Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PEMBUKAAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan dan keselamatan kerja yang disingkat K3 merupakan hal penting yang harus
diperhatikan oleh pihak rumah sakit. Karena hal ini menyangkut keselamatan baik itu
perawat, klien, maupun perusahaan (RS). Mengingat besarnya peparan di rumah sakit maka
rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan sangat perlu untuk diterapkan Menejemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) untuk memberikan perlindungan kepada semua
yang berkecimpung di dalamnya terutama pegawai yang terkena dampak langsung dari K3
tersebut.
Program keselamatan dan kesehatan kerja yang tertulis menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI No.1087/MEN/SK/2010. Keberhasilan program Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di rumah sakit tidak lepas dari sikap kepatuhan personal baik dari pihak perawat
maupun pihak menejemen atas dalam melaksanakan peraturan dan kebijakan peraturan K3
untuk mendukung pencapaian zero accident di rumah sakit.
Keselamatan pasien atau patient safety merupakan sistem pelayanan rumah sakit yang
memberikan asuhan pasien secara lebih aman. Termasuk didalamnya prosedur : mengukur
(assessing) risiko, identifikasi, dan pengelolaan risiko terhadap pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan untuk menindaklanjuti insiden serta menerapkan solusi untuk
mengurangi serta meminimalisasi risiko yang juga melalui komunikasi dengan pasien. Dapat
dikatakan bahwa fokus utama patient safety adalah upaya yang dilakukan untuk menghindari
terjadinya kesalahan.
K3 dan patient safety sangat berhubungan dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan yang di berikan kepada klien. Salah satunya berawal dari kejadian gawat darurat
yang biasa terjadi di Instalasi Gawat Darurat. Penerapan K3 dan patient safety yang
dilakukan dengan baik di IGD menambah nilai plus di mata klien dalam hal pelayanan dan
keselamatan yang di berikan pada saat pemberian asuhan keparawatan gawat darurat.
Sehingga secara tidak langsung perusahaan (RS) serta tenaga kesehatan yang ada mendapat
kepercayaan lebih oleh klien untuk memberikan pelayanan kesehatan selanjutnya.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (mk3) ?
2. Bagaimana analisis faktor-faktor kebijakan dalam implementasi program
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (k3rs) ?
3. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dan praktik perawat mengenai
keselamatan pasien (patient safety) ?
4. Bagaimana hubungan perilaku dengan kemampuan perawat dalam melaksanakan
keselamatan pasien (patient safety) ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja (MK3).
2. Untuk mengetahui bagaimana analisis faktor-faktor kebijakan dalam
implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (K3RS).
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dan praktik perawat
mengenai keselamatan pasien (patient safety).
4. Untuk mengetahui bagaimana hubungan perilaku dengan kemampuan perawat
dalam melaksanakan keselamatan pasien (patient safety).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENERAPAN MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


(MK3)
a) Pemeliharaan Kesehatan Petugas IGD
Pemeliharaan kesehatan petugas instalasi gawat darurat adalah upaya untuk menjaga
petugas instalasi gawat darurat agar tetap dalam kondisi yang terkontrol kesehatannya.
Tujuan dari pelaksanaan pemeliharaan kesehatan ini agar petugas instalasi gawat darurat
dapat bekerja dengan baik.
Kesegaran jasmani dan rohani merupakan faktor penunjang untuk meningkatkan
produktifitas seseorang dalm bekerja. Kesegaran tersebut dimulai sejak memasuki pekerjaan
dan terus dipelihara selama bekerja, bahkan sampai setelah berhenti bekerja. Kesegaran
jasmani dan rohani bukan saja pencerminan kesehatan fisik dan mental, tetapi merupakan
gambaran adanya keserasian penyesuaian seseorang dengan pekerjaannya, yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki.
b) Pemakaian Alat Pelindung Diri
Pemakaian alat pelindung diri adalah ketentuan yang harus digunakan sebagai
pelindung saat bekerja. Setiap petugas petugas Instalasi Gawat Darurat diwajibkan
mengenakan alat pelindung diri saat melakukan pekerjaan. Tujuan pemakaian alat pelindung
diri adalah untuk melindungi petugas dari bahaya penularan penyakit dan kontak langsung
atau terpapar dengan pasien yang sedang diperiksa.
Balai K3 (2008), juga menjelaskan bahwa alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat
alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya
terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja yang terjadi. APD juga
dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa
(engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan dengan baik.
c) Pencegahan Bahaya atau Kecelakaan Kerja
Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja adalah upaya perlindungan diri dari bahaya
infeksi dan kecelakaan kerja akibat dari pekerjaan itu sendiri. Setiap petugas pasti pernah
mengalami kecelakaan kerja baik kecelakaan yang ringan ataupun yang besar. Untuk
menghindari kecelakkan kerja tersebut petugas harus mengikuti prosedur yang ada.

3
Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja juga dilakukan di Instalasi gawat Darurat agar
petugas terhindar dari kecelakaan yang terjadi pada saat memeriksa pasien.
Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja adalah keamanan petugas Instalasi Gawat
darurat terhadap bahaya kecelakaan fisik yang terjadi selama pemeriksaan dan selama
melakukan pekerjaan. Semua petugas wajib mengikuti prosedur atau pedoman yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan hasil penelitian, upaya pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja yang
terjadi di Instalasi Gawat Darurat antara lain :
 Tersedianya alat pemadam kebakaran
 Pelatihan penaggulangan bahaya kebakaran
 Bed-bed pasien dilengkapi dengan pengaman
 Pemeriksaan kesehatan secara berkala
 Pemantauan aspek-aspek lingungan kerja seperti pengecekan suhu, kelembaban,
pencahayaan ruangan, kebersihan ruangan-ruangan (toilet, tempat cuci alat-alat)
d) Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Pemeriksaan Kesehatan Berkala adalah pemeriksaan kesehatan rutin yang dilaksanakan
pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter. Pemeriksaan
kesehatan pada Instalasi Gawat Darurat dilakukan setahun sekali oleh TIM K3 dari Rumah
Sakit.
Pemeriksaan kesehatan berkala dapat meliputi pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja,
pemeriksaan kesehatan berkala, pemeriksaan kesehatan khusus dan pemeriksaan kesehatan
penyakit umum. Pemeriksaan disesuaikan menurut keperluan guna menilai kondisi kesehatan
dan dibandingkan dengan hasil pemeriksaan kesehatan sebelumnya untuk mengetahui sejauh
mana pekerjaan mempengaruhi kondisi kesehatan tenaga kerja.
e) Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Program pelatihan K3 dilaksanakan oleh bagian pemeliharaan dan bagian diklat.
Program ini merupakan upaya untuk mengantisipasi setiap kecelakaan kerja dan bahaya yang
sering terjadi di Rumah Sakit khususnya dibagian Instalasi Gawat Darurat, materi yang
disampaikan juga sangat bervariasi.

4
2.2 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR KEBIJAKAN DALAM IMPLEMENTASI
PROGRAM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA RUMAH SAKIT
(K3RS)
a) Pengetahuan terkait Isi dan Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Rumah Sakit (K3RS)
Hasil wawancara dengan informan utama dan informan triangulasi berdasarkan
penilaian yang dilakukan, pengetahuan informan tentang Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja sebagian informan sudah mengetahui program tersebut yang terdiri dari
pengunaan APD, screening kesehatan petugas kesehatan, pengendalian limbah, pendidikan
dan pelatihan terkait K3. Walaupun masih ada beberapa informan yang belum
mengetahuinya. MenurutKMK1087/MENKES/SK/VIII/2010 Program Keselamatan dan
Kesehatan Kerja yang harus diterapkan yaitu pengembangan kebijakan K3RS, pembudayaan
perilaku K3RS, pengembangan SDM K3RS, pengembangan pedoman, petunjuk teknis dan
Standard Operational Procedure (SOP) K3RS, pemantauan dan evaluasi kesehatan
lingkungan tempat kerja, pelayanan kesehatan kerja, pelayanan keselamatan kerja,
pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair, dan gas, pengelolaan
jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya, dan pengembangan manajemen
tanggap darurat.
b) Komunikasi
Komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja dapat menggunakan berbagai media baik
lisan maupun tulisan. Hal yang perlu diperhatikan dalam komunikasi yaitu efektifitas
komunikasi, informasi harus mudah diingat oleh penerima. Disamping untuk menyampaikan
perintah dan pengarahan dalam pelaksanaan pekerjaan, komunikasi keselamatan dan
kesehatan kerja digunakan untuk mendorong perubahan perilaku, sehingga pekerja
termotivasi untuk bekerja dengan selamat.5 Masih ada informan utama yang tidak
mendapatkan infromasi terkait program K3RS dari rumah sakit, dan masih ada yang belum
tahu tentang program tersebut. Sosialisasi terkait program K3RS memang jarang karena
program sudah terjadwal jadi jarang disosialisasikan secara mendetail lagi. bahwa Informan
utama belum semuanya mengetahui tentang sistem pelaporan penyakit akibat kerja di IGD
RSUD Kota Semarang.
c) Sumber Daya
Ketersediaan sarana dan prasarana seperti alat pelindung diri bagi petugas kesehatan
menunjukkan bahwa di IGD RSUD Kota Semarang sudah mencukupi dan mudah dalam
memperoleh alat pelindung diri seperti masker, apron, handscoon, sepatu booth, kacamata
5
google, dan topi. Kondisi dari alat pelindung diri yang disediakan dalam kondisi yang layak
pakai. Terkait pemeriksaan sebelum bekerja dan pemeriksaan secara berkala. Sebagian besar
informan sudah mendapatkan pemeriksaan kesehatan baik sebelum bekerja maupun secara
berkala. Pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum bekerja meliputi foto rontgen,
pemeriksaan darah, cek laboratorium, pemeriksaan fisik, dan narkoba. Namun pelaksanaan
pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan berkala masih tidak merata atau tidak rutin
karena masih ada yang belum mendapatkan pemeriksaan tersebut dan waktu pelaksanaannya
yang berbeda-beda. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No 1087 Tahun 2010 tentang
Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja yaitu pemeriksaan berkala meliputi pemeriksaan
fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru (bilamana mungkin) dan laboratorium
rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu dan pemeriksaan kesehatan
berkala bagi SDM Rumah Sakit sekurangkurangnya 1 tahun.4 Terkait pelatihan K3 hampir
semua informan mendapatkan pelatihan K3 seperti pelatihan bencana, kebakaran,
penggunaan APAR, pencegahan infeksi, perilaku hidup bersih, safety patient. Namun
pelaksanaan pelatihan tersebut berbeda-beda sehingga pelatihan yang didapat pun berbeda
karena waktu pelaksanaan pelatihan tersebut dibuat bergelombang agar tidak menggangu
pelayanan.
d) Lingkungan kerja beresiko terjadi Penyakit Akibat Kerja atau Kecelakaan Akibat
Kerja
Faktor lingkungan ini meliputi hal yang berhubungan dengan proses kerja secara
langsung, seperti tekanan yang berlebihan terhadap jadwal pekerjaan, peralatan keselamatan
kerja yang tidak memadai, kurangnya pelatihan dan kurangnya pengawasan. Faktor-faktor
fisik dalam perusahaan antara lain kebisingan, penerangan, tekanan udara, dan aroma di
tempat kerja. Terkait resiko lingkungan kerja di IGD sebagian besar informan mengatakan
lingkungan kerjanya beresiko terhadap PAK ataupun KAK dikarenakan banyak resiko
kerja dan jika tidak ditanggulangi akan menyebabkan penyakit akibat kerja atau kecelakaan
akibat kerja yang dialami oleh petugas kesehatan. Resiko yang dapat terjadi misalnya
penyakit TBC karena di IGD sendiri belum ada ruangan khusus untuk pasien TBC, sehingga
penularan melalui droplet dapat terjadi.
e) Standar Operasional Procedure (SOP)
Sebagian besar Informan sudah mengetahui adanya Standar Operasional Prosedur kerja
di IGD mulai dari SOP penerimaan pasien, melakukan tindakan, SOP penggunaan APD.
Standar Operasional Prosedur dibutuhkan agar karyawan mengetahui prosedur kerja yang
harus dilakukan, sebagai standarisasi cara yang dilakukan pegawai dalam menyelesaikan
6
pekerjaannya, mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh
seorang pegawai dalam melaksanakan tugas, meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab individual pegawai dan organisasi secara keseluruhan.
Hasil wawancara terkait standart operasional prosedure di IGD. Standart Operasional
Prosedur (SOP) Kerja sudah ada di IGD, dan sudah didokumentasikan sehingga Standar
Operasioanl Prosedur kerja dapat dilihat setiap saat karena sudah tersusun rapih namun
Standar Operasional Prosedur terakhir tahun 2009 sehingga belum ada pembaharuan lagi.
f) Komitmen
Komitmen dan kebijakan K3RS di wujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis,
jelas, dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan rumah sakit. Hasil
wawancara petugas kesehatan masih ada yang tidak memakai APD, pengetahuan terkait
Program K3RS belum semuanya mengetahui dengan jelas, dan tidak mengikuti pemeriksaan
kesehatan.

2.3 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PRAKTIK PERAWAT


MENGENAI KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)
a) Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit merupakan suatu sistem dimana
rumah sakit membuat pelayanan pasien menjadi lebih aman. Sistem tersebut meliputi
penilaian risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalisasi timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh suatu tindakan yang dilakukan atau
tidak melakukan suatu tindakan yang seharusnya dilakukan.
Terdapat enam tujuan utama penanganan pasien dengan penerapan keselamatan
pasien (patient safety) menurut PERMENKES RI No 1691 yeng berpedoman pada Joint
Commision International, yaitu:
a) Mengidentifikasi atau mendiagnosa pasien dengan benar
Maksud dari sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan, yaitu:
pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima
pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau
pengobatan terhadap individu tersebut.
b) Meningkatkan komunikasi secara efektif

7
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dapat
dipahami oleh pasien akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan
keselamatan pasien.
c) Meningkatkan keamanan dari high-alert medication
Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) merupakan obat yang
sering menyebabkan kesalahan atau kesalahan serius. Kesalahan dapat terjadi bila
perawat tidak mendapatkan orientasi yang baik dan dalam situasi darurat.
d) Memastikan benar tempat, benar prosedur dan benar pembedahan pasien
Salah lokasi, salah prosedur, pasiensalah pada operasi, adalah sesuatu yang sangat
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit.
e) Mengurangi infeksi dari pekerja kesehatan
Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk
infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (bloodstream infections) dan
pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis).
f) Mengurangi terjadinya risiko jatuh pada pasien
Jumlah kasus jatuh pada pasien cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan
yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien
jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Perlunya keselamatan pasien (patient safety) diterapkan pada tindakan medis,
dikarenakan kompleksnya rangkaian tindakan medis yang kerap dilakukan. Dimulai dengan
diagnosa, pertolongan pertama, pemeriksaan laboratorium, pemberian obat hingga tindakan
pembedahan yang memungkinkan terjadinya kesalahan-kesalahan medis.
b) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Namun sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Terdapat berbagai macam cara
yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, yaitu:
1) Cara Coba Salah (Trial and Error). Cara coba-coba ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan
yanglain. Apabila tidak berhasil, maka akan dicoba kemungkinan yang lain lagi
sampai didapatkan hasil yang mencapai kebenaran.

8
2) Cara Kekuasaan atau Otoritas. Di mana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada
otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas pemimpin
agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang
dapat memecahkan masalah yang sama, orang dapat pula menggunakan cara
tersebut.
4) Melalui Jalan Pikiran. Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya
dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikiran.
5) Cara baru atau modern. Dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih
sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah :
1) Usia
Usia berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia seseorang, akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
2) Pendidikan
Jalur pendidikan formal akan membekali seseorang dengan dasardasar pengetahuan,
teori dan logika, pengetahuan umum, kemampuan analisis serta pengembangan
kepribadian.
3) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh
kebenaran pengetahuan.
4) Informasi
Media komunikasi adalah media yang digunakan pembaca untuk mendapatkan
informasi sesuatu atau hal tentang pengetahuan.
5) Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
c) Praktik
Praktik atau perilaku adalah tindakan atau aktivitas manusia yang memiliki bentangan
yang sangat luas. Perilaku merupakan seluruh kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
9
diamati secara langsung, maupun yang tidak diamati dari pihak luar. Setiap individu memiliki
perilakunya sendiri yang berbeda dengan individu lain. Namun, secara minimal jika didasari
oleh pengetahuan yang cukup, perilaku positif akan terbentuk relatif lama.
Perilaku seseorang atau masyarakat mengenai kesehatan ditentukan oleh pengetahuan,
sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan.
Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan juga mendukung
dan memperkuat terbentuknya perilaku.
d) Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Instalasi Gawat Darurat adalah salah satu bagian dari rumah sakit yang menyediakan
penanganan awal bagi pasien yang sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan
hidup pasien tersebut. Pada Instalasi Gawat Darurat terdapat dokter dari berbagai spesialisasi,
sejumlah perawat dan asisten dokter.
e) Perawat
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti
merawat atau memelihara. Perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat atau
memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit. Sebagai tenaga kesehatan,
perawat memiliki sejumlah peran di dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan hak dan
kewenangan yang dimiliki. Peran perawat yang utama adalah sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik dan peneliti. Perawat IGD merupakan seorang tenaga keperawatan yang
bertanggung jawab dan diberi wewenang memberikan pelayanan keperawatan di Instalasi
Gawat Darurat.
Adapun hasil dari jurnah ini adalah :
 Pengetahuan : Pengetahuan dikategorikan baik apabila memenuhi skor 80% dalam
pengisian kuesioner pengetahuan keselamatan pasien (patient safety).
 Praktik : beluk maksimalnya pelayanan/ praktik yang diberikan.
 Hubungan Pengetahuan dan Praktik Keselamatan Pasien (Patient Safety) : Terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan perawat mengenai keselamatan pasien (patient
safety) dengan praktik perawat terkait keselamatan pasien (patient safety
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang antara pengetahuan dan
praktik, dalam hal ini terkait dengan keselamatan pasien (patient safety). Terdapat hubungan
positif yang ditunjukkan oleh hasil uji statistik dimana hasil tersebut menggambarkan bahwa
semakin tinggi nilai skor yang diperoleh untuk tingkat pengetahuan perawat mengenai

10
keselamatan pasien, maka semakin tinggi pula nilai skor yang diperoleh untuk praktik
penerapan keselamatan pasien oleh perawat.
Terdapatnya hubungan antara tingkat pengetahuan perawat mengenai patient
safety dengan praktik atau pelaksanaan program patient safety sejalan dengan teori perilaku
Lawrence Green yang menyebutkan bahwa pengetahuan termasuk dalam faktor predisposisi
yang akan mempengaruhi praktik kesehatan seseorang.

2.4 HUBUNGAN PERILAKU DENGAN KEMAMPUAN PERAWAT DALAM


MELAKSANAKAN KESELAMATAN PASIEN (PATIENT SAFETY)
a) Berdasarkan Umur
Menurut Hasibuan (2013), Umur individu mempengaruhi kondisi, fisik, mental
kemampuan dan cenderung absensi. Sebaliknya karyawan yang umurnya lebih tua kondisi
fisiknya kurang tetapi bekerja ulet dan mempunyai tanggung jawab lebih besar.
b) Berdasarkan Pendidikan
Sebagai profesi, keperawatan dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual,
interpersonal kemampuan teknis, dan moral. Hal ini bisa ditempuh dengan meningkatkan
kualitas perawat melalui pendidikan lannjutan pada program pendidikan Ners
(Nursalam,2012).
c) Berdasarkan Masa Kerja
Semakin banyak masa kerja perawat maka semakin banyak pengalaman perawat
tersebut dalam memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan prosedur tetap yang
berlaku. Siagian (1997) yang menyatakan bahwa semakin lama orang bekerja dalam suatu
organisasi maka semakin tinggi motivasi kerjanya
d) Perilaku
Berdasarkan hasil penelitian sejauh ini penerapan prilaku dalam patient safety sudah
baik.
e) Kemampuan dalam melaksanakan keselamatan pasien (patient safety) tentang
mengidentifikasi pasien, pengurangan resiko infeksi, pengurangan resiko pasien
jatuh
Keamanan pelayanan di rumah sakit salah satunya dimulai dari ketepatan identifikasi
pasien yaitu sejak pasien mendaftar, identitas pasien meliputi: nama, umur, dan nomor rekam
medis pasien. Kemudian identitas pasien dicetak pada stiker yang selanjutnya akan
ditempelkan pada gelang identitas pasien dan status atau catatan medis. Pasien selama
dirawat di rumah sakit harus memakai gelang pasien dengan perbedaan laki-laki berwarna
11
biru dan perempuan berwarna merahmuda. Dan setiap perawat atau petugas kesehatan
lainnya harus memverifikasi setiap melakukan tindakan pemberian obat, pemberian tranfusi
darah, pengambilan sampel untuk pemerikasaan laborat, dan tindakan lainnya.
Salah satu sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya pengurngan resiko infeksi
terkait pelayanan kesehatan. Infeksi adalah inivsai tubuh oleh pathogen atau mikroorganisme
yang mampu menyebabkan sakit. Rumah sakit merupakan salah satu tempat yang paling
mungkin rentan mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang sangat
tinggi dengan jenis virus yang mungkin resisten terhadap antibiotik (Potter & Perry, 2005)
Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi
saluran kemih terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia
(sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Salah satu cara mencegah infeksi
nasokomial adalah dengan mengeleminasi mikroba pathogen melalui tindakan aseptic,
disinfeksi, dan strelisasi. Teknik dasar yang paling penting dalam mencegah dan penularan
infeksi adalah dengan mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). Menurut peneliti, resiko
terinfeksi terjadi karena petugas kesehatan yang tidak mempunyai kesadaran dan tanggung
jawab. Jika petugas kesehatan melakukan tugas mereka dengan baik dengan mencuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan pasien ataupun bersentuhan dengan benda ataupun
lingkungan dengan pasien. Dan menjelaskan kepada pihak keluarga juga ikut mencuci tangan
sesuai dengan pedoman 5 momen yang sudah diterapkan di rumah sakit.
Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien harus menerapkan
keselamatan pasien. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif, dan tindakan yang
mengutamakan keselamatan pasien. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan harus
penuh dengan kepedulian. Persepsi perawat untuk menjaga keselamatan pasien sangat
berperan penting dalam pencegahan, pengendalian, dan peningkatan keselamatan pasien.
(Choo dkk, 2011). Dalam pelaksanaan program patient safety di rumah sakit berkareditasi,
kejadian pasien jatuh merupakan salah satu indikator berjalan tidaknya program ini.
f) Hasil Analisa Hubungan Perilaku Perawat dengan Kemampuan Perawat dalam
melaksanakan keselamatan pasien (patient safety)
Notoatmodjo 2007 mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat tinggi untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Teori Bloom
1908 dalam buku Notoatmodjo, 2003 menyatakan bahwa perilaku dapat diukur dalam 3
domain yaitu pengetahuan (knowledge) yang artinya kognitif, sikap (attitude) yang artinya
afektif dan tindakan (practice) yang artinya psikomotor. Teori ini dimodikasikan untuk
12
pengukuran hasil pendidikan kesehatan. Jika memiliki perilaku atau bawaan baik maka akan
berdampak baik juga bagi lingkungannya.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (MK3) yaitu dengan
pemeliharaan kesehatan petugas IGD, pemakaian alat pelindung diri , pencegahan bahaya
atau kecelakaan kerja , pemeriksaan kesehatan berkala dan pelatihan keselamatan dan
kesehatan kerja.
Analisis faktor-faktor kebijakan dalam implementasi program keselamatan dan
kesehatan kerja rumah sakit (K3RS) yaitu pengetahuan terkait isi dan tujuan program
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (K3RS), komunikasi, sumber daya, lingkungan
kerja beresiko terjadi penyakit akibat kerja atau, kecelakaan akibat kerja, standar operasional
procedure (SOP), dan komitmen.
Hubungan tingkat pengetahuan dan praktik perawat mengenai keselamatan pasien
(patient safety) yaitu tingkat pengetahuan perawat tentang keselamatan pasien masih rendah,
masih ad perawat yang melakukan praktik yang kurang baik terkait keselamatan pasien, serta
terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan perawat mengenai keselamatan pasien (patient
safety) dengan praktik perawat terkait keselamatan pasien (patient safety).
Hubungan perilaku dengan kemampuan perawat dalam melaksanakan keselamatan
pasien (patient safety) yaitu Berdasarkan Umur, Berdasarkan Pendidikan Berdasarkan Masa
Kerja, Perilaku, Kemampuan dalam melaksanakan keselamatan pasien (patient safety)
tentang mengidentifikasi pasien, pengurangan resiko infeksi, pengurangan resiko pasien
jatuh, Hasil Analisa Hubungan Perilaku Perawat dengan Kemampuan Perawat dalam
melaksanakan keselamatan pasien (patient safety).

3.2 SARAN
Pentignya penerapan K3 dan keselamatan pasien dalam lingkup kesehatan harus dapat
menejadikan hal tersebut motivasi bagi tenaga kesehatan maupun menejemen rumah sakit
akan hal mingkatkan upaya pemeberian kualitas K3 dan keselamatan pasien. Karena itu
untuk menunjang kesembuhan pasien lebih cepat dan mengurangi ataupun menghilangkan
adanya kejadian tidak diinginkan (KTD).

14
DAFTAR PUSTAKA

 Rahayuningsih, P.W., & Hariyono, W. (2011). Penerapan manajemen keselamatan


dan kesehatan kerja (MK3) di isntalasi gawat darurat RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Kesehatan Masyaraka, 5(1), 1-67.
 Yunita, A.R., Sriatmi, A., & Fatmasari, E.Y. (2016). Analisis faktor-faktor kebijakan
dalam implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit (K3RS) di
instalasi gawat darurat rumah sakit umum daerah kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 4(2), halaman.
 Lombogia, A., Rottie, J., & Karundeng, M. (2016). Hubungan perilaku dengan
kemampuan perawatan dalam melaksanakan keselamatan pasien (patient safety) di
ruang akut isntalasi gawat darurat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. e-journal
Keperawatan (e-Kep), 4(2), halaman.
 Jalandra, V., Jayanti, S., & Ekawati. (2015). Hubungan tingkat pengetahuan dan
praktik mengenai keselamatan pasien (patient safety) di isntalasi gawat darurat RS X
Semarang. Jurnal Kesehatan masyarakat, 3(1), halaman.

15

Anda mungkin juga menyukai