hak & kewajiban yang perlu saling di jaga dan saling melengkapi guna
memperoleh pelayanan kesehatan yang prima.
Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman
bahaya / kecelakaan. Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak dapat diduga dan tidak
diharapkan yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan
tentram. Keamanan dan keselamatan merupakan kebutuhan dasar manusia, yang merupakan
kebutuhan prioritas kedua setelah kebutuhan fisiologis pada Hirarki kebutuhan Maslow.
Keamanan tidak hanya pencegahan kecelakaan dan injuri tetapi juga mengijinkan seseorang
untuk merasakan bebas dalam beraktivitas tanpa bahaya. Rumah sakit adalah bangunan gedung

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 1
atau sarana kesehatan yang memerlukan perhatian khusus dari segi keamanan, keselamatan,
kesehatan, kenyamanan dan kemudahan.
Salah satu parameter penilaian Akreditasi Rumah Sakit yang diamanatkan oleh Undang-
Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 3 menyebutkan bahwa pengaturan
penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit, meningkatkan mutu dan
mempertahankan standar pelayanan rumah sakit. Hal ini juga tertuang di dalam Keputusan
Menteri Kesehatan No. 66 tahun 2016 bahwa Keselamatan dan Keamanan di Rumah Sakit yang
betujuan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan cidera serta mempertahankan kondisi yang
aman bagi sumber daya manusia Rumah Sakit, pasien, pendamping pasien, dan pengunjung.
Fasilitas rumah sakit yang kompleks dan peratalan kedokteran yang canggih semakin
memerlukan perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan perawatan yang baik agar dapat
mendukung pelayanan medis. Kebutuhan tersebut merupakan keniscayaan diperlukannya
sumber daya manusia yang tepat dalam pemenuhan standar-standar pada fasilitas dan peralatan
di rumah sakit. Selama ini pengelolaan sarana dan prasarana dilakukan oleh unit kerja “Instalasi
Pemeliharaan Sarana RS” (IPSRS). Unit kerja inilah yang pada akhirnya memegang peran
sentral dalam perencanaan dan pengelolaan sarana dan prasarana rumah sakit, termasuk
maintenance fisik RS dan tentunya juga mempersiapakan rumah sakit dalam pemenuhan standar
akreditasi di bidang Manajemen Fasilitas dan Keselamatan di Rumah Sakit.
Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) adalah suatu kegiatan perencanaan,
pendidikan, dan pemantauan terhadap keselamatan dan keamanan lingkungan fisik rumah sakit,
pengelolaan bahan berbahaya, manajemen kedaruratan dan kesiapan menghadapi bencana,
sistem pengamanan kebakaran, pemeliharaan peralatan medis, monitoring sistem utilitas/sistem
pendukung ( listrik, limbah, ventilasi, kunci), serta pendidikan dan pelatihan bagi seluruh staf
tentang peran mereka dalam menyediakan fasilitas asuhan pasien yang aman dan efektif.
Bertujuan menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan supportif bagi pasien, keluarga, staf
dan pengunjung.
Rumah sakit menyediakan fasilitas yang aman, selamat, dan fungsional bagi pasien,
keluarganya, staf dan pengunjung. Untuk mencapai hal ini fasilitas fisik, medis, peralatan, dan
sumber daya lainnya harus dikelola dengan efektif. Secara khusus Manajemen Fasilitas
Keselamatan berupaya dalam mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko, mencegah
kecelakaan dan cidera serta memelihara kondisi aman.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 2
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang Lingkup Manajemen Fasilitas Keselamatan adalah Instalasi Pemeliharaan Sarana


dan Prasarana, Unit Kesehatan Lingkungan, Unit Peralatan Medis, seluruh unit dan seluruh
Instalasi di Rumah Sakit Universitas Kristen Indonesia.
Ruang Lingkup Manajemen Fasilitas Keselamatan juga terkait dengan program
manajemen resiko terkait enam bidang program yaitu:
1. Program Keselamatan dan Keamanan
2. Program Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
3. Program Manajemen Penanggulangan Bencana
4. Program Sistem Proteksi Kebakaran
5. Program Peralatan Medis
6. Program Utilitas

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 3
BAB III
TATA LAKSANA

3.1. Program Manajemen Resiko


A. Program Keselamatan dan Keamanan
 Rumah sakit membuat program dan melaksanakan program keselamatan dan
keamanan fasilitas fisik termasuk memonitor dan mengamankan area yang
diidentifikasi sebagai berisiko.
 Area yang berisiko dimonitor dan dijaga agar pasien,keluarga,staf dan
pengunjung terjaga keselamatan dan keamanannya
 Pelaksanaan program dilakukan secara efektif dan efesien untuk mencegah
cidera dan mempertahankan kondisi aman bagi pasien ,keluarga, staff dan
pengunjung
 Rumah sakit memiliki data/dokumen yang nyata atas kondisi fisik bangunan
rumah sakit saat ini dan mendokumentasikan rencana tindak lanjut dari hasil
kondisi saat ini

B. Program Bahan Berbahaya dan Beracun


 Rumah sakit mengidentifikasi dan mempunyai daftar terbaru limbah berbahaya
 Membuat rencana kegiatan penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan
berbahaya serta tatacara pembuangannya
 Menyusun rencana sistem pelaporanan dan investigasi dari tumpahan, paparan
(exposure) dan insiden lainnya
 Menyusun dan menetapkan rencana untuk penanganan limbah yang benar di
dalam rumah sakit dan pembuangan limbah berbahaya secara aman dan sesuai
ketentuan.
 Menyusun dan menetapkan rencana untuk alat dan perlindungan yang benar
dalam penggunaan , ada tumpahan dan paparan
 Menyusun dan menetapkan rencana untuk mendokumentasikan persyaratan
(izin, lisensi, ketentuan persyaratan lainnya)
 Menyusun dan menetapkan rencana pemasangan label pada bahan dan limbah
berbahaya.

C. Program Penanggulangan Bencana


 Rumah sakit mengidentifikasi bencana internal dan eksternal yang besar, seperti
keadaan darurat di masyarakat, wabah dan bencana alam atau bencana lainnya
serta kejadian wabah besar yang menyebabkan terjadinya risiko yang signifikan
 Rumah sakit merencanakan untuk menanggapi kemungkinan terjadinya bencana
 Proses untuk mengelola keadaan darurat/kedaruratan tanggung jawab rumah
sakit dalam hal penugasan staf untuk pelayanan pasien.
Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 4
D. Program Pengamanan Kebakaran
 Rumah sakit merencanakan program untuk memastikan seluruh penghuni
rumah sakit aman dari kebakaran dan asap
o Program pengurangan risiko kebakaran
o Program assesmen risiko kebakaran saat ada pembangunan di atau
berdekatan dengan fasiitas
o Program deteksi dini kebakaran dan asap
o Program meredakan kebakaran dan pengendalian asap
o Program evakuasi bila terjadi kedaruratan akibat kebakaran
 Program diaksanakan secara terus-menerus dan komprehensif
o Rumah sakit membuat sistem deteksi kebakaran dan pemadaman
o Rumah sakit melatih staf untuk berpartisipasi dalam perencanaan
pengamanan kebakaran
o Semua staf berpartisipasi sekurang-kurangnya setahun sekali dalam rencana
pengamanan dan asap
o Staf dapat memperagakan cara membawa pasien ke tempat aman
o Rumah sakit memeriksa, menguji coba, dan memelihara peralatan
 Rumah sakit memastikan badan independen mematuhi rencana pengamanan
kebakaran
 Rumah sakit membuat kebijakan untuk pelarangan merokok berlaku bagi
pasien, keluarga, pengunjung, dan staf

E. Peralatan Medis
 Rumah sakit membuat rencana pengelolaan peralatan medis dengan cara
mengumpulkan hasil monitoring dan didokumentasikan untuk program
manajemen peralatan medis dan Hasil monitoring digunakan untuk keperluan
perencanaan dan perbaikan.
 Rumah sakit membuat daftar inventaris alat medis
 Rumah sakit melakukan insfeksi secara teratur
 Rumah sakit melakukan uji coba peralatan medis sesuai rekomendasi pabrik
 Rumah sakit membuat program pemeliharaan preventif

F. Sistem Utilitas
 Rumah sakit memastikan kebutuhan air minum selalu tersedia.
o Rumah sakit mengidentifikasi area dan pelayanan yang berisiko paling
tinggi bila terjadi air minum terkontaminasi atau terganggu.
o Rumah sakit mengurangi risiko bila hal itu terjadi
o Rumah sakit merencanakan sumber air minum alternatif dalam keadaan
darurat.
Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 5
 Rumah sakit memastikan kebutuhan listrik selalu tersedia.
o Rumah sakit mengidentifikasi area dan pelayanan yang berisiko paling
tinggi bila terjadi kegagalan listrik
o Rumah sakit mengurangi risiko bila hal itu terjadi
o Rumah sakit merencanakan sumber listrik alternatif dalam keadaan darurat

3.2 Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

3.2.1. Pengertian

A. Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)


Kesehatan Kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan
fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan,
pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya,
secara ringkas merupakan penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia
kepada pekerjaan atau jabatannya.

B. Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko kecelakaan atau penyakit
kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara kesehatan &keselamatan

C. Upaya Kesehatan
Upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar
setiap kerja karyawan dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri
maupun masyarakat disekelilingnya.

D. Keselamatan Kerja
Keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan & proses
pengolahannya, tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

E. Kecelakaan Kerja
Kejadian yang tidak terduga & tidak diharapkan, karena peristiwa tersebut tidak
terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan dan tidak diharapkan
karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material maupun penderitaan dari yang
paling ringan sampai kepada yang paling berat.

F. Penyakit Akibat Kerja


Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 6
Penyakit yang ditimbulkan dari suatu pekerjaan yang mengandung paparan /
kontaminasi pada fasilitas penunjang pekerjaan

G. Bahaya Potensial di RS
Bahaya potensial di RS dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat
kerja yaitu disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri dan jamur); faktor kimia
(antiseptik, gas anastesi); faktor ergonomi (cara kerja yang salah); faktor fisika
(suhu,cahaya, bising, listrik, getaran dan radiasi); faktor psikososial (kerja bergilir,
hubungan sesama karyawan atau atasan).
Bahaya potensial yang dimungkinkan ada di RS, diantaranya adalah
mikrobiologik desain/fisik, kebakaran, mekanik kimia/gas/karsinogen, radiasi dan risiko
hukum/keamanan.

3.2.2. Pelaksanaan Keselamatan Kerja


Salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Keselamatan kerja bagi pegawai diupayakan melalui kegiatan –
kegiatan seperti :

 Keselamatan Kerja
 Pemantauan lingkungan kerja pegawai secara rutin
 Penyelenggaraan Pemeriksaan Kesehatan Pra Pekerjaan terhadap semua calon
pegawai RSU UKI
 Penyelenggaraan pemeriksaan Kesehatan setiap satu tahun sekali sesuai dengan
pedoman kesehatan karyawan
 Ditetapkannya tempat-tempat yang dianggap berisiko di lingkungan rumah sakit.
 Dalam menjalankan tugasnya setiap pegawai rumah sakit wajib menggunakan
Alat Pelindung Diri (APD) esuai ketentuan yang berlaku
 Diperlukan suatu sistem pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja,
yaitu suatu sistem yang mengatur pelaporan semua jenis penyakit akibat kerja dan
kecelakaan kerja saat sedang melakukan pekerjaan.
 Pengadaan barang beracun, dan berbahaya dilaksanakan secara terkoordinasi
antara pengguna, Tim K3 dan Bagian Logistik dalam hal pengadaan barang B3
perlu disertakan lembar data keselamatan /Material Safety Data Sheet (MSDS)
dari rekanan pemasok.
 Dilaksanakan sertifikasi untuk alat-alat tertentu sesuai dengan ketetapan dalam
peraturan perundang-undangan.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 7
 Menyediakan fasilitas untuk menangani limbah seperti IPAL untuk limbah cair
dan pengelolaan limbah medis dan non medis yang dikelolah oleh pihak dari luar
rumah sakit
 Wajib menyediakan fasilitas sanitasi.
 Disediakan fasilitas perlengkapan keamanan pasien yang selalu terpelihara baik
dengan adanya pengecekan dan perbaikan sesuai jadwal yang ditetapkan.

 Kebakaran
Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran dapat ditetapkan saat akan
membangun rumah sakit, sebagai berikut :
 Menyediakan sistem alarm kebakaran dengan jumlah yang cukup, saat ini RSU
UKI mempunyai 3 alarm
 Tersedia sistem deteksi api dan asap kebakaran
 Tersedia alat pemadam api / kebakaran (APAR) dengan jumlah yang cukup dan
sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
 Tersediannya Hidrant
 Tersedia rambu-rambu/tanda-tanda khusus bagi evakuasi apabila terjadi
kebakaran di RS
 Setiap pegawai rumah sakit mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan /
simulasi tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran

 Kewaspadaan Bencana
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit ditetapkan
sebagai berikut :
 Diperlukan pedoman pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat
digunakan bagi seluruh pegawai RS dalam mengambil langkah-langkah yang
diperlukan guna mencegah dan menanggulangi bencana di RS.
 Untuk pembekalan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pegawai dalam
penanggulangan bencana maka perlu diadakan pendidikan dan latihan
penanggulangan bencana.
 Ditetapkan sistem komunikasi dalam penanggulangan bencana yaitu tata cara
penggunaan telepon, daftar nomor penting, dan kewenangan penggunaan telepon.
 Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien
 Sarana dan Prasarana RS mengikuti ketentuan perijinan perundang-undangan
yang berlaku.

 Pendidikan dan Pelatihan K3


Pendidikan dan Pelatihann K3 di Rumah Sakit, ditetapkan sebagai berikut :

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 8
 Setiap pegawai di RS diberikan kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan
K3 untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dibidang K3.
 Rumah Sakit melalui Diklat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan K3 bagi
pegawai secara berkala dan berkesinambungan.
 Pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop, pertemuan ilmiah,
dll.

 Evaluasi dan pelaporan


Evaluasi dan Pelaporan tentang kegiatan- kegiatan K3 di RSU UKI, sebagai
berikut:
 Kewaspadaan, upaya pencegahan & pengendalian bencana
 Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran
 Keamanan Pasien, Pengunjung dan pegawai
 Keselamatan dan Kesehatan Pegawai
 Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3)
 Kesehatan Lingkungan Kerja
 Sanitasi RS
 Sertifikasi/Kalibrasi Sarana, Prasarana dan Peralatan
 Pengelolaan Limbah Padat, Cair dan Gas
 Pendidikan dan Pelatihan K3
 Pengumpulan, Pengolahan, dan Pelaporan Data
Evaluasi ini dilakuan untuk jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan jenis
kegiatan yang dilaksanakan. Hasil Evaluasi dibuatkan laporannya dan pelaporan
disampaikan kepada Direktur Utama RSU UKI untuk mendapatkan tindak lanjut.

 Peningkatan Mutu
 Pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan kasus K3.
 Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 oleh Tim K3 RSU UKI.
 Hasil Analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada Direktur Utama
RSU UKI

3.2.3 Fasilitas dan Peralatan

A. Sistem Komunikasi
Sistem yang digunakan RSU UKI yakni:
 Telepon dengan menggunakan sistem PABX
 Handy Talky yang digunakan oleh Petugas Keamanan, Petugas Unit
Pemeliharaan dan Petugas Kebersihan.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 9
B. Alat Pelindung Diri (APD)
Alat yang digunakan untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh tenaga
kerja dari sumber bahaya yang ada ditempat kerja saat tenaga kerja melakukan
pekerjaannya.
Langkah-langkah dalam pemakaian alat pelindung diri pada tenaga kerja:
1. Analisa kebutuhan, merupakan langkah awal. Terlebih dahulu ditentukan jenis
bahaya yang terdapat dalam pekerjaan dan bagaimana kondisi kerja yang ada
serta peraturan yang berlaku.
2. Pemilihan alat pelindung diri (APD). Berdasarkan analisa kebutuhan, dapat
ditentukan jenis alat apa saja yang diperlukan. Selain itu, dalam pemilihan APD
ini sudah melalui proses pengujian dan memenuhi standar yang berlaku.
3. Komunikasi program, perlu pula ditanamkan pengertian akan pentingnya peranan
pemakaian APD dalam mencegah cedera atau mengurangi akibat suatu
kecelakaan dan membangkitkan minat dan akhirnya membutuhkan pemakaian
APD.
4. Latihan, diperlukan agar tenaga kerja mengetahui dalam keadaan apa saja alat ini
harus digunakan dan bagaimana cara pemeliharaannya.

Jenis-jenis Alat Pelindung Diri


1. Alat pelindung kepala
Digunakan untuk melindungi kepala dari kejatuhan benda/material keras seperti
batu, kayu atau besi. Contoh alat pelindung kepala : Topi pengaman (Safety
helmet)

2. Alat pelindung telinga


Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke
dalam telinga. Alat ini terdiri dari 2 jenis, yaitu :
 Ear plug (sumbat telinga), dapat mengurangi intensitas suara 20 – 30 dB.
 Ear muff (tutup telinga), dapat juga melindungi bagianluar telinga (daun-
telinga). Alat ini lebih efektif dari pada sumbat telinga dan dapat
mengurangiintensitas bising 25 – 45 dB
3. Alat pelindung pernapasan
Berguna untuk melindungi alat pernapasan terhadap gas, uap, debu atau udara
yang terkontaminasi kuman patogen dan bahan kimia. Alat ini terbagi dua :
 Masker, digunakan untuk mengurangi debu/partikel-partikel yang lebih besar
dan kuman patogen. Masker dapat terbuat dari kain. Terdiri dari Masker
Disposible dan Masker non Disposible.
 Respirator, berguna untuk melindungi pernapasan dari debu, kabut, uap
logam, asap dan gas.
Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 10
4. Alat pelindung mata dan muka
 Spectacles, berguna untuk melindungi mata dari partikel-partikel kecil, debu
dan radiasi gelombang elektromagnetik.
 Goggles, digunakan untuk melindungi mata dari gas, uap, debu dan percikan
larutan kimia.

5. Alat pelindung tangan


Berguna untuk melindungi tangan dari bahan dan benda-benda tajam, bahan-
bahan kimia, biologis (darah dan cairan tubuh pasien lainnya), benda
panas/dingin. Contoh : Hand Scound (sarung tangan karet), sarung tangan kain
dan sarung tangan tegangan tinggi untuk keperluan pengamanan pada saat
perbaikan elektrikal ( panel listrik yang bertegangan tinggi )

6. Alat pelindung kaki


Berguna untuk melindungi kaki dan bagian-bagian lainnya dari benda-benda
yang jatuh, benda tajam, larutan kimia dan kontak pada listrik.

7. Pakaian pelindung
Berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan bahan
kimia, biologis, panas dan sinar radiasi. Contoh : Apron di Radiologi.

8. Sabuk pengaman (Safety belt).


Digunakan tenaga kerja untuk pekerjaan di tempat ketinggian.

C. Perlengkapan Keamanan Pasien


Upaya penyembuhan pasien tidak semata-mata dilihat dari sisi medis saja, namun
hal-hal lain terkait dengan faktor-faktor non medis juga memiliki peran yang cukup
signifikan, diantaranya sistem pengamanan pasien yang sangat diperlukan untuk
menunjang keselamatan mereka menjalani perawatan di RS. Dengan demikian pasien
akan merasa lebih tenang dan nyaman yang pada akhirnya secara psikis akan
memberikan motivasi kepada pasien untuk sembuh/pulih.
Jenis alat perlengkapan keamanan pasien antara lain :

1. Pegangan sepanjang tangga


Pegangan sepanjang tangga diadakan dengan tujuan agar pasien termasuk
pengunjung dan karyawan dapat berpegangan saat menurun atau menaiki tangga.
Syarat pegangan tangga yang aman :
 Terbuat dari bahan yang tidak licin
Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 11
 Permukaan pegangan tidak kasar
 Mudah dibersihkan
 Dapat digenggam (tidak terlalu besar atau terlalu kecil)
 Kokoh / tidak goyah
 Pegangan setinggi pinggang orang dewasa
 Jarak antara tiang pegangan tidak terlalu renggang

2. Toilet yang dilengkapi pegangan dan bel


Pegangan dan bel di toilet bertujuan untuk menjaga pasien agar memudahkan
pasien saat berada dalam toilet dan bila terjadi suatu hal / keadaan emergency bel
dapat digunakan pasien untuk memanggil pertolongan. Kelayakan sarana
pegangan dan bel ini harus dikontrol agar kondisinya tetap terjaga dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

3. Pintu dapat dibuka dari luar


Pintu yang dimaksud adalah pintu ruangan, baik ruang rawat inap, kamar
mandi (toilet) dan lainnya agar keadaan emergency dapat dengan mudah dibuka
dari luar oleh petugas, dimana cara membuka pintu tersebut digerakkan/dibuka
mengarah keluar ruangan bukan kearah dalam.

4. Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya


Penahan tempat tidur selayaknya digunakan setiap tempat tidur, dengan tujuan
menghindari terjatuhnya pasien dari tempat tidur. Penahan tempat tidur ini
hendaknya dengan mudah dapat dinaikan atau diturunkan.

5. Sumber listrik mempunyai penutup / penahan


Sumber listrik / stop kontak dengan penutup dipasang di seluruh ruangan,
terutama ruang anak-anak. Hal ini bertujuan agar dapat menghindari terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan

6. Supply oksigen yang cukup


Ketersediaan oksigen diruangan dalam jumlah dan siap pakai merupakan hal
yang vital terutama bagi pasien jantung karena kekurangan supply oksigen dapat
mengakibatkan kematian. oleh karena itu supply oksigen harus benar-benar
terpenuhi, baik secara sentral maupun portable di seluruh unit / ruangan
perawatan, baik Rawat Jalan, Rawat Intensif, Semi Intensif, Emergency dan
Rawat Inap. Untuk menjamin kelangsungan supply oksigen maka perlu dilakukan
pemeliharaan terhadap seluruh jenis peralatan gas medis yang ada di RS sebagai
berikut :

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 12
Lakukan pemeriksaan secara rutin kondisi ke tiga jenis sarana di atas yaitu
• Lakukan pengecekan setiap hari dan setiap penerimaan gas medis oleh
petugas jaga dengan memperhatikan kondisi manometer, katup gas buang,
kondisi tangki gas medis, volume gas medis dan pipa tangki gas medis.
• Tabung oksigen. Lakukan pengecekan oleh petugas jaga kondisi manometer,
kondisi tabung dan volume gas medis dan lakukan tera ulang tabung gas
medis secara rutin setiap satu tahun sekali untuk menghindari ledakan.

7. Tersedia emergency suction


Emergency suction disediakan di setiap Ruang Perawatan agar dapat dengan
mudah dipergunakan pada saat dibutuhkan. Untuk ruang intensif dan semi intensif
agar disediakan di setiap tempat tidur sedang ruang rawat biasa minimal
disediakan 1 unit emergency suction dalam kondisi siap pakai.

8. Tenaga listrik pengganti di ruang dan peralatan medis yang vital


Jaminan ketersediaan supply listrik cadangan sangat dibutuhkan saat aliran listrik
dari PLN terputus, terutama di ruang-ruang dan pada peralatan medis yang vital,
dimana supply listrik tidak boleh terputus. Tenaga listrik pengganti berupa UPS
(Uninteruptable Power Supply) dan Genset, di mana ketersediaannya harus
memiliki persyaratan :
• Memiliki kapasitas (KVA) yang memadai sesuai dengan kebutuhan ruangan/
alat.
• Pemeliharaan dan pengecekan kondisi dilakukan secara rutin atau berkala.
Jenis ruangan yang harus memiliki tenaga listrik pengganti tersebut adalah R.
ICU, OK, Bank Darah, CT. Scant, IGD, Sentral Komputer

9. Monitor CCTV

Fasilitas CCTV di lingkungan RSU UKI berjumlah 42 tersebar diseluruh area


RSU UKI terutama area terpencil yang beresiko. Berfungsi sebagai alat
identifikasi dan pelengkap sistem pengawas keamanan, sistem CCTV diawasi
oleh seorang operator yakni bagian keamanan/ satpam RSU UKI untuk
mendeteksi individu yang sedang berencana untuk melakukan kejahatan, lalu
melakukan aksi intervensi untuk mencegah kejahatan yang akan terjadi. Area
yang perlu diperhatikan juga dan harus difasilitasi dengan CCTV secara khusus
yaitu Area Rekam Medik dan Farmasi.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 13
3.3 Faktor-faktor Yang Dapat Menimbulkan Bahaya

A. FAKTOR FISIK

Faktor-faktor fisik di rumah sakit terdiri dari kebisingan, pencahayaan, getaran, iklim
kerja, radiasi dan listrik.

 Kebisingan

Diartikan sebagai suara/bunyi yang tidak diinginkan karena mengganggu


kenyamanan, berkaitan dengan faktor intensitas kebisingan, frekuensi, durasi pemaparan
kebisingan dan kepekaan individu. Kebisingan akan lebih berbahaya jika dipengaruhi
oleh jarak, temperatur udara, kelembaban, jenis dan jumlah sumber suara.
Sumber kebisingan di rumah sakit yakni:

 Ruang Generator
 Ruang dapur
 Mesin potong dan mesin gerinda di bengkel/ SPRS
 Ruang IPAL
 Ruang Radiolog

Pengaruh kebisingan terhadap kesehatan :

 Gangguan Fisiologis
Gangguan fisiologis yang terjadi yaitu berupa Internal Bodily Sistem Ambang
Pendengaran. Internal bodiy sistem adalah sistem fisiologis yang paling penting
untuk kehidupan seperti saraf, endokrin, kardiovaskuler, gastrointestinal dan
musculoskeletal.

Gangguan fisiologis ini juga dapat menimbulkan kelelahan, pusing,sakit kepala


dan kurang nafsu makan. Selain itu dapat juga meningkatkan tekanan darah,
mempercepat denyut jantung, pengerutan saluran darah di kulit, meningkatkan
metabolik dan ketegangan otot.

 Gangguan Psikologis

Bersifat sangat objektif. Reaksi potensial yang ditimbulkan oleh kebisingan ini
antara lain cepat emosi, mudah marah/tersinggsung dan gangguan konsentrasi.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 14
 Gangguan Komunikasi

Gangguan ini dapat mengganggu pekerjaan yang juga berisiko terhadap terjadinya
kecelakaan kerja karena adanya salah pengertian instruksi yang kurang dipahami.

 Gangguan Pendengaran

Gangguan yang terjadi berupa Trauma akustik yang disebabkan peledakan (bising
impulsif), tuli sementara dan tuli menetap.

 Pencahayaan

Merupakan penyebaran cahaya dari sumber cahaya (buatan/alami) tergantung


pada konstruksi sumber cahaya itu sendiri dan pada konstruksi kulit pelindung yang
digunakan.

Dampak negatif pencahayaan yang buruk :

Risiko pencahayaan yang buruk pada kesehatan berupa sakit kepala, kelelahan mata,
iritasi mata, penglihatan rangkap, ketajaman penglihatan terganggu, serta akomodasi dan
konvergensi menurun. Selain itu, pencahayaan yang buruk juga dapat menyebabkan
meningkatnya kesalahan dalam bekerja yang pada akhirnya dapat menyebabkan
menurunnya produktivitas dan terjadinya kecelakaan kerja berupa terpeleset atau jatuh.

 Getaran

Getaran merupakan faktor fisik yang ditimbulkan oleh subyek dengan gerakan osilasi.
Getaran biasanya ditimbulkan oleh mesin atau peralatan kerja yang bergetar misalnya
hand piece unit gigi, mesin potong rumput atau mesin bor.

Pada sistem saraf misalnya kesemutan, mempengaruhi ketajaman penglihatan dan


mengganggu fungsi keseimbangan.

 Listrik

Bergabungnya dua ion yang bermuatan positif dan negatif. Peralatan listrik banyak
digunakan di rumah sakit dalam menunjang kegiatan operasionalnya.

Bahaya listrik :

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 15
Kurangnya perawatan peralatan listrik merupakan salah satu penyebab timbulnya bahaya
akibat listrik seperti tersengat aliran listrik bahkan kebakaran.

 Panas (iklim kerja)

Secara umum panas dirasakan bila suhu udara di atas suhu nyaman, untuk di
Indonesia berkisar antara 26 0C – 28 0C dengan kelembaban 60-70 %. Efek negatif panas
pada tubuh. Gangguan kenyamanan pada tenaga kerja seperti : rasa tidak enak/serba
salah, lelah mual, mudah marah dan suhu kulit panas/basah karena berkeringat/kering
karena keringat terus menguap. Gangguan perilaku akibat perasaan kepanasan dan
gangguan sistem saraf pusat.

 Radiasi

Pemencaran sinar atau gelombang yang digunakan untuk kegiatan pemeriksaan


(radioagnostik) maupun untuk pengobatan (radioterapi). Di rumah sakit sinar radiasi
banyak digunakan oleh Radiologi dan Fisioterapi.

Efek negatif radiasi pada tubuh :

Menimbulkan gangguan pada sistem tubuh seperti saraf pusat, hemopoetik dan
gastrointestinal.

 Karsinogenik
 Gangguan pada mata dan kulit
 Leukimia

B. FAKTOR BIOLOGI

Bahaya biologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
mikroorganisme hidup seperti bakteri, jamur, virus, riketsia dan parasit.

Sumber Bahaya Faktor Biologi di Rumah Sakit :

- Penyakit infeksi menular yang disebabkan bakteri, parasit, virus atau jamur.

- Berbagai bahan yang berasal dari penderita/pasien, misalnya darah, dahak dan
tinja.

- Peralatan medis yang terkontaminasi oleh mikroorganisme.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 16
Efek Negatif Faktor Bahaya Biologi dan Beberapa Penyakit Menular :

- Infeksi Nosokomial

- Tuberculosis Paru

- Hepatitis B

- HIV/AIDS

C. FAKTOR BAHAYA ERGONOMI

Ergonomi merupakan penyesuaian karakteristik fisik tenaga kerja dengan


lingkungan kerjanya. Penyesuaian yang dapat dilakukan antara lain berupa penyesuaian
ukuran tempat kerja dengan dimensi tubuh agar tidak melelahkan, pengaturan suhu,
cahaya dan kelembaban agar tercipta kenyamanan dalam bekerja dan juga menghindari
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Sumber Bahaya Ergonomi di Rumah Sakit

 Risiko cedera pinggang dan leher, HNP dan gangguan otot rangka akibat cara
mengangkat/menggotong barang maupun pasien yang salah.
 Kelainan pada tulang belakang seperti Lordosis, Skoliosis dan Kifosis. Hal ini
disebabkan cara duduk/bekerja yang salah secara kontiniu.
 Pemakaian kursi yang tidak tepat dapat menyebabkan keluhan-keluhan pada tenaga
kerja dimana pekerjaan yang pekerjaannya banyak dilakukan dengan posisi duduk,
misalnya sakit pinggang, sakit kepala, sakit leher, sakit/pegal pada lengan dan tangan.
 Gangguan kenyamanan dalam bekerja hingga kecelakaan kerja akibat kurangnya
penerangan atau suhu yang panas.

D. FAKTOR BAHAYA KIMIA

Adanya zat-zat kimia di rumah sakit dapat menimbulkan bahaya bagi pasien,
pengunjung maupun petugas seperti dokter, perawat, teknisi dan semua yang berkaitan
dengan pengelolaan rumah sakit maupun perawatan penderita.

Tumpahan-tumpahan, kebocoran tempat penyimpanan bahan kimia dan ventilasi


yang tidak baik dapat mengakibatkan keracunan kronik. Bahan-bahan kimia yang
mempunyai Risiko mengakibatkan gangguan kesehatan antara lain adalah gas zat-zat
Anestetik.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 17
1. Gas Anastesi (Halotan, Nitrogen oksida (N2O)
2. Formaldehid/Formalin (CH2O5)
3. Ethylene oxide
4. Debu
5. Gas Karbon monoksida (CO)

E. FAKTOR BAHAYA PSIKOSOSIAL

Masalah Psikososial yang berisiko terhadap gangguan keselamatan dan kesehatan


kerja adalah stres, kerja bergilir (Shift), penyalahgunaan obat-obatan, perokok berat dan
pelecehan seksual.

1. Stres

Merupakan tekanan terhadap kondisi fisik dan psikis individu yang berasal dari faktor
lingkungan kerja. Keadaan di tempat kerja yang dapat menimbulkan stres yaitu,
tuntutan dan beban kerja yang berat, konflik kerja dengan rekan kerja atau atasan,
tekanan waktu, dan tanggung jawab yang kurang atau lebih.

Dampak negatif stres kerja pada kesehatan berupa : depresi, anxietas, sakit kepala,
kelelahan dan kejenuhan, hilang nafsu makan dan buang air tak teratur.

2. Kerja bergilir (Shift)

Kerja bergilir adalah pekerjaan yang pada dasarnya dilakukan di luar jam kerja yang
biasa/normal, dengan ciri adanya kontinuitas, pergantian gilir dan jadwal kerja
khusus. Kerja bergilir dikatakan mempunyai kontinuitas apabila dikerjakan selama 24
jam setiap hari termasuk hari minggu dan hari libur. Dampak negatif kerja bergilir :

 Perubahan kebiasaan dan pola kehidupan sosial.


 Gangguan gastrointestinal seperti Gastro duodenitis, Peptic ulcer dan Colitis.
 Penyakit-penyakit Kardiovaskuler.
 Shift Mal Adaption Syndrome yaitu ketidakmampuan tenaga kerja dalam
beradaptasi dengan pekerjaan bergilir.
 Diabetes Melitus
 Gangguan jiwa

3. Penyalahgunaan obat-obatan

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 18
Pemakaian suatu macam obat/zat kimia baik secara periodik maupun terus menerus
yang tidak berdasarkan petunjuk medis yang dapat berisiko terhadap gangguan
kesehatan dan gangguan pada masyarakat.

4. Pelecehan seksual

Setiap ucapan atau perbuatan yang menjurus ke tindak pelecehan dan biasanya
disertai ancaman terselubung atau nyata.

F. KECELAKAAN KERJA

Merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang terjadi secara tidak terduga dan
berpotensi mengganggu kegiatan operasional rumah sakit. Kecelakaan kerja yang
terjadi di rumah sakit dapat menimpa karyawan, pasien dan pengunjung, dan
kerusakan aset rumah sakit.

Potensi kecelakaan kerja di rumah sakit :

a. Bahaya peledakan dan kebakaran


b. Terpeleset/jatuh
c. Tertimpa benda atau material
d. Pada pekerjaan menyuntik misalnya oleh perawat dan dokter berisiko tertusuk
jarum suntik yang kemungkinan dapat menularkan Virus HIV/AIDS atau Virus
Hepatitis maupun penyakit menular lainnya.
e. Terluka / terpotong jari atau tangan akibat terkena benda - benda tajam saat
bekerja, misalnya terkena pisau dan gerinda.
f. Tersengat aliran listrik. Hal ini dapat terjadi karena kecerobohan atau kurangnya
pemeliharaan terhadap peralatan listrik.

Bentuk-bentuk kecelakaan di rumah sakit :

 Kecelakaan medis, yaitu jika yang menjadi korban adalah pasien.


 Kecelakaan kerja, yaitu jika yang menjadi korban adalah pekerja rumah sakit itu
sendiri.

Penyebab kecelakaan di rumah sakit :

 Tindakan/perbuatan yang tidak aman (Unsafe act) :

 Menjalankan peralatan tanpa izin


 Salah memberikan tanda peringatan - Tidak menggunakan alat keselamatan

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 19
 Menggunakan peralatan tidak semestinya
 Memuat dan menempatkan barang tidak benar - Mengangkat barang/pasien
tidak benar
 Posisi kerja yang salah
 Bekerja sambil bersenda gurau dengan teman kerja - Di bawah pengaruh
alkohol atau obat-obatan

 Kondisi yang tidak aman (Unsafe condition) :

 Peralatan yang rusak


 Ruangan bekerja yang terbatas/sempit
 Kurang/tidak ada tanda-tanda petunjuk
 Tata ruang/House keeping yang buruk
 Temperatur udara yang terlalu tinggi/rendah
 Penerangan yang buruk
 Ventilasi kurang/tidak ada

Prosedur Kecelakaan Kerja

1. Lakukan pertolongan pertama, bila diperlukan segera ke IGD untuk penanganan


luka serius/parah
2. Lapor kepada atasan yaitu Koordinator ruangan/ unit atau PJ/ pengawas
3. Segera lapor secara lisan kepada Tim K3 (jam kerja) atau di luar jam kerja kepada
perawat pengawas, maksimal pelaporan 1 x 24 jam.
4. Lakukan Prosedur Kecelakaan Kerja sesuai SPO

3.4. Kesehatan Lingkungan


3.4.1. Penyediaan Air Bersih dan Air Minum
Merupakan air yang mempunyai kualitas minimal sebagaimana yang terlampir dalam
PERMENKES RI No.416/PER/MENKES/IX/1990 dan PERMENKES RI
No.492/MENKES/ PER/1V/2010.
Pemantauan air bersih dan air minum dilakukan dengan cara :
 Memeriksa dan menjamin ketersediaan air bersih dan air minum yang dilakukan
setiap hari pada penampungan air bersih dan gudang air minum.
 Mengirimkan sampel air minum dan air bersih ke laboratorium Unilab
dengan frekuensi pengiriman sebanyak 2 kali setahun dengan hasil yang segera
dievaluasi dan ditindaklanjuti

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 20
3.4.2. Pengelolaan Limbah

Pengelolaan terhadap semua air buangan dan tinja hasil kegiatan operasional Rumah
Sakit sehingga m e m e n u h i p e r s ya r a t a n baku mutu limbah cair di wilayah DKI
Jakarta (BPLHD). Pengelolaan air limbah ini diolah dalam instalasi pengolahan
air limbah dengan sistem aerob dan anaerob bio filter system. Pemantauan
pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara :
 Pemeriksaan setiap hari terhadap fungsi IPAL dengan memperhatikan parameter fisik
dan bau.
 Pemeriksaan setiap hari tempat penyimpanan limbah B3
 Mengirimkan sempel air limbah dari outlet IPAL ke BPLHD sebanyak 4 kali setahun
dengan hasil segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.

3.4.3. Pengelolaan Sampah

RSU UKI sehingga memenuhi. Untuk kategori sampah non medis dilakukan pengelolaan
dengan Pengelolaan terhadap semua sampah baik sampah medis maupun sampah non
medis yang dihasilkan dalam kegiatan operasional cara dimasukkan ke dalam kantong
plastik berwarna hitam. Untuk kategori medis, pengelolaan sampah dimasukkan ke dalam
kantong plastik berwarna kuning. Pemantauan pengelolaan sampah dilakukan dengan
cara :

 Pemeriksaan kebersihan TPS non Medis dan Medis setiap hari dengan lembar
kontrol.
 Pengawasan dan pemeriksaan terhadap proses pemisahan sampah medis dengan
sampah non medis.

3.4.4. Pengendalian Serangga dan Binatang Pengganggu

Kegiatan yang bertujuan menekan kepadatan populasi serangga, tikus,


kucing, cacing, rayap atau hewan yang menjadi perantara menularkan penyakit
tertentu.Pemantauan pengendalian serangga dan binatang pengganggu dilakukan oleh
pihak ketiga dengan cara :
 Melakukan pemantauan terhadap kebersihan baik dalam gedung maupun luar gedung
setiap hari dengan alat bantu checklist.
 Pemantauan tingkat kepadatan tikus dengan parameter tingkat kepadatan tikus
mendekati angka 0 setiap 3 bulan sekali.
 Pemantauan tingkat kepadatan lalat, kecoa, dan nyamuk setiap 3 bulan sekali.

3.4.5. Sanitasi Makanan

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 21
Upaya memantau faktor makanan, petugas, tempat dan perlengkapan yang mungkin
dapat menimbulkan penyakit terhadap pasien dan pegawai Rumah Sakit. Kegiatan
dilakukan di dapur sebagai tempat pengolahan dan pengelolaan makanan. Pemantauan
terhadap sanitasi makanan dilakukan dengan cara :
 Pemantauan terhadap pelaksanaan prinsip hygiene sanitasi makanan
 Pemeriksaan Kesehatan khusus terhadap tenaga penjamah makanan minimal sekali
dalam setahun yang hasilnya segera dievaluasi dan ditindaklanjuti.
 Pemeriksaan sampel makanan setiap 3 bulan sekali dengan hasil segera dievaluasi
dan ditindaklanjuti.
 Pengukuran suhu dan kelembaban ruang dapur setiap 1 bulan sekali, segera dievaluasi
dan ditindaklanjuti.

Penanganan keracunan makanan karyawan/ pasien RSU UKI antara lain:


Semua karyawan di RSU UKI mendapatkan makan yang disediakan Inst. Gizi bekerja
sama dengan pihak ketiga dan dipersiapkan oleh dapur milik RSU UKI, sedangkan snack
dipesan dari supplier makanan.
Bila terjadi keracunan makanan yang berasal dari menu/snack makanan maka,
penanganan kejadian ini berkoordinasi dengan Kepala Ruangan, perawat pengawas (sore/
malam), Tim PPI, Tim K3, IGD, SDM, dan Kesling.
Karyawan yang mengalami keracunan makanan segera dibawa ke IGD untuk
mendapat penanganan medis. Selama ditangani, Tim K3, Tim PPI dan Kesling
menginvestigasi sumber makanan penyebab keracunan. Tim K3 membuat laporan kepada
Direksi terkait pengobatan yang ditembuskan kepada Bagian SDM.
Apabila jumlah karyawan yang menderita keracunan 5 karyawan atau lebih dan
dalam waktu yang berdekatan maka, dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB).

Tingkatan siaga:

- Siaga 1: jumlah pasien 5 – 10 orang

- Siaga 2: jumlah pasien 11 – 20 orang

- Siaga 3: jumlah pasien 21 – 30 orang

- Bila jumlah pasien > 30 orang, hubungi rumah sakit lain atau rujuk.

3.4.6. Desinfeksi & Sterilisasi

Sterilisasi/desinfeksi adalah upaya mencuci hamakan atau membebaskan suatu objek dari
mikroorganisme pathogen.
Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 22
Indikasi kuat untuk diadakannya tindakan sterilisasi/desinfeksi adalah

 Semua peralatan kedokteran klinis atau peralatan pasien yang masuk / dimasukan ke
dalam jaringan, sistem vascular atau melalui saluran darah.
 Semua peralatan yang menyentuh selaput lendir.
 Semua peralatan operasi setelah dibersihkan dari jaringan, darah atau sekresi.

Tata cara pelaksanaan :

 Semua benda atau alat yang akan disterilisasi / desinfeksi harus terlebih dahulu dicuci
secara seksama untuk menghilangkan semua bahan organik.
 Sterilisasi harus disesuaikan dengan jenis alat yang disterilisasi dengan tujuan
pencapaian sterilisasi tercapai dan tidak merusak benda atau alat yang disterilisasi.
 Setiap alat yang berubah kondisi fisiknya setelah disterilisasi / desinfeksi tidak boleh
dipergunakan lagi.
 Simpan benda/alat yang sudah disterilisasi / desinfeksi pada lemari khusus.
 Pastikan hasil sterilisasi tercapai dengan bantuan indikator.
 Pemeliharaan dan cara penggunaan peralatan sterilisasi harus memperhatikan
petunjuk (manual book).

Pemantauan proses desinfeksi dilakukan dengan cara :

 Usap peralatan medis/instrument setiap 1 tahun sekali yang hasilnya dievaluasi dan
ditindaklanjuti.

3.4.7. Pencahayaan Ruangan

Adalah pengaturan jumlah penyinaran pada suatu ruang bidang kerja yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan secara efektif dan produktif di semua bagian dalam dari
gedung RSU UKI. Pemantauan dilakukan dengan cara pengukuran kualitas
pencahayaan 1 minggu sekali dengan parameter yang telah ditentukan.

3.4.8. Penyehatan Udara

Adalah upaya untuk melakukan penyehatan udara segar yang memadai untuk menjamin
kesehatan pemakai ruangan, diseluruh bagian gedung RSU UKI. Pemantauan
dilakukan dengan cara mengukur tingkat suhu dan kelembaban 1 minggu
sekali dengan parameter yang telah ditentukan.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 23
3.4.9. Kebisingan Ruangan

Adalah upaya pengaturan tingkat kebisingan yang tidak dikehendaki sehingga


mengganggu dan atau membahayakan kesehatan,.Pemantauan dilakukan dengan
cara pengukuran tingkat kebisingan setiap 1 tahun sekali dengan parameter
kebisingan ruangan adalah :
 Ruang perawatan, isolasi, radiologi, operasi maksimal 45 dBA.
 Poliklinik/poli gigi maksimum 80 dBA.
 Laboratorium maksimum 68 dBA.
 Ruang cuci, dapur, maksimum 78 dBA.

3.5. Instalasi Listrik

Adalah pusat jaringan pengendalian listrik sebagai sumber tenaga pembangkit


untuk melakukan kegiatan operasional RSU UKI.
Pemantauan instalasi listrik dilakukan dengan cara :
 Memeriksa amper, tegangan dan tahanan pada panel induk setiap hari
dengan parameter sesuai dengan daya yang tersedia dari pihak PLN.
 Pengujian terhadap instalasi listrik secara keseluruhan yang dilakukan oleh petugas
kantor Departemen Tenaga Kerja Kotamadya Jakarta Timur dengan frekuensi setiap
5 tahun sekali.

Tindakan pencegahan yang dapat diambil tidak terjadi kecelakan karena arus listrik
yakni:

1. Saklar dan alat penyambung arus listrik harus selalu kering dan bersih.
2. Jangan mempergunaan banyak stekker ataupun stekker cabang pada satu stop kontak.
3. Periksalah keadaan kawat penghubung sehingga tidak ada bagian-bagian yang robek.
4. Putuskan aliran listrik bila mesin atau alat tidak dipergunakan.
5. Sebelum mencuci peralatan listrik pastikan alat itu sudah dimatikan dan kabelnya
sudah dicabut. Setelah dicuci, selalu keringkan sebelum digunakan kembali.
6. Laporkan segera bila melihat gejala-gejala aneh pada mesin atau alat.

3.6. Kesehatan Kerja

Upaya manajemen menjamin bahwa semua karyawan yang bekerja di Rumah Sakit aman
terhadap ancaman tertularnya penyakit akibat paparan yang diperoleh selama
melaksanakan kegiatan dinas dirumah sakit sehingga karyawan merasa aman bekerja dan
tetap terjaga kesehatannya. Pemantauan terhadap Kesehatan karyawan dilakukan dengan
cara :
Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 24
 Pemeriksaan pra pekerjaan bagi calon pegawai yang melamar di RSU UKI,
meliputi pemeriksaan fisik, rontgen, laboratorium rutin serta evaluasi psikologi.
 Pemeriksaan kesehatan berkala bagi pegawai dengan frekuensi minimal 1 tahun
sekali sesuai dengan prosedur RSU UKI.
.
3.7. Sertifikat Peralatan Medis

Menjamin berfungsinya peralatan medis sebagaimana mestinya sehingga tidak


merugikan pengguna alat tersebut. Pemantauan kelayakan alat medik dan non medik
dengan cara uji Kalibrasi yang dilakukan oleh lembaga pemerintah atau swasta yang telah
ditentukan.

3.8. Penetapan Tempat-tempat Berisiko Keamanan

Agar seluruh pegawai, pasien, keluarga pasien, pengunjung dapat mengetahui tempat-
tempat yang berbahaya di lingkungan Rumah Sakit maka diberikan petunjuk -
petunjuk yang ada pada tempat -tempat yang telah ditentukan.Tempat-tempat yang
dianggap beresiko ditetapkan oleh direktur rumah sakit, yaitu :

 Instalasi Radiologi
 Instalasi Laboratorium
 Instalasi Farmasi
 Kamar operasi
 Kamar Isolasi
 Dapur Gizi
 Generator Set
 Gardu Induk Daya Listrik
 IPAL
 TPS B3
 Ruang Panel

3.9. Keselamatan Radiologi

3.9.1. Pengertian

Pemanfaatan radiasi pengion dilakukan pada berbagai bidang yang bertujuan untuk
kesejahteraan manusia, salah satunya adalah di bidang kesehatan. Pemanfaatan ini,
terutama di bidang diagnostic, memberikan kontribusi paparan yang berasal dari sumber
radiasi buatan kepada suatu populasi. Setiap individu yang bekerja dengan menggunakan
radiasi pengion harus selalu memperhatikan prosedur standar proteksi dan keselamatan
radiasi.
Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 25
Limitasi dosis wajib diberlakukan untuk paparan masyarakat melalui penerapan nilai
batas dosis yang ditetapkan oleh BAPETEN dan tidak boleh dilampaui, kecuali dalam
kondisi khusus. Optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi adalah upaya agar besarnya
dosis yang diterima serendah mungkin. Pembatasan dosis tidak boleh melampaui NBD
(Nilai Batas Dosis) bila dalam satu rumah sakit terdapat lebih dari satu fasilitas alat X-ray
dan pekerja radiasi bekerja lebih dari satu alat X-ray.

3.9.2. Tanggung Jawab dan Kewajiban Pekerja Radiasi

Seorang pekerja radiasi ikut bertanggung jawab terhadap keselamatan radiasi di daerah
kerjanya, dengan demikian ia mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1. Mengetahui, memahami dan melaksanakan semua ketentuan keselamatan kerja
radiasi.
2. Memanfaatkan sebaik-baiknya semua peralatan keselamatan radiasi yang tersedia,
bertindak hati-hati, serta bekerja dengan aman untuk melindungi baik diri sendiri
maupun pekerja lain.
3. Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun kecilny
4. Melaporkan setiap gangguan yang dirasakan, yang diduga akibat penyinaran lebih
atau masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh. .
Prosedur Intervensi dalam Keadaan Darurat, Jika terjadi pesawat sinar-X terus menyala,
sedangkan tombol eksposi telah dilepas, maka yang harus dilakukan adalah:
 Secepatnya memutuskan aliran listrik yang ke pesawat (misal: tekan power “off” atau
cabut kabel dari steker).
 Segera laporkan kejadian tersebut
 Identifikasi personal yang berpotensi terkena paparan.
 Lakukan survey radiasi untuk memastikan apakah pesawat sudah tidak dialiri listrik
 Catat kondisi kecelakaan secara detail, seperti posisi dan arah berkas.
 Beri tanda pada bagian pesawat sinar-X yang mengalami kegagalan atau kerusakan.
 Laporkan kejadian pada vendor/supplier alat tersebut.

3.9.3. Keadaan Darurat

Terjadinya bahaya radiasi atau kontaminasi bagi pekerja maupun masyarakat. Tindakan
pertama apabila terjadi kecelakaan adalah mengevakuasi dan mengisolasi tempat
kejadian untuk menghindari adanya penerimaan dosis berlebih dan mempersiapkan
rencana penanggulangannya. Kemudian meninjau kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi serta mencatat semua kejadian kecelakaan untuk dilaporkan ke BAPETEN oleh
petugas proteksi radiasi serta diketahui oleh Pimpinan RS.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 26
 Tindakan pencegahan/pengawasan

Kecelakaan radiasi dapat dicegah dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:


Pemanfaatan tenaga nuklir (bahan nuklir, radio isotop, sinar-X) memiliki potensi
bahaya radiasi, oleh karena itu perlu dilakukan kajian dan analisa agar dampak yang
menyertai pemanfaatan tersebut dapat dikurangi menjadi seminimal mungkin. Salah
satu cara adalah dengan melakukan kalibrasi dan maintenan alat sinar-X secara rutin.

 Pengendalian bahaya radiasi.


Pengendalian bahaya radiasi eksterna dapat dilakukan dengan menerapkan 3 prinsip
proteksi radiasi, yaitu jarak, waktu dan penahan radiasi.

 Pengamanan pekerja radiasi.

Untuk menjamin agar pekerja dapat bekerja dengan aman, perlu dipenuhi hal-hal
sebagai berikut:

1. Pelatihan Keselamatan Radiasi.


RS wajib memberikan pelatihan awal bagi pekerjanya dan sebaiknya juga
diberikan penyegaran setelah waktu tertentu.
2. Sarana.
Sarana kerja harus tersedia sesuai dengan kondisi lingkungan kerja, misal: film
badge, survey meter, shoe cover, sarung tangan, baju lab, masker.
3. Prosedur pemanfaatan sumber radiasi harus dibuat dalam bahasa yang mudah
dipahami, jelas dan dapat diikuti dengan baik oleh para pekerja.

 Prosedur Bila Terjadi Suatu Kecelakaan

Bila telah terjadi suatu kecelakaan radiasi, maka:

1. Periksa daerah yang diduga mengalami kebocoran radiasi, dengan alat survey
meter yang telah dikalibrasi.
2. Pastikan penggunaan survey meter telah benar/sesuai.
3. Jika alat survey meter menunjukkan angka ±10 mRem/jam, maka harus lapor
atasan/ pimpinan RS.
4. Isolasikan daerah tersebut dan pasang tanda bahaya.
5. Instruksikan pekerja lainnya untuk meninggalkan lokasi tersebut dan melarang
orang lain memasuki ruangan tersebut.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 27
6. Jika terjadi kebakaran di daerah yang memiliki radiasi pengion/zat radioaktif,
usahakan sedapat mungkin melindungi daerah tersebut.
7. Kalau memungkinkan diusahakan agar sumber dapat dipindahkan ke tempat
aman. Dengan proses pemindahaan sesuai peraturan yang berlaku.
8. Apabila kedua hal tersebut di atas tidak dapat dilaksanakan dan sumber ikut
terbakar, maka daerah kebakaran tersebut harus segera diisolasi terhadap orang-
orang yang tidak berkepentingan dan petugas segera melaporkan kepada petugas
yang berwenang.
9. Keselamatan personil harus diutamakan.
10. Setiap terjadi kecelakaan dibuat laporan kejadian untuk dilaporkan kepala
Instalasi, lalu ke Pimpinan RS, untuk kemudian dilanjutkan ke pusat koordinasi
dan pengendalian operasi kesiapsiagaan nuklir nasional. (Telp/fax:
02163858269/021-63856613)

 Prosedur Kecelakaan Kerja


1. Lakukan pertolongan pertama, bila diperlukan segera ke IGD untuk penanganan
luka serius/parah
2. Lapor kepada atasan yaitu Kepala Instalasi/ Koordinator Unit/ PJ
3. Segera lapor secara lisan kepada Tim K3 (jam kerja) atau perawat pengawas
(sore/ malam maksimal pelaporan 1 x 24 jam.
4. Buat laporan insiden

3.10. Keselamatan Laboratorium


3.10.1. Pengertian
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) laboratorium merupakan bagian dari
pengelolangan laboratorium secara keseluruhan. Laboratorium dalam tugasnya
melakukan berbagai tindakan dan kegiatan terutama berhubungan dengan bahan
pemeriksaan yang berasal dari manusia, sehingga para petugas laboratorium selalu
kontak dengan bahan pemeriksaan, maka berpotensi terinfeksi kuman patogen.

3.10.2. Bahaya & Risiko di Laboratorium

A. Jenis-jenis Bahaya dan Risiko di Laboratorium

Laboratorium menghadapi beragam risiko, baik dari dalam maupun luar laboratorium.
Beberapa risiko terutama mungkin mempengaruhi laboratorium itu sendiri, tetapi risiko
lainnya bahkan masyarakat jika tidak ditangani dengan tepat.

Keadaan Darurat Skala Besar dan Situasi Sensitif

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 28
Ada banyak jenis kejadian skala besar yang bisa mempengaruhi lembaga dan benar-benar
mengganggu operasional laboratorium. Sebagian keadaan darurat skala besar dan situasi
sensitif yang paling sering terjadi meliputi:
o Kebakaran dan gempa bumi
o Pemadaman listrik
o Tumpahan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
o Hilangnya Bahan atau Peralatan laboratorium
o Hilangnya data atau sistem komputer

1. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

B3 adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak hidup dan
atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lainnya.
Salah satu hal penting dalam pengelolaan B3 adalah pemberian simbol dan label.
untuk mengidentifikasi sekaligus mengklasifikasikan B3. Setiap kemasan B3 harus
diberikan penandaan agar dapat dikenali oleh setiap orang. Penandaan meliputi nama
bahan, nama kimia, dan simbol B3. Penandaan harus diberikan pada setiap kemasan
luar/pembungkus bahan, dengan tulisan dan simbol yang jelas, mudah terbaca, tidak
mudah lepas dan bertahan lama.
Label B3 merupakan uraian singkat yang menunjukkan klasifikasi dan jenis B3.
Penggunaan label B3 tersebut dilakukan dalam kegiatan pengemasan B3. Label berfungsi
memberikan informasi tentang produsen B3, identitas B3 serta kuantitas B3. Label harus
mudah terbaca, terlihat jelas, tidak mudah rusak dan tidak mudah terlepas dari
kemasannya.
Dalam penggunaannya terkadang B3 dilakukan pencampuran / pengoplosan sehingga
persentase dan tanggal kadaluarsa berubah. B3 yang telah dilakukan pengoplosan
dimasukkan dalam botol yang ukurannya lebih kecil (disesuaikan dengan permintaan
pengguna), berikut contoh label B3 untuk bahan yang telah dilakukan
pencampuran/pengoplosan:
o Nama bahan: …………………….
o Persentase: …………………….
o Tanggal persiapan: …………………….
o Klasifikasi: …………………….
o Tanggal kadaluarsa : …………………….
o Paraf petugas: …………………….
MSDS/(LDKB) merupakan kumpulan data keselamatan dan petunjuk dalam
penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya. Pembuatan MSDS/LDKB dimaksudkan

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 29
sebagai informasi acuan bagi para staf yang menangani langsung dan mengelola bahan
kimia berbahaya.
Jenis B3 simbol :
Bahan Iritan
Bahan Korosif
Bahan Beracun
Bahan Mudah Terbaka
Bahan Mudah Meledak
Bahan Oksidator
Bahan Berbahaya bagi Lingkungan

Bahaya Fisik akibat Peralatan Laboratorium


 Pegawai juga menghadapi bahaya tempat kerja umum akibat kondisi atau
kegiatan di laboratorium. Potensi bahaya fisik meliputi luka Tertusuk jarum
 Bahaya listrik
 Bahaya kebakaran
 Luka bakar kimia
 terpotong, tergelincir, tersandung, terjatuh, dan cedera gerakan berulang.

2. Tata Ruang dan Fasilitas Laboratorium


 Seluruh ruangan dalam laboratorium harus mudah dibersihkan
 Permukaan meja kerja harus tidak tembus air juga tahan asam, alkali, larutan
organik dan panas yang sedang
 Ada jarak antara meja kerja, lemari dan alat sehingga mudah dibersihkan
 Tersedianya wastafel dengan air mengalir dan dilengkapi sabun pada area
kerja), serta terdapat handrubs (cuci tangan berbasis alkohol) di pintu keluar.
 Tempat sampah dipisahkan yaitu infeksius dan non infeksius
 Tanaman hias dan hewan peliharaan tidak diperbolehkan berada di ruang kerja
laboratorium.
 Lantai laboratorium harus bersih, kering dan tidak licin.
 Ventilasi laboratorium harus cukup

3. Peralatan Keselamatan dan Darurat


 Spill kit/perangkat pengendali tumpahan B3
 Alat Pelindung Diri (APD) seperti jas laboratorium, masker, kaca mata, sarung
tangan dan sepatu pelindung yang tertutup
 Peralatan keselamatan kebakaran, seperti Alat Pemdam Api Ringan (APAR),
 Sistem evakuasi
 Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
 Eye Washer
Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 30
 Kontainer (safety box) untuk membuang sampah jarum suntik dan lanset yang
aman

4. Cara Kerja Aman di Laboratorium


 Hindari mengganggu atau mengejutkan pegawai lain.
 Jangan biarkan lelucon praktis, keributan, atau kegaduhan berlebih terjadi kapan
pun.
 Gunakan peralatan laboratorium hanya untuk tujuan yang dimaksudkan.
 Jika anak di bawah umur diizinkan berada di laboratorium, pastikan mereka
mendapat pengawasan langsung sepanjang waktu dari orang dewasa yang
kompeten. Pastikan pegawai laboratorium lainnya yang berada di area
mengetahui keberadaan anak di bawah umur.
5. Penanganan Kecelakaan di Laboratorium
 Lakukan pertolongan pertama, bila diperlukan segera ke IGD untuk penanganan
luka serius/parah
 Lapor kepada atasan yaitu Koordinator pelayanan Laboratorium atau PJ
 Segera lapor secara lisan kepada Tim K3 (jam kerja) atau perawat pengawas
(sore/ malam), maksimal pelaporan 1 x 24 jam.
 Buat laporan insiden

6. Tindakan Khusus dalam Kejadian Tumpahan Bahan Berbahaya

Bila terjadi tumpahan bahan berbahaya, petugas/staf yang menemukannya segera


menghubungi petugas kebersihan agar segera dapat dibersihkan. Petugas kebersihan
yang melakukan pembersihan harus menggunakan alat pelindung diri. Petugas harus
mengetahui jenis dan sifat dari B3 dengan melihat MSDS, jika tumpahan mengandung
materi infeksius, area harus segera dibersihkan dan didesinfeksi.

 Melakukan tindakan pertolongan pertama dengan segera apabila terkena


tumpahan/percikan B3, seperti membersihkan kulit dan membilas mata dengan air
mengalir selama 15 menit atau minum air sebanyak-banyaknya apabila tertelan.
Segera ke IGD untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
 Segera menghubungi petugas kebersihan untuk melakukan pembersihan.
 Melaporkan kejadian yang terjadi pada Koordinator atau Penanggungjawab shift.
 Catat kejadian pada formulir pelaporan tumpahan B3 dan cairan tubuh.
 Investigasi kejadian, mengidentifikasi dan menerapkan tindakan perbaikan untuk
mencegah kejadian di masa yang akan datang.

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 31
7. Limbah Berbahaya

Limbah cair B3
Ditampung menggunakan wadah tertutup rapat dan tidak bocor lalu diberi label
identitas limbah berfungsi untuk memberikan informasi tentang asal - usul limbah,
identitas limbah serta kuantifikasi limbah dalam kemasan suatu kemasan

Limbah benda tajam


Ditampung dengan sharp container (safety box)

Limbah medis
Ditampung dengan tempat sampah medis dimana tempat tersebut diberi kantong kuning
dan dikasih keterangan, disimpan di TPS diangkut oleh pihak ke tiga 3 kali seminggu.

Limbah non medis.

Ditampung dengan tempat sampah non medis dimana tempat sampah tersebut diberi
kantong hitam dan disimpan di TPA.

8. Penanggulangan Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana


Penanggulangan Kebakaran
 Sediakan selalu alat-alat pemadam api (APAR) dan diketahui letaknya oleh petugas.
 Mengetahui prosedur penanggulangan kebakaran di unit yang bersangkutan.
 Jangan gunakan bahan pembersih yang mudah terbakar.
Paham mengenai Prosedur Tanggap Darurat

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 32
BAB IV
DOKUMENTASI

4.1 Laporan Bulanan


 Laporan Kegiatan SDM
 Laporan Program Keselamatan dan Keamanan (Pengukuran Kebisingan, Suhu,
Kelembapan).
 Laporan Kesehatan Karyawan
 Laporan Kecelakaan Kerja
 Laporan Keamanan
 Laporan Fasilitas Fisik
 Laporan Program Pengamanan Kebakaran (Inspeksi APAR dan Monev KDM)
 Laporan Program B3 (Limbah B3, Limbah Infeksius, Monev Pengelolaan B3)
 Laporan Program Management Emergency
 laporan Program Peralatan Medis (Inventaris, Maintenance, Kalibrasi dan Uji Fungsi)
 Laporan Utilitas (Terkait Listrik dan Air)
 Laporan Masalah, solusi dan rencana tindak lanjut

4.2 Laporan Triwulan


Laporan mengenai Manajemen Resiko Fasilitas

4.3 Laporan Semester


 Laporan Kegiatan Program MFK dan K3 selama 6 bulan
 Laporan analisa masalah dan rekomendasi

4.4 Laporan Tahunan


 Laporan Kegiatan Program MFK dan K3 selama 1 tahun
 Laporan analisa masalah dan rekomendasi
 Laporan Evaluasi Program MFK dan Rencana Tindak Lanjut

Ditetapkan di Jakarta
Tanggal 12 Maret 2018

dr. Dominggus M. Efruan, MARS


Direktur

Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)


RSU UKI 33
Pedoman Manajemen Fasilitas & Keselamatan (MFK)
RSU UKI 34

Anda mungkin juga menyukai