PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdirinya sebuah rumah sakit dilengkapi dengan bermacam-macam peralatan
yang memerlukan perawatan atau pemeliharaan sedemikian rupa untuk menjaga
keselamatan, kesehatan, mencegah kebakaran dan persiapan penanggulangan
bencana.
Keselamatan Kerja diterapkan di lingkungan kerja yang mana didalamnya
terdapat aspek manusia, alat, mesin, lingkungan dan bahaya kerja. Upaya
Keselamatan Kerja merupakan upaya meminimalkan pencegahan terjadinya Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) melalui upaya promotif,
prefentif, penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan sehingga
setiap pekerja dapat bekerja selamat dan sehat, tanpa membahayakan dirinya sendiri
maupun masyarakat atau orang lain disekelilingnya dan tercapai produktivitas kerja
yang optimal.
Upaya tersebut dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat
kesehatan dan produktifitas pekerja rumah sakit.
2. Tujuan
Agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan upaya
kesehatan dan keselamatan kerja secara baik dan benar sehingga tercapai :
a. Kesehatan dan Keselamatan pekerja selama bertugas
b. Kegiatan rumah sakit berjalan lancar tanpa adanya hambatan
c. Tingkat produktifitas yang optimal
1
C. FALSAFAH
Keselamatan Kerja, Kebakaran dan Kewaspadaan Bencana (K3) di rumah sakit,
adalah suatu upaya pengelolaan resiko di lingkungan kerja untuk meminimalkan
dampak tempat kerja sehingga tercipta lingkungan kerja yang aman dan sehat.
D. PENGERTIAN
Dalam Pedoman ini ada beberapa pengertian yang mesti diketahui antara lain :
1. Tempat kerja, adalah :
Tempat tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap
dimana karyawan atau yang sering dimasuki karyawan untuk melaksanakan
tugas.
2. Karyawan, adalah :
Tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik didalam maupun diluar
hubungan kerja, untuk menghasilkan jasa pelayanan kesehatan kepada
masyarakat.
3. Kesehatan & keselamatan kerja, adalah :
K3 merupakan suatu upaya untuk menekan atau mengurangi resiko
kecelakaan atau penyakit kerja yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan
antara kesehatan dan keselamatan.
4. Upaya kesehatan adalah :
Upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja
agar setiap kerja karyawan dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan
diri sendiri maupun masyarakat disekelilingnya.
5. Keselamatan kerja, adalah :
Keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan & proses
pengolahannya, tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan
pekerjaan.
6. Kecelakaan kerja, adalah :
Kejadian yang tidak terduga & tidak diharapkan, karena peristiwa tersebut
tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan dan
tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian material
maupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.
2
7. Penyakit akibat kerja adalah :
Penyakit yang ditimbulkan dari suatu pekerjaan yang mengandung paparan /
kontaminasi pada fasilitas penunjang pekerjaan.
3
BAB II
RUANG LINGKUP PELAYANAN K3RS
4
4. Mengevaluasi penyelenggaraan Pemeriksaan Kesehatan Pra Pekerjaan terhadap
semua calon pegawai.
5. Mengevaluasi penyelenggaraan pemeriksaan Kesehatan berkala sesuai ketentuan.
6. Mengevaluasi penyelenggaraan pemeriksaan kesehatan khusus.
7. Mengevaluasi penggunaan APD bagi pegawai rumah sakit.
8. Memberikan kesempatan bagi pegawai untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam bidang K3.bila ada partisipasi aktif dari seluruh pegawai dan
unit kerja terkait,
9. Mengevaluasi sistem keamanan pasien yang baik,meliputi : Penanganan Pasien
Kecelakaan Lalu-Lintas; Pelayanan Tamu Pembesuk diluar Jam Berkunjung;
Pengawasan CCTV; Pelaksanaan Patroli; Laporan Kejadian Kehilangan;
Penanganan Kejadian Luar Biasa; Pengawalan Tamu VIP; Koordinasi Pasien
Khusus; Penanganan Kasus Pencurian.
10. Penetapan kode untuk seluruh pelayanan K3.
5
10. Diperlukan suatu sistem pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja,
yaitu suatu sistem yang mengatur pelaporan semua jenis penyakit akibat kerja dan
kecelakaan kerja saat sedang melakukan pekerjaan kedinasan dan disebabkan oleh
kondisi tidak aman dan tindakan tidak aman,sistem ini dapat terlaksana.
11. Mengevaluasi pemilahan dari berbagai macam limbah yang dihasilkan dari
kegiatan dan sarana pewadahannya.
12. Mengevaluasi proses dalam menangani limbah
D. Manajemen kegawatdaruratan
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit ditetapkan sebagai
berikut :
1. Diperlukan tata laksana pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat
digunakan bagi seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil langkah-langkah
yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi bencana di Rumah Sakit.
2. Organisasi pencegahan dan penanggulangan bencana ini terdiri dari perawat jaga,
perawat supervise, dokter IGD, kepala keamanan, manajer umum, manajer diklat,
manajer medis, direktur rumah sakit.
3. Ditetapkannya tempat-tempat yang dianggap berisiko di lingkungan rumah sakit.
4. Untuk pembekalan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pegawai dalam
penanggulangan bencana maka perlu diadakan pendidikan dan latihan
penanggulangan bencana.
5. Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien
6. Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan
perundangundangan yang berlaku.
6
1. Mengevaluasi ketersedian alat pemadam api / kebakaran di rumah sakit dengan
jumlah yang cukup dan sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
2. Mengevaluasi ketersedian rambu-rambu/tanda-tanda khusus bagi evakuasi pasien
apabila terjadi kebakaran di rumah sakit.
3. Mengevaluasi adanya pemeriksaan secara rutin oleh badan pemerintahan ataupun
pihak intern guna memastikan peralatan pencegahan kebakaran dapat berfungsi
dengan baik.
4. Diadakannya simulasi / latihan secara teratur tentang pencegahan dan
pengendalian kebakaran.
5. Setiap pegawai rumah sakit mendapatkan kesempatan mengikuti pelatihan /
simulasi tentang pencegahan dan pengendalian kebakaran.
7
G. Manajemen sistem utility
Kegiatan di suatu rumah sakit tidak diperbolehkan terhenti dikarenakan adanya
sarana pendukung yang tidak bekerja.Adapun sarana pendukung meliputi :
1. Mengevaluasi sarana penyuplai listrik yang harus selalu tersedia 24 jam tanpa
terputus.
2. Mengevaluasi sarana penyedia air yang harus tersedia selalu selama 24 jam tanpa
terputus.
3. Mengevaluasi adanya kerjasama dengan pihak ketiga untuk penyuplai air dan
listrik bila seluruh upaya sudah dilakukan.
4. Mengevaluasi pasokan gas medis yang tidak boleh terlambat dan adanya
pemantuan secara rutin.
H. Larangan merokok
Larangan merokok diseluruh wilayah rumah sakit
1. Wilayah didalam RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau dinyatakan sebagai
kawasan bebas asap rokok.
2. Larangan ini berlaku bagi seluruh civitas hospitilia RSUD dr. Achmad
Diponegoro Putussibau, pengunjung, tamu, rekanan yang berada di RSUD dr.
Achmad Diponegoro Putussibau.
3. Pemasangan tanda-tanda larangan merokok.
4. Pembuatan pamflet / gambar penyuluhan bahaya merokok.
5. Penyuluhan bagi penunggu pasien.
I. Recall/penarikan barang
Adanya penarikan peralatan – peralatan medis yang digunakan dalam pelayanan
dikarenakan sebagai berikut :
1. Mengevaluasi peralatan dinyatakan tidak boleh lagi digunakan karena kalibrasi.
2. Mengevaluasi peralatan tidak boleh digunakan karena regulasi/peraturan.
3. Mengevaluasi peralatan yang tidak bisa digunakan kembali karena rusak dan tidak
ada lagi suku cadangnya.
4. Mengevaluasi peralatan yang ditarik oleh vendor/supplier karena adanya
kesalahan dalam produksi atau sesuatu hal.
5. Mengevaluasi adanya tata cara /aturan penggudangan peralatan yang sudah tidak
terpakai kembali.
8
J. Pendidikan dan Pelatihan K3
Pendidikan dan Pelatihann K3 di Rumah Sakit, ditetapkan sebagai berikut :
1. Setiap pegawai di Rumah Sakit diberikan kesempatan mengikuti pendidikan dan
pelatihan K3 untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan dibidang K3.
2. Rumah Sakit melalui urusan diklat menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
K3 bagi pegawai secara berkala dan berkesinambungan.
3. Materi pendidikan dan latihan K3 akan selalu disesuaikan dengan kebutuhan,
kemajuan dan perkembangan K3.
4. Pendidikan dan pelatihan K3 dapat melalui seminar, workshop, pertemuan ilmiah,
dll.
L. Peningkatan Mutu
Peningkatan Mutu K3 Rumah Sakit, meliputi :
1. Ada pencatatan tentang semua kejadian serta penanggulangan kasus K3.
9
2. Dilakukan analisa terhadap kasus kejadian K3 di rumah sakit oleh Komite K3 Rumah
Sakit.
3. Hasil Analisa dibuatkan rekomendasi dan laporannya kepada direktur rumah sakit.
10
BAB III
PEMBENTUKAN ORGANISASI KOMITE K3
A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan suatu bentuk badan usaha di bidang jasa yang
meliputi komponen manusia, mesin, peralatan dan energy yang merupakan asset
untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja yang lebih baik. Dengan demikian diperlukan upaya-upaya agar
setiap pegawai dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri
maupun pegawai lainnya dan lingkungan rumah sakit.
Upaya tersebut diatas meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan
pemulihan, oleh karenanya harus dilakukan identifikasi permasalahan, evaluasi dan
tindak lanjut yang harus segera dilakukan. Kegiatan-kegiatan K3 rumah sakit harus
dapat meminimalkan terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja
serta memberikan rasa aman akan adanya bencana dan kebakaran.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk menunjuk dan
mengangkat Komite K3 Rumah Sakit yang merupakan organisasi non structural, yang
terdiri dari tenaga staf dan tenaga penunjang.
11
D. ORGANISASI DAN POLA KETENAGAAN
1. Organisasi
Sebagai organisasi non struktural, Komite K3RS memiliki struktur
organisasi sendiri dan hubungannya dengan organisasi struktural rumah sakit.
Struktur Organisasi Komite K3RS terdiri dari 2 bagian besar yaitu :
1) Tenaga Staf yaitu tenaga yang menjadi anggota Komite K3.
2) Tenaga Pendukung yaitu pegawai rumah sakit yang melaksanakan fungsi K3.
Sebagai pimpinan Komite K3RS ditetapkan ketua Komite K3RS, ketua
Komite K3RS bertanggungjawab kepada Direktur Rumah Sakit. Ketua Komite
K3RS membawahi tenaga staf Komite K3RS yang terdiri dari beberapa tim dan
membawahi tenaga pendukung Komite K3RS.
Sekertaris Komite K3RS membantu ketua dalam menjalankan kegiatan
manajemen K3RS.
Secara rinci tergambarkan dalam bagan organisasi KOMITE K3RS
sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI KOMITE KESELAMATAN DAN KESEHATAN
RUMAH SAKIT RSUD dr. ACHMAD DIPONEGORO PUTUSSIBAU
KABUPATEN KAPUAS HULU
Direktur
Ketua K3RS
Sekretaris
Anggota
Tenaga Pendukung
12
2. Uraian Tugas
1) Direktur
Uraian Tugas :
a) Membentuk dan menetapkan Komite K3.
b) Menetapkan pedoman K3.
c) Menetapkan kebijakan K3.
d) Menetapkan program K3.
e) Menetapkan prosedur dan garis panduan maupun peraturan umum dan
lainnya.
f) Menetapkan rencana jangka panjang dan jangka pendek kegiatan K3
g) Bertanggung jawab penuh atas penerapan K3 di Rumah Sakit.
2) Ketua K3RS
Uraian Tugas
a) Mengkoordinasi semua kegiatan Komite K3.
b) Menindaklanjuti kebijakan yang sudah ditetapkan oleh Direktur.
c) Memasyarakatan kebijakan dan penerapan K3 ke setiap personil melalui
unit kerja. Pembina Koordinator Kewaspadaan Bencana, Koordinator
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja, Koordinator Kesehatan Lingkungan,
Koordinator Penanggulangan Kebakaran, Sekretaris dan Anggota
Pendukung
d) Mengembangkan strategi perubahan yang jelas.
e) Menetapkan tujuan dan program K3.
f) Mempertanggungjawabkan kesuksesan program K3 dan implementasi
sistem manajemen K3 secara berkelanjutan.
3) Sekretaris K3RS
Uraian Tugas :
a) Mengkoordinasikan semua kegiatan di setiap bidang.
b) Menerima laporan dan memberikan masukan yang diperlukan bidang-
bidang dalam pelaksanaan sistem manajemen K3, termasuk
keluhankeluhan yang berkaitan dengan Kesehatan keselamatan kerja.
c) Menyiapkan laporan kecelakaan kerja dan laporan KOMITE K3 setiap 3
(tiga) bulan kepada Depnaker.
13
d) Melaporkan Implementasi Sistem Manejemen K3 serta
permasalahanpermasalahnnya kepada Top Management untuk memastikan
persyaratan dan peraturan telah diimplementasikan secara efektif.
e) Mendesain tingkat pengendalian resiko (Hierarchy of Control)
f) Melakukan penelitian dan pengembangan K3
4) Koordinator K3RS
Uraian Tugas :
a) Mengkoordinir kegiatan di bidang yang berada dibawah tanggung
jawabnya.
b) Melaksanakan kebijakan/program kerja yang telah ditetapkan oleh ketua
Komite K3
c) Membina, memonitor dan mengawasi pelaksanaan program kerja di
bidangnya.
d) Mengadakan koordinasi dengan bidang lain yang terkait dengan tugas
yang menjadi tanggung jawabnya.
e) Melakukan koordinasi progress pelaksanan program kerja sehari-hari di
bidangnya dengan sekretaris.
f) Membuat laporan bulanan kepada sekretaris.
g) Ketua bidang dapat saling memberi masukan kepada ketua di bidang
lainya.
14
E. POLA KETENAGAAN
Dalam Komite K3 dibutuhkan ketenagaan dengan syarat – syarat sebagai berikut :
1. Direktur
Direktur rumah sakit sebagai Pembina K3RS
2. Ketua K3RS
Ketua adalah dan Seorang dokter umum yang ditunjuk menjadi ketua
3. Sekretaris K3RS
Sekretaris adalah seorang pegawai rumah sakit yang ditunjuk menjadi sekretaris.
4. Koordinator K3RS
Pegawai rumah sakit dari berbagai unsur bagian rumah sakit sesuai kedudukan
dalam Komite, seperti :
a. Kewaspadaan Bencana terdiri dari unsur Perawat, Dokter umum.
b. Keselamatan dan Kesehatan Kerja terdiri dari unsur Medis (dokter umum)
c. Kesehatan Lingkungan terdiri dari unsur Kesehatan Lingkungan, Sanitasi,
Sarana Prasarana.
d. Penganggulangan kebakaran terdiri dari pihak keamanan (satpam) dan sudah
mendapat pelatihan dari dinas pemadam kebakaran.
5. Anggota / Tenaga Pendukung
Anggota Pendukung Komite K3RS adalah Seluruh Pegawai Rumah Sakit
yang dianggap mampu menggerakkan SDM di unit kerjanya.
15
BAB V
MANEJEMEN RESIKO
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) RUMAH SAKIT
I. DEFINISI
A. Bahaya adalah sumber, sesuatu, atau tindakan yang berpotensi menyebabkan
cidera pada manusia atau gangguan kesehatan, atau kombinasi keduanya.
B. Resiko adalah Kombinasi dari kemungkinan yang terjadi dari suatu kejadian
peristiwa yang berbahaya atan paparanya dan keparahan dari cidera atau sakit
yang dapat disebabkan oleh kejadian atan paparan tersebut.
C. Resiko yang dapat diterima (acceptale risk) adalah resiko yang tingkat
bahayanya dapat di reduksi atau dikurangi hingga level tertentu yang dapat
ditolelir oleh organisasi karena tidak sesuai dengan aturan perundangan dan
kebijakan K3 yang berlaku di Organisasi.
D. Resiko yang tidak dapat diterima (non-acceptable risk) adalah resiko yang
tingkat bahayanya ridak dapat di reduksi atau dikurangi hingga level tertentu
yang tidak dapat ditolelir oleh organisasi karena tidak sesuai dengan aturan
perundangan dan K3 yang berlaku di organisasi.
E. Penilaian resiko adalah proses mengevaluasi suatu resiko dengan
menggunakan parameter akibat dan peluang yang ditimbulkan dari suatu
bahaya yang dijadikan perhitunagan kecukupan dalam pengendalian, untuk
memutuskan apakah suatu resiko dapat diterima atau tidak.
F. Tahapan pengendalian resiko tersebut adalah :
1. Eliminasi (menghilangkan bahaya), merubah proses, metode atau bahan
untuk menghilangkan bahaya yang ada.
2. Substitusi (mengganti), material, zat atau proses dengan material, zat,
proses lain yang tidak atau kurang berbahaya
3. Rekayasa engineering, menyingkirkan bahaya dari karyawan dengan
memberi perlindungan, menyimpan disuatu ruang atau waktu terpisah,
misalnya dengan menambahkan guarding atau penutup.
4. Pengendalia secara administrasi misalnya pengawasan, pelatihan, rotasi
5. Memberi Alat Pelindung Diri, digunakan sebagai alternatif terakhir setelah
kita telah berusaha melakukan 4 (empat) tindakan perbaikan di atas.
16
G. Tim manajemen Resiko adalah tim penilai resiko yang tediri dari anggota
masing – masing instalasi atau ruangan atau bagian yang bertugas untuk
melakukan penilaian manajemen resiko keselamatan dan kesehatan kerja
dalam bentk identifikasi bahaya, penilaian dana pengendalian resiko.
III. REFERENSI
A. Undang – Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
B. Peratutan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
C. Standar OHSAS (Occupational Healt Safety Assesment System) 18001:2007
Klausul 4.3.1 tentang Identifikasi Bahasa dan Penilaian Resiko.
17
3. Dalam menentukan identifikasi bahaya, kondisi – kondisi berikut harus
diperhitungkan (Berdasarkan Standard OHSAS 18001:2007) yaitu :
a. Aktivitas rutin dan non-rutin
b. Aktivitas semua orang yang memliki akses ke tempat kerja (termasuk
kontraktor dan pengunjung)
c. Bahaya teridentifikasi yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat
mempengaruhi keselamatan dan kesehatan personil yang berada
dibawah pengendalian organisasi di dalam tempat kerja
d. Bahaya yang timbul di sekitar tempat kerja karena aktivitas kerja yang
berada dibawah pengendalian organisasi
e. Infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja, baik yang
disediakan oleh organisasi atau lainya
f. Perubahan atau usukan perubahan dalam organisasi, aktivitas, atau
material
g. Modifikasi terhadap SMK3, termasuk perubahan sementara dan
pengaruhnya terhadap operasional, proses dan aktivitas
h. Setiap peraturan perundangan terkait dengan penilaian resiko dan
penerapan pengendalian yang diperlukan
i. Desain tempat kerja, proses, instalasi, mesin/peralatan, prosedur
operasi, organisasi kerja, termasuk kesesuaiannya dengan kemampuan
manusia
j. Sesuai dengan lingkup, sifat dan waktu untuk menjamin proaktif
daripada reaktif
k. Menyediakan identifikasi, prioritas dan dokumentasi resiko, dan
penerapan pengendalian yang sesuai
Penilaian Resiko
1. Setelah semua bahaya diidentifikasi, selanjutnya dari tiap bahaya itu
ditentukan tingkat resikonya apakah dapat menimbulkan suatu kecelakaan
kerja atau kerugian material atau gangguan kesehatan
2. Penilaian resiko mempertimbangkan dua faktor yaitu peluang dan akibat.
Kriteria dari masing – masing faktir ini dapat menggunakan petunjuk yang
ada pada formulir Tabel IdentifikasiBahaya dan Penilaian Resiko dan
Pengendalian Resiko (IBPR) K3
18
BAB VI
PENGELOLAAN BAHAN KIMIA BERBAHAYA DAN BERACUN
A. LATAR BELAKANG
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah proses rangkaian
kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Proses
pengolahan secara fisika dan kimia bertujuan untuk mengurangi daya racun limbah B3
dan/atau menghilangkan sifat/karakteristik limbah B3 dari berbahaya menjadi tidak
berbahaya. Proses pengolahan secara stabilisasi/solidifikasi bertujuan untuk mengubah
watak fisik dan kimiawi limbah B3 dengan cara penambahan senyawa pengikat B3 agar
pergerakan senyawa B3 ini terhambat atau terbatasi dan membentuk massa monolit
dengan struktur yang kekar. Sedangkan proses pengolahan secara insinerasi bertujuan
untuk menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi senyawa yang
tidak mengandung B3.
Pemilihan proses pengolahan limbah B3, teknologi dan penerapannya didasari
atas evaluasi kriteria yang menyangkut kinerja, keluwesan, kehadalan, keamanan,operasi
dari teknologi yang digunakan, dan pertimbangan lingkungan. Timbunan limbah B3 yang
sudah tidak dapat diolah atau dimanfaatkan lagi harus ditimbun pada lokasi penimbunan
(landfill) yang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk mengurangi dampak
buruk terhadap lingkungan.
B. PENGERTIAN
1. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan;
2. Bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan yang karena sifat atau
konsentrasi, jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lain;
3. Limbah Bahan Berbahaya Beracun, disingkat Limbah B3 adalah setiap limbah
yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau
konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat
membahayakan kesehatan manusia.
19
C. TUJUAN
Tujuan umum
a. Mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan akibat kerja serta
pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh bahan berbahaya dan beracun
(B3) di tempat kerja.
b. Mengurangi dampak kecelakaan dan kesehatan kerja yang diakibatkan oleh
kontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3).
Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan pegawai terhadap bahaya kesehatan yang
ditimbulkan akibat kontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3).
b. Meningkatkan keterampilan pegawai dalam menangani bahan berbahaya dan
beracun (B3).
c. Memberikan pengetahuan akan tempat penyimpanan bahan berbahaya dan
beracun yang benar.
d. Pegawai yang bekerja dengan bahan berbahaya beracun mengetahui kandungan
zat dari bahan berbahaya beracun yang ada, cara menanganinya (handling) dan
cara penaggulangan bila terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3).
D. RUANG LINGKUP :
1. Mengevaluasi Tatacara Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
a) Untuk menghindari terjadinya kecelakaan akibat bahan kimia berbahaya maka
bahan kimia berbahaya dan beracun harus disimpan, dipergunakan, dan dibuang
dengan cara yang sesuai ketentuan.
b) Setiap Bagian dan setiap personel di rumah sakit harus melakukan secara benar
seluruh ketentuan penyimpanan, penggunaan, dan pembuangan bahan kimia
berbahaya dan beracun.
c) Setiap Bagian yang menyimpan bahan kimia berbahaya dan beracun dalam jumlah
besar dan jenis bahan kimia yang banyak, harus mempunyai ruang penyimpanan
khusus.
d) Semua bahan kimia berbahaya dan beracun harus diberikan label yang benar agar
tidak terjadi pencampuran bahan yang tidak sesuai.
e) Semua bahan kimia berbahaya dan beracun harus diperiksa kondisi fisik secara
teratur untuk mendeteksi kebocoran atau kerusakan wadah
20
f) Bahan kimia yang menjadi basah akibat kelembapan yang tinggi bisa dikeringkan
sebelum dipergunakan sesuai denga karakteristik dari bahan tersebut dengan
melihat MSDS.
g) Sampah yang berasal dari bahan kimia harus dibuang pada kontener yang telah
disiapkan khusus untuk bahan tersebut, tidak boleh dibuang pada tempat sampah
untuk bahan kimia lain.
h) Tidak diperkenankan mempergunakan lampu spiritus dalam ruang berisi bahan
kimia apabila tidak diinstruksikan.
i) Setiap wadah dari gelas harus diperiksa apakah ada keretakan atau tidak karena
akan menyebabkan cedera serius apabila terjadi kebocoran bahan kimia.
j) Untuk menghindari terjadinya peledakan bahan kimia maka setiap bahan kimia
dengan konsentrasi yang tinggi harus disimpan dalam ruangan dengan suhu yang
lebih rendah dari titik nyala bahan kimia tersebut.
k) Setiap bahan kimia yang mudah meledak atau terbakar harus diidentifikasi titik
nyala dari bahan tersebut.
l) Setiap karyawan harus memperhatikan bahwa beberapa bahan-bahan padat kimia
berbahaya dan beracun tidak boleh terkena air, terkena pemanasan, terjadi gesekan
atau terkena cahaya/ sinar matahari karena akan mudah terbakar.
21
Pemesanan harus disertai dengan motivasi/melampirkan data bahwa bahan
yang dipesan merupakan B3.
Pemesanan dilakukan melalui Distributor resmi yang terdaftar pada Balai
POM atau Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Setiap pemesanan harus mencantumkan dengan jelas nama bahan, nama
dagang, nama kimia, jumlah yang dipesan, nama dan alamat distributor.
Setiap pemesanan harus mencantumkan pernyataan tertulis bahwa pihak
distributor akan melampirkan MSDS pada saat penyerahan B3.
Tidak diperkenankan memesan B3 yang terlarang berdasarkan Peraturan
Pemerintah RI No. 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun.
b) Penyerahan Barang
1) Pada saat penyerahan B3, faktur pembelian harus mncantumkan dengan jelas
nama bahan, nama dagang, nama kimia, jumlah bahan, nama distributor, dan
nama pengimpor/ produsen.
2) Setiap B3 yang diserahkan harus disertai dengan Lembar Data Pengamanan
Bahan (Material Safety Data Sheet) yang berisi merk dagang, rumus kimia,
jenis B3, klasifikasi, teknik penyimpanan, dan tatacara penanganan bila
kecelakaan.
3) Pada saat diserahkan, B3 harus memenuhi syarat sebagai berikut :
Diserahkan dalam bentuk kemasan yang kompak
Wadah kemasan tidak bocor –
Tidak berkarat
Tidak Rusak
Disertai dengan penandaan nama dagang, nama bahan, berat, yang sesuai
dengan yang tertera pada faktur pembelian.
4) Setiap B3 yang diserahkan harus telah memiliki tanda peringatan sesuai
dengan jenis dan bahannya, simbol bahaya dan petunjuk P3K yang harus
mudah dilihat
c) Bahan Berbahaya dan Beracun tidak dapat diterima apabila :
Dokumen tidak lengkap.
Sudah kadaluarsa.
Label yang tertera pada bahan dan dokumen tidak cocok.
22
Penyerahan B3 harus dilakukan secara langsung kepada petugas penerimaan
dan pemeriksaan barang.
Penerima dan pemeriksa barang mencocokan jumlah dan jenis barang dengan
surat pesanan.
Lalu dibuat berita acara penerimaan dan pemeriksaan barang yang
ditandatangani oleh penerimaan / pemeriksaan barang dan distributor.
Penerima dan pemeriksa barang menyerahkan kepada petugas gudang disertai
tanda tangan pada berita acara penerimaan dan pemeriksaan barang oleh
petugas
Bahan berbahaya dan Beracun langsung ditempatkan pada ruangan/lemari
penyimpanan khusus B3.
23
Tersedia peralatan komunikasi dalam ruang penyimpanan agar memudahkan
komunikasi dengan Bagian lain
Tersedia pengontrol suhu dan kelembaban di setiap ruang penyimpanan bahan
berbahaya dan beracun.
Ruangan penyimpanan tidak boleh terkena cahaya matahari secara langsung
karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia pada bahan-bahan kimia
yang tidal stabil.
Ruangan penyimpanan bahan berbahaya dan beracun dinyatakan sebagai
“restricted area” sehingga setiap orang yang tidakberkepentingan tidak
diperkenankan masuk.
Semua sistem pengamanan ruangan dan penyimpanan bahan kimia harus
diperiksa sekurang-kurangnya setiap bulan.
Setiap hasil pemeriksaan harus didokumentasikan, dilaporkan ke KOMITE
K3RS dan ditindaklanjuti.
24
Jauhkan dari bahan lain yang dapat bereaksi
Tersedia alat pelindung diri
2. Bahan Korosif
Ruang penyimpanan harus dingin dan berventilasi
Bahan disimpan dalam wadah tertutup dan berlabel
Tersedia alat pelindung diri
3. Bahan Mudah Terbakar
Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
Ruangan/bahan harus jauh dari sumber api/panas
Hindari terjadinya loncatan api listrik atau bara rokok
Tersedia alat pemadam kebakaran
Penyimpanan harus dijauhkan dari bahan kimia oksidator
Tersedia alat pelindung diri
4. Bahan Mudah Meledak
Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
Ruangan/bahan harus jauh dari sumber api/panas
Tersedia alat pemadam kebakaran
Tempat penyimpanan tidak menimbulkan gesekan atau benturan mekanis
Tersedia alat pelindung diri
5. Bahan Oksidator
Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
Ruangan/bahan harus jauh dari sumber api/panas
Hindari terjadinya loncatan api listrik atau bara rokok
Penyimpanan harus terpisah dengan bahan mudah terbakar atau bahan
pereduksi
Tersedia alat pemadam kebakaran
6. Bahan Reaktif
Ruangan penyimpanan harus dingin dan berventilasi
Ruangan/bahan harus jauh dari sumber api/panas
Ruangan harus kedap air
Tersedia alat pemadam kebakaran
Tersedia alat pelindung diri
25
5. Mengevaluasi pengamanan bahan kimia berbahaya dan beracun
a) Makan, minum atau merokok tidak diperkenankan apabila sedang bekerja dengan
bahan kimia berbahaya dan beracun.
b) Diupayakan dalam pengambilan bahan kimia tidak berlibihan,karena apabila
dikembalikan kedalam wadah semula,ini akan dapat menimbulkan suatu reaksi
kimia yang berbahaya. Harus diupayakan pengambilan bahan secara tepat tanpa
berlebihan.
c) Apabila sedang mengerjakan pencampuran bahan kimia, tidak diperkenankan
meninggalkan tempat sehingga proses pencampuran/ reaksi tidak diawasi.
d) Tidak diperkenankan mencicipi/ merasa bahan kimia jenis apapun. Apabila harus
mencium bahan kimia maka lakukan dengan sangat hati-hati dengan
mempergunakan ujung botol sehingga hanya sebagian kecil uap yang masuk ke
hidung.
e) Tidak diperkenankan menyimpan mantel, baju lapis, atau buku dalam ruang yang
berisi bahan kimia karena bisa terkontaminasi oleh bahan kimia.
Setiap karyawan harus mengetahui lokasi dari Alat Pemadam Api Ringan
(APAR), tempat pembilasan, dan mengetahui cara mempergunakan peralatan
tersebut.
Setelah kejadian pemaparan, kecelakaan, kebakaran, peledakan atau adanya
tumpahan bahan, karyawan harus segera memberitahukan kepada Kepala
Bagiannya atau atasan langsung.
Penggunaan bahan kimia berbahaya dan beracun
26
d) Sebelum menuang bahan kimia, pekerja harus membaca dengan teliti label bahan
kimia. Apabila label sudah tidak jelas atau tidak ada maka tidak diperkenankan
mengambil bahan kimia dari kontener
e) Apabila menuang bahan kimia cair dari kontener yang besar ke dalam gelas ukur
yang kecil maka gelas ukur harus ditahan agar cairan tidak tumpah.
Setiap pekerja yang menangani bahan kimia berbahaya dan beracun harus
mempergunakan sarung tangan, gown, sepatu tertutup dan celana panjang, pekerja
tidak diperkenankan memakai celana pendek, baju lengan pendek dan sepatu yeng
terbuka, apabila bekerja dengan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
7. Mengevaluasi Pelabelan/symbol
Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk penyimpanan, pengolahan,
pengumpulan, pemanfaatan limbah B3 wajib diberi simbol dan label yang
menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3.
Pelabelan bahan kimia berbahaya dan beracun mengacu pada kepada peraturan
menteri lingkungan hidup no 3 tahun 2008 tentang symbol dan label Bahan kimia
berbahaya dan beracun.
27
buatan pada orang yang sadar.Longgarkan pakaian yang ketat seperti kerah,ikat
pinggang,dasi. Segera carilah pertolongan medis dan bawa MSDS bahan tersebut.
d) Apabila menghirup bahan berbahaya dan beracun segera keluar dari ruangan
mencari udara segar,dan apabila tidak bernafas dapat memberikan napas buatan
dari mulut ke mulut apabila tidak membahayakan,apabila sulit bernafas dapat
memberikan oksigen.Carilah pertolongan medis segera dengan membawa MSDS
bahan tersebut.
28
3. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat
dan non medis.
4. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah
kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat yang tinggi.
a. Limbah Infeksius
Limbah yang diduga mengandung patogen (bakteri, virus, parasit dan jamur)
dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan penyakit pada pejamu yang
rentan meliputi :
Kultur dan stok agesn infeksius dari aktivitas laboratorium.
Limbah hasil operasi atau otopsi dari pasien yang menderita penyakit
menular.
Limbah pasien yang menderita penyakit menular dari bagian isolasi.
Alat atau materi lain yang tersentuh orang yang sakit.
b. Limbah Patologis
Limbah patologis adalah limbah yang berasal dari jaringan tubuh manusia
meliputi :
Organ tubuh
Janin
Darah
Muntahan, urin dan cairan tubuh yang lain
Jaringan tubuh yang tampak nyata ( anggota badan dan plasenta yang
tidak melalui penguburan ).
c. Limbah Benda Tajam
Limbah dengan materi padat yang dapat menyebabkan luka iris atau luka
tusuk meliput :
Jarum suntik
Kaca sediaan ( preparat glass )
Infus set
Ampul / vial obat
Pecahan kaca dan lain-lain
29
d. Limbah Farmasi
Yaitu limbah yang mengandung bahan-bahan farmasi meliputi :
Produk farmasi, obat, vaksin, serum yang sudah kadaluarsa, tumpahan
obat dan lain-lain
Obat-obat kadaluarsa, obat yang dikembalikan oleh pasien dan limbah
yang dihasilkan selama peraciakn / produksi obat.
Termasuk sarung tangan, masker, botol / kotak yang berisi residu dan
lain-lain
e. Limbah Sitotoksis
Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat
sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. Limbah stotoksik
sangat berbahaya dan bersifat mutagenik, teratogenik,karsinogenik meliputi :
Obat-obatan sitostatika
Muntahan, urin/tinja pasien diterasi dengan obat-obatan sitostatik, zat
kimia, maupun radioaktif
Formaldehid
f. Limbah Kimiawi
Yaitu limbah yang mengandung zat kimia yang berasal dari aktifitas
diagnostik, pemeliharaan kebersihan dan pemberian desinfektan meliput :
Zat kimia fotografis
Reagensia
Solven dan lain-lain
g. Limbah Radioaktif
Yaitu bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari
penggunaan medis tau riset radionuclida. Limbah ini berasal dari :
Tindakan kedokteran nuklir, radioimmunossay
Bakteriologis dapat berbentuk padat, cair atau gas.
h. Limbah Kontainer Bertekanan
Yaitu limbah medis yang berasal dari kegiatan di instalasi kesehatan yang
memerlukan gas meliputi :
Gas dalam tabung
Cartridge
30
Kaleng aerosol dan lain-lain
i. Limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi
Limbah medis yang mengandung logam berat dalam konsentrasi tinggi
termasuk dalam sub kategori limbah berbahaya dan biasanya sangat toksik
meliputi :
Limbah logam merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran
(termometer dan stetoskop)
Tambal gigi
5. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan
halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
6. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan
kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
7. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti incenerator, dapur, perlengkapan
generator, anastesi dan pembuatan obat sitotoksis.
8. Minimalisasi limbah adalah upaya yang dilakukan rumah sakit untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan,
menggunakan kembali limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle).
9. Incenerasi adalah proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat
limbah. Proses ini biasanya dipilih untuk menangani limbah yang tidak dapat
didaur ulang, dipakai lagi, atau dibuang ke tempat pembuangan limbah atau
tempat kebersihan perataan tanah.
31
TUJUAN :
1. Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
2. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
3. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
4. Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksik dan radioaktif ) dengan aman.
KEBIJAKAN :
A. Pengelolaaan limbah
Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari sebagai berikut :
1. Identifikasi Limbah
Padat
Cair
Tajam
Infeksius
Non infeksius
2. Pemisahan
Pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah
Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya
Limbah cair segera dibuang ke wastafel
3. Labeling
Limbah padat infeksius:Plastik kantong kuning
Limbah padat non infeksius:Plastik kantong warna hitam
Limbah benda tajam:Wadah tahan tusuk dan air
4. Packing
Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa dengan menggunakan kaki
Kontainer dalam keadaan bersih
Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10 – 20 meter
Ikat limbah jika sudah terisi 3/4 penuh
Kontainer limbah harus dicuci setiap hari.
32
5. Penyimpanan
Simpan limbah di tempat penampungan sementara TPS
Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
Beri label pada kantong plastik limbah
Setiap hari limbah diangkat dari tempat penampungan sementara
Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
Tidak boleh ada yang tercecer
Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah
Tempat penampungan sementara (TPS) harus di area terbuka, terjangkau
(oleh kendaraan), aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi
kering.
6. Pengangkutan
Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
Tidak boleh ada yang tercecer
Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.
7. Treatment
Limbah infeksius di masukkan dalam TPS B3
Limbah non infeksius dibawa ke tempat pembuangan limbah umum
Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator
Limbah cair dalam wastafel di ruang spoelhok
Limbah feces, urine kedalam WC.
33
Membuang Benda-Benda Tajam
Benda-benda tajam sekali pakai (jarum suntik, jarum jahit, silet, pisau skalpel)
memerlukan penanganan khusus karena benda-benda ini dapat melukai petugas
kesehatan dan pengangkut sampah.
34
terkontaminasi dengan yang terkontaminasi) pada sebagian besar fasilitas
kesehatan.
Gunakan wadah (safety box) tahan tusukan untuk pembuangan semua benda-
benda tajam. (Benda-benda tajam yang tidak akan digunakan kembali)
Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan
mudah dicapai oleh pemakai (mengangkat-angkat limbah kemana-mana
meningkatkan risiko infeksi pada pembawanya). Terutama penting sekali
terhadap benda tajam yang membawa risiko besar kecelakaan perlukaan pada
petugas kesehatan dan staf.
Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah tidak
boleh dipakai untuk keperluan lain
Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan (larutan
klorin 0,5% + sabun) dan bilas teratur dengan air.
Gunakan Alat Perlindungan Diri (APD) ketika menangani limbah (misalnya
sarung tangan utilitas dan sepatu pelindung tertutup).
Cuci tangan antiseptik berbahan dasar alkohol tanpa air setelah melepaskan
sarung tangan apabila menangani limbah.
H. Limbah Farmasi
Limbah farmasi (obat dan bahan obat-obatan), dapat dikumpulkan dalam wadah
dengan limbah terinfeksi dan letakkan di TPS B3 untuk dapat di ambil oleh
pihak ke III yang ber ijin dan bekerja sama dengan RSUD dr. Achmad
Diponegoro Putussibau untuk dilakukan pengelolaan/dimusnahkan.
35
BAB VII
KEWASPADAAN BENCANA
A. LATAR BELAKANG
Bencana umumnya dapat terjadi dimana saja dan kapan saja yang datangnya tiba-
tiba. Rumah Sakit sebagai salah satu “Public Area” tidak mustahil menghadapi bahaya
ini.Sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu disusun suatu acuan atau pedoman bagi
seluruh pegawai Rumah Sakit untuk menghadapi suatu bencana yang mungkin akan
terjadi di Rumah Sakit.
RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau telah memiliki Program
Penanggulangan Bencana. Namun demikian, kegiatan yang telah direncanakan masih
belum terlaksana secara rutin dan konsisten. Masih diperlukan peningkatan sarana dan
kualitas sumber daya manusia yang terlatih guna menghadapi kesiapan terhadap
kemungkinan terjadinya bencana. Berdasarkan hal tersebut maka perlu disusun Program
Kesiapan Menghadapi Bencana (Disaster) di RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau
pada tahun 2018.
B. PENGERTIAN
Bencana adalah suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
alam atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta
benda, kerusakan lingkungan,kerusakan sarana, dan prasarana umum yang memerlukan
pertolongan dan bantuan secara khusus.
C. TUJUAN
Tujuan umum
Terselenggaranya sistem Kesiapan Menghadapi Bencana (Disaster) dan mampu
mengantisipasi serta menanggulangi bencana di RSUD dr. Achmad Diponegoro
Putussibau.
Tujuan Khusus
a. Mengurangi resiko terjadinya bencana dan tindakan pengendalian terhadap
resiko bila terjadi bencana.
b. Meningkatkan kewaspadaan dan kemampuan karyawan dalam menanggulangi
bencana.
36
c. Mendapatkan kesamaan pola pikir/persepsi dan tindakan tentang Sistem
Penanggulangan menghadapi bencana.
D. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan.
Kegiatan Pokok: Kesiapan Menghadapi Bencana di RSUD dr. Achmad Diponegoro
Putussibau
Rincian Kegiatan
a. Inventarisasi Bencana RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau :
1) Internal
2) Eksternal
b. Membuat penilaian resiko bencana Rumah Sakit.
c. Membuat tim Kesiapan menghadapi bencana.
d. InventarisasiPeralatan dan perlengkapan pencegahan dan pengendalian bencana.
e. Membuat/ memperbaiki rambu-rambu kewaspadaan bencana
f. Melakukan pelatihan pencegahan dan pengendalian bencana.
g. Melakukan simulasi penanggulangan bencana.
h. Melakukan evaluasi pelaksanaan program Kesiapan Menghadapi Bencana.
F. Sasaran.
a) Terinventarisasi seluruh jenis kemungkinan bencana di RSUD dr. Achmad
Diponegoro Putussibau.
b) Terinventarisasi seluruh penilaian resiko bencana di RSUD dr. Achmad
Diponegoro Putussibau.
c) Sudah terbentuk Tim Kesiapan menghadapi bencana di RSUD dr. Achmad
Diponegoro Putussibau.
d) Terinventarisasi peralatan dan perlengkapan pencegahan dan pengendalian
bencana di RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau.
e) Seluruh personel mengetahui rambu-rambu kewaspadaan bencana.
f) Seluruh personel mengikuti pelatihan pencegahan dan pengendalian bencana.
g) Seluruh personel mengikuti simulasi penanggulangan bencana.
h) Koordinator Monitoring dan Evaluasi Tim MFK melakukan evaluasi pelaksanaan
program Kesiapan menghadapi bencana (Disaster).
G. RUANG LINGKUP
1. Diperlukan tata laksana pencegahan dan penanggulangan bencana yang dapat
digunakan bagi seluruh pegawai Rumah Sakit dalam mengambil langkah-langkah
yang diperlukan guna mencegah dan menanggulangi bencana di Rumah Sakit, oleh
karena itu telah dibuat buku pedoman penanggulangan bencana yang dapat dievaluasi
untuk perbaikan sistem penanggulangan bencana.
38
2. Pembekalan Bagi Pegawai dalam menghadapi bencana Untuk pembekalan
pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman pegawai dalam penanggulangan bencana
maka diadakan :
3. Pelatihan dan Simulasi Penanggulangan Bencana yang dilaksanakan sebanyak 1 x
setiap satu tahunnya.
4. Ditetapkan sistem komunikasi dalam penanggulangan bencana yaitu tata cara
penggunaan telepon, daftar nomor penting, dan kewenangan penggunaan telepon.
5. Tersedianya rambu-rambu khusus untuk jalur evakuasi pasien.
6. Sarana dan Prasarana rumah sakit mengikuti ketentuan perijinan perundang -
undangan yang berlaku.
39
BAB VIII
KEBAKARAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan rumah sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan dengan
pemanfaatan teknologi kedokteran yang semakin canggih dan sarana prasarana penunjang
memungkinkan terjadinya kecerobohan dalam penggunaan peralatan tersebut dikarenakan
kemampuan dan keterampilan operator/tenaga kerja yang kurang memadai sehingga
dapat menimbulkan suatu kemungkinan bahaya yang besar berupa kecelakaan kerja,
kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja yang semuanya
itu dapat menimbulkan kerugian jiwa serta material baik bagi pasien, pengunjung,
maupun staf rumah sakit. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebanyak 38-73% kecelakaan akibat kerja diakibatkan oleh tertusuk
jarum, prevalensi gangguan mental emosi mencapai 17,7%.
Oleh karena itu, untuk mengurangi faktor yang merugikan semua pihak diperlukan
langkah-langkah dan tindakan yang mendasar dan prinsip sebagai teknik pengendalian,
pencegahan dan penanggulangan yang bertitik tolak pada penyebab perbuatan manusia
yang berbahaya (unsafe action) dan kondisi yang berbahaya (unsafe condition) maka
disusunlah program keselamatan dan keamanan di lingkungan RSUD dr. Achmad
Diponegoro Putussibau.
Pencegahan kebakaran adalah usaha menyadari/mewaspadai akan faktor-faktor
yang menjadi sebab munculnya atau terjadinya kebakaran dan mengambil langkah-
langkah untuk mencegah kemungkinan tersebut menjadi kenyataan. Pencegahan
kebakaran membutuhkan suatu program pendidikan dan pengawasan beserta pengawasan
pegawai, suatu rencana pemeliharaan yang cermat dan teratur atas bangunan dan
kelengkapannya, inspeksi/pemeriksaan, penyediaan dan penempatan yang baik dari
peralatan pemadam kebakaran termasuk memeliharanya baik segi siap-pakainya maupun
dari segi mudah dicapainya.
B. PENGERTIAN
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang tidak kita
hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan.
40
C. TUJUAN
Tujuan Umum
1. Melindungi keselamatan dan keamanan bagi pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat sekitar rumah sakit
Tujuan Khusus :
1. Mencegah terjadinya kebakaran di rumah sakit
D. RUANG LINGKUP
1. Pencegahan Kebakaran
Pengelolaan pencegahan kebakaran di Rumah Sakit yaitu dengan mengendalikan
sumber panas seperti Listrik, listrik statis, nyala api dan bahan mudah terbakar seperti
kertas, karpet, karet, dll.
Cara pengendaliannya adalah sebagai berikut :
a) Menetapkan larangan merokok di Rumah Sakit.
b) Monitoring Inspeksi Listrik secara teratur.
c) Menyediakan alat Pemadam Api ringan dengan jumlah cukup sesuai ketentuan
yang berlaku.
d) Inspeksi Peralatan Pemadaman Kebakaran secara berkala.
e) Pemasangan tanda-tanda peringatan bahaya kebakaran pada tempat-tempat
berisiko.
f) Pemasangan tanda-tanda atau jalur evakuasi.
2. Penanggulangan Kebakaran
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan
adanya Oksigen dalam kebakaran tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Alat pemadam Api Ringan (APAR) yang fungsinya mengisolasi
adanya oksigen dalam api tersebut, selain itu dapat digunakan air untuk
memadamkan kebakaran sebagai media yang dapat menimbulkan reaksi pendinginan
panas dan isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
Agar pegawai dapat melakukan penanggulangan kebakaran secara dini maka
dilakukanlah pelatihan secara berkala cara menggunakan APAR dan simulasi
penggunaan APAR.
Jadi cara penanggulangan Kebakaran di RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau
adalah sebagai berikut :
41
Menyediakan dan mengontrol fungsi alat pendeteksian panas agar berfungsi baik.
Menyediakan dan mengontrol fungsi Alat pendeteksi asap agar berfungsi baik.
Alarm kebakaran dengan jumlah cukup.
Alat pemadam api ringan (APAR) dengan jumlah cukup sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Diklat pemadaman api bagi pegawai Rumah Sakit, yang dilakukan secara berkala
2 kali dalam satu tahun.
No
Kegiatan
.
1 Pengadaan Alarm Kebakaran Tradisional
2 Pemasangan Helm Petugas Red Code dan Pembuatan Jadwal Petugas Jaga
3 Sosialisasi Jalur Evakuasi Bencana
4 Pengisian Ulang APAR
5 Pemeriksaan Hydrant
6 Pelatihan Simulasi Kebakaran
7 Evaluasi Alarm Kebakaran
8 Pengajuan APD Petugas Pemadam Kebakaran
9 Evaluasi Jalur Evakuasi
10 Pelatihan Penggunaan APAR
11 Pelatihan Penanggulangan Kebakaran
12 Evaluasi Program Penanggulangan Kebakaran
42
BAB IX
MANAJEMEN FASILITAS FISIK
A. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit menjalin tersedianya fasilitas yang aman, berfungsi dan supportif bagi
pasien, keluarga, staf dan pengunjung, untuk mencapai tujuan ini penatalaksananya
harus berkelola secara efektif. Secara khusus, manajemen harus berusaha keras untuk
mengurangi dan mengendalikan bahaya dan risiko, mencegah kecelakaan dan cidera
dan memelihara kondisi aman.
Setiap pengunjung maupun pasien berhak atas kenyamanan yang diperoleh dari
Rumah Sakit, untuk itu perlu dijaga keselamatan maupun kemanannya. Peraturan
perusahaan dan pemeriksaan oleh yang berwenang di daerah menentukan bagaiman
fasilitas dirancang, digunakan dan dipelihara. Seluruh Rumah Sakit tanpa
memperdulikan besar kecilnya dan sumber daya yang dimiliki, harus mematuhi
ketentuan yang berlaku sebagai bagian dari tanggung jawab mereka terhadap pasien,
keluarga, staf dan para pengunjung.
Rumah Sakit harus mematuhi peraturan perundangan dan memahami tentang detail
fasilitas fisiknya untuk dapat menyusun perencanaan. Secara proaktif mengumpulkan
data dan menggunakannya dalam strategi mengurangi risiko dan meningkatkan
keselamatan dan keamanan lingkungan asuhan pasien, yang pada akhirnya semua
fasilitas yang tersedia mampu mendukung keselamatan masyarakat yang ada di
Rumah Sakit.
Agar upaya keselamatan dan keamanan fasilitas di RSUD dr. Achmad Diponegoro
Putussibau dapat berjalan seperti yang diharapkan maka perlu disusun Program
Keselamatan dan Kemanan Fasilitas Fisik RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau.
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Adalah untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan pasien, keluarga pasien,
pengunjung dan staf di Rumah Sakit, melalui kegiatan manajemen risiko fasilitas
di lingkungan RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau.
43
Tujuan Khusus
1. Memastikan keselamatan dan keamanan pasien, keluarga pasien, staf,
pengunjung terhadap fasilitas fisik termasuk mengamankan dan memonitor area
yang berisiko keamanannya.
2. Untuk mencegah kecelakaan dan cidera, menjaga kondisi keselamatan dan
keamanan pasien, keluarga pasien, staf dan pengunjung.
3. Mengidentifikasi staf, pasien, pengunjung untuk mendukung pengamanan
lingkungan di RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau.
4. Untuk mengurangi dan mengendalikan bahaya risiko.
45
BAB X
MANAJEMEN ALAT KESEHATAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan di bidang kesehatan RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau yang
diberikan kepada masyarakat salah satunya adalah alat kesehatan untuk mendukung
tindakan medis dan penentuan diagnostic yang masing-masing jenis penyakit berbeda-
beda standar penggunaan alat dan proses keluaran data hasil pemeriksaan serta
tindakannya.
Keberhasilan suatu tindakan medis dalam menentukan diagnosa sangat dibutuhkan
data pendukung yang dihasilkan oleh alat kerja, alat periksa dan alat tindakan medis yang
baik, standart, dan akurat serta untuk menjaga terjadinya penyimpangan keluaran dari alat
kesehatan tersebut
B. PENGERTIAN
Manajemen alat kesehatan adalah suatu system tata kelola yang dilakukan terhadap
seluruh peralatan medis yang ada di rumah sakit untuk memberikan kepastian bahwa alat
medis yang ada terdeteksi dan terpelihara dengan baik
C. RUANG LINGKUP
Adapun ruang lingkup dari manajemen alat kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi iventarisasi alat – alat kesehatan.
2. Mengevaluasi status kalibarasi dari alat kesehatan.
3. Mengevaluasi sertifikasi peralatan medik dan umum
D. TUJUAN
Tujuan dari manajemen alat kesehatan adalah untuk menjamin berfungsinya
peralatan medik sebagaimana mestinya sehingga tidak merugikan pengguna alat tersebut.
E. UJI KELAYAKAN
Pemantauan terhadap kelayakan alat kesehatan adalah dengan cara : Uji Kalibrasi
yang dilakukan oleh lembaga pemerintah yang telah ditentukan.
46
F. SISTEM RECALL
Sangat dimungkinkan sekali adanya recall terhadap alat kesehatan yang
sedang/sudah tidak dipakai. Sehingga sangat diperlukan adanya system penarikan.
Berbagai jenis alas an penarikan adalah sbb:
Mengevaluasi penarikan karena status kalibarasi
Mengevaluasi penarikan karena regulasi/larangan
Mengevaluasi penarikan karena rusak
Mengevaluasi penarikan oleh vendor
47
BAB XI
PENDIDIKAN DAN LATIHAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam upaya untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan, Keterampilan, dan
pengalaman pegawai rumah sakit dalam melaksanakan kegiatan /unsur-unsur K3 maka
dipandang perlu untuk melaksanakan pendidikan dan latihan K3. Tujuan
diselenggarakankannya diklat K3 adalah untuk membentuk karyawan yang peka, tanggap
dan waspada terhadap K3 sehingga mempunyai kesadaran dan kemauam untuk
melakukan kegiatan-kegiatan K3.
B. PENGERTIAN
Diklat adalah suatu upaya menambah pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman
secara sistimatik dari suatu pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman yang ingin
didapatkan.
C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup kegiatan diklat adalah :
1. Diklat kelas Diklat kelas untuk pembahasan teori, dan diskusi sesuai dengan materi
yang disampaikan dan berkaitan dengan unsur-unsur K3.
2. Simulasi Dilakukan simulasi K3 yang bermanfaat memberikan pengalaman dan
gambaran suatu peristiwa kejadian K3, seperti :
Pemadaman api dengan APAR
Evakuasi Pasien
48
BAB XII
SISTEM EVALUASI DAN PELAPORAN
A. LATAR BELAKANG
Evaluasi dan pelaporan merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah
kegiatan, baik yang bersifat rutin maupun yang tidak terjadwal. Evaluasi bertujuan untuk
menganalisa hasil kegiatan yang telah dilakukan sekaligus memberikan penilaian apakah
kegiatan yang dilakukan telah mencapai sasaran yang diharapkan atau hasil kegiatan
belum memenuhi harapan sehingga perlu dilakukan tindak lanjut sehingga dicapai sasaran
yang diharapkan.
B. PENGERTIAN
Evaluasi merupakan hasil pelaksanaan kegiatan dari rencana kegiatan - kegiatan
atau yang telah dibuat. Pelaporan adalah kegiatan membuat analisa dan rekomendasi dari
hasil pelaksanaan kegiatan atau evaluasi.
C. RUANG LINGKUP
Kegiatannya meliputi :
1. Pengumpulan data dari pelaksanaan kegiatan dari unsur – unsur K3 rumah sakit
2. Mengadakan pertemuan 6 (enam) bulanan guna membahas hasil pelaksanaan kegiatan
K3.
3. Melakukan analisa dan membuat rekomendasi
4. Membuat laporan hasil evaluasi untuk selanjutnya disampaikan kepada direktur
rumah sakit.
49
BAB XIII
PENUTUP
Dalam pembuatan buku pedoman ini disadari bahwa buku pedoman ini tidak sempurna
masih terdapat banyak kekurangan-kekurangan. Oleh kerena itu masukkan dan saran untuk
perbaikan peningkatan buku pedoman ini, merupakan sesuatu yang sangat berharga.Semoga
buku ini dapat menjadi pegangan bagi setiap orang yang melibatkan diri untuk berkecimpung
di bidang K3 RSUD dr. Achmad Diponegoro Putussibau.
Ditetapkan di : Putussibau
Pada tanggal : 05 Oktober 2018
DIREKTUR RSUD
dr. ACHMAD DIPONEGORO PUTUSSIBAU
KABUPATEN KAPUAS HULU
50